Anda di halaman 1dari 26

TUGAS ANALISIS MAKANAN

Disususun oleh:

1. Sista Awalia 16040046


2. Alasyah Sihotang 16040051
3. Tatu Nihayatus S 16040057
4. Nurul awaliah 16040078
5. Gilang Permana 16040079
6. Ulfi khaerun Nisa 16040083
7. Dwi afriliani Adhila 16040090
8. Zeiniah Anggraini Z 16040093

SEKOLAH TNGGI FARMASI MUHAMMADIYAH


TANGERANG
2017
RANGKUMAN ANALISIS KARBOHIDRAT

1. Judul Jurnal :
“Penentuan Karbohidrat Pada Pisang Kepok Kuning Atau Putih Sebelum dan Sesudah
Direbus Untuk Dikonsumsi Penderita Diabetes Mellitus.”
Nama penulis :
Indah Lestari & Eka Safitri Lavenia
Metode Penelitian :
Metode yang digunakan yaitu uji benedict
Pembahasan :
Dari penelitian yang telah dilakukan kadar glukosa pada pisang kepok mengalami
penurunan ketika direbus. Untuk pisang kepok kuning sebelum direbus dengan hasil
warna jingga dan konsentrasinya 0,275 - 0,3g. Untuk pisang kepok putih sebelum
direbus dengan hasil warna kuning dengan konsentrasi 0,225 - 0,25 g. Terjadi
perbedaan warna dan konsentrasi dikarenakan secara organoleptis seperti rasa
memang lebih manis pisang kepok kuning dibandingkan dengan pisang kepok putih
yang memiliki rasa asam. Sehingga biasanya pisang kepok putih lebih dijadikan
sebagai makanan hewan.
Hasil penelitian pada pisang kepok kuning dan putih terdapat perbedaan kadar.
Kadar antara pisang kepok kuning sebelum dan sesudah direbus selisihnya berkisar
0,075 g, untuk kadar pisang kepok putih sebelum dan sesudah direbus selisihnya
berkisar 0.025 g. Kadar pisang kepok kuning dan putih sebelum direbus memiliki
selisih berkisar 0,050 g, sedangkan untuk pisang kepok kuning dan putih sesudah
direbus menghasilkan hasil yang sama dikarenakan apabila bahan makanan di beri
pemanasan maka nilai nutrisi dari bahan tersebut akan mengalami perubahan antara
lain flavor, warna dan tekstur. Hal ini di sebabkan perubahan atau kerusakan pada
komponen kualitas nutrisi. Perubahan kimia bahan pangan akan mengakibatkan
perubahan fisik pada bahan makanan. Pati sebagai komponen utama karbohidrat pada
suhu tinggi dapat mengalami hidrolisis. Meningkatnya suhu akan meningkatkan
kecepatan hidrolisis pati. Hidrolisis pati dapat juga dipengaruhi oleh pH, konfigurasi
anomerik, dan ukuran cincin glukosil.
Ini berarti pisang kepok sesudah perebusan lebih baik dikonsumsi karena
kadar glukosanya lebih rendah dibandingkan dengan pisang kepok yang belum
direbus. Akan tetapi bila ingin mengkonsumsi pisang kepok yang tidak direbus
disarankan jenis pisang kepok putih. Untuk penderita diabetes bisa mengkonsumsi
pisang kepok sebagai diet dari diabetes karena dengan rasa yang enak dan
mengenyangkan juga kadar glukosanya yang dihasilkan sedikit.

Kesimpulan :

 Pisang kepok kuning sebelum direbus menghasilkan jingga dengan


konsentrasi 0,275-0,3 g.
 Pisang kepok kuning sesudah direbus menghasilkan warna kuning pucat
dengan konsentrasi 0,2 – 0,225 g.
 pisang kepok putih sebelum direbus menghasilkan warna kuning dengan
konsentrasi 0,225 – 0,25 g.
 Pisang kepok putih sesudah direbus menghasilkan warna kuning pucat dengan
konsentrasi 0,2 – 0,225 g.
 Kadar karbohidrat pada pisang kepok kuning dan putih sebelum direbus lebih
baik pisang kepok putih, sedangkan pisang kepok kuning dan putih sesudah
direbus menghasilkan hasil yang sama dikarenakan pengaruh dari hidrolisis
karbohidrat.

2. Judul Jurnal :
“Analisis kandungan karbohidrat, glukosa dan uji daya terima pada nasi bakar, nasi
panggang dan nasi biasa”
Nama Penulis : Kana Satria Arif Mukti, Ninna Rohmawati & Sulistiyani
Sulistiyani
Metode Penelitian :
Metode Yang digunan yitu One Way Anova dan Post Hoc Tests (Tukey HSD)
Pembahasan :
 Analisis kadar karbohidrat nasi bakar, nasi panggang dan nasi biasa

Hasil menunjukkan bahwa kadar karbohidrat nasi biasa, nasi bakar, dan
nasi panggang (X0, X1, dan X2) yaitu 39,44; 34,84; dan 37,45. Berdasarkan
uji normalitas Shapiro-Wilk didapatkan hasil nilai sig. (X0, X1, dan X2) >0,05
yaitu 0;312, 0;584; dan 0;792 yang menunjukkan data berdistribusi normal.
Kemudian berdasarkan uji homogenitas varian didapatkan hasil sig. >0,05
yaitu 0,350 yang artinya data bersifat homogen. Berdasarkan syarat tersebut
maka dapat dilakukan uji One Way Anova dengan tingkat signifikasi (α)
sebesar 0,05 dan didapatkan nilai p value 0,000 menunjukan adanya perbedaan
yang signifikan dari perlakuan berupa pembakaran dan pemanggangan
terhadap kadar karbohidrat nasi. Berdasarkan Post Hoc Tests (Tukey HSD)
didapatkan hasil bahwa perbandingan antara dua kelompok perlakuan
menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan p value ≤ 0,05.

 Analisis kadar glukosa pada nasi bakar, panggang dan biasa


Hasil menunjukkan bahwa kadar glukosa nasi biasa, nasi bakar, dan
nasi panggang (X0, X1, dan X2) yaitu 2,07; 2,86; dan 3,38. Berdasarkan uji
normalitas (Shapiro-Wilk) didapatkan hasil nilai sig. (X0, X1, dan X2) >0,05
yaitu 0;616, 0;925; dan 0;467 yang menunjukkan data berdistribusi normal.
Kemudian berdasarkan uji homogenitas varian didapatkan hasil sig. >0,05
yaitu 0,476 yang artinya data bersifat homogen. Berdasarkan syarat tersebut
maka dapat dilakukan uji One Way Anova dengan tingkat signifikasi (α)
sebesar 0,05 dan didapatkan nilai p value 0,000 menunjukan adanya perbedaan
yang signifikan dari perlakuan berupa pembakaran dan pemanggangan
terhadap kadar glukosa nasi. Berdasarkan Post Hoc Tests (Tukey HSD)
didapatkan hasil bahwa perbandingan antara dua kelompok perlakuan
menunjukkan perbedaan yang signifikan dengan p value ≤ 0,05.

