Anda di halaman 1dari 15

BAB II

PEMBAHASAN

A. Kajian Pustaka
1. Makna Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab
Sila kedua yang berbunyi “Kemanusiaan yang adil dan beradab”
mengandung pengertian bahwa bangsa Indonesia diakui dan
diperlakukan sesuai dengan harkat dan martabatnya selaku makhluk
ciptaan Tuhan Yang Maha Esa, yang sama derajatnya, sama hak dan
kewajibannya, tanpa membeda-bedakan agama, suku, ras, dan
keturunan (Aa Nurdiaman, 2007).
Sebagai bangsa yang berketuhanan Yang Maha Esa dengan
sendiri- nya bangsa kita mempunyai rasa kemanusiaan yang luhur.
Pada hakekatnya kemanusiaan adalah bawaan kodrat manusia,
karena kemanusiaan adalah sifat atau ciri kodrat manusia.
Pengejawantahannya dapat kita lihat pada tindakan manusia yang
dapat kita nilai sesuai dengan kemanusiaan atau tidak. Peri
kemanusiaan adalah nilai khusus yang bersum- ber pada nilai
kemanusiaan. Jika sesuatu perbuatan dinilai sebagai tindakan yang
berperi kemanusiaan, ini berarti bahwa tindakan tersebut sesuai
dengan hakekat manusia yaitu kemanusiaan. Peri kemanusiaan adalah
sesuatu yang bersumber pada kemanusiaan, jiwa yang membedakan
manusia dengan makhluk lainnya.
Berdasarkan pengertian tersebut sebenarnya semua bangsa
mesti mempunyai kemanusiaan, begitu pula bangsa Indonesia,
bahkan kema- nusiaannya adalah adil dan beradab. Kekhususan
Bangsa Indonesia ada- lah adil dan beradab. Adil berarti memberikan
kepada orang lain apa yang menjadi haknya dan tahu apa haknya
sendiri. Beradab artinya mempunyai adab, mempunyai sopan santun,
mempunyai susila, artinya ada kesediaan menghormati bangsa lain,
menghormati pandangan, pendirian dan sikap bangsa lain (Mohamad
Sinal, 2017: 3-4).
Sejarah menunjukkan bahwa bangsa Indonesia terkenal
berwatak ramah tamah, sopan santun, lemah dengan sesama
manusia. Ini berarti bahwa bangsa Indonesia berperi kemanusiaan
yaitu mempunyai rasa bahwa antara mereka dengan bangsa lain ada
hubungan yang bersifat manusiawi. Sejak dahulu bangsa Indonesia
selalu menerima bangsa lain dengan keramah-tamahan, karena suatu
bangsa tidak akan dapat hidup sendirian terlepas dari bangsa lain.
Berikut ini saya kemukakan bukti-buktinya.
Bukti-bukti berupa bangunan, misalnya padepokan, pondok-
pondok. Bukti-bukti berupa semboyan, misalnya aja dumeh, aja
adigang adigung adiguna, aja kumenthus, aja kemaki, aja sawiyah-
wiyah, aja umuk, aja gumedhe, aja gumunggung. Pernyataan-
pernyataan tersebut intinya adalah larangan agar manusia jangan
berlaku sombong, congkak, tinggi hati dan besar kepala, dan
menganggap rendah orang lain yang mengakibatkan perbuatan tidak
berperi kemanusiaan.
Bukti-bukti berupa tulisan yang berisi karangan, ceritera-
ceritera dan kenyataan-kenyataan hidup, misalnya buku-buku
Bharatayuda, Ramayana, Arjunawijaya, Malin Kundang, Batu Pegat,
Anting Malela Bontu Sinaga, Danau Toba, Cindhe Laras, Riwayat
Dangkalan Metsyaha.
Bukti berupa perbuatan, adalah kegiatan-kegiatan kemanusiaan
mi salnya membantu meringankan penderitaan orang lain karena
bencana alam, membantu fakir miskin, membantu orang sakit,
hubungan dengan luar negeri baik melalui perdagangan maupun
politik. Cara mereka memberi bantuan kepada korban bencana alam
tentu saja tidak sama dengan sekarang misalnya mengumpulkan
sumbangan dan lain-lain. Begitu pula rumah untuk fakir miskin seperti
panti asuhan dan rumah sakit seperti sekarang belum ada. Meskipun
demikian perbuatan untuk meringankan penderitaan fakir miskin
sudah dilakukan misalnya dilakukan oleh para tetangganya. Meskipun
belum ada rumah sakit, tetapi sudah ada tempat (misalnya rumah
seseorang) untuk mencari obat. Meskipun belum ada dokter, tetapi
sudah ada dukun yang dapat menyembuhkan penyakit. Hubungan
dengan luar negeri dilakukan melalui perdagangan, perkawinan untuk
mempererat hubungan yang bersifat kemanusiaan.

