BAB I
PENDAHULUAN
Air yang disimpan di dalam suatu waduk akan cenderung mencari jalan keluar
(mengalir) ke bagian hilirnya. Rembesan adalah air waduk yang mencari
jalannya melalui material yang porus atau suatu rekahan baik yang ada di
dalam tubuh maupun fondasinya. Gaya atau tekanan air rembesan dapat
menimbulkan alur air baru atau alur eksisting hingga bendungan rekah. Jadi,
pengendalian rembesan adalah merupakan faktor sangat penting dalam desain,
pelaksanaan konstruksi dan O&P bendungan.
Sebelum abad ke-20, pembangunan bendungan urugan tanah atau batu adalah
merupakan seni tersendiri. Bendungan didesain dengan menggunakan aturan
berdasarkan pengalaman (rule of thumb), intuisi atau perasaan atau dengan
pengalaman masa lalu. Namun, berdasarkan dari peristiwa kegagalan
Analisis Rembesan 1
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
bendungan yang telah terjadi, sebagian besar disebabkan oleh rembesan yang
tidak terkendali.
Agar diperoleh desain bendungan yang aman, hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah :
1) Perencana dan pengawas pekerjaan harus benar-benar memahami filosofi
desain bendungan serta konsepsi dan kaidah-kaidah keamanan bendungan.
2) Perencanaan bendungan harus dilaksanakan tahap demi tahap seperti yang
diatur di dalam ps. 26 PP 29/2000 dan harus mengacu pada NSPM.
3) Kerangka Acuan Kerja (KAK) harus jelas dan lengkap.
Analisis Rembesan 2
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Analisis Rembesan 3
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
BAB II
PENENTUAN KOEFISIEN PERMEABILITAS
Analisis Rembesan 4
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Analisis Rembesan 5
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Secara umum dikenal dua tipe kondisi air tanah yang sering di jumpai dalam
praktek di lapangan. Kedua kondisi tersebut adalah seperti diuraikan di bawah.
Pengujian lapangan umumnya dilakukan untuk memperoleh hasil yang paling
baik, karena pengujian lapangan mewakili kondisi lapangan. Pengujian
lapangan ini dilakukan berdasarkan perubahan tinggi tekanan yang terjadi di
dalam suatu sumur (well), lubang bor atau sumur uji (test pit). Suatu cara yang
digunakan, bila menemui lapisan akifer, adalah dengan uji pemompaan melalui
sumur (SNI 03-6453-2000). Namun, kondisi ini jarang ditemui untuk suatu
bendungan, disamping biayanya yang cukup mahal.
Analisis Rembesan 6
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
k = qln(r2/r1) …………………………………………………………………………………………..(2.1)
π(h22 - h12)
.
Kasus 2, Kondisi Aliran Langgeng (Steady stage), Akifer Tertekan :
k = qln(r2/r1) ……………………………………………………………………………………(2.2)
2πH(h2 – h1)
Analisis Rembesan 7
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Kasus 1 :
a) Sumur pompa dibuat sampai setebal penuh dari formasi lapisan pembawa
air,
b) Terjadi kondisi aliran langgeng,
c) Formasi lapisan pembawa air adalah homogin, isotropis dan jaraknya tak
terbatas pada semua arah,
d) Berlaku asumsi Dupuit.
Kasus 2 :
a) Pemompaan dalam kondisi aliran langgeng,
b) S relatif kecil dibandingkan H,
c) Perubahan kecepatan surut kecil,
d) Formasi lapisan pembawa air adalah homogin, isotropis dan jaraknya tak
terbatas pada semua arah.
Analisis Rembesan 8
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
dh
Q ki.A k. .2 .r ………………………………………………… (2.3)
dr
dr 2 rkh.dh
r Q
r πk
ln (h h )
2 2
2
2
1
r Q
1
r
Q ln 2
k r 1
π(h h )
2
2
2
r
2,3 Q log 2
……………………………………………………………… (2.4)
r 1
π(h h )
2
2
2
Analisis Rembesan 9
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
r2
dr 2 πkz.dh h2
dh
r1
r Q h1
dr 2 πkz
ln (h h )
2 1
r Q
r
2,3 . Qlog 2
r ……………………………………………………. (2.5)
k 1
2π z (h h2 1
c. Uji Packer
Pengujian ini lazim digunakan untuk menentukan koefisien permeabilitas
lapisan batuan melalui lubang bor. Pengujian ini dilakukan pada batuan keras
yang dapat menahan tekanan "packer" (penyekat), yaitu dengan cara injeksi air
ke dalam lubang bor untuk mendapatkan koefisien kelulusan air/permeabilitas
dan nilai Lugeon dari batuan tersebut. Pengujian dilakukan melalui lubang bor
yang telah dibuat sebelumnya, prosedur pengujian mengikuti standar yang
berlaku.
Analisis Rembesan 10
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
sin h -1x = ln (x + x2 1 )
Catatan :
a. Bila dijumpai air tanah yang bertekanan (air artesis), maka H gravitasi dihitung negatif,
b. Untuk pemboran miring, maka semua perhitungan harus dikoreksi terhadap sudut
kemiringan lubang bor tersebut.
c. Definisi 1 lugeon adalah banyaknya air yang masuk dalam masa batuan, dalam
liter/menit/meter pada tekanan 10 kg/cm2. Berdasar statistik 1 lugeon hampir sama
-5
dengan 10 cm/detik.
Analisis Rembesan 11
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
teknik lain dari tanah dan batuan diperlukan untuk menentukan tindak
perbaikan. Sebagai contoh, penggunaan suatu ”rock mill” untuk melakukan
penggalian suatu paritan yang dalam memerlukan informasi kuat geser dan
kekerasan batuan yang digali. Pengujian kimia di laboratorium terhadap batuan,
tanah dan air (waduk dan rembesan) dilakukan sehubungan dengan masalah
pelarutan (solutioning), garam-garam larut (terutama gypsum) di dalam tanah
atau tanah dispersif.
Pengujian laboratorium mungkin cukup teliti untuk contoh yang kecil, tetapi
kurang cukup mewakili untuk suatu material dengan volume besar di lapangan.
Metoda pengujian permeability di laboratorium dapat berupa ”constan head”
atau ”falling head”. Cara falling head sesuai untuk material yang mempunyai
permeabilitas yang rendah.
Pada pengujian tinggi tekanan tetap, contoh tanah ditempatkan di dalam suatu
wadah silinder dan air dialirkan melalui suatu wadah air yang mempunyai tinggi
tekanan tetap. Volume air (V) yang mengalir dalam waktu tertentu (t) kemudian
diukur. Rumus koefisien permeabilitas (konduktifitas) ditentukan berdasarkan
rumus Darcy :
Pengujian ini biasanya dilakukan terhadap material yang bersifat cukup rembes
air (pervious). Pengeluaran udara saat penjenuhan perlu dilakukan secara hati-
hati.