Kesimpulan :
Kadar karbohidrat, glukosa dan uji daya terima (aroma dan tekstur) antara nasi bakar,
nasi panggang dan nasi biasa memiliki perbedaan signifikan (α=5%). Namun untuk
uji daya terima rasa dan warna tidak terdapat perbedaan yang signifikan. Nasi yang
direkomendasikan adalah nasi bakar, karena nasi bakar memiliki kadar karbohidrat
yang rendah dan dapat diterima oleh penderita DM, sehingga 72,38 gram nasi bakar
(25,22 g Karbohidrat dan 2,07 g Glukosa) dapat dikonsumsi 1-3 kali sehari.
3. Judul Jurnal :
“Analisis kandungan karbohidrat pada berbagai tingkat kematangan buah karika
(Carica pubescens) di Kejajar dan Sembungan, Dataran Tinggi Dieng, Jawa Tengah”
Nama Penulis :
Rahayu fitriningrum, sugiyarto & ari susilowati
Metode Penelitian :
Penetuan kandungan karbohidrat secara umum menggunakan metode analisis By
Different, kandungan gula reduksi menggunakan metode analisis Nelson-Somogyi
Pembahasan :
 Kandungan karbohidrat pada berbagai tingkat kematangan buah C.
pubescens di daerah Sembungan (2400m dpl)
Berbeda dengan kecenderungan kandungan karbohidrat buah C.
pubescens yang ada di Kejajar, data karbohidrat pada buah C. pubescens yang
ada di Sembungan (2400m dpl)(Tabel 2) dari buah atas, tengah dan bawah
polanya justru naik kemudian menurun untuk yang di daging buah, sedang
yang di salut bijinya terus meningkat. Kandungan energi dengan karbohidrat
polanya hampir sama.Sebaliknya kandungan gula reduksi yang di daging buah
terus meningkat sesuai tingkat kematangan tetapi yang di salut biji meningkat
kemudian menurun. Perubahan gula reduksi yang meningkat pada buah tengah
tetapi kadar karbohidrat totalnya menurun mungkin bisa dijelaskan seperti
terjadinya perubahan zat tersebut pada buah C.pubescens yang ada di Kejajar.
Perlu diperhatikan juga bahwa fluktuasi kandungan karbohidrat sebagai hasil
fotosintesis tentunya sangat dipengaruhi oleh kondisi lingkungan. Dalam teori
dijelaskan bahwa faktor iklim utama yang memengaruhi aktivitas fotosintesis
dan respirasi adalah radiasi surya PAR (Photosynthetically Active Radiation)
dan suhu, sedang faktor lain juga memengaruhi tetapi sebagai faktor
pendukung (Lambers et al. 2008). Dalam kondisi radiasi yang optimum
disertai suhu yang rendah harusnya menghsilkan produk netto fotosintesis
yang tinggi, tetapi kondisi iklim di Sembungan yang merupakan dataran
tertinggi, agaknya intensitas dan kapasitas radiasinya juga rendah dengan
kelembaban yang tinggi, sehingga produk bersih fotosintesis dalam bentuk
karbohidrat tidak tinggi. Disamping itu mungkin hasil fotosintesis banyak
diubah ke bentuk lain seperti asam-asam organik termasuk asam volatil,
vitamin C dan antioksidan lain sebagai bagian dari adaptasi fisiologi terhadap
tekanan lingkungan yang ekstrim berupa suhu yang rendah.
 Perbandingan kandungan karbohidrat pada berbagai tingkat
kematangan buah C. pubescens Kejajar (1400m dpl) dengan Sembungan
(2400m dpl).
Kandungan karbohidrat total, gula reduksi dan serat kasar serta energi
dari buah C.pubescens yang ada di Kejajar (1400mdpl) dibandingkan dengan
yang ada di Sembungan (2400m dpl) , dibedakan antara kandungan di daging
buah dengan kandungan di salut bijinya baik buah atas, tengah maupun
bawah. Dari data pada Tabel 1 dan 2 di atas dapat dibuat 4 macam gambar,
yaitu Gambar 7, 8, 9 dan 10.
Kesimpulan :
Ada perubahan kandungan karbohidrat pada berbagai tingkat kematangan buah karika
(C. pubescens), baik yang ada di daerah Kejajar (1400 m dpl) maupun Sembungan
(2400 m dpl), yaitu ada kecenderungan semakin matang buah C. pubescens semakin
meningkat kandungan karbohidrat totalnya, namun pada kandungan serat kasarnya
semakin menurun. Ada perbedaan kandungan karbohidrat pada buah C.pubescens
matang yang ada di daerah Kejajar (5,59% untuk daging buah dan 5,08% untuk salut
biji) dengan yang ada di daerah Sembungan (3,96% untuk daging buah dan 4,82%
untuk salut biji). Perlu penelitian lebih lanjut mengenai perbedaan kandungan
karbohidrat atau zat-zat lainnya berdasar usia buah setelah pembungaan, sehingga
lebih mewakili tingkat kematangannya agar mendapatkan gambaran lebih akurat
mengenai fisiologi pematangan buah dan penelitian mengenai berapa hari setelah
panen kandungan gizinya paling optimum untuk dikonsumsi atau diolah.
RANGKUMAN ANALISIS PROTEIN

1. Judul : ANALISIS JENIS KEMASAN TERHADAP KADAR


PROTEIN DAN KADAR AIR PADA TEMPE.

Nama penulis : Reny Salim, Eka Tri Zebua, Tuty Taslim

Metode : metode Kjeldhal melalui tiga tahapan (destruksi, destilasi,


dan titrasi).

Pembahasan : Data kadar protein dari tempe dianalisis dengan menggunakan


uji Paired T-Test dengan program SPSS versi 23. Interpretasi data jika Sig < 0,05 maka
Ho ditolak yang artinya ada pengaruh kemasan terhadap kadar protein dari tempe,
sedangkan jika Sig > 0,05 maka Ho diterima yang artinya tidak ada pengaruh
kemasan terhadap kadar protein dari tempe. Tempe yang diambil sebagai objek
penelitian diproduksi oleh salah satu produsen di Sumatera Barat. Produsen ini
memproduksi tempe dalam 2 kemasan setiap harinya yaitu kemasan daun pisang dan
kemasan plastik.

