Anda di halaman 1dari 87

Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Bendungan harus didesain dan dijaga terhadap pengendalian rembesan yang
aman. Jika tidak, bendungan akan mengalami masalah akibat rembesan yang
berlebihan. Rembesan berlebihan mungkin dapat berpengaruh terhadap
keamanan bendungannya sendiri, jika tidak dilakukan tindakan perbaikan yang
tepat. Masalah dasar adalah membedakan bagaimana rembesan berpengaruh
terhadap suatu bendungan dan apa tindakan perbaikannya, bila ada, yang
harus dilakukan untuk menjamin bahwa rembesan tidak membahayakan
keamanan bendungan.

Pengelola/pemilik bendungan sebaiknya memahami masalah rembesan dan


memastikan keamanan bendungan dan bangunan fasilitasnya terhadap bahaya
rembesan. Pemantauan juga penting dilakukan dan alat pengendali rembesan
siap ada di tempatnya. Modul ini berisikan mengenai latar belakang informasi
terhadap evaluasi dan pemantauan rembesan sera cara kontrol terhadap
rembesan.

Air yang disimpan di dalam suatu waduk akan cenderung mencari jalan keluar
(mengalir) ke bagian hilirnya. Rembesan adalah air waduk yang mencari
jalannya melalui material yang porus atau suatu rekahan baik yang ada di
dalam tubuh maupun fondasinya. Gaya atau tekanan air rembesan dapat
menimbulkan alur air baru atau alur eksisting hingga bendungan rekah. Jadi,
pengendalian rembesan adalah merupakan faktor sangat penting dalam desain,
pelaksanaan konstruksi dan O&P bendungan.

Sebelum abad ke-20, pembangunan bendungan urugan tanah atau batu adalah
merupakan seni tersendiri. Bendungan didesain dengan menggunakan aturan
berdasarkan pengalaman (rule of thumb), intuisi atau perasaan atau dengan
pengalaman masa lalu. Namun, berdasarkan dari peristiwa kegagalan

Analisis Rembesan 1
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

bendungan yang telah terjadi, sebagian besar disebabkan oleh rembesan yang
tidak terkendali.

Bahkan pada abad ke-20, desain bendungan urugan sebagian besar


berdasarkan pengalaman atau pengamatan yang telah lalu. Pada tahun 1936,
suatu studi terhadap kegagalan bendungan urugan tanah menunjukkan bahwa
sekitar 80% disebabkan oleh tidak terkendalinya rembesan yang menelan
banyak korban jiwa dan harta. Salah satu alasan keterlambatan mengenai
perkembangan analisis desain untuk bendungan urugan yang terlambat
dibandingkan dengan bendungan beton graviti adalah mekanisme dari
rembesan belum difahami secara rinci, meskipun bendungan beton juga dapat
runtuh akibat rembesan yang menghasilkan tekanan angkat yang tinggi yang
mengakibatkan terjadinya retakan besar. Pengalaman banyak diambil dari
gagalnya bendungan di atas lapisan pasir dan kerikil di India, Timur Tengah
dan Afrika.

Bendungan, disamping mempunyai manfaat yang besar, juga menyimpan


potensi yang besar pula. Bila bendungan runtuh (jebol) akan menimbulkan
banjir banding yang mengakibatkan timbulnya korban jiwa, harta benda dan
kerusakan lingkungan yang parau di daerah hilirnya. Oleh karena itu
bendungan harus di desain aman dan layak secara teknis.

Bendungan dianggap aman, bila pembangunan dan pengelolaannya telah


dilaksanakan mengikuti konsepsi dan kaidah-kaidah keamanan bendungan
yang semuanya tertuang di dalam NSPM.

Agar diperoleh desain bendungan yang aman, hal-hal yang perlu diperhatikan
adalah :
1) Perencana dan pengawas pekerjaan harus benar-benar memahami filosofi
desain bendungan serta konsepsi dan kaidah-kaidah keamanan bendungan.
2) Perencanaan bendungan harus dilaksanakan tahap demi tahap seperti yang
diatur di dalam ps. 26 PP 29/2000 dan harus mengacu pada NSPM.
3) Kerangka Acuan Kerja (KAK) harus jelas dan lengkap.

Analisis Rembesan 2
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

1.2 Deskripsi Singkat


Mata pendidikan dan pelatihan ini membekali peserta dengan pengetahuan
dasar mengenai mengenai masalah rembesan pada bendungan urugan tanah
yang disajikan dengan cara ceramah dan tanya jawab.
1.3 Tujuan Pembelajaran Umum (TPU)
Setelah mengikuti pembelajaran ini peserta diklat diharapkan mampu
memahami masalah rembesan dan piping yang terjadi pada bendungan urugan.
1.4 Tujuan Pembelajaran Khusus (TPK)
Setelah pembelajaran ini, peserta diharapkan mampu:
1) Menjelaskan mekanisme terjadinya rembesan
2) Menjelaskan kegagalan bendungan akibat rembesan
3) Menjelaskan cara penentuan koefisien permeabilitas
4) Menjelaskan terjadinya rembesan melalui tubuh dan fondasi
5) Menjelaskan dasar analisis dan perhitungan rembesan/flownet
6) Menjelaskan data dan informasi yang diperlukan untuk melakukan analisis
7) Menjelaskan metoda analisis dan perhitungan rembesan
8) Menjelaskan cara praktis pengendalian rembesan
1.5 Pokok Bahasan
Pokok-pokok materi yang dibahas dalam diklat ini adalah :
1) Mekanisme rembesan dan kegagalan akibat rembesan
2) Rembesan melalui tubuh dan fondasi bendungan
3) Dasar perhitungan rembesan
4) Data dan informasi yang diperlukan
5) Metoda analisis
6) Pengendalian rembesan
1.6 Petunjuk Belajar
Agar peserta diklat dapat memahami masalah rembesan pada bendungan
urugan tanah dan pengendaliannya secara lebih mendalam dan komprehensif,
sebaiknya peserta juga mempelajari Standar Nasional Indonesia (SNI) dan
pedoman-pedoman yang terkait dengan desain bendungan yang dikeluarkan
oleh Departemen PU atau unit-unit organisasi dibawahnya.

Analisis Rembesan 3
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

BAB II
PENENTUAN KOEFISIEN PERMEABILITAS

2.1 Pengujian Permeabilitas Di Lapangan


Penyelidikan lapangan dilakukan dalam rangka memperoleh sifat fisik dan sifat
teknik, baik untuk tubuh dan fonfdasi bendungan guna nenentukan parameter
desain . Penyelidikan tersebut meliputi penyelidikan lapangan, antara lain
melakukan pengeboran, uji in-situ, pengambilan contoh tanah dan pengujian
terhadap material timbunan. Penyelidikan dengan geofisik dan pengujian-
pengujian lapangan perlu dipertimbangkan guna menentukan lokasi dan titik-
titik penyelidikan lebih teliti.

Penyelidikan lapangan sebaiknya melibatkan para ahli yang berpengalaman,


antara lain geologis, juru bor dan ahli geofisik. Investigasi tersebut cukup
mahal; bila biaya merupakan suatu faktor yang harus dipertimbangkan, biaya
yang minimum tidak harus mengurangi kualitas pekerjaan. Misalnya,
pengambilan contoh melalui diameter pemboran yang kecil tidak akan
memberikan hasil yang memuaskan dibandingkan dengan pengambilan contoh
melalui diameter pemboran yang lebih besar yang lebih mahal. Namun, tanpa
melakukan pengambilan contoh tanah, pemboran yang dilakukan akan kurang
berguna.

Berikut di bawah beberapa hal yang harus diperhatikan selama penyelidikan,


khususnya mengenai masalah rembesan, antara lain :
a) Pemetaan lapangan; untuk memperoleh pemetaan geologi dari tapak
bendungan dan genangan waduknya. Hal ini penting dilakukan untuk
mengetahui perlapisan dan struktur geologi, pada beberapa kasus untuk
mengantisipasi sumber dan alur rembesan dan sekaligus untuk menentukan
instrumentasi dan penyelidikan bawah tanah. Interpretasi foto udara dapat
banyak membantu, terutama pencitraan panas infra merah.

Analisis Rembesan 4
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

b) Pemboran dan pengambilan contoh tanah; penyelidikan bawah tanah


diikuti pengambilan contoh tanah perlu dilakukan untuk memperoleh
perlapisan tanah dan jenis tanah/batuan serta untuk mengetahui alur
rembesan. Melalui lubang-lubang bor juga dapat dilakukan pengujian-
pengujian in-situ dan pemasangan pisometer. Pekerjaan pemboran ini harus
disupervisi oleh ahli yang berpengalaman dan harus dilakukan secara hati-
hati untuk mencegah terjadinya masalah yang serius, misalnya rekah
hidraulis, rusaknya lapisan filter yang tipis, terkontaminasinya filter oleh air
pemboran dan terjadinya tekanan rembesan yang tidak terkontrol. Bila
memungkinkan, selama pemboran tidak menggunakan tekanan air untuk
pemboran di suatu bendungan.
c) Pengujian lapangan; berbagai pengujian lapangan dapat dilakukan dalam
investigasi rembesan, salah satunya adalah berbagai cara pengujian
permeabilitas dari tanah/batuan. Dengan kemajuan teknologi, penggunaan
kamera di dalam lubang bor sering dilakukan untuk mengevaluasi rekahan,
kekar, dan alur rembesan. Berbagai peralatan logging melalui lubang juga
digunakan untuk mengetahui temperatur air dan profil kandungan kimuianya.
Kandungan kimia di dalam air juga berguna untuk melakukan identifikasi
sumber rembesan. Arah dan kecepatan aliran rembesan, caliper logs dan
berbagai jenis logs dapat membantu dalam melakukan evaluasi material di
dalam lubang spesifik dan diantara lubang-lubang. Kadang-kadang zat
pewarna atau elemen penelusur lain diinjeksikan untuk mengetahui alur
rembesan dan mengukur waktu dari sumber ke bagian keluarannya. Pada
banyak kasus, uji grouting dilakukan untuk mengevaluasi efektifitas dan
ekonomi dari grouting sebagai tindak perbaikannya. Uji pemompaan dapat
dilakukan untuk menentukan sifat hidraulis dari lapisan fondasinya. Dengan
menggunakan unit ROV dilengkapi sidescan sonar atau alat lain dapat
membantu mengevaluasi lebih lanjut masalah rembesan sehubungan
dengan kondisi di hilir dan konduit yang terendam.
d) Investigasi geofisik; teknik geofisik digunakan dalam investigasi rembesan
mencakup metoda permukaan dan downhole. Teknik ini mencakup survei
dengan tahanan elektrik (electrical resistivity), self-potential survey, seismic

Analisis Rembesan 5
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

dan microseismic survey, gravity dan and magnetic surveys, ground


penetrating radar (GPR), acoustic emission, gamma and neutron logging
dan cross-hole thermography. Metoda geofisik ini merupakan suatu cara
yang cukup murah. Semua metoda di atas memerlukan suatu verifikasi yang
spesifik (lubang-lubang bor, contoh anah, peta geologi, elevasi muka air, dll)
disamping petugas yang berpengalaman untuk melakukan interpretasinya.

Secara umum dikenal dua tipe kondisi air tanah yang sering di jumpai dalam
praktek di lapangan. Kedua kondisi tersebut adalah seperti diuraikan di bawah.
Pengujian lapangan umumnya dilakukan untuk memperoleh hasil yang paling
baik, karena pengujian lapangan mewakili kondisi lapangan. Pengujian
lapangan ini dilakukan berdasarkan perubahan tinggi tekanan yang terjadi di
dalam suatu sumur (well), lubang bor atau sumur uji (test pit). Suatu cara yang
digunakan, bila menemui lapisan akifer, adalah dengan uji pemompaan melalui
sumur (SNI 03-6453-2000). Namun, kondisi ini jarang ditemui untuk suatu
bendungan, disamping biayanya yang cukup mahal.

Analisis Rembesan 6
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Gambar 2.1 Pengujian pemompaan di lapangan

Koefisien permeabilitas/konduktifitas (k) dihitung sebagai berikut :

Kasus 1, Kondisi Aliran Langgeng (Steady stage), Akifer Bebas :

k = qln(r2/r1) …………………………………………………………………………………………..(2.1)
π(h22 - h12)

.
Kasus 2, Kondisi Aliran Langgeng (Steady stage), Akifer Tertekan :

k = qln(r2/r1) ……………………………………………………………………………………(2.2)
2πH(h2 – h1)

Dimana H adalah tebal lapisan akifer yang ditinjau

Asumsi-asumsi yang digunakan adalah :

Analisis Rembesan 7
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Kasus 1 :
a) Sumur pompa dibuat sampai setebal penuh dari formasi lapisan pembawa
air,
b) Terjadi kondisi aliran langgeng,
c) Formasi lapisan pembawa air adalah homogin, isotropis dan jaraknya tak
terbatas pada semua arah,
d) Berlaku asumsi Dupuit.
Kasus 2 :
a) Pemompaan dalam kondisi aliran langgeng,
b) S relatif kecil dibandingkan H,
c) Perubahan kecepatan surut kecil,
d) Formasi lapisan pembawa air adalah homogin, isotropis dan jaraknya tak
terbatas pada semua arah.

Perlu diperhatikan bahwa terdapat cara-cara lapangan dan rumus-rumus


sehubungan dengan kondisi aliran yang tak langgeng (unsteady state) dan
material-material yang tak jenuh untuk mementukan koefisien permeabilitas
berdasarkan daripengukuran kecepatan rembesan, dll. (Periksa beberapa
rujukan dari Harr, Todd, Cedergren, Bouwer, Power, USBR, U.S. Army Corps).

a. Lapisan muka air bebas


Permukaan air berupa garis kurva. Kemiringan garis kurva ini cenderung
membuat kemiringan yang kecil, ini berarti penggunaan nilai tangen dapat di
ganti dengan nilai sinus untuk gradient hidrolik dalam persamaan Darcy.

Analisis Rembesan 8
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Gambar 2.2 Pengujian Permeabilitas Di Lapangan Dengan Pemompaan

dh
Q  ki.A  k. .2 .r ………………………………………………… (2.3)
dr
dr 2 rkh.dh

r Q

Integrasi antara r1 dan r2 dengan ketinggian h1 dan h2 yang sesuai, didapat :

r πk
ln  (h  h )
2 2
2
2
1
r Q
1

r
Q ln 2

k r 1

π(h  h )
2

2
2

r
2,3 Q log 2

……………………………………………………………… (2.4)
 r 1

π(h  h )
2

2
2

b. Lapisan muka air tertekan

Gambar 2.3 Percobaan Permeabilitas Di Lapangan Dengan Pemompaan Terbatas

Analisis Rembesan 9
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Luas penampang aliran: A = 2 π rz


dr 2 kz.dh

r Q

r2
dr 2 πkz.dh h2

   dh
r1
r Q h1

dr 2 πkz
ln  (h  h )
2 1
r Q

r
2,3 . Qlog 2

r ……………………………………………………. (2.5)
k 1

2π z (h  h2 1

c. Uji Packer
Pengujian ini lazim digunakan untuk menentukan koefisien permeabilitas
lapisan batuan melalui lubang bor. Pengujian ini dilakukan pada batuan keras
yang dapat menahan tekanan "packer" (penyekat), yaitu dengan cara injeksi air
ke dalam lubang bor untuk mendapatkan koefisien kelulusan air/permeabilitas
dan nilai Lugeon dari batuan tersebut. Pengujian dilakukan melalui lubang bor
yang telah dibuat sebelumnya, prosedur pengujian mengikuti standar yang
berlaku.

