Anda di halaman 1dari 96

UNIVERSITAS INDONESIA

SINTESIS BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT


DENGAN METODE ELEKTROLISIS PLASMA KATODIK

SKRIPSI

JEREMIA JAN CHANDRA PRANATA


1306414223

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
DEPOK
MEI 2017

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


UNIVERSITAS INDONESIA

SINTESIS BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT


DENGAN METODE ELEKTROLISIS PLASMA KATODIK

SKRIPSI

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

JEREMIA JAN CHANDRA PRANATA


1306414223

FAKULTAS TEKNIK
PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA
DEPOK
MEI 2017

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS

Diajukan sebagai salah satu syarat untuk memperoleh gelar sarjana

Skripsi ini adalah hasil karya saya sendiri dan semua sumber, baik yang
dikutip maupun dirujuk telah saya nyatakan dengan benar

Nama : Jeremia Jan Chandra Pranata


NPM : 1306414223
Tanda Tangan :

Tanggal : 2 Mei 2017

iii
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


HALAMAN PENGESAHAN

Skripsi ini disusun oleh


Nama : Jeremia Jan Chandra Pranata
NPM : 1306414223
Program Studi : Teknik Kimia
Judul : Sintesis Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit dengan
Metode Elektrolisis Plasma Katodik

Telah berhasil dipertahankan di hadapan Dewan Penguji dan diterima


sebagai persyaratan menjadi Sarjana Teknik pada Program Studi Teknik
Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.

DEWAN PENGUJI
Pembimbing : Prof. Dr. Ir. Nelson Saksono, M.T. ( )

Penguji 1 : Ir. Dewi Tristantini, M.T., Ph.D. ( )

Penguji 2 : Prof. Ir. Sutrasno Kartohardjono, M.Sc., Ph.D. ( )

Ditetapkan di : Departemen Teknik Kimia Universitas Indonesia, Depok


Bulan : Mei 2017

iv
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


KATA PENGANTAR

Puji syukur penulis panjatkan kepada Tuhan yang Maha Esa atas berkat,
penyertaan, dan anugerah-Nya, penulis dapat menyelesaikan skripsi ini tepat pada
waktunya. Skripsi berjudul “Sintesis Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit dengan
Metode Elektrolisis Plasma Katodik” ini disusun untuk memenuhi salah satu
persyaratan akademis dalam meraih gelar Sarjana Teknik di Program Studi Teknik
Kimia, Departemen Teknik Kimia, Fakultas Teknik, Universitas Indonesia.
Skripsi ini pun tidak akan terealisasi tanpa adanya bantuan dari berbagai
pihak. Oleh karena itu, penulis juga ingin menyampaikan terima kasih kepada
1. Andreas Chandra Suciadi dan Lucia Megah Janthi selaku orang tua penulis
yang memberikan doa, dukungan, kasih sayang, dan perhatian, baik moral
maupun material;
2. Prof. Dr. Ir. Nelson Saksono, M.T. selaku dosen pembimbing atas ilmu
pengetahuan, bimbingan, masukan, waktu, dan tenaga yang diberikan
sehingga penulis dapat menyelesaikan seminar ini dengan baik;
3. Prof. Ir. Sutrasno Kartohardjono, M.Sc., Ph.D. selaku Ketua Departemen
Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia;
4. Dr. Eva F. Karamah, S.T., M.T. selaku Kepala Laboratorium Intensifikasi
Proses Departemen Teknik Kimia Fakultas Teknik Universitas Indonesia;
5. Seluruh dosen Departemen Teknik Kimia UI yang telah mendidik dan
memberikan penulis berbagai ilmu selaku mahasiswa Teknik Kimia;
6. Mbak Reni Warni selaku laboran yang selalu sabar, menyemangati, dan
membantu berbagai aktivitas di laboratorium, dan segenap laboran lainnya;
7. Kevin Alexander, Ryan Andriant, Angeline Paramitha, Mahahera Bastinov
Putri Almagistra, dan Vanessa Geraldine sebagai teman-teman terbaik yang
selalu mendukung, menghibur, dan berbagi cerita;
8. Ratih Andita, Chandra Dewi, Zainah, Aulia Rahmi, dan Raden Ridzki
sebagai teman satu dosen pembimbing atas dukungan, ilmu, dan kerja
samanya;
9. Teman DTK UI Angkatan 2013, keluarga besar, dan pihak-pihak lain yang
telah mendukung dan membantu yang tidak dapat disebutkan satu per satu.