Tabel 3. Kadar Nitrogen dan Protein pada Tempe

Data tersebut memperlihatkan kadar nitrogen total dari tempe bungkus daun
pisang sebesar 7,786% dan tempe bungkus plastik sebesar 7,197%. Hasil perhitungan
kadar protein tempe bungkus daun pisang sebesar 44,771% dan tempe bungkus
plastik sebesar 41,381%. Berdasarkan hasil pengukuran dan perhitungan kadar protein
tiap kemasan dianalisis dengan T-Test Paired diperoleh nilai sig = 0,004 (sig < 0,05)
yang artinya adanya pengaruh kemasan terhadap kadar protein tempe. Hal ini
membuktikan bahwa pemilihan kemasan dalam proses pengolahan makanan merupakan
faktor yang perlu mendapat perhatian.
Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat
disimpulkan jenis kemasan yang digunakan saat fermentasi tempe memengaruhi
kadar protein tempe tersebut. Tempe yang dikemas dengan daun pisang memiliki
kadar protein lebih tinggi daripada tempe yang dikemas dengan plastik. Perbedaan ini
diuji dengan T-Test Paired memberikan hasil adanya perbedaan yang signifikan.

2. Judul : PENETAPAN KADAR PROTEIN SECARA KJELDAHL


BEBERAPA MAKANAN OLAHAN KERANG REMI
(Corbiculla moltkiana Prime) DARI DANAU SINGKARAK.

Nama penulis : Henni Rosaini, Roslinda Rasyid dan Vinda Hagramida

Metode : Metode yang digunakan yaitu Metode Kjeldahl

Pembahasan :

A. Kadar air sampel yang terdapat pada kerang remis segar 77,3399%, kerang remis
gulai71,3860%, dan kerang remis goreng 13,5230%

Tabel 1. Kadar air pada kerang remis

B. Dari uji kualitatif yang dilakukan yaitu dengan metoda biuret, metoda ninhidrin dan
metoda xanthoprotein memberikan hasil positif.
Tabel 2. Uji kualitatif pada kerang remis

C. Kandungan nitrogen rata-rata dari kerang remis segar 1,0228%, kerang remis
gulai1,0523%, dan kerang remis goreng 1,1439%. Kandungan protein rata-rata dari
kerang remis segar 6,3927%, kerang remis gulai 6,5771% , dan kerang remis
goreng 7,1491%.

Tabel 3. Kadar nitrogen dan protein pada kerang remis

D. Standar deviasi dan koefisien variasi dari kerang remis segar 0,0206 dan 0,3219 %,
kerang remis gulai 0,1095 dan 1,6807 %, kerang remis goreng 0,0249 dan 0,3483 .
Untuk melakukan penetapan kadar protein pada kerang remis (Corbiculla moltkiana
Prime), dilakukan penelitian secara bertahap. Tahap awal pengerjaan adalah
pengambilan sampel. Sampel digunakan dalam penelitian ini adalah kerang remis
segar, kerang remis gulai dan kerang remis goreng. Sampel tersebut digunakan
berdasarkan pengolahan yang sering dilakukan oleh masyarakat. Pada penelitian ini
dilakukan penghalusan sampel terlebih dahulu untuk masing-masing sampel dengan
menggunakan blender, tujuan menghaluskan sampel agar sampel homogen dan
mempunyai luas permukaan yang lebih besar sehingga lebih cepat bereaksi dengan
larutan uji. Sebelum melakukan penetapan kadar protein secara Kjeldahl, dilakukan
uji kualitatif yang bertujuan untuk mengetahui sampel mengandung protein dengan
menggunakan metode biuret ditandai dengan warna ungu, metode ninhidrin ditandai
dengan warna biru dan metode xantoprotein ditandai dengan terbentuknya endapan
kuning. Kemudian dilakukan penetapan kadar air tujuannya adalah untuk
mengembalikan berat awal dari masing-masing sampel (Sutadi, et al, 1994; Auterhoff
& Kovar, 2002).
Kadar protein ditentukan dengan menggunakan metode Kjeldahl, karena pada
umumnya metode ini digunakan untuk analisis protein pada makanan. Metode ini
merupakan metode untuk menentukan kadar protein kasar karena terikut senyawa N
bukan protein seperti urea, asam nukleat, purin, pirimidin dan sebagainya. Prinsip
kerja metode Kjeldahl adalah mengubah senyawa organik menjadi anorganik
(Usysus, et al, 2009).

Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian yang dilakukan dapat dilihat


denganadanya pengolahan bahwa terdapat perbedaan kadar protein. Kadar protein pada
kerang remis setelah mengalami pengolahan lebih tinggi daripada kerang remis sebelum
pengolahan.Dari hasil tersebut dapat disimpulkan bahwa kadar protein yang paling tinggi
terdapat pada kerang remis goreng, diikuti dengan kerang remis gulai dan kerang remis
segar memiliki kandungan protein yang paling kecil.

3. Judul : PENENTUAN KADAR PROTEIN DAN KARBOHIDRAT


PADA LIMBAH BATANG POHON PISANG KEPOK (MUSA PARADISIACA
NORMALIS).

Nama penulis : Noviasri Dhamayanti, Vanny M. A. Tiwow, dan Siti Nuryanti

Metode : Metode yang digunakan yaitu Metode Kjeldahl

Pembahasan : Pada penelitian ini menentukan kadar protein dan karbohidrat


padalimbah batang pohon pisang kapok (musa paradisiaca normalis) dengan menggunakan
metode kjehldal dan antrone. Batang pohon pisang kapok (musa paradisiaca normalis) yang
digunakan diambil dari Desa Mpanau, Kecamatan Biromaru Kabupaten Sigi. Penentuan
Kurva Kalibrasi Standar Glukosa.
Tabel 1. Kadar protein dan karbohidrat pada limbah batang pohon pisang kepo