Hg 1 : H gravity pada mat 1


Us,. 2 : H gravity pada mat 2
Hg 3 : H gravity pada mat 3, dihitung
negative sebab air tanah berte
kanan (artesis).
Hp : H pressure
L : panjang lubang yang diuji
2r : diameter inbang yang diuji.

Gambar 2.4 Pengujian di lapangan dengan Packer

Analisis Rembesan 10
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Koefisien kelulusan air dengan satuan cm/detik diperoleh dengan rumus :


Untuk L >= 10 r:
xQ L
k ln ....................... ............................................ (2.6)
2LHtot r

Untuk 10 r > L >= r:


Q L
k sinh 1 ................. .......................................... (2.7)
2LHtot 2r

k : koefisien kelulusan air (cm/detik)


Q : debit air yang masuk (cm3/detik)
L : panjang lubang bor yang diuji (cm)
Htot : H total = Hp + Hg (cm) -1
Sin h -1 = arc hyperbolic sine

sin h -1x = ln (x + x2 1 )

Nilai Lugeon dengan satuan lugeon diperoleh dengan rumus :


10Q 10V
Lu  atau Lu  ………………………………………… (2.8)
pL p.L.t
Lu : nilai Lugeon (lugeon)
Q : debit air yang masuk (liter)/menit
P : P total = Pp + Pg (kg/cm 2 )
L : panjang lubang bor yang diuji (meter).

Catatan :
a. Bila dijumpai air tanah yang bertekanan (air artesis), maka H gravitasi dihitung negatif,
b. Untuk pemboran miring, maka semua perhitungan harus dikoreksi terhadap sudut
kemiringan lubang bor tersebut.
c. Definisi 1 lugeon adalah banyaknya air yang masuk dalam masa batuan, dalam
liter/menit/meter pada tekanan 10 kg/cm2. Berdasar statistik 1 lugeon hampir sama
-5
dengan 10 cm/detik.

2.2 Pengujian Permeabilitas Di Laboratorium


Pengujian di laboratorium sering dilakukan terhadap contoh-contoh tanah untuk
melengkapi dan mendukung hasil investigasi lapangan. Kuat geser dan sifat

Analisis Rembesan 11
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

teknik lain dari tanah dan batuan diperlukan untuk menentukan tindak
perbaikan. Sebagai contoh, penggunaan suatu ”rock mill” untuk melakukan
penggalian suatu paritan yang dalam memerlukan informasi kuat geser dan
kekerasan batuan yang digali. Pengujian kimia di laboratorium terhadap batuan,
tanah dan air (waduk dan rembesan) dilakukan sehubungan dengan masalah
pelarutan (solutioning), garam-garam larut (terutama gypsum) di dalam tanah
atau tanah dispersif.

Pengujian laboratorium mungkin cukup teliti untuk contoh yang kecil, tetapi
kurang cukup mewakili untuk suatu material dengan volume besar di lapangan.
Metoda pengujian permeability di laboratorium dapat berupa ”constan head”
atau ”falling head”. Cara falling head sesuai untuk material yang mempunyai
permeabilitas yang rendah.

Pada pengujian tinggi tekanan tetap, contoh tanah ditempatkan di dalam suatu
wadah silinder dan air dialirkan melalui suatu wadah air yang mempunyai tinggi
tekanan tetap. Volume air (V) yang mengalir dalam waktu tertentu (t) kemudian
diukur. Rumus koefisien permeabilitas (konduktifitas) ditentukan berdasarkan
rumus Darcy :

k = V/iAt dan i = h/L ………………………………………………….. (2.9)

Pengujian ini biasanya dilakukan terhadap material yang bersifat cukup rembes
air (pervious). Pengeluaran udara saat penjenuhan perlu dilakukan secara hati-
hati.

1) Uji tinggi tekanan tetap/konstan (Constant Head)


Pengujian ini dapat dilakukan terhadap contoh tanah yang tidak terganggu
(undisturbed) ataupun contoh tanah terganggu (disturbed). Pengujian ini cocok
dilakukan untuk tanah berbutir kasar yang mempunyai nilai koefisien
permeabilitas yang tinggi, sesuai dengan . SNI 03 – 6871 – 2002.

Analisis Rembesan 12
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Dinamakan uji tinggi tekanan tetap/konstan, karena selama pengujian dilakukan


diusahakan supaya perbedaan tinggi tekanan muka air selalu dalam kondisi
tetap/konstan.

Air dikumpulkan dalam gelas ukur


selama waktu tertentu (t).
Gambar 2.6 Uji Tinggi Konstan Q=Avt
v =ki
i =h
L

k = Q L ……………………………………………………………….(2.10)
hA t

dimana:
A = luas penampang contoh tanah, cm2
L = panjang contoh tanah, cm
Fl = jumlah air yang tertampung di dalam gelas ukur selama waktu t.
cm3
t = waktu yang dipergunakan untuk mengumpulkan air di gelas ukur,

Analisis Rembesan 13
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

detik
h = perbedaan tinggi muka air di dalam alat, cm
k = koefisien permeabilitas, cm/s

2) Uji tinggi tekanan menurun (falling head test)


Pengujian permeabilitas ini dilakukan sesuai dengan SNI 03-6870-2002.
Dengan alat ini perbedaan tinggi muka air pada pipa diukur, dari saat t = 0
dan perbedaan tinggi muka air = h1 sampai t = t dan perbedaan tinggi = h2

Kecepatan turunnya muka air pada pipa v = dh


dt
Banyaknya air yang masuk ke dalam contoh tanah :

Q masuk = a v = a dh
dt
Banyaknya air yang keluar dari dalam contoh tanah menurut hukum Darcy
adalah :

Qkeluar = k i A = k h A
L

Gambar 2.7 Uji rembesan cara tinggi tekanan menurun (falling head test)

Analisis Rembesan 14
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Proses aliran air terjadi terus menerus, dan Qmasuk = Qkeluar

a = dh = k h A
dt L
a dh = k A dt
dt L

h2
dh A t
  k  dt
h1 h aL O

k = A ln h 1

aL h 2

k = 2,3 a L log
h 1 ………………………………………………… (2.11)
At h 2

dimana :
a = luas penampang pipa, cm2
A = luas penampang contoh tanah, cm2
L = panjang contoh tanah, cm
t = waktu penurunan muka air di dalam pipa dari h1 ke h2
k = koefisien permeabilitas, cm/s

3). Uji Konsolidasi


Penentuan besarnya koefisien permeabilitas dengan mempergunakan uji
konsolidasi merupakan penentuan tidak langsung

k = Cv mv a cm/s ............................................................................. (2.12)

Pemeriksaan konsolidasi di maksudkan untuk menentukan sifat


pemampatan suatu macam tanah yang di akibatkan adanya tekanan
vertikal (berupa berat konstruksi diatasnya atau tanah isian) dan sifat
pemampatan ini berupa adanya perubahan isi dan proses keluarnya air dari

Analisis Rembesan 15
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

dalam pori tanah.

Di lapisan yang terdiri dari pasir akan segera terjadi penurunan yang
hampir menyeluruh dalam waktu singkat setelah bekerjanya
beban/tekanan. Penurunan disini umumnya kecil. Dalam lapisan yang
terdiri dari butiran halus (lempung), maka penurunan akan agak besar
dan biasanya makan waktu yang lama, oleh karena itu penelitian
konsolidasi umumnya terhadap lapisan tanah berbutir halus.

Besarnya penurunan tergantung pada kecenderungan sifat tanah dapat


dirembes dan ditekan atau tergantung pada koefisien rembesan dan
koefisien konsolidasi.
k …...………………………………………………………… (2.13)
C  v
 .m
w v

a ………………………………………………………………… (2.14)
m  v

1 e
v
0

ee e de ………………………………………………… (2.15)


a   0

p p dp
keterangan ;

C v = koefisien konsolidasi (em2/detik)


k = koefisien rembesan
∂w = berat isi air
m v = koefisien pengecilan isi
a v = koefisien pemampatan
e = angka pori sebelum ada tambahannya
tekanan (p)
eo = angka pori sesudah ada tambahannya
tekanan (p)
p = tekanan tambahan
Selanjutnya dapat ditulis sebagai berikut :

Analisis Rembesan 16
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

a e
m  v

1  e p(1  e )
v

0 0

1 h ……………………………………………… ……….. (2.16)


 .
p h

keterangan :
h = tebal contoh tanah sebelum penambahan beban
h = selisih tebal contoh sebelum dan sesudah adanya penambahan beban.

2.3 Penentuan Parameter Desain


Penentuan koefisien permeabilitas sebagai data masukan untuk analisis rembesan
harus dilakukan setelah melakukan evaluasi terhadap hasil penyelidikan, termasuk
hasil pengujian lapangan dan metoda yang digunakan dalam pengujian, serta hasil
pengujian di laboratorium.

Untuk perhitungan rinci, penentuan koefisien permeabilitas sebaiknya dilakukan


secara hati-hati, misalnya, pengambilan koefisien permeabilitas untuk pengeringan
fondasi (dewatering) dari statu konstruksi yang kondisi lapisan fondasinya porous
dan cukup kompleks, sebaiknya dilakukan dengan menggunakan metode
pengujian lapangan dengan pumping out test.

Analisis Rembesan 17
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

BAB III
JARINGAN ALIRAN (FLOWNET)

3.1 Umum
Semua jenis tanah dapat dilalui oleh air melalui pori-pori tanah. Tekanan air pori
diukur relatif terhadap tekanan udara (atmosfir) dan bila permukaan didalam
tanah sama dengan tekanan atmosfir, maka hal itu disebut muka air tanah atau
muka air freatik. Tanah yang ada dibawah muka air tanah, biasanya dalam
keadaan jenuh sempurna dengan tingkat penjenuhan mendekati 100%.

Permeabilitas atau kelulusan air tergantung dari ukuran rata-rata butiran tanah
yang mempunyai hubungan dengan pembagian butiran tanah, bentuk partikel
dan struktur tanah.

Apa yang disebut dengan


permeabilitas ?
Suatu ukuran dari kemudahan cairan (a.l., air) dapat
melewati media porus (e.g., tanah)

air

Tanah lepas Tanah rapat (dense)


- mudah mengalir - sulit mengalir
- permeabilitas tinggi - Permeabilitas rendah

Gambar 3.1 Aliran air melalui pori-pori tanah

Pada umumnya, bertambah kecil ukuran partikel tanah, bertambah rendah


koefisien kelulusan airnya, k.
Nilai tipikal koefisien kelulusan air (k) dari berbagai jenis tanah adalah sebagai
berikut :

Analisis Rembesan 18
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

- kerikil : >1 cm/det


- pasir campur kerikil : 10 -2 - 1 cm/det
- pasir halus, lanau dan lanau lempung : 10 -5-10 -z cm/det
- lempung dan lanau lempung : < 1 0 - 5 cmldet

Nilai koefisien kelulusan air (k) dapat diperoleh dari pengujian di laboratorium
dan pengujian lapangan.

Air dalam tanah didapatkan dalam bentuk:


1. air bebas (gravitational water)
2 . air tanah (ground water)
3. air higroskopis

Air bebas adalah air yang masuk ke dalam tanah melalui permukaan dan
bergerak ke bawah sebagai akibat dari gaya gravitasi sampai mencapai lapisan
yang tak dapat dirembesi. Permukaan air ini disebut sebagai permukaan air
tanah. Tekanan pada permukaan air tanah = 1 atmosfir. Air yang terdapat
dibawah muka air tanah dinamakan air tanah, yang berada di dalam pori-pori,
akibat gaya tarik-menarik antar molekul yang dinamakan air higroskopis.

Pori-pori yang terdapat dalam tanah bukanlah merupakan pori-pori yang saling
terpisah, sehingga air yang berada di dalam pori-pori dapat mengalir melalui
ruang antar pori.

Proses mengalirnya air dalam pori-pori tanah tersebut dinamakan rembesan


(seepage), sedangkan kemampuan tanah untuk dapat dirembesi disebut daya
rembes atau permeabilitas (permeability).

Daya rembes penting dalam teknik sipil, karena memegang peranan dalam hal
seperti :
- kemungkinan bocor pada suatu bendungan
- menentukan besar dan tingkat penurunan (settlement) yang mungkin terjadi.
- kestabilan lereng galian tanah

Analisis Rembesan 19
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

- kecepatan rembesan yang mungkin dapat menimbulkan erosi yang


berbahaya.

Faktor-faktor yang mempengaruhi rembesan antara lain:


- ukuran partikel
- kadar pori
- susunan tanah
- struktur tanah
- derajat kejenuhan

Kegagalan-kegagalan bendungan di masa lalu, adalah disebabkan oleh


kurangnya suatu pola yang logis dan konsisten untuk melakukan analisis dan
mengantisipasi masalah-masalah rembesan. Rumus-rumus empiris
berdasarkan suatu pengamatan yang baik dan kinerja yang buruk, beberapa
memang membantu, sering tidak dapat diaplikasikan pada material timbunan,
fondasi, dan lingkungan yang berbeda meskipun sedikit.

Air di dalam waduk selalu mencari jalan keluar melalui alur terlemah; alur
tersebut dapat melalui tubuh bendungan, fondasi atau sekitar tumpuan.
Masalah rembesan yang dapat mengakibatkan terjadinya keruntuhan dapat
dikatagorikan sebagai :
a) Tekanan angkat berlebihan,
b) Piping,
c) Erosi internal,
d) Teruraikannya (solutioning) material batu yang mudah terurai,
e) Tekanan rembesan berlebihan atau penjenuhan yang menyebabkan
terjadinya pembasahan lereng hilir (sloughing).

3.2 Teori Rembesan


Tahun 1856, Henri Darcy, seorang ahli hidrolika dari Perancis mengadakan
suatu percobaan aliran air yang melalui suatu lapisan tanah. Karena aliran air
dalam lapisan tanah mempunyai kecepatan yang kecil sekali, maka aliran
tersebut dapat dianggap sebagai aliran laminer. Darcy mendapatkan bahwa

Analisis Rembesan 20
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

besarnya kecepatan aliran yang mengalir masuk ataupun keluar dari lapisan
tanah sebanding dengan gradien hidrauliknya.

Beberapa hal yang perlu diperhatikan pada hukum Darcy, adalah :


a) Kecepatan aliran Vd adalah kecepatan aliran fluida dan didefinisikan sebagai
jumlah kotor aliran yang mengalir melalui luas penampang massa tanah
dalam satuan waktu tertentu. Karena aliran hanya terjadi melalui pori-pori
tanah, aliran air yang riil atau kecepatan rembesan (Vs) untuk suatu molekul
tunggal dari air yang melalui suatu alur unik dari pori-pori tanah adalah lebih
besar dibandingkan dengan kecepatan debitnya.
b) Kecepatan rembesan secara kasar adalah sama dengan kecepatan debit
dibagi dengan porositas tanah.
c) Hukum Darcy hanya berlaku untuk aliran laminer (aliran-aliran air yang
berdekatan salin sejajar dan lurus serta kecepatan aliran Vd adalah
proporsional dengan gradien hidraulis, i). Hukum ini berlaku untuk
kebanyakan tanah, tetapi aliran melalui kerikil kasar dan bukaan dalam
batuan dapat berubah menjadi turbulen dan V d akan proporsional dengan
akar kuadrat dari i.
d) Hukum Darcy dibatasi untuk aliran melalui material yang jenuh. Aliran
melalui material yang tak jenuh adalah dalam kondisi ”transient” yang
tergantung dari waktu (time dependent).
e) Hukum Darcy tidak cocok untuk aliran melalui retakan atau rekahan dari
batu atau tanah.