Analisis Rembesan 12
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
k = Q L ……………………………………………………………….(2.10)
hA t
dimana:
A = luas penampang contoh tanah, cm2
L = panjang contoh tanah, cm
Fl = jumlah air yang tertampung di dalam gelas ukur selama waktu t.
cm3
t = waktu yang dipergunakan untuk mengumpulkan air di gelas ukur,
Analisis Rembesan 13
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
detik
h = perbedaan tinggi muka air di dalam alat, cm
k = koefisien permeabilitas, cm/s
Q masuk = a v = a dh
dt
Banyaknya air yang keluar dari dalam contoh tanah menurut hukum Darcy
adalah :
Qkeluar = k i A = k h A
L
Gambar 2.7 Uji rembesan cara tinggi tekanan menurun (falling head test)
Analisis Rembesan 14
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
a = dh = k h A
dt L
a dh = k A dt
dt L
h2
dh A t
k dt
h1 h aL O
k = A ln h 1
aL h 2
k = 2,3 a L log
h 1 ………………………………………………… (2.11)
At h 2
dimana :
a = luas penampang pipa, cm2
A = luas penampang contoh tanah, cm2
L = panjang contoh tanah, cm
t = waktu penurunan muka air di dalam pipa dari h1 ke h2
k = koefisien permeabilitas, cm/s
Analisis Rembesan 15
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Di lapisan yang terdiri dari pasir akan segera terjadi penurunan yang
hampir menyeluruh dalam waktu singkat setelah bekerjanya
beban/tekanan. Penurunan disini umumnya kecil. Dalam lapisan yang
terdiri dari butiran halus (lempung), maka penurunan akan agak besar
dan biasanya makan waktu yang lama, oleh karena itu penelitian
konsolidasi umumnya terhadap lapisan tanah berbutir halus.
a ………………………………………………………………… (2.14)
m v
1 e
v
0
p p dp
keterangan ;
Analisis Rembesan 16
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
a e
m v
1 e p(1 e )
v
0 0
keterangan :
h = tebal contoh tanah sebelum penambahan beban
h = selisih tebal contoh sebelum dan sesudah adanya penambahan beban.
Analisis Rembesan 17
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
BAB III
JARINGAN ALIRAN (FLOWNET)
3.1 Umum
Semua jenis tanah dapat dilalui oleh air melalui pori-pori tanah. Tekanan air pori
diukur relatif terhadap tekanan udara (atmosfir) dan bila permukaan didalam
tanah sama dengan tekanan atmosfir, maka hal itu disebut muka air tanah atau
muka air freatik. Tanah yang ada dibawah muka air tanah, biasanya dalam
keadaan jenuh sempurna dengan tingkat penjenuhan mendekati 100%.
Permeabilitas atau kelulusan air tergantung dari ukuran rata-rata butiran tanah
yang mempunyai hubungan dengan pembagian butiran tanah, bentuk partikel
dan struktur tanah.
air
Analisis Rembesan 18
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Nilai koefisien kelulusan air (k) dapat diperoleh dari pengujian di laboratorium
dan pengujian lapangan.
Air bebas adalah air yang masuk ke dalam tanah melalui permukaan dan
bergerak ke bawah sebagai akibat dari gaya gravitasi sampai mencapai lapisan
yang tak dapat dirembesi. Permukaan air ini disebut sebagai permukaan air
tanah. Tekanan pada permukaan air tanah = 1 atmosfir. Air yang terdapat
dibawah muka air tanah dinamakan air tanah, yang berada di dalam pori-pori,
akibat gaya tarik-menarik antar molekul yang dinamakan air higroskopis.
Pori-pori yang terdapat dalam tanah bukanlah merupakan pori-pori yang saling
terpisah, sehingga air yang berada di dalam pori-pori dapat mengalir melalui
ruang antar pori.
Daya rembes penting dalam teknik sipil, karena memegang peranan dalam hal
seperti :
- kemungkinan bocor pada suatu bendungan
- menentukan besar dan tingkat penurunan (settlement) yang mungkin terjadi.
- kestabilan lereng galian tanah
Analisis Rembesan 19
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Air di dalam waduk selalu mencari jalan keluar melalui alur terlemah; alur
tersebut dapat melalui tubuh bendungan, fondasi atau sekitar tumpuan.
Masalah rembesan yang dapat mengakibatkan terjadinya keruntuhan dapat
dikatagorikan sebagai :
a) Tekanan angkat berlebihan,
b) Piping,
c) Erosi internal,
d) Teruraikannya (solutioning) material batu yang mudah terurai,
e) Tekanan rembesan berlebihan atau penjenuhan yang menyebabkan
terjadinya pembasahan lereng hilir (sloughing).
Analisis Rembesan 20
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
besarnya kecepatan aliran yang mengalir masuk ataupun keluar dari lapisan
tanah sebanding dengan gradien hidrauliknya.
Analisis Rembesan 21
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Luas penampang A terdiri dari luas butir As dan luas pori Av. Air akan
merembes melalui pori-pori dengan kecepatan sebesar Vs (=seepage velocity).
V = v masuk = v keluar
Q = A v = Av Vs
Vs = Av ……………………………………………………………… (3.4)
Av
Vs = A Lv
Av L
= V v …………………………………………………………… (3.5)
Vp
porosit as = n = Vp/ V
Vs = V ……………………………………………………………….. (3.6)
n
Vs = ki ………………………………………………………………… (3.7)
n
0% ≤ n ≤ 100%, jadi Vs selalu ≥ v
Analisis Rembesan 22
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Didalam tanah yang dirembesi air dapat diukur tinggi potential pada setiap titik.
Garis yang menghubungkan titik-titik dengan tinggi potential yang sama
dinamakan garis ekipotential. Pisometer yang dipasang pada setiap titik yang
terletak pada garis ekipotential yang sama akan menunjukan tinggi permukaan
air yang sama ( h sama).
Analisis Rembesan 23
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Seperti telah dijelaskan di depan, untuk aliran yang laminer, berlaku hukum
Darcy :
q=Aki
dimana :
q = debit air yang melalui penampang massa tanah A
k = koefisien permeabilitas
i = gradien hidraulik
Tinjau satu unit lebar dari tanah dimana q = 1 unit rembesan yang melalui celah
antara 2 garis aliran, maka :
q=bxlxki
=bki
h
qk b ..............................................................................(3.8)
l
dimana :
b = jarak antara 2 garis aliran
l = jarak antara 2 garis ekipotential
h = kehilangan enersi potential antara 2 garis ekipontial yang berurutan
Analisis Rembesan 24
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Pada jaringan aliran tidak ada bagian yang benar-benar bujur sangkar,
kebanyakan hanya mendekati, dan juga kadang-kadang terdapat pula yang
berbentuk segitiga. Akan tetapi ketelitian perhitungan dengan cara grafis ini
dapat dicapai dengan cara menggambarkan garis aliran yang cukup banyak (5
atau 6 garis).
