Anda di halaman 1dari 8

TAKWIN AS-SYAKHSIYAH AL-ISLAMIYAH

Allah SWT berfirman :


"‫" يا أيها الذين آمنوا ادخلوا في السلم كافة وال تتبعوا خطوات الشيطان إنه لكم عدو مبين‬
“Wahai orang-orang yang beriman masuklah kalian
kepada agama Allah (Al-Islam) dengan totalitas dan
janganlah kalian mengikuti syetan, karena
sesungguhnya syetan bagi kalian adalah musuh yang
nyata”.
Dalam kehidupan berislam adalah sangat dibutuhkan pemahaman dan
pengamalan, dengan pemahaman seseorang dapat mengenal hidup, dan
agamanya sebagai jalan hidupnya. Sementara amalan adalah merupakan
aplikasi dari pemahaman. Keduanya harus berjalan beriringan dan
berkesinambungan karena tanpa pemahaman amal akan sesat, sedangkan
pemahaman tanpa amal akan hampa dan tidak berguna, ibarat pohon tanpa
buah, tidak bermanfaat dan berguna.
Dalam kehidupan tarbiyah adalah menjadi urgen dari setiap insan yang
memiliki muyul tarbiyah untuk memahami tarbiyah, terutama pada pembentukan
syakhsiyah islamiyah. Pemahaman yang komprehensif dan menyeluruh
sehingga dengannya akan lahir pribadi yang dapat memberikan kontribusi positif
terhadap da’wah islam.
Pemahaman tarbiyah harus melingkupi segala aspek hidup manusia, tidak
hanya fikriyah atau ruhiiyah saja namun mencakup pada kebutuhan fitrah
manusia.
Tarbiyah yang memiliki keseimbangan yang benar terhadap nilai-nilai
syar’i yang diambil dengan azimah dan kesungguhnan bukan lahir karena
ketersinggungan (kecemburuan) dan kepentingan pribadi, sehingga
mengakibatkan da’wah terbatas pada da’wah saja, harakah pada harakah saja,
memecah belah barisan da’wah seperti yang banyak terjadi diberbagai negara,
lembaga, organisasi dan elemen-elemen lainnya di dunia.
Masalah yang banyak terjadi pada suatu gerakan (harakah) Islam adalah
munculnya perpecahan akibat adanya suatu kepentingan dan lemahnya
pemahaman sehingga mengakibatkan jatuhnya setiap individu saat berada
dalam gerakan dan aktivitas.
Alasan mendasar terjadinya hal tersebut adalah gagalnya memahami
tarbiyah secara mendalam dan komprehensif terhadap pembentukan syakhsiah
Islamiyah dan mewujudkan pribadi muslim yang memiliki muwashofat seperti
yang diajarkan dalam kitabullalh dan sunnah Rasul saw.
Kita dapat saksikan bagaimana kiat Rasulullah SAW dalam membentuk
syakhsiah islamiyah yang memiliki peranan penting dan pengaruh positif dan
signifikan dalam perjalanan da’wah.
Rasulullah SAW telah menerapkan dalam pembinaan syakhsiah sesuai
dengan kesempurnaan manhaj dan fitrah yang telah dianugrahkan Allah kepada
manusia. Bahwa manhaj nabi SAW dalam membentuk pribadi muslim tidak
sekedar ruhiyah saja, yang kadang bisa terpuruk karena kebutuhan materi, dan
bukan pada manhaj materi saja seperti manhaj konvesional dan filsafat. Namun
Manhaj tarbiyah dalam sunnah memandang manusia dan potensinya sebagai
manusai yang sempurna, memiliki produktivitas yang tinggi, tidak
menganggapnya seperti raja yang harus dilayani, dan juga tidak
menganggapnya seperti hewan yang dapat diperlakukan seenaknya.
Adapun kiat mendasar yang diajarkan sunnah adalah sabagai berikut :

