KATA PENGANTAR
Puji syukur saya panjatkan kehadirat Allah SWT., karena atas rahmat dan karunia-Nya
tugas ini dapat terselesaikan. Tugas ini merupakan tugas terstruktur yang harus dipenuhi oleh
setiap mahasiswa Teknik Jurusan Sipil Universitas Brawijaya sebagai syarat mengikuti ujian
semester mata kuliah Sistem Bangunan Irigasi pada semester IV (genap).
Sistem Bangunan Irigasi merupakan bagian yang penting dalam teknik sipil, karena
dengan Sistem Bangunan Irigasi kita bisa merencanakan Bangunan Irigasi sesuai dengan
standar di Negara kita, dalam hal ini Kriteria Perencanaan. Di samping itu, kita juga dapat
memahami fungsi setiap bagian dari bangunan irigasi. Pembuatan laporan tugas ini pada
dasarnya tidak hanya bertujuan untuk menunjang teori, tetapi juga untuk memberikan
pengenalan secara mendalam kepada mahasiswa tentang masalah yang berhubungan dengan
bangunan Irigasi yang kelak akan dihadapi mahasiswa saat terjun langsung di dunia kerja
sehingga mahasiswa tidak hanya mengerti secara teori ,tetapi dapat mempraktikkannya
langsung di lapangan.
Ir. Pudyono, MT. dan Dr. Eng Indradi Wijatmiko, ST., M.Eng (Prac.) selaku Dosen
mata kuliah Sistem Bangunan Irigasi atas bimbingannya selama kuliah maupun selama
mengerjakan tugas
Adi Nugroho selaku asisten tugas yang telah memabantu dalam penyelesaian laporan
tugas ini
Akhir kata penyusun berharap semoga laporan tugas ini dapat berguna di masa
mendatang. Amin
Penyusun
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR ................................................................................................................ 1
BAB I PENDAHULUAN .......................................................................................................... 4
1.1 Latar Belakang ............................................................................................................. 4
1.2 Tujuan .......................................................................................................................... 4
1.3 Pembatasan Masalah .................................................................................................... 5
BAB II DASAR TEORI ............................................................................................................. 6
2.1 Peta Jaringan Irigasi ..................................................................................................... 6
2.2 Metode Penman Monteith .......................................................................................... 12
2.3 Bangunan Pengelak .................................................................................................... 13
2.4 Bendung Tetap ........................................................................................................... 14
2.5 Bangunan Pengambilan ............................................................................................. 15
2.6 Bangunan Pembilas.................................................................................................... 17
2.7 Kantong Lumpur ........................................................................................................ 19
2.7.1 Penetapan Lokasi Kantong Lumpur ................................................................... 19
2.7.2 Data Perencanaan Kantong Lumpur ................................................................... 20
2.8 Bangunan Pengambilan Bebas ................................................................................... 20
BAB III PEMBAHASAN PERENCANAAN .......................................................................... 24
3.1 Perencanaan Petak ..................................................................................................... 24
3.2 Menentukan Kebutuhan Air Irigasi ........................................................................... 28
3.2.1 Menghitung Besarnya Evapotranspirasi Tanaman Pada Daerah Irigasi dengan
Metode Penman ................................................................................................................ 28
3.2.2 Menentukan Kebutuhan Air Irigasi .................................................................... 31
3.3 Perencanaan Bendung Tetap ...................................................................................... 39
3.3.1 Elevasi Puncak Mercu ........................................................................................ 39
3.3.2 Profil Bendung.................................................................................................... 41
3.3.3 Profil Aliran ........................................................................................................ 50
3.3.4 Kolam Olakan ..................................................................................................... 53
3.3.5 Struktur Bawah ................................................................................................... 55
3.4 Perencanaan Bangunan Pengambilan dan Bangunan Pembilas................................. 56
3.4.1 Bangunan Pengambilan ...................................................................................... 56
3.4.2 Bangunan Pembilas ............................................................................................ 61
3.4.3 Kantong Lumpur ................................................................................................ 64
BAB I PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
Mengingat pentingnya irigasi bagi kehidupan manusia, maka dibutuhkan adanya
pengaturan irigasi, dimana perlu dibangun beberapa bangunan yang dapat menunjang proses
irigasi tersebut.Perancangan yang didasarkan keahlian serta pengelolaan yang seksama
merupakan hal yang sangat penting untuk mencapai tingkat efisiensi pemanfaatan air yang
dibutuhkan di masa mendatang. Perancangan memerlukan adanya konsepsi, rencana
konstruksi, dan operasi serta sarana pemanfaatan air.
Melihat dari pembatasan masalah yang telah dibahas sebelumnya, pengerjaan tugas ini
yaitu dalam perencanaan saluran irigasi (bendung tetap) sesuai dengan tahap-tahap
perencanaan bendung tetap saluran irigasi sesuai KP-O2 yaitu standart peraturan perencanaan
saluran irigasi. Yang kedua melalui analisa perhitungan terhadap langkah-langkah
perencanaan dapat diketahui apakah bangunan ini aman terhadap gaya gaya V sekitar yang
bekerja.
Dan tidak kalah pentingnya yaitu sketsa gambar dimana gambar-gambar ini adalah
tahap akhir perencanaan saluran irigasi hasil dari perhitungan yang telah dilaksanakan sesuai
standart perencanaan saluran irigasi.
Penggunaan peta-peta foto udara dan foto (ortofoto dan petagaris) yang dilengkapi
dengan garis ketinggian akan sangat besar artinya untuk perencanaan tata letak dari trase
saluran. Peta-peta teristris masih diperlukan sebagai peta baku/peta dasar. Perkembangan
teknologi photo citra satelit kedepan dapat dipakai dan dimanfaatkan untuk melengkapi dan
mempercepat proses perencanaan jaringan irigasi. Banyak informasi lain yang dapat dipakai
sebagai pelengkap perencanaan jaringan irigasi antara lain sebagai cross check untuk
perencanaan jaringan irigasi. Data-data pengukuran topografi dan saluran yang disebutkan di
atas merupakan data akhir untuk perencanaan detail saluran.
