Anda di halaman 1dari 8

Penyakit Asma (Asthma)

Penyakit Asma (Asthma) adalah suatu penyakit kronik (menahun) yang menyerang saluran
pernafasan (bronchiale) pada paru dimana terdapat peradangan (inflamasi) dinding rongga
bronchiale sehingga mengakibatkan penyempitan saluran nafas yang akhirnya seseorang
mengalami sesak nafas. Penyakit Asma paling banyak ditemukan di negara maju, terutama yang
tingkat polusi udaranya tinggi baik dari asap kendaraan maupun debu padang pasir.
Penyebab Penyakit Asma
Sampai saat ini penyebab penyakit asma belum diketahui secara pasti meski telah banyak
penelitian oleh para ahli. Teori atau hypotesis mengenai penyebab seseorang mengidap asma
belum disepakati oleh para ahli didunia kesehatan.

Namun demikian yang dapat disimpulkan adalah bahwa pada penderita asma saluran
pernapasannya memiliki sifat yang khas yaitu sangat peka terhadap berbagai rangsangan
(bronchial hyperreactivity = hipereaktivitas saluran napas) seperti polusi udara (asap, debu, zat
kimia), serbuk sari, udara dingin, makanan, hewan berbulu, tekanan jiwa, bau/aroma menyengat
(misalnya;parfum) dan olahraga.

Selain itu terjadinya serangan asma sebagai akibat dampak penderita mengalami infeksi saluran
pernafasan atas (ISPA) baik flu ataupun sinisitis. Serangan penyakit asma juga bisa dialami oleh
beberapa wanita dimasa siklus menstruasi, hal ini sangat jarang sekali.

Angka peningkatan penderita asma dikaitkan dengan adanya faktor resiko yang mendukung
seseorang menderita penyakit asma, misalnya faktor keturunan. Jika seorang ibu atau ayah
menderita penyakit asma, maka kemungkinan besar adanya penderita asma dalam anggota
keluarga tersebut.
 Tanda dan Gejala Penyakit Asma
Adapun tanda dan gejala penyakit asma diantaranya :

- Pernafasan berbunyi (wheezing/mengi/bengek) terutama saat mengeluarkan nafas (exhalation).


Tidak semua penderita asma memiliki pernafasan yang berbunyi, dan tidak semua orang yang
nafasnya terdegar wheezing adalah penderita asma!
- Adanya sesak nafas sebagai akibat penyempitan saluran bronki (bronchiale).
- Batuk berkepanjangan di waktu malam hari atau cuaca dingin.
- Adanya keluhan penderita yang merasakan dada sempit..
- Serangan asma yang hebat menyebabkan penderita tidak dapat berbicara karena kesulitannya
dalam mengatur pernafasan.

Pada usia anak-anak, gejala awal dapat berupa rasa gatal dirongga dada atau leher. Selama
serangan asma, rasa kecemasan yang berlebihan dari penderita dapat memperburuk keadaanya.
Sebagai reaksi terhadap kecemasan, penderita juga akan mengeluarkan banyak keringat.
 Cara Menghindari Serangan Asma
Langkah tepat yang dapat dilakukan untuk menghindari serangan asma adalah menjauhi faktor-
faktor penyebab yang memicu timbulnya serangan asma itu sendiri. Setiap penderita umumnya
memiliki ciri khas tersendiri terhadap hal-hal yang menjadi pemicu serangan asmanya.
Setelah terjadinya serangan asma, apabila penderita sudah merasa dapat bernafas lega akan tetapi
disarankan untuk meneruskan pengobatannya sesuai obat dan dosis yang diberikan oleh dokter.
 Penanganan dan Pengobatan Penyakit Asma
Penyakit Asma (Asthma) sampai saat ini belum dapat diobati secara tuntas, ini artinya serangan
asma dapat terjadi dikemudian hari. Penanganan dan pemberian obat-obatan kepada penderita
asma adalah sebagai tindakan mengatasi serangan yang timbul yang mana disesuaikan dengan
tingkat keparahan dari tanda dan gejala itu sendiri. Prinsip dasar penanganan serangan asma
adalah dengan pemberian obat-obatan baik suntikan (Hydrocortisone), syrup ventolin
(Salbutamol) atau nebulizer (gas salbutamol) untuk membantu melonggarkan saluran pernafasan.

