Anda di halaman 1dari 9

makalah syariah

Sabtu, 23 Mei 2015

makalah kemanusiaan yang adil dan beradab

BAB I
PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Pancasila sebagai dasar filsafat serta ideologi bangsa dan Negara Indonesia, bukan terbentuk
secara mendadak serta bukan hanya diciptakan oleh seseorang sebagaimana yang terjadi pada
ideologi-ideologi lain di dinua, namun terbentuknya Pancasila melalui proses yang cukup panjang
dalam sejarah bangsa Indonesia.

Secara kausalitas Pancasila sebulum disyahkan menjadi dasar filsafat Negara nilai-nilainya telah
ada dan berasal dari bangsa Indonesia sendiri yang berupa nilai-nilai adat-istiadat, kebudayaan, dan
nilai-nilai religius. Kemudian para pendiri Negara Indonesia mengangkat nilai-nilai tersebut
dirumuskan secara musyawarah mufakat berdasarkan moral yang luhur, antara lain dalam sidang-
sidang BPUPKI pertama, sidang Panitia Sembilan yang kemudian menghasilkan Piagam Jakarta yang
memuat Pancasila yang pertama kali, kemudian dibahas lagi dalam sidang resmi PPKI Pancasila
sebagai calon dasar filsafat nagara dibahas serta disempurnakan kembali dan akhirnya pada tanggal
18 Agustus 1945 disyahkan oleh PPKI sebagai dasar filsafat Negara Republik Indonesia.

B. Rumusan Masalah

1) Apakah yang dimaksud dengan kemanusiaan yang adil dan beradab ?

2) Bagaimana peran dan fungsi kemanusiaan yang adil dan beradab ?

3) Bagaimana nilai-nilai sila kemanusiaan yang adil dan beradab ?

C. TUJUAN

1) Agar dapat memahami peran dan fungsih tentang kemanusiaan yang adil dan beradab.

2) Untuk dapat di laksanakan dalam kehidupan kita sehari-hari dalam bermasyarakat.


3) Sebagai pedoman menjadi masyarakat yang patuh pada konstitusi Negara Indonesia.

BAB II

PEMBAHASAN

A. Sila Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab

Sila Kemanusiaan yang adil dan Beradab secara sistematis didasari dan dijiwai oleh sila
Ketuhanan Yang Maha Esa, serta mendasari dan menjiwai ketiga sila berikutnya. Sila kemanusiaan
sebagai dasar fundamental dalam kehidupan kenegaraan, kebangsaan, dan kemasyarakatan. Nilai
kemanusiaan ini bersumber pada dasar filosofis antropologi bahwa hakikat manusia adalah susunan
kodrat rokhani (jiwa) dan raga, sifat kodrat individu dan makhluk sosial, kedudukan kodrat makhluk
pribadi berdiri sendiri dan sabagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa.

Dalam sila kemanusiaan terkandung nilai-nilai bahwa Negara harus menjunjung tinggi harkat
dan martabat manusia sabagai makhluk yang beradab. Oleh karena itu dalam kehidupan kenegaraan
terutama dalam peraturan perundang-undangan Negara harus mewujudkan tercapainya tujuan
ketinggian harkat dan martabat manusia, terutama hak-hak kodrat manusia sebagai hak dasar (hak
asasi) harus dijamin dalam peraturan perundang-undangan Negara. Kemanusiaan yang adil dan
beradab adalah mengandung nilai suatu kesadaran sikap moral dan tingkah laku manusia yang
didasarkan pada potensi budi nurani manusia dalam hubungan dengan norma-norma dan
kebudayaan pada umumnya baik terhadap diri sendiri, terhadap sesama manusia maupun terhadap
lingkungannya. Nilai kemanusiaan yang beradab adalah perwujudan nilai kemanusiaan sebagai
makhluk yang berbudaya bermoral dan beragama.

Dalam kehidupan kenegaraan harus senantiasa dilandasi oleh moral kemanusiaan antara lain
dalam kehidupan pemerintah Negara, politik ekonomi, hukum, sosial, budaya, pertahan dan
keamanan serta dalam kehidupan keagamaan. Oleh karena itu dalam kehidupan bersama dalam
Negara harus dijiwai oleh moral kemanusiaan untuk saling menghargai sekalipun terdapat untuk
saling menjaga keharmonisan dalam kehidupan bersama.

