Anda di halaman 1dari 11

MAKALAH

AKTUALISASI MISI RASUL

DOSEN PEMBIMBING

MUHAMMAD MUALIF

Di Susun Oleh :

Nazam Akbar Bayhaqi (1931210173)


Setyo Utomo (1931210120)

TEKNIK MESIN / D-III TEKNIK MESIN

POLITEKNIK NEGERI MALANG

2019
Nabi Muhammad Saw adalah manusia pilihan yang “dilantik” Allah Swt menjadi rasul-Nya untuk
menjadi teladan terbaik (role model) bagi kehidupan manusia. Dalam memaknai maulid (hari
kelahiran) beliau, yang terpenting bukan upacaranya karena itu hanya “bungkus” belaka, melainkan
spirit dan substansi pencerahan moral, mental, dan spiritual beliau sebagai pemimpin teladan
sepanjang masa.

Memperingati maulid Nabi juga bukan untuk mengultuskan beliau, karena pengultusan itu
dilarang, melainkan menumbuhkan rasa cinta kepadanya dalam rangka meneguhkan spirit dan
komitmen spiritual. Dengan cinta Nabi, umat Islam memiliki apresiasi tinggi untuk selalu
meneladani dan memperjuangkan visi dan misi profetiknya, yaitu membumikan Islam rahmatan lil
rahmatan lil alamin (Islam sebagai rahmat bagi semesta raya).

Agenda utama kenabiannya adalah meluruskan akidah masyarakatnya yang rusak dan
memperbaiki akhlak kaumnya yang sudah biadab.

Keteladanan profetik Nabi dapat ditelusuri dari sirah beliau (perjalanan hidup dan rekam
jejaknya), sejak lahir hingga diangkat menjadi nabi dan rasul. Sebagai pemimpin umat dan dunia,
jejak rekam moral beliau sangat jelas.

Sejak kecil, Nabi dikenal sebagai pribadi jujur, bersih, sederhana, pemberani, dan berhati mulia.
Beliau mampu menjaga kehormatan dirinya di tengah arus budaya jahiliah yang membiadabkan
tatanan kehidupan masyarakat saat itu.

Substansi maulid Nabi adalah kelahiran seorang pemimpin pembangun peradaban, bukan sekadar
pembangun masyarakat dan bangsa. Keteladanan profetik beliau dalam membangun peradaban
sungguh relevan diaktualisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara, di saat bangsa dan
masyarakat dunia pada umumnya mengalami krisis keteladanan.

Aktualisasi adalah sebuah bentuk akan keinginan yang dimana dimilii oleh seseorang guna untuk
dapat menggunakan segala macam bentuk dari kemampuan dirinya guna untuk mencapai sebuah
bentuk hal yang dimana ingin mereka lakukan.
Aktualisasi misi rasul adalah keinginan yang dimiliki oleh Nabi Muhammad SAW untuk
memperbaiki/meluruskan akhlak dan akidah yang rusak pada kaumnya, mengenai akhlak manusia
yang waktu itu sudah tidak teratur dan tidak terkendali, Nabi Muhammad saw., diberikan perintah
untuk memperbaiki akhlak manusia yang berada di lingkungan sekitarnya. Mulai dari segi ibadah,
keyakinan, mu’amalah dan lain sebagainya

Dalam hadis-hadis Nabi juga, penekanan besar diberikan terhadap nilai-nilai moral. Berdasarkan
sebuah hadis terkenal, Rasulullah saw bersabda:

“Aku telah diutus untuk menyempurnakan akhlak yang mulia.” (Bihar al-Anwar, jilid 67 halaman
372 dan jilid 68 halaman 373)

kata-kata “menyempurnakan” mengindikasikan fakta bahwa para nabi as sebelumnya telah


memulai tugas ini dan tugas Rasulullah saw adalah menyempurnakannya. Nabi Muhammad SAW
adalah seorang yang tabah dan sabar, sehingga beliau menjadi panutan bagi manusia dalam segala
aspek kehidupan baik dalam urusan dunia ataupun akhirat. Keteladanan nabi saw tidak di ragukan
kebenarannya, maupun kebaikannya, karena di sampaikan nabi Muhammad saw adalah berdasarkan
wahyu bukan kebohongan dan omong kosong. Nabi Muhammad Saw di utus Allah Swt. setidaknya
ada empat misi kerasulannya :

a. Mengajarkan ajaran tauhid kepada kaumnya


Bagian yang paling penting dalam menyempurnakan akhlak manusia tentu manusia harus bisa men-
tauhid-kan Tuhannya. Serta membebaskan diri dari sesuatu yang bersifat musyrik. Hal ini dilakukan
oleh Rasulullah saw., yang waktu itu sedang berada di Makkah dan dipenuhi oleh kaum Jahiliyah
yang senang menyembah berhala.