Pada kasus-kasus yang ringan dimana dirasakan adanya keluhan yang mengarah pada gejala
serangan asma atau untuk mencegah terjadinya serangan lanjutan, maka tim kesehatan atau
dokter akan memberikan obat tablet seperti Aminophylin dan Prednisolone. Bagi penderita asma,
disarankan kepada mereka untuk menyediakan/menyimpan obat hirup (Ventolin Inhaler)
dimanapun mereka berada yang dapat membantu melonggarkan saluran pernafasan dikala
serangan terjadi.

Penyakit asma

Asma Bronkhiale (atau lebih dikenal asma saja oleh masyarakat) adalah suatu penyakit yang
ditandai dengan penyempitan saluran napas sebagai akibat reaksi sensitifitas yang berlebihan
terhadap suatu allergen (debu, serbuk bunga, stress, dll)
Penyebab Asma Bronkhiale
Penyebab asma sampai sekarang tidak diketahui, diduga disebabkan interaksi faktor genetik dan
faktor lingkungan. Namun ada faktor pemicu (allergen) yang menyebabkan terjadinya asma.
Adapun faktor pemicu yang dapat menyebabkan munculnya asma adalah :

 Infeksi : flu adalah yang paling sering memicu asma.


 Asap rokok
 Serbuk bunga
 Aktivitas/gerak badan
 Bulu binatang
 Perubahan suhu udara dan cuaca
 Bahan – bahan/partikel di sekitar tempat pekerjaan
 Makanan, bahan pengawet, pewarna dan penyedap.
 Bahan kimia yang di semprot (minyak wangi)

Gejala Asma Bronkhiale


Asma ditandai adanya sesak napas karena penyempitan saluran napas, produksi lendir yang
berlebihan disertai batuk. Adapun gejala asma secara umum adalah :

 Wheezing (bunyi seperti orang bersiul ketika bernapas)


 Sesak napas
 Batuk
 Dada terasa berat
 Produksi lendir yang berlebihan

Apakah asma dapat disembuhkan?


Para ahli mengatakan bahwa asma tidak dapat disembuhkan namun dapat di cegah. Penulis
sendiri berpendapat (walaupun belum dapat dibuktikan) bahwa asma dapat disembuhkan dengan
memperbaiki faktor imun (antibody) dengan makan suplemen/nutrisi yang kaya vitamin dan
mineral secara rutin.
Pencegahan Asma Bronkhiale
Untuk mencegah timbulnya asma maka penderita asma harus menghindari allergen/faktor
pemicu, misalnya kalau faktor pemicunya adalah debu, maka ia harus menghindari debu.
Melakukan gerak badan atau hidup aktif
Gerak badan menyebabkan hidup anda menjadi lebih sehat. Banyak penderita asma setelah
melakukan gerak badan aktif telah mengurangi timbulnya dan parahnya asma. Namun jika gerak
badan menyebabkan timbulnya asma, maka anda harus bertanya kepada dokter untuk perawatan
terhadap asma yang disebabkan karena gerak badan.
Rencana tindakan asma Bronkhiale
Obat apa yang harus diberikan pada saat serangan asma?
Obat apa yang diminum dalam keadaan sehat ?
Apa yang harus dilakukan saat asma memburuk atau tidak ada perbaikan setelah minum obat?
Kapan harus datang ke klinik/rumah sakit.
Pertolongan pertama pada asma bronkhiale
Penderita harus duduk tegak, tentramkan hatinya dan jangan ditinggalkan sendiri.
Berikan semprotan inhaler (seperti ventolin atau combivent) 4 semprotan atau sesuai dengan
dosis/kebiasaan.
Tunggu 4 menit, jika tidak ada perubahan maka lakukan semprotan yang ke-2 dan yang ke-3.
Jika tidak ada perubahan maka penderita harus segera di bawa ke RS/klinik terdekat.
Pengobatan Asma Bronkhiale
Obat – obat yang sering digunakan untuk mengobati asma adalah :
Golongan obat bronkodilator : salbutamol, aminofilin, teofilin.
Golongan steroid seperti dexametason, prednison, prednisolon,
Nebulizer : pengobatan dengan uap yang dihirup, berguna untuk mengurangi gejala asma dan
membersihkan saluran napas dari lendir/mukus
Asma termasuk dalam golongan penyakit yang belum dapat disembuhkan. Sisi baiknya, asma
mudah dikenali dan mudah diobati. Banyak obat asma dijual bebas. Bila terjadi serangan sesak,
beli obat, minum obat, sembuh. Sangat "mudah". Masalahnya, asma mengganggu bila terjadi
serangannya sering, bisa tiap bulan, tiap minggu, tiap hari, bahkan tiap saat, sehingga
mengganggu aktivitas, tidak hadir di sekolah, di tempat kerja. Saat ini yang menjadi pokok
bahasan , pendekatan baru asma : mengendalikan asma (You Can Control Your Asthma)

Apakah asma itu?


