Anda di halaman 1dari 17

I.

TUJUAN

Tujuan dari praktikum Pemodelan Oseanografi Modul III atau Adveksi Difusi 1 Dimensi adalah :

1. Menerapkan dan membedakan pemecahan numeric untuk menyelesaikan persamaan gabungan


adveksi difusi 1 dimensi dengan cara
- Metode Eksplisit
- Metode Implisit Crank-Nicholson
II. TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Model Adveksi 1D


Pada Model difusi adveksi ini diantaranya adalah dapat dengan menggunakan metode FTCS,
Upstream dan Leapfrog. Seperti pada persamaan dengan menggunakan metode Leapfrog ini
menggunakan Persamaan beda hingga dengan metode ini menggunakan beda pusat untuk turunan
waktu beda pusat untuk turunan ruang. Persamaannya dapat dideskritisasi menjadi :

ut n
Fmn 1  Fmn 1 
x

Fm 1  Fmn1 
Pada metode ini upstream digunakan pendekatan metode beda maju untuk turunan terhadap
waktu, sedangkan untuk turunan terhadap waktu, sedangkan untuk turunan terhadap ruang
dilakukan dengan melihat arah kecepatan u. terdapat beberapa ketentuan untuk nilai u tersebut.
 Jika u>0, maka turunan terhadap ruang menggunakan pendekatan beda mundur
F F
 u
t x
n 1
Fm  Fm n

F n  Fmn1
 u m

t x
ut n
Fmn 1  Fmn 
x

Fm 1  Fmn1 
 Jika u<0, turunan terhadap ruang menggunakan pendekatan beda maju Jika kedua
persamaan tersebut digabungkan, maka deskritisasi persamaan adveksi dengan metode
upstream
t  ut

Fmn 1  Fmn  1  u




u  u Fmn1   u  u Fmn1 
 x  2 x
Kriteria kestabilan yang harus dipenuhi:
ut
  1. 0
x
(Budiana, 2005)

2.2. Model Difusi 1D


Difusi adalah salah satu dari beberapa fenomena transportasi yang terjadi dialam.
Perbedaan utama dari difusi ini adalah hasil dalam transportasi pencampuran atau transportasi
massa, tanpa memerlukan gerakan yang besar. Jadi, difusi berbedadengan konveksi, atau adveksi,
yang mekanisme transportasinya memanfaatkan gerakan yang besar untuk memindahkan partikel
dari satu tempat ke tempat lain.Dalam pendekatan fenomenologis, menurut hukum Fick, fluks
difusi sebanding dengan gradien negatif dari konsentrasi. Dengan demikian, difusi merambat dari
daerah konsentrasi tinggi ke daerah konsentrasi rendah (Anonim, 2013).

Salah satu faktor yang memengaruhi kecepatan difusi adalah suhu. Semakin tinggi suhu,
partikel mendapatkan energi untuk bergerak dengan lebih cepat. Maka, semakin cepat pula
kecepatan difusinya (Hoffmann, 1989).

Contoh proses difusi satu dimensi adalah perambatan energi panas pada logam besi. Proses
difusi akan terus berlangsung sampai panas tersebar luas secara merata pada logam besi atau
mencapai keadaan kesetimbangan dimana perpindahan energi panas tetap terjadi walaupun tidak
ada perbedaan suhu (Anonim, 2013).

Dari sudut pandangatomik, difusi dianggap sebagai akibat dari pergerakan partikel secara
acak yang kemudian menyebar. Dalam difusi molekular, molekul bergerak sendiri didorong
olehenergi panas. Salah satu faktor yang memengaruhi kecepatan difusi adalah suhu. Semakin
tinggi suhu, partikel mendapatkan energi untuk bergerak dengan lebih cepat akan, semakin cepat
pula kecepatan difusinya.contoh proses difusi satu dimensi adalah perambatan energi panas pada
logam besi. Proses difusi akan terus berlangsung sampai panas tersebar luas secara merata pada
logam besi atau mencapai keadaan kesetimbangan dimana perpindahan energi panas tetap terjadi
"alaupun tidak ada perbedaan suhu (Anonim, 2013).

