Oleh :
Novia Safinatunnajah
26050117120030
Koordinator Praktikum:
Dr. Aris Ismanto, S.Si., M.Si.
NIP. 19820418 200801 1 010
Tim Asisten:
Nabilah Rizki 26020216140114
Rifka Pramesti Asa R 26020214120006
Osen F. R. Tampubolon 26020216120010
Melati Pertiwi 26020216120015
Dinda Teodora P 26020216120032
Lintang Fauzia Ichsari 26020216120041
Faadhilah Rachmawati 26020216140095
Muh. Dandi Firmansyah 26020216130103
DEPARTEMEN OSEANOGRAFI
FAKULTAS PERIKANAN DAN ILMU KELAUTAN
UNIVERSITAS DIPONEGORO
2019
I. TUJUAN
1.1. Tujuan
1. Memahami pengertian dan sifat – sifat proses difusi dalam kaitannya dengan transport
massa
2. Menerapkan dan membedakan metode pemecahan numerik untuk menyelesaikan
persamaan difusi 1 dimensi, yaitu metode eksplisit dan metode implisit Crank –
Nicholson
3. Memahami penerapan parameter model dalam kaitannya dengan stabilitas numerik
II. TINJAUAN PUSTAKA
𝜕𝐹 𝜕2 𝐹
= 𝐴𝐷 𝜕𝑥 2 .................................................................................................... (1)
𝜕𝑡
Persamaan tersebut memiliki arti fisis perubahan konsentrasi terhadap waktu dan ruang
akibat gradient konsentrasi, dimana penyebaran akibat perbedaan konsentrasi dari konsentrasi
tinggi menuju konsentrasi rendah dengan F menggambarkan konsentrasi suatu zat, 𝐴𝐷 adalah
koefisien difusi, dan x adalah arah sumbu korizontal (Lui, 2011).
Diskritisasi secara eksplisit menggunakan metode FTCS (Forward in Time Center in Space)
(Yunita, 2015)
𝐹𝑖𝑛+1 − 𝐹𝑖𝑛 𝑛
𝐹𝑖+1 − 2𝐹𝑖𝑛 + 𝐹𝑖−1
𝑛
= 𝐴𝐷
∆𝑡 ∆𝑥 2
∆𝑡
𝐹𝑖𝑛+1 − 𝐹𝑖𝑛 = 𝐴𝐷 2 (𝐹𝑖+1 𝑛
− 2𝐹𝑖𝑛 + 𝐹𝑖−1
𝑛
)
∆𝑥
∆𝑡 ∆𝑡
𝐹𝑖𝑛+1 = 𝐹𝑖𝑛 + (𝐴𝐷 2
𝑛
(𝐹𝑖+1 − 2𝐹𝑖𝑛 + 𝐹𝑖−1
𝑛
)) ; 𝛼 = 𝐴𝐷 2
∆𝑥 ∆𝑥
1 ∆𝑡
𝐹𝑖𝑛+1 − 𝐹𝑖𝑛 = 𝑛+1
𝐴𝐷 2 (𝐹𝑖+1 − 2𝐹𝑖𝑛+1 + 𝐹𝑖−1
𝑛+1 𝑛
+ 𝐹𝑖+1 − 2𝐹𝑖𝑛 + 𝐹𝑖−1
𝑛
)
2 ∆𝑥
1 ∆𝑡
𝐹𝑖𝑛+1 − 𝐹𝑖𝑛 = 𝛼(𝐹𝑖+1
𝑛+1
− 2𝐹𝑖𝑛+1 + 𝐹𝑖−1
𝑛+1 𝑛
+ 𝐹𝑖+1 − 2𝐹𝑖𝑛 + 𝐹𝑖−1
𝑛
); 𝛼 = 𝐴𝐷 2
2 ∆𝑥
𝑛+1
−𝛼𝐹𝑖+1 + 2𝐹𝑖𝑛+1 − 2𝛼𝐹𝑖𝑛+1 − 𝛼𝐹𝑖−1
𝑛+1 𝑛
= +𝐹𝑖+1 − 2𝛼𝐹𝑖𝑛 − 2𝐹𝑖𝑛 + 𝛼𝐹𝑖−1
𝑛
𝑛+1
−𝛼𝐹𝑖+1 + (2 − 2𝛼)𝐹𝑖𝑛+1 − 𝛼𝐹𝑖−1
𝑛+1 𝑛
= +𝐹𝑖+1 (2 − 2𝛼)𝐹𝑖𝑛 + 𝛼𝐹𝑖−1
𝑛
............. (4)
4.1. Kontinyu
% METODE EKSPLISIT PERSAMAN DIFUSI 1 DIMENSI KONTINU
% NOVIA SAFINATUNNAJAH
% 26050117120030
% OSEANOGRAFI B
clear all;
clc;
Mmax=L/dx;
Nmax=T/dt;
alfa=(ad*dt)/(dx^2);
if alfa>0.5;
disp('Error');
else
for i=1:Mmax;
F0(i)=0;
end
for j=2:Nmax;
F0(12)=50; %12 merupakan grid dimana polutan dibuang, 50 merupakan konsentrasi
polutan
for i=2:Mmax-1;
F(i)=F0(i)+(alfa*(F0(i+1)-(2*F0(i))+(F0(i-1))));
end
F(1)=F(2);
F(Mmax)=F(Mmax-1);
x(j,:)=F;
for i=2:Mmax-1;
F0(i)=F(i);
end
end
end
4.2. Diskontinyu
% METODE EKSPLISIT PERSAMAAN DIFUSI 1 DIMENSI DISKONTINU
% NOVIA SAFINATUNNAJAH
% 26050117120030
% OSEANOGRAFI B
clear all;
clc;
Mmax=L/dx;
Nmax=T/dt;
alfa=(ad*dt)/(dx^2);
if alfa>0.5;
disp('Error');
else
for i=1:Mmax;
F0(i)=0;
end
F0(12)=50; %12 merupakan grid dimana polutan dibuang, 50 merupakan konsentrasi polutan
for j=2:Nmax;
for i=2:Mmax-1;
F(i)=F0(i)+(alfa*(F0(i+1)-(2*F0(i))+(F0(i-1))));
end
F(1)=F(2);
F(Mmax)=F(Mmax-1);
x(j,:)=F;
for i=2:Mmax-1;
F0(i)=F(i);
end
end
end
figure;
for j=1:Nmax;
