Anda di halaman 1dari 28

Makna Pekerjaan Parengge Rengge di Pasar MMTC Jalan

Williem IskandarMedan Estate

OLEH :
Kelompok 1

PROGRAM STUDI PENDIDIKAN ANTROPOLOGI


FAKULTAS ILMU SOSIAL
UNIVERSITAS NEGERI MEDAN
2019
KATA PENGANTAR

Segala Puji syukur kita haturkan kepadatuhan yang Maha Esa karena berkat
dan kasihNya penulis diberikan kesehatan dan kekuatan sehingga proposal ini
dapat terselesaikan dengan tepat padawaktunya, proposal ini diberi judul “Peran
Pekerjaan Par Inang Inang agi Ibu-Ibu di Pasar MMTC Di Jalan Williem
Iskandar Kecamatan Medan Estate”.
Selain itu penulis juga mengucapkan banyak terimakasih kepada orangtua
yang selalu memberi dorongan berupa nasihat serta motivasi, baik itu lisan
maupun berupa materi.
Penyususnan Proposal Skripsi ini merupakan salah satu syarat pengajuan
untuk meraih gelar sarjana tingkat strata satu di prodipendidikan Antropologi,
Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri Medan. Penulis menyadari dlam
penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan masih sangat jauh
dari kesempurnaan. Untuk itu, penulis membutuhkan kritikdan saran yang
membangun dalam meminimalisir kekurangan yang terdapt dalam proposal
skripsi ini. Penulis juga berharap dengan adanya skripsi ini, pembacadapat
memperoleh ilmu pengetahuan dan memiliki manfaat yang lebih di hari
kemudian.

Medan,2019

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................................... i


DAFTAR ISI....................................................................................................................... ii
BAB I .................................................................................................................................. 1
PENDAHULUAN .............................................................................................................. 1
1.1 Latar Belakang Masalah...................................................................................... 1
1.2 Rumusan Masalah ............................................................................................... 3
1.3 Tujuan Penelitian ................................................................................................ 4
1.4 Manfaat Penelitian .............................................................................................. 4
BAB II................................................................................................................................. 5
KAJIAN PUSTAKA .............................................................Error! Bookmark not defined.
2.1 Kerangka Konseptual ................................................Error! Bookmark not defined.
2.2 Kerangka Konseptul dan Hipotesis ......................................................................... 5
BAB III ............................................................................................................................. 12
METODE PENELITIAN .................................................................................................. 12
3.1 Lokasi Penelitian ............................................................................................... 12
3.2 Metode Penelitian .................................................Error! Bookmark not defined.
3.3 Variabel dan Defenisi Operasional ................................................................... 13
3.4 Teknik Pengumpulan Data ....................................Error! Bookmark not defined.
3.5 Teknik Analisis Data.............................................Error! Bookmark not defined.
DAFTAR PUSTAKA ....................................................................................................... 16

ii
BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang Masalah


Setiap individu atau kelompok tentunya memiliki kebutuhan dan
membutuhkan penghidupan, berbagai macam kegiatan dalam memenuhi
kebutuhan hidup pun dilakukan dengan berbagai macam jenis cara dan usaha,
Secara historis, manusia dalam memenuhi kebutuhan hidupnya pada zaman
dahulu yakni dengan bercocok tanam. Namun seiring pekembangan zaman
dan pola pikirmanusia yang semakin kompleks pekerjaan itu memmiliki
macam ragam yang banyak.

Bekerja sebagai pedagang di pasar tentu sangat umum kita jumpai di


dalam masyarakat baik di desa dan kota. Menurut Geertz, pengertian pasar
nyata sebenarnya tidak hanya menyangkut aspek-aspek ekonomis proses jual
beli barang saja, tetapi pasar merupakan pranata ekonomi dan sekaligus cara
hidup. Dan dari sudut arus barang dan jasa, ciri khas pasar yang paling
menonjol adalah barang yang diperjual belikan.

Pasar adalah sebuah dunia perempuan parengge-rengge, kehadiran pasar


tidak hanya bermanfaat bagi mereka yang terlibat dalam aktivitas
pasar/kegiatan jual-beli, tetapi juga bagi masyarakat sekitar, khususnya bagi
perempuan/ibu-ibu. Keberadaan pasar memiliki banyak keuntungan, yakni
menciptakan peluang kerja. Secara umum di pasar itu jenis pekerjaan lebih
banyak tersedia untuk perempuan daripada laki-laki. Pekerjaan berdagang
lebih dianggap lebih cocok untuk perempuan karena pekerjaan itu sesuai
dengan simbol-simbol sabar.

Parengge rengge merupakan istilah batak untuk menyebut para penjual


yang bekerja di pasar, namun dalam peristilahan peranan pedagang yang
dimaksud disini ditujukan kepada perempuan- perempuan batak yang menjual
berbagai macam hasil produksi kebun dan pertaniannya. Kehidupan
masyarakat Batak yang bercirikan agraris, lapangan kerja yang ditekuni

1
perempuan disamping pekerjaan rumah tangga juga di bidang pertanian.
Seiring dengan menyempitnya lahan pertanian, berakibat perempuan batak
berusaha/berjualan di pasar-pasar. Dengan mengandalkan kemampuan dan
tenaganya sendiri dengan tujuan menambahkan pendapatan dan meningkatkan
perekonominnya, dalam konteks ini perempuan sebagai pekerja domestik pun
seolah berputar haluan menjadi sorang tulang punggung keluarga. Karena
Konteks mencari nafkah dalam masyarakat Batak pada umumnya di bebankan
kepada seorang kepala keluargayaitu Laki-laki, namun dalam dalam
praktiknya konteks tersebut semakin mengalami perubahan dimana wanita
sebagai seorang yang bertugas di dalam kegiatan domestik, seperti dapur,
kasur dan sumur juga ikut mengambil peransebagai pencari nafkah bagi
keluarga dan sebagai ibu rumah tangga.