A. Penentuan kadar protein pada batang pisang menggunakan metode Kjeldhal.


Sampel yang digunakan adalah batang pohon pisang lapisan keras dan lapisan
lunak. Tabel 1 menginformasikan bahwa kadar protein pada batang pohon pisang
lapisan keras diperoleh hasil rata-rata yaitu 3,05%. Hasil penelitian menunjukan
bahwa kadar protein pada lapisan keras batang pohon pisang cukup tinggi
dibandingkan dengan penelitian Munadjim (1988) mengatakan batang pisang
memiliki kandungan protein sebesar 0,3 setiap 100 gram. Kadar protein pada batang
pohon pisang lapisan lunak diperoleh hasil rata-rata 0,08%, hasil penelitian ini sangat
rendah jika dibandingkan dengan penelitian Munadjim (1988). Protein merupakan
molekul makro yang mempunyai berat molekul antara 5000 hingga beberapa juta.
Protein merupakan bagian dari semua sel hidup dan merupakan bagian terbesar
setelah air (Ermawati dkk., 2016). Protein terdiri atas rantai- rantai panjang asam
amino, yang terikat satu sama lain.
dalam ikatan peptida. Unsur nitrogen adalah unsur utama protein. Karena
terdapat didalam semua protein, yang memiliki proporsi 16% dari total protein
(Almatsier, 2009). Protein merupakan molekul yang mudah terurai terhadap
pemanasan. Protein mudah mengalami perubahan bentuk fisis, banyak agensia yang
dapat menyebabkan perubahan sifat alamiah protein misalnya panas, asam, basa,
logam, organik, solven, radiasi sinar radioaktif. Proses pemanasan membuat protein
mengalami denaturasi. Denaturasi dapat mengubah sifat protein menjadi sukar larut
dalam air. Denaturasi protein terjadi bila susunan ruang atau rantai polipeptida suatu
molekul protein berubah. Denaturasi dapat diartikan sebagai suatu perubahan atau
modifikasi terhadap struktur sekunder, tersier dan kuartener terhadap molekul protein.
Denaturasi protein akan membuat protein rusak. Sehingga dengan semakin banyak
protein yang terdenaturasi menyebabkan terjadinya penurunan kadar protein pada saat
dianalisis dengan proses pemanasan.
B. Penentuan kadar protein pada batang pisang menggunakan metode Kjeldhal.
Kadar karbohidrat Karbohidrat merupakan senyawa hasil fiksasi CO2 oleh
tanaman dan tersimpan dalam berbagai bentuk yaitu monosakarida, disakarida dan
polisakarida (Septiani dkk., 2004). Karbohidrat merupakan komponen bahan pangan
yang berperan sebagai penyuplai energi. Selain menghasilkan energi, karbohidrat
dalam bahan pangan juga berperan menentukan karakteristik tekstur. kandungan serat
kasar batang pisang produk fermentasi anaerob dari campuran batang pisang, lebih
rendah di bandingkan dengan kandungan protein kasar batang pisang segar, hal ini
diduga karena ada sebagian fraksi serat dari batang pisang mengalami degradasi
menjadi komponen karbohidrat yang lebih sederhana akibat adanya pertumbuhan
mikroba pembentuk asam laktat (Dhalika dkk., 2011). Menurut Rahayu & Astuti
(2015), bahan pangan yang mengandung karbohidrat tinggi salah satunya adalah
pisang. Penentuan kadar karbohidrat pada batang pohon pisang menggunakan metode
antrone. Metode antrone adalah salah satu metode yang digunakan untuk menentukan
kadar gula pereduksi dengan menggunakan pereaksi antrone. Dari Tabel 2 kandungan
karbohidrat dari batang pohon pisang lapisan keras diperoleh hasil rata-rata sebesar
6,75% dan pada lapisan lunak batang pohon pisang diperoleh hasil rata-rata 4,75%.

Kesimpulan : Berdasarkan hasil penelitian maka dapat disimpulkan


hasil rata-rata kadar protein dan karbohidrat yang diperoleh pada batang pohon pisang
kepok dari daerah Mpanau Kabupaten Sigi yaitu kadar protein pada lapisan keras batang
pohon pisang 3,05%, pada lapisan lunak batang pohon pisang 0,08%. Kadar karbohidrat
pada lapisan keras batang pohon pisang 6,75% dan pada lapisan lunak batang pohon
pisang 4,75%
Rangkuman Jurnal Lemak

1. Judul jurnal
 Analisis Tingkat Kerusakan Lemak Nabati dan Lemak Hewani Akibat

Proses Pemanasan.
Nama penulis
 Sandra Hermanto, Anna Muawanah, Prita Wardhani
Metode yang digunakan
 Masing-masing sampel dipanaskan pada suhu 110oC selama 30 menit, selanjutnya
stabilitas dan tingkat kerusakannnya dianalisis dengan mengukur kadar radikal
bebas melalui analisis Malondialdehid dengan metode kolorimetri dan komposisi
asam lemak jenuh (Saturated Fatty Acid), asam lemak tak jenuh tunggal (Mono
Unsaturated Fatty Acid) serta asam lemak tak jenuh ganda (Poly Unsaturated
Fatty Acid) dengan menggunakan Gas Chromatography Mass Spectrofotometry
(GCMS).
Pembahasan
 Untuk mengetahui komposisi relatif asam lemak jenuh (Saturated fatty acid/SFA)
dan asam lemak tak jenuh tunggal (Mono unsaturated fatty acid/MUFA) serta
asam lemak tak jenuh ganda (Polyunsaturated fatty acid/PUFA), masing-masing
sampel lemak dianalisis dengan alat GCMS QP 2010 menggunakan kolom RTX-
1MS melalui metode transesterifikasi dengan cara menderivatisasi asam lemak
menjadi senyawa turunannya yakni metil ester asam lemak (fatty acid methyl
ester) Derivatisasi dilakukan untuk menurunkan titik didih dari masing-masing
asam lemak agar lebih mudah diuapkan dan dipisahkan sehingga menghasilkan
pemisahan dengan resolusi yang lebih baik. Pemisahan derivat asam lemak (fatty
acid methyl ester) dilakukan dalam kondisi suhu kolom 70oC dan dinaikkan
sampai 300oC dengan kenaikan 10oC/menit dengan laju alir 1,15 mL/menit. hasil
analisa komposisi asam lemak pada masing-masing sampel terlihat bahwa
persentasi asam lemak jenuh (SFA), asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) dan
dan asam lemak tak jenuh ganda (PUFA) relatif berbeda Kandungan asam lemak
jenuh terbesar terdapat pada lemak sapi sebesar 65.53% dengan rasio
(MUFA+PUFA)/SFA 0.35, dan lemak margarin sebesar 63.89% dengan rasio
(MUFA+PUFA)/SFA 0.46, sedangkan asam lemak tak jenuh terbesar terdapat
pada minyakzaitun sebesar 82.27%, minyak ikan 75.48% dan minyak goreng
kemasan 66.19%. Minyak ikan memiliki kandungan asam lemak tak jenuh ganda
terbesar yaitu 30.24%, sedangkan minyak zaitun sebesar 26.14%. Kandungan
asam lemak tak jenuh tunggal terbesar terdapat pada minyak goreng kemasan
sebesar 53.87%, dan minyak goreng curah sebesar 52.77%. Rasio
(MUFA+PUFA)/SFA terbesar diperoleh pada minyak ikan yaitu 5.38%, kemudian
minyak zaitun sebesar 3.67% dan lemak sapi 0.35%.Perbedaan komposisi asam
lemak pada masing-masing sampel sangat bergantung pada sumber lemak
tersebut. Dengan rasio (MUFA+PUFA)/SFA yang besar dan persentasi asam
lemak tak jenuh lebih besar maka kecenderungan untuk menghasilkan radikal
bebas juga akan semakin besar. Jika dibandingkan dengan penelitian yang
dilakukan Aftab Kandhro, et.al., (2007), pada margarin menunjukkan komposisi
asam lemak jenuh, tak jenuh tunggal dan asam lemak tak jenuh ganda sebesar
24,2-58,1, 5,7-35,4 dan 3,8-37,4% dari total asam lemak masing-masing, dimana
asam palmitat (16,9-33,8%) adalah yang dominan di semua merek margarin.
Kesimpulan
 Berdasarkan hasil analisa radikal bebaspada masing-masing sampel lemak nabati
dan lemak hewani yang telah dipanaskan, tingkat kerusakan lemak terbesar terjadi
pada sampel minyak ikan dengan kandungan radikal bebas sebesar 40 μmol/L,
sedangkan pada minyak goreng curah sebesar 25 μmol/L, minyak goreng kemasan
20 μmol/L, margarine 16 μmol/L, minyak zaitun 30 μmol/L, lemak ayam 37
μmol/L, lemak sapi 18 μmol/L dan lemak babi 31 μmol/L. Banyaknya kandungan
radikal bebas yang dihasilkan sangat dipengaruhi oleh komposisi dan reaktifitas
dari masing-masing asam lemak yang terdapat pada setiap sampel.