2. Makna Hak Asasi Manusia


HAM merupakan terjemahan dari "human right" (hak manusia)
dalam Bahasa Belanda disebut dengan mensen rechten. Secara
definitif "hak" merupakan unsur normatif yang berfungsi sebagai
pedoman berperilaku, melindungi kebebasan, kekebalan, serta
menjamin adanya peluang bagi manusia dalam menjaga harkat dan
martabatnya. Sementara kata asas diambil dari istilah "leges
fundamentalis" (hukum dasar) di mana dalam bahasa Belanda disebut
dengan "gron rechten", bahasa Jerman disebut dengan "grundrechte",
dan dalam bahasa Inggris disebut dengan "basic right".
Antara human right dan basic right terdapat perbedaan yang
cukup mendasar. Human right merupakan perlindungan terhadap
seseorang dari penindasan oleh negara atau bukan negara.
Sementara basic right merupakan perlindungan seseorang warga
negara/penduduk dari penindasan negara Artinya, konsep human
right lebih luas cakupannya jika dibandingkan dengan basic right.
Hak asasi manusia adalah hak dasar yang dimiliki manusia
sejak manusia itu dilahirkan. Hak asasi dapat dirumuskan sebagai hak
yang melekat dengan kodrat kita sebagai manusia yang bila tidak ada
hak tersebut, mustahil kita dapat hidup sebagai manusia. Hak ini
dimiliki oleh manusia semata-mata karena ia manusia, bukan karena
pemberian masyarakat atau pemberian negara. Maka hak asasi
manusia itu tidak tergantung dari pengakuan manusia lain,
masyarakat lain, atau Negara lain. Hak asasi diperoleh manusia dari
Penciptanya, yaitu Tuhan Yang Maha Esa dan merupakan hak yang
tidak dapat diabaikan (Dicky Febrian Ceswara dan Puji Wiyatno, 2018:
229).
HAM adalah hak yang melekat pada diri manusia yang bersifat
kodrati dan fundamental sebagai suatu anugerah Allah yang harus
dihormati, dijaga dan dilingungi (Susani Triwahyuningsih, 2018: 113).
Pernyataan HAM di dalam Pancasila mengandung pemikiran bahwa
manusia diciptakan oleh Tuhan Yang Maha Esa dengan menyandang
dua aspek yakni, aspek individualitas (pribadi) dan aspek sosialitas
(bermasyarakat). Oleh karena itu, kebebasan setiap orang dibatasi
oleh hak asasi orang lain. Ini berarti, bahwa setiap orang mengemban
kewajiban mengakui dan menghormati hak asasi orang lain.
Kewajiban ini juga berlaku bagi setiap organisasi pada tatanan
manapun, terutama negara dan pemerintah khususnya di Negara
Indonesia.Dengan demikian, negara dan pemerintah bertanggung
untuk menghormati, melindungi, membela dan menjamin hak asasi
manusia setiap warga negara dan penduduknya tanpa diskriminasi
(Bambang Heri Supriyanto, 2014: 153).
Budi Juliardi (2014: 104) mengatakan bahwa HAM merupakan
sesuatu hak yang telah disandang oleh setiap manusia karena
kodratnya sebagai makhluk Tuhan Y.M.E yang telah diperoleh sejak
masih dalam kandungan dan harus dijaga dan dipelihara oleh manusia
itu sendiri dan oleh siapa pun. Mengapa hak itu telah diperoleh sejak
masih dalam kandungan? Karena setiap calon ibu yang menggugurkan
kandungan dengan sengaja, maka calon ibu itu dapat dijerat
hukuman/sanksi karena dianggap telah menghilangkan hak hidup
seseorang (calon bayi).
Hak Asasi Manusia merupakan suatu konsep etika politik
modern dengan gagasan pokok penghargaan dan penghormatan
terhadap manusia dan kemanusiaan. Gagasan ini membawa kepada
sebuah tuntutan moral tentang bagaimana seharusnya manusia