Letak trase saluran sering baru dapat ditetapkan setelah membanding-bandingkan
berbagai alternatif. Informasi yang diperoleh dari pengukuran trase saluran dapat dipakai
untuk peninjauan trase pendahuluan, misalnya pemindahan as saluran atau perubahan
tikungan saluran. Letak as saluran pada silangan dengan saluran pembuang (alamiah) sering
sulit ditentukan secara tepat dengan menggunakan peta topografi sebelum diadakan
pengukuran saluran. Letak akhir bangunan utama dan bangunan silang tersebut hanya dapat
ditentukan berdasarkan survei lapangan (dengan skala 1: 200 atau 1: 500). Lokasi trase
saluran garis tinggi akan lebih banyak dipengaruhi oleh keadaan topografi setempat daripada
saluran yang mengikuti punggung medan.
Untuk memudahkan sistem pelayanan irigasi kepada lahan pertanian, disusun suatu
organisasi petak yang terdiri dari petak primer, petak sekunder, petak tersier, petak kuarter
dan petak sawah sebagai satuan terkecil.
1. Petak Primer
Petak primer terdiri dari beberapa petak sekunder yang mengambil langsung
air dari saluran primer. Petak primer dilayani oleh satu saluran primer yang
mengambil air langsung dari bangunan penyadap. Daerah di sepanjang saluran
primer sering tidak dapat dilayani dengan mudah dengan cara menyadap air dari
saluran sekunder. Apabila saluran primer melewati sepanjang garis tinggi daerah
saluran primer yang berdekatan harus dilayani langsung dari saluran primer.
2. Petak Sekunder
Petak sekunder terdiri dari beberapa petak tersier yang kesemuanya dilayani
oleh satu saluran sekunder. Biasanya petak sekunder menerima air dari bangunan
bagi yang terletak di saluran primer atau sekunder. Batas-batas petak sekunder pada
urnumnya berupa tanda topografi yang jelas misalnya saluran drainase. Luas petak
sukunder dapat berbeda-beda tergantung pada kondisi topografi daerah yang
bersangkutan.
Keterangan :
ETo : Evapotranspirasi acuan(mm/hari),
Rn : Radiasi netto pada permukaan tanaman (MJ/m2/hari),
G : Kerapatan panas terus-menerus pada tanah (MJ/m2/hari),
T : Temperatur harian rata-rata pada ketinggian 2 m (oC),
u2 : Kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/s),
es : Tekanan uap jenuh (kPa),
ea : Tekanan uap aktual (kPa),
D : Kurva kemiringan tekanan uap (kPa/oC),
g : Konstanta psychrometric (kPa/oC).
Metode Penman-Monteith merupakan metode penduga evapotranspirasi terbaik yang
direkomendasikan FAO sebagai metode standar sedangkan metode pendugaan lain baik
digunakan dalam iklim tertentu (Lascanao dan Bavel 2007; Smith 1992). Metode ini
merupakan metode yang diadopsi dari metode Penman yang dikombinasikan dengan tahanan
aerodinamik dan permukaan tajuk. Metode Penman mengalami berbagai perkembangan
sehingga dapat digunakan untuk menduga evapotranspirasi pada permukaan yang ditanami
dengan menambahkan faktor tahanan permukaan (rs) dan tahanan aerodinamik (ra).
Persamaan ini terdapat parameter penentu pertukaran energi dan berhubungan dengan fluks
bidang tanaman (Allenet al.1998). Metode ini dapat menghasilkan pendugaan ET0 pada
lokasi luas dan memiliki data yang lengkap. Metode ini memberikan hasil terbaik dengan
kesalahan mimimum untuk tanaman acuan.
Bangunan pengelak sendiri memiliki fungsi sebagai berikut; pada debit kecil
bangunan pengelak harus menutup sungai dan menaikan muka air, dan pada debit besar
sebagian saja air diambil dan sebagian besar akan melintasi punggung bangunan pengelak,
sehingga bendung seperti ini berfungsi sebagai peluap.
- Bendung permanen
Untuk bendung permanent yang lebih kokoh, banyak terdapat di pulau jawa,
dan pada umumnya dibangun oleh pemerintah, karena bendung-bendung ini
kanstruksinya sukar, dan memerlukan biaya yang mahal. Beberapa diantaranya adalah
warisan dari pemerintah Belanda, ban berusia sangat tua.
dan diletakkan di bagian udik. Pengaliran melalui pintu bawah. Besarnya debit diatur
melalui tinggi bukaan pintu.
2. Pengambilan Gorong-Gorong
Pengambilan dengan pintu berlubang lebih dari satu dengan lebar masing-
masing kurang 2,5 m dan diletakkan di bagian hilir gorong-gorong. Pengoperasian
pintu pengambilan dilakukan secara mekanis.
3. Pengambilan Frontal
Pengambilan diletakkan di tembok pangkal, jauh dari bangunan
pembilas/bendung. Arah aliran sungai dari udik frontal terhadap mulut pengambilan
sehingga tidak menyulitkan penyadapan aliran. Tetapi angkutan sedimen relatif
banyak masuk ke intake, yang ditanggulangi dengan sand ejector dan kantong
sedimen.
3. Bangunan pembilas shunt undersluice digunakan pada bendung di sungai ruas hulu,
untuk menghindarkan benturan batu dan benda padat lainnya terhadap bangunan.
depan pengambilan. Pengalaman yang diperoleh dari banyak bendung dan pembilas yang
sudah dibangun, telah menghasilkan beberapa pedoman menentukan lebar pembilas :
a. Lebar pembilas ditambah tebal pilar pembagi sebaiknya sama dengan 1/6 -1/10 dari
lebar bersih bendung, untuk sungai-sungai yang lebarnya kuramg dari 100m
b. Lebar pembilas sebaiknya diambil 60% dari lebar total pengambilan termasuk pilar-
pilar.
b. Perencanaan bangunan
Umumnya pintu pengambilan digunakan pintu sorong yang terbuat dari bahan
kayu atau baja. Jika air didepan pintu sangat dalam, maka eksploitasi (pengoperasian)
pintu sorong relatif sulit. Sehingga dapat digunakan pintu radial atau otomatis. (KP-02
hal 95)
Q = l.b.a. (2.g.z)
Keterangan :
Q = Debit (m3/detik)
l = Koefisien debit
b = Lebar bukaan pintu (m)
a = Tinggi bukaan pintu (m)
g = Percepatan gravitasi (m/det2)
z = Kehilangan tinggi energi pada bukaan pintu (m)
- Pintu tenggelam
Rumus :
Q = k.l.b.a. (2.g.z)
Keterangan :
Q = Debit (m3/detik)
K = Faktor aliran tenggelam
l = Koefisien debit
b = Lebar bukaan pintu (m)
a = Tinggi bukaan pintu (m)
g = Percepatan gravitasi (m/det2)
z = Kehilangan tinggi energi pada bukaan pintu (m)
2. Batas Administrasi
Untuk perencanaan detail jaringan pembawa dan pembuang diperlukan peta topografi
yang akurat dan bisa menunjukkan gambarangambaran muka tanah yang ada. Peta topografi
tersebut bisa dieroleh dari hasil pengukura topografi atau dari foto udara. Peta teesebut
mencakup informasi yang berhubungan dengan :
Garis kontur dengan interval
Batas petak yang akan dicat
Tata guna tanah, saluran pembuang dan jalan yang sudah ada serta bangunannya
Tata guna tanah administratif
Garis kontur pada peta menggambarkan medan daerah yang akan direncanakan.