Nilai kemanusiaan yang adil mengandung suatu makna bahwa hakikat manusia sebagai
makhluk yang berbudaya dan beradap harus berkodrat adil. Hal ini mengadung suatu pengertian
bahwa hakikat manusia harus adil dalam hubungan dengan diri sendiri, adil terhadap manusia lain,
adil terhadap masyarakat bangsa dan Negara, adil terhadap lingkungannya serta adil terhadap Tuhan
Yang Maha Esa. Konsekuensinya nilai yang terkandung dalam Kemanusiaan yang adil dan beradab
adalah menjunjung tinggi harkat dan martabat manusia sebagai makhluk Tuhan Yang Maha Esa,
menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, menghargai atas kesamaan hak dan derajat tanpa
membedakan suku, ras, keturunan, status sosial maupun agama. Mengembangkan sikap saling
mencintai sesama manusia, tenggang rasa, tidak semena-menaterhadap sesama manusia,
menjunjung tinggi nila-nilai kemanusiaan (Darmodihardjo, 1996).

B. Implementasi Sila Kedua (Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab)

Sila kedua ini mengandung makna warga Negara Indonesia mengakui adanya manusia yang
bermartabat (bermartabat adalah manusia memiliki kedudukan, dan derajat yang lebih tinggi dan
harus dipertahankan dengan kehidupan yang layak), memperlakukan sesama secara adil (adil dalam
pengertian tidak berat sebelah, jujur, tidak berpihak dan memperlakukan orang secara sama) dan
beradab (beradab dalam arti mengetahui tata krama, sopan santun dalam kehidupan dan pergaulan)
dimana manusia memiliki daya cipta, rasa niat, dan keinginan sehingga jelas adanya perbedaan
antara manusia dan hewan. Jadi sila kedua ini menghendaki warga Negara untuk menghormati
kedudukan setiap manusia dengan kelebihan dan kekurangan masing-masing, setiap manusia
mempunyai kehidupan yang layak dan bertindak jujur serta menggunakan norma sopan santun
dalam pergaulan sesama manusia. Butir-butir implementasi sila kedua adalah sebagai berikut:

1. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan persamaan kewajiban antara sesama manusia.
Butir ini menghendaki bahwa setiap manusia mempunyai martabat, sehingga tidak boleh
melecehkan manusia yang lain, atau meghalangi manusia lain untuk hidup secara layak, serta
menghormati kepunyaan atau milik (harta, sifat, dan karakter) orang lain serta menjalankan
kewajiban atau sesuatu yang harus dilakukan sesama manusia yaitu menghormati hak manusia lain
seperti hidup, rasa aman, dan hidup layak.

2. Saling mencintai sesama manusia. Kata cinta menghendaki adanya suatu keinginan yang sangat
besar untuk memperoleh sesuatu dan rasa untuk memiliki dan kalau perlu berkorban untuk
mempertahankannya. Oleh sebab itu, baik agama, suku, pendidikan, ekonomi, politik, sebaran
geografi seperti kota dan desa, dan lain-lain, sebagai manusia Indonesia, kita harus tetap memiliki
keinginan untuk mencintai sesama manusia (yaitu rasa memiliki dan kemauan berkorban untuk
sesama manusia sehingga tercipta hidup rukun dan sejahtera.

3. Mengembangkan sikab tenggang rasa. Tenggang rasa menghendaki adanya usaha dan kemauan dari
setiap manusia Indonesia untuk menghargai dan menghormati perasaan orang lain. Oleh sebab itu,
butir ini menghendaki, setiap manusia Indonesia untuk saling menghormati perasaan satu sama lain
dengan menjaga keseimbangan hak dan kewajiban. Sebagai contoh selalu memberikan kritik yang
membangun dengan cara yang santun dan berfokus pada permasalahan alih-alih kepada individu.