Secara sederhana dan dapat diterima, asma didefinisikan sebagai terjadinya penyempitan saluran
nafas akibat suatu proses peradangan (inflamasi).
Pada saat serangan asma, terjadi 3 (tiga) jenis proses yang bersamaan, yaitu :
(1) otot saluran nafas mengalami spasme ,
(2) mukosa atau lapisan dalam saluran nafas menjadi sembab (edema);
(3) sel-sel kelenjar memproduksi banyak lendir.
Ketiga kejadian tersebut membuat diameter saluran pernafasan sempit, dengan dahak tertimbun
di dalamnya

Terjadinya asma
Rumus asma : Asma = faktor genetik + pencetus
Faktor genetik
Faktor genetik merupakan bakat pada sesesorang yang ditandai terdapatnya gen tertentu pada
seorang pengidap asma. Gen didapati karena diturunkan. Untuk menjadi "sakit" asma, faktor
keturunan saja tidak cukup, harus ada faktor pencetus.
Secara teoretis, melihat rumus di atas, apabila faktor pencetus dihindari, asma (bisa) "sembuh".
Faktor pencetus :
Faktor pencetus dapat digolongkan pada dari luar tubuh dan dalam tubuh.
Dari luar tubuh : zat makanan ; minuman; obat tertentu; zat warna; bau-bauan; bahan kimia;
debu (debu rumah); polusi udara; perubahan cuaca /suhu.
Dari dalam tubuh: Infeksi virus; sinusitis; kecemasan; stress psikis; aktivitas; olahraga; tertawa;
bicara terlalu cepat/keras.
Pemeriksaan penunjang: foto Roentgen dada: pemeriksaan ini untuk menyingkirkan
kemungkinan penyakit lain. Foto Roentgen dada pasien asma diharapkan, normal.
Pemeriksaan faal paru : mengunakan spirometri , dilakukan uji bronkodilatasi.
Pengobatan asma
Obat asma terdiri atas obat pelega dan obat pengontrol.
Obat pelega
Obat yang termasuk golongan ini bertujuan melebarkan diameter jalan nafas. Efek ini ditujukan
untuk meredakan serangan asma. Digunakan bila perlu, artinya bila ada tanda atau gejala
serangan asma.
Beberapa merek dagang yang termasuk obat pelega : Ventolin; Bricasma; Alupent; Meptin;
Aminofilin; Ephedrin.
Obat pencegah
Berfungsi sebagai antiradang (anti-inflamasi) dipergunakan tiap hari, pagi dan sore. Kalau
diperlukan gunakan juga malam hari.
Obat (merek dagang) yang termasuk kelompok ini : Seretide, Symbicort; Inflamide; Flixotide;
Pulmicort; Obucort;
Mengapa obat pencegah harus dipakai setiap hari?
Penggunaan tiap hari karena faktor pencetus beragam dan dapat timbul setiap hari, bahkan
setiap saat.
Sampai kapan?
Menurut pengalaman, setiap setelah serangan asma, diupayakan selama 6 (enam) bulan
kemudian, tidak terjadi serangan asma lagi atau terkontrol.
Mengapa obat asma sebaiknya model semprot/hisap?
Obat asma dapat diberikan dengan penyuntikan, infus ataupun diminum, ada pula yang dihisap
atau disemprotkan. Injeksi dan infus biasanya diberikan di rumah sakit. Penggunaan sehari-hari
di rumah, penggunaan semprotan dan dihisap (inhaler) lebih dianjurkan, dengan beberapa alasan
.
1. Dengan cara dihisap/inhalasi obat langsung ke saluran nafas sehingga bekerja lebih cepat.
2. Dosis hanya 1/20 dosis minum,
3. Bekerja hanya pada saluran nafas, mengurangi dosis yang masuk dalam pembuluh darah,
sehingga mengurangi efek samping.

Apakah aman, konsumsi obat jangka panjang?