Nf
q kh ................................................................. ....... (3.9)
Nd
Aliran air melalui media yang lulus air adalah merupakan satu dari beberapa
bentuk aliran air yang mengikuti hubungan dasar yang sama, yang ditunjukkan
oleh persamaan Laplace. Dalam 2-D, persamaan Laplace dapat diselesaikan
dengan menggambarkan dua kurva yang memotong tegak lurus membentuk
pola seperti bujur sangkar, yang disebut “jaring-jaring aliran (flownet)”.
Analisis Rembesan 25
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
aliran diketahui dalam 2-D, dari flownet dapat diperoleh tekanan dan debit aliran.
Suatu flownet adalah merupakan 2 garis atau kurva yang saling berpotongan
saling tegak lurus (orthogonal). Satu set merupakan alur/garis aliran (flowlines)
melalui media porous dan lainnya yang tegak lurus garis aliran adalah
menunjukkan lokasi titik-titik yang mempunyai tekanan pisometrik yang sama
(equipotential lines).
Analisis Rembesan 26
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
q = Kh Nf = Kh 4 = Kh .................................................................(3.10)
Nd 8 2
Analisis Rembesan 27
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
qxi, qyi, qzi = banyaknya aliran air yang masuk ke dalam elemen A dalam arah
x,y,z.
qxo, qyo, qzo = banyaknya aliran air yang keluar dari elemen A dalam arah x, y, z.
Koefisien rembesan dalam arah x, y, z, adalah kx, ky, kz.
Tinggi energi total dalam elemen adalah h.
Untuk aliran keadaan tunak (steady flow) rembesan masuk = rembesan keluar.
Jika ditinjau 2 dimensi saja, umpamanya x-y dan y-z, dimana aliran terbesar
umumnya terjadi, maka diperoleh persamaan :
2h 2 h
kx k 0 ........................................................................ (3.11)
2 z
2
x z
2h 2h
Persamaan ini dikenal dengan nama
2 2 0 ...................................................................................(3.12)
x z persamaan kontinuitas Laplace
Analisis Rembesan 28
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Tanah yang akan dianalisis adalah bersifat homogin, sehingga tanah yang
berlapis-lapis (stratification) atau batuan yang mengalami perubahan geologi
akan berpengaruh terhadap kondisi rembesan, seperti contoh di bawah:
a) Endapan tanah alluvial selalu bersifat berlapis-lapis (stratified) sampai
kedalaman tertentu, dan bahkan fondasi pasir yang kelihatannya homogin
mempunyai koefisien permeabilitas arh horisontal beberapa kali lebih besar
dibandingkan permeabilitas vertikal.
b) Koefisien permeabilitas batuan intact (solid) umumnya rendah, tetapi
permeabilitas massa batuan yang sama dapat lebih tinggi, karena
permeabilitas batuan massa dikontrol oleh diskontinyuitas massa, seperti
bedding plane, kekar, sesar dan zona geser (shear zone).
c) Permeabilitas massa batuan yang mudah larut dapat berubah dengan cepat
dengan waktu, karena terjadinya larutan aktif akibat rembesan yang sedang
berlangsung atau akibat rembesan yang menggerus material pengisi yang
lunak yang biasanya terdapat di dalam alur pelarut yang ada.
d) Timbunan yang kelihatannya homogin mempunyai permeabilitas arah
horisontal yang besarnya antara 4 – 9 kali permeabilitas vertical, karena
timbunan dipadatkan lapis demi lapis arah horisontal.
e) Permeabilitas diasumsikan tidak menimbulkan masalah yang potensial,
karena massa timbunan tahan terhadap retakan dan erosi internal.
Analisis Rembesan 29
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Pada sistim lain, suatu seri persamaan aljabar digunakan untuk menyelesaikan
persamaan Laplace. Pada FEM, bila grid terdiri dari N elemen, terdapat N
persamaan dengan N yang tak diketahui yang harus diselesaikan. Keuntungan
dari cara numerik ini adalah :
a) Masalah rembesan 2-D dan 3-D, termasuk perlapisan dan sifat stratifikasi
dan kantung-kantung material dapat dimodelkan.
b) Pada zona dimana gradien rembesan atau kecepatannya tinggi, dapat
dimodel lebih teliti dengan menggunakan berbagai ukuran elemen.
c) Tidak diperlukan transformasi dimensi atau properti.
d) Hasil dapat dicetak dalam digital untuk memudahkan plotting flownet.
e) Berbagai program mempunyai opsi-opsi dan kapasitas untuk perhitungan
gaya-gaya rembesan dan mengatasi aliran transient dan ketergantungan
waktu serta berbagai penjenuhan.
Analisis Rembesan 30
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Analisis Rembesan 31
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Aliran rekahan dapat menjadi pola yang dominan dari rembesan melalui fondasi
dan tumpuan yang berupa batuan. Hal tersebut juga merupakan suatu pola
utama dari transportasi aliran terhada erosi inernal. Hukum Darcy tidak berlaku
untuk aliran melalui suatu rekahan terbuka, seperti yang diturunkan dari aliran
melalui kolom pasir homogin. Meskipun begitu, persamaan Darcy dan Laplace
secara pendekatan berlaku untuk aliran melalui suatu rekahan massa batu
yang seragam, bila volume batuan yang ditinjau adalah rekahan yang seragam
dan dapat dianggap bersifat isotropis. Metoda ini digunakan untuk
menyelesaikan persamaan Laplace dan permeabilitas Darcy yang digunakan
dalam persamaan Darcy yang sensitif terhadap pengaruh skala. Rekahan
bervariasi dari tingkat anisotropis tinggi hingga ke tingkat yang relatif rendah,
tergantung dari ukuran dan skala volume batuan yang ditinjau serta spasi dari
rekahan yang berhubungan. Dengan alasan tersebut, analisis masalah aliran
melalui rekahan harus dilakukan oleh seorang ahli yang berpengalaman.
Dalam bentuk yang sederhana, aliran rekahan dapat didekati sebagai aliran
melalui bidang lempeng yang paralel. Penelitian aliran melalui lempeng paralel
tersebut menghasilkan suatu persamaan untuk menentukan konduktivitas
hidraulis dari suatu rekahan. Konduktivitas hidraulis dari suatu rekahan (k f)
adalah sebagai berikut :
Kf = ρ g a2 ...........................................................................................................(3.14)
12f μ
Dimana :
a = ukuran rekahan
μ = kekentalan cairan
f = faktor kekasaran rekahan (friksi)
ρ = kerapatan cairan
g = gravitasi
Debit aliran yang melalui rekahan (Q) adalah tergantung dari gradien hidraulis,
konduktivitas rekahan dan luas penampang bagian yang tegak lurus aliran yang
ditunjukkan oleh persamaan berikut di bawah :
Analisis Rembesan 32
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Q = VA .............................................................................................. (3.15)
Dimana :
V = kfi ( v adalah kecepatan aliran dan i adalah gradien hidarulik)
A = La ( L adalah panjang rekahan, a adalah lebar dan A luas penampang
rekahan).