Perempuan parengge-rengge ditempatkan dengan peran dan kedudukannya


di dalam rumah tangga perlu diberikan perhatian khusus yang diberikan
bersama dengan kepentingan keluarga. Sementara banyak orang mempercayai
perempuan selayaknya berada di lingkungan rumah tangga dengan tugas-tugas
seperti menerima, membesarkan anak dan mengurus keluarga agar keluarga
tenteram dan sejahtera. Namun perempuan juga dapat bekerja diluar
kehidupan rumah tangga seperti mencari nafkah dengan berjualan di pasar.

Kasus Peran ganda perempuan ini dapat dilihat pada Parrengge-rengge di


pasar raya MMTC Jalan williem iskandar Kecamatan medan estate. Inang
inang sebagai pekerja di pasar ini bisa dilihat sebagai suatu fenomena yang
sudah biasa, namun jika dilihat dari konteks budaya dimana pencari nafkah
adalah seorang laki-laki batak yang menganut sistem patriarki, sehingga kasus
Par rengge-rengge sebagai pencari nafkah disini menjadi suatu hal yang
kontradiktif dengan budaya patriarki itu sendiri.

Parengge-rengge dalam bahasa Medannya berarti pedagang serabutan


biasanya dipasar tradisonal, pekerjaan parengge rengge ini merupakan
pekrjaan yang sangat umum hanya saja penggunaan dan istilah bahasa saja

2
yang membedakan, parngge-rengge biasanya diisi oleh ibu-ibu yang bekerja
dan berngkat di tengah malam untuk menjajakan dagangan yang dimilikinya.

Menurut Nurjannah (2018 : 1 ) dalam The role of batak tobanese women as


parrengge-rengge to enhance the living standards of family at Pajak Horas in
Pematang Siantar city.

“Parrengge-rengge is defined as vendor in the doorway or in a


market deploying goods such as basic foodstuffs, agricultural
products, and small items which are easily transported and stored.
In the context of Batak Toba culture, Parrengge-rengge is a term
originally derived from market activities, namely those who sell
agricultural merchandise and in Batak Toba culture, the special
philosophy given to Parrengge-rengge is Tobok tobok Samosir”

Dalam kasus ini peneliti ingin mengungkap mengenai maknaParrengge-rngge


di pasar MMTC dan bagaimana alasan mereka sehingga memilih pekerjaan
parengge – rengge di tengah peran ganda nya sebagai seorang ibu rumah
tangga yang berputar haluan sebagai pencari nafkah dan meningkatkan traf
peekonomian keluaranya. Sehingga peneliti tertarik untuk meneliti dan
mengungkap mengenai “Makna Pekerjaan Parengge Rengge di Pasar
MMTC Jalan Williem IskandarMedan Estate”

1.2 Rumusan Masalah

Agar Tercapainya tujuan yang maksimal dalampenelitian sebagaimana yang


diharapkan maka yang menjadi rumusan masalah dalam penelitian ini adalah :

1. Apa makna bekerja sebagai par rengge-renggebagi perempuan Batak


diMMTC ?
2. MengapaparaperempuanBatakmemilihmenjadi parengge- rengge di pasar
MMTC?

3
1.3 Tujuan Penelitian

Dari latar belakang dan rumusan masalah di atas maka penulis dapat
memberitahukan Tujuan penelitian ini yakni sebagai berikut :
1. Mengetahui makna bekerja sebagai par inag-inang di pasar raya mmtc
2. Mengetahui Strategi par inang-inang dalam melakukan peran ganda yang
dimilikinya

1.4 Manfaat Penelitian


Manfaat penelitian inidapat di jabarkan menjadi dua tipe, yaitu manfaat praktis
dan teoritis, berikut uraiannya :
1. Manfaat Peraktis
1.1 Bagi peneliti
Sebagai referensi khususnya dalam kajian ekonomi, dan gender
1.2 Bagi pihak lain
Hasil dari penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi
dan refrensi bacaan bagi peneliti lain yang akan melakukan penelitian
dengan topikyang sejenis.
2. Manfaat Teoritis
2.1 Bagi dunia pendidikan
Penelitian ini dapat digunakan sebagai sumber informasi yang
berkaitan dengan pendidikan ataupun refrensi bagi penelitian yang
akan melakukan penelitian lanjutan.

4
BAB II

LANDASAN TEORI

2.1 Penelitian yang Relevan

Tujuan daripada pekerjaan adalah untuk mendapatkan penghasilan berupa


uang. Hal tersebut yang mendorong perempuan sebagai penunjang
perekonomian rumah tangga menjadi sangat penting serta di butuhkannya
peranan perempuan dalam penunjang ekonomi dalam keluarga. Pada
umumnya peran perempuan secara ekonomi adalah menambah penghasilan
keluarga rumah tangga yang membantu mengentaskan kemiskinan dalam
keluarga. Perempuan yang dimana menunjang kesejahteraan keluarga
menjadikan suatu keluarga mampu terdorong bagian ekonominya.

Fatimah (2013) dengan penelitiannya yang berjudul “Kontribusi


Perempuan Parengge-rengge dalam Ekonomi Keeluarga” yang mana penulis
mengemukakan bahwa sebenarnya dalam keluarga dibutuhkan peranan
wanita dalam menyokong ekonomi. Dilihat dari adanya keterampilan dan
kemauan perempuan untuk bekerja dimana kontribusi perempuan tersebut
memiliki pengaruh yang besar terhadap ekonomi keluarga dimana rata rata
buruh wanita hampir mencapai 50% dan bahwa perempuan yang ada di desa
adalah sumber daya manusia yang nyata dan berpartisipasi karena selain
mengurus rumah tangga juga ikut bekerja membantu suami.