v
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


Penulis sangat berterima kasih atas semua dukungan yang telah diberikan.
Kiranya Tuhan memberkati mereka semua yang telah mendukung penulis
menyelesaikan skripsi ini. Penulis juga menyadari masih banyak kekurangan
disebabkan oleh keterbatasan kemampuan penulis, kurangnya sarana prasarana, dan
lain sebagainya. Namun di balik semua kekurangan yang ada, penulis tetap
berharap bahwa skripsi ini dapat bermanfaat bagi banyak pihak untuk memperkaya
wawasan serta sebagai bentuk kontribusi nyata bagi perkembangan dunia
pendidikan dan ilmu pengetahuan, khususnya terkait dengan bidang Teknik Kimia.

Depok, 2 Mei 2017

Penulis

vi
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI
TUGAS AKHIR UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS

Sebagai sivitas akademik Universitas Indonesia, saya yang bertanda tangan di


bawah ini:

Nama : Jeremia Jan Chandra Pranata


NPM : 1306414223
Program Studi : Teknik Kimia
Departemen : Teknik Kimia
Fakultas : Teknik
Jenis Karya : Skripsi

Demi pengembangan ilmu pengetahuan, menyetujui untuk memberikan kepada


Universitas Indonesia Hak Bebas Royalti Noneksklusif (Non-exclusive Royalty
Free Right) atas karya ilmiah saya yang berjudul:

SINTESIS BIODIESEL DARI MINYAK KELAPA SAWIT


DENGAN METODE ELEKTROLISIS PLASMA KATODIK

Beserta perangkat yang ada (jika diperlukan). Dengan Hak Bebas Royalti
Noneksklusif ini, Universitas Indonesia berhak menyimpan, mengelola dalam
bentuk pangkalan data (database), mengalihmedia/formatkan, merawat, dan
mempublikasikan tugas akhir saya selama tetap mencantumkan nama saya sebagai
penulis/pencipta dan sebagai pemiliki Hak Cipta.

Demikian pernyataan ini saya buat dengan sebenarnya.


Dibuat di : Depok
Pada tanggal : 2 Mei 2017
Yang menyatakan,

(Jeremia Jan Chandra Pranata)

vii
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


ABSTRAK

Nama : Jeremia Jan Chandra Pranata


Program Studi : Teknik Kimia
Judul : Sintesis Biodiesel dari Minyak Kelapa Sawit dengan Metode
Elektrolisis Plasma Katodik

Sintesis biodiesel dengan elektrolisis plasma sangatlah menjanjikan.


Penelitian ini bertujuan mendapatkan efisiensi yang tinggi dalam sintesis biodiesel
dari minyak kelapa sawit dengan metode elektrolisis plasma katodik. Bahan baku
adalah minyak kelapa sawit, metanol, dan katalis KOH. Variasi percobaan meliputi
kedalaman katoda, rasio molar minyak dengan metanol, tegangan operasi, dan
penambahan gelembung udara. Yield tertinggi yang didapat adalah 98,76% pada
kondisi kedalaman katoda 3 cm, rasio molar minyak-metanol 1:24, tegangan
operasi 460 volt, dan tanpa gelembung udara. Efisiensi energi terbaik adalah 604
J/ml pada kondisi kedalaman katoda 3 cm, rasio molar minyak-metanol 1:24,
tegangan operasi 300 volt, dan tanpa gelembung udara. Efisiensi proses yang tinggi
terbukti mampu didapatkan dengan penggunaan plasma katodik. Hasil ini
menunjukkan bahwa metode elektrolisis plasma katodik efektif digunakan dalam
sintesis biodiesel.