Topografi suatu daerah akan menentukan Lay 0ut serta konfigurasi yang paling efektif untuk
saluran pembawa atau saluran pembuang. Dari kebanyakan tipe medan Lay Out yang cocok
digambarkan secara sistematis. Tiap peta tersier yang direncanakan terpisah agar sesuai
dengan batas alam dan topografi. Dalam banyak hal biasanya dibuat beberapa konfigurasi Lay
Out jaringan irigasi dan pembuang.
Klasifikasi tipe medan sehubungan dengan perencanaan daerah irigasi:
1. Medan terjal kemiringan tanah 2 %
medan terjal dimasna tanahnya sedikit mengandung lempun rawan erosi karena aliran
yang tidak terkendali. Erosi terjadi jika kecepatan air pada saluran lebih batas ijin.hal ini
menyebabkan berkurangnya debit air yang lewat, sehingga luas daerah yng dialiri berkurang.
Lay Out untuk daerah semacam ini dibuat dengan dua alternatif.
Kemiringan tercuram dijumpai dilereng hilir satuan primer. Sepasang saluran tersier
menggambil air dari saluran primer di kedua sisi saluran sekunder. Saluran tersier pararel
dengan saluran sekunder pada satu sisi dan memberikan airnya ke saluran kuarter garis tinggi,
melalui boks bagi kedua sisinya.
memberikan air karena bawah lereng. Kemungkinan juga untuk memberikan air ke arah
melintang dari sawah satu ke sawah yang lain.
Selain itu juga akan diperhatikan kerapatan atau densitas titik-titik di petak-petak
sawah agar arah aliran antar petak dapat ditentukan.
Peta ikhtisar harus disiapkan dengan skala 1 : 25000 dengan lay out jaringan utama
dimana petak tersier terletak. Peta ini harus mencakup trase saluran pembuang, batas-batas
petak tersier dan sebagainya. Untuk penjelasan yang lebih rinci mengenai pengukuran dan
pemetaan, lihat persyaratan teknis untuk Pemetaan Terestris dan pemetaan ortofoto.
Keperluan air untuk ETc ini dipenuhi oleh air hujan (efektif) dan kalau tidak
cukup oleh air irigasi. Keperluan air irigasi atau KAI dinyatakan dengan persamaan:
KAI = ETc - He
He = Hujan efektif adalah bagian dari total hujan yang digunakan untuk
keperluan tanaman.
Data dengan daerah irigasi
Unsur Klimatologi Satuan Jan Feb Mar Apr May Jun Jul Aug Sep Oct Nov Dec
Temp. Maks. Rata-rata C 27,8 28,7 28,4 28,7 28,5 28 26,9 27,3 28,4 29,9 28,6 27,2
Temp. Min. Rata-rata C 21,5 21,2 20,9 21,5 21,1 20,8 19,3 17,8 18,5 19,9 20,6 20,6
Lembab Nisbi Rata-rata % 86 83 84 83 82 84 80 75 71 72 81 87
Lembab Nisbi Maks. % 97 95 95 96 94 97 95 91 88 90 95 85
Lembab Nisbi Min. % 58 57 52 54 55 60 57 30 23 34 40 49
Penyinaran Matahari % 35 53 59 60 61 60 66 81 88 76 54 35
Kecepatan Angin Km/jam 6,3 6,3 6,1 6,1 6,5 6 7,6 8,8 9,1 9,2 6,8 5,8
Menghitung EToaqq
Diambil Harga Koefisien Tanaman (Kc) setiap 2 bulan FAO Untuk Varietas Unggul = 1,33
ETc = Kc x ETo
ETc = 1,33 x 5,27 = 7,0091 mm/hari
Keterangan :
ETo : Evapotranspirasi acuan(mm/hari),
Rn : Radiasi netto pada permukaan tanaman (MJ/m2/hari),
G : Kerapatan panas terus-menerus pada tanah (MJ/m2/hari),
T : Temperatur harian rata-rata pada ketinggian 2 m (oC),
u2 : Kecepatan angin pada ketinggian 2 m (m/s),
es : Tekanan uap jenuh (kPa),
ea : Tekanan uap aktual (kPa),
D : Kurva kemiringan tekanan uap (kPa/oC),
g : Konstanta psychrometric (kPa/oC).
n
R s ( 0 ,25 0 ,5 ) Ra ........................................................................................ (4)
N
Dengan pengertian :
n adalah lama matahari bersinar dalam satu hari, (jam).
N adalah lama maksimum matahari bersinar dalam satu hari, (jam).
Ra adalah radiasi matahari ekstraterestrial, (MJ/m2/hari).
besarnya Ra adalah :
dan d r dihitung berdasarkan persamaan di bawah ini (Duffie & Beckman, 1980) :
2π
d r 1 0,033 cos ( J) 1 0,033 cos ( 0,0172 J) ..................... (7)
365
besarnya δ dihitungdengan (Duffie& Beckman, 1980) :
2π
δ 0 ,409 sin ( J 1,39 ) 0 ,409 sin ( 0 ,0172 J 1,39 ) ...................................... (8)
365
Dengan pengertian :
J adalah nomor urut hari dalam setahun (harijulian)
Nilai ( 0,0172 J ) pada persamaan (7) dan ( 0,0172 J 1,39 ) pada persamaan (8) dalam
satuan radian.
Besarnya nilai J secara matematis dapat dihitung dengan :
24
N ωs ................................................................................................................ (9)
π
dan Rnl dihitung dengan:
Dengan pengertian :
Rnl adalah radiasi gelombang panjang, (MJ /m2/hari).
Rlu adalah radiasi termal yang dipancar kan oleh tanaman dan tanah ke atmosfer
(MJ/m2/hari).
Rld adalah radiasi gelombang panjang termal yang dipancar kan dari atmosfer dan awan
ε vs adalah nilai emisivitas oleh vegetasi dan tanah 0,98 (Jensen dkk., 1990).