Hukum Darcy dapat ditu;is sebagai berikut :


Q = k i A .......................................................................................................... (3.1)
dimana:
Q = volume aliran air persatuan waktu yang masuik ataupun keluar.
k = konstanta yang dikenal sebagai koefisien permeabilitas
i = gradien hidrolik
A = luas penampang tanah yang dilewati
h1 – h 2 = perbedaan tinggi muka air pada kedua ujung contoh tanah
L = panjang lapisan tanah yang dirembesi

Analisis Rembesan 21
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Q = k (h1 - h2) ……………………………………………......... (3.2)


A
L
Q/A = v = ki ……….........………………………………………..…(3.3)
v = kecepatan aliran

Gambar 3.2 Aliran air di dalam butiran tanah, menurut Darcy

Luas penampang A terdiri dari luas butir As dan luas pori Av. Air akan
merembes melalui pori-pori dengan kecepatan sebesar Vs (=seepage velocity).

V = v masuk = v keluar
Q = A v = Av Vs

Vs = Av ……………………………………………………………… (3.4)
Av
Vs = A Lv
Av L

= V v …………………………………………………………… (3.5)
Vp
porosit as = n = Vp/ V

Vs = V ……………………………………………………………….. (3.6)
n
Vs = ki ………………………………………………………………… (3.7)
n
0% ≤ n ≤ 100%, jadi Vs selalu ≥ v

Analisis Rembesan 22
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Hukum Darcy mempunyai banyak aplikasi dalam analisis rembesan, termasuk :


a) Penentuan permeabilitas, baik di lapangan maupun di laboratorium.
b) Memprediksi jumah aliran laminer.

Dengan menambahkan sedikit modifikasi, hukum Darcy dapat diaplikasikan


untuk aliran turbulen, transient dan aliran jenuh sebagian.

3.3 Aliran Langgeng


3.3.1 Aliran Rembesan 2-D
Untuk menentukan besarnya rembesan secara grafis, lebih dahulu harus
dikenali apa yang disebut dengan garis aliran dan garis ekipotential. Garis
aliran adalah garis yang akan dilalui oleh air yang merembes masuk ke dalam
tanah dari bagian hulu ke bagian hilir. Garis aliran dapat digambar pada setiap
titik dimana air mulai merembes. Setiap garis aliran mempunyai nilai k yang
sama.

Didalam tanah yang dirembesi air dapat diukur tinggi potential pada setiap titik.
Garis yang menghubungkan titik-titik dengan tinggi potential yang sama
dinamakan garis ekipotential. Pisometer yang dipasang pada setiap titik yang
terletak pada garis ekipotential yang sama akan menunjukan tinggi permukaan
air yang sama ( h sama).

Grafik yang menggambarkan garis-garis aliran dan ekipotential dinamakan


jaringan aliran (flow net). Jaringan aliran dipergunakan untuk menghitung
banyaknya rembesan yang mungkin terjadi.

Analisis Rembesan 23
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Gambar 3.3 Garis aliran dan ekipotensial dari jaringan aliran

Seperti telah dijelaskan di depan, untuk aliran yang laminer, berlaku hukum

Darcy :

q=Aki

dimana :
q = debit air yang melalui penampang massa tanah A
k = koefisien permeabilitas
i = gradien hidraulik

Tinjau satu unit lebar dari tanah dimana q = 1 unit rembesan yang melalui celah
antara 2 garis aliran, maka :

q=bxlxki
=bki

h
qk b ..............................................................................(3.8)
l
dimana :
b = jarak antara 2 garis aliran
l = jarak antara 2 garis ekipotential
h = kehilangan enersi potential antara 2 garis ekipontial yang berurutan

Analisis Rembesan 24
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Garis-garis aliran dan ekipotential saling berpotongan tegak lurus dan


membentuk bagian-bagian yang mendekati bujur sangkar.

Pada jaringan aliran tidak ada bagian yang benar-benar bujur sangkar,
kebanyakan hanya mendekati, dan juga kadang-kadang terdapat pula yang
berbentuk segitiga. Akan tetapi ketelitian perhitungan dengan cara grafis ini
dapat dicapai dengan cara menggambarkan garis aliran yang cukup banyak (5
atau 6 garis).

Jika bagian pembagi garis-garis ekipotential adalah Nd, maka :


h
h 
nd

Jika bagian pembagi garis-garis aliran adalah Nf, maka :


q
q 
Nf

Sehingga diperoleh banyak (debit) rembesan, q :

Nf
q  kh ................................................................. ....... (3.9)
Nd
Aliran air melalui media yang lulus air adalah merupakan satu dari beberapa
bentuk aliran air yang mengikuti hubungan dasar yang sama, yang ditunjukkan
oleh persamaan Laplace. Dalam 2-D, persamaan Laplace dapat diselesaikan
dengan menggambarkan dua kurva yang memotong tegak lurus membentuk
pola seperti bujur sangkar, yang disebut “jaring-jaring aliran (flownet)”.

Kemampuan dalam menggambar jaring aliran (flownet) berdasarkan dari


praktek dan hasil akhir flownet yang telah diperbaiki (cara coba-coba).
Meskipun penggambaran flownet dilakukan secara kasar, namun masih dapat
menghasilkan estimasi debit embesan yang masuk akal. Upaya yang lebih teliti
dilakukan untuk menentukan gradien keluaran (exit gradient) yang cukup teliti.
Hal ini memerlukan pengetahuan dasar flownet dan analis rembesan.

Flownet adalah salah satu metoda yang sangat bermanfaat untuk


menyelesaikan persamaan Laplace. Bila kondisi batas dan geometri daerah

Analisis Rembesan 25
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

aliran diketahui dalam 2-D, dari flownet dapat diperoleh tekanan dan debit aliran.
Suatu flownet adalah merupakan 2 garis atau kurva yang saling berpotongan
saling tegak lurus (orthogonal). Satu set merupakan alur/garis aliran (flowlines)
melalui media porous dan lainnya yang tegak lurus garis aliran adalah
menunjukkan lokasi titik-titik yang mempunyai tekanan pisometrik yang sama
(equipotential lines).

Gambar 3.4 Flownet dari sheetpiles pada lapisan yang porous

Untuk menggambar suatu flownet, beberapa sifat yang harus diasumsi,


adalah :
a) Geometri media porous.
b) Kondisi batas.
c) Asumsi yang diperlukan untuk menyelesaikan persamaan Laplace
d) Kondisi permeabilitas yang anisotropis.

Flownet dapat digambarkan untuk kondisi-kondisi aliran bebas dan aliran


tertekan, untuk kondisi permeabilitas anisotropis, aliran transient dan
penampang komposit, seperti fondasi yang berlapis-lapis (stratifikasi) dan
bendungan jenis zonal. Flownet juga menggambarkan distribusi tekanan-
tekanandan arah aliran. Berdasarkan pengetahuan mengenai tekanan hidraulik
dan permeabilitas media yang porous, flownet dapat memberikan informasi

Analisis Rembesan 26
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

penting mengenai stabilitas dan debit rembesan, gradien keluaran, gaya-gaya


rembesan dan tekanan-tekanan angkat yang bekerja di dasar bangunan.
Seperti contoh pada Gambar 3.4, debit rembesan adalah :

q = Kh Nf = Kh 4 = Kh .................................................................(3.10)
Nd 8 2

3.3.2 Aliran Rembesan 3-D


Rembesan air di dalam tanah dalam keadaan sebenarnya terjadi kesegala
arah, tidak dalam arah vertikal atau horisontal saja, serta besarnya aliran tidak
sama untuk setiap penampang yang ditinjau.

Tinjauan umumnya dilakukan untuk kondisi tanah dengan aliran keadaan


tunak/aliran langgeng (steady state) yaitu aliran dalam kondisi dengan asumsi
sebagai berikut :
1. tanah jenuh
2. gradien tekanan tetap
3. massa tanah tetap
4. kecepatan aliran tetap

Elemen A berbentuk kubus seperti pada gambar di bawah dengan rusuk-


rusuknya dx, dy, dz dan terletak pada aliran keadaan tunak.

Gambar 3.5 Teori jaringan aliran 3-D

Analisis Rembesan 27
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

qxi, qyi, qzi = banyaknya aliran air yang masuk ke dalam elemen A dalam arah
x,y,z.
qxo, qyo, qzo = banyaknya aliran air yang keluar dari elemen A dalam arah x, y, z.
Koefisien rembesan dalam arah x, y, z, adalah kx, ky, kz.
Tinggi energi total dalam elemen adalah h.
Untuk aliran keadaan tunak (steady flow) rembesan masuk = rembesan keluar.
Jika ditinjau 2 dimensi saja, umpamanya x-y dan y-z, dimana aliran terbesar
umumnya terjadi, maka diperoleh persamaan :

  2h  2 h 
kx  k  0 ........................................................................ (3.11)
  2 z

2 
 x z 

Jika tanah isotropis, maka kx = kz

  2h  2h 
  Persamaan ini dikenal dengan nama
  2   2   0 ...................................................................................(3.12)
 x z  persamaan kontinuitas Laplace

Persamaan Laplace memberikan hubungan dasar untuk aliran keadaan tunak


(steady flow) dalam tanah yang isotropis. Persamaan Laplace juga menyatakan
persamaan untuk 2 kelompok kurva yang saling berpotongan tegak lurus. Kurva
tersebut adalah kurva dari garis-garis aliran (flow lines) dan garis ekipotensial
(equipotential lines).

Metoda iterasi diperlukan untuk menyelesaikan persamaan diferensial parsial


untuk aliran 3-D. Penyelesaian numerik sering dilakukan dengan menggunakan
Finite Different atau Finite Element Method 2-D dan 3-D. Metoda ini
memerlukan program komputer yang canggih dan memerlukan ahli teknik yang
mempunai pengalaman cukup. Kebanyakan masalah-masalah rembesan pada
suatu bendungan dapat diselesaikan menggunakan analisis 2-D, kadang-
kadang dengan flownet yang digambar dengan tangan. Namun, untuk masalah
rembesan yang kompleks memerlukan analisis 3-D.

Analisis Rembesan 28
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Asumsi-asumsi yang digunakan dalam persamaan Laplace, adalah :


a) Tanah sebagai media lulus air adalah homogin,
b) Pori-pori tanah penuh terisi air (jenuh),
c) Tanah dan air bersifat tidak termampatkan (incompressible),
d) Aliran adalah laminar dan berlaku hokum Darcy.

Tanah yang akan dianalisis adalah bersifat homogin, sehingga tanah yang
berlapis-lapis (stratification) atau batuan yang mengalami perubahan geologi
akan berpengaruh terhadap kondisi rembesan, seperti contoh di bawah:
a) Endapan tanah alluvial selalu bersifat berlapis-lapis (stratified) sampai
kedalaman tertentu, dan bahkan fondasi pasir yang kelihatannya homogin
mempunyai koefisien permeabilitas arh horisontal beberapa kali lebih besar
dibandingkan permeabilitas vertikal.
b) Koefisien permeabilitas batuan intact (solid) umumnya rendah, tetapi
permeabilitas massa batuan yang sama dapat lebih tinggi, karena
permeabilitas batuan massa dikontrol oleh diskontinyuitas massa, seperti
bedding plane, kekar, sesar dan zona geser (shear zone).
c) Permeabilitas massa batuan yang mudah larut dapat berubah dengan cepat
dengan waktu, karena terjadinya larutan aktif akibat rembesan yang sedang
berlangsung atau akibat rembesan yang menggerus material pengisi yang
lunak yang biasanya terdapat di dalam alur pelarut yang ada.
d) Timbunan yang kelihatannya homogin mempunyai permeabilitas arah
horisontal yang besarnya antara 4 – 9 kali permeabilitas vertical, karena
timbunan dipadatkan lapis demi lapis arah horisontal.
e) Permeabilitas diasumsikan tidak menimbulkan masalah yang potensial,
karena massa timbunan tahan terhadap retakan dan erosi internal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas pada analisis rembesan


bendungan, adalah sebagai berikut :
a) Derajat penjenuhan media porous,
b) Ukuran butir dan bentuknya (bundar atau bersudut),
c) Berat si tanah,

Analisis Rembesan 29
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

d) Pengaturan butiran atau struktur; termasuk stratifikasi, floculated structure


dalam lempung, lanau dan pasir halus yang porous, collapsible soil seperti
loess,
e) Gradasi ukuran butir; pasir atau kerikil bergradasi buruk (seragam) jauh
lebih pervious dibandingkan yang bergradasi baik pada ukuran D 50 yang
sama. Banyak dan jenis butiran halus (lulus saringan no.200) sangat
mempengaruhi permeabilitasnya. Suatu persentase kecil butiran halus
dapat membuat pasir dan kerikil yang bergradasi baik menjadi kedap air
secara efektif.

Model komputer digunakan untuk menyelesaikan persamaan Laplace untuk


aliran yang kompleks. Dua metoda utama dari model numerik tersebut adalah
fine difference dan finite element method. Keduanya dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah rembesan 2-D dan 3-D. Masalah rembesan yang
sederhana dapat diselesaikan dengan menggunakan tangan/manual, tetapi
masalah yang lebih rumit dapat diselesaikan dengan bantuan komputer. Kedua
cara di atas menggunakan sistim grid untuk membagi-bagi daerah aliran ke
dalam elemen terpisah (discrete element). Elemen yang saling berpotongan
disebut node.

Pada sistim lain, suatu seri persamaan aljabar digunakan untuk menyelesaikan
persamaan Laplace. Pada FEM, bila grid terdiri dari N elemen, terdapat N
persamaan dengan N yang tak diketahui yang harus diselesaikan. Keuntungan
dari cara numerik ini adalah :
a) Masalah rembesan 2-D dan 3-D, termasuk perlapisan dan sifat stratifikasi
dan kantung-kantung material dapat dimodelkan.
b) Pada zona dimana gradien rembesan atau kecepatannya tinggi, dapat
dimodel lebih teliti dengan menggunakan berbagai ukuran elemen.
c) Tidak diperlukan transformasi dimensi atau properti.
d) Hasil dapat dicetak dalam digital untuk memudahkan plotting flownet.
e) Berbagai program mempunyai opsi-opsi dan kapasitas untuk perhitungan
gaya-gaya rembesan dan mengatasi aliran transient dan ketergantungan
waktu serta berbagai penjenuhan.

Analisis Rembesan 30
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Persamaan Laplace 3-D ditunjukkan oleh persamaan di bawah.

δ2h + δ2h + δ2h = 0 ................................................................................... (3.13)


δx2 δy2 δz2

Metoda iterasi diperlukan untuk menyelesaikan persamaan diferensial parsial


untuk aliran 3-D. Penyelesaian numerik sering dilakukan dengan menggunakan
Finite Different atau Finite Element Method 2-D dan 3-D. Metoda ini
memerlukan program komputer yang canggih dan memerlukan ahli teknik yang
mempunai pengalaman cukup. Kebanyakan masalah-masalah rembesan pada
suatu bendungan dapat diselesaikan menggunakan analisis 2-D, kadang-
kadang dengan flownet yang digambar dengan tangan. Namun, untuk masalah
rembesan yang kompleks memerlukan analisis 3-D.

3.4 Aliran Melalui Rekahan (Fracture Flow)


Permeabilitas Darcy tidak berlaku untuk aliran air melalui rekahan terbuka,
kekar-kekar, atau retakan lain dalam batuan atau tanah. Melakukan evaluasi
aliran melalui rekahan adalah cukup kompleks, karena aliran tergantung dari
bentuk geometri rekahan, kekasaran rekahan, isi rekahan dan ukuran
bukaannya. Jadi, masalah rekahan tersebut memerlukan penyelidikan yang
intensif untuk solusinya. Penyederhanaan masalah sering digunakan, termasuk
penyederhanaan masalah supaya hukum Darcy berlaku dengan menggunakan
suatu ”bulk” konduktivitas hidraulis (bulk hydraulic conductivity) untuk massa
batuan yang banyak mengandung rekahan.