Ajaran tauhid yang dijelaskan oleh nabi Muhammad saw., terdapat dalam Kitab Suci al-Qur’an,
seperti yang tertulis dalam surat al-Baqarah, berikut ini :

Artinya:
“Dan Tuhanmu adalah Tuhan Yang Maha Esa; tidak ada Tuhan melainkan Dia Yang Maha Pemurah
lagi Maha Penyayang” (QS. al-Baqarah (2): 163
2.Menyempurnakan Akhlak.

Akhlak Nabi Muhammad Saw merupakan acuan yang tidak ada bandingannya. Bukan hanya dipuji
oleh manusia, tetapi juga oleh Allah Swt. Hal ini dapat dilihat dalam firman-Nya:

‫َع ِظيم ُخلُق لَعَلَى َو ِإنَّ َك‬


Artinya: “Dan sesunguhnya kamu ( Muhammad ) benar-benar berbudi pekerti yang agung.“ (QS. Al-
Qalam: 4 )

3. Membangun Manusia yang Mulia dan Bermanfaat.

Nabi Muhammad saw. mengajarkan tentang persamaan derajat manusia. Nabi Muhammad saw.
jugamengajarkan agar penyelesaianmasalah tidak boleh dilakukan dengan cara kekerasan, namun
harus dilakukan dengan cara-cara yang damai dan beradab. Hal ini tercermin dalam tindakan Nabi
Muhammad Saw. ketika mendamaikan masyarakat Mekah saat akan meletakkan Hajar Aswad pada
tempatnya. Nabi Muhammad mengajarkan agar manusia bekerja keras untuk dapat memenuhi
kebutuhannya, namun ketika menjadi kaya, dia harus mengasihi yang miskin dengan cara
menyisihkan sebagian hartanya untuk mereka. Orang yang kuat harus mengasihi yang lemah. Orang
tua harus menyayangi anaknya, baik anak itu laki-laki maupun perempuan. Sebaliknya, anak harus
menghormati dan berbakti kepada orang tuanya walaupun mereka sudah sangat tua. Ketika antar
anggota masyarakat dapat memahami hak dan kewajibannya, saling menghormati, menghargai, dan
mengasihi, akan menjadi masyarakat yang damai, aman, tenteram, dan sejahtera. Terbukti, saat ini,
keadaan Masyarakat Mekah dan Madinah menjadi masyarakat yang sangat beradab, damai,
sejahtera, dan mengalami kemajuan yang pesat. Semua itu diawali dengan ketakwaan mereka kepada
Allah Swt dan senantiasa berpegang teguh kepada ajaran Nabi Muhammad Saw

4. Memberikan adanya kabar gembira dan peringatan bagi setiap ummat

Nabi Muhammad saw., yang menjadi utusan Allah, selain mengajarkan ajaran tauhid juga
mempunyai misi lain yang harus disampaikan kepada ummatnya. Sebagai pembawa kabar gembira
juga sebagai pemberi peringatan. Beliau sudah pasti akan memberikan kabar gembira kepada
siapapun yang senantiasa beriman kepada Allah dan rasul-Nya. ( Simak juga: Iman Kepada Allah)
Begitu pula sebaliknya, jika siapa saja yang meninggalkan aturan-aturan yang sudah ditetapkan,
serta suka berbuat onar dan jahat, beliau pasti akan mendatanginya untuk memberikan sebuah
peringatan supaya menghentikan perbuatan jeleknya tersebut. Karena kelak perbuatan terbeut akan
mendapatkan balasan setimpal.