2. Judul jurnal
 Analisis Kualitatif dan Kuantitatif Asam Lemak Tak Jenuh Omega-3 dari Minyak
Ikan Patin (Pangasius pangasius) dengan Metoda Kromatografi Gas.
Nama penulis
 Almunady T. Panagan, Heni Yohandini, Jojor Uli Gultom.
Metode yang digunakan
 Kromatografi Gas
Pembahasan
 Analisis komposisi asam lemak ikan patin dilakukan secara kualitatif dan
kuatitatif menggunakan instrument Kromatografi Gas (GC). Untuk
mengidentifikasi komponen-komponen asam lemak ikan patin yaitu dengan
menyamakan waktu retensi sampel dengan waktu retensi asam lemak standar dari
SupelcoTM 37 Componen FAME Mix (Bellefonte, USA) yang telah diketahui
dengan pasti jenis asam lemaknya. Waktu retensi EPA dan DHA standar dan
sampel minyak ikan patin dapat diidentifikasi bahwa secara kualitatif lemak ikan
patin memiliki kandungan Omega-3, EPA dan DHA, hal ini terlihat adanya
kesamaan waktu retensinya. Kadar minyak ikan patin rata-rata dengan berat 650-
879 gram adalah 3,827%. Hasil ini jauh lebih besar dibandingkan dengan kadar
minyak ikan Cod (Gadus morrhua) aitu sebesar 0,4%. Akan tetapi kadar ini masih
lebih rendah jika dibandingkan dengan kadar lemak ikan laut dalam yaitu sekitar
4,8%.
Kesimpulan
 Pada minyak ikan patin mengandung asam lemak tak jenuh majemuk Omega-3.
 Lemak ikan patin mengandung EPA dan DHA untuk berat ikan berkisar antara
650-870 gram adalah , masing-masing 0,21-2,48% dan 0,95-9,96%.
 Minyak ikan yang diproleh dari ikan patin dengan berat 650-870 gram mempunyai
kadar minyak rata-rata 3,827%, angka asam berkisar 3,667-19,521 mgKOH/gr,
angka penyabunan berkisar 91,707-192,207 mgKOH/gr, dan angka peroksida
berkisar antara 0,778-17,78 mek/kg.

