Anda di halaman 1dari 11

FILSAFAT PANCASILA TENTANG HAKEKAT SILA KE DUA

Nama Kelompok :
Ikmal Taji Hadziqin Nuha Abdul Qohar(1712016022)
Miftahul Jannah (1712029022)
Rakriyan Mahodsaha Ghandy (1712041022)

Saqat Al Afgani Panai(1712003022)


Zidny Ilma Pancar S. (1712031022)

Dosen Pembimbing :
Nurhadi Siswanto, M.Phil

PROGRAM STUDI SI KRIYA SENI


FAKULTAS SENI RUPA
INSTITUT SENI INDONESIA YOGYAKARTA
2018
Pengertian Sila ke dua “Kemanusiaan yang Adil dan Beradab”

Kemanusiaan berasal dari kata manusia, yaitu makhluk berbudi yang


mempunyai potensti, rasa, karsa, dan cipta, karena potenti inilah manusia menduduki
martabat yang tinggi dengan akal budinya manusia menjadi berkebudayaan, dengan
budi nuraninya manusia menyadari nilai-nilai dan norma-norma. Adil mengandung
arti bahwa suatu keputusan dan tindakan di dasarkan atas norma-norma yang obyektif
apalagi sewenang-wenang.

Beradab dari kata adab, yang berarti budaya. Mengandung arti bahwa sikap
hidup, keputusan dan tindakan selalu berdasarkan nilai budaya, terutama norma social
dan kesusilaan. Abad mengandung pengertian tata kesopanan kesusilaan atau moral.
Jadi : “Kemanusiaan yang adil dan beradab adalah kesadaran sikap dan perbuatan
manusia yang didasarkan kepada potensi budi nurani manusia dalam hubungan
dengan norma-norma dan kebudayaan umumnya baik terhadap diri pribadi, sesame
manusia maupun terhadap alam dan hewan”.

Di dalam sila ke dua kemanusiaan yang adil danberadab telah tersimpul cita-
cita kemanusiaan yang lengkap yang adil dan beradab memenuhi seluruh hakekat
makhluk manusia. Sila ke dua ini diliputi dan dijiwai sila satu hal ini berarti bahwa
kemanusiaan yang adil dan beradab bagi bangsa Indonesia bersumber dari ajaran
Tuhan Yang Maha Esa sesuai dengan kodrat manusia sebagai ciptaa-Nya. Hakekat
perngertian diatas sesuai dengan pembukaan UUD 1945 alinea yang pertama dan
pasal-pasal 29,28,29,30 UUD 1945.

Inti sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah landasan manusia. Maka
konsenkuensinya dalam setiap aspek penyelenggaraan negara, bentuk negara, tujuan
negara, kekuasaan negara, moral negara dan para penyelenggara negara dan lain-
lainnya harus sesuai dengan sifat-sifat dan hakikat manusia.

Hal ini dapat dipahami karena Negara adalah Lembaga masyarakat yang
terdiri atas manusia-manusia, dibentuk oleh manusia untuk manusia dan mempunyai
suatu tujuan Bersama untuk manusia pula. Maka segala aspek penyelenggaraan
Negara harus sesuai dengan hakikat dan sifat-sifat manusia Indonesia yang
monopluralis, terutama dalam pengertian yang lebih sentral pendukung pokok Negara
berdasarkan sifat kodrat manusia monodualis yaitu manusia sebagai individu dan
makhluk sosial.

A. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab


Sila Kemanusiaan yang adil dan Beradab secara sistematis didasari dan
dijiwai oleh sila Ketuhanan Yang Maha Esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga sila
berikutnya. Sila kemanusiaan sebagai dasar fundamental dalam kehidupan
kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan. Nilai kemanusiaan ini bersumber pada
dasar filosofis antropologi bahwa hakikat manusia adalah susunan kodrat rokhani
(jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan makhluk sosial, kedudukan kodrat makhluk
pribadi berdiri sendiri dan sabagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
Dalam sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai bahwa Negara harus
menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sabagai makhluk yang beradab. Oleh
karena itu dalam kehidupan kenegaraan terutama dalam peraturan perundang-
undangan Negara harus mewujudkan tercapainya tujuan ketinggian harkat dan
martabat manusia, terutama hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar (hak asasi)
harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan Negara. Kemanusiaan yang adil
dan beradab adalah mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku
manusia yang didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan
norma-norma dan kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri sendiri, terhadap
sesama manusia maupun terhadap lingkungannya. Nilai kemanusiaan yang beradab
adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai makhluk yang berbudaya bermoral dan
beragama.
Dalam kehidupan kenegaraan harus senantiasa dilandasi oleh moral
kemanusiaan antara lain dalam kehidupan pemerintah Negara, politik ekonomi,
hukum, sosial, budaya, pertahan dan keamanan serta dalam kehidupan keagamaan.
Oleh karena itu dalam kehidupan bersama dalam Negara harus dijiwai oleh moral
kemanusiaan untuk saling menghargai sekalipun terdapat untuk saling menjaga
keharmonisan dalam kehidupan bersama.
Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa hakikat
manusia sebagai makhluk yang berbudaya dan beradap harus berkodrat adil. Hal ini
mengadung suatu pengertian bahwa hakikat manusia harus adil dalam hubungan
dengan diri sendiri, adil terhadap manusia lain, adil terhadap masyarakat bangsa dan
Negara, adil terhadap lingkungannya serta adil terhadap Tuhan Yang Maha Esa.
Konsekuensinya nilai yang terkandung dalam Kemanusiaan yang adil dan beradab
adalah menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang
Maha Esa, menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, menghargai atas kesamaan hak
dan derajat tanpa membedakan suku, ras, keturunan, status sosial maupun agama.
Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia, tenggang rasa, tidak
semena-menaterhadap sesama manusia, menjunjung tinggi nila-nilai kemanusiaan
(Darmodihardjo, 1996).

B. Implementasi Sila Kedua (Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab)


Sila kedua ini mengandung makna warga Negara Indonesia mengakui adanya
manusia yang bermartabat (bermartabat adalah manusia memiliki kedudukan, dan
derajat yang lebih tinggi dan harus dipertahankan dengan kehidupan yang layak),
memperlakukan sesama secara adil (adil dalam pengertian tidak berat sebelah, jujur,
tidak berpihak dan memperlakukan orang secara sama) dan beradab (beradab dalam
arti mengetahui tata krama, sopan santun dalam kehidupan dan pergaulan) dimana
manusia memiliki daya cipta, rasa niat, dan keinginan sehingga jelas adanya
perbedaan antara manusia dan hewan. Jadi sila kedua ini menghendaki warga Negara
untuk menghormati kedudukan setiap manusia dengan kelebihan dan kekurangan
masing-masing, setiap manusia mempunyai kehidupan yang layak dan bertindak jujur
serta menggunakan norma sopan santun dalam pergaulan sesama manusia. Butir-butir
implementasi sila kedua adalah sebagai berikut:
1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara
sesama manusia. Butir ini menghendaki bahwa setiap manusia mempunyai martabat,
sehingga tidak boleh melecehkan manusia yang lain, atau meghalangi manusia lain
untuk hidup secara layak, serta menghormati kepunyaan atau milik (harta, sifat, dan
karakter) orang lain serta menjalankan kewajiban atau sesuatu yang harus dilakukan
sesama manusia yaitu menghormati hak manusia lain seperti hidup, rasa aman, dan
hidup layak.
2. Saling mencintai sesama manusia. Kata cinta menghendaki adanya suatu keinginan
yang sangat besar untuk memperoleh sesuatu dan rasa untuk memiliki dan kalau perlu
berkorban untuk mempertahankannya. Oleh sebab itu, baik agama, suku, pendidikan,
ekonomi, politik, sebaran geografi seperti kota dan desa, dan lain-lain, sebagai
manusia Indonesia, kita harus tetap memiliki keinginan untuk mencintai sesama
manusia (yaitu rasa memiliki dan kemauan berkorban untuk sesama manusia
sehingga tercipta hidup rukun dan sejahtera.
3. Mengembangkan sikab tenggang rasa. Tenggang rasa menghendaki adanya usaha
dan kemauan dari setiap manusia Indonesia untuk menghargai dan menghormati
perasaan orang lain. Oleh sebab itu, butir ini menghendaki, setiap manusia Indonesia
untuk saling menghormati perasaan satu sama lain dengan menjaga keseimbangan
hak dan kewajiban. Sebagai contoh selalu memberikan kritik yang membangun
dengan cara yang santun dan berfokus pada permasalahan alih-alih kepada individu.
4. Tidak semena-mena terhadap orang lain. Semena-mena berarti berwenang-wenang,
berat sebelah dan tidak berimbang. Oleh sebab itu, butir ini menghendaki, perilaku
setiap manusia terhadap orang tidak boleh sewenang-wenang harus menjunjung hak
dan kewajiban. Manusia karena kemampuan dan usahanya sehinga mempunyai
kelebihan dibandingkan yang lain baik dalam kekuasaan, ekonomi atau kekayaan dan
status sosial tidak boleh sewenang-wenang.