Perihal di atas seperti yang dicantumkan dalam QS. Fathir (35): 24, sebagai berikut:

‫س ۡلنَ َك ِإنَّا‬ ِ ‫ِيرا ِب ۡٱل َح‬


َ ‫ق أ َ ۡر‬ ٗ ‫ نَذِير فِي َها خ ََل ِإ َّّل أ ُ َّمة ِم ۡن َو ِإن َونَذ‬٢٤
ٗ ‫ِيرا َبش‬
Artinya:

“Sesungguhnya Kami mengutus kamu dengan membawa kebenaran sebagai pembawa berita
gembira dan sebagai pemberi peringatan. Dan tidak ada suatu umatpun melainkan telah ada padanya
seorang pemberi peringatan”

5. Memberikan bimbingan moral terhadap satu sama lain

Ketika beliau masih berada di kota Makkah, mayoritas moral masyarakat kota Makkah sangatlah
bejat dan banyak perlakuan-perlakuan yang kurang terpuji sering dilakukan oleh mereka semua.
Dalam posisi inilah nabi Muhammad sangat mempunyai peran penting, yakni memberikan contoh
yang baik dan benar terhadap mereka semua, semua itu dilakukan tentu agar perilaku dan moral
mereka semua bisa berubah menjadi baik. Seperti penjelasan sebuah hadits..

ُ ‫صلَّى للاِ َر‬


‫سو ُل قا َ َل قَا َل ُه َري َرة َ أ َ ِبي َعن‬ َ : ‫صا ِل َح ِِلُت َ ِم َم بُ ِعثتُ إِنَّ َما‬
َ ‫سلَّم َو َعلَي ِه للا‬ َ
ِ ‫)أحمد رواه( اِلَخ َل‬
‫ق‬
Artinya:

“Dari Abu Hurairah r.a. berkata: Rasulullah saw., bersabda: “Sesungguhnya aku diutus (oleh

Allah) untuk menyempurnakan akhlak yang baik (sholeh) (HR. Ahmad)

Bimbingan moral yang diberikan oleh nabi tentu mempunyai sebuah kelebihan tersendiri. Mulai
dari perilaku baik dan sopan santunnya terhadap masyarakat yang hidup di sekitarnya. Sampai rasa
kasih sayangnya terhadap mereka yang bahkan mencemooh dan menghinanya. Tidak ada rasa marah
dan membalas perbuatan mereka kembali.

Akhlak nabi sangatlah tinggi, beliau tahu bahwa hinaan, cemoohan, ancaman dan lain-lain yang
mengandung unsur jahat, bisa jadi dikarenakan mereka belum tahu atau belum mendapatkan hidayah
dari Allah swt. Bahkan ada sebuah hadits yang mejelaskan nabi pun mendoakan mereka semuanya.

ِ ‫ ِلقَو ِمي اغ ِفر َر‬، ‫)مسلم رواه( َيعلَ ُمونَ ّلَ فَإِنَّ ُهم‬
‫ب‬
Artinya:

“Wahai Tuhan, ampunilah dosa kaumku, karena sesungguhnya mereka tidak mengetahui” (HR.

Muslim)

Kepada kaum yang terbilang lemah atau pada para fakir miskin pun, beliau juga sangatlah
perhatian, mulai dari cara bicara dan juga amal kesehariannya. Dari sinilah mereka semua bisa
menanggapi apa yang sebenarnya diajarkan oleh nabi Muhammad saw.

Sebagai pemimpin, beliau juga mempunyai watak yang cerdas, dan pandangan yang luas, dari
sinilah ketika beliau berdakwah kepada kaumnya mengenai berbagai ajaran iman dan islam, beliau
memberikan contoh lebih dulu dan dilakukan sehari-hari. Dari kepribadian seperti itulah, umatnya
bisa menjadi mengerti.

Dari situ pula, nabi melakukan dakwahnya tanpa adanya sebuah paksaan, dan yang mengikuti
ajarannya bisa mengerjakan sebuah amalan dengan senang hati, penuh kepercayaan dan keyakinan
serta tanpa keraguan sedikitpun.

6. Kesalehan Multidimensi

Setidaknya, ada empat kesalehan yang perlu dimiliki dan dikembangkan warga bangsa ini agar
bisa meneladani keluhuran akhlak beliau. Pertama, kesalehan niat (shalih an-niyyat). Dalam bahasa
psikologi dan politik, kita perlu memiliki kemauan kuat untuk mencontoh dan mengikuti mindset
(pola pikir), pola komunikasi, pola sikap dan perbuatan, dan pola hidup beliau.