Q = ρ g i L a3 .............................................................................................(3.16)
12f μ
Kekasaran permukaan kekar dan sinusitis alur kekar akan mempengaruhi aliran.
Bukaan kekar ketika dibebani oleh tekanan hidrostatis akan menambah debit
aliran yang melalui kekar-kekar. Bentuk geometri kekar dan pengaruh turbulen
akibat aliran yang terpusat akan mengurangi aliran melalui suatu jaringan kekar.
Variasi di dalam material yang mengisi kekar juga dapat mengurangi aliran.
Kekar-kekar tidak tersebar dalam luas yang tak terbatas dan biasanya
mempunyai lebar yang bervariasi.
Pada saat ini ada dua metoda yang digunakan untuk menyederhanakan
masalah aliran melalui rekahan, yakni analisis pemisahan (discrete analysis)
dan metoda media homogin (equivalent homogeneous medium). Analisis
discrete digunakan bila kondisi lapangan memungkinkan untuk
menyederhanakan karakter dari sistim kekar. Persamaan aliran melalui rekahan
dapat digunakan dengan mengakomodasi pengaruh kekar-kekar yang saling
memotong, kekasaran kekar dan jaringan geometrinya. Beberapa program
model aliran melalui rekahan yang tersedia di pasar dapat digunakan untuk
memecahkan masalah aliran discrete ini.
Bila jaringan rekahan terlalu kompleks dan luas untuk dijadikan model discrete,
hal tersebut dapat disederhanakan sebagai aliran ekivalen melalui media porus
yang homogin. Jadi, pengujian pemompaan (large-scale pumping test) harus
Analisis Rembesan 33
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Kondisi batas (boundary conditions) ini menentukan batas dan kondisi aliran
dari penampang yang dianalisis. Daerah batas mencakup lapisan fondasi
kedap air (tidak terjadi rembesan), bidang masuknya aliran dan bidang keluaran
Analisis Rembesan 34
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Analisis Rembesan 35
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Analisis Rembesan 36
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Garis-garis AB dan 1-8 pada gambar 3.6A di atas adalah merupakan daerah
batas.
Garis-garis yang menentukan dimana air masuk atau keluar dari massa yang
porous disebut sebagai daerah pemasukan (entrance) dan daerah keluaran
(exit). Di sepanjang garis-garis ini (garis-garis 0-1 dan 8-G di Gambar 3.6A
serta garis-garis AD dan BE di Gambar 3.6B adalah merupakan garis-garis
potensial (mempunyai level pisometrik yang sama). Aliran tegak lurus bidang
pemasukan atau keluaran.
Massa pervious yang jenuh juga mempunyai suatu daerah kondisi batas yang
berhubungan dengan atmosfir dan air keluar di sepanjang bidang tersebut,
seperti garis GE di Gambar 3.6B. Tekanan di sepanjang bidang ini adalah sama
dengan tekanan atmosfir. Bidang ini disebut muka aliran atau bidang rembesan.
Garis DG pada Gambar 3.6B adalah garis yang terletak di antara massa
pervious dimana air pada tekanan atmosfir. Garis ini disebut sebagai garis
freatik atau permukaan bebas (free surface). Material di bawah garis freatik
adalah dalam kondisi jenuh. Diasumsikan bahwa tidak ada aliran yang
memotong permukaan freatik, jadi aliran dalam massa porous di dekatnya
sejajar dengan garis freatik. Pada daerah batas kedap air serta pemasukan
dan keluaran, lokasi muka fraetik tidak diketahui, sampai distribusi aliran di
dalam hassa pervious diketahui.
Gambar 3.6 di atas juga menunjukkan 2 kasus umum rembesan, yakni aliran
bebas (confined flow) Gambar 3.6A terjadi di dalam suatu massa pervious
jenuh di bawah suatu bendungan beton yang tidak mempunyai gais freatik.
Aliran tertekan (unconfined flow) Gambar 3.6B terjadi bila massa tanah
pervious mempunyai suatu garis freatik. Aliran bebas mempunyai semua
daerah batas yang pasti. Pada aliran tertekan, permukaan rembesan dan garis
freatik harus ditentukan dengan analisis (atau dari pengamatan lapangan).
Analisis Rembesan 37
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Seperti dijelaskan, hukum Darcy dan koefisien permeabilitas Darcy (k) hanya
berlaku untuk aliran laminer melalui media tanah yang porous. Untuk kerikil
berbutir kasar dan batu yang mempunyai alur aliran yang besar, aliran akan
bersifat turbulen, kecepatan aliran tidak proporsional dengan gradien hidraulis
dan hukum Darcy tidak berlaku. Masalah aliran turbulen ini dibahas lebih rinci
dalam buku rujukan Cedergren’s Seepage, Drainage and Flownets and the US
Army Corps of Engineers Manual Seepage Analysis and Control for Dams.
Tanah yang akan dianalisis adalah bersifat homogin, sehingga tanah yang
berlapis-lapis (stratification) atau batuan yang mengalami perubahan geologi
akan berpengaruh terhadap kondisi rembesan, seperti contoh di bawah:
a) Endapan tanah alluvial selalu bersifat berlapis-lapis (stratified) sampai
kedalaman tertentu dan bahkan fondasi pasir yang kelihatannya homogin
mempunyai koefisien permeabilitas arah horisontal beberapa kali lebih
besar dibandingkan permeabilitas vertikal.
b) Koefisien permeabilitas batuan intact (solid) umumnya rendah, tetapi
permeabilitas massa batuan yang sama dapat lebih tinggi, karena
permeabilitas batuan massa dikontrol oleh diskontinyuitas massa, seperti
bedding plane, kekar, sesar dan zona geser (shear zone).
c) Permeabilitas massa batuan yang mudah larut dapat berubah dengan cepat
dengan waktu, karena terjadinya larutan aktif akibat rembesan yang sedang
berlangsung atau akibat rembesan yang menggerus material pengisi yang
lunak yang biasanya terdapat di dalam alur pelarut yang ada.
d) Timbunan yang kelihatannya homogin mempunyai permeabilitas arah
horisontal yang besarnya antara 4 – 9 kali permeabilitas vertikal, karena
timbunan dipadatkan lapis demi lapis arah horisontal.
e) Permeabilitas diasumsikan tidak menimbulkan masalah yang potensial,
karena massa timbunan tahan terhadap retakan dan erosi internal.
Analisis Rembesan 38
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Metoda tidak langsung sering digunakan untuk analisis awal, bila data lapangan
cukup teliti. Metoda ini berdasarkan korelasi antara pereabilitas dan ukuran
butiran yang dikenalkan oleh Hanzen untuk pasir filter yang seragam dan
bersih :
dimana k dalam cm/s dan D10 adalah ukuran bukaan dalam cm dimana 10%
lolos saringan. Contoh lain adalah persamanan permeabilitas oleh NRCS untuk
pasir dan kerikil yang relative bersih :
k = 992(D15)2 .........................................................................................(3.18)
dimana k dalam ft/hari dan D15 adalah ukuran bukaan dalam cm dimana 15%
lolos saringan.
