Anda di halaman 1dari 10

Meneladani sifat Rahmat Nabi Muhammad SAW.

Sebagai kunci kebahagiaan.

Oleh: Rizki Ainurrafik

Akhir-akhir ini banyak sekali kekerasan yang


terjadi dikehidupan manusia, hal ini menunjukkan
bahwa adanya problem yang mendasar dalam kehidupan
manusia, yaitu manusia sebagai pelaku tindak kekerasan.
Di Indonesia sendiri akhir akhir ini diramaikan dengan
terjadinya tindakan tindakan kekerasan, entah itu KDRT
(kekerasan dalam rumah tangga), penganiayaan,
pelecehan seksual, dan lain lain. Ini menunjukkan bahwa
dikehidupan manusia khususnya di Indonesia sendiri
masih krisis dalam sifat kemanusiaan yang disebabkan
oleh ego, nafsu dan kurangnya ilmu pengetahuan
keagamaan. bahkan, tidak sedikit kita dapati juga tindak
kekerasan yang justru dilakukan oleh ummat islam
ataupun oleh oknum islam tertentu. Perlu kita ketahui
bahwasannya dalam agama islam sendiri kita diajarkan
untuk menjunjung tinggi nilai nilai kemanusiaan
sebagaimana firman Allah dalam Al-Qur’an:

‫َيا َأُّيَها الَّناُس ِإَّنا َخ َلْقَناُك ْم ِم ْن َذ َك ٍر َو ُأْنَثٰى َو َج َع ْلَناُك ْم ُش ُعوًبا َو َقَباِئَل ِلَتَع اَر ُفوا ۚ ِإَّن َأْك َر َم ُك ْم‬
‫ِع ْنَد ِهَّللا َأْتَقاُك ْم ۚ ِإَّن َهَّللا َع ِليٌم َخ ِبيٌر‬

“Hai manusia, sesungguhnya Kami menciptakan kamu


dari seorang laki-laki dan seorang perempuan dan
menjadikan kamu berbangsa-bangsa dan bersuku-suku
supaya kamu saling kenal-mengenal. Sesungguhnya
orang yang paling mulia diantara kamu disisi Allah ialah
orang yang paling takwa diantara kamu. Sesungguhnya
Allah Maha Mengetahui lagi Maha Mengenal.” (QS.Al-
Hujurat/49:13).
Dalam ayat ini Allah menegaskan kepada ummat
manusia agar senantiasa hidup rukun dengan saling
mengenal, menghargai dan berbuat kebaikan. Meskipun
pada realitasnya banyak kita dapati tindakan tindakan
kekerasan yang menyalahi Hak Asasi Manusia (HAM).
dan bukan hanya itu, tapi juga melanggar terhadap apa
yang Allah perintahkan kepada kita sebagai manusia.

Dengan meneladani salah satu sifat dan


kepribadian Nabi SAW. Diharapkan bisa menjadi solusi
untuk mencegah tindak kekerasan dalam kehidupan
manusia. dan khususnya bagi umat islam agar selalu
berpegang teguh kepada apa yang ada didalam Al-
Qur’an dan yang dicontohkan oleh Nabi SAW. Dalam
hadistnya. Dengan berusaha memahami keduanya tidak
hanya secara tekstual saja tapi juga secara kontekstual.
Dengan memahami Al-qur’an dan hadist secara
kontekstual, maka kita akan bersikap bijaksana dalam
beragama dan dalam menjalani kehidupan spiritual
maupun sosial.

