Anda di halaman 1dari 9

PEMERIKSAAN MIKROBA DAN PATOLOGI

ORGAN PARU-PARU SAPI YANG MENGALAMI PNEUMONI


DI KOTA GORONTALO
Yuliana Retnowati¹, Tri Ananda Erwin Nugroho²
¹Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam (MIPA), Universitas Negeri Gorontalo
Yuliana_ri@yahoo.com
²Fakultas Ilmu-ilmu Pertanian (FAPERTA), Universitas Negeri Gorontalo
erwin.veteriner.msc@gmail.com

ABSTRAK
Penelitian yang dilakukan merupakan sebuah penelitian lanjutan dari hasil
ditemukannya kasus pneumoni pada paru-paru sapi yang berasal dari tempat
pemotongan hewan (TPH) di kota Gorontalo sebelumnya. Tujuan dari penelitian ini
untuk mengetahui apakah ada pertumbuhan bakteri pada paru-paru sapi yang
mengalami pneumoni dan melihat bentuk patologi dari pneumoni yang ditemukan.
Metode penelitian dilakukan dengan melakukan pemeriksaan makropatologi paru-paru
yang mengalami pneumoni. Paru-paru yang mengalami pneumoni dimasukkan ke dalam
kantung plastik steril dan dibawa ke laboratorium untuk dilakukan pemeriksaan
mikrobiologi. Isolasi bakteri kemudian dilakukan dengan melakukan penanaman isolat ke
nutrien agar (NA) dan selanjutnya dilakukan pengamatan yang meliputi bentuk koloni,
tepi, diameter, permukaan, elevasi, konsistensi koloni, status gram bakteri dan sifat
bakteri lainnya. Sebagian jaringan pneumoni diambil untuk dilakukan pemeriksaan
histopatologi. Hasil yang diperoleh disajikan secara deskriptif.
Hasil pemeriksaan makropatologi ditemukan paru-paru yang mengalami atelektasis,
pneumoni intersisial, pneumoni aspirasi dan lobarpneumoni. Hasil penanaman mikroba
ditemukan adanya pertumbuhan bakteri yang berasal dari isolat paru-paru yang
mengalami pneumoni. Hasil pemeriksaan histopatologi diketahui terjadi multifocal
necrotizing chronic fibrinous suppurative bronchopneumonia pada paru-paru yang
mengalami lobarpneumonia dan diffuse catarrhal bronchopneumonia pada kasus
atelektasis. Ada dugaan keterkaitan pertumbuhan bakteri dengan terjadinya pneumoni,
namun adanya pertumbuhan bakteri pada kasus penumonia juga dapat merupakan
bagian infeksi sekunder dari penyakit lain.

Kata kunci : Pneumoni, isolasi bakteri, patologi, Paru-paru, Sapi, Gorontalo

ABSTRACT
Research conducted a follow-up study of the results of the discovery of cases of
pneumonia in the lungs of cattle from slaughterhouses (TPH) in Gorontalo city before.
The purpose of this study was to determine whether there is bacterial growth in the lungs
of cattle that had pneumonia and look at the shape pathology of pneumonia were found.
The method of research is done by inspecting makropatologi experiencing lung
pneumonia. The lungs are experiencing pneumonia put in sterile plastic bags and
transported to the laboratory for microbiological examination. Isolation of bacteria then
done by planting isolates to nutrient agar (NA) and then performed the observations that
includes colony shape, edge, diameter, surface, elevation, consistency colony, status gram
of bacteria and other bacterial properties. Most network pneumonia taken for
histopathological examination. The results obtained are presented descriptively.
Makropatologi examination found that experiencing lung atelectasis, interstitial
pneumonia, aspiration pneumonia and lobarpneumoni. The results of microbial
cultivation reveal any bacterial growth from lung isolates had pneumonia.
Histopathological examination results are known to occur multifocal necrotizing
fibrinous chronic suppurative bronchopneumonia in the lungs that had lobarpneumonia
and diffuse catarrhal bronchopneumonia in the case of atelectasis. There are allegations
association with the occurrence of pneumonia, bacterial growth, but the growth of
bacteria in pneumonia cases may also be part of secondary infection of other diseases.