Kedua, kesalehan dalam mematuhi aturan hukum (shalih as-syarishalih as-syariat). Beliau tidak
pernah “menelan ludahnya” sendiri. Apa yang telah ditetapkan ditaatinya, bahkan beliaulah yang
terdepan dalam memberi contoh penegakan hukum. Sedemikian hebat ketaatannya, sehingga beliau
memberi “keteladanan plus” yang melebihi apa yang dibebankan kepada umatnya.

Ketiga, kesalehan dalam mencapai tujuan yang baik dan benar (shalih al-ghayat). Ketika hendak
berhijrah dari Mekkah ke Madinah, beliau mengingatkan kepada para sahabatnya bahwa “Kinerja itu
ditentukan oleh niatnya. Siapa yang tujuan hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya
itu menuju jalan Allah dan Rasul-Nya.

Siapa yang berhijrah karena hendak men-dapatkan perempuan untuk dinikahinya, maka hijrahnya
itu hanya sebatas mendapatkan apa yang ditujunya.” (HR Bukhari dan Muslim). Korupsi yang masih
mewabah di negeri ini boleh jadi disebabkan oleh tujuan yang keliru dari para “petualang politik”.

Keempat, kesalehan dalam mengikuti prosedur dan mekanisme yang benar (shalih al-kaifiyyat
wal ijrawal ijraat). Banyak orang mengambil jalan pintas karena tidak saleh dalam mengikuti
prosedur dan mekanisme yang benar.

Kesalehan Multidimensi

Setidaknya, ada empat kesalehan yang perlu dimiliki dan dikembangkan warga bangsa ini agar
bisa meneladani keluhuran akhlak beliau. Pertama, kesalehan niat (shalih an-niyyat). Dalam bahasa
psikologi dan politik, kita perlu memiliki kemauan kuat untuk mencontoh dan mengikuti mindset
(pola pikir), pola komunikasi, pola sikap dan perbuatan, dan pola hidup beliau.

Kedua, kesalehan dalam mematuhi aturan hukum (shalih as-syarishalih as-syariat). Beliau tidak
pernah “menelan ludahnya” sendiri. Apa yang telah ditetapkan ditaatinya, bahkan beliaulah yang
terdepan dalam memberi contoh penegakan hukum. Sedemikian hebat ketaatannya, sehingga beliau
memberi “keteladanan plus” yang melebihi apa yang dibebankan kepada umatnya.

Ketiga, kesalehan dalam mencapai tujuan yang baik dan benar (shalih al-ghayat). Ketika hendak
berhijrah dari Mekkah ke Madinah, beliau mengingatkan kepada para sahabatnya bahwa “Kinerja itu
ditentukan oleh niatnya. Siapa yang tujuan hijrahnya karena Allah dan Rasul-Nya, maka hijrahnya
itu menuju jalan Allah dan Rasul-Nya.

"Siapa yang berhijrah karena hendak mendapatkan perempuan untuk dinikahinya, maka hijrahnya
itu hanya sebatas mendapatkan apa yang ditujunya.” (HR Bukhari dan Muslim). Korupsi yang masih
mewabah di negeri ini boleh jadi disebabkan oleh tujuan yang keliru dari para “petualang politik”.
Keempat, kesalehan dalam mengikuti prosedur dan mekanisme yang benar (shalih al-kaifiyyat
wal ijrawal ijraat). Banyak orang mengambil jalan pintas karena tidak saleh dalam mengikuti
prosedur dan mekanisme yang benar.

Mereka tidak sabar untuk cepat-cepat menjadi kaya, meskipun mekanisme yang ditempuh itu
menghalalkan segala cara. Mereka tidak tahan “menderita” di luar pemerintahan, sehingga begitu
berkuasa, nafsu serakahnya dilampiaskan dengan berlomba-lomba korupsi.

Aktualisasi keteladanan profetik mengharuskan kita belajar menjadi saleh multidimensi dalam
kehidupan bermasyarakat, berbangsa, dan bernegara. Kita merindukan teladan kehidupan sejati dari
Nabi.