C. Nilai-nilai Sila kemanusian Yang Adil dan Beradab

Nilai kenusiaan yang adil dan beradab, mengandung makna : kesadaran sikap
dan perilaku yang sesuai dengan nilai moral dalam hidup bersama atas tuntutan
mutlak hati nurani dengan memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.
Yang perlu diperhatikan dan merupakan dasar hubungan semua umat manusia
dalam mewujudkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab adalah pengakuan hak
asasi manusia. Manusia harus diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan
martabatnya sebagai Tuhan Yang Maha Esa yang sama derajatnya. Untuk itu perlu
dikembangkan juga sikap saling mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa atau
tepo seliro. Oleh karena itu sikap dan perilaku semena-mena terhadap orang lain
merupakan perbuatan yang tidak sejalan dengan nilai kemanusiaan yang adil dan
beradab.
Dalam sila ke dua terkandung nilai-nilai humanistis, antara lain:
· Pengakuan atas adanya martabat manusia dengan segala hak asasinya yang harus
dihormati oleh siapapun.
· Perlakuan yang adil terhadap sesama manusia.
· Pengertian manusia beradab yang memiliki daya cipta, rasa, karsa dan iman,
sehingga nyatalah bedanya dengan makhluk lain.

Kemanusiaan yang adil dan beradab


1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya
sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.
2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia,
tanpa membeda-bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin,
kedudukan sosial, warna kulit dan sebagainya.
3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.
4. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepo seliro.
5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.
6. Menjunjung nilai-nilai kemanusiaan
7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.
8. Berani membela kebenaran dan keadilan.
9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.
10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.
Penjelasan dari sila ke dua menjadi 10 butir di atas sungguh membuat sedih,
karena didalam praktek kehidupan berbangsa dan bertanah air banyak dicoreng oleh
masyarakatnya sendiri (terutama dikota besar).
Biasa dibilang ke-10 butir tersebut hanya butir ke-7 yang masi eksis itupun
dikarenakan adanya kepentingan sesaat (mau pemilu, ada bencana, perayaan
ketatanegaraan maupun agama), sedang butir lainnya? (dikampung masih ada gotong
royong).
Dan patut diingat, ke sepuluh butir ini masih biasa dirasakan prakteknya justru di
kota/dusun yang jauh dengan pusat kota/kekuasaan, dimana masyarakat ‘pinggiran’
yang ‘memilik’ pemikiran sederhana dan apa adanya tanpa mempelajari apa itu
Pancasila bisa jadi malah tidak tahu dan tidak hafal isi Pancasila, apalagi P4.
Sedang didalam susunan dari Pancasila, sebagai urutan ke dua bukan semata asal
diatur pada posisi ke dua, karena sekali sila ke dua ini tidak berjalan dengan baik dan
benar maka bisa dibilang sila lainnyapun menjadi tidak bermanfaat baik sebagai dasar
Negara maupun sebagai ideologi apalagi unutuk kehidupan berbangsa dan bernegara.
Sejarah sudah mencatat bahwa NKRI/Nusantara berdiri karena kesepakatan,
bersama dari banyak daerah, dan pusat ketatanegaraan maupun pusat kekuasaan
menjadi fondasi pertama untuk kelangsungan NKRI, dan sekali pusat