4. Tidak semena-mena terhadap orang lain. Semena-mena berarti berwenang-wenang, berat sebelah
dan tidak berimbang. Oleh sebab itu, butir ini menghendaki, perilaku setiap manusia terhadap orang
tidak boleh sewenang-wenang harus menjunjung hak dan kewajiban. Manusia karena kemampuan
dan usahanya sehinga mempunyai kelebihan dibandingkan yang lain baik dalam kekuasaan, ekonomi
atau kekayaan dan status sosial tidak boleh sewenang-wenang.
C. Nilai-nilai Sila kemanusian Yang Adil dan Beradab

Nilai kenusiaan yang adil dan beradab, mengandung makna : kesadaran sikap dan perilaku
yang sesuai dengan nilai moral dalam hidup bersama atas tuntutan mutlak hati nurani dengan
memperlakukan sesuatu hal sebagaimana mestinya.

Yang perlu diperhatikan dan merupakan dasar hubungan semua umat manusia dalam
mewujudkan nilai kemanusiaan yang adil dan beradab adalah pengakuan hak asasi
manusia. Manusia harus diakui dan diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai
Tuhan Yang Maha Esa yang sama derajatnya. Untuk itu perlu dikembangkan juga sikap saling
mencintai sesama manusia, sikap tenggang rasa atau tepo seliro. Oleh karena itu sikap dan perilaku
semena-mena terhadap orang lain merupakan perbuatan yang tidak sejalan dengan nilai
kemanusiaan yang adil dan beradab.

Dalam sila ke dua terkandung nilai-nilai humanistis, antara lain:

 Pengakuan atas adanya martabat manusia dengan segala hak asasinya yang harus dihormati oleh
siapapun.

 Perlakuan yang adil terhadap sesama manusia.

 Pengertian manusia beradab yang memiliki daya cipta, rasa, karsa dan iman, sehingga nyatalah
bedanya dengan makhluk lain.

Kemanusiaan yang adil dan beradab

1. Mengakui dan memperlakukan manusia sesuai dengan harkat dan martabatnya sebagai makhluk
Tuhan Yang Maha Esa.

2. Mengakui persamaan derajat, persamaan hak, dan kewajiban asasi setiap manusia, tanpa membeda-
bedakan suku, keturunan, agama, kepercayaan, jenis kelamin, kedudukan sosial, warna kulit dan
sebagainya.

3. Mengembangkan sikap saling mencintai sesama manusia.

4. Mengembangkan sikap tenggang rasa dan tepo seliro.

5. Mengembangkan sikap tidak semena-mena terhadap orang lain.

6. Menjunjung nilai-nilai kemanusiaan


7. Gemar melakukan kegiatan kemanusiaan.

8. Berani membela kebenaran dan keadilan.

9. Bangsa Indonesia merasa dirinya sebagai bagian dari seluruh umat manusia.

10. Mengembangkan sikap hormat menghormati dan bekerjasama dengan bangsa lain.

Penjelasan dari sila ke dua menjadi 10 butir di atas sungguh membuat sedih, karena didalam
praktek kehidupan berbangsa dan bertanah air banyak dicoreng oleh masyarakatnya sendiri
(terutama dikota besar).

Biasa dibilang ke-10 butir tersebut hanya butir ke-7 yang masi eksis itupun dikarenakan adanya
kepentingan sesaat (mau pemilu, ada bencana, perayaan ketatanegaraan maupun agama), sedang
butir lainnya? (dikampung masih ada gotong royong).

Dan patut diingat, ke sepuluh butir ini masih biasa dirasakan prakteknya justru di kota/dusun
yang jauh dengan pusat kota/kekuasaan, dimana masyarakat ‘pinggiran’ yang ‘memilik’ pemikiran
sederhana dan apa adanya tanpa mempelajari apa itu Pancasila bisa jadi malah tidak tahu dan tidak
hafal isi Pancasila, apalagi P4.

Sedang didalam susunan dari Pancasila, sebagai urutan ke dua bukan semata asal diatur pada
posisi ke dua, karena sekali sila ke dua ini tidak berjalan dengan baik dan benar maka bisa dibilang
sila lainnyapun menjadi tidak bermanfaat baik sebagai dasar Negara maupun sebagai ideologi
apalagi unutuk kehidupan berbangsa dan bernegara.

Sejarah sudah mencatat bahwa NKRI/Nusantara berdiri karena kesepakatan, bersama dari
banyak daerah, dan pusat ketatanegaraan maupun pusat kekuasaan menjadi fondasi pertama untuk
kelangsungan NKRI, dan sekali pusat ketatanegaraan/pusat kekuasaan melupakan hakekat Pancasila,
tidaklah heran hilang propinsi dan pulau, apapun alasannya, karena pengalamannya dari sila ke dua
tidak benar-benar “mau” dijalankan, karena demi kepentingan sesaat.