1. ‫تغليب اإليجابية على السلبية‬


2. Mendahulukan potensi positif dari yang negative
Sejak awal dakwah Rasulullah saw selalu memerangi prilaku
negative, jumud, dan rohbaniyah..dakwah islam adalah dakwah yang
hidup dan bersinggungan dengan kehidupan dan nilai-nilai yang
berhubungan dengan makna hidup itu sendiri…
Ada sebagian kelompok memahami islam dengan pemahaman
yang sempit sehingga mendorong mereka pada pemandulan potensi
idnividu, kesemangatan dan produktivitasnya dengan alasan mengisolir
diri dari dunia yang berlebihan menuju zuhud kepada Allah… diantara
mereka ada yang beruzlah dari masyarakat dan dunia luar, diantara
mereka ada yang rela lepas dari pekerjaan bahkan diantara mereka juga
ada berlebih-lebihan hingga meninggalkan sholat di masjid dengan
alasan condong pada lembaga-lembaga resmi seperti kementrian agama
atau lembaga lainnya ?? jalan tersebut selain berbenturan langsung
dengan gerakan islam Iuga memberikan akses kepada musuh-musuh
Islam menguasai poros kekuatan negeri-negeri islam dan memeranginya
tanpa dapat bisa kembali untuk bisa ditegakkan ajaran Islam dan
manhjanya dalam negeri islam.
1. Ketika didapati salah seorang dari kaum muslimin dizaman nabi
mengisolir diri dari interaksi kepada manusia lain diouncak gunung,
maka dihadapkanlah dia kepada Rasulullahsaw dan beliau
bersabda kepadanya : “Janganlah Engkau melakukuan itu dan
salah seorang diantara kalian, karena kesabaran diantara kalian
ditengah kaum muslimin lebih baik baginya dari beribadah seorang
dari kalian selama 40 tahun.
2. Rasulullah saw juga bersabda : “Sesungguhnya syaitan srigala
yang siap menerkam manusia seperti srigala yang siap menerkam
domba yang tersesat, maka hati-hatilah kalian dari hidup sendiri
dan perpecahan, hendaknya kalian hidup berjamaah,
bermasyarakat dan mulazamah dengan masjid”. (HR. Ahmad
dakam musnadnya)
3. Rasulullah saw juga bersabda : "Orang yang berinteraksi dengan
manusia lain dan bersabar dengan cacian atau siksa mereka lebih
baik dari orang yang tidak mau berinteraksi dengan manusia dan
tidak bersabar terhadap cacian dan siksa mereka".