Analisis Rembesan 39
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Analisis Rembesan 40
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Pada sistim lain, suatu seri persamaan aljabar digunakan untuk menyelesaikan
persamaan Laplace. Pada FEM, bila grid terdiri dari N elemen, terdapat N
persamaan denag N yang tak diketahui yang harus diselesaikan. Keuntungan
dari cara numerik ini adalah :
f) Masalah rembesan 2-D dan 3-D, termasuk perlapisan dan sifat stratifikasi
dan kantung-kantung material dapat dimodelkan.
g) Pada zona dimana gradien rembesan atau kecepatannya tinggi, dapat
dimodel lebih teliti dengan menggunakan berbagai ukuran elemen.
h) Tidak diperlukan transformasi dimensi atau properti.
i) Hasil dapat dicetak dalam digital untuk memudahkan plotting flownet.
j) Berbagai program mempunyai opsi-opsi dan kapasitas untuk perhitungan
gaya-gaya rembesan dan mengatasi aliran transient dan ketergantungan
waktu serta berbagai penjenuhan.
Analisis Rembesan 41
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
BAB IV
REMBESAN MELALUI BENDUNGAN
Analisis Rembesan 42
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Analisis Rembesan 43
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Gambar 4.3 Penentuan Titik Fokus dan Direktris Untuk Pembuatan Garis
Preatik
Sesuai gambar di atas dapat dilihat karakteristik dasar dari parabola. Setiap titik
pada parabola mempunyai jarak yang sama ke titik focus F dan ke garis
direktriks CE, AF = AB, DF = DC.
Analisis Rembesan 44
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Dengan mempergunakan garis freatik dan garis batas lainnya, jaringan aliran
dapat diselesaikan dan debit rembesan dapat dihitung.
Untuk sudut kemiringan lereng () < 30º , dapat digunakan cara Saffernak &
Iterson, seperti di bawah:
a) Tarik garis vertikal melalui titik B dan memotong garis perpanjangan lereng
hilir di titik 1.
b) Tarik garis horisontal melalui B dan memotong lereng hilir di titik 2.
c) Buat garis semi-lingkaran melalui titik-titik 1 dan D sebagai garis tengahnya.
Analisis Rembesan 45
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
d) Buat garis D-3 = D-2 dengan melingkarkan dengan jangka melalui titik D.
e) Buat garis 1-C = 1-3 dengan melingkarkan dengan jangka melalui titik 1.
f) Titik C adalah titik singgung dari parabola BC
g) Buat koreksi dari titik E.
Gambar 4.5 Garis freatis cara Saffernak & Iterson untuk sudut lereng () < 30º
Sedangkan untuk sudut lereng () < 30º dapat digunakan cara menurut
Cassagrande sebagai berikut di bawah.
Analisis Rembesan 46
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Gambar 4.7 Penggambaran garis freatik untuk () < 30º, menurut
Cassagrande
Penggambaran flownet melalui tubuh bendungan dapat dilakukan dengan
menggambarkan garis-garis aliran dan garis-garis ekuipotensial yang tegak
lurus garis aliran dengan cara coba-coba (trial and error) seperti gambar di
bawah.
Sedangkan untuk bendungan jenis zonal, flownet pada zona inti adalah seperti
gambar di bawah. Garis AE adalah merupakan permukaan ekuipotensial. Garis
freatik EC di buat seperti yang telah dijelaskan yang merupakan batas atas dari
flownet. Di sepanjang garis freatik ini tekanan pori adalah sama dengan
tekanan atmosfir dan sebagai garis equipressure. Potential drops di sepanjang
garis ini adalah hanya diakibatkan oleh turunnya posisi tinggi tekanan (head).
Potential drop Δh dari garis ekuipotensial adalah sama. Garis-garis
ekuipotensial tersebut akan memotong garis freatik dengan Potential drop Δh
yang sama.
Analisis Rembesan 47
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Analisis Rembesan 48
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Gambar 4.11 Flownet melalui tubuh bendungan isotropis dan fondasi kedap air
(atas) dan melalui bendungan dan fondasi yang berlapis (bawah)
Analisis Rembesan 49
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Analisis Rembesan 50
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Analisis Rembesan 51
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
4. Tentukan titik 0.
5. Gambarkan parabola.
6. Ukur a + a dan sudut
7. Tentukan a dengan mempergunakan gambar 21e.
8 . Tentukan titik R.
9 . Gambarkan pergeser parabola ke titik R
Analisis Rembesan 52
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Gambar 4.14 Flownet pada bendungan yang isotropis (atas) dan anisotropis
(bawah)
Beberapa contoh garis freatik melalui tubuh bendungan urugan tanah dengan
berbagai drainasi kaki, adalah seperti gambar-gambar di bawah.
Analisis Rembesan 53
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Gambar 4.15 Garis freatik melalui tubuh bendungan dengan berbagai drainasi
kaki.
Analisis Rembesan 54
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
FK c 4 ..........(4.1) dan I Gs 1
I '
............................. (4.2)
c
Ie w 1 e
Analisis Rembesan 55
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
dengan :
FK : faktor keamanan (tanpa dimensi);
Ic : gradien keluaran kritis (tanpa dimensi);
Ie : gradien keluaran dari hasil analisis rembesan atau pembacaan
instrumen pisometer (tanpa dimensi);
’ : berat isi efektif (terendam) (t/m3);
w : berat isi air (t/m3);
Gs : berat spesifik (tanpa dimensi);
e : angka pori (tanpa dimensi);
Analisis Rembesan 56
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Contoh :
H = 6m
12 m
10 m 20 m
Menurut Lane :
Lw = 1/3 (10 + 20) + (2 x 12) = 34 m
Beda tinggi tekanan, H = 6 m
C = Lw/H = 34/6 = 5,67
Berdasarkan tabel di atas, kondisi di atas masih aman bila fondasi berupa pasir
kasar, namun sebaliknya bila fondasi berupa pasir halus dan lanau.
Bila lapisan tanah berupa lapisan tanah berbutir kasar yang homogin, analisis
rembesan dapat dilakukan dengan menggunakan teori flownet.
Analisis Rembesan 57
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
4.4.2 Flownet
Seperti dijelaskan di atas, analisis rembesan melalui fondasi bangunan
pelimpah atau sejenisnya dapat dilakukan dengan flownet, dengan asumsi :
a) Lapisan berupa tanah granular yang homogin.
b) Aliran laminer, sehingga berlaku hukum Darcy.
hL
datum
pelimpah
TH = hL TH = 0
soil
impervious strata
Gambar 4.17 Aliran melalui fondasi pelimpah
Seperti halnya pada bendungan, untuk menggambarkan flownet harus
memenuhi beberapa persyaratan, yakni garis aliran saling tegak lurus dengan
garis ekipotensial, sehingga diantara garis aliran dan ekipotensial membentuk
mendekati bujur sangkar.