Sihombing () dengan penelitiannya yang berjudul” Perempuan Batak Toba


(Parengge-rengge) dalam meningkatkan Taraf Hidup Keluarga di Dolok
Sanggul” yang mana penulis mengatakan bahwa perempuan batak yang ada di
Dolok Sanggul melakukan pekerjaan marengge rengge untuk meningkatkan
taraf hidup keluarganya dengan maronan dimana kehidupan yang sektor
ekonominya rendah dan mudah bila di bandingkan dengan bekerja yang
memiliki pendidikan dalam taraf hidup rendah. Jadi permpuan batak harus
bekerja sebagai parengge- rengge agar ekonominya meningkat walaupun
dengan pendidikan yang rendah.

5
Nurjannah (2018) dengan penelitiannya yang berjudul “The role of batak
tobanese women as parrengge-rengge to enhance the living standards of
family at Pajak Horas in Pematang Siantar city” yang mana penelitian ini
mengemukakan bahwa bahwa perempuan batak itu bekerja sebagai parengge-
rengge adalah karena kebutuhan ekonomi serta untuk menambah pemasukan
keluarga &perempuan batak yang menjadi parengge-rengge, serta latar
belakang pendidikan yang rendah.

2.2 Kerangka Konseptual


A. Konsep Makna Pekerjaan
Konsep makna telah menarik pehatian disiplin komunikasi, psikologi,
sosiologi, antropologi dan linguistik. Itu sebabnya beberapa pakar
komunikasi sering menyebutkan kata makna ketika mereka merumuskan
defenisi komunikasi. Makna, sebagai mana dikemukakan oleh Fisher
(Sobur, 2015;19) merupakan konsep yang abstrak.
Makna dalam kamus besar bahasa Indonesia, yaitu :arti, maksud
pembicara atau penulis. Makna adalah proses aktif yang ditafsirkan
seseorang dalam suatu pesan.
Dalam ilmu Antropologi konsep makna inil ahir dari konsep dan teori
simbol (Clifford Gerzt), Gerrtz menjelaskan tentang apa yang dimaksud
sebagai simbol. Simbol adalah apa saja yang bisa melahirkan dan
menciptakan makna. Simbol berperan menyampaikan pesan kepada
manusia. Selain itu, simbil juga memperngaruhi dan membentuk perilaku
manusia. Singkatnya symbol menciptakan makna.
Namun kata “makna” disini lebih mengarah kedalam ilmu komunikasi.
Seperti yang dikemukakan oleh (Tjiptadi, 1984:19) makna adalah arti atau
maksud yang tersimpul dari suatu kata. Sedangkan makna pekerjaan atau
bekerja secara sederhana dapat diartikan sebagai usaha yang dilakukan
manusia untuk mendapatkan penghasilan demi memenuhi tujuan
tertentu.Tujuan tersebut dapat berupa pemenuhan makan, tempat tinggal,
atau kebutuhan hidup lainnya.Seperti diungkapkan oleh Dr. Franz Von
Magnis (dalamAnogara, 1998) yang mengatakan bahwa kerja merupakan

6
sesuatu yang dikeluarkan oleh seseorang sebagai profesi, sengaja
dilakukan untuk mendapatkan penghasilan serta pengeluaran energy untuk
kegiatan yang dibutuhkan oleh sesorang. Makna kerja adalah sekumpulan
nilai-nilai, keyakinan-keyakinan, sikap dan harapan yang orang-orang
miliki dalam hubungan kerja (siti, 2013).Sedangkanmenurut Singh ( dalam
Herudiati, 2013) mendefensikan makna kerja merupakan penghayatan
induvidu dalam memenuhi kebutuhan ekonomi dengan melakukan bekerja
dalam lingkungan kerja.

B. Konsep Pasar
Dalam bahasa Batak, pasar atau pecan disebut Onan. Secara etimologis
berasal dari perkataan on artinya ini dan an artinya itu. Jadi secara harfiah
onan berarti ini dan itu. Bila menyimak pembicaraan yang berlangsung di
pasar terutama saat terjadinya ‘tawar-menawar’ antara pedagang dengan
pembeli, maka yang sering kita dengar on (ini) dan an ( itu). Oleh sebab
itu tempat kegiatan ini berlangsung dinamakan onan (Simanjuntak.
2011:234)
Onan sebagai suatu institusi ekonomi, juga merupakan institusi sosial yang
menghubungkan antara pembeli dan penjual. Dalam aktivitas dapat dilihat
hamper semua fenomen aekonomi seperti pasar yang berkaitan dengan
lokasi, waktu, istitusi, dan proses didalamnya, selain itu terdapat actor
pasar seperti pedaganag, pembeli, produsen, konsumen, pekerja dan
pengusaha.

C. Pengertian Parengge rengge


Menurut Nurjannah (2018 : 1 ) dalam The role of batak tobanese women
as parrengge-rengge to enhance the living standar ds of family at Pajak
Horas in Pematang Siantar city.

“Parrengge-rengge is defined as vendor in the doorway or in a


market deploying goods such as basic foodstuffs, agricultural
products, and small items which are easily transported and stored.