2. ‫تغليب االعتدال على التطرف‬


Menghilangkan penyimpangan dan berlebih-lebihan dalam
beragama.
Kaidah lain dari tarbiyah dan pembentukan Rasulullah saw adalah
motivasi untuk selalu lurus dan seimbang dan melarang dari berlebih-
lebihan dan menyimpang
1. Pada komitmen individu Rasulullah saw selalu mengingatkan bahaya
berlebih-lebihan dan penyimpangan, seperti sabda beliau saw :
"Celakalah para penyimpang..celakalah para penyimpang), dan sabda
beliau : "Sesungguhnya agama ini sangatlah keras maka hadapilah
dengan kelembutan"
2. Dalam kehidupan da'wah dan mengajak manusia kepada Islam
Rasulullah saw bersabda : "Permudahlan dan jangan persulit, berilah
kabar gembira jangan buat mereka lari", hal tersebut sesuai dengan
firman Allah SWT : "Sekiranya kamu kasar dan berhati keras maka
niscaya mereka akan pergi darimu", dan firman Allah : "Serulah
mereka kepada Tuhanmu dengan hikmah dan nasehat yang baik, dan
debatlah mereka dengan cara yang baik.
3. Petunjuk yang paling jelas dari metode Rasulullah saw dalam
membentuk pribadi yang lurus dan tidak berlebihan adalah seperti
yang diriwayatkan oleh Anas bin Malik, beliau berkata : "Datang tiga
kelompok orang kepada salah satu dari rumah istri nabi saw bertanya
tentang ibadah yang dilakukan Rasulullah saw, ketika diberitahukan
sifat ibadah nabi mereka saling berbisik, mereka berkata : dimana
posisi kami dari nabi saw padahal beliau telah diampuni dosa-dosanya
yang lalu dan yang akan datang; maka salah seorang dari mereka
berkata : Saya selamanya akan bangun malam dan mendirikan shalat,
dan orang yang kedua berkata : saya akan berpuasa selamanya dan
tidak akan berbuka, dan orang yang ketiga berkata : saya akan
meninggalkan wanita dan tidak akan menikah selamanya... maka
Rasulullah saw pun mendatangi mereka dan bersabda : Apakah kalian
yang mengatakana begini, begini..?? demi Allah saya adalah orang
yang paling takut kepada Allah, paling bertaqwa daripada kalian,
namun saya tetap berpuasa dan berbuka, saya melakukan shalat
malam dan tidur, dan saya menikahi wanita, maka barangsiapa yang
tidak suka dengan sunnahku bukan dari golonganku".
4. Dalam hadits lain disebutkan dari Abu Hurairah berkata, Rasulullah
saw bersabda : "Sesungguhnya agama ini adalah mudah dan tidak
dikeraskan agama ini kecuali akan terkalahkan olehnya, maka
perbaikilah, perdekatlah, berilah kabar gembira dan mohonlah
pertolongan pada waktu pagi dan petang dan segala sesuatu dari
kekeliruan". (HR. Bukhari)
3. ‫القليل الدائم خير من الكثير المنقطع‬
Sedikit berkesinambungan lebih baik dari banyak namun terputus.
Diantara kaidah nabi lainnya adalah motivasi untuk selalu langgeng dan
berkesinambungan dalam melakukan perbuatan baik dan kebaikan
walaupun terhadap perkara yang kecil dan remeh, karena hal tersebut
merupakan asalah dan standar dan sesuai dengan ukuran manusia agar
dapat melakukannya tanpa ada beban didalamnya.
Arahan nabi salalu mengiginkan akan kelanggengan dan
kesinambungan dalam perbuatan baik dan kebaikan tanpa melihat
besarnya perbuatan tersebut, berambisi meraih akhir dari amal bukan
permulaannya.
1. dari Aisyah RA bahwa nabi saw masuk kerumahnya dan saat itu
ada seorang wanita, beliau bertanya : Siapa dia ? Aisyah berkata :
dia adalah fulanah yang rajin berdzikir setelah selesai shalat, beliau
bersabda : "Mah, hendaknya Anda melakukan sesuatu yang kamu
mampu melakukannya karena Allah tidak akan bosan sampai kamu
merasa bosan".
2. Dari Abdullah bin Amru berkata : Rasulullah saw bersabda : Wahai
Abdullah janganlah kamu seperti pulan yang bangun malam namun
tidak melakukan qiyamullail" (Muttafaqun alaih)
3. Diriwayatkan oleh Aisyah RA bahwa Rasulullah saw ditanya
perbuatan apakah yang paling dicintai oleh Allah SWT ? Beliau
bersabda : "perbuatan yang dilakukan berkesinambungan
walaupun sedikit"
4. Dalam riwayat lain Rasulullah saw bersabda : "Perbaikilah,
perdekatlah, dan ketahuilah bahwa perbuatan salah seorang
diantara kalian tidak memasukkan kalian kedalam surga dan
ketahuilah bahwa perbuatan yang paling dicintai oleh Allah adalah
yang dilakukan berkesinambungan walaupun sedikit" (HR. Bukhari
dan Muslim)
5. Dalam riwayat lainnya Rasulullah saw juga bersabda : "Perbuatan
yang paling dicintai oleh Allah adalah yang dilakukan seseorang
dengan berksinambungan". (HR. Malik dan Bukhari) dan beliau
juga bersada : "Sedikit tapi dilakukan berkesinambungan dari pada
banyak namun terputus"