2.3. Adveksi-Difusi 1D
Persamaan adveksi-difusi 1 dimensi merupakan suatu gabungan dari 2 persamaan transport
yang dapat diselesaikan dengan menggunakan suatu pendekatan beda hingga sesuai dengan
metode yang digunakan. Persamaan adveksi-difusi 1 dimensi adalah:

Dimana:
F=Konsentrasi zat terlarut
Ad=Koefisien Difusi
u= kecepatan aliran
x= arah sumbu horizontal
(Anonim, 2013)
2.4. FTCS
Metode beda hingga merupakan metode klasik yang dipergunakan sebagai pendekatan
dalam menghitung turunan numerik dalam rangka menyelesaikan suatu pemodelan yang
memiliki bentuk persamaan diferensial (Triatmodjo, 2002). Metode FTCS (Forward in Time
Central in Space) juga disebut Metode Richardson, akurasi metode ini O (Δt, Δx2). Persamaan
beda hingga untuk persamaan transport adalah sebagai berikut:

Kestabilan: substitusikan ke dalam persamaan diatas, kemudia dibagi dengan

, maka persamaan tersebut menjadi:

Sehingga diperoleh

Perhatikan bahwa |p| > 1 untuk setiap α ϵ R, ini berarti metode FTCS /metode Richardson
selalu tidak stabil.
(FMIPA ITB, 2012).

Pada analisis numerik, metode FTCS adalah metode beda hingga yang umum digunakan
pada pemecahan numerik persamaan panas dan persamaan diferensial parsial sejenis. Metode
FTCS yang diterapkan pada persamaan difusi menunjukkan bahwa aproksimasi metode FTCS
persamaan difusi adalah kondisional stabil. Namun, bila diterapkan pada persamaan adveksi
metode FTCS adalah tanpa syarat stabil. Metode ini menggunakan beda hingga maju dalam
waktu dan beda hingga pusat dalam ruang. Berikut ialah skema untuk menggambarkan metode
FTCS (Hoffman, 2001 dalam Puspitasari, 2015).

Gambar 1. Skema FTCS


Jaringan titik hitungan pada skema FTCS memudahkan untuk menurunkan persamaan
diferensial menjadi persamaa beda hingga, dimana pendekatan orde pertama digunakan untuk
turunan waktu dan persamaan orde duanya digunakan untuk turunan ruang (Wibisono, 2005
dalam Puspitasari, 2015).

2.5. Deskritisasi Metode Eksplisit


Pada skema eksplisit, variabel pada waktu n+1 di hitung berdasarkan variabel pada waktu n
yang di ketahui. Dengan menggunakan skema differensial maju untuk turunan pertema untuk
waktu, serta diferensial terpusat untuk turunan kedua terhadap x, fungsi variabel t(x,t) dan
turunanya dalam ruang dan waktu didekati oleh bentuk berikut

(2)
Atau dapat ditulis sebagai

(3)

(Wibisono, 2005 dalam Puspitasari, 2015).

2.6. Deskritisasi Metode Implisit


Pada skema eksplisitt, ruas kanan ditulis pada waktu n yang nilainya sudah diketahui, sedang
skema implisit ruas kanan ditulis pada waktu n+1 dimana nilainya belum diketahui. Untuk
memberikan gambaran tentang pendekatan metode implisit pada persamaan difusi yang kita
miliki, sekarang marilah kita mengingat kembali tentang kemungkinan pendekatan persamaan
tersebut dengan beda mundur.

Maka dapat disusun kembali menjadi,


Persamaan diatas mengikuti suatu perjanjian, bahwa kuantitas yang belum diketahui
harganya ditempatkan di ruas kiri, sedangkan besaran yang sudah diketahui ditempatkan diruas
kanan. Dalam kasus ini, harga-harga u pada langkah waktu n dianggap tidak dketahui, harga-
harga yang diketahui adalah pada langkah waktu ke n − 1.