Faktor penutupan awan (f) dihitung dengan rumus (FAO No. 24, 1977):
n
f 0 ,9 0 ,1 .......................................................................................................... (11)
N
Dengan pengertian :
ε , adalah emisivitas atmosfer
4,87
U 2 U z ..................................................................................... (13)
ln ( 67 ,8 z 5,42 )
Dengan pengertian :
U 2 adalah kecepatan angin pada ketinggian 2 m, (m/s).
17 ,27 T
e s 0,611 exp ......................................................................................... (14)
T 237 ,3
Tekanan uap aktual ( e a ) dihitung dengan:
ea e s x RH ...........................................................................................................(15)
Dengan pengertian :
RH adalah kelembaban relatif rata-rata, (%).
Kemiringan kurva tekanan uap air terhadap suhu udara dihitung dengan (Murray, 1967):
4098 e s
...................................................................................................... (16)
(T 237 ,3 ) 2
Dengan pengertian :
adalah kemiringan kurva tekanan uap air terhadap suhu udara, (kPa/o C).
T adalah suhu udara rata-rata, (o C).
e s adalah tekanan uap jenuh pada suhu T , (kPa).
Panas laten untuk penguapan () dihitung dengan rumus (Harrison, 1963):
dengan pengertian :
adalah panas laten untuk penguapan, (MJ/kg).
T adalah suhu udara rata-rata, (o C).
Dimana :
NFR = kebutuhan air di sawah (mm/hari)
ETc = kebutuhan air tanaman (consumptive use) (mm/hari)
WLR = penggantian lapisan air (mm/hari)
P = perkolasi (mm/hari)
Re = curah hujan efektif (mm/hari)
WLR
Pergantian lapisan air dilakukan sebanyak dua kali masing-masing 50 mm (atau 3,3 mm/hari
selama ½ bulan) selama sebulan dan dua bulan setelah transplantasi (KP-01, 1986). WLR =
3,3 mm/hari
P (Perkolasi)
Diambil : Tekstur Tanah ringan (lempung kepasiran)
P = 3-6 mm/hari
P = 3 mm/hari
Re
Re = 3,733
H1 = 1,5741
P = 3,4
Dimana :
N = jumlah pilar tengah (Direncanakan 2 buah dengan lebar
pilarmasing - masing 1 m)
Kp = koefisien kontraksi pilar (KP – 02 hal 40)
= 0,01 (Direncanakanpilar berujung bulat)
Ka = koefisien kontraksi pangkal bendung = 0,1
H1 = Tinggi energi (m)
3
Q Cd 2
3
g 23 B 'eff H1 2 …(3.2)
Dimana:
Q = Debit banjir rancangan (direncanakan 370 m3/dt)
Cd = 1,33 (Asumsi koefisien debit rancangan)
B’eff = lebar efektif bendung
Hd = Tinggi energy dari puncak mercu
35,281 = 18 Hd^1.5 0,24 Hd^2.5
Hd
1 = 18,760
1,5 = 34,6396
1,5183 = 35,2811
2 = 53,455
Tabel 3.1 Perhitungan Nilai Hd
0 , 99
H
C d 2,20 0,0416 1
p …(3.3)
h
1 2a
1
H
C 1,6
h
1 a …(3.4)
1
H
Dimana:
p = Tinggi bendung yang direncanakan (m)
h = Tinggi energy dari puncak mercu
H1 = Tinggi energy dari puncak mercu
(Diasumsikan H1=h ; dan Cd = C)
= 2,2 – 0,0416(1,5183/3,4)0,99
= 2,1813
Keterangan:
Cd = Koefisien Limpasan pada saat h =Hd
P = Tinggi Bendung
Hd = Tinggi Energi di Atas Mercu
Menghitung Koefisien Limpahan Mercu Aktual (C) Dengan Asumsi h-Hd = 0,001
𝒉
𝟏 + (𝟐 𝒙 𝒂 𝒙 )
𝑯𝒅
𝑪 = 𝟏, 𝟔 𝒙 𝒉
𝟏 + (𝒂 𝒙 )
𝑯𝒅
a = 0,5707
2,1813 = C
a
0,5000 = 2,1333
0,5100 = 2,1404
0,5200 = 2,1474
0,5300 = 2,1542
0,5400 = 2,1610
0,5500 = 2,1677
0,5600 = 2,1744
0,5700 = 2,1809
0,5707 = 2,1814
Tabel 3.2 Perhitungan Nilai A dengan Metode Newton Raphson
3 …(3.5)
Q C.B' eff .H 1 2
Dimana:
Q = Debit Aliran diatas Mercu (m3/dt)
C = Koefisien Limpahan Actual
H1 = Tinggi energy dari puncak mercu (m)
Beff = Lebar Mercu Efektif (m)
Hd C Q h = 2/3Hd Elevasi
0,000 1,600 0,000 0,000 351,400
0,100 1,658 0,975 0,067 351,467
0,200 1,712 2,848 0,133 351,533
0,300 1,762 5,386 0,200 351,600
0,400 1,809 8,513 0,267 351,667
0,500 1,853 12,186 0,333 351,733
0,600 1,894 16,377 0,400 351,800
352.6
352.4
352.2
352.0
elevasi (m)
351.8
351.6
351.4
351.2
0 20 40 60 80 100
Debit (m^3/s)
Gambar 3.3 Perbandingan antara Elevasi dan Debit pada Bendung
Berikut perhitungan jari-jari pada mercu tipe ogee dan perhitungan jaraknya.
R1 = 0.5*Hd 0,7592 m
Profil Mercu R2 = 0.2*Hd 0,3037 m
Lengkung hulu X1 = 0.175*Hd 0,2657 m
X2 = 0.282*Hd 0,4282 m
Lengkung Hulu 1
Mercu tipe ogee memiliki dua jari-jari lingkaran sehingga dihitung untuk tiap
lingkarannya. Menghitung lingkaran yang pertama atau disebut juga dengan lengkung
hulu satu. Menentukan koordinat pusat dari lengkung hulu satu yang juga merupakan
pusat lingkaran dari lingkaran pertama.
X1=0
Y1=EI Puncak - R1
= 351,4 – 0,7592
= +350,64 m
Jadi dari perhitungan didapat hasil ( 0 ; +350,64) dengan jari-jari sebesar 0,7592 m.
Lengkung Hulu 2
Menghitung lingkaran yang kedua atau disebut juga dengan lengkung hulu dua.