memperlakukan sesama manusia. Tuntutan moral tersebut sejatinya
merupakan ajaran inti dari semua agama, sebab semua agama di
dunia mengajarkan pentingnya penghargaan dan penghormatan
terhadap manusia, tanpa ada pembedaan dan diskriminasi (terlepas
dari adanya sistem kasta pada agama Hindu). Tuntutan moral itu
diperlukan, terutama dalam rangka melindungi seseorang atau suatu
kelompok yang lemah atau "dilemahkan" dari tindakan zalim dan
semena-mena yang biasanya datang dari mereka yang kuat dan
berkuasa. Karena itu, esensi dari konsep hak asasi manusia adalah
penghormatan terhadap kemanusiaan seseorang tanpa kecuali dan
tanpa ada diskriminasi berdasarkan apa pun dan demi alasan apa pun,
serta pengakuan terhadap martabat manusia sebagai makhluk
termulia di muka bumi.
Berdasarkan definisi dan uraian tentang HAM di atas, dapat
ditarik suatu kesimpulan mengenai beberapa ciri pokok HAM, antara
lain sebagai berikut:
a. Inheren atau kodrati, artinya HAM tidak perlu diberikan, dibeli atau
diwarisi. HAM adalah bagian dari manusia secara otomatis yang
diberikan oleh Tuhan Y.M.E (yang telah dianugerahkan sejak
manusia masih dalam kandungan).
b. Bersifat universal, artinya HAM berlaku untuk semua orang tanpa
memandang jenis kelamin, ras, agama, etnis, pandangan politik
atau usul-usul sosial dan bangsa.
c. Bersifat partikular, di mana setiap warga negara memiliki hak yang
sama dalam kehidupan bernegara.
d. Tidak dapat diingkari dan dilanggar atau bersifat supralegal. Tidak
seorangpun mempunyai hak untuk membatasi atau melanggar hak
orang lain. Orang tetap punya HAM walaupun sebuah negara
membuat hukum yang tidak melindungi HAM.
e. Tidak dapat dibagi. Semua orang berhak mendapatkan semua hak
apakah itu hak sipil, politik, ekonomi dan sosial budaya.
f. Saling tergantung. Artinya, penikmatan satu hak dipengaruhi oleh
penikmatan hak-hak lainnya. Penikmatan hak sipil dan politik
memungkinkan menikmati hak-hak ekonomi dan sosial lebih baik
g. Transendental, di mana hak itu merupakan sesuatu yang teramat
sangat penting, sehingga tidak dapat untuk disepelekan.
Penjelasan menurut Undang-Undang Nomor 39 Tahun 1999
tentang HAM adalah sebagai berikut: HAM adalah seperangkat hak
yang melekat pada hakikat dan keberadaan manusia sebagai makhluk
Tuhan YME dan merupakan anugerahnya yang wajib dihormati,
dijunjung tinggi dan dilindungi oleh negara, hukum, pemerintah dan
setiap orang demi kehormatan serta perlindungan rakyat dan
martabat manusia. Kewajiban dasar manusia adalah seperangkat
kewajiban yang apabila tidak dilaksanakan tidak memungkinkan
terlaksana dan tegaknya hak asasi manusia. Pernyataan sedunia
tentang Hak-Hak Asasi Manusia, Pasal 1; Setiap orang dilahirkan
merdeka dan mempunyai martabat dan hak-hak yang sama. Mereka
dikaruniai akal dan budi dan hendaknya bergaul satu sama lain dalam
persaudaraan."
Hakikat HAM merupakan upaya menjaga keselamatan,
eksistensi manusia secara utuh melalui aksi keseimbangan antara
kepentingan perseorangan dengan kepentingan umum. Begitu juga
upaya menghormati, melindungi, dan menjunjung tingg HAM menjadi
kewajiban dan tanggung jawab bersama antara individu, pemerintah
(Aparatur pemerintah baik sipil ataupun militer), dan Negara (Wirman
Burhan, 2016: 46).