Golongan steroid memang ampuh untuk asma merupakan dari pencegahan. Penggunaan jangka
panjang memberikan efek samping dapat berupa keropos tulang (osteoporosisi), muka sembab
(moon face), penekanan pada sumsum tulang, retensi cairan sehingga tubuh mengandung banyak
air, gangguan elektrolit tubuh, dan mudah terkena infeksi. Penggunaan dengan cara
semprot/hisap merupakan pilihan terbaik. Pada penelitian yang pernah dilakukan, penggunaan
dengan semprot/hisap pada anak selama 8 tahun ternyata cukup aman.
Efek samping yang ada biasanya infeksi jamur di mulut, yang bisa dicegah dengan cara
mengisap yang benar dan segera kumur setelah menyemprot/menghisap obat asma.

Olahraga pada asma


Obat saja belum cukup, olahraga/latihan diperlukan untuk mengontrol asma . Latihan dari
relaksasi, latihan pernafasan, hingga senam asma sangat dianjurkan. Latihan dan dosis latihan
ditentukan melihat kapasitas menggunakan uji kapasitas fungsional (dengan uji jalan 6 menit
ataupun uji yang lain, misalnya uji sepeda steady state).

Kapan dinyatakan asma sudah terkontrol?


Terdapat beberapa kriteria, Asthma Control Test: dengan panduan skor:
Skor di bawah 19 : belum terkontrol
20 - 24 : terkontrol sebagian
Lebih dari 25: terkontrol
Bila menggunakan kriteria klinis, antara lain :
!. Bebas dari gejala asma
2. Tidak terdapat gangguan aktivitas sehari-hari
3. Tidak ada gangguan ketika tidur
4. Bebas, tidak menggunakan obat pelega lagi
5. Pemeriksaan faal paru normal

Kesimpulan:
1. Kunjungi dokter secara teratur, tidak menunggu serangan asma terjadi
2. Kenali pencetus dan bagaimana menghindari.
3. Kenali obat yang mengontrol asma, pastikan selalu tersedia, pergunakan
semaksimal mungkin.
4. Perhatikan cara yang benar, dosis yang tepat, dan tepat waktu, dan teratur.
5. Lakukan olah raga yang sesuai kapasitas dengan teratur

