Disusun oleh :
SMAN 1 GEDEG
SAMPUL ........................................................................................................ i
DAFTAR ISI.................................................................................................. ii
KATA PENGANTAR .................................................................................. iii
BAB I PENDAHULUAN
1. Latar Belakang ......................................................................................... 1
2. Rumusan masalah .................................................................................... 1
BAB II KAJIAN PUSTAKA ......................................................................... 2
BAB III PEMBAHASAN MASALAH ........................................................2
BAB IV PENUTUP ....................................................................................... 4
1. Kesimpulan .............................................................................................. 4
2. Saran ....................................................................................................... 4
DAFTAR PUSTAKA
BAB I
PENDAHULUAN
1. Latar Belakang
Menurut catatan Asosiasi Industri Rekaman Indonesia (ASIRI), pembajakan industri
musik di Indonesia menunjukkan angka yang paling signifikan. Pihak yang paling dirugikan
yaitu datang dari pihak musisi atau pencipta lagu yang hasil karyanya dibajak. Usaha
mereka dalam mencari inspirasi lagu serta pengeluaran biaya yang tidak sedikit dalam
proses produksi ternyata tidak dihargai dan dilindungi oleh negara. Hasil karya cipta mereka
dengan mudahnya dibajak dan disebarluaskan oleh orang lain untuk kepentingan pribadi
mereka. Tidak sedikit dari para artis atau musisi yang hasil karyanya diminati oleh
masyarakat ternyata tidak dapat melanjutkan karirnya karena produk mereka yang dijual
secara resmi di pasaran dianggap tidak laku.
Pihak yang paling berpengaruh dalam pembajakan adalah pihak yang mngedarkan.
Banyaknya kaset palsu di pasaran memancing masyarakat untuk membelinya dengan harga
yang lebih terjangkau. Harga satu kepingnya yaitu berkisar antara Rp 5.000,00 – Rp
6.000,00. Apabila dibandingkan dengan harga aslinya, maka akan berlipat 10x menjadi Rp
50.000,00. Inilah yang menjadi alasan mengapa masyarakat lebih memilih untuk membeli
kaset bajakan. Karena lebih murah, maka mereka mengabaikan akan pelanggaran hak cipta
yang telah mereka lakukan
.Secara yuridis, pemerintah pun telah mengeluarkan Undang-Undang Nomor 19 tahun
2002 tentang Hak Cipta. Undang-Undang Nomor 19 tahun 2002 yang merupakan
penyempurnaan dari Undang-Undang Nomor 12 tahun 1997 tentang Hak Cipta. Namun,
apakah Undang – Undang ini telah mampu menyalurkan efek jera kepada pelaku pengedar
kaset bajakan ? Sepertinya masih banyak pelaku di luar sana yang belum merasakan efek
jera dari perbuatannya, serta kesadaran akan mereka tentang pelanggaran yang dilakukan
pun kurang dipedulikan. Dalam hal ini, Undang – Undang tentang Hak Cipta belum mampu
mengendalikan maraknya pembajakan kaset di pasaran.
2. Rumusan Masalah
1. Faktor penyebab terjadinya pembajakan VCD/DVD?
2 . Apabila dikaitkan dengan pancasila,hal tersebut tidak sesuai dengan sila ke berapa?
3. Apa saja upaya yang sudah dilakukan pemerintah untuk menangani kasus tersebut?
4. Selain pemerintah pihak mana lagi yang harus bertanggung jawab atas permasalahan
tersebut?
BAB II
KAJIAN PUSTAKA
Pembajakan karya seni, terutama kaset VCD/DVD, kini bukannya mereda tetapi
tambah merajalela. Bukan hanya negara yang makin dirugikan, tapi juga pencipta lagu dan
pengusaha rekaman. Coba bayangkan, kaset resmi yang seharusnya seharga Rp 50.000,00
dalam bentuk bajakan hanya dihargai Rp 5.000,00 – Rp 6.000,00. Akibatnya, seluruh proses
kreatif, proses produksi, dan jerih payah pun seakan menjadi sirna, begituada kaset yang
dibajak. Akibat dari pembajakan ini, yang dirugikan tidak hanya para pencipta lagu,
penyanyi, atau produser, tetapi juga negara. Keping-keping kaset bajakan dijual tanpa stiker
pajak. Artinya, pemasukan ke pemerintah dari sektor pajak pun tidak ada.