Gambar 2. Deskripsi Metode Implisit

(Supardi,2015).
III. FLOWCHART
3.1. Eksplisit Continue
3.2 Eksplisit Diskontinu
IV. LISTING
4.1. Eksplisit
4.1.1. Continue
%PROGRAM MODUL 3
%FIRMAN RAMADHAN 26020216140068

clear all;
clc;

L=input('Masukkan Nilai Panjang Kanal (L)= ');


dx=input('Masukkan Nilai Lebar Grid (dx)= ');
dt=input('Masukkan Nilai Langkah waktu (dt)= ');
T=input('Masukkan Lama Simulasi (T)= ');
Ad=input('Masukkan Nilai Koefisian Difusi (Ad)= ');
u=input('Masukkan Kecepatan Aliran (u)= ');

lamda=u*(dt/dx);
alfa=Ad*(dt/(dx^2));
Mmax=L/dx;
Nmax=T/dt;
A=2*alfa+lamda;

if A<1

for i=1:Mmax
FO(i)=0;
end
for j=2:Nmax
FO(12)=50;
for i=2:Mmax-1
FO(12)=50;
F(i)=FO(i)*(1-abs(lamda)-2*alfa)...
+FO(i-1)*((dt/(2*dx))*(u-abs(u))+alfa)...
+FO(i+1)*((dt/(2*dx))*(abs(u)-u)+alfa);
end

F(1)=F(2);
F(Mmax)=F(Mmax-1);
v(j,:)=F;

for i=2:Mmax-1
FO(i)=F(i);
end
end
else
disp('Running ulang dengan inputan berbeda');
disp('Tidak memenuhi syarat kestabilan');
end

disp(v)

%figure konsentrasi vs ruang

figure
plot (v(:,2),'color',[1 0 0]);
hold on
plot (v(:,7),'color',[0 0 0]);
plot (v(:,12),'color',[1 1 0]);
plot (v(:,17),'color',[1 0 1]);
plot (v(:,22),'color',[0 1 0]);
plot (v(:,27),'color',[1 1 1]);
plot (v(:,30),'color',[0 0 1]);

xlabel('Ruang');
ylabel('Konsentrasi Polutan');
title({'Konsentrasi Polutan Terhadap Ruang';'FIRMAN RAMADHAN
26020216140068'});
legend('Location','northwest','grid=2','grid=7','grid=12','grid=17','grid=22',
'grid=27','grid=30');

%figure Konsentrasi vs waktu

figure
plot (v(1,:),'color',[1 0 0]);
hold on
plot (v(2,:),'color',[0 0 0]);
plot (v(12,:),'color',[0 0 1]);
plot (v(22,:),'color',[1 1 0]);
plot (v(32,:),'color',[1 0 1]);
plot (v(52,:),'color',[0 1 0]);
plot (v(120,:),'color',[1 1 1]);
plot (v(220,:),'color',[1 0 1]);
plot (v(248,:),'color',[0.9 0.75 0]);

xlabel('Waktu');
ylabel('Konsentrasi Polutan');
title({'Konsentrasi Polutan Terhadap Waktu';'FIRMAN RAMADHAN
26020216140068'});
legend('Location','northwest','t=1','t=2','t=12','t=22','t=32','t=52','t=120',
't=220','t=248');

4.1.2. Discontinue
%PROGRAM MODUL 3
%FIRMAN RAMADHAN 26020216140068

clear all;
clc;

L=input('Masukkan Nilai Panjang Kanal (L)= ');


dx=input('Masukkan Nilai Lebar Grid (dx)= ');
dt=input('Masukkan Nilai Langkah waktu (dt)= ');
T=input('Masukkan Lama Simulasi (T)= ');
Ad=input('Masukkan Nilai Koefisian Difusi (Ad)= ');
u=input('Masukkan Kecepatan Aliran (u)= ');

lamda=u*(dt/dx);
alfa=Ad*(dt/(dx^2));
Mmax=L/dx;
Nmax=T/dt;
A=2*alfa+lamda;

if A<1

for i=1:Mmax
FO(i)=0;
end
for j=2:Nmax
FO(12)=50;
for i=2:Mmax-1
FO(12)=50;
F(i)=FO(i)*(1-abs(lamda)-2*alfa)...
+FO(i-1)*((dt/(2*dx))*(u-abs(u))+alfa)...
+FO(i+1)*((dt/(2*dx))*(abs(u)-u)+alfa);
end

F(1)=F(2);
F(Mmax)=F(Mmax-1);
F(12)=50;
v(j,:)=F;

for i=2:Mmax-1
FO(i)=F(i);
end
end
else
disp('Running ulang dengan inputan berbeda');
disp('Tidak memenuhi syarat kestabilan');
end

disp(v)

