PENGAMANAN DAN MUTU (Penjabaran)

Anda mungkin juga menyukai

Anda di halaman 1dari 5

PENGAMANAN, MUTU

UU no 8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen


Pasal 8 ayat 3
Pelaku usaha dilarang memperdagangkan sediaan farmasi dan pangan yang rusak, cacat atau bekas dan
tercemar, dengan atau tanpa memberikan informasi secara lengkap dan benar.

UU 23 tahun 1992 Tentang Kesehatan


Pasal 39
Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya
yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu
dan atau keamanan dan atau kemanfaatan.

Pasal 42
Pekerjaan kefarmasian harus dilakukan dalam rangka menjaga mutu sediaan farmasi yang beredar.

Pasal 43
Ketentuan tentang pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 63
Pekerjaan kefarmasiaan dalam pengadaan, produksi, distribusi, dan pelayanan sediaan farmasi harus dilakukan
olch tenaga kesehatan yang mempunyai keahlian dan kewenangan untuk itu.

UU 36 tahun 2009 tentang Kesehatan


Pasal 98
Sediaan farmasi dan alat kesehatan harus aman, berkhasiat/bermanfaat, bermutu, dan terjangkau. Setiap orang
yang tidak memiliki keahlian dan kewenangan dilarang mengadakan, menyimpan, mengolah, mempromosikan,
dan mengedarkan obat dan bahan yang berkhasiat obat. Ketentuan mengenai pengadaan, penyimpanan,
pengolahan, promosi, pengedaran sediaan farmasi dan alat kesehatan harus memenuhi standar mutu pelayanan
farmasi yang ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah. Pemerintah berkewajiban membina, mengatur,
mengendalikan, dan mengawasi pengadaan, penyimpanan, promosi, dan pengedaran.

Pasal 99
Sumber sediaan farmasi yang berasal dari alam semesta dan sudah terbukti berkhasiat dan aman digunakan
dalam pencegahan, pengobatan, dan/atau perawatan, serta pemeliharaan kesehatan tetap harus dijaga
kelestariannya. Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengolah, memproduksi,
mengedarkan, mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan sediaan farmasi yang dapat
dipertanggungjawabkan manfaat dan keamanannya. Pemerintah menjamin pengembangan dan pemeliharaan
sediaan farmasi.

Pasal 100
Sumber obat tradisional yang sudah terbukti berkhasiat dan aman digunakan dalam pencegahan, pengobatan,
perawatan, dan/atau pemeliharaan kesehatan tetap dijaga kelestariannya. Pemerintah menjamin pengembangan
dan pemeliharaan bahan baku obat tradisional .

Pasal 101
Masyarakat diberi kesempatan yang seluas-luasnya untuk mengolah, memproduksi, mengedarkan,
mengembangkan, meningkatkan, dan menggunakan obat tradisional yang dapat dipertanggungjawabkan
manfaat dan keamanannya. Ketentuan mengenai mengolah, memproduksi, mengedarkan, mengembangkan,
meningkatkan, dan menggunakan obat tradisional diatur dengan Peraturan Pemerintah.

Pasal 102
Penggunaan sediaan farmasi yang berupa narkotika dan psikotropika hanya dapat dilakukan berdasarkan resep
dokter atau dokter gigi dan dilarang untuk disalahgunakan. Ketentuan mengenai narkotika dan psikotropika
dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan.

Pasal 103
Setiap orang yang memproduksi, menyimpan, mengedarkan, dan menggunakan narkotika dan psikotropika
wajib memenuhi standar dan/atau persyaratan tertentu. Ketentuan mengenai produksi, penyimpanan, peredaran,
serta penggunaan narkotika dan psikotropika dilaksanakan sesuai dengan ketentuan peraturan
perundangundangan.

Pasal 104
Pengamanan sediaan farmasi dan alat kesehatan diselenggarakan untuk melindungi masyarakat dari bahaya
yang disebabkan oleh penggunaan sediaan farmasi dan alat kesehatan yang tidak memenuhi persyaratan mutu
dan/atau keamanan dan/atau khasiat/kemanfaatan. Penggunaan obat dan obat tradisional harus dilakukan secara
rasional.

Pasal 105
Sediaan farmasi yang berupa obat dan bahan baku obat harus memenuhi syarat farmakope Indonesia atau buku
standar lainnya. Sediaan farmasi yang berupa obat tradisional dan kosmetika serta alat kesehatan harus
memenuhi standar dan/atau persyaratan yang ditentukan.