Sumber:
- talkshow Asma untuk Awam :you Can Control Your Asthma; 6 Mei 2008; Aula
Departemen Kesehatan RI
-Nusdwinuringtyas, Nury: Exerrcise Training in Chronic Pulmonary Disease pada
Kumpulan Makalah Rehabilitasi Respirasi; Departemen Rehabilitasi Medik, RSCM - FKUI;
2007
-Nusdwinuringtyas, Nury: Breathing Exercise pada Panduan Tindakan Rehabilitasi respirasi.
Departemen Rehabilitasi Medik, RSCM - FKUI; 2007 (Suplemen)
-Lelandari ,Dwi; Nusdwinuringtyas, Nury: Pengaruh Latihan Relaksasi Dengan Monitor EMG
Biofeeback Dalam Pencapaian Control Asma Dan Peningkatan Kualitas Hidup Pasien Asma
Dewasa; Departemen Rehabilitasi Medik FKUI; 2008
Seperti halnya penyakit lain, pengobatan asma ditujukan untuk menghilangkan gejala dan
menyingkirkan penyebab agar penyakit tidak kambuh lagi. Sayang penyebab asma belum
diketahui sehingga pengobatan asma sampai sejauh ini baru pada tahap mengendalikan gejala.
Maka para peneliti lebih fokus pada mencari faktor risiko yang berperan terhadap terjadinya
asma. Pada asma banyak sekali faktor risiko yang diduga ikut berperan, tetapi umumnya
digolongkan menjadi faktor genetik (keturunan) dan lingkungan.
Dalam praktik sering dihubungkan adanya faktor riwayat asma dalam keluarga dengan terjadinya
asma. Banyak penderita asma merasa heran bahwa di keluarganya tidak ada yang menderita
asma.
Dari suatu penelitian yang baru-baru ini dilakukan di Indonesia, hanya 30% penderita asma yang
keluarganya menderita asma. Faktor ibu ternyata lebih kuat menurunkan asma dibandingkan
dengan bapak. Sebagian besar tidak diketahui menderita asma karena faktor genetik itu tidak
sampai menimbulkan gejala asma atau bermanifestasi jadi penyakit alergi lain.
Sejauh ini belum diketahui faktor gen mana yang menyebabkan asma. Banyak sekali gen yang
ikut berperan dalam terjadinya asma (polygen). Pentingnya faktor genetik pada asma juga
ditunjukkan pada penelitian asma di Indonesia itu, bahwa ternyata orangtua asma
berkemungkinan 8-16 kali menurunkan asma dibandingkan dengan orangtua yang tidak asma,
terlebih lagi bila si anak alergi terhadap tungau debu rumah.
Meskipun faktor genetik dianggap penting dalam terjadinya asma, tidak dapat diterangkan
mengapa terjadi kenaikan prevalensi asma di banyak negara dalam waktu yang relatif singkat.
Karena itu, peran faktor lingkungan dianggap lebih penting.
Penelitian Von Mutius dkk di Jerman Barat (sebelum bersatu dengan Jerman Timur)
menunjukkan prevalensi asma di Jerman Barat 5,8% lebih tinggi daripada Jerman Timur yang
3,9%. Padahal, secara genetik keduanya sama.
Demikian pula di Asia. Leung dkk melaporkan penelitian asma pada etnis China. Ternyata
prevalensi asma di Hongkong paling tinggi (11,6%) dibandingkan dengan Kota Kinibalu di
Malaysia (8,2%) atau San Bu (1,9%) di daratan China.
Etnis China yang lahir di Australia mempunyai prevalensi asma lebih tinggi (24%) dibandingkan
dengan mereka yang di Hongkong atau daratan China. Jadi, meskipun faktor genetik penting
dalam terjadinya asma, faktor lingkungan lebih penting lagi.
Ribuan penelitian menyangkut faktor lingkungan masuk dalam hipotesis terjadinya asma. Mulai
dari imunisasi yang semula diduga ikut berperan dalam terjadinya asma (dibantah dalam laporan
terakhir) sampai pada hipotesis yang menyatakan infeksi semasa awal kehidupan justru
mengurangi terjadinya asma, sehingga negara-negara miskin mempunyai prevalensi asma lebih
rendah dibandingkan dengan negara maju yang jarang terpajan infeksi. Pendapat ini melahirkan
hipotesis higiene.
Peneliti Inggris, Strachan, mengemukakan hipotesis ini pada British Medical Journal tahun 1989
yang menyatakan bahwa kurangnya pemajanan oleh infeksi pada awal kehidupan akan
menyebabkan terjadinya penyakit alergi atau asma di negara-negara maju yang masyarakatnya
sudah hidup bersih.
Hipotesis tersebut berkembang, yang secara sederhana dijelaskan demikian. Dalam tubuh
manusia ada sel limfosit (darah putih) yang disebut Th1 (T helper 1) yang berkaitan dengan
imunitas atau kekebalan dan sel Th2 yang berkaitan dengan penyakit alergi.
Kedua sel dalam menjalankan fungsinya mengeluarkan sitokin-sitokin, yaitu sejenis glikoprotein
atau zat perantara yang akan memicu fungsi sel lain. Dalam keadaan normal terdapat
keseimbangan antara sel Th1 dan Th2, tetapi pada penyakit alergi sel Th2 lebih aktif dari Th1.
Pada asma atau penyakit alergi, fungsi sel Th2 berlebihan akibat berbagai faktor.
Namun, kini hipotesis tersebut mulai disanggah. Pemakaian antibiotik pada bayi atau anak kecil
yang dulu dianggap dapat menyebabkan alergi atau asma, misalnya, dibantah oleh penelitian
terbaru oleh Celedon dkk yang dipublikasikan pada majalah Clinical Experimental Allergy tahun
2004.
Berbagai faktor yang diduga ikut ambil bagian dalam terjadinya asma antara lain diet, tinggal di
daerah urban, jumlah saudara kandung, polusi udara, asap rokok, sampai faktor ekonomi. Peran
alergen dan polusi udara barangkali yang paling perlu dikemukakan di sini, baik untuk
kepentingan masyarakat maupun pemerintah.
Alergen
Alergen adalah zat di lingkungan yang pada orang sensitif dapat menimbulkan gejala alergi atau
asma. Pada asma, alergen yang dapat memicu adalah alergen hirup, seperti tungau debu rumah,
kecoak, serta serpih kulit binatang seperti anjing dan kucing. Pada penelitian di Jakarta, 77%
penderita asma anak bereaksi alergi terhadap tungau debu rumah, sementara kecoak 44%.
Sedangkan serpih kulit kucing dan anjing ternyata hanya menunjukkan reaksi alergi 7% dan 4%.
Bila faktor tungau debu rumah dapat dihilangkan, maka prevalensi asma di Jakarta sebesar 7,5%
dapat diturunkan jadi 71%. Upaya ini tidak mudah karena tungau debu rumah terdapat di mana-
mana dan tahan terhadap panas. Meski demikian, upaya menghindari tungau debu rumah harus
tetap dilakukan.
Kalau peran polusi udara sebagai pemicu asma masih kontroversi. Sebagian besar peneliti tidak
mendukung polusi udara sebagai penyebab asma. Hal ini terbukti dari penelitian dari beberapa
negara maju maupun negara berkembang.
Jerman Timur yang sebelum bersatu dengan Jerman Barat mempunyai industri dengan polusi
udara tinggi, prevalensi asmanya lebih rendah (3,9%) dibandingkan dengan Jerman Barat
(5,8%). Demikian pula negara barat seperti Australia, Selandia Baru yang polusi udaranya
rendah mempunyai prevalensi asma tinggi (20-30%).
Sebaliknya, di Afrika prevalensi asma lebih tinggi di daerah urban dibandingkan dengan daerah
rural.
Seperti halnya laporan di suatu daerah di Perancis yang kadar ozonnya tinggi di daerah perkotaan
ternyata meningkatkan prevalensi asma. Ozon merupakan hasil dari reaksi fotokimia yang
melibatkan radiasi ultraviolet (cahaya matahari) pada NO2 dan hidrokarbon yang dihasilkan
emisi kendaraan.
Bagaimana dengan Indonesia? Penelitian penulis yang dilakukan di Jakarta dan Subang secara
serentak menunjukkan kadar polusi udara di Jakarta lebih tinggi 3-4 kali lipat dibandingkan
Subang, termasuk kadar ozon, kecuali kadar SO2 3-4 kali lebih tinggi di Subang, yang diduga
berasal dari polusi Gunung Tangkuban Perahu yang masih aktif.
Dampaknya adalah gejala batuk dan mengi lebih banyak di Subang, tetapi asma di Jakarta secara
bermakna jauh lebih berat. Dibandingkan dengan Bandung (5,2%), Semarang (5,5%), dan
Denpasar (4,3%), prevalensi asma di Jakarta paling tinggi (7,5%).
Kromoson
Asma adalah salah satu contoh penyakit yang termasuk dalam kategori multifactorial disorders
(lihat 'Bisakah Penyakit Genetik Disembuhkan?' dan 'Ayah dan Nenek Diabetes Bagaimana
Risiko si Anak?').