Menentukan koordinat pusat dari lengkung hulu dua yang juga merupakan pusat
lingkaran dari lingkaran kedua.
Y1 =EI Puncak - R1 + (R1-R2) x sin (sudut)
= 351,4 – 0,7592 + (0,7592 - 0,3037) x sin (1,21322)
= +351,06 m
Pusat Lingkaran = -0,159 ; 351,06
Jari –Jari = 1,213
Jadi dari perhitungan didapatkan pusat lingkaran (-0,159 ; 351,06) dengan jari jari
sebesar 1,213 m.
Lengkung Hilir
Menghitung lengkung hilir pada mercu. Lengkung hilir merupakan bentuk
lengkungan yang nantinya akan dilewati oleh debit yang melimpah diatas mercu. Dalam
menghitung elevasi lengkungan di hilir dimulai dari titik x=0 atau pada posisi puncak
mercu. Dan kemudian secara bertahap menambahkan jarak untuk mendapatkan nilai Y.
Hasil perhitungan disajikan dalam Tabel 3.4 dan Gambar 3.4
X Y
lengkung
-0,4439 351,2019
2
-0,4239 351,2348
-0,4039 351,2607
-0,3839 351,2818
-0,3639 351,2996
-0,3439 351,3146
-0,3239 351,3273
-0,3039 351,3380
-0,2839 351,3469
lengkung
-0,2755 351,3502
1
-0,2555 351,3574
-0,2355 351,3639
-0,2155 351,3699
-0,1955 351,3753
-0,1755 351,3802
-0,1555 351,3845
-0,1355 351,3883
-0,1155 351,3915
-0,0955 351,3942
-0,0755 351,3964
-0,0555 351,3980
-0,0355 351,3992
-0,0155 351,3998
0,0045 351,4000
0,0245 351,3996
0,0445 351,3987
0,0645 351,3974
0,0845 351,3954
0,1045 351,3930
lengkung
0,0000 351,4
hilir
0,1000 351,3952
0,2000 351,3827
0,3000 351,3633
0,4000 351,3376
0,5000 351,3057
0,6000 351,2679
0,7000 351,2242
0,8000 351,175
0,9000 351,1202
1,0000 351,06
1,1000 350,9944
1,2000 350,9236
1,3000 350,8476
1,4000 350,7664
1,5000 350,6801
1,6000 350,5888
1,7000 350,4926
1,8000 350,3914
1,9000 350,2853
2,0000 350,1743
2,1000 350,0585
2,2000 349,9379
2,3000 349,8126
2,4000 349,6826
2,5000 349,5479
2,6000 349,4085
2,7000 349,2645
2,8000 349,1158
2,9000 348,9626
3,0000 348,8049
3,1000 348,6426
3,2000 348,4758
3,3000 348,3045
3,4000 348,1287
3,4717 348,000
2
Q …(3.7)
Vz
Beff .hz
Dimana:
Vz = Kecepatan aliran (m/dt)
Q = Debit banjir rancangan (m3/dt)
hz = Tinggi aliran yang melimpah (m)
H1 = Tinggi energy dari puncak mercu (m)
Beff = Lebar Mercu Efektif (m)
z = Beda tinggi antara elevasi puncak dengan elevasi bendung.
G = Percepatan gravitasi (m/dt2)
b. Froud Number
Menghitung froud number, froud number atau bilangan froud dicari
untuk mengetahui kriteria aliran seperti apa yang melimpah diatas mercu.
Terdapat tiga kriteria atau kondisi aliran pada umumnya yaitu, sub-kritis, kritis
dan super kritis. Bilangan froud dapat dicari menggunakan Persamaan 3.8,
dengan data masukan berupa kecepatan aliran (Vz), tinggi elevasi muka air
dari mercu (hz), dan percepatan gravitasi (g).
Vz
FR
g.hz
…(3.8)
Dimana:
Fz = Bilangan froud
Vz = Kecepatan aliran (m/dt)
g = Percepatan gravitasi (m/dt2)
hz = Tinggi aliran yang melimpah (m)
Kecepatan Aliran
Elevasi Bendung Elevasi Muka Air Garis Energi Froude
X (m) z hz Jenis Aliran
(m) (m) (m) Number
1 2
-0,4439 351,2019 0,20 1,200 352,600 352,97 3,79 3,35 0,98 sub kritis
-0,4239 351,2348 0,17 1,200 352,600 352,97 3,79 3,25 0,95 sub kritis
-0,4039 351,2607 0,14 1,200 352,600 352,97 3,79 3,17 0,93 sub kritis
-0,3839 351,2818 0,12 1,200 352,600 352,97 3,79 3,11 0,91 sub kritis
-0,3639 351,2996 0,10 1,200 352,600 352,97 3,79 3,05 0,89 sub kritis
-0,3439 351,3146 0,09 1,200 352,600 352,97 3,79 3,00 0,88 sub kritis
-0,3239 351,3273 0,07 1,200 352,600 352,97 3,79 2,96 0,86 sub kritis
-0,3039 351,3380 0,06 1,200 352,600 352,97 3,79 2,93 0,85 sub kritis
-0,2755 351,3502 0,05 1,200 352,600 352,97 3,79 2,88 0,84 sub kritis
-0,2555 351,3574 0,04 1,200 352,600 352,97 3,79 2,86 0,83 sub kritis
-0,2355 351,3639 0,04 1,200 352,600 352,97 3,79 2,84 0,83 sub kritis
-0,2155 351,3699 0,03 1,200 352,600 352,97 3,79 2,82 0,82 sub kritis
-0,1955 351,3753 0,02 1,200 352,600 352,97 3,79 2,80 0,82 sub kritis
-0,1755 351,3802 0,02 1,200 352,600 352,97 3,79 2,78 0,81 sub kritis
-0,1555 351,3845 0,02 1,200 352,600 352,97 3,79 2,76 0,81 sub kritis
-0,1355 351,3883 0,01 1,200 352,600 352,97 3,79 2,75 0,80 sub kritis
-0,1155 351,3915 0,01 1,200 352,600 352,97 3,79 2,74 0,80 sub kritis
-0,0955 351,3942 0,01 1,200 352,600 352,97 3,79 2,73 0,80 sub kritis
-0,0755 351,3964 0,00 1,200 352,600 352,97 3,79 2,72 0,79 sub kritis
-0,0555 351,3980 0,00 1,200 352,600 352,97 3,79 2,72 0,79 sub kritis
-0,0355 351,3992 0,00 1,200 352,600 352,97 3,79 2,71 0,79 sub kritis
0,0000 351,4000 0,00 1,049 352,449 352,97 4,33 3,21 1,00 kritis
0,1000 351,3952 0,00 0,900 352,295 352,97 5,05 3,65 1,23 super kritis
0,2000 351,3827 0,02 0,900 352,283 352,97 5,05 3,68 1,24 super kritis
