Anda di halaman 1dari 5

Home » Narasi Islam » Artikel Lepas » 7 Wasiat Rasulullah Kepada Abu Dzar Al-Ghifari

7 Wasiat Rasulullah Kepada Abu Dzar Al-


Ghifari
Rubrik: Artikel Lepas | Oleh: Geby Devtiana Maryono - 21/05/12 | 13:30 | 01 Rajab 1433 H

 Ada 2 komentar
 10.951 Hits

 1 email

Ilustrasi (inet)

dakwatuna.com – Puji syukur kehadirat Allah yang


telah menurunkan utusan-Nya Nabi Muhammad
SAW yang telah memberikan petunjuk dan jalan
paling terang kepada umat manusia di bumi ini,
yaitu agama Islam. Pada diri Nabi Muhammad SAW
dapat kita temukan suri tauladan terbaik bagi seluruh
manusia. Tutur katanya, perilakunya,
kebijaksanaannya, semua tingkah lakunya di dunia
ini membawa kebaikan dan contoh yang baik bagi setiap manusia di bumi ini.

Berkat kesabaran dan kasih sayang beliaulah kita sampai saat ini dapat menjadi seorang
muslim seutuhnya yang bebas memeluk agama Islam secara merdeka. Perjuangan beliau
dalam menyebarkan ajaran Islam yang suci dan indah ini sudah tidak dapat diragukan lagi.
Caci maki, kekerasan fisik dan psikis sering dialami beliau karena keikhlasan beliau dalam
menyampaikan kebaikan. Cinta beliau kepada Allah dan para umat Islam membuat beliau
lupa akan semua rasa perih dan sakit yang beliau terima dan rasakan.

Sebelum kepergiannya, beliau telah meninggalkan begitu banyak suri tauladan yang baik
yang dapat kita jadikan pedoman hidup agar dapat menjadi seorang muslim yang kaffah dan
seutuhnya. Salah satunya adalah ketujuh pesan beliau kepada salah seorang sahabat, Abu
Dzar Al-Ghifari. Ketujuh wasiat tersebut adalah:

1. Mencintai orang miskin

Beliau memerintahkan kita seluruh umat Islam agar senantiasa untuk mencintai orang miskin.
Orang-orang miskin yang beliau maksudkan adalah orang-orang yang hidupnya tidak
berkecukupan dan tidak mempunyai harta untuk mencukupi kehidupannya, dan mereka tidak
mau meminta-minta untuk mencukupi kebutuhan mereka.

Wasiat ini berlaku umum untuk seluruh umat Islam. Yang dimaksud dengan mencintai adalah
lebih kepada sikap dan perlakuan kita terhadap orang-orang miskin. Kita dituntut untuk
berlaku tawadhu, duduk bersama mereka, menolong mereka, serta turut bersabar bersama
mereka. Menolong dan berbagi dengan mereka, adalah salah satu bukti paling nyata dan
kongkret dari rasa cinta kita terhadap orang miskin. Berbagi dan menolong terhadap sesama
tentu saja akan mendatangkan Ridha-Nya dan kasih sayang-Nya, seperti apa yang disabdakan
oleh Rasulullah SAW

“Barangsiapa menghilangkan kesusahan dunia dari seorang mukmin, Allah akan


menghilangkan darinya satu kesusahan di hari Kiamat. Dan barangsiapa yang memudahkan
kesulitan orang-orang yang dililit utang, Allah akan memudahkan atasnya di dunia dan di
akhirat.”

Ingin ditolong Allah pada hari akhir nanti? Maka bergiatlah untuk menolong sesama,
terutama menolong orang-orang miskin, agar senantiasa mendapatkan pertolongan dan kasih
sayang-Nya. Sesama hidupnya, Rasulullah SAW pun selalu mencintai orang-orang miskin
dan dekat dengan mereka. Rasulullah pun selalu menghimbau dan mengajak para sahabatnya
agar selalu mencintai mereka yang mengalami kekurangan dari segi ekonomi.