Dalam The Art of Leadership karya Muhammad Fathi (2009) dijelaskan bahwa dalam waktu yang
sangat singkat, 23 tahun (13 tahun di Mekkah dan 10 tahun di Madinah), beliau sukses mengubah
masyarakat jahiliah menjadi masyarakat yang cerdas secara mental-spiritual, dari masyarakat
paganisme yang primitif menjadi komunitas bertauhid yang madani.

Beliau juga berhasil mengubah masyarakat berkarakter kasar dan bengis menjadi berkarakter
santun dan beradab. Dari masyarakat yang tidak dikenal oleh peradaban, beliau mampu menjadikan
umatnya memimpin peradaban.

Rahasia di balik semua itu adalah kepemimpinan profetik beliau yang jujur, amanah, tabligh
(komunikatif dan transparan), dan fathanah (cerdas dan profesional) sekaligus visi kenabiannya yang
mulia, yaitu mewujudkan Islam sebagai agama rahmat dan cinta kasih bagi semua. (Oleh: Muhbib
Abdul Wahab - Dosen Pascasarjana FITK UIN Syarif Hidayatullah dan UMJ/Sindonews)

Awal Mula Peringatan Maulid Nabi

Memperingati hari lahir Nabi Muhammad Saw atau biasa disebut sebagai Maulid Nabi telah
menjadi semacam tradisi bagi umat Islam di berbagai belahan dunia, tak terkecuali Indonesia.
Peringatan Maulid Nabi pada 12 Rabiul Awal menjadi momen untuk membangkitkan dan menjaga
semangat Nabi dalam diri umat.

Kendati telah menjadi semacam tradisi, memang masih terjadi silang pendapat tentang kapan
sebenarnya Maulid Nabi mulai diperingati umat Islam. Jika ditelusuri dalam kitab tarikh (sejarah),
perayaan Maulid Nabi tidak ditemukan pada masa sahabat, tabiin, hingga tabiit tabiin, dan empat
imam mazhab.

Mereka adalah orang-orang yang sangat mencintai dan mengagungkan Nabi Muhammad SAW.
Mereka pula kalangan yang paling bersemangat dan menghayati setiap ajaran-ajaran yang
diwariskan olehnya.

Beberapa kalangan berpendapat bahwa Maulid Nabi pertama kali muncul pada zaman
Shalahuddin al-Ayyubi (1193 M). Shalahuddin disebut menganjurkan umatnya untuk melaksanaan
perayaan Maulid Nabi guna membangkitkan semangat jihad kaum Muslim. Kala itu, Shalahuddin
dan umat Islam memang berada dalam fase berperang melawan tentara Salib.

Kendati demikian, pendapat tersebut juga masih diperdebatkan. Mereka yang menolak bahwa
Shalahuddin sebagai pelopor maulid beralasan, tidak ditemukan catatan sejarah yang menerangkan
perihal Shalahuddin menjadikan Maulid Nabi sebagai bagian dari perjuangannya dalam Perang
Salib.

Menurut beberapa pakar sejarah Islam, peringatan dan perayaan Maulid Nabi dipelopori oleh
Dinasti Ubadiyyun atau disebut juga Fatimiyah (silsilah keturunannya disandarkan pada Fatimah). Al
Maqrizi, salah satu tokoh sejarah Islam mengatakan, para khilafah Fatimiyah memang memiliki
banyak perayaan sepanjang tahun.

Antara lain perayaan tahun baru, hari Asyura, Maulid (hari kelahiran) Nabi, maulid Ali bin Ali
Thalib, maulid Hasan dan Husain, maulid Fatimah al Zahra, perayaan malam pertama bulan Rajab,
perayaan malam pertama bulan Syaban, perayaan malam pertama Ramadan, perayaan Idul Fitri
dan Idul Adha, perayaan malam Al Kholij, perayaan hari Nauruz (tahun baru Persia), dan lainnya. (Al
Mawa'izh wal I'tibar bi Dzikril Khutoti wal Atsar, 1/490. Dinukil dari Al Maulid, hal. 20 dan Al Bida' Al
Hawliyah, hal. 145-146)