%figure konsentrasi vs ruang

figure
plot (v(:,2),'color',[1 0 0]);
hold on
plot (v(:,7),'color',[0 0 0]);
plot (v(:,12),'color',[1 1 0]);
plot (v(:,17),'color',[1 0 1]);
plot (v(:,22),'color',[0 1 0]);
plot (v(:,27),'color',[1 1 1]);
plot (v(:,30),'color',[0 0 1]);

xlabel('Ruang');
ylabel('Konsentrasi Polutan');
title({'Konsentrasi Polutan Terhadap Ruang';'FIRMAN RAMADHAN
26020216140068'});
legend('Location','northwest','grid=2','grid=7','grid=12','grid=17','grid=22',
'grid=27','grid=30');
%figure Konsentrasi vs waktu
figure
plot (v(1,:),'color',[1 0 0]);
hold on
plot (v(2,:),'color',[0 0 0]);
plot (v(12,:),'color',[0 0 1]);
plot (v(22,:),'color',[1 1 0]);
plot (v(32,:),'color',[1 0 1]);
plot (v(52,:),'color',[0 1 0]);
plot (v(120,:),'color',[1 1 1]);
plot (v(220,:),'color',[1 0 1]);
plot (v(248,:),'color',[0.9 0.75 0]);
xlabel('Waktu');
ylabel('Konsentrasi Polutan');
title({'Konsentrasi Polutan Terhadap Waktu';'FIRMAN RAMADHAN
26020216140068'});
legend('Location','northwest','t=1','t=2','t=12','t=22','t=32','t=52','t=120',
't=220','t=248');
V. HASIL
5.1. Grafik Konsentrasi vs Grid dan Grafik Konsentrasi VS Waktu
5.1.1. Skenario 1
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D