Pasal 108
Praktik kefarmasiaan yang meliputi pembuatan termasuk pengendalian mutu sediaan farmasi, pengamanan,
pengadaan, penyimpanan dan pendistribusian obat, pelayanan obat atas resep dokter, pelayanan informasi obat
serta pengembangan obat, bahan obat dan obat tradisional harus dilakukan oleh tenaga kesehatan yang
mempunyai keahlian dan kewenangan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Ketentuan
mengenai pelaksanaan praktik kefarmasian ditetapkan dengan Peraturan Pemerintah.

UU NOMOR 5 TAHUN 1997 TENTANG PSIKOTROPIKA


Pasal 3
Tujuan pengaturan di bidang psikotropika adalah :
a. menjamin ketersediaan psikotropika guna kepentingan pelayanan kesehatan dan ilmu pengetahuan;
b. mencegah terjadinya penyalahgunaan psikotropika;
c. memberantas peredaran gelap psikotropika

UNDANG-UNDANG REPUBLIK INDONESIA NOMOR 35 TAHUN 2009 TENTANG NARKOTIKA


Pasal 4
Undang-Undang tentang Narkotika bertujuan:
a. menjamin ketersediaan Narkotika untuk kepentingan pelayanan kesehatan dan/atau pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi;
b. mencegah, melindungi, dan menyelamatkan bangsa Indonesia dari penyalahgunaan Narkotika;
c. memberantas peredaran gelap Narkotika dan Prekursor Narkotika; dan
d. menjamin pengaturan upaya rehabilitasi medis dan sosial bagi Penyalah Guna dan pecandu Narkotika.

PERATURAN PEMERINTAH REPUBLIK INDONESIA NOMOR 44 TAHUN 2010 TENTANG


PREKURSOR
Pasal 3
Pengaturan Prekursor bertujuan untuk:
a. melindungi masyarakat dari bahaya penyalahgunaan Prekursor;
b. mencegah dan memberantas peredaran gelap Prekursor;
c. mencegah terjadinya kebocoran dan penyimpangan Prekursor; dan
d. menjamin ketersediaan Prekursor untuk industri farmasi, industri non farmasi, dan pengembangan ilmu
pengetahuan dan teknologi.

UU 44 tahun 2009 tentang Rumah sakit


Pasal 3
Pengaturan penyelenggaraan Rumah Sakit bertujuan:
a. mempermudah akses masyarakat untuk mendapatkan pelayanan kesehatan;
b. memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasien, masyarakat, lingkungan rumah sakit dan sumber
daya manusia di rumah sakit;
c. meningkatkan mutu dan mempertahankan standar pelayanan rumah sakit; dan
d. memberikan kepastian hukum kepada pasien, masyarakat, sumber daya manusia rumah sakit, dan Rumah
Sakit.

Pasal 7 ayat (1)


Rumah Sakit harus memenuhi persyaratan lokasi, bangunan, prasarana, sumber daya manusia, kefarmasian, dan
peralatan.
Pasal 12
Persyaratan sumber daya manusia sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) yaitu Rumah Sakit harus
memiliki tenaga tetap yang meliputi tenaga medis dan penunjang medis, tenaga keperawatan, tenaga
kefarmasian, tenaga manajemen Rumah Sakit, dan tenaga nonkesehatan.

Pasal 15
Persyaratan kefarmasian sebagaimana dimaksud dalam Pasal 7 ayat (1) harus menjamin ketersediaan sediaan
farmasi dan alat kesehatan yang bermutu, bermanfaat, aman dan terjangkau. Pelayanan sediaan farmasi di
Rumah Sakit harus mengikuti standar pelayanan kefarmasian.

PP 32 1996 Tentang Tenaga Kesehatan


Pasal 2 ayat 1
Salah satu tenaga kesehatan adalah tenaga kefarmasian. Tenaga kefarmasian meliputi apoteker, analis farmasi
dan asisten apoteker.

Pasal 3
Tenaga kesehatan wajib memiliki pengetahuan dan keterampilan di bidang kesehatan yang dinyatakan dengan
ijazah dari lembaga pendidikan.

Pasal 4
Tenaga kesehatan hanya dapat melakukan upaya kesehatan setelah tenaga kesehatan yang bersangkutan
memiliki ijin dari Menteri.