Undang-Undang Hak Cipta yang pekan ini disetujui DPR, percuma saja, tak akan
mampu memberantas pembajak. Sebab harga kaset asli akan semakin tinggi. Hal ini
mendorong orang untuk membuat yang ‘aspal’ karena makin banyak orang yang tidak
mampu
membeli kaset resmi. Di Jakarta sudah ada yang berani memalsukan bandrol kaset atau
label pajak yang selalu tertera disetiap kaset. Ini sangat merugikan negara dan telah
memberikan pemalsuan yang begitu besar kepada masyarakat. Namun, kita bisa melihat
keadaan yang sekarang. Dengan adanya Undang – Undang Nomor 19 Tahun 2002 tentang
Hak Cipta ternyata belum sepenuhnya ditegakkan dalam masyarakat. Sehingga keadaan ini
membuat masyarakat merasa tidak takut dalam menjalankan kegiatan bajak membajak
kaset.
Secara umum pembajakan karya rekaman lagu atau musik dibagi atas beberapa kategori
sebagai berikut :
1. Illegal copying
Merupakan bentuk pembajakan berupa pembuatan kompilasi lagu-lagu atau
album-album yang sedang hits dan populer dari rekaman original/aslinya tanpa
izin dan demi kepentingan komersial. Bentuk pembajakan inilah yang sangat
mengancam industri lagu atau musik dikarenakan dapat mematikan kesempatan
penjualan bagi beberapa album sekaligus.
2. Counterfeiting
Merupakan bentuk pembajakan yang dilakukan dengan memperdagangkan
produk bajakan berupa album yang sedang laris, kemasannya di reproduksi mirip
dengan aslinya sampai dengan detail sampul album dan susunan lagunya pun
dibuat sama dengan album aslinya. Ini bertujuan untuk mengelabui
konsumennya agar konsumennya menyangka bahwa produk bajakan ini
original/asli dan harganya murah.
3. Bootlegging
Merupakan bentuk pembajakan yang dilakukan dengan cara membuat rekaman
dari suatu pertunjukan langsung (live performance) seorang penyanyi atau band
di suatu tempat. Pembajakan ini juga dapat di buat dari rekaman siaran media
penyiaran (broadcasting). Nah rekaman ini kemudian diperbanyak dan dijual
dengan harga tinggi demi keuntungan yang besar. Biasanya konsumen dari
produk hasil bootlegging ini adalah orang-orang yang tidak bisa menyaksikan
pertunjukan langsung (live performance) seorang penyanyi atau band pujaannya,
sehingga ia rela membeli produk hasil bootlegging ini meskipun ilegal dan
harganya mahal. Praktek bootlegging ini selain merugikan penyanyi atau
bandnya itu sendiri juga sangat merugikan produser program yang bersangkutan.
BAB III
PEMBAHASAN MASALAH
Terkait dengan etika kita bias lihat sila pertama pencasila yaitu agama telah mengatur
moral dan kepribadian individu untuk mengetahui mana yang benar dan mana perbuatan
yang salah, tindakan plagiarisme merupakan tindakan negatif dimana kejahatan ini tentunya
berakibat dosa jika dilakukan. Kejahatan ini tidak sesuai dengan nilai-nilai kebaikan dan
moral yang diajarkan agama. Apabila seseorang memegang teguh ajaran agamanya, ini
dapat membantu mencegah agar tidak dilakukan perbuatan yang merugikan.
Selanjunya pada sila ke dua apabila individu berkaca pada sila ke 2 ini maka akan
mengembangkan sikap menghormati satu sama lain, mencegah perselisihan dan tidak
semena – mena terhadap orang lain sehingga tidak ada lagi istilah pembajakan, plagiarisme
dan segala tindakan yang menentang hak cipta setiap individu.
Sila ke lima mengajarkan bahwa apabila kita melakukan tidakan negative seperti
plagiarisme maka tindakan tersebut tidak adil dan tidak sesuai dengan sila ke 5 bagi orang
yang dikutip atau ditiru hasil karyanya.
1. Penegakan Hukum
Dalam UU No. 19 tahun 2002 tentang Hak Cipta terdapat tiga belas macam tindak pidana
hak cipta sebagai berikut.
a. Tindak pidan tanpa persetujuan pelaku membuat, memperbanyak, atau menyiarkan
rekaman suara dan/atau gambar pertunjukan pelaku [Pasal 72 Ayat (1) jo Pasal 49 Ayat (1)].
b. Tindak pidana tanpa persetujuan prosedur rekaman memperbanyak dan/atau
menyewakan karya rekaman suara atau rekaman bunyi [Pasal 72 Ayat (1) jo Pasal 49 Ayat
(2)].
c. Tindak pidana sengaja menyiarkan, memamerkan, mengedarkan atau menjual ciptaan
atau barang hasil pelanggaran hak cipta atau hak terkait (Pasal 72 ayat 2).
d. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak memperbanyak penggunaan untuk kepentingan
komersial program komputer (Pasal 72 ayat 3).