5.1.2. Skenario 2
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D

5.1.3 Skenario 3
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D

5.1.4 Skenario 4
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D

5.1.5 Skenario 5
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D

5.1.6 Skenario 6
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D

5.1.7 Skenario 7
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D

5.1.8 Skenario 8
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D

5.1.9 Skenario 9
a. Kasus A
b. Kasus B
c. Kasus C
d. Kasus D

VI. PEMBAHASAN
Pada praktikum pemodelan modul 3 ini mempelajari model adveksi-difusi 1 dimensi.
Menggunakan metode eksplisit. Pada praktikum kali ini memnggunakan 10 skenario dan setiap
skenario memiliki 4 kasus, dimana di setipa skenario mempunyai inputan yang berbeda.
Praktikum kali ini bertujuan untuk menerapkan dan membedakan pemecahan numerik untuk
menyelesaikan persamaan gabungan adveksi-difusi 1 dimensi dengan cara metode eksplisit.
Berdasarkan grafik yang dihasilkan , Grafik Konsentrasi Vs Ruang dan grafik konsentrasi
Vs Waktu di hasilkan grafik yang berbeda beda. Hal tersebut menunjukkan bahw persebaran
polutan di pengaruhi oleh ruang dan waktu lamnay polutan tersebut.
Pada skenario 1 kasus A dan Kasus B grafik yang dihasilkan dapat dilihat sangat berbeda
karena pada kasus A nilai kecepatan + dan pada kasus nilai kecepatan -, jadi besarnya u
(kecepatan) aliran itu berpengaruh terhadap penyebaran polutan itu sendiri. Apabila u
(kecepatan) semakin cepat maka penyebaran polutan juga semkain cepat begitupun sebalikknya.
Perbedaan kasus A,B dan Kasus C,D adalah kasus A,B itu bersifat kontinu yang artinya polutan
itu dibuang terus menerus sedangkan pada kasus C,D bersifat diskontinu yang artinya polutan itu
di buang satu kali saja.
Pada skenario 2 dan 3, inputan yang dimasukkan hampir sama bedanya pada skenario 2
nilai dx atau lebar grid 2 kali lebih besar dari lebar grid awal. Dan pada skenario 3 lebar grid nya
setengah dari lebar grid awal. Grafik yang di hasilkan untuk Konsentrasi Vs Ruang pada ksus A
dan C sma yaitu konstan , sedangkan pada kasus B dan D berbeda, dimana pada kasus B lebih
terlihat kompleks polutan mulai menyebar di gird 0 untuk skenario 2 dan di grid 600 untuk
skenario 3. Hal tersebut terjadi karena pada skenario 3 nilai dx atau ebar grid nya di kurangi
sehingga berpengaruh pada polutannya. Grafik yang dihasilkan untuk Konsentrasi Vs Waktu
terlihat sanagt berbeda. Untuk kasus B polutan mulai tersebar di grid 5 dan untuk kasus A polutan
tersebar di grid 10.
Pada skenario 4 dan 5, inputan yang dimasukkan hampir sama bedanya pada skenario 4
nilai dt atau langkah waktu di ubh menjadi 10. Dan pada skenario 5 dt atau langkah waktu di
ubah menjadi 0.2. Grafik yang di hasilkan untuk Konsentrasi Vs Ruang untuk skenario 4 hanya
di hasilkan di kasus B dna D, untuk kasus A dan C tidak di hasilkan grafik karena pada kasus A
dan C tidak memenuhi syarat kestabilan. . Grafik yang dihasilkan untuk Konsentrasi Vs Waktu
untuk skneario 4 hanya di hasilkan di kasus B dna D, untuk kasus A dan C tidak di hasilkan
grafik karena pada ksus A dan C tidak memenuhi syarat kestabilan. Pada kasus B grafik yang
dihasilkan konstan atau polutan tidak menyebar. Sedangkan untuk skenario 5 grafik yang
dihasilkan berbeda semua setiap kasusnya. Jadi lamanya polutan atau langkah waktu itu
mempengaruhi polutan menyebar di kanal.
Pada skenario 6 dan 7 , inputan yang di ubah yait nilai Ad dan u nya. Pada skenario 6 nilai
Ad nya 10 kali lebih besar dari nilai Ad awal dan nilai u nya menjadi 2 kali lebih besar dari nilai
u awal. Sedangkan untuk skenario 7 nilai Ad dan u di ubah menjadi setengah lebih kecil dari nilai
awal . grafik yang di hasilkan berbeda. Pada skenario 6, kasus A dan C tidak dihasilkan grafik
atau tidak memenhui syarat kestabilan. Pada skenario 7 grafik pada kasus A dan C bentuknya
sama, dan grafik B dan D grafiknya sama.
Pada skenario 8 tidak di hasilkan grafik sama seklai atau pada skenario tersebut tidak
memenuhi yarat kestabilan. Karena pada metode eksplisit ini perlu adanya yang namnaya syarat
kestabilan. Pada skenario 9 dan 10, dihasilkan grafik yang berbeda.
VII. PENUTUP

7.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diambil dari praktikum modul 3 ini adalah :
1. Praktikum Modul III Model Adveksi Difusi 1 Dimensi Metode Eksplisit Upstream
menggunakan kombinasi antara model Adveksi (model yang menggunakan arus sebagai
acuan gerak polutan) dan Model Difusi (yang menggunakan gradien konsentrasi sebagai
acuan gerak polutan). Model yang dihasilkan pula merupakan model dimana polutan
bergerak dengan pengaruh dari arus dan gradien konsentrasi. Untuk penyelesaian
numeriknya, pada suku difusi menggunakan metode beda maju untuk waktu dan beda pusat
untuk ruang (FTCS) sedangkan pada suku Adveksi digunakan metode Eksplisit Upstream

7.2 Saran
1. Sebaiknya praktikan diberikan penjelasan singkat dalam membaca grafiknya serta diberikan
penjelasan lebih lanjut mengenai rumusnya agar lebih paham lagi
2. Sebaiknya praktikan tepat waktu dalam mengumpulkan laporan.
DAFTAR PUSTAKA
Anonim. 2013. Model Difusi 1 Dimensi. Unsri. Palembang

Budiana, Eko Prasetya dam Syamsul, Hadi. 2005. Penyelesaian Numerik Persamaan Konduksi
1d Dengan Skema FTCS, Laasonen Dan Crank-Nicolson. Mekanika, vol 3 (3).

FMIPA ITB. 2012. Diktat MA 5271 Persamaan Diferensial Paarsial.


http://personal.fmipa.itb.ac.id/sr_pudjap/files/2009/08/MA5271_full.pdf
Supardi,2015.Persamaan Differensial Parsial.Yogyakarta:UNY

Triatmodjo, B. 2002. Metode Numerik. Yogyakarta: Beta Offset

Anda mungkin juga menyukai