Aliran melalui rekahan tanah akan mengakibatkan terjadinya erosi internal.


Melakukan evaluasi terhadap potensi erosi internal sering dilakukan
berdasarkan pengalaman/empiris, karena model matematis belum tersedia
serta masalah dalam memodelkan karakter dari rekahan itu sendiri. Evaluasi
sering mempertimbangkan apakah perbaikan yang didesain dan dilaksanakan
berdasarkan asumsi bahwa erosi internal benar-benar akan menimbulkan
masalah.

Analisis Rembesan 31
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Aliran rekahan dapat menjadi pola yang dominan dari rembesan melalui fondasi
dan tumpuan yang berupa batuan. Hal tersebut juga merupakan suatu pola
utama dari transportasi aliran terhada erosi inernal. Hukum Darcy tidak berlaku
untuk aliran melalui suatu rekahan terbuka, seperti yang diturunkan dari aliran
melalui kolom pasir homogin. Meskipun begitu, persamaan Darcy dan Laplace
secara pendekatan berlaku untuk aliran melalui suatu rekahan massa batu
yang seragam, bila volume batuan yang ditinjau adalah rekahan yang seragam
dan dapat dianggap bersifat isotropis. Metoda ini digunakan untuk
menyelesaikan persamaan Laplace dan permeabilitas Darcy yang digunakan
dalam persamaan Darcy yang sensitif terhadap pengaruh skala. Rekahan
bervariasi dari tingkat anisotropis tinggi hingga ke tingkat yang relatif rendah,
tergantung dari ukuran dan skala volume batuan yang ditinjau serta spasi dari
rekahan yang berhubungan. Dengan alasan tersebut, analisis masalah aliran
melalui rekahan harus dilakukan oleh seorang ahli yang berpengalaman.

Dalam bentuk yang sederhana, aliran rekahan dapat didekati sebagai aliran
melalui bidang lempeng yang paralel. Penelitian aliran melalui lempeng paralel
tersebut menghasilkan suatu persamaan untuk menentukan konduktivitas
hidraulis dari suatu rekahan. Konduktivitas hidraulis dari suatu rekahan (k f)
adalah sebagai berikut :

Kf = ρ g a2 ...........................................................................................................(3.14)
12f μ

Dimana :
a = ukuran rekahan
μ = kekentalan cairan
f = faktor kekasaran rekahan (friksi)
ρ = kerapatan cairan
g = gravitasi

Debit aliran yang melalui rekahan (Q) adalah tergantung dari gradien hidraulis,
konduktivitas rekahan dan luas penampang bagian yang tegak lurus aliran yang
ditunjukkan oleh persamaan berikut di bawah :

Analisis Rembesan 32
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Q = VA .............................................................................................. (3.15)

Dimana :
V = kfi ( v adalah kecepatan aliran dan i adalah gradien hidarulik)
A = La ( L adalah panjang rekahan, a adalah lebar dan A luas penampang
rekahan).

Dalam dimensi metrik (m3), persamaan tersebut menjadi :

Q = ρ g i L a3 .............................................................................................(3.16)
12f μ
Kekasaran permukaan kekar dan sinusitis alur kekar akan mempengaruhi aliran.
Bukaan kekar ketika dibebani oleh tekanan hidrostatis akan menambah debit
aliran yang melalui kekar-kekar. Bentuk geometri kekar dan pengaruh turbulen
akibat aliran yang terpusat akan mengurangi aliran melalui suatu jaringan kekar.
Variasi di dalam material yang mengisi kekar juga dapat mengurangi aliran.
Kekar-kekar tidak tersebar dalam luas yang tak terbatas dan biasanya
mempunyai lebar yang bervariasi.

Pada saat ini ada dua metoda yang digunakan untuk menyederhanakan
masalah aliran melalui rekahan, yakni analisis pemisahan (discrete analysis)
dan metoda media homogin (equivalent homogeneous medium). Analisis
discrete digunakan bila kondisi lapangan memungkinkan untuk
menyederhanakan karakter dari sistim kekar. Persamaan aliran melalui rekahan
dapat digunakan dengan mengakomodasi pengaruh kekar-kekar yang saling
memotong, kekasaran kekar dan jaringan geometrinya. Beberapa program
model aliran melalui rekahan yang tersedia di pasar dapat digunakan untuk
memecahkan masalah aliran discrete ini.

Bila jaringan rekahan terlalu kompleks dan luas untuk dijadikan model discrete,
hal tersebut dapat disederhanakan sebagai aliran ekivalen melalui media porus
yang homogin. Jadi, pengujian pemompaan (large-scale pumping test) harus

Analisis Rembesan 33
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

digunakan untuk menentukan parameter konduktivitas hidraulis rata-rata yang


mewakili rekahan massa batuan yang luas Persamaan standar untuk aliran
melalui media porous homogin dapat digunakan untuk menyelesaikan masalah
rembesan tersebut. Hal ini adalah merupakan suatu asumsi yang digunakan
pada rekahan batuan yang seragam pada desain yang mengandung factor-
faktor ketidak tentuan yang tinggi.

3.5 Aliran Tidak Jenuh


Aliran air melalui suatu media porous (tanah) yang tidak jenuh telah diteliti
dengan menggunakan persamaan-persamaan yang berbeda, termasuk
persamaan Green-Ampt dan lain-lainnya. Aliran tak jenuh tidak sering
menimbulkan masalah yang mempengaruhi keamanan bendungan. Informasi
lebih jauh mengenai masalah ini diuraikan dalam buku-buku rujukan, antara lain
“Dynamics of fluids in porous media” oleh Jacob Bear, “Groundwater” oleh
Freeze and Cherry, “Groundwater Hidrology” oleh Bouwer, dan lain-lainnya.

3.6 Informasi, Data dan Kondisi Batas


Validitas dan kualitas dari analisis rembesan tergantung dari informasi yang
tersedia sebagai masukan ke dalam analisis, antara lain meliputi :
a) Lokasi batasan dan alur aliran,
b) Jenis aliraan,
c) Permeabilitas dari berbagai material yang dlalui aliran rembesan.

Masalah-masalah rembesan timbul, karena informasi yang tersedia saat tahap


desain dan konstruksi bendungan sering tidak mencukupi untuk memprediksi
rembesan. Untuk itu, diperlukan pengamatan lapangan pasca konstruksi
sebagai tambahan informasi dalam mengatasi masalah rembesan yang timbul.

Kondisi batas (boundary conditions) ini menentukan batas dan kondisi aliran
dari penampang yang dianalisis. Daerah batas mencakup lapisan fondasi
kedap air (tidak terjadi rembesan), bidang masuknya aliran dan bidang keluaran

Analisis Rembesan 34
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

rembesan, termasuk penentuan rembesan bersifat tetap atau sementara


(transient).

Kondisi dan lokasi daerah batas tersebut ditentukan oleh :


a) Investigasi lapangan dan geologi lapangan,
b) Asumsi berdasarkan ”engineering judgment”,
c) Kondisi yang diingikan desain dan jenis struktur,
d) Geometri bendungan.

Dalam banyak kasus, diperlukan simplifikasi asumsi untuk menentukan kondisi


batas. Beberapa kondisi batas tersebut dapat dilihat pada gambar di bawah.

Analisis Rembesan 35
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Gambar 3.6 Kondisi-kondiasi batas


Bidang kontak antara media pervious yang jenuh dengan material di dekatnya
berupa tanah atau beton yang mempunyai koefisien permeabilitas rendah
dianggap sebagai kondisi batas yang kedap air dan diasumsikan bahwa aliran
rembesan tidak dapat menembus lapisan ini, sehingga aliran yang melalui
lapisan yang porous di dekatnya adalah sejajar dengan daerah batas tersebut.

Analisis Rembesan 36
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Garis-garis AB dan 1-8 pada gambar 3.6A di atas adalah merupakan daerah
batas.

Garis-garis yang menentukan dimana air masuk atau keluar dari massa yang
porous disebut sebagai daerah pemasukan (entrance) dan daerah keluaran
(exit). Di sepanjang garis-garis ini (garis-garis 0-1 dan 8-G di Gambar 3.6A
serta garis-garis AD dan BE di Gambar 3.6B adalah merupakan garis-garis
potensial (mempunyai level pisometrik yang sama). Aliran tegak lurus bidang
pemasukan atau keluaran.

Massa pervious yang jenuh juga mempunyai suatu daerah kondisi batas yang
berhubungan dengan atmosfir dan air keluar di sepanjang bidang tersebut,
seperti garis GE di Gambar 3.6B. Tekanan di sepanjang bidang ini adalah sama
dengan tekanan atmosfir. Bidang ini disebut muka aliran atau bidang rembesan.

Garis DG pada Gambar 3.6B adalah garis yang terletak di antara massa
pervious dimana air pada tekanan atmosfir. Garis ini disebut sebagai garis
freatik atau permukaan bebas (free surface). Material di bawah garis freatik
adalah dalam kondisi jenuh. Diasumsikan bahwa tidak ada aliran yang
memotong permukaan freatik, jadi aliran dalam massa porous di dekatnya
sejajar dengan garis freatik. Pada daerah batas kedap air serta pemasukan
dan keluaran, lokasi muka fraetik tidak diketahui, sampai distribusi aliran di
dalam hassa pervious diketahui.

Gambar 3.6 di atas juga menunjukkan 2 kasus umum rembesan, yakni aliran
bebas (confined flow) Gambar 3.6A terjadi di dalam suatu massa pervious
jenuh di bawah suatu bendungan beton yang tidak mempunyai gais freatik.
Aliran tertekan (unconfined flow) Gambar 3.6B terjadi bila massa tanah
pervious mempunyai suatu garis freatik. Aliran bebas mempunyai semua
daerah batas yang pasti. Pada aliran tertekan, permukaan rembesan dan garis
freatik harus ditentukan dengan analisis (atau dari pengamatan lapangan).

Analisis Rembesan 37
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Seperti dijelaskan, hukum Darcy dan koefisien permeabilitas Darcy (k) hanya
berlaku untuk aliran laminer melalui media tanah yang porous. Untuk kerikil
berbutir kasar dan batu yang mempunyai alur aliran yang besar, aliran akan
bersifat turbulen, kecepatan aliran tidak proporsional dengan gradien hidraulis
dan hukum Darcy tidak berlaku. Masalah aliran turbulen ini dibahas lebih rinci
dalam buku rujukan Cedergren’s Seepage, Drainage and Flownets and the US
Army Corps of Engineers Manual Seepage Analysis and Control for Dams.

Tanah yang akan dianalisis adalah bersifat homogin, sehingga tanah yang
berlapis-lapis (stratification) atau batuan yang mengalami perubahan geologi
akan berpengaruh terhadap kondisi rembesan, seperti contoh di bawah:
a) Endapan tanah alluvial selalu bersifat berlapis-lapis (stratified) sampai
kedalaman tertentu dan bahkan fondasi pasir yang kelihatannya homogin
mempunyai koefisien permeabilitas arah horisontal beberapa kali lebih
besar dibandingkan permeabilitas vertikal.
b) Koefisien permeabilitas batuan intact (solid) umumnya rendah, tetapi
permeabilitas massa batuan yang sama dapat lebih tinggi, karena
permeabilitas batuan massa dikontrol oleh diskontinyuitas massa, seperti
bedding plane, kekar, sesar dan zona geser (shear zone).
c) Permeabilitas massa batuan yang mudah larut dapat berubah dengan cepat
dengan waktu, karena terjadinya larutan aktif akibat rembesan yang sedang
berlangsung atau akibat rembesan yang menggerus material pengisi yang
lunak yang biasanya terdapat di dalam alur pelarut yang ada.
d) Timbunan yang kelihatannya homogin mempunyai permeabilitas arah
horisontal yang besarnya antara 4 – 9 kali permeabilitas vertikal, karena
timbunan dipadatkan lapis demi lapis arah horisontal.
e) Permeabilitas diasumsikan tidak menimbulkan masalah yang potensial,
karena massa timbunan tahan terhadap retakan dan erosi internal.

Faktor-faktor yang mempengaruhi permeabilitas pada analisis rembesan


bendungan, adalah sebagai berikut :
a) Derajat penjenuhan media porous,

Analisis Rembesan 38
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

b) Ukuran butir dan bentuknya (bundar atau bersudut),


c) Berat si tanah,
d) Pengaturan butiran atau struktur; termasuk stratifikasi, floculated structure
dalam lempung, lanau dan pasir halus yang porous, collapsible soil seperti
loess,
e) Gradasi ukuran butir; pasir atau kerikil bergradasi buruk (seragam) jauh
lebih pervious dibandingkan yang bergradasi baik pada ukuran D 50 yang
sama. Banyak dan jenis butiran halus (lulus saringan no.200) sangat
mempengaruhi permeabilitasnya. Suatu persentase kecil butiran halus
dapat membuat pasir dan kerikil yang bergradasi baik menjadi kedap air
secara efektif.

Ada beberapa metoda untuk menentukan permeabilitas yang diklasifikasikan


sebagai metoda empiris, laboratorium dan metoda lapangan.

Metoda tidak langsung sering digunakan untuk analisis awal, bila data lapangan
cukup teliti. Metoda ini berdasarkan korelasi antara pereabilitas dan ukuran
butiran yang dikenalkan oleh Hanzen untuk pasir filter yang seragam dan
bersih :

k = 100(D10)2 ........................................................................................ (3.17)

dimana k dalam cm/s dan D10 adalah ukuran bukaan dalam cm dimana 10%
lolos saringan. Contoh lain adalah persamanan permeabilitas oleh NRCS untuk
pasir dan kerikil yang relative bersih :

k = 992(D15)2 .........................................................................................(3.18)

dimana k dalam ft/hari dan D15 adalah ukuran bukaan dalam cm dimana 15%
lolos saringan.

Analisis Rembesan 39
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

3.7 Metoda Analisis


3.7.1 Umum
Penyelesaian terhadap kondisi aliran langgeng (steady seepage) dan aliran
laminer dapat diselesaikan berdasarkan persamaan Laplace dan Darcy.
Beberapa cara telah dikembangkan untuk menyelesaikan persamaan-
persamaan tersebut untuk berbagai kasus rembesan yang diringkas di bawah.

Gambar 3.7 Berbagai metoda analisis rembesan (seepage)

Penyelesaian matematis persamaan Laplace telah lama dilakukan dan


disederhanakan untuk aliran ke dalam sumuran (well) dari sumber yang radial.
Ada berbagai pendekatan dengan menggunakan variabel yang kompleks,
berbagai transformasi dan teknik pemetaan, cara fragmentasi, dll sebagai
penyelesaian masalah yang bervariasi. Pada umumnya, cara-cara tersebut
cukup kompleks. Namun, banyak masalah dan solusinya telah dibuatkan
berupa plot dan grafik, bila ada, yang dapat menemukan solusinya dengan
cepat.

3.7.2 Penyelesaian Numerik dengan Komputer


Model komputer digunakan untuk menyelesaikan persamaan Laplace untuk
aliran yang kompleks. Dua metoda utama dari model numerik tersebut adalah
finite difference dan finite element method. Keduanya dapat digunakan untuk
menyelesaikan masalah rembesan 2-D dan 3-D. Masalah rembesan yang

Analisis Rembesan 40
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

sederhana dapat diselesaikan dengan menggunakan tangan/manual, tetapi


masalah yang lebih rumit dapat diselesaikan dengan bantuan komputer. Kedua
cara di atas menggunakan sistim grid untuk membagi-bagi daerah aliran ke
dalam elemen terpisah (discrete element). Elemen yang saling berpotongan
disebut node.