0,3000 351,3633 0,04 0,900 352,263 352,97 5,05 3,73 1,26 super kritis
0,4000 351,3376 0,06 0,900 352,238 352,97 5,05 3,80 1,28 super kritis
0,5000 351,3057 0,09 0,900 352,206 352,97 5,05 3,88 1,31 super kritis
0,6000 351,2679 0,13 0,900 352,168 352,97 5,05 3,98 1,34 super kritis
0,7000 351,2242 0,18 0,900 352,124 352,97 5,05 4,08 1,37 super kritis
0,8000 351,1750 0,23 0,900 352,075 352,97 5,05 4,20 1,41 super kritis
0,9000 351,1202 0,28 0,900 352,020 352,97 5,05 4,33 1,46 super kritis
1,0000 351,0600 0,34 0,900 351,960 352,97 5,05 4,46 1,50 super kritis
1,1000 350,9944 0,41 0,900 351,894 352,97 5,05 4,60 1,55 super kritis
1,2000 350,9236 0,48 0,900 351,824 352,97 5,05 4,75 1,6 super kritis
1,3000 350,8476 0,55 0,900 351,748 352,97 5,05 4,91 1,65 super kritis
1,4000 350,7664 0,63 0,900 351,666 352,97 5,05 5,07 1,70 super kritis
1,5000 350,6801 0,72 0,900 351,580 352,97 5,05 5,23 1,76 super kritis
1,6000 350,5888 0,81 0,900 351,489 352,97 5,05 5,40 1,82 super kritis
1,7000 350,4926 0,91 0,900 351,393 352,97 5,05 5,57 1,87 super kritis
1,8000 350,3914 1,01 0,900 351,291 352,97 5,05 5,75 1,93 super kritis
1,9000 350,2853 1,11 0,900 351,185 352,97 5,05 5,92 2,0 super kritis
2,0000 350,1743 1,23 0,900 351,074 352,97 5,05 6,11 2,05 super kritis
2,1000 350,0585 1,34 0,900 350,959 352,97 5,05 6,29 2,12 super kritis
2,2000 349,9379 1,46 0,900 350,838 352,97 5,05 6,47 2,18 super kritis
2,3000 349,8126 1,59 0,900 350,713 352,97 5,05 6,66 2,24 super kritis
2,4000 349,6826 1,72 0,900 350,583 352,97 5,05 6,85 2,31 super kritis
2,5000 349,5479 1,85 0,900 350,448 352,97 5,05 7,04 2,37 super kritis
2,6000 349,4085 1,99 0,900 350,308 352,97 5,05 7,23 2,43 super kritis
2,7000 349,2645 2,14 0,900 350,164 352,97 5,05 7,42 2,50 super kritis
2,8000 349,1158 2,28 0,900 350,016 352,97 5,05 7,62 2,56 super kritis
2,9000 348,9626 2,44 0,900 349,863 352,97 5,05 7,81 2,63 super kritis
3,0000 348,8049 2,60 0,900 349,705 352,97 5,05 8,01 2,70 super kritis
3,1000 348,6426 2,76 0,900 349,543 352,97 5,05 8,21 2,76 super kritis
3,2000 348,4758 2,92 0,900 349,376 352,97 5,05 8,40 2,83 super kritis
3,3000 348,3045 3,10 0,900 349,204 352,97 5,05 8,60 2,89 super kritis
3,4000 348,1287 3,27 0,900 349,029 352,97 5,05 8,80 2,96 super kritis
3,4717 348,0000 3,40 0,900 348,900 352,97 5,05 8,94 3,01 super kritis
Dimana:
V1 = Kecepatan awal loncatan (m/dt)
H1 = Tinggi energy dari puncak mercu (m)
z = Beda tinggi antara elevasi puncak dengan elevasi bendung.
g = Percepatan gravitasi (m/dt2)
𝑉1 = √2. 𝑔(0,5. 𝐻𝑑 + 𝑧)
𝑉1 = 9,06365 𝑚/𝑑𝑒𝑡
b. Kedalaman Konjugasi
Kedalaman konjugasi direncanakan dengan menggunakan Persamaan
3.10, dimana data masukannya berupa bilangan froud (Fz), dan kedalaman air
di awal loncatan (yu). Dan sebelum kita dapat menentukan nilai kedalaman
konjugasi (y2) terlebih dahulu harus menentukan kedalaman air di awal
loncatan (yu) dengan menggunakan Persamaan 3.11, dengan data masukan
seperti percepatan gravitasi (g), Kecepatan awal loncatan (V1) dan bilangan
froud (Fz). Berikut Hasil perhitungan menggunakan Persamaan 3.11 yang
juga merupakan rumus untuk menentukan yu dan juga Persamaan 3.10 yang
digunakan untuk menentukan y2.
V 1
2
yu 1 …(3.11)
Fr g
yu
y2 ( 1 8.Fr 1)
2 …(3.10)
Dimana:
y2 = Kedalaman konjugasi (m) Fz = Bilangan froud
V1 =Kecepatan awal loncatan g = Percepatan gravitasi (m/dt2)
(m/dt)
𝑉1 2 1
𝑦𝑢 = ( ) ( )
𝐹𝑟 𝑔
9,0637 2 1
𝑦𝑢 = ( ) ( )
3,01 9,81
𝑦𝑢 = 0,92495 𝑚
𝑦𝑢
𝑦2 = (√1 + 8. 𝐹𝑟 2 − 1
2
0,92495
𝑦2 = (√1 + 8. 3,012 − 1
2
𝑦2 = 1,8532 m
Dimana:
L = Panjang kolam olakan (m)
n = Tinggi ambang (m)
y2 = Kedalaman konjugasi
Lj = 5.(n + y2)
Lj = 5(0,5 + 1,8532)
Lj = 11,75696 m
Agar kegagalan fungsi pondasi dapat dihindari, maka pondasi bangunan harus
diletakkan pada lapisan tanah yang cukup keras, padat, dan kuat mendukung beban
bangunan tanpa menimbulkan penurunan yang berlebihan. Pondasi merupakan bagian
struktur dari bangunan yang sangat penting, karena fungsinya adalah menopang
bangunan diatasnya, maka proses pembangunannya harus memenuhi persyaratan
utama sebagai berikut:
1. Cukup kuat menahan muatan geser akibat muatan tegak ke bawah.
2. Dapat menyesuaikan pergerakan tanah yang tidak stabil (tanah gerak)
b. Galian Tanah
Galian tanah untuk pondasi dan galian-galian lainnya harus dilakukan menurut
ukuran dalam, lebar dan sesuai dengan peil-peil yang tercantum pada gambar. Semua bekas-
bekas pondasi bangunan lama dan akar-akar pohon yang terdapat pada bagian pondasi yang
akan dilaksanakan harus dibongkar dan dibuang. Bekas-bekas pipa saluran yang tidak dipakai
harus disumbat.