7
In the context of Batak Toba culture, Parrengge-rengge is a term
originally derived from market activities, namely those who sell
agricultural merchandise and in Batak Toba culture, the special
philosophy given to Parrengge-rengge is Tobok tobok Samosir”

Dari defenisi Nurjannah (2018 :1 ) di atas dapat dilihat bahwa parengge


rengge merupakan suatu pekerjaan berdagang dan penyalur hasil dari
pertanian ke pasar,dalam konteks budaya Batak Toba, Parrengge-rengge
adalah istilah yang awalnya berasal dari kegiatan pasar, yaitu mereka yang
menjual barang pertanian dan dalam budaya Batak Toba, filosofi khusus
yang diberikan kepada Parrengge-rengge adalah Tobok tobok Samosir.
Istilh Tobok sendiri merupakan kalimat asli bahasa batak yang berarti lugu,
tidak banyak tingkah, jujur, bersifat tulus iklas. Sehingga dapat kita
simpulkan kalau sebelum kata parengge-rengge ini digunakan oleh
masyarakat batak toba, merujuk kepada tingkah laku masyarakat di pasar.
Hal ini senada dengan pendapat J.M Hariara dalam Sitanggang (1989)
dibawah ini.

Menurut J.M. Hariara dalam Sitanggang ( 1989).


“The meaning of the word parrengge-rengge is sigadison-
namarragam-range which means goods; prefix 'par' plus the word
'rengge-rengge' parengge-rengge. They thus simply refer to simple
self-identification sellers. In the context of Batak Toba culture,
parrengge-rengge originally is a term derived from the activities of
the market to those who sell agricultural merchandise”

Dari definisi J.M. hariara di atas dapat dilihat bahwa parengge-rengge


merupakan suatu gambaran pengistilahan mengenai prilaku, dan ringkah
laku masyarakat pada ruang lingkup pasar seperti yang telah di sebutkan di
atas mengani peran masyarakat dalam kegiatan pasar, seperti partiga-tiga,
panuhor, dan boniaga. Hal ini senadadengan pendapat Sitanggang (1989)
dalam The role of batak tobanese women as parrengge-rengge to enhance
the living standards of family at Pajak Horas in Pematang Siantar city.

8
“also clarifies that ‘Ruhut Parsaoran in Habatakon’, is the
concept of market which is already famous called ‘onan’. Some of
the terms derived from the activities of the market are partiga-tiga,
panuhor, and boniaga. Partiga-tiga is a term given to the seller of
the merchandise. Panuhor is a term given to buyers who purchase
merchandise while boniaga is a naming of the goods”.

Partiga-tiga adalah istilah yang diberikan kepada penjual barang dagangan.


Panuhor adalah istilah yang diberikan kepada pembeli yang membeli
barang dagangan sementara boniaga adalah penamaan barang. Beberapa
istilah yang berasal dari kegiatan pasar adalah partiga-tiga, panuhor, dan
boniaga. Partiga-tiga adalah istilah yang diberikan kepada penjual barang
dagangan. Panuhor adalah istilah yang diberikan kepada pembeli yang
membeli barang dagangan sementara boniaga adalah penamaan barang.
Sehingga konteks tersebut juga di dukung oleh Sitanggang (1989) yang
dikenal dengan istilah Ruhut Parsaoran in Habatakon namun lebih akrab
dikenal dengan islilah Onan, dalam kamus bahasa batak, Onan merupakan
gabungan 2 kata peristilahan yang memiliki arti yang berbeda yaitu On
yang berarti “Ini” An yang berarti “Itu”. Dalam peraktiknya dapat kita
lihat dalam perilaku transaksi di pasar seperti : yang ini berapa ?, yang itu
berapa.

Dari ketiga definisi ketiga peneliti tesebut dapat dilihat bahwa parengge
rengge Dalam konteks budaya Batak Toba, merupakan istilah yang berasal
dari kegiatan pasar bagi mereka yang menjual barang pertanian
Parrengge-rengge adalah istilah yang awalnya berasal dari kegiatan pasar,
yang dikenal dengan Tobok tobok Samosir, Ruhut Parsaoran in
Habatakon yang paling akrab di sebut dengan istilah OnAn

2.3 KerangkaTeori
Teori yang digunakan dalam mengkaji dan melihat fenomena ini :
A. Teori Makna Interpretative Simbol Cliffort Geertz

9
Interpretative Simbol oleh Clifford Gerrtz mengemukakan suatu definisi
kebudayaan sebagai: (1) suatu sisitem keteraturan dari makna dan simbol-
simbo, yang dengan makna dan simbol tersebut individu-individu
mendefinisikan dunia mereka, mengekspresikan persaan-perasaan mereka,
dan membuat penilaian mereka; (2) suatu pola makna-makna yang
ditransmisikan secara historis yang terkandung dalam bentuk-bentuk
simbolik, yang melalui bentuk-bentuk simbolik tersebut manusia
berkomunikasi, memantapkan, dan mengembangkan pengetahuan mereka
mengenai dan bersikap terhadap kehidupan; (3) suatu peralatan simbolik
bagi pengontrol perilaku, sumber-sumber ekstrasomatik dari informasi;
dan (4) oleh karena kebudayaan adalah suatu sistem simbol, maka proses
kebudayaan harus dipahami, diterjemahkan, dan diinterpretasi.
Simbol adalah objek, kejadian, bunyi bicara, atau bentuk-bentuk tertulis
yang diberi makna oleh manusia. Bentuk primer dari simbolisasi oleh
manusia adalah melalui bahasa. Tetapi manusia juga berkomunikasi
dengan menggunakan tanda dan simbol dalam lukisan, tarian, musik,
arsitektur, mimikwajah, gerak-gerik, postur tubuh, perhiasan, pakaian,
ritus, agama, kekerabatan, nasionalitas, tata ruang, pemilikan barang, dan
banyak lagi lainnya. Manusia dapat memberikan makna kepada setiap
kejadian tindakan, atau objek yang berkaitan dengan pikiran, gagasan dan
emosi. Persepsi tentang penggunaan simbol sebagai salah satu ciri
signifikan manusia menjadi sasaran kajian yang penting dalam antropologi
dan disiplin-disiplin lain.
Dalam hal ini, maka yang ingin diketahui dari sini yaitu alasan perempuan
batak atau Parangge-rengge bekerja diluar domestik (rumah tangga) dan
ikut mencari nafkah membantu suami dalam pemenuhan kebutuhan hidup.
Padahal dalam masyarakat Batak yang menganut sistem kekerabatan
Partrineal, bahwa laki-laki atau suami lah yang bekerja diluar rumah
tangga. Namun saat ini perempuan telah merangkap menjalankan dua
peran. Sehingga hal tersebut penting kiranya diketahui makna dari peran