Pada sistim lain, suatu seri persamaan aljabar digunakan untuk menyelesaikan
persamaan Laplace. Pada FEM, bila grid terdiri dari N elemen, terdapat N
persamaan denag N yang tak diketahui yang harus diselesaikan. Keuntungan
dari cara numerik ini adalah :
f) Masalah rembesan 2-D dan 3-D, termasuk perlapisan dan sifat stratifikasi
dan kantung-kantung material dapat dimodelkan.
g) Pada zona dimana gradien rembesan atau kecepatannya tinggi, dapat
dimodel lebih teliti dengan menggunakan berbagai ukuran elemen.
h) Tidak diperlukan transformasi dimensi atau properti.
i) Hasil dapat dicetak dalam digital untuk memudahkan plotting flownet.
j) Berbagai program mempunyai opsi-opsi dan kapasitas untuk perhitungan
gaya-gaya rembesan dan mengatasi aliran transient dan ketergantungan
waktu serta berbagai penjenuhan.

Penggunaan metoda numerikal komputer dapat mempercepat perhitungan dan


saat ini banyak digunakan di banyak negara. Validitas hasil komputer
tergantung dari ketelitian dan kualitas data masukan dan pengetahuan dari
pengguna komputer sendiri. Model numerikal harus dikalibrasi terhadap kondisi
lapangan untuk memastikan sesuai dengan kondisi aktual lapangan. Saat
proses kalibrasi, parameter permeabilitas diperlukan untuk memperoleh hasil
yang sesuai dengan kondisi lapangan. Pengaturan nilai permeabilitas ini harus
reasonable atau model akan salah. Pemeriksaan lain terhadap ketelitian model
adalah dengan keseimbangan massa (mass balance), yakni massa aliran
dalam kondisi batas model versus aliran keluar.

Analisis Rembesan 41
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

BAB IV
REMBESAN MELALUI BENDUNGAN

4.1 Garis Freatik dan Flownet


Jaringan aliran untuk bendungan tanah yang fondasinya berupa tanah yang
kedap air dapat digambarkan mengikuti prosedur yang telah dibicarakan
terdahulu, hanya saja haruslah diperhatikan beberapa hal sebagai berikut :

Gambar 4.1 Jaringan Aliran Pada Bendungan Yang Homogen

1 . Dinding bendungan yang berbatasan dengan air merupakan garis


ekipotential batas (garis AD).
2. Dasar tempat bendungan tanah yang diletakan di atas tanah yang kedap
air merupakan garis aliran batas (garis DC).
3 . Garis AB merupakan garis aliran paling atas, disebut juga garis pheratic.
Rembesan pada bendungan terjadi di bawah garis ini. Garis ini juga
merupakan batas daerah yang jenuh dan yang kering. Bentuk garis
pheratic berbeda - beda sehubungan dengan ada atau tidaknya filter, dan
letaknya filter tersebut.

Gambar di bawah ini, menunjukkan bentuk lain dari penampang melintang


bendungan tanah beserta garis freatiknya.

Analisis Rembesan 42
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Gambar 4.2 Bermacam-macam garis freatik pada bendungan urugan tanah

Penggambaran garis freatik dapat dilakukan menurut Casagrande, yakni garis


freatik adalah berbentuk parabola, seperti digambarkan di bawah.

Analisis Rembesan 43
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Gambar 4.3 Penentuan Titik Fokus dan Direktris Untuk Pembuatan Garis
Preatik

Sesuai gambar di atas dapat dilihat karakteristik dasar dari parabola. Setiap titik
pada parabola mempunyai jarak yang sama ke titik focus F dan ke garis
direktriks CE, AF = AB, DF = DC.

Titik O merupakan titik sumbu koordinat x y


DC = p/2 + x
(FD)2 = y2 + (x - p/2)2
Karena DF = DC, maka :
(p/2 + x)2 = y2 + (x - p/2)2
y 2 = 2px, dimana 2p merupakan parameter dari parabola.

1) Cara menggambarkan garis pheratic pada bendungan tanah dengan


filter horizontal menurut metoda Casagrande
Prosedur penggambaran adalah sebagai berikut :
a) Ambil CS = 1/3 HS
b) Titik fokus (titik F) diasumsikan sebagai bagian ujung dari filter.
c) Dari titik G sebagai pusat lingkaran dibuat busur lingkaran dengan radius
= GF yang memotong perpanjangan garis HS di I. Diperoleh GF = GT
(sifat parabola).

Analisis Rembesan 44
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Gambar 4.4 Penggambaran Garis Preatik Pada Suatu Bendungan Tanah


Homogen

d) Garis vertilcal melalui I merupakan garis direktriks (garis EI).


e) Titik 0 tengah-tengahnya F dan E. Titik 0 dan G terletak pada parabola.
f) Tentukan beberapa titik bantu lainnya dengan mengingat sifat parabola
yaitu jarak setiap titik ke focus dan ke garis bisektris adalah sama.
Caranya sebagai berikut :
- Ambil sembarang titik N pada dasar bendungan dan tarik garis
vertikal melalui N.
- Busur lingkaran yang dibuat dari titik F dengan radius = NE
memotong garis vertikal melalui N di L. LF = NE = LM, berarti L
terletak pada parabola.
- AB garis ekipotential batas, garis pheratic sebagai garis aliran batas
harus memotong garis ekipotential batas tegak lurus di titik S.

Dengan mempergunakan garis freatik dan garis batas lainnya, jaringan aliran
dapat diselesaikan dan debit rembesan dapat dihitung.

Untuk sudut kemiringan lereng () < 30º , dapat digunakan cara Saffernak &
Iterson, seperti di bawah:
a) Tarik garis vertikal melalui titik B dan memotong garis perpanjangan lereng
hilir di titik 1.
b) Tarik garis horisontal melalui B dan memotong lereng hilir di titik 2.
c) Buat garis semi-lingkaran melalui titik-titik 1 dan D sebagai garis tengahnya.

Analisis Rembesan 45
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

d) Buat garis D-3 = D-2 dengan melingkarkan dengan jangka melalui titik D.
e) Buat garis 1-C = 1-3 dengan melingkarkan dengan jangka melalui titik 1.
f) Titik C adalah titik singgung dari parabola BC
g) Buat koreksi dari titik E.

Gambar 4.5 Garis freatis cara Saffernak & Iterson untuk sudut lereng () < 30º

Garis parabola dapat digambar sebagai berikut :


- Dari titik B tarik garis horisontal memotong lereng hilir di titik T.
- Bagi garis BT dan CT menjadi bagian-bagian yang sama (pada contoh
menjadi 3 bagian ang sama), misalnya I, II dan 1, 2 dst.
- Hubungkan titik-titik I, II .... dengan C dan melalui titik-titik 1, 2, ...... dst.

Gambar 4.6 Cara penggambaran parabola

Sedangkan untuk sudut lereng () < 30º dapat digunakan cara menurut
Cassagrande sebagai berikut di bawah.

Analisis Rembesan 46
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Gambar 4.7 Penggambaran garis freatik untuk () < 30º, menurut
Cassagrande
Penggambaran flownet melalui tubuh bendungan dapat dilakukan dengan
menggambarkan garis-garis aliran dan garis-garis ekuipotensial yang tegak
lurus garis aliran dengan cara coba-coba (trial and error) seperti gambar di
bawah.

Gambar 4.8 Flownet tubuh bendungan urugan tanah.

Sedangkan untuk bendungan jenis zonal, flownet pada zona inti adalah seperti
gambar di bawah. Garis AE adalah merupakan permukaan ekuipotensial. Garis
freatik EC di buat seperti yang telah dijelaskan yang merupakan batas atas dari
flownet. Di sepanjang garis freatik ini tekanan pori adalah sama dengan
tekanan atmosfir dan sebagai garis equipressure. Potential drops di sepanjang
garis ini adalah hanya diakibatkan oleh turunnya posisi tinggi tekanan (head).
Potential drop Δh dari garis ekuipotensial adalah sama. Garis-garis
ekuipotensial tersebut akan memotong garis freatik dengan Potential drop Δh
yang sama.

Analisis Rembesan 47
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Gambar 4.9 Flownet pada zona inti bendungan tipe zonal

Pada lapisan tanah isotropis yang koefisien permeabilitasnya berbeda, garis


aliran dari flownet akan berbelok/menyimpang. Seperti ditunjukkan pada
gambar dibawah, garis aliran akan menyimpang pada garis batas perbedaan
permeabilitas, proporsional dengan rasio k1/k2 = c/b = tan ß/tan  , dimana k1 <
k2.

Gambar 4.10 Penyimpangan garis aliran, karena perbedaan permeabilitas

Di bawah adalah gambar flownet melalui tubuh bendungan urugan tanah


homogin dan melalui tubuh dan fondasi bendungan yang berlapis-lapis yang
mempunyai permeabilitas berbeda.

Analisis Rembesan 48
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Gambar 4.11 Flownet melalui tubuh bendungan isotropis dan fondasi kedap air
(atas) dan melalui bendungan dan fondasi yang berlapis (bawah)

Sedangkan untuk flownet melalui fondasi bendungan yang porous dengan


berbagai perbaikan fondasinya ditunjukkan seperti gambar di bawah.

Analisis Rembesan 49
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Gambar 4.12 Pengaruh perbaikan fondasi terhadap konfigurasi flownet


Dari gambar di atas, bila tanpa dilakukan perbaikan fondasi (a), debit rembesan
dapat dihitung, yakni sebesar Q = k h (Nf/Nd). Bila dilakukan perbaikan fondasi
dengan memasang clay blanket di bagian hulu (b), Nd akan bertambah dan
debit rembesan melalui fondasi akan berkurang. Demikian juga bila dilakukan
perbaikan dengan partial cutoff yang dipasang vertikal (c), Nd juga akan
bertambah dan debit rembesan yang keluar dari kaki bendungan juga akan
berkurang. Dari uraian diatas, jelas bahwa perbaikan fondasi yang dilakukan
adalah untuk mengurangi debit rembesan yang keluar sekaligus juga
memperkecil exit gradient.

2) Garis freatik untuk beberapa bentuk kaki drainasi


Bentuk akhir dari parabola sebagai garis freatik harus dimodifikasi sesuai

Analisis Rembesan 50
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

dengan kondisi akhir pengaliran yang tersedia.

Gambar di bawah menunjukkan beberapa konfigurasi yang mungkin ditemui.


Titik fokus F adalah perpotongan antara garis aliran batas bawah dengan mulut
pengaliran. Sudut adalan sudut antara mulut pengaliran dan garis horizontal,
diukur searah dengan jarum jam. a = jarak pergeseran dari parabola ke garis
freatik (RS). a= jarak dari titik pergeseran R ke fokus F. Casagrande
memberikan korelasi antara dan a/(a + a) seperti pada Gambar 4.13e.

Gambar 4.13 Beberapa Konfigurasi Garis Freatik

Cara menggambarnya adalah sebagai berikut :


1. Tentukan titik fokus F
2. Tentukan titik G = 0,3 HB
3 . Gambarkan titik I dan garis direktriks.

Analisis Rembesan 51
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

4. Tentukan titik 0.
5. Gambarkan parabola.
6. Ukur a + a dan sudut
7. Tentukan a dengan mempergunakan gambar 21e.
8 . Tentukan titik R.
9 . Gambarkan pergeser parabola ke titik R

4.2 Flownet pada Tanah Anisotropis


Penggambaran jaringan aliran pada bagian sebelum ini dengan
mengasumsikan bahwa tanah tersebut adalah tanah isotropis, sedangkan di
lapangan seringkali dijumpai tanah yang anisotropis.

Untuk tanah anisotropis, kx  kz.


Prosedur penggambaran jaringan alirannya adalah sebagai berikut :
1. Tentukan skala vertikal untuk menggambarkan penampang melintang
bangunan (skala sumbu z).
2. Tentukan skala horizontal = k z / k x x skala vertikal.

3. Gambarkan jaringan aliran dengan skala seperti no. 2 di atas.


Nf
4. Besarnya q  k x .k z h
Nd

Analisis Rembesan 52
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Gambar 4.14 Flownet pada bendungan yang isotropis (atas) dan anisotropis
(bawah)

Hukum Darcy juga digunakan untuk mengatasi masalah-masalah rembesan


dan drainase pada bendungan urugan. Contoh adalah menentukan
permeabilitas yang diperlukan atau penentuan drainase miring atau horisontal
dari suatu bendungan.

Beberapa contoh garis freatik melalui tubuh bendungan urugan tanah dengan
berbagai drainasi kaki, adalah seperti gambar-gambar di bawah.

Analisis Rembesan 53
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Gambar 4.15 Garis freatik melalui tubuh bendungan dengan berbagai drainasi
kaki.

Analisis Rembesan 54
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Gambar 4.16 Desain chimney drain menggunakan hukum Darcy

4.3 Analisis Keamanan terhadap Piping


Rembesan melalui tubuh bendungan, fondasi, tumpuan, dan tepian/bukit
sekeliling waduk harus terkendali, tidak boleh terjadi: gaya angkat (uplift) yang
berlebihan, ketidak stabilan, longsoran, aliran buluh, terhanyutnya material
karena pelarutan, atau erosi internal /material terbawa aliran rembesan melalui
rekahan, kekar dan rongga.

Tebing/dinding sekeliling waduk harus stabil pada segala kondisi operasi


(severe operation), tidak boleh terjadi ketidak stabilan pada dinding sekeliling
waduk yang tipis, atau saat waduk terisi kemungkinan terjadinya longsoran
besar yang masuk ke waduk sehingga memicu timbulnya gelombang besar
yang dapat mengakibatkan luapan air waduk.

Keamanan bendungan urugan tanah terhadap piping dapat dihitung


berdasarkan rumus di bawah :

FK  c  4 ..........(4.1) dan I    Gs  1
I '
............................. (4.2)
c
Ie  w 1 e

Analisis Rembesan 55
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

dengan :
FK : faktor keamanan (tanpa dimensi);
Ic : gradien keluaran kritis (tanpa dimensi);
Ie : gradien keluaran dari hasil analisis rembesan atau pembacaan
instrumen pisometer (tanpa dimensi);
’ : berat isi efektif (terendam) (t/m3);
w : berat isi air (t/m3);
Gs : berat spesifik (tanpa dimensi);
e : angka pori (tanpa dimensi);

4.4 Rembesan Melalui Fondasi Pelimpah


4.4.1 Teori Bligh dan Lane
Rembesan melalui fondasi bangunan pelimpah dapat dihitung dengan Bligh
atau Lane (weighted creep ratio), dengan asumsi sebagai berikut :
a) Aliran rembesan melalui bidang kontak antara dasar pelimah dengan
fondasi.
b) Kehilangan tekanan proporsional dengan dengan jarak creep.
c) Pada teori Lane (lebih maju dibandingkan Bligh) dilakukan koreksi panjang
vertikal creep (Lw) = 1/3 N + V, dimana N adalah jumlah panjang kontak
horisontal dan panjang bagian yang miring < 45º dan V adalah jumlah
panjang vertikal ditambah panjang bidang yang miring > 45º.

Untuk keamanan terhadap piping, Lw tidak boleh kurang dari C dikalikan H,


dimana C atau creep coefficient adalah suatu koefisien empiris yang tergantung
dari jenis tanah dan H adalah beda tinggi tekanan air antara air di hulu dan di
hilir. Tabel di bawah adalah creep coeficient menurut Lane.