3. Judul jurnal
 Studi Aktivitas Asam Lemak Omega-3 Ikan Laut Pada Mencit Sebagai Model
Hewan Percobaan.
Nama peneliti
 Dadi R. Sukarsa.
Metode yang dipakai
 Kromatografi Gas.
Pembahasan
 Berdasarkan analisis kualitatif, keragaman asam lemak dapat teridentifikasi 13
jenis asam lemak, yang terdiri dari 3 jenis asam lemak jenuh (SAFA), 3 jenis
asam lemak tidak jenuh tunggal (MUFA) dan 7 jenis asam lemak tidak jenuh
ganda (PUFA). Jenis- jenis asam lemak tersebut adalah asam miristat (C14:0),
asam palmitat (C16:0), asam palmintoleat (16:1) asam stearat (C18:0), asam oleat
(C18:1, n-9), asam vasenat (C18:1, n-7), asam linoleat (C18:2), asam linolenat
(C18:3), asam eikosabutaenoat (C20:4) asam dokosabutaenoat (C22:4), asam
eikosapentanoat/EPA (C20:5), asam dokosapentanoat (C22:5) dan asam
dokosaheksaenoat/DHA (C22:6). Secara keseluruhan ikan-ikan yang diteliti yaitu
tembang (Sardinella fimbriata), tongkol (Euthynus affinis),
kembung(Rastrelligger kanagurta), selar (Caranx/Selaroides/leptolepis), kueh
(Arropos atropus ), bawal putih (Pampus argentus ), kakap merah (Lutjanus
sanguineus) yang teridentifikasi dominan adalah asam dokosaheksanoat (C22:6)
pada asam lemak tak jenuh jamak (PUFA), sedangkan asam oleat (C18:1) pada
asam lemak tak jenuh tunggal (MUFA) dan untuk asam lemak jenuh (SAFA)
adalah asam palmitat (C16:0) dan asam stearat (C18:0). Kandungan SAFA yang
relatif sama pada ikan-ikan yang diteliti disebabkan asam lemak ini merupakan
komponen dasar dari sistem pembentukan lemak pada mahluk hidup. Sedangkan
kandungan asam lemak tidak jenuh pada ikan yang tinggi dapat Hipertrofi pada
jantung menunjukan sangat nyata bila diukur dari bobotnya yang rata –rata lebih
besar kelompok tikus yang diberi asam lemak jenuh dibandingkan dengan
kelompok tikus yang diberi diet asam lemak omega-3. Disebabkan karena asam
lemak tersebut lebih mudah dimetabolisme dibandingkan dengan asam lemak
jenuh. Kandungan MUFA pada ikan bawal, kakap merah dan kakap putih yang
tinggi mungkin disebabkan ikan tersebut mendapatkan asam lemak dari
mekanisme rantai makanan. Ikan-ikan tersebut termasuk kedalam golongan
pemangsa/karnivora. Kandungan PUFA yang tinggi pada ikan kembung, selar,
kueh, tembang dan tongkol, berkaitan dengan makanan dan aktivitas ikan tersebut
yang termasuk perenang cepat. Aktivitas ikan yang tinggi memerlukan energi
yang cukup besar dengan adanya cadangan makanan lemak yang cukup besar.
Persentase total omega-3 (dari total asam lemak pada ikan-ikan yang diteliti
berturut-turut yaitu kakap sebesar 35,19%, tongkol 30,78%, selar 30,76%,
kembung 26,94%, kakap merah 17,05% dan bawal putih 10,31%. Adanya variasi
dalam kandungan asam lemak omega-3 dari ikan-ikan yang diteliti diduga
disebabkan oleh faktor makanan (Ackman, 1982) menjelaskan kandungan asam
lemak omega-3 pada ikan bukan merupakan hasil sintesa murni tubuh ikan,
melainkan hasil pembentukan darirantai makanan yang meliputi phytoplankton,
zooplankton, algae, copepoda, dan kerangkerangan (shellfish). Ikan tongkol
mengandung DHA sebesar 23,47% dan EPA sebesar 6,03%; kembung
mengandung DHA 20,57% dan EPA 4,95%; kakap mengandung DHA 20,57%
dan EPA 4,5%; selar mengandung DHA 21,56% dan EPA 7,3%; tembang
mengandung DHA 15,69% dan EPA 4,33%; kakap merah mengandung 17,05%
dan EPA tidak teridentifikasi; bawal mengandung DHA 7,04% dan EPA 2,13%.
 Pengaruh pemberian diet asam lemak jenuh terhadap organ-organ dalam tikus
terutama jantung, hati, ginjal dan limpa secara makroskopis terlihat adanya
hipertrofi.
Kesimpulan
 Hasil analisis keragaan asam lemak pada ikan-ikan kembung, tembang, selar,
tongkol, kueh, bawal putih, kakap merah dan kakap putih yang yang diteliti,
teridentifikasi 13 jenis asam lemak terdiri dari 3 asam lemak jenuh, 3 asam lemak
tidak jenuh tunggal dan 7 jenis asam lemak tidak jenuh. Asam lemak omega-3
yang teridentifikasi dominan adalah asam eikosapentaenoat/EPA dan asam
dokosaheksaenoat/DHA.
 Pengujian aktivitas asam lemak omega-3 pada mencit menunjukan bahwa
pemberian diet protein ikan yang mengandung asam lemak omega-3 telah
memberikan perubahan berarti terhadap komponen-komponen serum darah tikus-
tikus percobaan. Asam lemak omega-3 mampu menurunkan atau menstabilkan
komponen-komponen serum darah, dan menurunkan tekanan darah pada tikus-
tikus percobaan. Pengamatan secara makroskopis terhadap beberapa organ dalam
tikus-tikus percobaan tidak memperlihatkan adanya hipertrofi pada kelompok
yang diberi diet asam lemak omega-3.
Siklus pembentukan energi

1. JUDUL : Perbandingan Aktivitas Fisik Aerobik Dan Anaerobik Terhadap

Kadar Laktat Dan Laktat Dehidrogenase (LDH)

Nama penulis : Sari Octarina Piko, Rostika Flora dan Theodorus

Metode yang digunakan : uji klinik berpembanding dalam bentuk open label (no

blind) dengan rancangan pre and post test only design.

Pembahasan : Pada penelitian ini karakteristik subjek penelitian yang meliputi

umur, tinggi badan, berat badan, dan IMT kedua kelompok tersebut secara statistik

menunjukan terlihat perbedaan yang signifikan (p>0,05).

a) Pengaruh Aktivitas Fisik Aerobik dan Anaerobik terhadap Kadar

Laktat

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, terjadi peningkatan kadar

laktat pada aktivitas fisik aerobik dan anaerobik. Kadar asam laktat sebelum

aktivitas fisik aerobik didapatkan nilai rata-rata 2971,24±836,505 mMol/L

sedangkan sesudah aktivitas fisik aerobik didapatkan nilai rata-rata

8753,71±3267,76 mMol/l. Terdapat perbedaan yang bermakna kadar asam

laktat sebelum dan sesudah aktivitas fisik aerobik (p=0,000). Kadar asam

laktat sebelum aktivitas fisik anaerobik didapatkan nilai rata-rata

3187,59±l856,711 mMol/L sedangkan sesudah aktivitas fisik anaerobik

didapatkan nilai rata-rata 7820,59±2729,001 mMol/L. Terdapat perbedaan

yang bermakna kadar asam laktat sebelum dan sesudah latihan anaerobik

(p=0,000). Akan tetapi, apabila dibandingkan kadar asam lProduksi asam

laktat sangat tergantung pada intesitas kegiatan fisik. Produksi asam laktat

pada orang yang tidak terlatih sama dengan orang yang terlatih, yang berbeda
adalah proses eliminasi asam laktat. Pada orang yang terlatih proses eliminasi

lebih cepat dari pada orang yang tidak terlatih. laktat pada kedua kelompok ini

tidak terdapat perbedaan yang bermakna (p>0,05).

Laktat adalah produk akhir dari proses glikolisis anaerob yang

dihasilkan oleh sel darah merah dan sel otot yang aktif. Dalam keadaan

istirahat, asam laktat dihasilkan oleh sel darah merah, sel darah putih, otak, sel

otot, sel hepar, mukosa usus dan kulit. Produksi asam laktat sangat tergantung

pada intesitas kegiatan fisik. Produksi asam laktat pada orang yang tidak

terlatih sama dengan orang yang terlatih, yang berbeda adalah proses eliminasi

asam laktat. Pada orang yang terlatih proses eliminasi lebih cepat dari pada

orang yang tidak terlatih. Sewaktu melakukan aktivitas aerobik dan anaerobik

dengan durasi dan intensitas yang relatif tinggi dapat menyebabkan kelelahan.