Kembali masyarakat kecilpun jauh dari perkotaan dan pusat kekuasaan hanya bisa heran dan
malah kagum NKRI bisa berubah menjadi besar dalam hal banyak propinsi dan menjadi kecil dalam
hal luas dan wilayahnya.

Inti sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah landasan manusia. Maka konsekuensinya
dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara antara lain hakikat Negara, bentuk Negara, tujuan
Negara, kekuasaan Negara, moral Negara, dan para penyelenggara Negara, dan lain-lainnya harus
sesuai dengan sifat-sifat dan hakikat manusia. Hal ini dapat dipahami karena Negara adalah lembaga
masyarkat yang terdiri atas manusia-manusia, dibentuk oleh anusia untuk memanusia dan
mempunyai satu tujuan bersama untuk Manusia pula. Maka segala aspek penyelenggaran Negara
harus sesuai dengan hakikat dan sifat-sifat manusia Indonesia yang monopluralis, terutama dalam
pengertian yang lebih sentral pendukung pokok Negara berdasarkan sifat kodrat manusia
monodualis yaitu manusia sebagai individu dan makhluk sosial.

Oleh karena itu dalam kaitannya dengan hakikat Negara harus sesuai dengan hakikat sifat kodrat
manusia yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk sosial. Maka bentuk dan sifat Negara Indonesia
bukanlah Negara individualis yang hanya menekankan sifat makhluk individu, namun juga bukan
Negara kelass yang hanya menekankan sifat makhluk sosial, yang berarti manusia hanya berarti bila
ia dalam masyarakat secara keseluruhan. Maka sifat dan hakikat Negara Indonesia adalah
monodualis yaitu baik sifat kodrat individu maupun makhluk sosial secara serasi, harmonis, dan
seimbang. Selain itu hakikat dan sifat Negara Indonesia bukan hanya menekankan segi kerja jasmani
belaka, atau juga bukan hanya menekankan segi rokhaninya saja, namun sifat Negara harus sesuai
dengan kedua sifat tersebut yaitu baik kerja jasmani maupun kejiwaan secara serasi dan seimbang,
karena dalam praktek pelaksanaannya hakikat dan sifat Negara harus sesuai dengan hakikat
kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk berdiri sendiri dan makhluk tuhan.
BAB III

PENUTUP

A. Kesimpulan

Nilai kemanusiaan yang adil dan beradab adalah berwujudan nilai kemanusiaan sebagai
makhluk yang berbudaya, bermoral dan beragama, dalam kehidupan kenegaraan, kita harus
senantiasa dilandasi moral kemanusiaan, misalnya dalam kehidupan pemerintah Negara, politik,
ekonomi, hokum, sosial, budaya, pertahanan dan keamanan, serta dalam kehidupan bersama dalam
Negara harus dijiwai oleh moral kemanusiaan untuk saling menghargai meskipun terhadap
perbedaan.

B. Saran

Kita sebagai manusia harus menjunjung tinggi hak-hak asasi manusia, menghargai akan
kesamaan hak dan derajat tanpa membedakan suku, ras, keturunan, status, sosial, maupun agama,
kita juga harus mengembangkan sikap saling mencintai, menghargai, menghormati, tenggang rasa,
dan menjunjung tinggi nilai-nilai kemanusiaan.
DAFTAR PUSTAKA

http://www.mail-archive.com/proletar@yahoogroups.com/msg28476.html

http://kuliahade.wordpress.com/2010/07/03/pancasila-sila-sila/
makalah syariah di 19.51
Berbagi

1 komentar:

1.

Alifan Act10 Juni 2016 00.27

Di era yang semakin liberal meningkatkan sisikemanusiaan kepada siswa sangat


penting, dengan contoh langsung dilapangan untuk menumbuhkan kepedulian
Balas


Beranda

Lihat versi web


Mengenai Saya
makalah syariah
just like be me anda so happy to be me
Lihat profil lengkapku
Diberdayakan oleh Blogger.

Anda mungkin juga menyukai