A. pengertian sifat Rahmat.

Dalam kamus besar bahasa indonesia (KBBI) kata rahmat


mempunyai arti belas kasih. Rahmat juga berarti kasih
sayang dan merupakan sifat Allah SWT. Kepada seluruh
ummat manusia. Allah SWT. Maha rahmat di dunia dan
di akhirat. Rahmat-Nya didunia bersifat umum bukan
hanya kepada orang mukmin, bahkan juga kepada orang
kafir. Yaitu Dia memberinya makan, minum, rezeki,
kesehatan, kekayaan, kekuasaan dan lain lain. Bisa kita
lihat orang orang yang beragama non muslim atau
bahkan ada juga yang tak beragama bisa menikmati apa
apa fasilitas yang ada di dunia ini, itu artinya rahmat
Allah SWT. Begitu besar kepada siapapun yang hidup di
dunia. Akan tetapi di akhirat, rahmat-Nya bersifat
khusus yaitu hanya untuk orang orang yang beriman.
Sifat rahmat juga merupakan sifat Nabi Muhammad
SAW. Dan Beliau diutus untuk menebar rahmat bagi
semesta alam. Allah SWT. Berfirman dalam Al-Qur’an:

‫َوَم ا َأْر َس ْلَناَك ِإاَّل َر ْح َم ًة ِلْلَع اَلِم يَن‬


“Dan tiadalah Kami mengutus kamu, melainkan untuk
(menjadi) rahmat bagi semesta alam.” ( QS.
Al-Anbiya/21:107).

B. Sifat rahmat Nabi Muhammad Saw.

Siapa yang tidak kenal dengan Nabi SAW. Nabi dan


Rasul terakhir yang diutus oleh Allah SWT. Dan tidak
ada Nabi dan Rasul setelah beliau. Setiap hari Namanya
yang mulia selalu disebut-sebut oleh pecintanya,
syafaatnya yang begitu didambakan oleh ummatnya,
kasih sayangnya begitu besar kepada ummatnya, dan
yang akan mendapatkan syafaatnya hanya orang orang
yang membuka hati terhadap ajaran dan perintahnya dan
semoga kita termasuk didalamnya.

Nabi SAW. Dikenal sebagai orang yang mempunyai


sifat lemah lembut dan kasih sayang kepada siapapun.
Akhlaknya begitu mulia dan diutus untuk
menyempurnakan Akhlak manusia. Allah SWT.
Berfirman dalam Al-Qur’an:

‫َوِإَّنَك َلَع َلٰى ُخ ُلٍق َع ِظ يٍم‬


Artinya: “Dan sesungguhnya kamu benar-benar berbudi
pekerti yang agung”. (QS Al-Qalam/68: 4).

Ayat ini menjelaskan bahwa betapa mulianya


akhlak Nabi SAW. Isteri baginda Nabi SAW. sendiri
menyebutkan bahwa Akhlak Nabi SAW. adalah Al-
Qur’an. Kita sebagai ummatnya harus berusaha
mencontoh akhlak baginda Nabi SAW. Agar bahagia
dunia dan akhirat. Sebagaimana Firman Allah dalam Al-
Qur”an:

‫َلَقْد َك اَن َلُك ْم ِفي َر ُسوِل ِهَّللا ُأْس َو ٌة َح َس َنٌة ِلَم ْن َك اَن َيْر ُج و َهَّللا َو اْلَي ْو َم اآْل ِخ َر َو َذ َك َر َهَّللا‬
‫َك ِثيًرا‬
“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri
teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang
mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat
dan dia banyak menyebut Allah.” (QS. Al-Ahzab/33:21).

Jelas bahwasannya Nabi SAW. Adalah sebagai


contoh bagi ummat manusia dalam menjalani kehidupan
baik dalam ritual maupun sosial. selain taat dalam
hubungan langsung dengan Allah, Baginda Nabi SAW.
Juga menjadi orang yang sangat menjaga Nilai-nilai
kemanusiaan, berdakwah dengan lemah lembut, beliau
tidak pernah memaksa orang lain untuk mengikuti
ajarannya, beliau adalah orang yang ramah kepada
siapapun, baginda Nabi SAW. Bukan orang yang selalu
serius tapi sebagaimana manusia Baginda Nabi SAW.
Juga suka bercanda, namun setiap apa yang keluar dari
mulutnya adalah kebenaran. Dalam dakwahnya beliau
selalu menyampaikan kabar gembira bagi siapa yang
beriman dan memberikan peringatan bagi siapa yang
tidak mau beriman. Namun keduanya tetap disampaikan
dengan cara yang baik yaitu dengan Akhlak.