Apabila pada lokasi yang akan dijadikan bangunan terdapat pipa air, pipa gas, pipa-
pipa pembuangan, kabel-kabel listrik, telepon dan sebagainya yang masih dipergunakan,
maka secepatnya diberitahukan kepada Konsultan Manajemen Konstruksi atau instansai yang
berwenang untuk mendapatkan petunjuk-petunjuk seperlunya.
Pelaksana Pekerjaan/ Kontraktor bertanggung jawab penuh atas segala kerusakan-
kerusakan sebagai akibat dari pekerjaan galian tersebut. Apabila ternyata penggalian melebihi
kedalaman yang telah ditentukan, maka Kontraktor harus mengisi/ mengurangi daerah
tersebut dengan bahan-bahan yang sesuai dengan syarat-syarat pengisian bahan pondasi yang
sesuai dengan spesifikasi pondasi.
Pelaksana Pekerjaan/ Kontraktor harus menjaga agar lubang-lubang galian pondasi
tersebut bebas dari longsoran-longosoran tanah di kiri dan kanannya (bila perlu dilindungi
oleh alat-alat penahan tanah) dan bebas dari genangan air (bila perlu dipompa), sehingga
pekerjaan pondasi dapat dilakukan dengan baik sesuai dengan spesifikasi.
Pengisian kembali dengan tanah bekas galian, dilakukan selapis demi selapis, sambil
disiram air secukupnya dan ditumbuk sampai padat. Pekerjaan pengisian kembali ini hanya
boleh dilakukan setelah diadakan pemeriksaan dan mendapat persetujuan Konsultan
Manajemen Konstruksi, baik mengenai kedalaman, lapisan tanahnya maupun jenis tanah
bekas galian tersebut
Sketsa Perencanaan pintu pengambilan ini dapat dilihat pada Gambar 3.5.
Pada gambar tersebut dijelaskan bahwa ada dua tipe perencanaan pintu pengambilan,
bergantung dari jenis alirannya, yaitu aliran tidak tenggelam dan aliran tenggelam.
Dan pada perencanaan ini direncanakan menggunakan tipe aliran tenggelam.
Aq
Qp … (3.13)
Dimana : Eff
Qp = Debit pengambilan (m3/dt)
A = Luas daerah irigasi (ha)
Eff = Efisiensi irigasi (80%)
Dimana :
Q = Debit pengambilan (m3/dt)
= Koefesien debit direncanakan 0,8 (KP 02, hal 85)
a = Tinggi bukaan pintu (m)
g = Percepatan grafitasi (m/dt2)
b = Lebar pintu (m)
z = Kehilangan tinggi energi (KP 02, hal 85)
𝑄 = 𝜇. 𝑎. 𝑏√2. 𝑔. 𝑧
1,35 m
Q AV …(3.15)
Dimana:
A = Luas saluran ( m2 )
V = Kecepatan air pada saluran primer (1 - 2 m/dt )
direncanakan 2 m/dt (KP-02, hal.84)
Dimensi Saluran Primer
A (saluran) = Qrencana / v
2
= 0,831189767 m
b :h = 1:1
b = 1 h
A (saluran) = (b+mh) h
0,831 = (h + h ) h
0,831 = 2 h2
h = 0,64 ≈ 1 m
b = 0,64 ≈ 1 m
M.A.N ( Muka Air Normal ) = El Dasar Sungai + 3,4 tinggi bendung (P)
= 348,00 + 3,4
= 351,40 m
Vc 2.g.h …(3.16)
Dimana:
g = Percepatan grafitasi (m/dt2)
h = Direncanakan 0,8 dari beda tinggi antara puncak mercu dan dasar
sungai kemudian kecepatan aliran tersebut dikontrol terhadap kecepatan izin
yang harus dialirkan.
>> Kecepatan Aliran pada Pintu Pembilas
>> Kontrol
Vc kritis > Vc pembilas
1.7185 > 0.5511 OK !!
1/10 Lebar normal sungai < 3.22 < 1/6 Lebar normal sungai
2.00 < 3.22 < 3.33333 OK !!
Data :
ukuran butir tanah yang mengendap di atas kantong lumpur = 0,2 mm
kecepatan endap (W) = 0,02 m/det
Q pengambilan rencana = 1,662379535 m3/det
Dalam perencanaan ini diasumsikan air dari pintu pengambilan membawa sedimen dengan konsentrasi 0,1% yang harus diendapkan
Direncanakan interval waktu pembilas T= 1 minggu T (7 x 24 x 3600) = 604800 det
Perhitungan :
1) Volume sedimen yang harus ditampug (Vs)
Vs = 0.0001. T . Q
= 100,5407 m3
2). Luas Saluran yang diperlukan
L. B = Q = 1,662379535 = 83,119 m
W 0,02
3). Lebar Kantong Lumpur ditetapkan (B) > 8 m = 10 meter
sehingga panjang kantong lumpur minimal :
L (L.B/B) = 8,31 m
4). Kecepatan aliran di kantong lumpur direncanakan ( v ): 0,4 m/det
sehingga luas tampang melintang aliran dikantong lumpur dapat dihitung :
A= Q = 1,662379535 = 4,156 m2
v 0,4
5). Kedalaman Aliran dihitung saat kantong sedimen dalam keadaan penuh.