Kata kunci : biodiesel, elektrolisis plasma, yield, efisiensi energi.

viii
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


ABSTRACT

Name : Jeremia Jan Chandra Pranata


Major : Teknik Kimia
Title : Synthesis of Biodiesel from Palm Oil by Using Cathodic Plasma
Electrolysis

Synthesis of biodiesel by using plasma electrolysis is very promising. This


study aims to obtain high efficiency in the synthesis of biodiesel from palm oil by
using cathodic plasma electrolysis method. The raw materials are palm oil,
methanol, and KOH catalyst. Variations consist of cathode depth, oil-methanol
molar ratio, operating voltage, and the addition of air bubbles. The highest yield of
98.76% is obtained on the condition of cathode depth of 3 cm, oil-methanol molar
ratio of 1:24, operating voltage of 460 volts, and without air bubbles. The best
energy efficiency of 604 J/ml is obtained on the condition of cathode depth of 3 cm,
oil-methanol molar ratio of 1:24, operating voltage of 300 volts, and without air
bubbles. High process efficiency is proved to be obtained by the use of cathodic
plasma. These results indicate that cathodic plasma electrolysis method is effective
to be used in the synthesis of biodiesel.

Keywords: biodiesel, plasma electrolysis, yield, energy efficiency.

ix
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


DAFTAR ISI

HALAMAN PERNYATAAN ORISINALITAS .................................................. iii


HALAMAN PENGESAHAN ............................................................................... iv
KATA PENGANTAR ............................................................................................ v
HALAMAN PERNYATAAN PERSETUJUAN PUBLIKASI TUGAS AKHIR
UNTUK KEPENTINGAN AKADEMIS ............................................................. vii
ABSTRAK ........................................................................................................... viii
ABSTRACT ........................................................................................................... ix
DAFTAR ISI ........................................................................................................... x
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ xii
DAFTAR TABEL ................................................................................................ xiii
BAB 1 PENDAHULUAN ...................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang .............................................................................................1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................3
1.3 Tujuan Penelitian .........................................................................................3
1.4 Batasan Masalah ..........................................................................................4
1.5 Sistematika Penulisan ..................................................................................4
BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA ............................................................................. 6
2.1 Prinsip Dasar Sintesis Biodiesel ..................................................................6
2.2 Reaksi Elektrolisis dan Elektrolisis Plasma .................................................7
2.3 Sintesis Biodiesel dengan Metode Elektrolisis Plasma .............................10
2.4 Katalis dalam Sintesis Biodiesel ................................................................13
2.5 Biodiesel Generasi Pertama dan Kedua .....................................................14
2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Elektrolisis Plasma ...............16
2.6.1 Tegangan Listrik ............................................................................16
2.6.2 Dimensi dan Kedalaman Elektroda ...............................................18
2.6.3 Elektroda Tempat Plasma Terbentuk .............................................20
2.6.4 Temperatur Larutan .......................................................................21
2.6.5 Konsentrasi Larutan Elektrolit .......................................................22
2.6.6 Penambahan Gelembung Udara .....................................................23
2.7 State of The Art .........................................................................................24
BAB 3 METODE PENELITIAN ......................................................................... 26
3.1 Kegiatan Utama .........................................................................................26
3.2 Persiapan Alat dan Bahan ..........................................................................29
3.2.1 Persiapan Alat ................................................................................29
3.2.2 Persiapan Bahan .............................................................................31
3.3 Prosedur Kegiatan ......................................................................................32
3.3.1 Tahap Karakterisasi Kondisi Proses Konversi Biodiesel dengan
Reaktor Elektrolisis Plasma ...................................................................................32
3.3.2 Pengujian Awal Minyak ................................................................32
3.3.3 Sintesis Biodiesel ...........................................................................33
3.3.4 Pemurnian Biodiesel ......................................................................33
3.3.5 Pengujian Akhir Produk Biodiesel .................................................34
3.4 Variabel Penelitian.....................................................................................34
3.4.1 Karakterisasi Plasma ......................................................................34
3.4.2 Sintesis Biodiesel ...........................................................................34
3.5 Pengujian ...................................................................................................35