Keywords: pneumonia, bacterial isolation, pathology, lung, cattle, Gorontalo


PENDAHULUAN kantung plastik steril dan diberi tanda.
Penelitian ini merupakan sebuah Bagian paru-paru yang diambil untuk
penelitian lanjutan dari hasil diperiksa sebelumnya dilakukan
ditemukannya kejadian pneumoni (radang dokumentasi dengan kamera foto digital.
paru-paru) pada sapi yang dipotong di
tempat pemotongan hewan (TPH) di kota Penanaman pada Nutrient Agar (NA)
Gorontalo. Kejadian pneumoni pada Sampel sebanyak 5 gram dihaluskan
organ paru-paru sapi yang dipotong di secara aseptis. Sampel halus sebanyak 1
tempat potong hewan di kota Gorontalo gram dimasukkan kedalam tabung reaksi
telah ditemukan oleh Rokhayati dan yang berisi 9 ml aquades steril untuk
Nugroho (2009). Dari 76 sampel paru sapi selanjutnya dilakukan seri pengenceran
yang diperiksa 49 organ mengalami sampai pada taraf pengenceran 10-6.
pneumoni. Sampai saat ini kejadian Suspensi sampel sebanyak 1 ml dari
tersebut masih sering ditemukan pada sapi masing-masing pengenceran berseri pada
baik yang dipotong ditempat pemotongan teknik dilusi dan dimasukkan ke dalam
hewan atau pemotongan yang sifatnya cawan petri steril, cawan segera ditutup
secara mandiri dilakukan. Nugroho (2013) agar terhindar dari kontaminan. Masing-
juga melaporkan kejadian yang sama pada masing cawan petri berisi hasil
saat melakukan pemeriksaan hewan pengenceran ditambahkan nutrient agar
kurban, yaitu ditemukan kejadian (NA). Segera setelah media dimasukkan,
pneumoni seperti lobus yang terdapat pus cawan petri diputar secara perlahan-lahan
(nanah). Sampai saat ini belum diketahui di atas meja horizontal untuk mengaduk
secara pasti faktor penyebab pneumoni campuran media agar dengan dilusi kultur
dan penyakit apa yang menyebabkan mikroba. Setelah memadat, cawan-cawan
pneumoni tersebut. tersebut diletakkan dalam posisi terbalik.
Gangguan pada paru-paru salah Inkubasi dilakukan pada suhu 37ºC,
satunya dapat disebabkan oleh infeksi diinkubasi selama 18-24 jam. Pengamatan
penyakit dan akan menimbulkan pada media biakan dilakukan setelah
manefestasi peradangan pada tiap media biakan dikeluarkan dari inkubator
lobusnya. Peradangan yang terjadi pada dari waktu yang sudah ditentukan. Hasil
paru-paru sering disebut dengan pengamatan penanaman bakteri yang
pneumoni atau pneumonitis (Corwin, dilakukan meliputi bentuk koloni, tepi,
2001). Faktor penyebab kejadian diameter, permukaan, elevasi dan
pneumoni bisa sangat beragam. Menurut konsistensi koloni. Hasil pertumbuhan
Myint dan Carter (1989), manifestasi koloni bakteri kemudian diambil untuk
pneumoni pada sapi dapat diakibatkan dilakukan pewarnaan untuk mengetahui
oleh virus, bakteri atau kombinasi jenis gram bakteri. Koloni bakteri yang
keduanya, parasit metazoa dan agen-agen tumbuh dimurnikan sebagai isolat murni
fisik/kimia lainnya. Sebagai upaya awal pada medium agar miring.
untuk mengetahui penyebab terjadinya
pneumoni pada sapi tersebut akan Pemeriksaan Histopatologi
dilakukan pemeriksaan salah satunya Bagian paru-paru yang mengalami
dengan melakukan pemeriksaan mikroba pneumoni dipotong selanjutnya
dan pengamatan patologi organ paru-paru dimasukkan dalam gelas kaca kecil steril
yang mengalami pneumoni.. yang telah diberi netral buffer formalin 10
%. Selanjutnya dilakukan dehidrasi
METODE PENELITIAN dengan cara merendam potongan organ
secara berurutan ke dalam alkohol 70%,
Pengambilan Paru-paru Sapi 80%, 95%, dan 98% selama beberapa jam.
Pengambilan sampel dilakukan Kemudian dilakukan clearing atau
segera setelah sapi dipotong dan paru- penjernihan dengan merendam potongan
paru belum dipisahkan dari sapi dan organ dalam Xylol atau Toluena atau
sesegera mungkin dimasukkan kedalam Benzena, kemudian infiltrasi dengan
parafin cair. Tahap berikutnya dilakukan waktu terjadinya pneumoni. Dalam
embedding dan blocking dimana potongan pemeriksaan mikrobiologi ditemukan
organ ditanam pada blok yang telah pertumbuhan bakteri dari semua isolat
disiapkan kemudian disimpan dalam paru-paru sapi yang mengalami pneumoni.
lemari dingin selama 24 jam. Setelah itu Secara umum hasil keseluruhan penelitian
dilakukan sectioning atau pemotongan tersaji dalam tabel 1.
dengan alat mikrotome setebal 5 mikron
dan dilanjutkan dengan pewarnaan dan Tabel 1. Hasil pemeriksaan
mounting dengan metode harris- makropatologi, histopatologi dan
hematoxilin eosin sampai dilakukan morfologi koloni isolat bakteri yang
pengamatan dengan mikroskop. ditemukan pada beberapa sampel paru-
paru sapi yang mengalami pneumoni dari
HASIL DAN PEMBAHASAN TPH di kota Gorontalo.