Analisis Rembesan 58
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
hL
pelimpah
Lapisan kedap
air/impervious
Dari flownet tersebut dapat dihitung debit rembesan yang melalui fondasi (Q)
seperti gambar di atas. Disamping itu, dapat juga dihitung tekanan air
pori/tekanan angkat pada setiap titik di dalam flownet.
Tinggi Tekanan Pada Titik X
Total head = hL - # of drops from upstream x h
hL
Elevation head = -z
Pressure head = Total head – Elevation head Nd
TH = hL hL
datum
pelimpah TH = 0
h X
impervious strata
Gambar di atas adalah cara menghitung tekanan air pori di titik X berdasarkan
flownet. Dari gambar, takanan air pori yang bekerja di titik X, Ux, adalah :
Analisis Rembesan 59
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
hL
datum
pelimpah
Terbentuknya pipa
soil
Lapisan impervious
i
FK piping c
iexit
Dimana :
Ic = exit gradient kritis, tergantung butiran tanah = (1-n)(Gs – 1).
Iexit = exit gradient hasil perhitungan.
Bila Berat jenis tanah, Gs = 2,65 dan rata-rata porositas tanah, n = 0,40 , maka
critical exit gradient, ic = (1-0,40)(2,65-1) atau ic = 0,99 mendekati 1.
Analisis Rembesan 60
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
BAB V
IMPLEMENTASI ANALISIS REMBESAN
Timbunan zonal, fondasi Muka air freatik, tekanan Flownet or numerical model
kedap air, kondisi steady 2-D air pori, gaya rembesan
(stabilitas)
Timbunan homogin, fondasi Muka air freatik, tekanan
porius seragam, kondisi air pori, gaya rembesan Flownet
steady 2-D (stabilitas)
Analisis Rembesan 61
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Analisis Rembesan 62
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Tidak semua situasi yang timbul di lapangan dicakup oleh tabel di atas.
Diperlukan suatu “engineering judgment” dan advis seorang spesialis, jika
diperlukan. Pada umumnya, metoda analitis digunakan untuk desain. Begitu
bendungan dikonstruksi, pengamatan menjadi sangat penting dan dapat
memberikan informasi penting bila terjadi masalah. Pengamatan lapangan
adalah merupakan kondisi sebenarnya dibandingkan asumsi desain yang
mungkin saja salah. Sebagai konsekuensinya, dalam hal mengatasi masalah
rembesan, pemilihan metoda pengamatan atau metoda analitis harus
berdasarkan masukan-masukan dari hasil pengamatan.
Pada banyak kasus, sangat logis untuk memulai dengan metoda yang paling
sederhana dan murah dan berlanjut ke metoda yang lebih kompleks dan mahal,
namun lebih teliti sesuai dengan masalah yang dihadapi. Dalam analisis
rembesan, ketelitian yang tepat jarang diperoleh dan konsekuensinya
kebanyakan tindak perbaikannya didesain konservatif. Sebagai contoh, bila
rembesan minor yang dangkal timbul di sepanjang kaki bendungan, tidak perlu
didesain sumur-sumur pelepas tekanan yang dalam, suatu sistim toe drain
dangkal yang didesain berdasarkan pengamatan rembesan dan tidak
memerlukan analisis FEM, mungkin cukup sebagai tindak perbaikannya.
Bila waktu tidak menjadikan kendala, suatu kajian cepat terhadap informasi
yang tersedia dan suatu analisis berdasarkan pengalaman dapat dilakukan.
Analisis Rembesan 63
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Sebagai pertimbangan terakhir, tidak ada analisis yang lebih baik dibandingkan
masukan-masukan yang cukup dan berkualitas terhadap sifat teknis dan
kondisi batas. Bila informasi sangat terbatas, sketsa sederhana flownet dapat
digunakan berdasarkan asumsi yang juga masih kasar. Sebagai tambahan,
biaya tindak perbaikan yang konservatif jarang lebih kecil dibandingkan biaya
perbaikan berdasarkan analisis rinci dari hasil investigasi.
Analisis Rembesan 64
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
BAB VI
CARA PRAKTIS PENGENDALIAN REMBESAN
6.1 Umum
Tiga cara praktis dalam pengendalian rembesan, adalah :
a) Filter untuk mencegah terbawanya butiran tanah.
b) Pembatasan terhadap debit rembesan.
c) Metoda drainasi untuk mengurangi tekanan rembesan dan
mengumpulkannya melalui konstruk si pembuang yang aman.
d) Kombinasi antara ketiga cara di atas.
Analisis Rembesan 65
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Apabila Aliran air tersebut cukup kuat membawa butiran tanah, biasanya pasir
diendapkan di sekeliling mata air yang keluar membentuk suatu cincin konus
yang dikenal sebagai suatu didih pasir (sand boil). Apabila terlepasnya butiran
pasir terjadi terus menerus akibat gradient hidraulis yang berlebihan, maka hal
tersebut akan mengakibatkan terjadinya piping yang dapat meruntuhkan
struktur. Pola keruntuhan dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yakni:
a) Tipe A adalah kondisi statis dari gradient hidraulis tertentu dan tidak
menunjukkan berkembangnya masalah. Namun, bila gradient hidraulis
bertambah tinggi pada kondisi ekstrim, tipe A ini dapat berkembang menjadi
tipe B atau tipe C, tergantung dari kondisi gradient hidraulis dan kondisi
tanah tubuh atau fondasi bendungan.
b) Tipe B adalah terjadi didih pasir yang membawa material yang
diawali/dimulai dari dekat permukaan tanah. Tanah tipe ini mengindikasikan
masalah yang lebih serius yang memerlukan tindak lanjut.
c) Tipe C menunjukkan kondisi kritis, dimana gradient hidraulis yang ada
mengakibatkan terbawanya butiran tanah di bagian lebih bawah yang harus
segera ditangani. Sejumlah pisometer dapat digunakan untuk memantau
tekanan angkat pada fondasi hilir dan dapat mendeteksi kondisi yang tidak
aman sebelum terjadi keruntuhan. Petunjuk awal dari hal tersebut adalah
terbawanya material halus dari didih pasir tersebut atau air yang keluar
adalah keruh dan membawa material halus.
Analisis Rembesan 66
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
2) Piping
Piping terjadi bila air waduk mengalir melalui pori-pori tanah (rembesan) yang
menghasilkan gaya tarik pada butiran tanah yang mengakibatkan terbawanya
butiran tanah pada titik keluaran rembesan di bagian hilir. Gambar di bawah
menunjukkan terjadinya keruntuhan piping akibat gradient hidraulis berlebihan
pada kaki bendungan. Secara fisik, piping tersebut diawali dengan terbentuknya
kerucut yang disebut suatu pendidihan (boil) atau suatu aliran air yang keruh
keluar dari lereng hilir. Terbawanya butiran halus tersebut terus berlangsung ke
arah hulu membentuk suatu pipa di dalam tubuh atau fondasi bendungan.