4. ‫السنة وتغليب األولوية في التكوين‬


Mendahulukan prioritas
Diantara sunnah Rasulullah saw dalam membentuk syakhsiah
Islam adalah mendahulukan prioritas dan mendahulukan yang lebih
penting dari yang penting.
Akhlak yang mulia adalah bagian dari natijah (hasil) dari ibadah,
dan ibadah yang benar merupakan bagian dari natijah akidah yang
bersih.
Dari sini jelas pembinaan individu yang dilakukan oleh nabi
bersumber pada pembinaan akidah sebelum yang lainnya..bahkan
metode ini merupakan bentuk pengaplikasian dari tilawah dan tadabbur
terhadap Al-Quran, karena Al-Quran mempokuskan dalam bentuk yang
menyeluruh dan berkesinambungan terhadap pembinaan akidah pada
masa dakwah makkiyah selama 13 tahun, baru setelah itu beralih pada
cabang-cabangnya seperti ibadah dan syariat yang terbangun atas dasar
akidah yang kuat dan pondasi yang suci.
Diantara dalil Al-Quran tentang pembinaan akidah yang diiringi
amal salih adalah sebagai berikut : (Al-Asr : 1-3), (Al-Baqoroh : 25, 82,
177, 277) Al-Maidah : 9. Dan begitu banyak lagi ayat yang menegaskan
urgensi amal sesuai dengan prioritasnya.
Adapun dalam konteks hadits Nabi daw, dapat kita temukan dalam
beberapa hadits beliau :
1. Ketika Rasulullah saw ditanya tentang perbuatan apakah yang
paling afdal (utama) : beliau bersabda : "Ilmu tentang Allah SWT"
2. Diriwayatkan bahwa seseorang datang menghadap Rasulullah saw
dan berkata : ajarkanlah kepadaku ilmu-ilmu yang asing, beliau
bersabda : bagaimana pendapatmu dengan ilmu yang utama ? Dia
berkata : Apa ilmu yang utama itu ? Rasulullah saw bersabda :
apakah Engkau mengenal Tuhan ? Dia berkata : Ya. Apa yang
Engkau lakukan terhadap haknya ? Dia berkata : Seperti apa yang
dikehendaki Allah. Rasulullah saw bersabda : Apa Engkau
mengetahui kematian ? Dia berkata : ya. Apa yang sudah Engkau
persiapkan untuknya ? Dia berkata : Seperti yang dikehendaki
Allah. Nabi saw bersabda : Pergilah dan realisasikan apa yang
kamu dapati disana, setelah itu datang lagi kemari maka akan aku
ajarkan kepadamu ilmu yang asing tersebut". (HR. Abu Nuaim dan
ibnu Abdul Barr)
3. Rasulullah saw bersabda : "Aku diperintahkan untuk memerangi
manusia sehingga mereka mengucapkan kalimat "tiada ilah kecuali
Allah", jika mereka mengucapkannya maka terlindunglah dariku
darah dan harta mereka". Sabda ini merupakan aplikasi dari firman
Allah : "Sesungguhnya Allah tidak mengampuni dosa syirik dengan-
Nya dan mengampuni selainnya bagi siapa yang dikehendaki". (An-
Nisa : 48)
Dari sini tampak jelas bahwa proses pembinaan tidak akan
berjalan kecuali dengan dasar-dasar pokok atau terikat pada fase
utama yaitu akidah, karena jika tidak demikian akan bertentangan
dengan sunnah Rasulullah saw dan akan menemui kegagalan
diawal perjalanannya. Bahwa penomena kerancuan yang terjadi
pada sosok syakhsiah islamiyah pada saat ini adalah akibat daril
penyimpangan dalam meneladani sunnah Rasulullah saw dan tidak
prioritas dalam pembinaan.

5. ‫التكوين من خالل القدرة‬


Pembentukan melalui ketauladanan
Sunnah Rasulullah saw selalu memotivasi dalam pembinaan
dengan ketauladanan yang terangkai pada kalimat "lisan al-hal awqo' min
lisan al-maqol (da'wah dengan perbuatan lebih baik daripada da'wah
dengan lisan) dan pengaruh perbuatan lebih kuat daripada ucapan,
sungguh benar firman Allah SWT : "Apakah kalian mengajak manusia
berbuat baik sementara kalian melupakan diri kalian sementara kalian
membaca Al-kitab, apakah kalian tidak memikirkan". Dan firman Allah :
"Wahai orang-orang yang beriman mengapa kalian mengatakan sesuatu
yang kalian sendiri tidak melakukannya, sungguh besar dosa disisi Allah
terhadap ucapan yang tidak kalian lakukan".
Dan Rasulullah saw adalah contoh dan tauladan bagi kaum
muslimin sepanjang zaman dan tempat, beliau merupakan potret dari Al-
Quran, sebgaimana jawaban Aisyah RA ketika ditanya tentang akhlak
Rasulullah saw : "Akhlak Rasulullah saw adalah Al-Quran".
  