ketatanegaraan/pusat kekuasaan melupakan hakekat Pancasila, tidaklah heran hilang
propinsi dan pulau, apapun alasannya, karena pengalamannya dari sila ke dua tidak
benar-benar “mau” dijalankan, karena demi kepentingan sesaat.
Kembali masyarakat kecilpun jauh dari perkotaan dan pusat kekuasaan hanya bisa
heran dan malah kagum NKRI bisa berubah menjadi besar dalam hal banyak propinsi
dan menjadi kecil dalam hal luas dan wilayahnya.
Inti sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah landasan manusia. Maka
konsekuensinya dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara antara lain hakikat
Negara, bentuk Negara, tujuan Negara, kekuasaan Negara, moral Negara, dan para
penyelenggara Negara, dan lain-lainnya harus sesuai dengan sifat-sifat dan hakikat
manusia. Hal ini dapat dipahami karena Negara adalah lembaga masyarkat yang
terdiri atas manusia-manusia, dibentuk oleh anusia untuk memanusia dan mempunyai
satu tujuan bersama untuk Manusia pula. Maka segala aspek penyelenggaran Negara
harus sesuai dengan hakikat dan sifat-sifat manusia Indonesia yang monopluralis,
terutama dalam pengertian yang lebih sentral pendukung pokok Negara berdasarkan
sifat kodrat manusia monodualis yaitu manusia sebagai individu dan makhluk sosial.
Oleh karena itu dalam kaitannya dengan hakikat Negara harus sesuai dengan
hakikat sifat kodrat manusia yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial.
Maka bentuk dan sifat Negara Indonesia bukanlah Negara individualis yang hanya
menekankan sifat makhluk individu, namun juga bukan Negara kelass yang hanya
menekankan sifat makhluk sosial, yang berarti manusia hanya berarti bila ia dalam
masyarakat secara keseluruhan. Maka sifat dan hakikat Negara Indonesia adalah
monodualis yaitu baik sifat kodrat individu maupun makhluk sosial secara serasi,
harmonis, dan seimbang. Selain itu hakikat dan sifat Negara Indonesia bukan hanya
menekankan segi kerja jasmani belaka, atau juga bukan hanya menekankan segi
rokhaninya saja, namun sifat Negara harus sesuai dengan kedua sifat tersebut yaitu
baik kerja jasmani maupun kejiwaan secara serasi dan seimbang, karena dalam
praktek pelaksanaannya hakikat dan sifat Negara harus sesuai dengan hakikat
kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk berdiri sendiri dan makhluk tuhan.

Kemanusiaan yang adil dan beradab bagi bangsa Indonesia bersumber pada ajaran
Tuhan Yang Maha Esa yakni sesuai dengan kodrat manusia sebagai ciptaanNya.

Pokok pikiran dari sila kemanusiaan yang adil dan beradap sbb:

1. Menempatkan manusia sesuai dengan tempatnya sebagai mahluk


tuhan,Maksudnya itu mempunyai sifat universal.
2. Menjunjung tinggi kmerdekaan sebagai hak segala bangsa.ini juga
universal,bila di terpkan di indonesia barang tentu bangsa indonesia
menghargai dari setiap warga negara dalam masyarakat indonesia.sila ini
mengandung prinsip menolak atau menjauhi suatu yang bersumber pada
ras.dan mengusahakannn kebahagiaan lahir dan batin.
3. Mewujudkan keadilan dan peradapan yang tidak lemah.yang dituju bangsa
indonesia adalah keadilan dan peradapan yang tidak pasif.,yaitu perlu
pelurusan dan penegakan (hukum) yang kuat jika terjadi
penyimpangan.keadilan harus direalisasikan dalam kehidupan masyarakat.
Manusia di tempatkan sesuai dengan harkatnya.manusia mempunyai derajat
yang sama denan hukum.