Analisis Rembesan 56
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Tabel 4.1 Creep coefficient (C) menurut Lane


No Jenis material C
1 Pasir sangat halus atau lanau 8,5
2 Pasir halus 7,0
3 Pasir kasar 5,0
4 Kerikil dan pasir 3,0 – 3,5
5 Boulder, kerikil dan pasir 2,5 – 3,0
6 Tanah lempungan 1,6 – 3,0

Contoh :

H = 6m

12 m

10 m 20 m

Menurut Lane :
Lw = 1/3 (10 + 20) + (2 x 12) = 34 m
Beda tinggi tekanan, H = 6 m
C = Lw/H = 34/6 = 5,67
Berdasarkan tabel di atas, kondisi di atas masih aman bila fondasi berupa pasir
kasar, namun sebaliknya bila fondasi berupa pasir halus dan lanau.

Dari uraian di atas jelas, bahwa untuk mengurangi masalah rembesan/piping,


cara perbaikan fondasi dengan dinding vertikal (cutoff, sheet piles, diafragma,
dll) adalah lebih efektif dibandingkan dengan cara memperpanjang aliran arah
horisontal.

Bila lapisan tanah berupa lapisan tanah berbutir kasar yang homogin, analisis
rembesan dapat dilakukan dengan menggunakan teori flownet.

Analisis Rembesan 57
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

4.4.2 Flownet
Seperti dijelaskan di atas, analisis rembesan melalui fondasi bangunan
pelimpah atau sejenisnya dapat dilakukan dengan flownet, dengan asumsi :
a) Lapisan berupa tanah granular yang homogin.
b) Aliran laminer, sehingga berlaku hukum Darcy.

hL

datum
pelimpah
TH = hL TH = 0

soil

impervious strata
Gambar 4.17 Aliran melalui fondasi pelimpah
Seperti halnya pada bendungan, untuk menggambarkan flownet harus
memenuhi beberapa persyaratan, yakni garis aliran saling tegak lurus dengan
garis ekipotensial, sehingga diantara garis aliran dan ekipotensial membentuk
mendekati bujur sangkar.

Analisis Rembesan 58
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Debit Rembesan (Q)


Jumlah garis aliran
Nf
Q  khL ….per meter panjang
Nd
Jumlah garis potensial

Beda tinggi air hilir dan hulu

hL

pelimpah

Lapisan kedap
air/impervious

Gambar 4.18 Flownet melalui fondasi pelimpah

Dari flownet tersebut dapat dihitung debit rembesan yang melalui fondasi (Q)
seperti gambar di atas. Disamping itu, dapat juga dihitung tekanan air
pori/tekanan angkat pada setiap titik di dalam flownet.
Tinggi Tekanan Pada Titik X
Total head = hL - # of drops from upstream x h
hL

Elevation head = -z
Pressure head = Total head – Elevation head Nd

TH = hL hL
datum
pelimpah TH = 0

h X

impervious strata

Gambar 4.19 Tekanan air pori di titik X.

Gambar di atas adalah cara menghitung tekanan air pori di titik X berdasarkan
flownet. Dari gambar, takanan air pori yang bekerja di titik X, Ux, adalah :

Analisis Rembesan 59
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Total head, P = hL – elevation head = hL - jumlah garis aliran (Nf) xΔh


Ux = P-(-z) = P + z (m)
Piping in Granular Soils
Bila iexit melebihi hidraulik kritis (ic), butiran tanah di
bagian keluaran akan terbawa/tererosi. Bila hal ini
dibiarkan, hal tersebut dapat menyebabkan terjadinya
―pipa‖ yang berkembang ke bagian hulu. Kejadian ini
disebut sebagai ―piping‖.

hL
datum
pelimpah

Terbentuknya pipa

soil
Lapisan impervious

Gambar 4.20 Terjadinya ”piping”


Faktor keamanan (FK) terhadap piping dapat diperoleh dari persamaan di
bawah.

i
FK piping  c
iexit
Dimana :
Ic = exit gradient kritis, tergantung butiran tanah = (1-n)(Gs – 1).
Iexit = exit gradient hasil perhitungan.

Untuk tanah pasiran, FK tidak boleh kurang dari 4.

Bila Berat jenis tanah, Gs = 2,65 dan rata-rata porositas tanah, n = 0,40 , maka
critical exit gradient, ic = (1-0,40)(2,65-1) atau ic = 0,99 mendekati 1.

Analisis Rembesan 60
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

BAB V
IMPLEMENTASI ANALISIS REMBESAN

5.1 Penggunaan Metoda Analisis


Beberapa pertimbangan umum dalam hal memilih metoda analisis, adalah :
a) Masalah penting dari sejarah bendungan yang harus dipertimbangkan.
b) Seberapa kompleks masalah yang dihadapi.
c) Informasi yang tersedia.
d) Informasi lain yang diperlukan dan pengaruh beayanya.
e) Pentingnya masalah atau waktu yang diperlukan untuk analisis rinci.
Tabel di bawah adalah contoh petunjuk penggunaan beberapa metoda analisis
rembesan.
Tabel 5.1 Petunjuk penggunaan beberapa metoda analisis rembesan.

Situasi Investigasi Tipikal Metoda Analisis


Timbunan homogin, fondasi Muka air freatik, tekanan Cassagrande grafis atau
kedap air, kondisi steady 2-D air pori, gaya rembesan flownet
(stabilitas)

Timbunan zonal, fondasi Muka air freatik, tekanan Flownet or numerical model
kedap air, kondisi steady 2-D air pori, gaya rembesan
(stabilitas)
Timbunan homogin, fondasi Muka air freatik, tekanan
porius seragam, kondisi air pori, gaya rembesan Flownet
steady 2-D (stabilitas)

Gradien keluaran, debit Metoda fragment (Lampiran


rembesan B,)

Alternatif kontrol Model numerik


rembesan, variasi sifat
material

Analisis Rembesan 61
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Timbunan zonal, fondasi Sama dengan di atas Model numerik


porous, kondisi steady 2-D

Melibatkan relief wells, Muka air freatik, tekanan Model numerik


fondasi heterogin, kuasi 3-D, air pori, gradient
kondisi steady keluaran, debit
rembesan, alternative
control rembesan,
variasi sifat material,
spasi relief well dan
aliran

Melibatkan relief wells, Spasi relief wells, Persamaan di Lampiran B


fondasi seragam, kuasi 3-D, pengurangan tekanan
kondisi steady dan aliran

Tumpuan pervious, Kondisi Muka air freatik, debit Flownet


steady 3-D rembesan

Fondasi dan tumpuan Muka air freatik, debit Model numerik


pervious heterogin, kondisi rembesan, gradien
steady 3-D keluaran, material dan
alternatif kontrol
rembesan

Aliran transient 2-D, kondisi Penjenuhan, waktu Flownet transien


batas steady untuk mencapai kondisi
steady

Analisis Rembesan 62
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Situasi 2-D aliran nonsteady, Pengisisan pertama, Model numerik (lihat


zona jenuh/tak jenuh atau siklus banjir, siklus Groundwater modelling,
timbunan homogin, fondasi operasi, kadar air dan Herbert F., Anderson, Mary
heterogin, kondisi batas perubahan tek air pori, P)
transient, kondisi transient pengaruh presipitasi dan
2-D evaporasi

Tidak semua situasi yang timbul di lapangan dicakup oleh tabel di atas.
Diperlukan suatu “engineering judgment” dan advis seorang spesialis, jika
diperlukan. Pada umumnya, metoda analitis digunakan untuk desain. Begitu
bendungan dikonstruksi, pengamatan menjadi sangat penting dan dapat
memberikan informasi penting bila terjadi masalah. Pengamatan lapangan
adalah merupakan kondisi sebenarnya dibandingkan asumsi desain yang
mungkin saja salah. Sebagai konsekuensinya, dalam hal mengatasi masalah
rembesan, pemilihan metoda pengamatan atau metoda analitis harus
berdasarkan masukan-masukan dari hasil pengamatan.

Pada banyak kasus, sangat logis untuk memulai dengan metoda yang paling
sederhana dan murah dan berlanjut ke metoda yang lebih kompleks dan mahal,
namun lebih teliti sesuai dengan masalah yang dihadapi. Dalam analisis
rembesan, ketelitian yang tepat jarang diperoleh dan konsekuensinya
kebanyakan tindak perbaikannya didesain konservatif. Sebagai contoh, bila
rembesan minor yang dangkal timbul di sepanjang kaki bendungan, tidak perlu
didesain sumur-sumur pelepas tekanan yang dalam, suatu sistim toe drain
dangkal yang didesain berdasarkan pengamatan rembesan dan tidak
memerlukan analisis FEM, mungkin cukup sebagai tindak perbaikannya.

Bila waktu tidak menjadikan kendala, suatu kajian cepat terhadap informasi
yang tersedia dan suatu analisis berdasarkan pengalaman dapat dilakukan.

Analisis Rembesan 63
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Sebagai pertimbangan terakhir, tidak ada analisis yang lebih baik dibandingkan
masukan-masukan yang cukup dan berkualitas terhadap sifat teknis dan
kondisi batas. Bila informasi sangat terbatas, sketsa sederhana flownet dapat
digunakan berdasarkan asumsi yang juga masih kasar. Sebagai tambahan,
biaya tindak perbaikan yang konservatif jarang lebih kecil dibandingkan biaya
perbaikan berdasarkan analisis rinci dari hasil investigasi.

Masalah dan analisis rembesan umumnya berdasarkan “judgment” dari ahli-ahli


geoteknik dan geologi teknik yang berpengalaman. Pengalaman dan
pengetahuan mengenai faktor-faktor geologis, prinsip-prinsip desain dan
prinsip-prinsip aliran fluida melalui media porous adalah lebih kritis
dibandingkan metoda analisis itu sendiri. Sebagai konsekuensinya, untuk
melakukan kajian-kajian harus dilakukan oleh ahli-ahli yangb berpengalaman di
bidangnya masing-masing.

5.2 Hasil Aplikasi


Tujuan analisis rembesan adalah untuk menentukan apakah rembesan
berpengaruh terhadap keamanan bendungan, sehingga dapat diperoleh suatu
bentuk geometri bendungan dan pengendalian rembesan yang aman dan
ekonomis. Filosofi keamanan bendungan terkini umumnya dihadapkan pada
idea bahwa rembesan harus dikontrol dengan penghalang untuk memastikan
keamanannya.

Penjelasan berikut meliputi masalah rembesan yang harus didesain secara


rasional yang bervariasi mulai dari aplikasi sederhana hukum Darcy hingga
model numerik komputer yang kompleks. Pemilihan pendekatan yang terbaik
adalah berdasarkan pengalaman, sesuai dengan kondisi lapangan dan
masalah yang dihadapi. Pada umumnya, sebagai akibat dari masalah yang
dihadapi dan biaya yang meningkat, mungkin memerlukan investigasi dan
analisis desain yang canggih. Meskipun demikian, data yang akurat dari
sumber yang ada atau tambahan penyelidikan adalah lebih penting
dibandingkan analisis yang canggih tersebut di atas.

Analisis Rembesan 64
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

BAB VI
CARA PRAKTIS PENGENDALIAN REMBESAN

6.1 Umum
Tiga cara praktis dalam pengendalian rembesan, adalah :
a) Filter untuk mencegah terbawanya butiran tanah.
b) Pembatasan terhadap debit rembesan.
c) Metoda drainasi untuk mengurangi tekanan rembesan dan
mengumpulkannya melalui konstruk si pembuang yang aman.
d) Kombinasi antara ketiga cara di atas.

Perlu diingat, bahwa pengendalian rembesan yang efektif adalah dengan


memperhatikan kondisi bendungan dan fondasinya. Meskipun desain
bendungan telah memperhatikan hal-hal di atas, beberapa bendungan tetap
mengalami kegagalan akibat rembesan. Kegagalan-kegalan tersebut telah
memberikan pemahaman-pemahaman baru dalam pengendalian rembesan.

6.2 Pola Kegagalan Akibat Rembesan


Air di dalam waduk selalu mencari jalan keluar melalui alur terlemah; alur
tersebut dapat melalui tubuh bendungan, fondasi atau sekitar tumpuan.
Masalah rembesan yang dapat mengakibatkan terjadinya keruntuhan dapat
dikatogorikan sebagai :
- Tekanan angkat berlebihan,
- Piping dan Erosi internal,
- Teruraikannya (solutioning) material batu yang mudah terurai,
- Tekanan rembesan berlebihan atau penjenuhan yang menyebabkan
terjadinya pembasahan lereng hilir (sloughing).

1) Tekanan Angkat (Blow Out)


Tekanan angkat pada lapisan fondasi yang pervious dapat memacu terjadinya
gaya angkat yang cukup besar pada lapisan fondasi hilir yang tertekan.
Tekanan angkat tersebut terjadi bila lapisan yang lebih porus memindahkan

Analisis Rembesan 65
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

sebagian besar persentasi tekanan air waduk ke bagian hilir. Keruntuhan


dimulai bila tekanan air pori pada bagian dasar lapisan yang tertekan tersebut
lebih besar dari tekanan overburden dari timbunan di atasnya. Tekanan ke atas
tersebut meruntuhkan lapisan tertekan yang dikenal sebagai blowout.

Apabila Aliran air tersebut cukup kuat membawa butiran tanah, biasanya pasir
diendapkan di sekeliling mata air yang keluar membentuk suatu cincin konus
yang dikenal sebagai suatu didih pasir (sand boil). Apabila terlepasnya butiran
pasir terjadi terus menerus akibat gradient hidraulis yang berlebihan, maka hal
tersebut akan mengakibatkan terjadinya piping yang dapat meruntuhkan
struktur. Pola keruntuhan dapat dibagi menjadi beberapa tipe, yakni:
a) Tipe A adalah kondisi statis dari gradient hidraulis tertentu dan tidak
menunjukkan berkembangnya masalah. Namun, bila gradient hidraulis
bertambah tinggi pada kondisi ekstrim, tipe A ini dapat berkembang menjadi
tipe B atau tipe C, tergantung dari kondisi gradient hidraulis dan kondisi
tanah tubuh atau fondasi bendungan.
b) Tipe B adalah terjadi didih pasir yang membawa material yang
diawali/dimulai dari dekat permukaan tanah. Tanah tipe ini mengindikasikan
masalah yang lebih serius yang memerlukan tindak lanjut.
c) Tipe C menunjukkan kondisi kritis, dimana gradient hidraulis yang ada
mengakibatkan terbawanya butiran tanah di bagian lebih bawah yang harus
segera ditangani. Sejumlah pisometer dapat digunakan untuk memantau
tekanan angkat pada fondasi hilir dan dapat mendeteksi kondisi yang tidak
aman sebelum terjadi keruntuhan. Petunjuk awal dari hal tersebut adalah
terbawanya material halus dari didih pasir tersebut atau air yang keluar
adalah keruh dan membawa material halus.

Analisis Rembesan 66
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Gambar 6.1 Tipe didih pasir (sand boiling)

2) Piping
Piping terjadi bila air waduk mengalir melalui pori-pori tanah (rembesan) yang
menghasilkan gaya tarik pada butiran tanah yang mengakibatkan terbawanya
butiran tanah pada titik keluaran rembesan di bagian hilir. Gambar di bawah
menunjukkan terjadinya keruntuhan piping akibat gradient hidraulis berlebihan
pada kaki bendungan. Secara fisik, piping tersebut diawali dengan terbentuknya
kerucut yang disebut suatu pendidihan (boil) atau suatu aliran air yang keruh
keluar dari lereng hilir. Terbawanya butiran halus tersebut terus berlangsung ke
arah hulu membentuk suatu pipa di dalam tubuh atau fondasi bendungan.