Pondasi utama yang dilakukan Rasulullah saw dalam membentuk
syakhsiyah Islamiyah adalah Al-iman, keyakinan yang menghujam dalam jiwa,
tarpatri dalam sanubari bahwa Allah adalah al-khalik al-ma’bud, iman bukan
sekedar kata-kata manis diujung lidah; bahwa saya beriman kepada Allah dan
Muhammad adalah utusan Allah, namun juga dipatrikan dalam jiwa dan
diamalkan dalam perbuatan.
Iman yang diungkapkan dengan penuh kesungguhan dan istiqomah
dalam keimanan tersebut seperti yang disabdakan Rasulullah saw saat ditanya,
amalan apakah yang paling utama untuk dilakukan ? maka jawab beliau :
“Katakanlah saya beriman kepada Allah kemudian istiqomah dengan keimanan
tersebut” dan ini juga sesuai dengan firman Allah dalam surat Fushilat dan surat
Al-Ahqof, dimana Allah SWT berfirman :
ُ ‫اس َت َقا ُموا َت َت َن َّز ُل َعلَ ْي ِه ْم ا ْل َملَا ِئ َك ُة أَلَّا َت َخ‬
‫افوا َولَا َت ْح َز ُن وا َوأَ ْب ِش ُروا ِبا ْل َج َّن ِة الَّتِي ُك ْن ُت ْم‬ ْ ‫ِين َقالُوا َر ُّب َنا اللَّ ُه ُث َّم‬
َ ‫إِ َّن الَّذ‬
)30‫ُون (فصلت‬ َ ‫وعد‬ َ ‫ُت‬
)13‫ون (األحقاف‬ َ ‫ف َعلَ ْي ِه ْم َولَا ُه ْم َي ْح َز ُن‬ َ
ٌ ‫اس َت َقا ُموا فلَا َخ ْو‬ ُ َ
ْ ‫ِين قالُوا َر ُّب َنا اللَّ ُه ث َّم‬
َ ‫إِ َّن الَّذ‬
 