3. Prinsip-prinsip Hak Asasi Manusia


Beberapa prinsip telah menjiwai hak-hak asasi manusia
internasional, yang kini telah terdapat pada hampir semua perjanjian
interna- sional dan telah diaplikasikan ke dalam hak-hak yang lebih
luas. Beberapa prinsip hak asasi manusia akan dijabarkan sebagai
berikut (Osgar S. Matompo, Muliadi, Andi Nurul, 2018: 13-18)
1. Prinsip Kesetaraan
Manusia memiliki kesetaraan dalam hak asasi manusia. Prinsip
kesetaraan menekankan bahwa manusia berkedudukan setara
menyangkut harkat dan martabatnya sebagai manusia. Secara
spesifik Pasal 1 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia menyatakan
bahwa: setiap umat manusia dilahirkan merdeka dan sederajat
dalam harkat dan martabatnya.
Prinsip kesetaraan merupakan prinsip yang paling mendasar/
fundamental dari hak asasi manusia. Prinsip kesetaraan
mensyarat- kan adanya perlakuan yang setara, yang pada situasi
sama harus diperlakukan dengan sama, dan dengan perdebatan,
pada situasi tertentu (yang berbeda) diperlakukan dengan berbeda
pula."
Namun masalah kemudian muncul, ketika seseorang yang
berasal dari posisi yang berbeda tetapi diperlakukan secara sama.
Jika perlakuan yang sama ini terus berlangsung/diberikan, maka
tentu saja perbedaan ini akan terjadi terus menerus walaupun
standard hak asasi manusia telah ditingkatkan. Oleh karena itu,
suatu tindakan afirmatif atau diskriminasi postif mengizinkan
negara untuk memperlakukan secara lebih kelompok tertentu yang
tidak terwakili. Misalnya, jika seorang laki-laki perempuan dengan
kualifikasi dan pengalaman yang sama melamar untuk pekerjaan
yang sama, tindakan afirmatif dapat dilakukan dengan
mengizinkan perempuan untuk diterima hanya dengan alasan
karena lebih banyak laki-laki yang melamar di lowongan pekerjaan
tersebut darpada pelamar perempuan. Contoh lainnya, beberapa
negara mengizinkan masyarakat adat untuk mengakses pendidikan
yang lebih tinggi dengan berbagai kebijakan yang membuat
mereka diperlakukan secara lebih dibandingkan dengan orang-
orang non adat lainnya dalam rangka mencapai kesetaraan.
"Untuk lebih detail dapat pada Pasal 4 Convention of Ellimination
of All Forms of Discrimination Against Women (CEDAW) dan Pasal
2 International Convention on the Elimination of Racial
Descrimination(CEDR)." Yang terpenting adalah bahwa tindakan
afirmatif hanya dapat digunakan dalam suatu ukuran tertentu
hingga kesetaraan itu dicapai. Namun ketika kesetaraan itu telah
tercapai tindakan tersebut tidak dapat dibenarkan lagi.
2. Prinsip Non Diskriminasi
Pelarangan terhadap diskriminasi adalah salah satu bagian
penting prinsip kesetaraan. Jika semua orang setara, maka
seharusnya tidak ada perlakuan yang diskriminatif (selain tindakan
afirmatif yang dilakukan untuk mencapai kesetaraan). Prinsip ini
memastikan bahwa tidak seorang pun dapat meniadakan hak asasi
orang lain karena faktor- faktor luar, seperti misalnya ras, warna
kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan
lainnya, kebangsaan, kepemilikan, status kelahiran, atau lainnya.
Prinsip non diskriminasi adalah suatu konsep sentral dalam
kaidah hak asasi manusia. Prinsip tersebut dapat diketemukan
dalam instrumen umum hak asasi manusia. Komite Hak Asasi
Manusia telah menyatakan bahwa dengan mengacu pada
persamaan jenis kelamin Kovenan International mengenai hak sipil
dan politik tidak hanya memerlukan perlindungan tetapi juga
memerlukan tindakan penguat yang dimaksudkan untuk menjamin
perolehan positif hak- hak yang sama.
Karakteristik hukum hak asasi manusia internasional telah
mem- perluas alasan diskriminasi. Deklarasi Universal Hak Asasi
Manusia menyebutkan beberapa asalan diskriminasi antara lain
ras, warna kulit, jenis kelamin, bahasa, agama, pendapat politik
atau opini lainnya, nasional atau kebangsaan, kepemilikan akan
suatu benda (property), kelahiran atau status lainnya. Semua hal
tersebut merupakan alasan yang tidak terbatas dan semakin
banyak pula instrumen yang mem- perluas alasan diskriminasi
termasuk didalamnya orientasi seksual, unsur dan cacat tubuh.
Penegasan akan prinsip non diskriminasi ini tercantum dengan
jelas beberapa instrumen hak asasi manusia, di antaranya pada
Pasal 2 Deklarasi Universal Hak Asasi Manusia yang menyatakan
bahwa Setiap orang berhak atas semua hak dan kebebasan-
kebebasan yang tercantum di dalam Deklarasi ini dengan tidak ada
pengecualian apa pun, seperti pembedaan ras, warna kulit, jenis
kelamin, bahasa, agama, politik atau pandangan lain, asal-usul
kebangsaan atau kemasyarakatan, hak milik, kelahiran ataupun
kedudukan lain. Selanjutnya, tidak akan diadakan pembedaan atas
dasar kedudukan politik, hukum atau kedudukan intemasional dari
negara atau daerah dari mana seseorang berasal, baik dari negara
yang merdeka, yang berbentuk wilyah-wilayah perwalian, jajahan
atau yang berada di bawah batasan kedaulatan yang lain.
3. Kewajiban Negara
Prinsip kewajiban negara timbul sebagai konsekuensi logis dari
adanya prinsip ketentuan menurut hukum hak asasi manusia
internasional bahwa individu dalam pihak yang memegang hak
asasi manusia (right bearer) sedangkan negara berposisi sebagai
pemegang kewajiban (duty bearer) terhadap hak asasi manusia,
yaitu kewajiban untuk:

a) Melindungi (to protect);


b) Menghormati (to respect);
c) Memenuhi (to fulfill);
Menurut hukum internasional, kewajiban di atas merupakan
kewajiban yang bersifat erga omnes atau kewajiban bagi seluruh
negara jika menyangkut norma-norma hak asasi manusia yang
berkategori sebagai jus cogens (peremptory norm). Misalnya
larangan melakukan perbudakan, genosida, dan penyiksaan.
Kewajiban negara untuk melindungi hak asasi manusia
mengharuskan negara untuk mencegah pelanggaran hak asasi
manusia. Kewajiban untuk menghormati didefinisikan sebagai
negara wajib menahan diri untuk tidak mengintervensi hak-hak
warga negaranya, sementara kewajiban memenuhi didefinisikan
sebagai negara wajib mengambil tindakan yang dianggap tepat
sebagai upaya realisasi penuh (full realization) dan hak-hak ini,
antara lain tindakan legislatif, administratif, penganggaran
(pendanaan), yudisial, dan lainnya."

4. Hubungan Negara Hukum dan Hak Asasi Manusia Hak asasi


Manusia merupakan pemberian dari Tuhan, sebagai konsekuensi
dari manusia adalah ciptaan Tuhan, sehingga tidak dapat dirampas
atau dihapuskan oleh negara. Negara berkewajiban menanggung
beban atau bertanggung jawab untuk penghormatan, pemenuhan,
dan perlindungan hak asasi manusia bagi seluruh warga
negarannya."