x
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


DAFTAR ISI (lanjutan)

3.5.1 Uji FTIR dan Gas Chromatography ..............................................35


3.5.2 Uji Densitas ....................................................................................36
3.5.3 Uji Viskositas Kinematik ...............................................................37
3.5.4 Uji Angka Asam ............................................................................37
3.5.5 Uji Kadar Air .................................................................................38
3.5.6 Perhitungan Yield dan Konsumsi Energi Spesifik .........................38
BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................ 39
4.1 Sintesis dan Separasi Biodiesel .................................................................39
4.2 Pengaruh Kedalaman Plasma terhadap Yield Biodiesel ............................42
4.3 Pengaruh Rasio Molar Minyak-Metanol terhadap Yield Biodiesel ...........45
4.4 Pengaruh Tegangan Operasi terhadap Yield Biodiesel ..............................48
4.5 Pengaruh Penambahan Gelembung Udara terhadap Yield Biodiesel ........49
4.6 Karakterisasi Biodiesel ..............................................................................51
4.6.1 Uji Kandungan Metil Ester ............................................................51
4.6.2 Uji Densitas ....................................................................................52
4.6.3 Uji Viskositas Kinematik ...............................................................52
4.6.4 Uji Angka Asam ............................................................................54
4.6.5 Uji Kadar Air .................................................................................55
4.7 Konsumsi Energi Spesifik .........................................................................56
BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN ................................................................ 60
5.1 Kesimpulan ................................................................................................60
5.2 Saran ..........................................................................................................61
DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................... 62
LAMPIRAN A CARA PERHITUNGAN ............................................................ 68
A.1 Perhitungan Bahan Baku ..............................................................................68
A.2 Perhitungan Densitas ...................................................................................68
A.3 Perhitungan Viskositas Kinematik ...............................................................68
A.4 Perhitungan Angka Asam ............................................................................68
A.5 Perhitungan Kadar Air .................................................................................68
A.6 Perhitungan Yield Sintesis Biodiesel ...........................................................69
A.7 Perhitungan Konsumsi Energi Spesifik .......................................................69
LAMPIRAN B DATA PENELITIAN DAN PERHITUNGAN YIELD .............. 70
B.1 Data Karakterisasi ........................................................................................70
B.2 Data Separasi Biodiesel................................................................................71
B.3 Perhitungan Yield .........................................................................................71
B.4 Perhitungan Konsumsi Energi Spesifik .......................................................72
LAMPIRAN C HASIL UJI GC, VISKOSITAS, DAN KADAR AIR ................. 73
C.1 Hasil GCMS Bahan Baku ............................................................................73
C.2 Hasil GC-FID Sampel ..................................................................................74
C.3 Hasil Uji Viskositas Kinematik ....................................................................81
C.4 Hasil Uji Kadar Air ......................................................................................82

xi
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1. Reaksi Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit .............................. 6