Analisis Rembesan 67
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Analisis Rembesan 68
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Tanah yang rawan piping adalah berkonsistensi urai, pasir halus bergradasi
buruk; juga berpotensi tinggi untuk piping adalah lanau dan pasir mengandung
butiran halus dengan PI < 6%, seperti pasir campur kerikil urai yang bergradasi
baik yang gradasinya lebar dan mempunyai butiran halus plastisitas rendah.
Tanah lempungan dengan PI > 15% cukup tahan terhadap piping. Meskipun
demikian, tanah yang tahan piping kemungkinan rawan terhadap erosi internal.
3) Erosi Internal
Keruntuhan akibat erosi internal tampaknya sama dengan keruntuhan akibat
piping. Setelah terjadinya keruntuhan, suatu terowongan pipa terjadi di dalam
timbunan atau di bawah timbunan. Namun, mekanisme piping dan erosi internal
adalah berbeda. Pada kedua kasus, gaya-gaya tarik dari aliran yang
mempunyai gradien hidraulis tinggi membawa butiran tanah. Pada kasus piping,
gaya tarik beasal dari aliran air antar butiran tanah. Sedangkan pada erosi
internal, erosi terjadi bila aliran air :
Analisis Rembesan 69
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Hukum fisik yang mengatur aliran air melalui retakan dan rekahan adalah
sangat berbeda dengan aliran air yang melalui pori-pori material berbutir. Aliran
antar butiran pada tanah granular adalah mengikuti hukum Darcy. Aliran air
melalui retakan dan rekahan distudi dengan permeabilitas dan mengikuti hukum
hidraulis dari persamaan aliran saluran terbuka atau aliran di dalam pipa
terbuka. Pada kedua kasus, banyak aliran adalah proporsional dengan gradien
hidraulis yang ditunjukkan pada hukum Darcy, namun tetap berbeda.
Keruntuhan akibat erosi internal sering terjadi pada lokasi dimana terjadi rekah
hidraulis (hydraulic fracturing). Tempat-tempat yang berpotensi terhadap rekah
hidraulis adalah pada tempat yang tidak dipadatkan secara benar di dekat
bangunan/pipa outlet atau perubahan permukaan yang mendadak (tonjolan)
dari permukaan fondasi atau lereng atau pada bidang kontak antara timbunan
dengan tumpuan. Perlu pengawasan khusus pada tempat-tempat tersebut
terhadap gejala rakahan atau penurunan yang tidak normal.
Aliran air melalui bidang kontak antara timbunan dan fondasi atau tumpuan
melalui kekar-kekar terbuka, rekahan atau kerusakan batuan lain yang
sebelumnya tidak diperbaiki dengan benar kemungkinan dapat memicu
terjadinya erosi internal lainnya, contohnya bendungan Teton. Banyak ahli
percaya bahwa erosi internal lebih berbahaya, karena tidak ada gejala-gejala
visual terjadinya keruntuhan.
4) Solutioning
Masalah yang sering terjadi pada fondasi dan tumpuan adalah pada janis
batuan yang mudah mengalami solution oleh muka air tanah atau rembesan air
waduk. Permukaan batuan tersebut mudah hancur oleh air hujan, juga pada
zona di atas muka air tanah oleh air rembesan/perkolasi dan di bawah muka air
Analisis Rembesan 70
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Mineral seperti gipsum, anhydrate dan halite (rock salt) serta batuan
kapur/gamping (limestone), dapat dihancurkan dengan mudah oleh aliran
rembesan waduk. Batu gamping dihancurkan oleh air tanah dalam waktu lama.
Apabila fondasi bendungan berupa batu gamping, gua-gua atau rongga besar
alur aliran air mungkin tidak terdeteksi selama penyelidikan dan tidak diperbaiki
selama konstruksi yang mengakibatkan timbulnya masalah besar saat
pengisian pertama waduk. Fondasi yang terdiri dari batuan yang mudah hancur
harus selalu diperbaiki terlebih dahulu dengan perhatian ekstra. Sebagai
tambahan, gypsum,halite dan beberapa mineral adalah mudah hancur selama
operasi bendungan.
Analisis Rembesan 71
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
lereng dan gaya-gaya rembesan (tekanan air pori) yang bekerja pada lereng;
lereng yang kering akan lebih stabil dibandingkan lereng basah.
Analisis Rembesan 72
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Analisis Rembesan 73
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
UPLIFT, HEAVE, ATAU Tekanan rembesan fondasi pada lapisan pervious memicu gaya-
BLOWOUT gaya pada lapisan yang tertekan. Keruntuhan mulai terjadi bila
tekanan air pori pada dasar lapisan tertekan melebihi tekanan
overburden. Tekanan angkat yang terjadi meruntuhkan lapisan
tertekan tersebut yang dikenal sebagai blowout yang membentuk
didih pasir (sand boiling).
Analisis Rembesan 74
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
a) Filter
Lapisan filter digunakan untuk melindungi terbawanya antar butiran terhadap
rembesan melalui tubuh dan fondasi bendungan, dan pada waktu bersamaan
membiarkan air rembesan keluar tanpa menimbulkan terjadina tekanan air pori
berlebih (excessive pore water pressures). Lapisan filter tersebut didesain
tersendiri atau drain tersebut juga didesain sebagai penyaring dan sekaligus
untuk drainasi. Gradasi tanah timbunan dan debit rembesan yang harus
diantisipasi akan menentukan suatu desain filter yang diperlukan. Konsep dasar
dari fungsu filter sebagai pelindung terbawanya butiran tana digambarkan
seperti di bawah.
Analisis Rembesan 75
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Lapisan filter tidak hanya digunakan untuk piping, tetapi juga untuk mengatasi
masalah erosi internal. Untuk itu, air yang keluar adalah merupakan faktor
sekunder untuk menyaring butiran tanah melalui retakan-retakan atau yang
terjadi di sepanjang bidang kontak bangunan struktur bangunan pelengkap dan
timbunan atau fondasi.
Lapisan filter yang didesain dan dikonstruksi dengan benar akan dapat
“menangkap” rembesan dari suatu timbunan. Air rembesan tersebut akan dapat
mengalir dengan bebas menuju suatu keluaran yang aman pada kaki hilir
timbunan tanpa membawa butiran tanah, seperti gambar di bawah. Bila
rembesan melalui retakan, retakan tersebut harus berakhir di permukaan filter
dan hanya aliran rembesan melalui antar butiran tanah yang dipertimbangkan
dalam desain. Bila suatu gradasi filter memenuhi kriteria dasar, piping tidak
akan terjadi, meskipun gradien hidraulisnya besar. Asumsinya adalah lapisan
filter harus cukup lebar, sehingga retakan tidak dapat berkembang lebih lanjut
serta mempunyai kapasitas yang cukup untuk mengalirkan aliran rembesan
tanpa menimbulkan terjadinya tekanan air pori berlebih.