colorbar;
plot(x(j,:),'ro-','linewidth',2);
M(i)=getframe(gcf);
End
V. HASIL
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D
5.1.2. Skenario 2
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D
5.1.3. Skenario 3
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D
5.1.4. Skenario 4
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D
5.1.5. Skenario 5
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D
5.1.6. Skenario 6
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D
5.1.7. Skenario 7
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D
5.1.8. Skenario 8
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D
5.1.9. Skenario 9
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D
5.2. Grafik Konsentrasi VS Waktu
5.2.1. Skenario 1
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D
5.2.2. Skenario 2
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D
5.2.3. Skenario 3
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D
5.2.4. Skenario 4
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D
5.2.5. Skenario 5
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D
5.2.6. Skenario 6
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D
5.2.7. Skenario 7
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D
5.2.8. Skenario 8
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D
5.2.9. Skenario 9
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D
VI. PEMBAHASAN
Pada skenario awal, Grafik Konsentrasi VS Grid kasus A dan B tampak stabil sesuai arahnya,
sedangkan kasus C dan D diskontinyu cenderung hilang tiap gridnya. Pada skenario kedua, nilai
panjang grid dua kali lebih besar dari grid awal menjadi 100 dengan bentuk grafik garis lurus
sesuai arahnya. Pada Skenario ketiga, digunakan nilai grid setengah lebih kecil dari nilai grid awal
menjadi 50 sehingga grafik kontinyu berbentuk garis lurus sedangkan grafik diskontinyu kosong
karena hanya dikeluarkan di awal berupa titik. Pada Grafik Konsentrasi VS Grid skenario keempat,
langkah waktu yang digunakan 10 sehingga kasus A grafiknya semakin menurun hingga
membentuk garis lurus, sedangkan grafik B C D terlihat penyebaran polutannya semakin negative
maka bentuknya semakin menyebar. Pada skenario kelima digunakan nilai dt sangat kecil yaitu
0,2 masih sama bentuknya stabil garis lurus pada kasus kontinyu sedangkan kasus diskontinyu
polutan berkurang seiring meningkatnya nilai grid. Pada skenario kelima menggunakan nilai 0.2
sebagai langkah waktu yang digunakan pada saat penyebaran polutan, sehingga dari grafik
konsentrasi vs grid menunjukkan semakin kecil langkah waktu konsentrasi di grid tertentu semakin
kecil. Begitu pula untuk skenario enam hingga delapan yang hanya bervariasi pada nilai koefisien
difusi, grafik kontinyu berupa garis lurus dengan arah berbeda sedangkan grafik diskontinyu tidak
berbentuk karena polutan hanya dikeluarkan di awal. Untuk skenario terakhir yang nilai koefisien
difusinya 0 maka grafik nya juga nol atau kosong.