Hal ini disebabkan karena terjadi peningkatan asam laktat didalam otot

sehingga pH yang rendah akan mengganggu pembentukan energi yang

diperlukan selama kontraksi otot. Selain itu kelelahan tersebut dapat pula

disebabkan karena kehabisan cadangan energi ATP dan fosfokreatin otot serta

dapat pula disebabkan oleh hal-hal lain.

b) Pengaruh Aktivitas Fisik Aerobik dan Anaerobik terhadap Kadar

LDH

Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa, terjadi peningkatan kadar

LDH pada aktivitas fisik aerobik dan anaerobik. Kadar LDH sebelum aktivitas

fisik aerobik didapatkan nilai rata-rata 131.59±15.496 U/L sedangkan sesudah

aktivitas fisik aerobik didapatkan nilai rata-rata 158.06±17.108 U/L.Terdapat

perbedaan yang bermakna kadar LDH sebelum dan sesudah aktivitas fisik

aerobik (p=0,000). Kadar LDH sebelum aktivitas fisik anaerobik didapatkan


nilai rata-rata 141.41±19.378 U/L sedangkan sesudah aktivitas fisik anaerobik

didapatkan nilai rata-rata 159.41±20.782 U/L. Akan tetapi apabila peningkatan

kadar LDH dibandingkan pada kedua kelompok ini terdapat perbedaan yang

tidak bermakna (p>0,05). Hal ini dikarenakan aktivitas fisik tidak murni

menggunakan salah satu sistem metabolisme aerob dan anaerob saja, akan

tetapi menggunakan gabungan dari kedua sistem tersebut. Energi yang

dibentuk dari metabolisme aerob dan anaerob dadalam sel merupakan suatu

proses pembentukan energi yang berkesinambungan.

Pada aktivitas fisik Anaerobik, sumber energi berasal dari sistem

fosfokreatin (alaktasid) dan glikolisis laktatsid. Proses pembentukan ATP dari

sistem glikolisis laktasid berdampak terhadap terbentuknya asam laktat dan

juga peningkatan aktivitan enzim LDH. Laktat dehidrogenase (LDH) adalah

enzim intraseluler yang terdapat pada hampir semua sel yang bermetabolisme,

dengan konsentrasi tertinggi dijumpai di jantung, otot rangka, hati, ginjal,

otak, dan sel darah merah.Enzim laktat dehidrogenase (LDH) di dalam darah

dapat mengkonversikan piruvat menjadi laktat atau sebaliknya. enzim LDH

berperan dalam proses glikolisis pada keadaan anaerob yang menghasilkan

laktat. Enzim LDH juga berperan dalam glukogenolisis di otot yang selalu

berakhir dengan laktat. Bila dalam keadaan aerob hasil akhir dari glikolisis

adalah asam piruvat yang akan masuk ke dalam siklus asam sitrat. LDH dapat

terdeteksi karena kemampuannya dalam mengkatalisis reduksi piruvat dengan

adanya NADH ataupun mengkatalisis oksidasi laktat dengan adanya NAD+.

LDH dapat digunakan sebagai indikator yang mendukung terjadinya

kerusakan jaringan. peningkatan kadar LDH plasma bukan dikarenakan

terjadinya kerusakan jaringan. Peningkatan LDH lebih dikarenakan adanya


peningkatan sekresi laktat sebagai hasil akhir dari metabolisme anaerob,

sehingga LDH diperlukan untuk mengubah laktat menjadi piruvat agar dapat

dipergunakan kembali sebagai sumber energi.

Kesimpulan:

1. Terdapat perbedaan yang bermakna kadar asam laktat sebelum dan

sesudah aktivitas fisik aerobik (p=0,000).

2. Terdapat perbedaan yang bermakna kadar asam laktat sebelum dan

sesudah anaerobik (p=0,000).

3. Terdapat perbedaan yang bermakna kadar asam laktat pada kelompok

aerobik dibandingkan kelompok anaerobik (p=0,373)

4. Terdapat perbedaan yang bermakna kadar LDH sebelum dan sesudah

aktivitas fisik aerobik (p=0,000).

5. Terdapat perbedaan yang bermakna kadar LDH sebelum dan sesudah

anaerobik (p=0,000).

6. Tidak terdapat perbedaan yang bermakna kadar LDH pada kelompok

aerobik dibandingkan kelompok anaerobik (p=0,837).

2. JUDUL : PENGGUNAAN LIMBAH CAIR TAHU UNTUK

MENINGKATKAN PERTUMBUHAN DAN PRODUKSI BIODISEL DARI

MIKROALGA SCENEDESMUS SP

Nama penulis : Mohamad Agus Salim

Metode yang digunakan: menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan

sepuluh ulangan.

Pembahasan :
1. Jumlah Sel

Pertumbuhan jumlah sel yang cepat terjadi pada pemberian konsentrasi

limbah cair tahu 20% diikuti oleh pemberian pada konsentrasi 10%, 30%, 0%,

40% dan paling lambat pada pemberian konsentrasi 50%. Namun secara

keseluruhan perlakuan menunjukan adanya pertumbuhan. Pertumbuhan jumlah sel

Scenedesmus sp pada perlakuan konsentrasi limbah cair tahu 20% mencapai

puncak pada hari ke-7 dengan jumlah sel sebanyak 8.996.125 sel/ml. Berikutnya

pertumbuhan jumlah sel Scenedesmus sp pada perlakuan konsentrasi limbah cair

tahu 10% mencapai puncak pada hari ke-8 dengan jumlah sel sebanyak 5.712.556

sel/ml. Pertumbuhan jumlah sel Scenedesmus sp pada perlakuan pemberian

konsentrasi limbah cair tahu 40% dan 50% berada di bawah perlakuan 0%

(kontrol) yaitu mencapai puncah pada hari ke-12 dan ke-13 sebesar 775.452 sel/ml

dan 225.367 sel /ml. Ketersediaan unsur hara pada medium yang terbatas

menyebabkan tidak mendukung terhadap pertumbuhan jumlah sel. Begitupun

ketersediaan unsur hara yang berlebihan dapat menurunkan jumlah sel karena

unsur hara dari limbah cair tahu dapat menyebabkan keracunan bagi sel

Scenedesmus sp sehingga setelah mencapai puncak maka segera pertumbuhan

jumlah sel Scenedesmus sp menurun.