Gambar 2.2. Hubungan Tegangan dan Arus Proses Elektrolisis Plasma .......... 10
Gambar 2.3. Reaksi Hidrolisis Ester dan Pembentukan Sabun ......................... 11
Gambar 2.4. Hipotesis Tahapan Mekanisme Reaksi ......................................... 12
Gambar 2.5. Kemungkinan Jalur Deoksigenasi Trigliserida ............................. 15
Gambar 2.6. Efek Tegangan terhadap Pembentukan Radikal H· ...................... 16
Gambar 2.7. Korelasi Arus dan Tegangan pada Elektrolisis Plasma dengan
Elektrolit Na2SO4 .......................................................................... 17
Gambar 2.8. Produksi Radikal Hidroksil sebagai Fungsi Kedalaman Anoda pada
700 V dan Konsentrasi KOH 0,02 M............................................ 19
Gambar 2.9. Korelasi Kedalaman Elektroda dengan Kebutuhan Daya Energi . 19
Gambar 2.10. Kurva V-I Plasma Katodik dan Anodik Elektrolisis Plasma
Larutan Metanol 99,5% dengan Tambahan Elektrolit NaOH....... 20
Gambar 2.11. Kurva V-I pada Setiap Temperatur untuk Larutan NaOH 0.1 M . 22
Gambar 2.12. Hubungan Rapat Daya dengan Temperatur pada Beberapa Nilai
Konsentrasi ................................................................................... 23
Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian Sintesis Biodiesel................................... 28
Gambar 3.2. Skema Rangkaian Peralatan .......................................................... 30
Gambar 3.3. Rangkaian Listrik yang Dihubungkan dengan Reaktor ................ 30
Gambar 3.4. Skema Pelindung Elektroda Tempat Terbentuknya Plasma ......... 31
Gambar 3.5. Tahapan Analisis Pengujian Angka Asam .................................... 38
Gambar 4.1. Visualisai Plasma Katodik dan Anodik ........................................ 39
Gambar 4.2. Perbandingan Karakterisasi Plasma Katodik dan Anodik pada
Sintesis Biodiesel dengan Perbandingan Molar Minyak:Metanol
sebesar 1:24, Kedalaman 0 cm, Katalis KOH 1% dari Massa
Minyak .......................................................................................... 40
Gambar 4.3. (a) Plasma Saat Awal Sintesis; (b) Plasma Saat Mendekati Akhir
Sintesis .......................................................................................... 41
Gambar 4.4. (a) Crude Biodiesel; (b) Pemisahan Pertama; (c) Pemisahan Kedua;
(d) Pemanasan ............................................................................... 41
Gambar 4.5. Fenomena Plasma dengan Kedalaman Katoda (a) 0 cm; (b) 1 cm;
(c) 3 cm ......................................................................................... 42
Gambar 4.6. Rataan Arus yang Terbaca ............................................................ 43
Gambar 4.7. Yield Biodiesel saat Sintesis pada Kedalaman 0, 1, dan 3 cm ...... 44
Gambar 4.8. Fenomena Plasma dengan Rasio Molar (a) 1:12; (b) 1:24............ 45
Gambar 4.9. Karakterisasi Campuran Minyak:Metanol sebesar 1:12 dan 1:24 46
Gambar 4.10. Yield Biodiesel saat Sintesis dengan Rasio Molar 1:12 dan 1:24 . 46
Gambar 4.11. Fenomena Plasma dengan Tegangan Operasi (a) 300 volt; (b) 460
volt ................................................................................................ 48
Gambar 4.12. Yield Biodiesel saat Sintesis dengan Tegangan Operasi 300 Volt
dan 460 Volt .................................................................................. 48
Gambar 4.13. Yield Biodiesel saat Sintesis tanpa dan dengan Gelembung Udara
....................................................................................................... 50
Gambar 4.14. Konsumsi Energi Spesifik Percobaan Sintesis Biodiesel ............. 57
Gambar 4.15. Perbedaan Konsumsi Energi Spesifik Percobaan Plasma Katodik
dan Anodik .................................................................................... 58

xii
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


DAFTAR TABEL

Tabel 2.1. Karakterisasi Biodiesel ........................................................................ 7