Dalam suatu riwayat Ibnu ‘Umar disebutkan pada satu hari bahwa salah seorang dari kaum
Muhajirin yang miskin menceritakan kepada Rasulullah, betapa beruntungnya mereka yang
memiliki kekayaan harta, karena dapat beribadah dan beramal lebih banyak melalui harta
mereka. Mendengar hal itu, Rasulullah pun bersabda: “Wahai orang-orang yang miskin, aku
akan memberikan kabar gembira kepada kalian, bahwa orang mukmin yang miskin akan
lebih dahulu masuk surga daripada orang mukmin yang kaya, dengan tenggang waktu
setengah hari, itu sama dengan lima ratus tahun. Bukankah Allah berfirman: Sesungguhnya
sehari di sisi Tuhanmu adalah seperti seribu tahun menurut perhitunganmu”.

Lalu, bagaimana bisa seorang yang miskin akan lebih dahulu masuk surga? Padahal bisa
dibilang orang yang memiliki hartalah yang lebih banyak beramal dan bersedekah. Rasulullah
pun menjawab, orang-orang yang memiliki harta akan menyusul orang-orang miskin untuk
memasuki surga, karena mereka harus melalui proses pertanggungjawaban dan perhitungan
dari harta-harta yang mereka miliki dan mereka pakai selama mereka hidup di dunia ini.
Maka, sungguh begitu banyak ladang amal yang telah Allah sediakan di muka bumi ini, salah
satunya yaitu mengasihi dan menyayangi orang-orang miskin.

2. Melihat pada orang yang lebih rendah dalam hal materi dan penghidupan

Jauh dari syukur, itulah sifat dasar dari manusia, oleh karena itu Rasulullah memerintahkan
umat Islam untuk melihat kepada orang yang lebih rendah dalam hal materi dan penghidupan,
agar kita senantiasa berterimakasih dan bersyukur atas segala sesuatu yang telah Allah
berikan kepada kita. Sebagaimana sabda Rasulullah: “Lihatlah kepada orang yang berada di
bawahmu dan jangan melihat orang yang berada di atasmu, karena yang demikian lebih
patut, agar kalian tidak meremehkan nikmat Allah yang telah diberikan kepadamu” (HR.
Bukhari)

Melalui hadits ini Rasulullah mengingatkan kita agar tidak melihat kepada orang-orang yang
hidupnya berada di atas kita, orang-orang yang hidupnya bergelimang harta dan memiliki
kekayaan yang melimpah, karena demi Allah, keindahan dan kenikmatan benar-benar
menyilaukan dan memukau bagi siapa saja yang lupa untuk berterima kasih dan beriman
kepada Allah SWT. Dengan melihat kepada orang yang berada di bawah kita, kita akan
merasa berterima kasih dan menyadari begitu banyak nikmat yang telah diberikan-Nya
sampai saat ini. Nikmat dan karunia sekecil apapun, jika disyukuri maka akan terasa begitu
indah.

Namun, dalam hal beribadah justru sebaliknya, kita dianjurkan untuk melihat kepada mereka
yang berada di atas kita, mereka yang ibadah dan akhlaknya lebih baik dari kita. Mengapa
demikian? Hal ini akan memotivasi kita dan membuat kita senantiasa untuk berlomba-lomba
dalam hal kebaikan dan meraih Ridha-Nya. Sebagaimana yang disabdakan oleh Rasulullah
SAW: “Dan untuk yang demikian itu, hendaknya orang berlomba-lomba” (QS. Al-
Muthaffifin [83]: 26)