Hasil Pemeriksaan Mikroba


Berdasarkan hasil pemeriksaan Patologi
Histopatologi
Jmlh
Morfologi Isolat
Gram
mikrobiologi terhadap sampel paru-paru Anatomi isolat bakteri
sapi yang mengalami pneumoni
1. Berwarna putih
ditemukan adanya mikroba khususnya Diffuse susu/krim,tepian rata,
bakteri. Adapun hasil pengamatan Pneumoni catarrhal permukaan licin 1.Positif
intersisial bronchopneum 2 cembung.
terhadap morfologi koloni bakteri onia
2.Negatif
sebagaimana ditunjukkan pada gambar 1. 2. Warna putih,agak
terang, tepi rata
Hasil pemeriksaan terhadap
Multifocal 1.Warna krim tepian
morfologi sel bakteri dan pewarnaan gram necrotizing rata dengan per-mukaan
menunjukkan bahwa isolat bakteri yang Lobar-
chronic cembung
1.Positif
Fibrinous 2
tumbuh pada sampel paru-paru sapi yang pneumoni
suppurative 2.Putih permukaan
2.Negatif
mengalami pneumoni rata-rata hampir bronchopneum cembung tepian rata.
sama yaitu berbentuk batang dan bulat onia
Pneumoni 1.Warna krim, tepi rata
dan tergolong kedalam kelompok gram aspirasi permukaan cembung 1.Positif
negatif dan gram positif sebagaimana - 3 2. Putih tepi tidak rata 2.Negatif
ditunjukkan pada gambar 2. permukaan datar
3. Putih tepi rata
permukaan cembung
Pemeriksaan Patologi Paru-paru Sapi Atelektasis Diffuse 1.Berwarna putih
Hasil pemeriksaan makropatologi catarrhal 2 susu/krim, tepian rata, 1.Positif
bronchopneum permukaan licin 2.Negatif
ditemukan adanya kasus kejadian onia cembung
pneumoni pada sapi yang telah dipotong 2.Warna putih, agak
baik di TPH Biau maupun TPH Andalas. terang, tepi rata