Analisis Rembesan 67
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Gambar 6.2 Proses terjadinya piping

Lima kondisi yang memicu terjadinya piping, adalah :


a) Terbentuknya alur aliran air,
b) Gradien hidraulis pada tempat keluaran telah melebihi dari nilai batas yang
tergantung dari jenis tanahnya,
c) Tempat keluaran dalam kondisi bebas dan tidak dilindungi filter secara
memadai,
d) Terdapat tanah yang rawan piping pada alur aliran rembesan,
e) Telah terbentuk ”pipa” atau tanah di atasnya telah membentuk seperti ”atap”
untuk menjaga terbukanya ”pipa”.

Analisis Rembesan 68
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Pada keruntuhan piping, terbawanya butiran tanah awalnya terjadi debit


rembesan tertentu pada gradien hidraulis yang melebihi batas tertentu. Alur
erosi atau pipa-pipa tersebut cenderung membesar ke arah hulu yang diikuti
peningkatan debit aliran. Hal ini terjadi, karena gradien hidraulis (h/L)
bertambah dan panjang aliran (L) berkurang, sementara tinggi tekanan air (h)
diantara bagian hulu dan hilir tetap sama selama level air waduk dijaga pada
level tetap, tetapi panjang alur aliran berkurang akibat terbawanya butiran tanah
dan pipa telah terbentuk. Jadi, kecepatan aliran akan meningkat secara
progresif sampai telepasnya tekanan hidraulis tersebut. Inilah sebabnya, betapa
pentingnya menghentikan proses piping sesegera mungkin.

Piping sering tejadi pada kondisi seperti di bawah :


a) Rembesan melalui lapisan tanah yang rawan tererosi dan tidak dilakukan
upaya pengurangan rembesan untuk mengurangi gradien hidraulis,
b) Tidak adanya filter dan upaya pengurangan tekanan rembesan pada bagian
keluaran untuk mencegah terbawanya butiran tanah,
c) Cara pengurangan rembesan tidak dilakukan dengan benar.

Tanah yang rawan piping adalah berkonsistensi urai, pasir halus bergradasi
buruk; juga berpotensi tinggi untuk piping adalah lanau dan pasir mengandung
butiran halus dengan PI < 6%, seperti pasir campur kerikil urai yang bergradasi
baik yang gradasinya lebar dan mempunyai butiran halus plastisitas rendah.
Tanah lempungan dengan PI > 15% cukup tahan terhadap piping. Meskipun
demikian, tanah yang tahan piping kemungkinan rawan terhadap erosi internal.

3) Erosi Internal
Keruntuhan akibat erosi internal tampaknya sama dengan keruntuhan akibat
piping. Setelah terjadinya keruntuhan, suatu terowongan pipa terjadi di dalam
timbunan atau di bawah timbunan. Namun, mekanisme piping dan erosi internal
adalah berbeda. Pada kedua kasus, gaya-gaya tarik dari aliran yang
mempunyai gradien hidraulis tinggi membawa butiran tanah. Pada kasus piping,
gaya tarik beasal dari aliran air antar butiran tanah. Sedangkan pada erosi
internal, erosi terjadi bila aliran air :

Analisis Rembesan 69
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

- di sepanjang retakan atau rekahan di dalam tanah atau batuan dasar


(bedrock),
- di sepanjang batas antara tanah dan batuan dasar,
- di antara tanah dan strutur/bangunan beton atau metal.

Hukum fisik yang mengatur aliran air melalui retakan dan rekahan adalah
sangat berbeda dengan aliran air yang melalui pori-pori material berbutir. Aliran
antar butiran pada tanah granular adalah mengikuti hukum Darcy. Aliran air
melalui retakan dan rekahan distudi dengan permeabilitas dan mengikuti hukum
hidraulis dari persamaan aliran saluran terbuka atau aliran di dalam pipa
terbuka. Pada kedua kasus, banyak aliran adalah proporsional dengan gradien
hidraulis yang ditunjukkan pada hukum Darcy, namun tetap berbeda.

Keruntuhan akibat erosi internal sering terjadi pada lokasi dimana terjadi rekah
hidraulis (hydraulic fracturing). Tempat-tempat yang berpotensi terhadap rekah
hidraulis adalah pada tempat yang tidak dipadatkan secara benar di dekat
bangunan/pipa outlet atau perubahan permukaan yang mendadak (tonjolan)
dari permukaan fondasi atau lereng atau pada bidang kontak antara timbunan
dengan tumpuan. Perlu pengawasan khusus pada tempat-tempat tersebut
terhadap gejala rakahan atau penurunan yang tidak normal.

Aliran air melalui bidang kontak antara timbunan dan fondasi atau tumpuan
melalui kekar-kekar terbuka, rekahan atau kerusakan batuan lain yang
sebelumnya tidak diperbaiki dengan benar kemungkinan dapat memicu
terjadinya erosi internal lainnya, contohnya bendungan Teton. Banyak ahli
percaya bahwa erosi internal lebih berbahaya, karena tidak ada gejala-gejala
visual terjadinya keruntuhan.

4) Solutioning
Masalah yang sering terjadi pada fondasi dan tumpuan adalah pada janis
batuan yang mudah mengalami solution oleh muka air tanah atau rembesan air
waduk. Permukaan batuan tersebut mudah hancur oleh air hujan, juga pada
zona di atas muka air tanah oleh air rembesan/perkolasi dan di bawah muka air

Analisis Rembesan 70
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

tanahnya sendiri. Rembesan pada batuan tersolusi tersebut dapat


menghancurkan material tambahan atau membawa lapisan pengisi dari alur
yang ada yang secara gradual meningkatkan aliran rembesan dan
mempercepat proses penghancuran pada periode waktu tertentu. Erosi internal
dapat terjadi bila rembesan mengalir disepanjang alur dari batuan yang
disebabkan oleh tersolusinya batuan pada tempat dekat timbunan tanah dan
fondasi. Aliran tersebut dapat menggerus tanah didekatnya yang memperbesar
alur aliran yang mengakibatkan terjadinya lubang benam (sink holes) atau
gejala keruntuhan lainnya.

Mineral seperti gipsum, anhydrate dan halite (rock salt) serta batuan
kapur/gamping (limestone), dapat dihancurkan dengan mudah oleh aliran
rembesan waduk. Batu gamping dihancurkan oleh air tanah dalam waktu lama.
Apabila fondasi bendungan berupa batu gamping, gua-gua atau rongga besar
alur aliran air mungkin tidak terdeteksi selama penyelidikan dan tidak diperbaiki
selama konstruksi yang mengakibatkan timbulnya masalah besar saat
pengisian pertama waduk. Fondasi yang terdiri dari batuan yang mudah hancur
harus selalu diperbaiki terlebih dahulu dengan perhatian ekstra. Sebagai
tambahan, gypsum,halite dan beberapa mineral adalah mudah hancur selama
operasi bendungan.

5) Pembasahan Lereng Hilir


Gambar di bawah menunjukkan terjadinya pembasahan lereng akibat
rembesan di lereng hilir. Pada contoh ini muka air freatik meningkat seiring
dengan naiknya mka air waduk. Bagian bendungan di bawah air freatik menjadi
jenuh dan lereng hilir yang tidak dilindungi menjadi basah dan lunak. Gaya-
gaya rembesan yang bekerja pada arah aliran air menambah tidak stabilnya
lereng. Ketidak stabilan tersebut memicu terjadinya kelongsoran lereng. Tipe
kelongsoran ini biasanya terjadi pada jenis tanah yang mengandung sedikit
lempung. Peningkatan air freatik dan gaya-gaya rembesan yang bekerja
disepanjang bidang kelongsoran mengurangi tegangan efektif yang bekerja
pada bidang longsor dan mengurangi gaya-gaya penahan. Tingkat stabilitas
dari suatu lereng adalah bervariasi, tergantung dari kekuatan tanah, kemiringan

Analisis Rembesan 71
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

lereng dan gaya-gaya rembesan (tekanan air pori) yang bekerja pada lereng;
lereng yang kering akan lebih stabil dibandingkan lereng basah.

Gambar 6.3 Rembesan melalui timbunan

Pembasahan yang progresif (progressive sloughing) adalh suatu jenis


kerusakan sebagai akibat dari penjenuhan dan gaya-gaya rembesan yang
mempengaruhi stabilitas lereng. Gambar di bawah memperlihatkan
pembasahan progresif yang terjadi bila sejumlah kecil material mulai
tererosi/tergerus pada kaki hilir timbunan yang menghasilkan sedikit penurunan
(slump). Hal ini menyisakan permukaan lereng yang lebih curam yang disebut
scarp dan dapat turun lagi membentuk lereng yang sangat curam dan tidak
stabil. Hal tersebut terus berlangsung yang akhirnya mengakibatkan terjadinya
keruntuhan lereng. Jenis keruntuhan ini sering terjadi pada bendungan homogin
yang dibuat dari material halus, atau lanau yang mempunyai plastisitas rendah.
Beberapa persamaan pendekatan telah disediakan untuk menghitung faktor
keamanan terhadap keruntuhan akibat pembasahan tersebut. Persamaan
tersebut menggunakan tangen sudut dan sudut geser dalam dari tanah untuk
menghitung faktor keamanan dari lereng jenuh; yang dikenal sebagai
persamaan lereng tak terbatas (infinite slope) dari Lambe, et al, 1968.

Analisis Rembesan 72
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Gambar 6.4 Keruntuhan akibat pembasahan lereng yang progresif

Pengaruh rembesan terhadap keamanan suatu bendungan urugan adalah


seperti tabel di bawah.

Analisis Rembesan 73
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Tabel 6.1 Pengaruh rembesan terhadap keamanan bendungan


POLA KERUNTUHAN TERJADI BILA ….

UPLIFT, HEAVE, ATAU Tekanan rembesan fondasi pada lapisan pervious memicu gaya-
BLOWOUT gaya pada lapisan yang tertekan. Keruntuhan mulai terjadi bila
tekanan air pori pada dasar lapisan tertekan melebihi tekanan
overburden. Tekanan angkat yang terjadi meruntuhkan lapisan
tertekan tersebut yang dikenal sebagai blowout yang membentuk
didih pasir (sand boiling).

PIPING Air waduk mengalir melalui pori-pori tanah dan mengakibatkan


terjadinya gaya-gaya tarik pada butiran tanah yang cukup kuat
untuk membawa butiran tanah pada tempat keluaran yang tidak
dilindungi. Terbawanya butiran tanah terjadi secara progresif kea
rah hilir membentuk “pipa”. Piping juga dapat terjadi bila tekanan
rembesan pada fondasi menghasilkan tekanan angkat pada
lapisan tertekan dari lapisan tanah di hilirnya yang mempunyai
permeabilitas lebih rendah yang mengakibatkan terjadinya
blowout atau heave.

EROSI INTERNAL Gaya-gaya tarik aliran hidraulik menggerus butiran tanah


disepanjang retakan/rekahan dari tanah atau dasar batuan
(bedrock) pada arah melintang bendungan. Erosi juga dapat
terjadi disepanjang bidang kontak antara timbunan dan bedrock
atau antara timbunan dengan struktur beton/metal bangunan
pelengkap.

SOLUTIONING Air tanah atau rembesan menghancurkan batuan dasar (soluble


bedrock) pada fondasi atau tumpuan.

TEKANAN REMBESAN Rembesan yang tak terkontrol menjenuhkan sebagian dari


DAN PENJENUHAN bendungan yang menyebabkan terjadinya pembasahan lereng
(sloughing); termasuk tekanan angkat pada struktur dan
runtuhnya dinding penahan tanah.

Analisis Rembesan 74
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

6.3 Pengendalian Rembesan


Perlu memahami metoda yang digunakan untuk mengendalikan rembesan dan
kaitannya dengan bendungan dan bangunan pelengkapnya. Pada prinsipnya,
cara perbaikan pengendalian rembesan tersebut adalah meliputi :
a) Zona filter dan transisi,
b) Metoda pengurangan rembesan,
c) Berbagai jenis drainasi,
d) Perbaikan fondasi dan tumpuan.

a) Filter
Lapisan filter digunakan untuk melindungi terbawanya antar butiran terhadap
rembesan melalui tubuh dan fondasi bendungan, dan pada waktu bersamaan
membiarkan air rembesan keluar tanpa menimbulkan terjadina tekanan air pori
berlebih (excessive pore water pressures). Lapisan filter tersebut didesain
tersendiri atau drain tersebut juga didesain sebagai penyaring dan sekaligus
untuk drainasi. Gradasi tanah timbunan dan debit rembesan yang harus
diantisipasi akan menentukan suatu desain filter yang diperlukan. Konsep dasar
dari fungsu filter sebagai pelindung terbawanya butiran tana digambarkan
seperti di bawah.

Gambar 6.5 Lapisan filter sebagai pelindung terhadap piping

Analisis Rembesan 75
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Lapisan filter tidak hanya digunakan untuk piping, tetapi juga untuk mengatasi
masalah erosi internal. Untuk itu, air yang keluar adalah merupakan faktor
sekunder untuk menyaring butiran tanah melalui retakan-retakan atau yang
terjadi di sepanjang bidang kontak bangunan struktur bangunan pelengkap dan
timbunan atau fondasi.

Lapisan filter yang didesain dan dikonstruksi dengan benar akan dapat
“menangkap” rembesan dari suatu timbunan. Air rembesan tersebut akan dapat
mengalir dengan bebas menuju suatu keluaran yang aman pada kaki hilir
timbunan tanpa membawa butiran tanah, seperti gambar di bawah. Bila
rembesan melalui retakan, retakan tersebut harus berakhir di permukaan filter
dan hanya aliran rembesan melalui antar butiran tanah yang dipertimbangkan
dalam desain. Bila suatu gradasi filter memenuhi kriteria dasar, piping tidak
akan terjadi, meskipun gradien hidraulisnya besar. Asumsinya adalah lapisan
filter harus cukup lebar, sehingga retakan tidak dapat berkembang lebih lanjut
serta mempunyai kapasitas yang cukup untuk mengalirkan aliran rembesan
tanpa menimbulkan terjadinya tekanan air pori berlebih.

Gambar 6.6 Lapisan filter yang dapat ”menangkap” air rembesan dengan baik

b) Mengurangi/meminimalkan Rembesan
Metoda ini digunakan untuk mengurangi tinggi tekanan air waduk yang
merembes melalui timbunan. Beberapa cara tersebut adalah seperti di bawah :
a) Konstruksi bendungan tanah homogin dengan kemiringan yang relative
sangat landai,
b) Konstruksi zona inti kedap yang miring ke arah hulu,
c) Konstruksi bendungan dengan zona inti sentral di tengah,

Analisis Rembesan 76
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

d) Konstruksi dinding inti terbuat dari beton atau tanah bentonit yang plastis,

Memasang kupingan drainase filter (filter drain collars) sekeliling konduit


(pemasangan kupingan ganda tidak direkomendasikan lagi; karena pemadatan
disekelilingnya yang sulit.

Gambar 6.7 Zona inti kedap air di tengah


1 Core
2 Filter or Drain
3 Transition
4 Fill
5 Shell
6 Upstream Transition (gravel or riprap)
7 Upstream Slope Protection (typically riprap)
8 Downstream Slope Protection

6.4 Pengendalian Rembesan Melalui Fondasi


Metoda pengendalian rembesan melalui fondasi dan tumpuan ini, adalah
meliputi :
a) Paritan (cutoff);
b) Paritan sebagian (partial cutoff);
c) Selimut kedap hulu (upstream impervious blanket),
d) Berm rembesan hilir (downstream seepage berm),
e) Grouting.