Sifat rahmat Nabi SAW. Bisa dijadikan teladan


dalam berbagai bidang atau sisi, tidak hanya sebagai
pendakwah tapi juga sebagai anak, pengusaha, suami,
penengah dan bidang lainnya. Dalam hadist Nabi SAW.
Berksabda “Sesungguhnya aku tidak diutus sebagai
tukang laknat. Sesungguhnya aku diutus sebagai
rahmat.” (HR. muslim). Hadist ini juga jelas, pengutusan
Nabi SAW. Ke dunia ini untuk merahmati, bukan
melaknati. Nyatanya dalam ayat-ayat Al-qur’an yang
niscaya benarnya dan berbagai hadist shahih yang tak
terbantahkan, menunjukan misi Islam sebagai rahmat.
Juga jelas, Nabi SAW. Bukan melaknat, tapi memberi
rahmat, bukan memarahi, tapi meramahi. Lalu, apakah
kita masih pantas mengaku sebagai umatnya, sementara
kita justru mengabaikan ajaran utamanya? Tidak
malukah kita?

Setiap manusia, seburuk apapun keadaaanya


dalam penglihatan kita, sesungguhnya diciptakan dengan
adanya fitrah (kecenderungan pada kebaikan) dalam
dirinya. Nah, tugas Nabi SAW. Adalah membuat
manusia kembali pada fitrahnya dan menjadi sosok yang
berada di jalannya. Dalam hadist Nabi SAW. Berkata
“sesungguhnya tuhanku memerintahkanku untuk
mengajarkan kepadamu tentang sesuatu yangt tidak
kamu ketahui, sebagaimana yang diajarkan oleh Tuhanku
pada hari ini, bahwa semua yang aku berikan kepada
hamba-ku adalah adalah halal. Dan bahwa aku
menciptakan seluruh hambaku cenderung pada
kebaikan. Tetapi, lalu setan mendatanginya untuk
menyesatkan mereka dari agama mereka. Maka aku
mengharamkan apa yang semula aku halalkan bagi
mereka.” (HR. Muslim dan Ahmad).

Itulah tuntunan berdakwah dalam islam, yakni


upaya melawan bujuk rayuan setan agar manusia
kembali pada fitrahnya yaitu cenderung pada kebaikan.
Dalam berdakwah harus dilakukan dengan kesabaran,
tanpa disertai dengan kesabaran maka kita akan mudah
menyerah dalam berdakwah. Berdakwah juga dilakukan
dengan kasih sayang agar orang yang kita dakwahi
mudah tersentuh hatinya. Nabi SAW. Juga dikenal
sebagai orang yang murah senyum, bahkan kepada orang
yang membencinya dan mendzoliminya sekalipun. Maka
kita harus berusaha meneladani Nabi SAW. Meskipun
memang sangat berat untuk tersenyum kepada orang
yang membenci kita, pun begitu juga orang yang kita
benci. Dan dalam hadist Nabi SAW. Bersabda “ cintailah
orang yang kamu cintai sekadarnya. Bisa jadi orang yang
kamu cintai, suatu hari nanti harus kamu benci. Dan
bencilah orang yang kamu benci sekadarnya, bisa jadi
suatu hari nanti dia menjadi orang yang harus kamu
cintai.” (HR. Tirmidzi). Hadist ini mengajarkan bahwa
jangan berlebihan dalam keduanya, yaitu mencintai dan
membenci. Yang perlu kita cintai adalah kebaikannya dan
yang perlu kita benci adalah keburukannya.Ada
beberapa kisah yang bisa dijadikan teladan agar menjadi
manusia yang memiliki sifat rahmat seperti Nabi SAW.

1. Suatu saat nabi SaW. mengajak berdamai


kepada Musailamah al-Kadzdzab, pria
keturunan Bani Hanifa di Yamamah , yang
mengaku dirinya sebagai nabi. Lalu
apakan Nabi SAW. Membantainya?