Kasus pneumonia yang ditemukan sangat Pembahasan


beragam yang meliputi atelektasis, Paru-paru merupakan salah satu
pneumonia aspirasi, pneumonia intersisial organ pernafasan bagi makhluk hidup
dan lobarpneumoni (gambar 3). Hasil khususnya mamalia. Paru-paru dapat
pemeriksaan histopatologi dari kasus berfungsi normal apabila dalam keadaan
lobarpneumoni diketahui mengalami sehat dan tidak terinfeksi suatu agen kimia
multifocal necrotizing chronic fibrinous maupun agen biologi. Agen biologi yang
suppurative bronchopneumonia dan kasus dapat bersifat patogen pada paru-paru
atelektasis serta pneumoni intersisial dapat berupa bakteri, jamur, parasit
mengalami diffuse catarrhal maupun virus. Hasil penelitian
bronchopneumonia. menunjukkan bahwa paru-paru sapi yang
Beberapa kasus pneumoni mengalami pneumoni setelah dilakukan
menunjukkan hasil yang berbeda dalam uji mikrobiologis ditemukan adanya
pemeriksaan histopatologi. Adanya pertumbuhan mikroorganisme khususnya
perbedaan histopatologi terkait dari jenis adalah kelompok bakteri.
agen penyebab pneumoni dan lamanya
memyebabkan penyakit. Banyak
mikroorganisme tumbuh pada permukaan
tubuh host tanpa menyerang jaringan
tubuh dan merusak fungsi normal tubuh.
Flora normal dalam tubuh umumnya tidak
patogen, namun pada kondisi tertentu
dapat menjadi patogen oportunistik
(ikutan). Penyakit timbul bila infeksi
menghasilkan perubahan pada fisiologi
normal tubuh. Dalam keadaan normal
darah dan jaringan merupakan bagian
tubuh yang steril dari flora normal
(Guyton, 1997). Adanya migrasi flora
normal saluran pernafasan bagian atas ke
paru-paru dan bertahan hidup di dalam
paru-paru diduga menjadi penyebab
terjadinya pneumoni. Adanya infeksi
infeksi akibat agen patogen yang lain juga
dapat menjadi munculnya infeksi
sekunder pada paru-paru.