10
ganda yang dijalankan oleh perempuan batak atau Parengge-rengge
tersebut.
Dalam bukunya yang berjudul Tafsir Kebudayaan, dia mengatakan bahwa
kebudayaan bukan lah suatu hal yang dapat di tarik hukum umunya,
pendekatan atas kebudayaan harus dilakukan secara interpretatif, sehingga
maknanya dapat di pahami. Geertz berusaha untuk menafsirkan simbol-
simbol yang muncul dalam prilaku keseharian yang di praktekkkan oleh
kelompok masyarakat tertentu dalam lingkungan dan konteks historis
tertentu.

2.4 KerangkaBerpikir

Perempuan Makna Bekerja sebagi


Sebagai Parengge parengge rengge
Rengge

 Alasan
 Ekonomi
 Keluarga
 Pendidikan

11
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini merupakan penelitian Kualitatif dengan pendekatan
etnografi, etnografi merupakan suatu metodepenelitian ilmu sosial, penelitian
ini sangat percaya pada ketertutupan, pengalaman pribadi, dan partisipasi.

Menurut Cresswell (2010 : 4) penelitian kualitatif meruapakan metode-metode


untuk mengeksplorasi dan memahami makna oleh sejumlah individuatau
sekelompok orang dianggap berasal dari masalah sosial atau kemanusiaan.

Kemudian Penelitian etnografi yakni :

Menurut John W.Creswell (2008 : 473 ). Rancangan penelitian etnografi


adalah prosedur penelitian kualitatif untuk menggambarkan, menganalisis, dan
menafsirkan suatu pola kelompok berbagai budaya yang dilakukan bersama,
baik prilaku, keyakinan dan bahasa yang berkembang dari waktu ke waktu.

Menurut Marvin Harris & Orna Johnson (2000). Secara harafiah penelitian
etnografi berarti gambaran sebuah masyarakat, yang berarti Etnografo adalah
gambaran umumsuatu budaya atau kebiasaan, keyakinan dan prilkau yang
berdasarkan atas informasi yaang telah di kumpulkan melalui penelitian
lapangan.

3.2 Lokasi Penelitian


Penelitian ini akan dilakukan di Pasar Raya Jalan Williem Iskandar,
Kecamatan Medan Estate, kabupaten Deliserdang, Kota Medan.

3.3 Metode Penelitian

Sugiyono (2015: 3) menyatakan bahwa “metode penelitian merupakan cara


ilmiah untuk mendapatkan data dengan tujuan dan kegunaan tertentu.

12
Metode penelitian yang akan digunakan dalam penelitian ini yaitu Metode
Kualitatif. Menurut Creswell (2008) mPenelitian kulaitatif yaitu suatu
pendekatan atau penelusuran untuk Mengekplorasi dan memahami suatu
gejala Sentral. Untuk mengrti gejala sentral tersebut peneliti mewawancarai
peserta penelitian ataupeserta penelitiandengan mengajukan pertanyaan yang
umum dan agak luas.

3.3. Kriteria Informan

Kriteria informan yang diambil dalam peneliian ini yakni seorenag


individu/ kelompok yang telah bekerja sebagai parrengge-rengge selama
minimal 5 tahun.

Informan Pertama

Nama : Ibu Nainggolan

Usia : 44 Tahun

Lama Bekerja : 22 Tahun

Informan Kedua

Nama : Ibu Surbakti

Usia : 35 Tahun

Lama Bekerja : 7 Tahun

3.4 Teknik Pengumpulan Data


Menurut Sugiyono (2011: 224 ) “teknik pengumpulan data merupakan
langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari
penelitian adalah mendapatkan data” tanpa mengetahui teknik-teknik
pengumpulan data, maka peneliti tidak akan mendapatkan data yang
memenuhi standar data yang di tetapkan untuk menjawab rumusan masalah.

13
Untuk memperoleh data dalam penelitian ini, peneliti menggunakan teknik
pengumpulan data berupa Observasi partisipasi.yaitu dengan cara melakukan
pengamatan dan ikiut dalam masyarakat tersebut.
Pengumpulan data pada penelitian ini dimulai padahari, Senin tanggal 17
September 2019. Di mulai dengan melakukan observasi, mengamati segala
tingkah laku dan transaksi yangadai dalam pasar, kemudian bertanya tanya
pada para pedagang dan menentukan kesesuain kriteria untuk dijadikan
sebagai seorang informan. Tak sedikit yang menolak dengan berbagai macam
alasan, tapi kami memahami itu dan kesiapn informanan sangat
mempengaruhi prolehan data yang mendalam. Kemudian kami bertemu
dengan ibu nainggolan dan beberapa penjual /parengge rengge lain, kami
memilih ibu nengoolan sebagai informan karenakriteri yang dibutuhkan sudah
tercapa, baik kesiapan, waktu dan pengalamannya.