Tabel 2.2. Perbandingan Petrodiesel, Biodiesel G1, Biodiesel G2 .................... 16
Tabel 2.3. State of The Art .................................................................................. 25
Tabel 3.1. Alat-Alat Penelitian ........................................................................... 29
Tabel 3.2. Karakterisasi Plasma ......................................................................... 34
Tabel 3.3. Uji Sintesis Biodiesel CGDE............................................................. 34
Tabel 3.4. Daerah Serapan Gugus Tertentu pada Uji FTIR ............................... 35
Tabel 4.1. Konsumsi Energi Spesifik berdasarkan Kedalaman Katoda ............. 44
Tabel 4.2. Konsumsi Energi Spesifik berdasarkan Rasio Molar Minyak dengan
Metanol .............................................................................................. 47
Tabel 4.3. Konsumsi Energi Spesifik berdasarkan Tegangan Operasi............... 49
Tabel 4.4. Konsumsi Energi Spesifik berdasarkan Penambahan Gelembung
Udara ................................................................................................. 51
Tabel 4.5. Kandungan Metil Ester pada Biodiesel ............................................. 51
Tabel 4.6. Densitas Bahan Baku Minyak dan Biodiesel .................................... 52
Tabel 4.7. Viskositas Biodiesel .......................................................................... 53
Tabel 4.8. Angka Asam Biodiesel ...................................................................... 54
Tabel 4.9. Kadar Air Bahan Baku Minyak dan Biodiesel .................................. 55
Tabel 4.10. Perhitungan Konsumsi Energi Spesifik pada Percobaan Plasma
Katodik dan Anodik .......................................................................... 58
Tabel B.1. Data Arus dan Tegangan pada Karrakterisasi di Berbagai
Percobaan .......................................................................................... 70
Tabel B.2. Penjelasan Sampel ............................................................................. 71
Tabel B.3. Data Volume Sampel selama Proses Separasi................................... 71
Tabel B.4. Tabel Perhitungan Yield Percobaan .................................................. 71
Tabel B.5. Tabel Perhitungan Konsumsi Energi Spesifik ................................... 72

xiii
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


BAB 1
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Indonesia merupakan negara importir minyak dan BBM terbesar kedua di
dunia pada tahun 2015. Kebutuhan BBM terus meningkat sementara kemampuan
produksi kilang nasional cenderung stagnan atau menurun. Salah satu penyebabnya
adalah meningkatnya perkembangan industri di Indonesia. Industri yang
berkembang pesat ikut mendorong peningkatan konsumsi bahan bakar diesel. Pada
2025, Indonesia diperkirakan akan mengalami defisit solar sekitar 35 juta kiloliter
jika tidak ada sumber energi lain yang mampu menggantikannya (Hardadi, 2015).
Untuk menyelesaikan masalah tersebut, pemerintah Indonesia mengambil
langkah cepat untuk mulai mensubstitusi penggunaan sebagian bahan bakar diesel
dengan energi alternatif. Pemerintah mengeluarkan mandatori B20 yang
mewajibkan adanya komposisi 20% bahan bakar nabati pada bahan bakar diesel
dan mulai berlaku sejak 1 Januari 2016. Bahan bakar nabati yang dimaksud adalah
biodiesel. Biodiesel merupakan bahan bakar yang diperoleh dari sumber hayati,
seperti lemak hewani ataupun minyak nabati, yang melalui serangkaian reaksi
kimiawi. Biodiesel lebih unggul dibandingkan bahan bakar fosil karena
biodegradable dan renewable. Biodiesel di Indonesia secara umum disintesis dari
minyak kelapa sawit karena Indonesia merupakan produsen kelapa sawit terbesar
di dunia. Kebijakan Program B15 saja telah menyerap produksi biodiesel dalam
negeri sebesar 5,3 juta kiloliter (setara dengan 4,8 juta ton minyak kelapa sawit)
dan menghemat devisa negara sebesar 2,54 miliar USD (Abdurrahman, 2015).
Untuk dapat memenuhi kebutuhan biodiesel dalam negeri yang akan terus
meningkat, diperlukan inovasi dalam melakukan sintesis biodiesel. Sintesis
biodiesel secara konvensional dilakukan dengan mencampurkan minyak kelapa
sawit, alkohol, dan katalis, lalu dipanaskan selama beberapa jam sehingga terjadi
reaksi transesterifikasi. Pabrik biodiesel saat ini masih menggunakan metode
konvensional ini. Kelemahan mendasar dalam metode konvensional adalah waktu
sintesis yang lama untuk mendapatkan yield yang tinggi dan reaksi cenderung
berhenti sebelum reaktan terkonversi sempurna menjadi biodiesel (Boocock, 1998).