Dalam hal ini terdapat banyak gen yang memberi kontribusi dalam proses terjadinya asma.
Disamping itu faktor lingkungan seperti polusi udara, tungau, makanan dan lain sebagainya
memberi pengaruh signifikan dalam mencetuskan gejala.

Dekade terakhir ini menyaksikan kemajuan pesat dalam memahami peran faktor genetik dalam
penyakit asma. Beberapa kromosom telah diteliti memberi kontribusi signifikan, seperti
kromosom 5,6,11,12 dan 14. Walaupun belum teridentifikasi satupun gen yang secara pasti
menyebabkan asma, tampaknya gen-gen dalam kromosom 5 memainkan peranan sangat besar.
Sebelum ini telah diketahui bahwa di dalam kromosom 5 memang banyak terdapat gen yang
menentukan respons inflamasi, suatu proses yang terkait sangat erat dengan proses terjadinya
gejala-gejala asma.

Disebabkan sifatnya yang multifactorial ini, sangat sulit memastikan pola pewarisan asma pada
generasi berikutnya. Tidak ada jawaban pasti atas pertanyaan saudara Agus. Namun demikian,
dari gambaran yang diberikan tampak bahwa ada anggota keluarga yang menderita asma.

Sayangnya tidak diceritakan apakah ada anggota keluarga lain yang memiliki gejala-gejala yang
se-kelas dengan asma, seperti alergi makanan, eksim atau alergi pada selaput lendir hidung
(rhinitis alergi). Walaupun ayah atau ibu dan saudara-saudara sekandung tidak ada yang
mengidap asma, namun terdapat kemungkinan variasi-variasi genetik yang berpengaruh pada
terjadinya asma diturunkan dari kakek atau nenek yang menderita asma.

Tidak dapat sama sekali dikatakan bahwa anak-anak calon pasangan ini pasti akan menderita
asma. Hanya dapat dikatakan bahwa terdapat kemungkinan anak-anak calon pasangan ini akan
menderita asma. Sementara seberapa besar persisnya kemungkinan itu sulit diprediksi dengan
ilmu pengetahuan yang kita miliki sekarang. Semakin banyak anggota keluarga yang menderita
dan semakin dekat jarak kekerabatannya, risikonya semakin besar.

Anda mungkin juga menyukai