Gambar 1. Morfologi isolat


mikroorganisme dari paru-paru sapi asal
TPH di kota Gorontalo yang mengalami
pneumoni
Adanya pertumbuhan bakteri isolat
paru-paru sapi yang mengalami pneumoni
diduga merupakan flora normal yang
berasal dari sistem pernafasan bagian atas
seperti rongga hidung, laring dan trakea.
Paru-paru sapi yang sehat atau normal
idealnya tidak terdapat adanya bakteri
yang tergolong flora normal. Flora normal
adalah kumpulan mikroorganismeyang
secara alami terdapat pada tubuh hewan
atau manusia normal dan sehat.
Kebanyakan flora normal yang terdapat
pada tubuh hewan dan manusia adalah
dari jenis bakteri. Namun beberapa virus,
jamur, dan protozoa juga dapat ditemukan
pada host yang sehat. Untuk dapat
menyebabkan penyakit, mikroorganisme
patogen harus dapat masuk ke tubuh host, Gambar 2. Morfologi sel bakteri yang
namun tidak semua pertumbuhan ditemukan pada paru-paru sapi yang
mikroorganisme dalam tubuh host dapat mengalami pneumoni.
Hasil penelitian ini menarik untuk pembesaran septa interstisial dan
diulas mengingat sapi yang dipilih berwarna warna putih mencolok pada
merupakan sapi pilihan yang rata-rata paru-paru (3c tanda panah). Lobus paru-
gemuk dan secara fisik tampak sehat, paru yang mengalami pneumoni
namun pada kenyataannya setelah interstisial tampak berubah warna lebih
dilakukan pemeriksaan makropatologi pucat (tanda lingkaran) yang diduga
terhadap organ paru-paru sapi, ada akibat kekurangan suplai darah
beberapa organ ditemukan adanya kasus dibandingkan dengan lobus yang lain
pneumoni. Hal ini menunjukkan bahwa yang tampak berwarna lebih pink.
sapi saat hidup sudah mengalami sakit Merujuk pada pernyataan Gabor (2003),
belum terlalu parah serta tidak pneumoni interstisial ini termasuk ke
menunjukkan gejala klinis. dalam kategori pneumoni dengan lokasi
Paru-paru sapi normal akan tampak yang dangkal, artinya eksudat ditemukan
berwarna pink dan multilobularis. Pada di jaringan antara.
saat palpasi konsistensi paru-paru seperti Bentuk pneumoni selanjutnya adalah
bunga karang atau spon (gambar 3a). Pada pneumoni aspirasi, yaitu infeksi paru-paru
kejadian atelektasis paru-paru ditemukan yang disebabkan oleh terhirupnya bahan-
dengan ukuran lebih kecil dari ukuran bahan ke dalam saluran pernafasan
normalnya (gambar 3b). Atelektasis (gambar 3d). Pneumoni ini sering sekali
adalah pengkerutan sebagian atau seluruh dialami oleh sapi-sapi yang dipotong
lobus paru-paru akibat penyumbatan (Ressang, 1984). Hal ini masih bersifat
saluran udara (bronkus maupun wajar karena pada saat pemotongan
bronkiolus) atau akibat pernafasan yang saluran pernafasan dan saluran
sangat dangkal (Corwin, 2001). Penyebab pencernaan dipotong secara bersamaan,
utama terjadinya atelektasis adalah adanya sehingga pada saat sapi bereaksi terhadap
penyumbatan pada bronkus. Bronkus sayatan pisau, sapi akan melakukan
merupakan percabangan utama dari trakea inspirasi yang sangat kuat dan pada
yang langsung menuju ke paru-paru. akhirnya akan menyebabkan isi dari
Penyumbatan dapat pula terjadi pada saluran pencernaan terhisap masuk sampai
saluran pernafasan yang lebih kecil. ke paru-paru. Kejadian seperti ini sering
Beberapa faktor penyumbat bisa ditemukan pada saat pemotongan trachea,
diakibatkan oleh gumpalan lendir, tumor, arteri carotis comunis, vena jugularis dan
benda asing yang terhisap ke dalam oesophagus dilakukan secara bersamaan.
bronkus atau adanya cacing (Fox dkk., Bakteri yang tumbuh pada media diduga
2002). Menurut Goergi dan Bowman merupakan bakteri kontaminan yang
(2009), cacing Dictyocaulus viviparus berasal dari saluran pencernaan saat
dapat mengakibatkan paru-paru dipotong.
mengalami penyumbatan. Apabila saluran Kasus lobarpneumoni juga
pernafasan tersumbat, udara di dalam ditemukan dalam penelitian ini.
alveoli akan terserap ke dalam aliran Lobarpneumoni dikategorikan juga ke
darah sehingga alveoli akan menciut dan dalam pneumonia crouposa atau
memadat. Jaringan paru-paru yang pneumoni fibrinosa (Graydon dkk., 1993;
mengkerut akan terisi dengan sel darah, Ressang, 1984). Lobarpneumoni berbeda
serum, lendir dan kemudian dapat dengan bronchopneumoni, jika
mengalami infeksi. Kejadian atelektasis lobarpneumoni radang terjadi hanya pada
ini juga pernah ditemukan kasusnya pada satu lobus tertentu sedangkan
sapi yang dipotong di TPH kota Gorontalo brochopneumoni terjadi hampir pada
oleh Rokhyati dan Nugroho (2009). seluruh lobus paru-paru. Bentuk pertama
Pneumoni interstisial adalah proses paru-paru yang mengalami
inflamasi yang lebih atau terbatas pada lobarpneumoni tampak mengalami edema.
dinding alveolar dan jaringan peribroncial Edema paru adalah akumulasi cairan di
atau interlobular (gambar 1c). Pada paru-paru akibat peningkatan tekanan
pneumoni interstisial tampak jelas telihat intravaskular. Edema paru terjadi oleh -
(a) (b)

(c) (d)

(c) (d)
(e) (f)

Gambar 3. Berbagai bentuk kasus pneumoni yang ditemukan dari TPH di kota
Gorontalo yang diduga merupakan akibat dari adanya infeksi penyakit. Paru-paru
sapi normal (a), atelektasis (b), pneumoni intersisial (c), pneumoni aspirasi (d), edema
pada lobarpneumoni (e) dan lobarpneumoni disertai adanya pus (nanah).