Gambar 6.6 Lapisan filter yang dapat ”menangkap” air rembesan dengan baik
b) Mengurangi/meminimalkan Rembesan
Metoda ini digunakan untuk mengurangi tinggi tekanan air waduk yang
merembes melalui timbunan. Beberapa cara tersebut adalah seperti di bawah :
a) Konstruksi bendungan tanah homogin dengan kemiringan yang relative
sangat landai,
b) Konstruksi zona inti kedap yang miring ke arah hulu,
c) Konstruksi bendungan dengan zona inti sentral di tengah,
Analisis Rembesan 76
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
d) Konstruksi dinding inti terbuat dari beton atau tanah bentonit yang plastis,
Analisis Rembesan 77
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Selimut kedap hulu yang menyambung dengan zona inti digunakan untuk
memperpanjang aliran rembesan guna mengurangi rembesan. Cara ini
digunakan, bila cara paritan vertical terlalu mahal. Netoda pengendali hilir,
seperti drainase, juga digunakan bersama-sama selimut kedap hulu ini, untuk
mengurangi pengaruh tekanan angkat dan piping. Efesiensi dari selimut kedap
hulu ini tergantung dai panjang, ketebalan dan koefisien permeabilitas arah
vertikal serta perlapisan dan permeabilitas dari material fondasinya. Selimut
kedap hulu ini dapat rusak, bila terjadi retakan pada selimut akibat penurunan
fondasi atau akibat kekeringan pada kondisi air waduk surut. Masalah lain
adalah terjadinya lubang-lubang (pipa) di dalam fondasi, bila selimut diletakkan
di atas kerakal atau rekahan batu tanpa dilengkapi filter. Bila muka air waduk
berfluktuasi, di atas dan di bawah daerah selimut kedap ini, selimut harus
Analisis Rembesan 78
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
shell
Analisis Rembesan 79
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Grouting tirai sering dilaksanakan pada batuan, namun juga dapat dilakukan
pada lapisan pasir dan kerakal. Pada dasarnya, lubang-lubang bor dibuat
terlebih dahulu dalam suatu garis atau pola grid. Lubang-lubang tersebut
dibersihkan terlebih dahulu dan kemudian, tergantung dari ukuran rongga-
rongga material yang digrouting, dipompakan suatu semen atau grout kimia
pada tekanan tertentu ke dalam lubang. Bila grouting dilakukan pada batuan,
material grout harus dapat mengisi retakan, rekahan, dan bukaan bukaan lain
sampai material disekeliling lubang menjadi cukup kedap air. Bila groutng
dilakukan pada lapisan pasir kasar dan kerakal, suatu campuran tipis semen
atau material grout kimia digunakan untuk mengisi rongga-rongga diantara
partikel. Pada lapisan pasir halus, material grout mendesak pasir tersebut dan
memadatkannya yang akhirnya membentuk suatu struktur penahan rembesan.
Permeabilitas zona yang telah digrouting harus relatif rendah, supaya grouting
efektif, karena pengurangan permeabilitas yang diinginkan mungkin tidak dapat
tercapai; beberapa cara drainase biasanya dilakukan sehubungan dengan
grouting untuk keperluan pengendalian rembesan.
Grouting selimut dilakukan pada daerah galian fondasi yang luas bila
permukaan batuannya banyak kekar dan rekah. Cara ini digunakan untuk
menutup (seal) lapisan atas dari kedalaman sekitar 3 – 10 m untuk eminimalkan
terbawanya butiran tanah halus dari zona inti masuk ke dalam bukaan-bukaan
fondasi, menutup permukaan batuan terhadap hilangnya material grout saat
diberikan tekanan tinggi dan untuk mengurangi kompresibilitas dari batu yang
banyak rekah. Grouting dental dapat juga digunakan sebagai perbaikan
Analisis Rembesan 80
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Analisis Rembesan 81
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Suatu drainase atau paritan kaki dapat digunakan bersama-sama dengan cara
lain pengendalian rembesan. Metoda ini biasanya terdiri dari sebuah pipa
Analisis Rembesan 82
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
pengumpul di dalam suatu paritan yang kemudian diisi kembali dengan material
filter di sekeliling pipa drainase. Jika lapisan fondasi yang porous cukup dalam
atau berlapis-lapis, drainase kaki mungkin dapat “menangkap” sebagian kecil
rembesan, Pada kasus ini, sumur-sumur pelepas tekanan digunakan untuk
melepaskan tekanan angkat dan mengumpulkan air rembesan melalui sumur
yang digali lebih dalam.
Analisis Rembesan 83
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Gambar 6.15 Perbaikan tanah fonfasi yang porous dengan dinding halang
Analisis Rembesan 84
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
RANGKUMAN
Hukum Darcy dibatasi untuk aliran melalui material yang jenuh. Aliran melalui
material yang tak jenuh adalah dalam kondisi ”transient” yang tergantung dari
waktu (time dependent). Hukum Darcy tidak cocok untuk aliran melalui retakan
atau rekahan dari batu atau tanah.
Analisis Rembesan 85
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
Garis freatik dan flownet yang melalui bendungan urugan tanah dapat dilakukan
dengan menggambarkan garis freatik menurut Casagrande yang berbentuk
parabola. Garis freatis cara Saffernak & Iterson digunakan untuk sudut lereng
() < 30º.
Analisis Rembesan 86
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar
DAFTAR PUSTAKA
1) Bharat Singh & HD Sharma, Earth and Rockfill dams, Sarita Prakashan, Meerut,
India, 1982.
2) Cedergren, H., 1967. Seepage, Drainage and Flownets. John Wiley and Sons, Inc.,
New York, 1967.
3) Construction Control for Earth and Rock-Fill Dams, EM 1110-2-1911. U.S. Army
Corps of Engineers, 1977.
5) Earth and Earth-Rock Dams. Sherard, Woodward, Gizienski, and Clevenger. John
Wiley, 1963.
7) Seepage Analysis and Control for Dams, EM 1110-2-1901. U.S. Army Corps of
Engineers, 1986.
8) Soil Mechanics in Engineering Practice. Terzaghi, K., Peck, R.B., John Wiley, 1967.
9) Bharat Singh & HD Sharma, Earth and Rockfill dams, Sarita Prakashan, Meerut,
India, 1982
10) Cedergren, H., 1967. Seepage, Drainage and Flownets. John Wiley and Sons, Inc.,
New York, 1967
11) Suyono Sosrodarsono and Kansaku Takeda, Editor, 1977. Bendungan Type
Urugan. PT Pradnya Paramita Jakarta, 1977
Analisis Rembesan 87