Kemuliaan dan keagungan Nabi SAW.


Tidak menghendaki kekerasan kepada
Musailamah maupun para pengikutnya.
Kepada seorang pengikut setianya Nabi
SAW. Berkata” Demi Allah, kalau tidak
karena kerasulanku, sudah aku pukul
dagumu.” (Tarikh at-Thabari:II/199).
Secara pribadi, mungkin Nabi SAW.
Sangat memungkinkan untuk marah.
Namun sebagai Rasul yang mengemban
misi damai bagi alam, kemarahan yang
berpotensi untuk melakukan kekerasan itu
diredamnya. Inilah yang diikuti oleh para
sahabat, mereka tidak main hakim sendiri
atau membuat gerakan-gerakan diluar
komando Nabi SAW. Berbeda dengan
umat Islam di negeri ini, yang sangat
gemar menghakimi yang tentu tidak
diajarkan oleh Nabi SAW. Yang efeknya
justru membuat citra Islam menjadi
negatif, yang dimana Islam itu adalah
agama damai dan rahmat bagi alam
semesta. Langkah yang harus dilakakan
dalam menyelesaikan masalah adalah
dengan musyawarah dan dialog secara
baik baik, tidak perlu adanya kekerasan.

2. Dikisahkan, di sudut pasar madinah,


seorang pengemis buta beragama yahudi
senantiasa menghina dan mencaci Nabi
SAW. Dan ini dilakukan hampir setiap
hari seakan menjadi hobi dikarnakan
belum pernah melihat langsung orang
yang dibencinya itu karena kebutaanya. Ia
juga belum pernah mendengar sendiri
ajaran yang disampaikan Nabi SAW. Lalu
apa reaksi Nabi SAW. Mengetahui hal itu?
Bukan kebencian yang ia lakukan. Konon,
setiap pagi Nabi SAW. Mendatanginya
dan membawa makanan kepada pengemis
buta beragama yahudi itu tanpa berkata
sepatah katapun, lalu kemudian beliau
menyuapinya dengan kasih sayang dan
kelembutan. Nabi SAW. Tidak terpancing
dengan hinaan dan cacian yang
menyakitkan itu. Nabi SAW. Melakukan
rutinitas ini hingga menjelang wafatnya.
Setelah beliau wafat maka tidak ada lagi
yang melakukan rutinitas itu. Singkat
cerita sahabat Abu Bakar As-Shiddiq
menggantikan Nabi SAW. Membawa
makanan dan menyuapi pengemis buta
itu. Untuk melakukan salah satu Sunnah
Nabi SAW. Itu. Akan tetapi ketika Abu
Bakar menyuapinya, pengemis itu sadar
bahwa beliau bukan orang yang biasa
menyuapinya. Yang biasa menyuapinya
itu penuh kelembutan dan dirasa berbeda
dengan Abu bakar. Maka Abu Bakar
memberi tahu hal yang sebenarnya, bahwa
yang biasa memberi makan dan menyuapi
pengemis buta itu adalah Nabi SAW. Yang
selama ini ia hina dan caci. Dan memberi
tahu bahwa Nabi SAW telah wafat.
Mendengar hal itu, pengemis buta itu pun
menangis dan menyesali perbuatannya
dan masuk Islam.
Inilah pointnya, yakni teladan untuk
menyayangi seluruh penduduk bumi
tanpa memandang dari mana latar
belakangnya. Sebab, kelembutan dan kasih
sayang akan mendatangkan simpati. Di
zaman ini, pun begitu juga di negara ini,
kita jelas-jelas membutuhkan simpati
untuk membangun peradaban manusia
yang berakhlak.

Referensi

Husein ja’far Al-Hadar, seni merayu tuhan


Muhammad Husain Haikal, sejarah hidup Muhammad

Nurul H. maarif, Islam mengasihi bukan membenci

Anda mungkin juga menyukai