Adapun iman yang sejati adalah iman yang melahirkan beberapa hal
berikut :
1. Al-Iman (Iman), yaitu iman yang diikrarkan dalam hati, diucapkan melalui
lisan dan diamalkan dalam perbuatan.
Sebagaimana yang disebutkan para ulama bahwa makna Al-Iman adalah
ma waqoro fil qolbi wa shoddaqohu al-amal (Apa yang terbetik dalam hari dan
diaplikasikan dalam perbuatan) bahkan perkataan lain disebutkan bahwa Al-
Iman adalah taqrirun fil qolbi, wa qaulun bil lisan, wa amalun bil arkan
(Pengikraran dalam hati, pengucapan dengan lisan dan pengamalan dalam
perbuatan)
2. Al-Yakin (keyakinan), yaitu keyakinan yang mantap, tidak ragu pada
keimanannya hingga akhir hayatnya.
3. At-Taslim (berserah diri), yaitu penyerahan dan tunduk hanya kepada
Allah SWT, segala hidupnya hanya ditujukan untuk mengabdi kepada
Allah SWT, seperti yang selalu dibaca dalam takbiratul ihram :
“Katakanlah sesunggunya sholatku, ibadahku, hidupku dan matiku hanya
untuk Allah Tuhan semesta alam”. (6  162)
4. As-Sam’u wa at-thoa’ah (Mendengar dan mentaati), yaitu keimanan
yang menjadikan dirinya selalu terbuka hati dan telinganya untuk selalu
mendengar seruan Allah SWT untuk kemudian ditaati dan diamalkan
dalam kehidupannya (5 : 7), (2 : 285).
5. It-tibaul manhaj (mengikuti manhaj), yaitu keimanan yang melahirkan
selalu taat dan mengikuti manhaj yang telah diajarkan oleh Rasulullah
saw, sebagai tauladan dan qudwah hasanah, menjadikannya sebagai
manhaj dalam segala aktivitasnya. (33 : 21)
6. Adamul haraj (tidak merasa terbebani), keimanan yang juga tidak
pernah terasa sedikitpun al-haraj, merasa berat terhadap kewajiban yang
diperintahkan Allah dan diajarkan oleh Rasulullah saw. (4 : 65), (48 : 17)
7. Adamul khiyaroh (tidak memilih yang lain), begitupun seorang mu'min
tidak pernah berganti pilihan atas segala ketentuan yang Allah dan Rasul-
Nya tetapkan walaupun berbenturan dengan kepentingan dirinya. (33 : 36)
Dengan tujuh hakikat kepribadian mu'min diatas maka dirinya akan
terbentuk sebagai mu'min yang bertaqwa kepada Allah, hidup dibawah
naungannya, membentengi diri dengan taqwa seingga kemanapun dirinya
berada, kapanpun dan dimanapun taqwa tidak pernah lepas darinya,
sebagaimana yang selalu diwasiatkan Rasulullah saw kepada umatnya
"Bertaqwalah kepada Allah dimana saja kamu berada", taqwa yang dijadikannya
sebagai pakaian hidupnya, filter dalam mengarungi kehidupan, sehingga dengan
itu pula Allah SWT akan berkenan memberikannya balasan yang besar; surga
yang membentang luas, seluas langit dan bumi (3 : 133), didunianya diberikan
kemudahan dan jalan keluar dari permasalahan yang dihadapi (65 : 2, 4) akan
dijamin segala kebutuhan hidupnya ( 65 : 3) dan segala dosa-dosanya –jika ada-
niscaya akan diampuni (65 : 5)
Taqwa adalah merupakan kepribadian diri yang selalu merasa diawasi
oleh Allah SWT, bersemangat dalam mengerjakan perintah Allah SWT dan
sekuat tenaga, daya dan upaya untuk menjauhi segala larangan-Nya, dan Allah
SWT seakan tidak pernah absen melihat hamba dalam beribadah kepada-Nya
dan tidak pernah melihat dalam kemaksiatan, taqwa yang memberikan inspirasi
dalam hidupnya untuk selalu bersih dari segala kemaksiatan dan dosa bahkan
yang boleh sekalipun khawatir terjerumus pada yang tidak boleh. Taqwa yang
tercermin pada tiga hal dibawah :
1. Al-Mabda (prinsip), yaitu prinsip yang tidak bisa ditawar dan diubah,
sehingga dirinya selalu kokoh dengan pendirian yang mantap.
2. Al-Mizan (neraca penyeimbang), yaitu memberikan keseimbangan
dalam hidupnya dalam membedakan antara yang dan batil. (8 : 29).
3. Az-Zaad (bekal), yaitu sebagai sebaik-baik dalam hidup agar tidak
terseimpangan kejalan yang sesat dan maksiat. (2 : 197)
4. Al-Libas (pakaian), yaitu pakaian yang menghiasi dirinya dan hidupnya
sehingga terlihat indah dan menawan baik perkataan, perbuatan dan
sikapnya. (7 : 26) 
Sehingga dengan ini semua maka seorang hamba akan tershibghah
dengan shibghah Allah (2 : 136) dan muncul menjadi sosok muslim sejati yang
mengikrarkan diri menyerahkan dirinya kepada Islam dalam bentuk Islamiyyatul
hayah yang kaffah dalam menerapkan islam dalam amal, sikap dan tingkah laku
serta kehidupannya dan terwujud pula As-Syakhisyah Al-Islamiyah Al-
Mutakamilah (pribadi muslim yang paripurna).  “Wahai orang-orang yang
beriman masuklah kalian kepada agama Allah (Al-Islam) dengan totalitas dan
janganlah kalian mengikuti syetan, karena sesungguhnya syetan bagi kalian
adalah musuh yang nyata”. (2 : 208)
 

Anda mungkin juga menyukai