Edema paru adalah akumulasi cairan di kembali ke darah atau melalui saluran
paru-paru akibat peningkatan tekanan limfatik. Pada paru-paru tampak daerah
intravaskular. Edema paru terjadi oleh yang mengalami edema berwarna lebih
karena adanya aliran cairan dari darah ke merah (hiperemia) dibandingkan warna
ruang intersisial paru yang selanjutnya ke paru-paru. Terlihat adanya akumulasi
alveoli paru, melebihi aliran cairan cairan darah yang terjebak dalam ruang-
ruang alveoli yang sudah tampak diduga terdapat 14 jenis bakteri yang
mengalami kematian sel (gambar 3e). ditemukan pada paru-paru sapi yang
Bentuk lain lobarpneumoni yang mengalami pneumoni yang ditandai
ditemukan adalah adanya lobus paru-paru dengan perbedaan morfologi koloni dan
yang mengalami radang yang morfologi sel serta responnya terhadap
mengandung nanah (gambar 3f). Kondisi perwarnaan gram. Paru-paru yang
paru-paru seperti ini bisa disebut dengan mengalami atelektasis secara
lobarpneumonia. Menurut ressang (1984), histopatologi mengalami multifocal
pada kejadian pneumonia lobar yang necrotizing chronic fibrinous suppurative
mengalami hepatisasi grey (kelabu) fibrin bronchopneumonia, sedangkan paru-paru
akan mengisi seluruh ruangan alveoli dan yang mengalami lobarpneumonia
pembuluh darah di dalam septa sekarang diketahui paru-paru mengalami diffuse
tertekan dan tertututp oleh fibrin tersebut. catarrhal bronchopneumonia..
Paru-paru dalam keadaan ini sangat
kekurangan darah. Kekurangan darah dan UCAPAN TERIMAKASIH
adanya jumlah besar leukosit di dalam
alveoli memberikan warna kelabu pada Ucapan terimaksih kami sampaikan
paru-paru. Pada kasus lobarpneumonia kepada Lembaga Penelitian Universitas
proses patologisnya ada beberapa fase Negeri Gorontalo (UNG) atas dukungan
yaitu red hepatisation (perdarahan dana yang diberikan sehingga penelitian
hemoragic), gray hepatisation ini dapat selesai tanpa hambatan. Ucapan
(peradangan fibrin ditandai adanya terimakasih juga kami sampaikan kepada
exsudat fibrin), yellow hepatisation jajaran pimpinan Jurusan Biologi dan
(peradangan yang disertai nanah atau Dekan Fakultas Matematika dan Ilmu
abses). Pengetahuan Alam UNG atas dukungan
Hasil pemeriksaan histopatologi pada yang diberikan serta pihak laboratorium
paru-paru yang mengalami atas izin yang diberikan dalam
lobarpneumonia diketahui paru-paru penggunaan laboratorium.
mengalami multifocal necrotizing chronic
fibrinous suppurative bronchopneumonia, DAFTAR PUSTAKA
sedangkan paru-paru yang mengalami
atelektasis dan pneumoni intersisial Badan Standardisasi Nasional. 1999.
diketahui paru-paru mengalami diffuse Standar Nasional Indonesia
catarrhal bronchopneumonia. Beberapa (SNI) 01-6159-199, Tentang
penyakit bakteri diketahui dapat Rumah Potong Hewan. Jakarta.
mengakibatkan perubahan patologi pada
paru-paru sapi misalnya seperti penyakit Batan, I Wayan. 2002. Sapi Bali Dan
ngorok sapi atau sering dikenal juga Penyakitnya. Fakultas
dengan Septicemia epizotica (SE), Kedokteran Hewan. Universitas
Tuberkulosis (TBC) dan penyakit lain Udayana. Denpasar-Bali.
yang disebabkan oleh bakteri flora normal
saluran pernafasan seperti Streptococcus Corwin, Elisabeth. J. 2001. Patofisiologi.
sp., Staphylococcus sp., Klebsiela sp. dan (Alih Bahasa, Brahm, U.).
lain sebagainya atau bisa juga akibat dari Penerbit EGC. Jakarta.
bakteri saluran pencernaan seperti
golongan bakteri Enterobacteriaceae sp. Dean. G.S., S. Rhodes, M. Coad, A.O.
Whela, P.J. Cockle, D.J.
KESIMPULAN Clifford, R.G. Hewinson and
H.M. Vordermeir. 2005.
Terdapat mikroba jenis bakteri pada Minimum infective dose of
sampel paru-paru sapi yang berasal dari Mycobacterium bovis in cattle.
TPH di kota Gorontalo mengalami Infection and Immunity 73(10):
pneumoni. Hasil pengamatan morfologi 6467 – 6471.
Myint, A. and G.R. Carter 1989.
Fox, J.G., Anderson, L.C., Loew, F.M., Prevention of haemorrhagic
dan Quimby, F.W. 2002. septicaemia in buffaloes and
Laboratory Animal Medicine. cattle with live vaccine. Vet.
Seconf Edition. Academic Rec.:124.
Press. San diego, California. Natalia, L. dan A. Priadi. 2001.
USA. Polymerase chain reaction
optimization for the detection of
Gabor, L. J. 2003. Pneumonia in a Dairy Pasteurella multocida B:2, the
Cow: Study Case in Australia. causative agent of
Australian Veterinary Journal Haemorrhagic Septicaemia.
(Aust Vet J); vol 81. JITV, 6: 280 – 284