1
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


2

Kelemahan sintesis biodiesel konvensional ini memicu lahirnya metode


sintesis biodiesel lain menggunakan prinsip elektrolisis plasma. Penggunaan
elektrolisis plasma mampu mempercepat proses sintesis biodiesel dari minyak
kelapa sawit karena reaksi yang terjadi melibatkan spesi radikal yang reaktif.
Elektrolisis plasma merupakan proses elektrokimia yang menghasilkan plasma di
antara permukaan elektroda dan elektrolit di sekitarnya (Yan et al., 2006).
Elektrolisis plasma mampu menghasilkan spesi-speasi radikal dengan sangat
produktif (Saksono et al., 2014). Radikal ini akan menyerang trigliserida untuk
membentuk biodiesel. Dalam metode ini, digunakan tegangan yang jauh lebih
tinggi dibandingkan tegangan pada elektrolisis konvensional. Spesi radikal hasil
elektrolisis plasma ini mampu memicu terjadinya reaksi transesterifikasi yang
menghasilkan metil ester (biodiesel).
Sintesis biodiesel dengan elektrolisis plasma sebenarnya telah dilakukan
oleh Istiadi (2014) dan Oktaviani (2016). Istiadi (2014) menggunakan tegangan
yang masih sangat tinggi, yaitu 7000 volt, dengan yield yang masih rendah, yaitu
75,68 wt%. Sementara itu, Oktaviani (2016) berhasil melakukan optimasi untuk
mendapatkan yield hingga 97 wt% meskipun menggunakan tegangan yang lebih
rendah, yaitu 900 volt. Penggunaan tegangan yang sangat tinggi ini disebabkan
keduanya menciptakan plasma pada anoda. Penggunaan tegangan tinggi tentunya
akan menghasilkan efisiensi energi yang rendah dalam menghasilkan biodiesel.
Untuk mengatasi kelemahan ini, tercetuslah ide untuk menciptakan plasma
pada katoda dalam mensintesis biodiesel menggunakan elektrolisis plasma. Plasma
dapat dibentuk di katoda dengan tegangan yang lebih rendah beberapa ratus volt
dibandingkan dengan di anoda. Hal ini disebabkan katoda yang bermuatan negatif
dikelilingi oleh banyak ion positif. Banyaknya ion positif ini membuat bukan hanya
elektron primer yang teremisi, melainkan juga elektron sekunder. Emisi elektron
sekunder terjadi lebih banyak di katoda dibandingkan di anoda. Semakin banyak
elektron yang teremisi, semakin mudah plasma terbentuk. Oleh karena itu, plasma
menjadi lebih mudah terbentuk di katoda (Bruggeman et al., 2009). Dengan
demikian, diperlukan tegangan yang lebih rendah untuk menciptakan plasma di
katoda dibandingkan di anoda. Penggunaan tegangan yang lebih rendah diharapkan
dapat meningkatkan efisiensi energi dalam menggunakan metode elektrolisis