A. Wawancara Mendalam
Menurut Harsono Wawancara merupakan proses pengumpulan data yang
langsung Memperoleh informasi langsung dari sumbernya. Menurut
Mantja ( dalam Harsono, 2008: 162), wawancara mendalam merupakan
percakapan terarah yang tujuannya untuk mengumpulkan informasi
etnografi. Wawancara mendalam dilakukan dengan mengajukan
pertanyaan-pertanyaan yang mendasar ke yang lebih khusus dalam
memperoleh jawaban dari informan secara luas.
B. Dokumentasi
Dokumentasi adalah pengambilan data yang di proses melalui dokumen-
dokumen. Metode dokumentasi dipakai untuk mengumpulkan datadari
sumber-sumber dokumen yang mungkin mendukung atau bahkan
berlawanan dengan hasil wawancara Harsono, 2008: 169)

3.5 Teknik Analisis Data


Analisis data yang digunakan dalam mengkaji dan menemukan jawaban dalam
penelitian ini yaitu menggunakan analisis dalamsitus yang dikembangkan oleh

14
Miles Huberman. Yakni data yang sudah terkumpul dibuat dalam matriks.
Dalam matriks akan terliahat penyajian data secara deskriftif sekitar peristiwa
atau pengalaman tertentu yang menyekat data sebelum dan sesudahnya.
Setelah data dimasukkan kedalam matriks selanjutnya dibuat daftar cek (Miles
Huberman, 2007: 139-140).

15
BAB IV
PEMBAHASAN

4.1 Makna Bekerja Sebagai Parrengge- Rengge


Makna bekerja sebagai parengge-renggemenurut ibu nainggolan dapat dilihat
bukan hanya sebagai suatu pekerjaan yang tdiak hanya dikerjakan berdasarkan
unsurmateri semata, bekerja sebagai parrengge-renggejuga merupakan
pekerjaan yang dapat membangun hubungan kekeluargaan yang erat bagi
setiap inang-inangyang bekerja di pasar MMTC Jalan Willuiem
Iskandar.Seperti informasi yang penulis dapatkan dipasar melalui pengamatan
dan wawancara terhadap parengge-rengge di pasar MMTC pada umumnya
Parengge-rengge tersebut awalnya berdagang dipasar dengan tujuan untuk
pemenuhan ekonomi, namun lambat laun setelah biasa berinteraksi dengan
sesama parengge-rengge, para pedagang tersebut pun menjalani hubungan
yang erat dan kekeluargaan di pasar MMTC

“.... inilah kami disini jadi keluarga, saling mengenal, kayak


kemaren lah ada yang meninggal semua ikut melihat” (
Wawancara 24 September 2019)
Dari kutipan wawancara tersebut dapat dilhat bahwa kekeluargaan yang baru
dimunculkan sebagai sutau solidaritas di pasar sehingga bekerja dalam hal ini
memang masih berorientasi pada materi namun aspek kekeluargaan yang
dibentuk dari pekerjaan ini juga ikut berperan sebagai sesuatu
yangteteapmemberi semanagat. Dalam hal lain bekerja sebagai parengge
rengge merupakan sebuah warisan dari keluarga, yang merupakan seorang
yang juga menggeluti bidang perdagangan, namun dengan jenis daganag dan
cara yang berbeda.

“...iy ginilah itu pekerjaan turun temurun dari orangtua, aku


bekerja kayak gini udah dari gadis aku, karna kan orangtuaku
juga pedagang juga dulu, tapi toko kelontong, akupun sebenarnya
sarjana keguruannya tapi karna gak kesitu minatku dan lebih ke
berjualan ini karna memangdari orang tua itu lah”( wawancara 24
September 2019)

16
Kutipan wawancara dari ibuk nenggolan ini mengungkapkan bahwa
pekerjaansebagai parengge rengga yang digeluti dari gadis ini merupakan
pilihan yang sesuai dengan pasion/ keahlian si ibuk, beliau juga menuturkan
mengai anak-anaknya yang mengeluti dunia bisnis ini, namun dengan cara dan
usaha yang berbeda, yakni sebagai salah satu manager perusahaan di kota
bandung.

“ anakku yang bontot pun pekerjaannya berbau bisni juga, tapi dia
kerja di bandung, enak lah hidupnya, ada mobil untuk dinas
dikasih sama dia “ (wawancara 24 September 2019)

Kutipan wawancara bersama Ibu nenggolan dalam melanjut kan waancaranya


mengatakan bahwa ini merupakan hasil dari dia berusaha keras untuk
mennyekolahkan anaknya dengan baik, tidak peduli bekerja sekeras apa asal
anak sekolahnya tinggi namun di pertengahan penjelasan wawancara ibu
nainggolan menceritakan mengenai anaknya ini telah meninggal pada bulan
januari 2019 yang lalu dan sangat begitu disesalkan.

“...tapianakkuini dia udah meninggal bulan januari yang lalu,


kenak sakit kanker.... gak tau aku kanker apa namanya medis lah
itu, kita bukannya munafik ya kan kita juga butuhnyauangnya tapi
kan yang kita mau kitalah yang harusnya ditanam oleh anak kita,
jangan kita yang menanamnya, kalian pun baik baiklah kalian
sama orngtua kalian jangan peernah bohongi orangtua kalian, dia
kemaren kata kakaknya udah lamanya tapi takut dia sedih aku kan
cuman aku tulangpunggung dan Cuma dia pulak yang bisa
membantu aku, kalau abg sama ayahnya ada sakit nya, adiknya
yang perempuan udah menikah, di bawa suaminyalah kerumahnya
jadi itulah yang membuat dia diam biar bisa membantu aku, aku
pastau dia kenak kanker menjerit aku, kubilang kok gak kau bilang
lah sama mamak nakku jadi kan gak sampe kkek gini, masih bisa
teroabbati, nagis aku”( Wawancara 24 September 2019)

Dari kutipan wawancara ini terlihat bahwa kasih sayang seorang ibu sangat
berarti dan tidak adaduanya,dalam menyekolahkan anaknya ibu naggolan
tidak begitu mementingkan soal biaya asalkan semua anaknya memperoleh

17
pendidikan yang tinggi, ibu nenggolan juga mengatakan kalau anaknya sukses
pun dia tidak mementingkan materi berharap diberi uang, ibu nainggolan
hanya berharap anaknya todak mempermalukan keluarganya dan membuat
dirinya bangga.