Perkembangan hak asasi manusia tidak dapat dipisahkan dengan


negara hukum, karena salah satu indikasi untuk disebut sebagai
negara hukum, antara lain ditegakkannya hak asasi manusia,
karenanya negara hukum tanpa mengakui, menghormati sampai
melaksanakan sendi-sendi hak asasi manusia tidak dapat disebut
sebagai negara hukum. Konsep negara hukum dapat dibedakan
menurut konsep negara hukum yang berkembang di negara-negara
Eropa Kontinental yang dikenal dengan rechtsstaat, dan konsep
negara hukum yang berkembang di negara-negara Anglo Saxon yang
dikenal dengan Rule of Law.
Negara hukum menurut konsep rechtsstaat dibangun berdasar-
kan sistem hukum civil law, menurut Phlipus M. Hadjon, konsep
rechtsstant lahir dari suatu perjuangan menentang absolutisme
sehingga sifatnya revolusioner. Sebaliknya konsep the rule of law
berkembang secara evolusioner.
Konsep the rule of law menurut Albert Venn Dicey dalam mag-
num opusnya, Introduction to the law of the Constitution, ada tiga
unsur fundamental dalam rule of law, yaitu:
1) Supremasi aturan-aturan hukum, tidak adanya kekuasaan
sewenang-wenang dalam arti, seseorang hanya boleh dihukum
kalau melanggar hukum;
2) Kedudukan yang sama di depan hukum, petunjuk ini berlaku baik
bagi masyarakat biasa maupun para pejabat; dan
3) Terjaminnya hak-hak asasi manusia oleh undang-undang serta
keputusan pengadilan."
Sedangkan konsep negara hukum formal rechtstaat menurut
Julius Stahl menyebutkan adanya empat unsur dari rechtstaat yaitu:
1) Adanya pengakuan hak asasi manusia;
2) Adanya pemisahan kekuasaan untuk menjamin hak-hak tersebut;
3) Pemerintahan berdasar peraturan-peraturan (wetmatigheid van
bestuur);
4) Adanya Peradilan Tata Usaha Negara."