h = A = 4,156 = 0,416 m
B 10
6). Kedalaman sedimen pada saat kantong penuh
hs = Vs = 100,5407143 = 1,2096 m
L.B 83,11897674
7). Kemiringan dasar kantong sedimen direncanakan dengan koefisien kekasaran stickler ks 40
=
v 2
is 2 / 3
iz = 0,001547 m
k s .( B .h )
0,4 2
is
40 .( 10 . 1, 453 ) 2 / 3
MUHAMMAD FAIZ R / 175060100111010
TUGAS BESAR SISTEM DAN BANGUNAN IRIGASI
…(3.20)
Dimana:
Fa = gaya tekan tanah aktif (kN)
γ' = berat volume tanah terendam (kN/m3) = 10 kN/m3 (KP 02, hal 117)
h = Kedalaman tanah (m)
φ = sudut gesek internal tanah (derajat) (Direncanakan 30o)
Perhitungan tekanan tanah aktif
h1 = y1 = 2,00 m
h2 = y8 = 3,00 m
= 30 (direncanakan)
sin = 0,5
1 - sin = 0,5
1 + sin = 1,5
= 10 kN/m^3 (Kp-02)
Fa1 = 6,67 kN
Fa2 = 15,00 kN
Jadi perhitungan stabilitas terhadap geser adalah sebagai berikut, dengan data
masukan, jika direncanakan menggunakan pasangan batu kali sebagai material dasar
dengan berat volume = 22 kN/m3 (KP-02 hal.187) dengan factor keamanan untuk
kondisi normal sebesar 1,5 dan pada kondisi banjir sebesar 1,25.
f .(W V ) …(3.21)
S
H
S < 4,330
1,25 < 4,330 AMAN!!!
W1
W2
W3 W4
W5
W6
W7 W8 W9
o
V4 V6
V1 V7
V2 V3
V5
Gambar 3.9 Sketsa gaya W dan V yang terjadi pada tubuh bendungan.
H1
a
d
e h i L M
H3 H16
H4
H2 H5 H15 H17
H14
b c
f g j k n
o
e h
H7 H8
H9
H6
f g
i L
H11 H12
H13
H10
j k
p
0.3571
0.7500
a
d e h i L Fa2
Fa1 M
b c
f g j k n
o
Gambar 3.11 Sketsa gaya Fa dan Fb yang terjadi pada tubuh bendungan.
Jadi perhitungan stabilitas terhadap geser adalah sebagai berikut, dengan data
masukan, jika direncanakan menggunakan pasangan batu kali sebagai material dasar
dengan berat volume = 22 kN/m3 (KP-02 hal.117). dengan faktor keamanan untuk
kondisi normal sebesar 1,5 dan pada kondisi banjir sebesar 1,25.
∑𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛_𝑝𝑒𝑛𝑎ℎ𝑎𝑛_𝑔𝑢𝑙𝑖𝑛𝑔
≥𝑆
∑𝑚𝑜𝑚𝑒𝑛_𝑔𝑢𝑙𝑖𝑛𝑔
S 1,814134
1.25 1,814134 OK!!!!!
BAB IV PENUTUP
4.1. Kesimpulan
Secara umum jenis bangunan utama dibagi menjadi 5 macam, yaitu :
1. Bangunan pengelak
Bangunan pengelak adalah bagian dari bangunan utama yang benar-benar dibangun
dalam air. Bangunan ini diperlukan untuk memungkinkan dibelokkannya air sungai ke
jaringan irigasi.
2. Bangunan pengambilan
Bangunan pengambilan adalah suatu bangunan berupa sebuah pintu air, air irigasi dari
sungai dibelokkan di bangunan ini.
3. Bangunan pembilas
Bangunan pembilas adalah banguan yang dibuat dengan tujuan untuk mencegah
masuknya bahan sedimen kasar kedalam jaringan saluran irigasi.
4. Kantong lumpur
Kantong lumpur adalah bangunan yang berfungsi mengendapkan fraksi-fraksi yang
lebih besar dan fraksi halus (0,06 – 0,07 mm) agar tidak masuk ke jaringan irigasi
biasanya ditempatkan di hilir bangunan pengambilan (intake).
5. Bangunan pengambilan bebas
Bangunan pengambilan bebas ini dibuat untuk memungkinkan dibelokannya air dari
sungai ke jarinagan irigasi tanpa merubah kondisi sungai tersebut.
Adapun hal-hal yang perlu direncanakn dalam perencanaan bendung adalah sebagai
berikut :
1. Pintu pengambilan
Dalam perencanaan pintu pengambilan ini perlu direncanakan debit bair yang
mengalir pada pintu pengambialn, elevasi muak air dan dimensi pintu pengambilan.
2. Dimensi Bendung
Dimensi bendung yang dimaksudkan adalah lebar bendung efektif yang disesuaikan
dengan debit yang mengalir pada jaringan irigasi tersebut.
4.2. Saran
Tugas Sistem Bangunan Irigasi ini merupakan salah satu bentuk perencanaan
yang ketentuannya telah diatur dalam buku Kriteria Perencanaan (KP) yang diterbitkan
oleh Departemen Pekerjaan Umum. Untuk itu, baik sebelum maupun pada saat
mengerjakan tugas ini, hendaknya mahasiswa membaca ketentuan-ketentuan yang ada
dalam buku tersebut, terutama KP-02.
Sebaiknya dalam perencanaan bendung, diperlukan suatu perhitungan yang
benar-benar teliti, agar dalam perencanaan bendungnya mulai dari perhitungan awal
(Saluran Primer ) sampai Perhitungan Volume dapat dirancang sesuai dengan
perencanaan yang akan kita buat. Dan Dimensi dari perencanaan bendung tersebut dapat
direncanakan dengan memperhatikan angka keamanan dan tegangan ijinnya, agar
Perencanaan Bendung yang direncanakan lebih aman, efektif dan efisien. Sehingga
dapat bermanfaat untuk berbagai hal mengenai sistem pengairan dan irigasi.
Hasil dari penganalisaan dan pengolahan data dan dimensi bendung yang
direncanakan tersebut , kemudian akan kita plotkan pada gambar yang merupakan
media visual 2 dimensi mengenai perencanaan bendung . Sehingga bentuk dari
perencanaan bendung dapat dilihat secara detail, dimana gambar itulah yang akan
digunakan ( atau dengan kata lain dapat digunakan sebagai patokan ) dalam proyek
dalam pembangunan bendung.
Mengenai waktu pengerjaan, mahasiswa diharapkan melakukan asistensi dan
komunikasi dengan asisten sesering mungkin. Karena dengan adanya asisten,
diharapkan kesulitan-kesulitan yang dialami mahasiswa selama mengerjakan tugas
dapat langsung terselesaikan sehingga tugas dapat terselesaikan.
DAFTAR PUSTAKA
LAMPIRAN