“ Aku kalau mereka susks kan untuk mereka nya itu, kalau kita
orang tua kann cuman kebanggaannya ajanya, bercerita lah
orangtua kita itu,kan senang dia” ( Wawancara 24 September
2019)
Dari Pembahaan di atas dapat dilihat bahwa motif dan makna pekerjaan
sebagai parengge-rengge yakni untuk membantu suami dalam mencari nafkah
untuk kebutuhan keluarga sehari dan kebutuhan sekolah anak-anaknya untuk
sekolah sampai ke Perguruan Tinggi. Ibu pedangan Bawang ini memperoleh
barang dagangan yaitu bawang dari Toke, jadi disini ibu ini hanya menjualkan
barang dari berbagai toke bawang. Beliau menjadi parengge-rengge sudah
lama sejak tahun 1997 yang awalnya berdagang di Pasar Sentral, namun
dipindahkan ke pasar MMTC.

Meski hal itu tidak membawa keuntungan, karena berjualan di pasar


MMTC ini diberlakukan sewa pajak sebesar 15 juta pertahun, biaya lampu dan
kebersihan, serta kutipan perhari 20 ribu yang dikutip oleh pengurus MMTC.
Berkat kegigihan dan perjuangannya beliau berhasil menyekolahkan anaknya
sampai ke perguruan Tinggi. namun setelah anaknya punya pekerjaan yang
baik, ibu itu tetap bekerja, hal ini tidak lagi dengan motif untuk penghasilan
pemenuhan kebutuhan sehari-hari, tetapi lebih kepada telah terbiasa dan
berinteraksi dengan sesama pedagang di pasar MMTC, beliau merasa telah
menjalin hubungan kekeluargaan dengan sesama pedagang MMTC, jadi
daripada di rumah tidak ada pekerjaan, lebih baik di pasar berinteraksi dengan
sesama pedagang.

18
4.2 Mengapa Memilih Menjadi Seorang Parrengge-rengge
Dalam menekuni pekerjaan sebagai parrengge-rengge alasan ibu nainggolan
adalah karena pekerjaaan ini meruapakan pekerjaan yang telah digeluti oleh
orangtuannya dan ibu sejak masih gadis namun setelah menikah dan pindah
kemedan bersama suaminya dari Pangururan, dahulu ibu bekerja dengan
suaminya di pajak sentral namun karena MMTC telah menjadi pusat pasar
sehingga ia dan suaminya sekarang bekerja dan menggeluti pekerjaan ini di
pasar Raya MMTC.
“...dulu sebelum kesini kami di pajak sentral sana di dekat Medan
Mall, disini sewanya mahal ada yang 10 – 15 juta pertahun” (
Wawancara 24 September 2019).

Dalam memenuhi kebutuhan keluarga tidak bisa mengandalkan suami saja


perempuan juga harus bekerjamenurutnya karena kalau mengandalkan suami
saja tidak akan cukup sehingga banyak rumah tangga yang mengalami
perpecahan.
“ ...kalo mengandalkan laki-laki ini gak bisa lah, harusikut kita,
tengok lah laki-laki di batak ini gimana ke lapo aja, memang gak
bisa di andalkan, harus ikut lah kita, kalo laki-laki aja yang kerja
selalu berantam itu, itulah istri yang gak egois maunya menerima
aja, kalau punya penghasilan masing-masing kan enak, bisa saling
menutupi”. ( Wawancara 24 September 2019)

Dalam berjulan ibu nanggolan pun hanya menjual/ penyalur barang dari
toke, dimana dalam setiap barang yang di ambil adalah sepenuhnya taggung
jawab ibu nainggolan baik yang terjual dan yang tidak terjual, dan apabila
busuk bawang akan dijual dengan harga yang rendah dibawah modal yang
dikenal dengan istilah Basuk ( Bawang Busuk ) dalam menutupi modal
kerugian ibu naggolan biasanya meminjam kepada rentenir yang biasanya
menjajakan jasanya para pedagang-di pasaran, memangtidak adacara lain
untuk mendapatkan uang yang cepat sehingga ibu nenggolan mau menerima
pokok pinjaman yag dia ajukan dengan bunga sekitar 20% jadi jika semisal
ibu nainggolan meminjam uang Rp. 3.000.000 ( Tiga Juta rupiah ) Maka
bunga yang di perolah adalah sebanyak Rp. 600.000 ( Enam Ratus Ribu

19
Rupiah ). Dengan rumus perhitungan Rp. 3.000.000 x 20 = 60.000.000 / 100
= 600.000.
Dari bekerja sebagai parengge-rnggeibu naggolan biasanya memperoleh
penghasilan sebanyak Rp. 300.000 ribu perhari dan masih beruapa
penghasilan kotor saja. Karena dengan harga bawang yang tidak menentu dan
tawaran pembeli yang sedikit keterlaluan.