3. Menyambung silaturahim

Silaturahim adalah ibadah yang mulia dan memberikan banyak berkah bagi siapa pun yang
melakukannya. Silaturahim merupakan fitrah dan kebutuhan manusia, karena seperti apa
yang telah kita dapat dari pelajaran IPS semasa di sekolah, manusia adalah makhluk sosial
yang tidak bisa hidup sendiri, dan senantiasa berinteraksi dan bersosialisasi dengan sesama
manusia. Maka, silaturahim merupakan salah satu ibadah yang paling dianjurkan dan
diwajibkan dalam Islam. Seperti peringatan dan ancaman-Nya dalam firman “Maka, apakah
kiranya jika kamu berkuasa kamu akan membuat kerusakan di muka bumi dan memutuskan
hubungan kekeluargaan? Mereka itulah orang-orang yang dilaknati Allah dan ditulikan-Nya
telinga mereka, dan dibutakan-Nya penglihatan mereka.” (QS. Muhammad [47]: 22-23)

Maka, di zaman modern yang semakin memudahkan kita untuk berkomunikasi, rasanya tidak
ada lagi alasan untuk tidak menyambung silaturahim kepada sesama saudara. Karena,
menyambung tali silaturahim memiliki banyak manfaat, rahmat dan kebaikan dari Allah
senantiasa tercurah kepada mereka yang senantiasa menyambung tali silaturahim, silaturahim
juga merupakan sebab pentingnya seseorang masuk surga dan dijauhkan dari api neraka.
Selain itu, silaturahim juga merupakan tanda ketaatan dan amalan yang mendekatkan seorang
hamba kepada Tuhannya, Allah SWT.

4. Memperbanyak ucapan “La Haula Walaa Quwwata Illa Billah”

La haula walaa quwwata illa billah (tidak ada daya dan upaya kecuali dari pertolongan
Allah), sebuah kalimat yang mengingatkan kita bahwa sudah semestinya sebagai hamba yang
lemah kita senantiasa dan meyakini bahwa segala sesuatu yang kita lakukan terjadi karena
kehendak dan kuasa-Nya. Segala sesuatu yang terjadi di muka bumi ini, baik yang besar
maupun kecil, semuanya terjadi karena kehendak-Nya, maka tidaklah pantas kita sebagai
manusia merasa sombong dan takabur. Kalimat ini juga mengingatkan kita bahwa hanya
Allah lah satu-satunya tempat kembali dan meminta, tiada daya dan kekuatan yang dapat
menandingi atau menyamai kekuatan serta kehendak-Nya.

Ketika seorang hamba mengucapkan kalimat La haula walaa quwwata illa billah dengan
sepenuh hati, berarti bahwa hamba tersebut telah mengakui ketidakberdayaan dan
kelemahannya di hadapan Allah SWT, tiada kesombongan sedikit pun terbesit bagi mereka
yang telah mengucapkan kalimat ini dengan sepenuh hati dan jiwa.

5. Berani berkata benar meskipun pahit

Berkata benar, terkadang memang terasa sulit, terlebih jika kebenaran tersebut adalah
kebenaran yang terasa pahit untuk diucapkan dan disampaikan. Berbagai alasan pun
melatarbelakangi hal ini, mulai dari rasa sungkan, atau rasa segan karena yang sedang kita
hadapi adalah orang yang memiliki derajat atau kedudukan lebih tinggi. Hal ini, tentu saja
bertentangan dengan apa yang Rasulullah sabdakan: “Jihad yang paling utama ialah
mengatakan kalimat yang haq (benar) kepada penguasa yang zhalim”.

Berbagai cara dapat dilakukan untuk menyampaikan kebenaran kepada atasan, pemimpin
atau penguasa yang bathil. Cara yang dilakukan secara perlahan dan baik-baik tentu akan
lebih “ampuh” dibandingkan dengan cara kekerasan dan “kengototan” kita dalam
menyampaikan kebenaran. Penyampaian secara persuasif akan jauh lebih efektif, karena
Islam memberikan petunjuk tentang bagaimana cara menyampaikan nasihat. Sebagaimana
Rasulullah SAW bersabda: “Barangsiapa yang ingin menasihati penguasa, janganlah ia
menampakkan dengan terang-terangan. Hendaklah ia pegang tangannya lalu menyendiri
dengannya. Kalau penguasa itu mau mendengar nasihat itu, maka itu yang terbaik. Dan bila
si penguasa itu enggan (tidak mau menerima), maka sungguh ia telah menjalankan
kewajiban amanah yang dibebankan kepadanya”.