Pasal 5
Selain ijin, tenaga medis dan tenaga kefarmasian lulusan dari lembaga pendidikan di luar negeri hanya dapat
melakukan upaya kesehatan setelah yang bersangkutan melakukan adaptasi

PP 51 tahun 2009 tentang pekerjaan kefarmasian


Pasal 3
Pekerjaan Kefarmasian dilakukan berdasarkan pada nilai ilmiah, keadilan, kemanusiaan, keseimbangan, dan
perlindungan serta keselamatan pasien atau masyarakat yang berkaitan dengan Sediaan Farmasi
yang memenuhi standar dan persyaratan keamanan, mutu, dan kemanfaatan.

Pasal 4
Tujuan pengaturan Pekerjaan Kefarmasian untuk:
a. memberikan perlindungan kepada pasien dan masyarakat dalam memperoleh dan/atau menetapkan sediaan
farmasi dan jasa kefarmasian;
b. mempertahankan dan meningkatkan mutu penyelenggaraan Pekerjaan Kefarmasian sesuai dengan
perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi serta peraturan perundangan-undangan;dan
c. memberikan kepastian hukum bagi pasien, masyarakat dan Tenaga Kefarmasian.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


1010/MENKES/PER/XI/2008 Tentang Registrasi Obat
Obat yang memiliki izin edar harus memenuhi kriteria berikut:
a. Khasiat yang meyakinkan dan keamanan yang memadai dibuktikan melalui percobaan hewan dan uji klinis
atau bukti-bukti lain sesuai denga perkembangan ilmu pengetahuan yang bersangkutan
b. Mutu yang memenuhi syarat yang dinilai dari proses sesuai Cara Pembuatan Obat yang Baik (CPOB)
spesifikas dan metode penggujian terhadap semua bahan yang digunakan serta produk jadi dengan bukti
yang sahih.
c. Penandaan berisi informasi yang lengkap dan obyektif yang dapat menjamin penggunaan obat secara tepat,
rasional dan aman
d. Sesuai dengan kebutuhan nyata masyarakat
e. Kriteria lain adalah khusus untuk psikotropika harus memiliki keunggulan kemanfaatan dan keamanan
dibandingkan dengan obat standar dan obat yang telah disetujui beredar di Indonesia untuk indikasi yang
diklaim.
f. Khusus kontrasepsi untuk program nasional dan obat program lainnya yang akan ditentukan kemudian,
harus dilakukan uji klinik di Indonesia.
Pasal 5
1. Obat untuk uji klinik harus dapat dibuktikan bahwa obat tersebut aman penggunaannya pada manusia.
2. Ketentuan lebih lanjut tentang pelaksanaan uji klinik ditetapkan oleh Kepala Badan.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


1175/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN PRODUKSI KOSMETIKA
Pasal 2
(1) Kosmetika yang beredar harus memenuhi persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan.
(2) Persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) sesuai dengan Kodeks
Kosmetika Indonesia dan persyaratan lain yang ditetapkan oleh Menteri.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


1176/MENKES/PER/III/2010 TENTANG NOTIFIKASI KOSMETIKA
Pasal 2
Setiap kosmetika yang beredar wajib memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan

PERATURAN MENTERI KESEHATAN NOMOR 006 TAHUN 2012 TENTANG INDUSTRI DAN
USAHA OBAT TRADISIONAL
Pasal 33
Setiap industri dan usaha obat tradisional berkewajiban:
a. menjamin keamanan, khasiat/manfaat dan mutu produk obat tradisional yang dihasilkan;
b. melakukan penarikan produk obat tradisional yang tidak memenuhi ketentuan keamanan, khasiat/manfaat
dan mutu dari peredaran; dan
c. memenuhi ketentuan peraturan perundang-undangan lain yang berlaku.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR 007 TAHUN 2012


TENTANG REGISTRASI OBAT TRADISIONAL
Pasal 6, ayat (1)
Obat tradisional yang dapat diberikan izin edar harus memenuhi kriteria sebagai berikut:
a. menggunakan bahan yang memenuhi persyaratan keamanan dan mutu;
b. dibuat dengan menerapkan CPOTB;
c. memenuhi persyaratan Farmakope Herbal Indonesia atau persyaratan lain yang diakui;
d. berkhasiat yang dibuktikan secara empiris, turun temurun, dan/atau secara ilmiah; dan
e. penandaan berisi informasi yang objektif, lengkap, dan tidak menyesatkan.