20
BAB V
PENUTUP
5.1 Kesimpulan
Bahwa bekerja sebagai parengge rengge bukanlah hanya dilihat sebagai
bentuk pemenuhan kebutuhan karena kekurangan dalam ekonomi rumah tangga
melainkan sisi lainnya adalah sudah menjadi bagian dirinya menjadi seorang
parengge rengge karena adanya faktor keturunan. manfaat pekerjaan parinang
inang merupakan sisi lain yang di analisis melalui pekerjaan parinang-inang yang
mana melihat selain sisi kebutuhan ekonomi ada juga faktor lain yang sudah
menjadikan seorang perempuan batak bekerja menjadi parinang inang di MMTC.
motif dan makna pekerjaan sebagai parengge-rengge yakni untuk membantu
suami dalam mencari nafkah untuk kebutuhan keluarga sehari dan kebutuhan
sekolah anak-anaknya untuk sekolah sampai ke Perguruan Tinggi.

Kekeluargaan yang baru dimunculkan sebagai sutau solidaritas di pasar


sehingga bekerja dalam hal ini memang masih berorientasi pada materi namun
aspek kekeluargaan yang dibentuk dari pekerjaan ini juga ikut berperan sebagai
sesuatu yangteteapmemberi semanagat. Dalam hal lain bekerja sebagai parengge
rengge merupakan sebuah warisan dari keluarga, yang merupakan seorang yang
juga menggeluti bidang perdagangan, namun dengan jenis daganag dan cara yang
berbeda.

5.2 Saran

Sebagai peneliti menyarankan agar sebuah konsep kekurangan ataupun


ketimpangan dalam pembagian pekerjaan sebenarnya bukanlaah hal mendasar
bagi parinang-inang maka merubah konsep ketimpangan pembagian pekerjaan
dan sebenarnya adalah kesepakatan yang telah di lakukan dalam keluarga dalam
pemenuhan ekonomi maka untuk penelitian selanjutnya alangkah lebih baik untuk
di perubahi.

21
LAMPIRAN

Gambar 1.1
Wawancara Hari Pertama dengan informan

Gambar 1.2
Wawancara Hari Pertama dengan Informan

22
Catatan Harian

Penelitian Pertama : Senin 23 September 2019


Waktu : 09.00 – 11.00
“ Lokasi yang menjadi tempat untuk penelitian tepatnya di Pasar MMTC Jln
Williem Iskandar. Penelitian dilakukan oleh Rahmat, Ela, Rina, Annisa, Doni.
Setelah beberapa saat kami berjalan kami menemukan informan yang dapat
membantu dan menjawab pertanyaan yang akan di ajukan yaitu Ibu Nainggolan
yang berjualan Bawang. Beliau tidak sungkan untuk menjawab pertanyaan yang
telah kami ajukan kepadanya. Beliaun sudah bekerja dari semenjak beliau gadis
hingga berumah tangga sampai saat ini. Beliau hanya berjualan Bawang Merah,
Bawang Bombai, dan Bawang Putih. Setelah kami selesai melakukan wawancara
dengan beliau tidak lupa kami mengabadikan poto untuk menjadi bukti bahwa
kami telah melakukan penelitian tersebut. Selanjutnya kami berjalan lagi untuk
mencari informan yang baru untuk menambah dan menguatkan hasil penelitian
kami. Tidak jauh dari kedai ibu Nainggolan kami menemukan informan baru.
Informan yang kedua bernama Ibu Surbakti, beliau juga tidak sungkan untuk
menjawab pertanyaan kami, namun setelah selesai melakukan wawancara beliau
meminta kami untuk membeli barang dagangannya. Tanpa menolak sebagai rasa
terima kasih kami pun membeli wortel yang dijual oleh beliau. Setelah itu kami
melakukan poto bersama sebagai bukti bahwa kami telah melakukan penelitian
tersebut.

Penelitian Kedua : Rabu, 25 September 2019


Waktu : 11.00 – 13.00
“ kembali mengingat lokasi tempat yang sebelumnya menjadi lokasi
penelitian dan menyusuri lorong tiap posko penjualan. Penelitian yang dilakukan
oleh Xeylyn, Doni, dan Rahmat. Melakukan penelitian kembali dengan kedua
informan yang sama dengan memastikan ulang jawaban yang telah di berikan
sebelumnya yang mana pada hasil penelitian yang di temukan bahwa jawaban dari
informan tersebut masih sama dengan jawaban sebelumnya. Dengan fakta dan

23
pengetahuan baru bahwa informan mengatakan lelaki tidak dapat bekerja dengan
baik tanpa adanya perempuan dengan kata lain saling melengkapi. Kondisi pada
hari ini yaitu dengan pembeli yang berjumlah 3 pembeli selama melakukan
wawancara dengan informan sembari membantu juga bercerita bagaimana latar
belakang daripada informan menjadi parinang inang. Melakukan wawancara
kurang lebih 2 jam dengan kedua informan maka mendapatkan data yang cukup
valid sehingga memutuskan kembali melakukan aktifitas selanjutnya di jam 13.00
wib “

24
DAFTAR PUSTAKA

Clifford Gerrtz (1986). Interpretative simbol


Nurjannah, & Dewi R. (2018). The role of batak tobanese women as parrengge-
rengge to enchance the living standrts of family at Pajak Horas in
Pematang Siantar. IOP Publishhing, 1-8.
Semiawan, C. R. (2010). Metode Penelitian Kualitatif (Jenis, Karakteristik dan
Keunggulannya). Jakarta: GRASINDO.
ihombing, N. M. (2018). Perempuan Batak Toba ( Parengge-Rengge) Dalam
Meningkatkan Taraf Hidup Keluarga Di Dolok Sanggul. Medan: Unimed.
Sugiyono. (2011). Metode Penelitian Kuantitatif. Bandung: Alfabeta, CV
Bandung.

25

Anda mungkin juga menyukai