6. Tidak takut celaan ketika berdakwah di jalan Allah

Berbagai cobaan dan siksaan yang menimpa Rasulullah ketika berdakwah tentu tidak
diragukan lagi kebenarannya. Cobaan dan siksaan yang begitu perih dan pedih dialami oleh
Rasulullah dan para sahabat-Nya dalam menyampaikan ajaran-ajaran Islam, namun hal itu
tidak sedikit pun membuat mereka gentar dan takut, karena mereka percaya dengan janji
Allah yang begitu manis dan indah.

Dakwah, sedari dulu, memang bukan hal yang mudah dan pasti akan mengalami banyak
hambatan dan cobaan. Hambatan, rintangan, dan perlawanan tentu akan datang dari mereka
yang tidak menyukai melihat Islam berjaya. Hambatan dan rintangan yang berat ini bukan
tidak mungkin akan menyurutkan langkah kita dalam berdakwah, namun Rasulullah
mengajarkan kepada kita untuk tetap bersikap berani dan pantang menyerah dalam
menyampaikan kebaikan (QS. Al-Ahzaab [33]: 39).

Allah begitu mencintai siapa pun yang mengutarakan kebenaran dari ajaran-Nya, seperti yang
Allah sampaikan dalam surat Al-Maidah [5]: 54. Jaminan mendapatkan surga pun telah
dijanjikan-Nya bagi siapa pun yang berdakwah di jalan-Nya. Dakwah memanglah tidak
mudah, maka dakwah harus dilakukan semata untuk mendapatkan Ridha-Nya agar kita tidak
dengan mudah berhenti dan keluar dari barisan dakwah yang begitu mulia ini.

7. Tidak meminta-minta

Meminta-minta adalah perbuatan yang sama sekali tidak mencerminkan sikap dan jiwa dari
seorang muslim yang baik. Meminta-minta adalah haram hukumnya dalam Islam, karena
Islam mengajarkan setiap umatnya untuk senantiasa berusaha dan berjuang untuk
mendapatkan apa yang diinginkan. Hidup memanglah tidak mudah dan membutuhkan
perjuangan yang besar untuk dapat tetap bertahan, oleh karena itu Islam mengharamkan hal
ini dan mendidik setiap umatnya agar dapat menjadi manusia yang tangguh dan tidak
bermental “peminta-minta”.

Meminta-minta diperbolehkan jika untuk keperluan yang berkenaan dengan keperluan dan
kepentingan umum umat Islam, seperti untuk pembangunan sarana peribadatan, pendidikan
bantuan untuk fakir-miskin dan anak-anak yatim. Namun, semua hal tersebut pun harus
dilakukan sesuai dengan prosedural yang berlaku, tidak dapat dilakukan secara sembarangan
dan tanpa aturan.

Mental seorang muslim adalah mental seorang muslim yang tangguh dan tidak mudah
menyerah serta rela berjuang keras untuk mendapatkan dan mencapai impiannya, bukan dari
meminta-minta dan sekedar berpangku tangan.

Demikian lah ke tujuh wasiat Rasulullah yang disampaikan kepada Abu Dzar Al-Ghifari,
semoga apa yang disampaikan dapat bermanfaat. Semoga apa yang kita lakukan di dunia ini
semuanya berdasar pada akhlak-akhlak Rasulullah SAW, agar di hari akhir dan di akhirat
kelak, kita termasuk hamba-Nya yang mendapatkan syafaat dari Rasulullah SAW. Amin ya
Rabbal Alamin.

Allahualam bisshawab.

Sumber: http://www.dakwatuna.com/2012/05/21/20570/7-wasiat-rasulullah-kepada-abu-
dzar-al-ghifari/#ixzz33OgyyKNr
Follow us: @dakwatuna on Twitter | dakwatunacom on Facebook

Anda mungkin juga menyukai