6.2. Grafik Konsentrasi Vs Waktu
Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, “Grafik Konsentrasi VS Waktu” menunjukkan
perbandingan antara konsentrasi terhadap waktu tiap skenario. Polutan dibuang pada grid 10 sesuai
perhitungan NIM mahasiswa (10+0). Pada skenario pertama, grafik kasus A (kontinyu +)
bentuknya runcing ke bawah dengan dua puncak lebih rendah di kedua sisinya hal ini karena
polutan dikeluarkan di grid 12 kemudian menuju grid berikutnya akan mengalami penurunan baru
meningkat lagi, sedangkan kasus B (kontinyu -) merupakan kebalikannya yaitu runcing keatas,
Kasus C mirip dengan kasus A, sedagkan kasus D tidak terjadi pembentukan nilainya yang negatif.
Untuk grafik skenario kedua, pada tiap kasus bedanya hanya pada panjang grid yang menjadi lebih
tinggi sebesar 200 menyebabkan waktu penyebaran konsentrasi memiliki interval yang lebih
sedikit dan bentuk grafik garis lurus. Pada skenario ketiga dengan lebar grid minimum dapat dilihat
penyebarannya dengan sifat positif cenderung runcing kebawah. Hal ini karena nilai grid lebih
kecil membutuhkan waktu yang penyebaran lebih banyak untuk mencapai grid berikutnya. Pada
skenario keempat ditunjukkan langkah waktu maksimum yaitu 10 dengan bentuk yang mirip
antara A dan C serta B dan D. Pada skeario kelima dengan bntuk yang hampir mirip sebelumnya,,
dapat dilihat semakin kecil langkah waktu yang diberikan maka semakin kecil pula konsentrasi
pada grid tersebut terkandung. Pada skenario keenam digunakan koefisien difusi maksismum
sebesar 1050,7 dengan bentuk yang hampir mirip antara keempat kasus dan grafik ketiga
menunnjukkan bentuk penyebaran polutan tersebar maksismum. Hal ini juga terlihat pada skenario
tujuh hingga delapan yang berbeda pada koefisien difusi saja. Untuk skenario terakhir dengan
koefisien difusi nol maka tidak terjadi penyebaran polutan.
VII. PENUTUP
7.1.Kesimpulan
1. Difusi merupakan proses transport massa karena adanya gradient konsentrasi yang
berbeda, dimana akan bergerak dari konsentrasi yang lebih tinggi menuju konsentrasi
yang lebih rendah
2. Pada metode eksplisit memiliki batas kestabilan yang harus dipenuhi terlebih dahulu
sedangkan pada metode implisit tidak memiliki batasan kestabilan tetapi penurunan
persamaan yang digunakan lebih rumit dari pada metode eksplisit
3. Penerapan parameter model memiliki hubungan dengan keseabilitasan numerik sebagai
masukkan dalam perhitungan kestabilitasan yang akan diperhitungkan, jika pernentuan
kestabilitasan tidak tepernuhi, maka bisaterjadi overflow yang akan ditunjukkan dengan
semakin bertambahnya nilai konsentrasi polutan secara tidak normal
7.2.Saran
1. Diajarkan membuat dan menurunkan persamaan dalam metode numerik dengan runtun
dan jelas hingga proses pengimputan nya kedalam MATLAB, bukan sekedar membaca
flowchart dan menjadi tukang ketik yang berada di flowchart dimana pada akhirnya akan
bingung ketika ada error tanpa tau alasan jelasnya
DAFTAR PUSTAKA