e. Tindak pidana sengaja mengumumkan ciptaan yang bertentangan dengan kebijaksanaan
pemerintah di bidang agama, pertahanan dan keamanan negara, kesusilaan, serta ketertiban
umum [Pasal 72 ayat (4) jo Pasal 17].
f. Tindak pidana dengan sengaja memperbanyak atau mengumumkan potret tanpa izin
pemiliknya atau ahli warisnya [Pasal 72 ayat (5) jo Pasal 19].
g. Tindak pidana dengan sengaja mengumumkan potret orang yang dibuat tanpa
persetujuan orang yang dipotret apabila bertentangan dengan kepentingan yang wajar dari
orang yang dipotret [Pasal 72 ayat (5) jo Pasal 20].
h. Tindak pidana dengan sengaja membuat, memperbanyak, dan/atau meyiarkan ulang
karya siaran melalui transmisi [Pasal 72 ayat (5) jo Pasal 49 ayat (3)].
i. Tindak pidana pemegang hak cipta sengaja dan tanpa hak tidak mencantumkan nama
pencipta dan mengubah ciptaan [Pasal 72 ayat 6 jo Pasal 24].
j. Tindak pidana hak cipta sengaja dan tanpa hak meniadakan nama pencipta,
mencantumkan nama pencipta, mengganti atau mengubah judul atau isi ciptaan [Pasal 72
ayat (6) jo Pasal 55].
k. Tindak pidana sengaja dan tanpa hak meniadakan atau mengubah informasi elektronik
tentang informasi manajemen hak pencipta [Pasal 72 ayat (7) jo Pasal 25].
4. Pihak mana lagi yang harus bertanggung jawab selain pemerintah
1. Penyidikan Polri
Perlindungan yang diberikan pada keberadaan Hak Kekayaan Intelektual ini tentu saja
berkaitan erat dengan penegakan hukum yang dilakukan oleh lembaga penegakan hukum.
Kepolisian Negara Republik Indonesia (Polri) memiliki tugas pokok untuk menegakan
hukum sebagaimana yang tertuang dalam Undang-undang Republik Indonesia Nomor 2
Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia. Tugas pokok ini tercantum jelas
didalam pasal 13 undang-undang tersebut, dimana dikatakan bahwa : Tugas pokok
Kepolisian Negara Republik Indonesia adalah: a) memelihara keamanan dan ketertiban
masyarakat; b) menegakkan hukum; dan c) memberikan perlindungan, pengayoman, dan
pelayanan kepada masyarakat.
Secara garis besar, Undang-undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2002 tentang Hak
Cipta mengatur masalah penyidikan pada Bab VII (Penyidikan)
2. Kesadaran Masyarakat
Kesadaran hukum masyarakat Indonesia terhadap Hak Cipta masih belum maksimal,
dalam arti banyak kerugian yang ditimbulkan karena masyarakat sendiri sebenarnya belum
banyak yang memahami bagaimana sistem Hak Cipta berjalan. Pemberian pemahaman
kepada masyarakat ini dapat dilakukan melalui sosialisasi dengan melakukan penyuluhan-
penyuluhan dalam berbagai bentuk. Dengan sosialisasi ini diharapkan masyarakat dapat
memahami masalah perlindungan dan penegakan hukum di bidang Hak Cipta, sehingga
diharapkan akan tercipta suatu kerjasama antara masyarakat, pemerintah serta industri dan
diharapkan juga suatu saat nanti tidak terjadi lagi pembajakan dan pelanggaran lainnya.
BAB III
PENUTUP
1. Kesimpulan
http://www.untukku.com/berita-untukku/kejahatan-pembajakan-hak-cipta-karya-musik-
tulisan-program-film-haki-hak-atas-kekayaan-intelektual-untukku.html#ixzz1rnHTsuqp
(Diakses 11 April 2012)
http://4iral0tus.blogspot.com/2011/01/penanggulangan-pelanggaran-hak-cipta.htm (Diakses
11 April 2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Kekayaan_intelektual(Diakses 12 April 2012 )
http://www.dokumen.org/ppt/7101(Diakses 12 April 2012)
http://id.wikipedia.org/wiki/Hak_cipta(Diakses 12 April 2012)
http://keantere21.blogspot.com/2012/03/pembajakan-hak-cipta-lagu-atau-musik.html
(Diakses 12 April 2012)
http://annida.harid.web.id/?p=358 (Diakses 12 April 2012)
http://organisasi.org/kejahatan-pembajakan-hak-cipta-karya-musik-tulisan-program-film-
haki-hak-atas-kekayaan-intelektual (Diakses 12 April 2012)
http://shinigami-d33do.blogspot.com/2011/11/pembajakan-atas-hak-kekayaan.html (Diakses
12 April 2012)
https://koranindonesia.id