2. Berat basah dan berat kering

Biomassa yang lebih besar pada perlakuan pemberian limbah cair tahu

konsentrasi 20% sejalan dengan jumlah sel Scenedesmus sp yang tinggi pula pada

perlakuan tersebut. Limbah cair tahu yang diinduksikan ke dalam medium telah

dimanfaatkan oleh sel Scenedesmus sp untuk pertumbuhan dan

reproduksi.Penelitian ini memperlihatkan nilai biomassa yang berbeda pada setiap


media kultur pada pemberian beberapa konsentrasi limbah cair tahu. Sel

mikroalga dapat memanfaatkan substrat organik yang terdapat pada medium

pertumbuhannya, reaksi reduksi dan biosintesis ATP hingga respirasi seluler yaitu

glikolisis, siklus krebs dan transfer elektron berjalan lebih cepat. Laju fosforilasi

oksidatif dan pembentukan energi menjadi lebih banyak dan lebih cepat sehingga

terjadi peningkatan biomassa. Peningkatan biomassa dari fase pertumbuhan

hingga eksponensial pengkulturan makin meningkat sejalan dengan reduksi

senyawa organic pada medium, sehingga proses metabolisme menjadi lebih cepat.

3. Hasil Minyak dan Kadar Air

Jumlah minyak yang lebih tinggi diperoleh pada semua perlakuan limbah

cair tahu, kecuali perlakuan limbahcair tahu pada konsentrasi 50%. sebesar

19,976% berat.Pada perlakuan limbah cair tahu 20% memiliki kadar air yang

mencapai 39,54 %, sehingga menghasilkan minyak yang paling tinggi yaitu

37,18%-berat. Hasil minyak yang terendah dicapai oleh perlakuan limbah cair

tahu 50% sebesar 19,97%-berat dengan kadar air terendah 27,99%.Dalam

penelitian ini, Scenedesmus sp. mengabsorbsi unsur karbon dari limbah cair tahu

oleh selnya dibantu oleh oksigen, kemudian dirombak menjadi lipid pada proses

respirasi selnya. Unsur karbon dari glukosa disintesis menjadi trigliserida, energi

berupa ATP sangat diperlukan dalam proses ini. Unsur karbon dari glukosa akan

diubah menjadi asetil KoA pada siklus asam sitrat, kemudian asetil KoA dibentuk

menjadi asam lemak jenuh, kemudian terjadi proses esterifikasi dengan gliserol

sehingga menghasilkan trigliserida.

4. Kadar Biodisel

Minyak (trigliserida) yang diekstrak dari biomassa sebenarnya bisa

langsung digunakan tanpa melalui proses transesterifikasi terlebih dahulu, namun


pembakarannya kurang baik dan akanmenghasilkan karbonmonoksida (CO) yang

beracun, selain itu masih terdapat kerak yang akan menyebabkan korosif. Minyak

(trigliserida) yang dihasilkan kemudian dikonversi menjadi biodisel,Hasil minyak

dan biodisel tertinggi dicapai oleh kultur Scenedesmus sp yang mendapat

perlakuan pemberian limbah cair tahu 20% sebesar 37,18 %-berat dan 32,33%-

berat, dengan efisiensi 86,96%.

Kesimpulan :

Populasi puncak pada perlakuan pemberian limbah cair tahu 20% dicapai pada

hari ke-7 sebesar 8.996.125 sel/ml. Populasi puncak terendah dicapai pada perlakuan

pemberian limbah cair tahu 50% pada hari ke-13 sebesar 225.367 sel/ml.Berat basah

dan berat kering tertinggi dicapai oleh kumur Scenedesmus sp yang mendapat

perlakuan pemberian limbah cair tahu 20% sebesar 267,55 gram dan 24,56 gram.

Sedangkan berat basah dan berat kering terendah dicapai pada perlakuan pemberian

limbah cair tahu 50% yaitu sebesar 112,87 gram dan 11,25 gram. Hasil minyak dan

biodisel tertinggi dicapai oleh kultur Scenedesmus sp yangmendapat perlakuan

pemberian limbah cair tahu 20% sebesar 37,18 %-berat dan 32,33%-berat, dengan

efisiensi 86,96%.

3. JUDUL : Kolesterol Total Pada Penderita Diabetes Melitus Yang Melakukan

Senam Diabetes.

Nama penulis : Rifki Kapitan , Musiana , Mashaurani Yamin.

Metode yang digunakan : Quasi eksperimen yaitu studi kasus One Group Pretest-

Postes.

Pembahasan :
Hasil penelitian mendapatkan rata-rata nilai kolesterol sebelum senam adalah

231,44 mg/dl, rata-rata nilai kolesterol sesudah senam adalah 226,19 mg/dl, dan rata-

rata nilai perubahan adalah 5,25 mg/dl, dengan nilai p=0,000 (p<0,05), menunjukkan

ada perbedaan nilai kolesterol total pada penderita Diabetes Melitus Tipe 2 sebelum

dan sesudah senam. Pada penderita DM terhambatnya cadangan glukosa dalam darah

masuk kedalam sel menyebabkan sel mengalami penurunan energi, tubuh memecah

lemak sebagai kompensasi dalam pembentukan energi. Pemecahan lemak sebagai

sumber energi menyebabkan banyaknya pelepasan asam lemak dalam darah. Asam

lemak dalam darah merupakan bahan dasar pembentukan kolesterol.

Kesimpulan :

Berdasarkan hasil penelitian disimpulkan bahwa terdapat perbedaan yang

signifikan antara nilai kolesterol total sebelum dan sesudah senam diabetes(p=0,00).

Sehingga disarankan bagi penderita DM agar lebih memperhatikan gaya hidupnya dan

segera mengatasi faktor-faktor resiko yang dapat memperparah glukosa darah dan

kolesteroldengan mematuhi pilar penatalaksanaan DM, salah satunya adalah olahraga

senam secara rutin karena dapat memperbaiki kolesterol total.


DAFTAR PUSTAKA.

Henni Rosaini, Roslinda Rasyid, dan Vinda Hagramida. (2015). Penetapan Kadar Protein
Secara Kjehdahl Beberapa Makanan Olahan Kerang Remis (Corbiculla moltkiana
prime). Padang : Universitas Andalas.

Novia Dhamayanti, Vanny M.A.Tiwow, dan Siti Nuryanti. (2018). Penentuan Kadar Dan
Karbohidrat Pada Limbah Batang Pohon Pisang Kepok (Musa paradisiaca normalis).
Palu : Universitas Tadulako.

Reny Salim, Eka Tri Zebua, dan Tuty Taslim. (2017). Analisis Jenis Kemasan Terhadap
Kadar Protein Dan Kadar Air Pada Tempe. Padang :

Anda mungkin juga menyukai