Asy Syekh Bakhit Al Muti'iy, seorang mufti dari Mesir, dalam kitabnya Ahsanul Kalam (hal.44)
juga menyebut, yang pertama kali mengadakan enam perayaan maulid, salah satunya adalah
Maulid Nabi adalah Al Mu'izh Lidnillah (keturunan Ubaidillah dari Dinasti Fatimiyah) pada 362
Hijriah.
Selain mereka, dalam beberapa buku sejarah juga disebutkan bahwa Dinasti Fatimiyah memang
yang menginisiasi perayaan Maulid Nabi. Perlu diketahui sebelumnya, pemerintahan Fatimiyah
berdiri pada 909 Masehi di Tunisia. Enam dekade kemudian, mereka memindahkan pusat
kekuasaan ke Kairo, Mesir. Dua tahun setelah masuknya Shalahuddin al-Ayubbi ke Mesir, yakni
sekitar tahun 1171, Dinasti Fatimiyah runtuh.

Adanya perayaan Maulid Nabi oleh Dinasti Fatimiyah disebutkan antara lain oleh dua sejarawan
dan ilmuwan pada masa Dinasti Mamluk, beberapa abad setelah masa hidup Shalahuddin. Salah
satu sejarawan tersebut adalah yang telah disebutkan sebelumnya, yakni al-Maqrizi (1442) dan al-
Qalqashandi (1418).

Al-Qalqashandi menyebutkan tentang perayaan Maulid Nabi oleh Dinasti Fatimiyah secara
ringkas dalam kitab Subh al-A'sya jilid III (1914: 502-3). Perayaan itu dilakukan pada tanggal 12
Rabiul Awwal, dipimpin oleh Khalifah Fatimiyah dan dihadiri oleh para pembesar kerajaan seperti
Qadhi al-Qudhat, Da'i al-Du'at, dan para pembesar kota Kairo dan Mesir. Acara tersebut
diterangkan dibuka dengan pembacaan ayat suci Alquran dan khutbah oleh tiga penceramah.

Kendati terdapat sumber referensi yang menyebutkan bahwa Dinasti Fatimiyah yang pertama
kali menghelat Maulid Nabi, tetapi hal tersebut juga masih diperdebatkan. Sebab, Ibn Jubair ketika
melakukan perjalanan hajinya melalui Mesir pada tahun 1183, tidak menyebutkan ada kebiasaan
maulid di sana.

Saat itu sudah dua belas tahun sejak runtuhnya Dinasti Fatimiyah dan Mesir telah diperintah
oleh Shalahuddin. Pada Rabiul Awwal tahun itu, Ibn Jubair (w. 1217) masih belum menyeberang
dari Mesir menuju Jeddah. Jika kebiasaan maulid di Mesir merupakan kebiasaan yang populer di
tengah masyarakat sejak masa Fatimiyah, dan kemudian bersambung pada masa Shalahuddin,
rasanya kecil kemungkinan hal ini akan terlewat dari pengamatan Ibn Jubair untuk kemudian ia
tuangkan di dalam buku perjalanannya (The Travels of Ibn Jubayr/ Rihla). (Republika/RM)

sabda Nabi Muhammad SAW., “Sesungguhnya aku diutus tidak lain adalah untuk
menyempurnakan akhlak” (HR. Ahmad, Malik dan Al-Bukhari dalam Al-Adab Al-Mufrad). Hadis
tersebut menunjukkan bahwa Rasulullah serta agama yang beliau sebarkan adalah mengajarkan
pemeluknya untuk berperilaku baik.

Sabda Rasulullah ini dipertegas dalam Al-Quran.


“Dan tiadalah Kami mengutus kamu (Muhammad), melainkan untuk menjadi rahmat bagi
semesta alam” (QS. Al-Anbiya: 107).

Ayat tersebut secara tegas menerangkan bahwa misi Rasulullah adalah menghadirkan rahmat, kasih
sayang, bagi seluruh alam beserta penghuninya. Sebagai umat Islam sudah selayaknya kita
melanjutkan misi kenabian beliau. Melanjutkan misi perjuangan dakwah Rasulullah SAW. sesuai
konteks ayat tersebut menurut hemat penulis adalah menebarkan cinta kasih serta menjaga
persaudaraan (ukhuwah).

Anda mungkin juga menyukai