Pasal 7, ayat (1)


Obat tradisional dilarang mengandung:
a. etil alkohol lebih dari 1%, kecuali dalam bentuk sediaan tingtur yang pemakaiannya dengan pengenceran;
b. bahan kimia obat yang merupakan hasil isolasi atau sintetik berkhasiat obat;
c. narkotika atau psikotropika; dan/atau
d. bahan lain yang berdasarkan pertimbangan kesehatan dan/atau berdasarkan penelitian membahayakan
kesehatan.

Pasal 8
Obat tradisional dilarang dibuat dan/atau diedarkan dalam bentuk sediaan: intravaginal, tetes mata, parenteral
dan supositoria, kecuali digunakan untuk wasir.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR :


003/MENKES/PER/I/2010
TENTANG SAINTIFIKASI JAMU DALAM PENELITIAN BERBASIS PELAYANAN KESEHATAN
Pasal 2
Tujuan pengaturan saintifikasi jamu adalah:
Meningkatkan penyediaan jamu yang aman, memiliki khasiat nyata yang teruji secara ilmiah, dan dimanfaatkan
secara luas baik untuk pengobatan sendiri maupun dalam fasilitas pelayanan kesehatan.

Pasal 4
Jamu harus memenuhi kriteria:
a. aman sesuai dengan persyaratan yang khusus untuk itu;
b. klaim khasiat dibuktikan berdasarkan data empiris yang ada; dan
c. memenuhi persyaratan mutu yang khusus untuk itu

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


1148/MENKES/PER/VI/2011 TENTANG PEDAGANG BESAR FARMASI
Pasal 4 ayat 1 point f
Untuk memperoleh izin PBF, pemohon harus memenuhi persyaratan salah satunya menguasai gudang sebagai
tempat penyimpanan dengan perlengkapan yang dapat menjamin mutu serta keamanan obat yang disimpan.

Pasal 13
PBF dan PBF Cabang hanya dapat mengadakan, menyimpan dan menyalurkan obat dan/atau bahan obat yang
memenuhi persyaratan mutu yang ditetapkan oleh Menteri.

Pasal 14
Setiap PBF dan PBF Cabang harus memiliki apoteker penanggung jawab yang bertanggung jawab terhadap
pelaksanaan ketentuan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat sebagaimana
dimaksud dalam Pasal 13.

Pasal 15
PBF dan PBF Cabang harus melaksanakan pengadaan, penyimpanan dan penyaluran obat dan/atau bahan obat
sesuai dengan CDOB yang ditetapkan olehMenteri. Penerapan CDOB dilakukan sesuai pedoman teknis CDOB
yang ditetapkan oleh Kepala Badan. PBF dan PBF Cabang yang telah menerapkan CDOB diberikan sertifikat
CDOB oleh
Kepala Badan.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


1189/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PRODUKSI ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN
KESEHATAN RUMAH TANGGA
Pasal 4
Produk alat kesehatan dan PKRT yang beredar harus memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan,
dan kemanfaatan. Standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan sesuai dengan Farmakope
Indonesia atau Standar Nasional Indonesia (SNI) atau Pedoman Penilaian Alat Kesehatan dan PKRT atau
standar lain yang ditetapkan oleh Menteri.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


1190/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG IZIN EDAR ALAT KESEHATAN DAN PERBEKALAN
KESEHATAN RUMAH TANGGA

Pasal 4
Dalam rangka menjamin alat kesehatan dan/atau PKRT yang memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu,
keamanan, dan kemanfaatan diselenggarakan upaya pemeliharaan mutu alat kesehatan dan/atau PKRT.
Penyelenggaraan upaya pemeliharaan mutu alat kesehatan dan/atau PKRT dilakukan sejak kegiatan produksi
sampai dengan penggunaan alat kesehatan dan/atau PKRT.

PERATURAN MENTERI KESEHATAN REPUBLIK INDONESIA NOMOR


1191/MENKES/PER/VIII/2010 TENTANG PENYALURAN ALAT KESEHATAN
Pasal 4
Produk alat kesehatan yang beredar harus memenuhi standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan
kemanfaatan. Standar dan/atau persyaratan mutu, keamanan, dan kemanfaatan harus sesuai dengan Farmakope
Indonesia, Standar Nasional Indonesia, Pedoman Penilaian Alat Kesehatan, atau standar lain yang diatur oleh
Direktur Jenderal.

Anda mungkin juga menyukai