4. Pengertian Negara Indonesia berdasarkan Sila Kedua


Negara Indonesia adalah negara hukum yang selalu
menjunjung tinggi keadilan dan juga kepastian hukum bagi seluruh
masyarakatnya. Hukum diciptakan untuk mengendalikan dan
mentertibkan masyarakat serta agar masing-masing subjek hukum
dapat menjalankan kewajibannya dengan baik dan mendapat haknya
(Lilis Eka Lestari dan Ridwan Arifin, 2019: 19).
Kemanusiaan yang adil dan beradab mengandung pengertian
bahwa bangsa Indonesia diakui dan diperlakukan sesuai dengan
harkat dan martabatnya selaku mahluk ciptaan Tuhan Yang Maha Esa,
yang sama derajatnya, sama hak dan kewajibannya, tanpa membeda-
bedakan agama, suku, ras, dan keturunan. NKRI merupakan negara
yang menjungjung tinggi hak asasi manusia (HAM), negara yang
memiliki hukum yang adil dan negara berbudaya yang beradab.
Negara ingin menerapkan hukum secara adl berdasarkan supremasi
hukum serta ingin mengusahakan pemerintah yang bersih dan
berwibawa, di samping mengembangkan budaya IPTEK berdasarkan
adab cipta, karsa, dan rasa serta karya yang berguna bagi nusa dan
bangsa, tanpa melahirkan primordial dalam budaya.
Keanekaragaman masyarakat Indonesia selain dapat menjadi
kebanggaan namun dapat pula menjadi suatu ancaman serius bagi
bangsa Indonesia. Adanya keanekaragaman memungkinkan suatu
komunitas masyarakat dapat memilih untuk hidup berkelompok
dengan orang lain yang mungkin saja berbeda dengan ras, suku,
budaya atau bahasa yang dimiliki. Namun adanya keberagaman ini
kondusif pula menjadikan kelompok-kelompok tersebut saling
membeci berdasarkan perbedaan yang ada di antara mereka.
Tak bisa dipungkiri kalau negara tidak memiliki harapan dan
cerminan pasti akan mudah terpecah belah atau mungkin menjadi
kehancuran. Oleh karena itu, setiap negara perlu untuk memiliki
harapan dan cerminan bangsanya. Biasanya kedua hal tersebut
tercantum di dasar negara. Pancasila menjadi pedoman dalam
kehidupan bangsa dan negara Indonesia. Maka dari itu Pancasila
dikatakan sebagai Dasar negara Indonesia. Di dalam Pancasila
terdapat harapan dan cerminan bangsa Indonesia. Harapan itu akan
terwujud jika bangsa dan negara Indonesia mau bekerja sama.
Sedangkan, cerminan merupakan kondisi sikap, perilaku, sifat,
kebudayaan, dan lain-lain yang ada di Indonesia dan harapan tersebut
tercantum di salah satu sila yang ada di Pancasila, yaitu sila ke 2.
Dengan sila ke 2 ini, harapan bangsa dan Indonesia sangat tergambar
dengan jelas yakni ingin membuat kesamaan derajat sesama manusia
Indonesia.
Negara Kesatuan Republik Indonesia menganut asas bahwa
setiap warga negara mempunyai kedudukan yang sama dihadapan
hukum dan pemerintah. Ini adalah konsekuensi dari prinsip
kedaulatan rakyat yang bersifat kerakyatan. Pasal 27 ayat (1)
menyatakan tentang kesamaan kedudukan warga negara didalam
hukum dan pemerintahan serta kewajiban warga negara dalam
menjunjung hukum dan pemerintahan tanpa perkecualian. Hal ini
menunjukkan adanya keseimbangan antara hak dan kewajiban dan
tidak adanya diskriminasi diantara warga negara. Pasal ini seperti
telah dijelaskan sebelumnya, menunjukkan kepedulian kita terhadap
Hak Asasi Manusia (Agus Purwanta, 2001: 14-15).
Daftar Pustaka

Burhan, Wirman. 2016. Pendidikan Kewarganegaraan, Pancasila dan


Undang-Undang Dasar 1945. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Ceswara, Dicky Febrian, dan Puji Wiyanto. 2018. Implementasi Nilai Hak
Asasi Manusia dalam Sila Pancasila. Jurnal Universitas Negeri
Semarang. 2(2): 229

Juliardi, Budi. 2014. Pendidikan Kewarganegaraan untuk Perguruan


Tinggi. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Lestari, Lilis Eka, dan Ridwan Arifin. 2019. Penegakkan dan Perlindungan
Hak Asasi Manusia di Indonesia dalam Konteks Implementasi Sila
Kemanusiaan yang Adil dan Beradad. J urnal Komunikasi Hukum
Universitas Pendidikan Ganesha. 5(2): 19

Matompo, Osgar S., Muliadi, dan Andi Nurul. 2018. Hukum dan Hak
Asasi Manusia. Malang, Jawa Timur: Intrans Publishing Wisma
Kalimetro

Nurdiaman, Aa. 2007. Pendidikan Kewarganegaraan Kecakapan


Berbangsa dan Bernegara. Bandung: Pribumi Mekar.
Purwanta, Agus. 2001. Pendidikan Kewarganegaraan. Jakarta: PT
Gramedia Pustaka Utama

Sinal, Mohamad. 2017. Pancasila Konsensus Negara-Bangsa Indonesia.


Malang, Jawa timur: Madani.

Supriyanto, Bambang Heri. 2014. Penegakan Hukum Mengenai Hak Asasi


Manusia (HAM) menurut Hukum Positif di Indonesia. Jurnal Al-
Azhar Indonesia Seri Pranata Sosial. 2(1): 153

Triwahyuningsih, Susani. 2018. Perlindungan dan Penegakan Hak Asasi


Manusia (HAM) di Indonesia. Junal Hukum Legal Standing. 2(2):
113

Anda mungkin juga menyukai