Georgi, J.R., dan Bowman, D.D. 2009. Natalia, Lily., dan Priadi, Adin. 2008.
Georgis' Parasitology for Penyakit Septicemia Epizootica :
Veterinarians. Ninth Edition. Penelitian Penyakit dan Usaha
Saunders an Imprict of Pengendaliannya pada Sapid an
Elsevier Inc. Kerbau di Indonesia. Balai
Penelitian Veteriner. Bogor.
Graydon, R.J., B.E. Patten and H. Hamid
1993. The Pathology of Nugroho, T. A. E. 2013. Laporan
Experimental Haemorrhagic Pemeriksaan Hewan Kurban
Septicaemia in Cattle and (Ante-mortem dan Post-
Buffalo. Pasteurellosis in mortem). Universitas Negeri
Production Animals. ACIAR Gorontalo.
Proc. No. 43
Ressang, A. 1984. Patologi Khusus
Guyton, A.C. and J. E. Hall. (1997). Buku Veteriner. Team Leader IFAD
Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi Project: Bali.
9. Penerbit Buku Kedokteran
EGC. Jakarta. Rimler. R.B. and K.R. Rhoades. 1989.
Pasteurella multocida :
Hui,Y.H. 2001. Food- Borne Diseases Pasteurella and Pasteurellosis.
Handbook. 2nd ed. Dekker CRC Academic Press. Horcout Brace
Press. 475 pp. Javanovich Publisher. London.
131-160.
Jawetsz E., J. L. Melnick and E. A.
Adelberg. 1976. Principles of Rokhayati, U. A., dan Nugroho, T. A. E.
Diagnostic Medical 2009. Prevalensi Pneumoni
Microbiology: Review of dan Fascioliosis pada sapi
Medical Microbiology.12th yang dipotong di Tempat
Edition. Publication Lange Pemotongan Hewan di Kota
Medical, California. Gorontalo. Laporan Penelitian
Dasar Keilmuan - PNBP.
Johnson, L., G. Dian, S. Rhodes, G. Universitas Negeri Gorontalo.
Hewinson, M. Vordemeir and A.
Wangoo. 2007. Low-dose Setiawan. E.D. danA. Sjamsudin. 1988.
Mycobacterium bovis infection Isolasi dan identifikasi
in cattle results in pathology Pasteurella multocida dari sapi
indistinguishable from that of Bali di Kupang, Nusa Tenggara
high-dose infection. Timur. Penyakit Hewan. 20:5-7.
Tuberculosis 87: 71 – 76.
Soejoedono, R. 2004. Zoonosis. Lab.
Kesmavet, Fakultas Kekokteran
Hewan Institut Pertanian Bogor,
Bogor.

Subronto. 2003. Ilmu Penyakit Ternak


(mamalia) I. Edisi ke-2. Gadjah
Mada University Press.
Yogyakarta.

Sumadi, Pasaribu F. H., Pudjiatmokot,


Mariana, S. R, Irawati, T. dan
Amijaya, D. 2005. Isolasi dan
Identifikasi Biokimia
Pasteurella multocida Asal Sapi
yang Dipotong di rumah
Pemotongan Hewan (PH)
Cakung. Balai Besar Pengujian
Mutu dan Sertifikasi Obat
Hewan.

Tono, Ketut, P.G dan Besung, I.N.K.


1994. Ilmu Penyakit Bakterial.
Program Studi Kedokteran
Hewan. Universitas Udayana.

Priadi, A., dan L. Natalia. 2000.


Patogenesis septicaemia
epizootica (SE) pada
sapi/kerbau : gejala klinis,
perubahan patologis, reisolasi,
deteksi Pasteurella multocida
dengan media kultur dan
polymerase chain reaction
(PCR). JITV, 5: 65 – 71

The National Advisory Committee on


Occupational Safety and Health
(NACOSH) will hold a public
meeting Dec. 9, 1997, in
Washington, DC.

Anda mungkin juga menyukai