Paritan didesain untuk memperpanjang aliran rembesan, mengurangi tekanan


air waduk untuk mengurangi gradient hidraulik hingga ke level yang aman, dan
mengurangi debit rembesan. Suatu paritan adalah kelanjutan dari zona inti dari
suatu bendungan. Suatu paritan penuh (fully positive cutoff) dibuat sampai
kedalaman mencapai suatu lapisan tanah atau batuan dasar yang kedap air.
Apabila lapisan kedap air tersebut terlalu dalam, suatu paritan sebagian dapat

Analisis Rembesan 77
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

dibuat yang didesain cukup untuk memperpanjang aliran rembesan dan


mengurangi gradient hidraulis sampai pada level yang aman. Paritan tersebut
biasanya dibuat di bawah dari zona inti bendungan. Di bawah adalah beberapa
jenis paritan, yaitu :
a) Paritan kedap dari material tanah yang dipadatkan,
b) Paritan slurry (dinding halang bentonit-tanah atau bentonit-semen),
c) Dinding halang beton,
d) Turap baja tipis (sheet piles).

Gambar 6.8 Paritan Penuh (Positif)

Selimut kedap hulu yang menyambung dengan zona inti digunakan untuk
memperpanjang aliran rembesan guna mengurangi rembesan. Cara ini
digunakan, bila cara paritan vertical terlalu mahal. Netoda pengendali hilir,
seperti drainase, juga digunakan bersama-sama selimut kedap hulu ini, untuk
mengurangi pengaruh tekanan angkat dan piping. Efesiensi dari selimut kedap
hulu ini tergantung dai panjang, ketebalan dan koefisien permeabilitas arah
vertikal serta perlapisan dan permeabilitas dari material fondasinya. Selimut
kedap hulu ini dapat rusak, bila terjadi retakan pada selimut akibat penurunan
fondasi atau akibat kekeringan pada kondisi air waduk surut. Masalah lain
adalah terjadinya lubang-lubang (pipa) di dalam fondasi, bila selimut diletakkan
di atas kerakal atau rekahan batu tanpa dilengkapi filter. Bila muka air waduk
berfluktuasi, di atas dan di bawah daerah selimut kedap ini, selimut harus

Analisis Rembesan 78
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

dilindungi terhadap gelompang dan erosi hujan, pengeringan, dan tumbuhan


yang mempunyai akar dalam.

shell

Gambar 6.9 Selimut kedap hulu

Untuk mengimbangi tekanan angkat berlebihan melalui lapisan fondasi yang


porous di kaki hilir bendungan, dapat menggunakan suatu berm hilir. Berm hilir
tersebut terbuat dari material yang porous, supaya dapat memperpanjang aliran
rembesan. Hal tersebut dapat mengurangi gradient hidraulik keluaran dan debit
rembesan. Pada kasus lain, berm yang pervious juga dapat berfungsi sebagai
filter; bila demikian berm tersebut lebih berfungsi sebagai drainase
dibandingkan pengendali tekanan angkat. Untuk itu, desain dan konstruksi
berm harus mempertimbangkan jenis material yang tersedia dan biaya yang
ada.

Gambar 6.10 Berm rembesan hilir

Beberapa jenis grouting yang digunakan sebagai pengendali rembesan, antara


lain adalah grouting selimut/dental, tirai, konsolidasi, dll (Weaver, 1991).
Gouting pada fondasi dilakukan untuk mengurangi:
a) Tekanan ke atas (uplift) di bawah fondasi, hilir dari grouting.

Analisis Rembesan 79
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

b) Kemungkinan terbawanya butiran tanah timbunan ke dalam fondasi.


c) Terbawanya butiran tanah timbunan melalui fondasi masuk kebali me
timbunan.
d) Piping butiran tanah dari kekar-kekar dan sisipan dari batuan.
e) Terbawanya material dari batuan yang hancur (soluble rock).
f) Erosi internal pada bidang kontak antara timbunan dengan fondasi (bed
rock).

Grouting tirai sering dilaksanakan pada batuan, namun juga dapat dilakukan
pada lapisan pasir dan kerakal. Pada dasarnya, lubang-lubang bor dibuat
terlebih dahulu dalam suatu garis atau pola grid. Lubang-lubang tersebut
dibersihkan terlebih dahulu dan kemudian, tergantung dari ukuran rongga-
rongga material yang digrouting, dipompakan suatu semen atau grout kimia
pada tekanan tertentu ke dalam lubang. Bila grouting dilakukan pada batuan,
material grout harus dapat mengisi retakan, rekahan, dan bukaan bukaan lain
sampai material disekeliling lubang menjadi cukup kedap air. Bila groutng
dilakukan pada lapisan pasir kasar dan kerakal, suatu campuran tipis semen
atau material grout kimia digunakan untuk mengisi rongga-rongga diantara
partikel. Pada lapisan pasir halus, material grout mendesak pasir tersebut dan
memadatkannya yang akhirnya membentuk suatu struktur penahan rembesan.

Permeabilitas zona yang telah digrouting harus relatif rendah, supaya grouting
efektif, karena pengurangan permeabilitas yang diinginkan mungkin tidak dapat
tercapai; beberapa cara drainase biasanya dilakukan sehubungan dengan
grouting untuk keperluan pengendalian rembesan.

Grouting selimut dilakukan pada daerah galian fondasi yang luas bila
permukaan batuannya banyak kekar dan rekah. Cara ini digunakan untuk
menutup (seal) lapisan atas dari kedalaman sekitar 3 – 10 m untuk eminimalkan
terbawanya butiran tanah halus dari zona inti masuk ke dalam bukaan-bukaan
fondasi, menutup permukaan batuan terhadap hilangnya material grout saat
diberikan tekanan tinggi dan untuk mengurangi kompresibilitas dari batu yang
banyak rekah. Grouting dental dapat juga digunakan sebagai perbaikan

Analisis Rembesan 80
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

kelemehan-kelemahan bagian fondasi. Grouting tirai dilakukan untuk


mengurangi aliran rembesan yang dalam yang melalui fondasi dan tumpuan.
Gambar di bawah menjelaskan bagaimana grouting mengisi pori/rongga di
dalam fondasi dan berfungsi sebagai penahan rembesan.

Gambar 6.11 Grouting tirai sebagai perbaikan fondasi bendungan

Drainase cerobong (chimney/inclined drain) dapat berbentuk miring atau


vertikal terbuat dari material granular, biasanya dikonstruksi bersama-sama
dengan zona filter di bagian hulu dan hilir dari drainase. Pada beberapa kasus,
drainase itu sendiri berfungsi sebagai filter ; biasanya cara ini digunakan pada
bendungan urugan. Kombinasi dari cerobong dan drainase horisontal adalah
merupakan suatu cara yang efektif untuk mengendalikan rembesan melalui
timbunan. Drainase cerobong biasanya dibuat dengan sudut 45º terhadap
bidang horisontal sampai vertical, tergantung dari geometri bendungan,
pelaksanaan praktis di lapangan dan alur rembesan yang akan diantisipasi.
Timbunan tanah yang dipadatkan, biasanya akan berlapis-lapis dan
permeabilitas arah horisontal akan lebih besar dibandingkan yang vertikal. Hal
ini disebabkan oleh material dari borrow area yang bervariasi dan lapisan-
lapisan tanah yang dipadatkan mempunyai perbedaan-perbedaan sifat,
meskipun kecil. Untuk lapisan tanah yang berlapis-lapis, drainase horisontal
tidak perlu untuk mencegah penjenuhan di bagian hilir fondasi. Drainase

Analisis Rembesan 81
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

horisontal juga tidak dapat mencegah terjadinya rekah hidraulis (hydraulic


fracturing) dan erosi internal dari timbunan. Jadi, drainase cerobong adalah
suatu cara terbaik untuk “menangkap” rembesan di sepanjang bidang horisontal
melalui suatu timbunan yang berlapis-lapis, dimana drainase horisontal cocok
untuk mengurangi tekanan angkat di sepanjang dasar struktur.

Rekomendasi praktis terbaru adalah menggunakan drainase cerobong untuk


mengendalikan rembesan dan erosi internal pada timbunan tanah dan
drainase fondasi, baik drainase horizontal maupun drainase paritan atau sumur-
sumur pelepas tekanan untuk mengendalikan rembesan pada fondasi. Untuk
menambah kapasitas hidraulis, drainase harus dilengkapi dengan filter yang
memadai di antara zona filter dengan zona di dekatnya, bila zona filter tidak
digunakan.

Filter cerobong adalah merupakan pertahanan paling baik terhadap retakan


melintang pada zona inti akibat perbedaan penurunan atau getaran gempa.
Apabila jenis tanah dispersif atau jenis tanah lain yang mudah tererosi
digunakan sebagai zona inti, zona filter cerobong dan drainase horisontal
adalah merupakan pertahanan paling baik terhadap erosi internal, seperti
gambar di bawah.

Gambar 6.12 Kombinasi drainase cerobong dan drainase horisontal

Suatu drainase atau paritan kaki dapat digunakan bersama-sama dengan cara
lain pengendalian rembesan. Metoda ini biasanya terdiri dari sebuah pipa

Analisis Rembesan 82
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

pengumpul di dalam suatu paritan yang kemudian diisi kembali dengan material
filter di sekeliling pipa drainase. Jika lapisan fondasi yang porous cukup dalam
atau berlapis-lapis, drainase kaki mungkin dapat “menangkap” sebagian kecil
rembesan, Pada kasus ini, sumur-sumur pelepas tekanan digunakan untuk
melepaskan tekanan angkat dan mengumpulkan air rembesan melalui sumur
yang digali lebih dalam.

Gambar 6.13 Drainase kaki dikombinasikan dengan sumur pelepas tekanan

Gambar 6.14 Perbaikan tanah fonfasi yang porous terhadap rembesan

Analisis Rembesan 83
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

Gambar 6.15 Perbaikan tanah fonfasi yang porous dengan dinding halang

Analisis Rembesan 84
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

RANGKUMAN

Modul ini membahas mengenai rembesan (seepage) yang melalui bendungan


urugan yang meliputi penentuan koefisien permeabilitas, jaringan aliran
(flownet), rembesan melalui bendungan urugan, implementasi analisis
rembesan dan cara praktis pengendalian rembesan. Modul ini juga membahas
Investigasi Lapangan dan Laboratorium dalam rangka memperoleh koefisien
permeabilitas desain. Pengujian lapangan umumnya dilakukan untuk
memperoleh hasil yang paling baik, karena pengujian lapangan mewakili
kondisi lapangan. Pengujian di laboratorium sering dilakukan terhadap contoh-
contoh tanah untuk melengkapi dan mendukung hasil investigasi lapangan.

Kegagalan-kegagalan bendungan di masa lalu, adalah disebabkan oleh


kurangnya suatu pola yang logis dan konsisten untuk melakukan analisis dan
mengantisipasi masalah-masalah rembesan. Aliran air dalam lapisan tanah
meampunyai kecepatan yang kecil sekali, maka aliran tersebut dapat dianggap
sebagai aliran laminer (Darcy,1856).

Hukum Darcy dibatasi untuk aliran melalui material yang jenuh. Aliran melalui
material yang tak jenuh adalah dalam kondisi ”transient” yang tergantung dari
waktu (time dependent). Hukum Darcy tidak cocok untuk aliran melalui retakan
atau rekahan dari batu atau tanah.

Flownet adalah salah satu metoda yang sangat bermanfaat untuk


menyelesaikan persamaan Laplace. Bila kondisi batas dan geometri daerah
aliran diketahui dalam 2-D, dari flownet dapat diperoleh tekanan dan debit aliran.
Suatu flownet adalah merupakan 2 garis atau kurva yang saling berpotongan
saling tegak lurus (orthogonal).

Rembesan melalui bendungan urugan menguraikan mengenai garis freatik dan


flownet, flownet pada tanah anisotropis dan analisis terhadap piping. Tanah
yang akan dianalisis adalah bersifat homogin, sehingga tanah yang berlapis-

Analisis Rembesan 85
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

lapis (stratification) atau batuan yang mengalami perubahan geologi akan


berpengaruh terhadap kondisi rembesan, Timbunan yang kelihatannya
homogin mempunyai permeabilitas arah horisontal yang besarnya antara 4 – 9
kali permeabilitas vertical, karena timbunan dipadatkan lapis demi lapis arah
horisontal. Permeabilitas Darcy tidak berlaku untuk aliran air melalui rekahan
terbuka, kekar-kekar, atau retakan lain dalam batuan atau tanah. Evaluasi
aliran melalui rekahan adalah cukup kompleks, karena aliran tergantung dari
bentuk geometri rekahan, kekasaran rekahan, isi rekahan dan ukuran
bukaannya. Jadi, masalah rekahan tersebut memerlukan penyelidikan yang
intensif untuk solusinya.

Garis freatik dan flownet yang melalui bendungan urugan tanah dapat dilakukan
dengan menggambarkan garis freatik menurut Casagrande yang berbentuk
parabola. Garis freatis cara Saffernak & Iterson digunakan untuk sudut lereng
() < 30º.

Tujuan analisis rembesan adalah untuk menentukan apakah rembesan


berpengaruh terhadap keamanan bendungan, sehingga dapat diperoleh suatu
bentuk geometri bendungan dan pengendalian rembesan yang aman dan
ekonomis. Cara praktis dalam pengendalian rembesan, antara lain adalah :
• Filter untuk mencegah terbawanya butiran tanah.
• Pembatasan terhadap debit rembesan.
• Metoda drainasi untuk mengurangi tekanan rembesan dan
mengumpulkannya melalui konstruk si pembuang yang aman.
• Kombinasi antara ketiga cara di atas.

Analisis Rembesan 86
Perencanaan Bendungan Urugan, Tingkat Dasar

DAFTAR PUSTAKA

1) Bharat Singh & HD Sharma, Earth and Rockfill dams, Sarita Prakashan, Meerut,
India, 1982.

2) Cedergren, H., 1967. Seepage, Drainage and Flownets. John Wiley and Sons, Inc.,
New York, 1967.

3) Construction Control for Earth and Rock-Fill Dams, EM 1110-2-1911. U.S. Army
Corps of Engineers, 1977.

4) Design Standard No. 13—Embankment Dams. Chapter 8—Seepage Analysis and


Control. Chapter 16—Cutoff Walls. U.S. Bureau of Reclamation, 1989.

5) Earth and Earth-Rock Dams. Sherard, Woodward, Gizienski, and Clevenger. John
Wiley, 1963.

6) Suyono Sosrodarsono and Kansaku Takeda, Editor, 1977. Bendungan Type


Urugan. PT Pradnya Paramita Jakarta, 1977.

7) Seepage Analysis and Control for Dams, EM 1110-2-1901. U.S. Army Corps of
Engineers, 1986.

8) Soil Mechanics in Engineering Practice. Terzaghi, K., Peck, R.B., John Wiley, 1967.

9) Bharat Singh & HD Sharma, Earth and Rockfill dams, Sarita Prakashan, Meerut,
India, 1982

10) Cedergren, H., 1967. Seepage, Drainage and Flownets. John Wiley and Sons, Inc.,
New York, 1967

11) Suyono Sosrodarsono and Kansaku Takeda, Editor, 1977. Bendungan Type
Urugan. PT Pradnya Paramita Jakarta, 1977

Analisis Rembesan 87

Anda mungkin juga menyukai