Hak kebebasan dan kemerdekaan dijunjung tinggi.dengan adanya prisip ini jika
dalam masyarakat ada kelompok ras,kita tidak boleh bersifat ekslusif menyendiri satu
sama lain.Di indonesia dasar hidup masyarakat persatuan dan kesatuan yang jika di
hubungkan dengan prinsip kemanusiaan itu,maka rasionalismeharus tidak ada.oleh
karena itudi indonesia diharapkan selalu tumbuh dan berkembang kebahagiaan lahir
dan batin.

Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah berarti diusahakan


perwujudannya secara positif.jika ada hal yang menyimpang dari norma-norma dan
nilai-nilai yang berlaku,harus dilakukan tindakan yang setimpal.Prinsip manusia
adalah nilai-nilai yara di masyarakat indonesia sudah terpelihara sejak dahulu.nilai itu
di perkuat dengan datangnya agama besar di indonesia dan di anut bangsa
indonesia.suasana demikian itu menumbuhkan suasana keakrapan,walaupun pada
masa dahulu semangat ini mulai kendor, karena fenomena disintregasi yang
menampilkan konflik yang disertai dengan tindakan anarkis kekerasaan,dan tindakan
yang merendahkan martabat manusia.landasan kehidupan masyarakat indonesia
beranjak dari senasib dan sepenanggungan dan kemanusiaan dalam arti
luaspersaudaraan dalam arti luas dan meneruskan kebiasaan setia secara mufakat.

Sila kedua yang berlambang rantai, yang artinya mata rantai yang berbentuk segi
empat melambangkan laki-laki sedangkan lingkaran adalah perembuat. Mata rantai
yang saling berkait pun melambangkan satu sama lain dan perlu bersatu sehingga
menjadi kuat seperti rantai.

Pertanyaan

Pertanyaan dari 3A

1.Di katakan bahwa pancasila sangat menghargai kebebasan bertanggung jawab di


sebutkan dalam sila ke dua tapi nyatanya orang Indonesia banyak yang tidak beradap
dan bahkan pejabatpun banyak yang tidak beradab.apakah bisa di katakan negara kita
menjiwai sila ke dua?dan tanggapan anda mengenai masalah ini apa?

2.a.Jelaskan cara untuk mengamalkan sila kedua untuk generasi anak cucu kita suatu
saat nanti?

b.Bagaimana cara untuk berupaya menegakkan nilai pancasila khususnya sila ke dua
untuk pemuda yang marak kurangnya nilai kesopanan untuk zaman sekarang dan
yang akan datang?

Gusti Ngurah Kadek Wiranata(1711982022)

Apakah perbedaan kasta itu tidak menyimpang dari sila ke dua?

Muhamad Faizal(1712028022)

Bagaimana mewujudkan kemanusiaan yang adil dan beradab?


Ardi Nur Rohim(1712004022)

Kenapa sila ke dua harus di posisikan di sila ke dua kenapa tidak di sila ke empat ke
lima atau yang lainnya?

Gusti Setiawan Fernandes(1711994022)

Bagaimana cara mengatasi prilaku yang tidak adil antara pejabat negara dan rakyat
biasa?

Didik Ari Supriyanto(1712027022)

Mengapa terjadi pengulangan di sila ke 2 dan 5 tentang keadilan ?

Jawab: karena adil benar benar penting

Tika Widya N.(1712019022)

Apa tanggapan kalian mengenai rakyat kecil yang harus mengalah dengan kebijakan
pemerintah yang katanya itu demi kepentingan orang banyak?Contoh pembangunan
infrastruktur di suatu daerah dengan cara pembelian tanah secara paksa

Sindi kartika Ekapaksi(1712033022)

Jika seorang pemimpin mempunyai niat/tujuan baik tapi untuk mencapai tujuan
tersebut menggunakan jalan yang salah. Apakah masih harus di dukung?

Sumber

https://febriya27.wordpress.com/pancasila/kemanusiaan-yang-adil-dan-beradab/

http://syawal09.blogspot.co.id/2015/05/makalah-kemanusiaan-yang-adil-dan.html

Anda mungkin juga menyukai