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


3

plasma untuk mensintesis biodiesel. Selain itu, katoda juga dilapisi dengan
pelindung kaca agar luas kontaknya dengan elektrolit tetap sama di kedalaman
berapapun katoda dicelupkan. Dengan penggunaan pelindung kaca ini, peningkatan
konsumsi energi menjadi tidak terlalu besar seiring penambahan kedalaman.
Produk samping elektrolisis plasma ini adalah gas hidrogen, oksigen, atau
air yang merupakan hasil rekombinasi sesama spesi radikal dengan jumlah yang
jauh lebih tinggi dibanding proses elektrolisis Faraday (Saksono et al., 2012).
Metode elektrolisis plasma dengan menggunakan plasma katodik ini sangat
menjanjikan karena mampu menghasilkan biodiesel dalam jumlah yang lebih
banyak dibandingkan metode elektrolisis konvensional dalam selang waktu yang
sama dengan efisiensi energi yang tinggi. Penelitian ini dapat menjadi rekomendasi
untuk pengembangan penggunaan metode elektrolisis plasma yang lebih unggul
dalam sintesis biodiesel.

1.2 Rumusan Masalah


Rumusan masalah dalam penelitian ini adalah
1. Bagaimana pengaruh kedalaman katoda, rasio molar minyak-metanol,
tegangan operasi, dan penambahan gelembung udara terhadap yield
biodiesel?
2. Berapa konsumsi energi spesifik dalam proses sintesis biodiesel dengan
elektrolisis plasma katodik?
3. Bagaimana karakteristik biodiesel yang dihasilkan dengan metode
elektrolisis plasma katodik?

1.3 Tujuan Penelitian


Tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah
1. Mendapatkan pengaruh kedalaman katoda, rasio molar minyak-metanol,
tegangan operasi, dan penambahan gelembung udara terhadap yield
biodiesel.
2. Mendapatkan nilai konsumsi energi spesifik dalam proses sintesis biodiesel
dengan elektrolisis plasma katodik.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


4

3. Mengetahui karakteristik biodiesel yang dihasilkan dengan metode


elektrolisis plasma katodik.

1.4 Batasan Masalah


Batasan masalah yang digunakan pada penelitian ini adalah
1. Minyak kelapa sawit yang digunakan adalah Refined, Bleached, and
Deodorized Palm Oil (RBDPO), dengan nama dagang Bimoli.
2. Karakterisasi bahan meliputi komposisi, densitas, angka asam, dan kadar
air.
3. Karakterisasi produk meliputi komposisi, densitas, viskositas, angka asam,
dan kadar air.
4. Menggunakan KOH sebagai katalis (elektrolit).
5. Menggunakan metanol teknis (CH3OH) sebagai alkohol.
6. Tekanan selama proses elektrolisis adalah tekanan atmosferik.
7. Alkohol yang menguap selama proses elektrolisis plasma tidak
dikondensasikan kembali.
8. Pengukuran arus dan tegangan listrik menggunakan multimeter digital.
9. Pengadukan larutan menggunakan magnetic stirrer.

1.5 Sistematika Penulisan


Sistematika penulisan skripsi ini dibagi menjadi lima bab:
BAB 1 PENDAHULUAN
Bab ini berisi latar belakang, rumusan masalah, tujuan penelitian, batasan
masalah, dan sistematika penulisan yang digunakan.

BAB 2 TINJAUAN PUSTAKA


Bab ini memuat landasan teori yang digunakan sebagai acuan bab
metodologi penelitian dan analisis data. Berisi tinjauan yang membahas prinsip
dasar sintesis biodiesel, reaksi elektrolisis dan elektrolisis plasma, sintesis biodiesel
dengan elektrolisis plasma, katalis yang biasa digunakan, parameter yang
mempengaruhi kinerja plasma, dan State of The Art penelitian.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


5

BAB 3 METODE PENELITIAN


Bab ini menjelaskan metodologi dan tahap-tahap penelitian yang akan
dilakukan dari awal hingga akhir, memuat penjelasan bahan dan alat yang
digunakan, prosedur penelitian, dan analisis bahan baku dan produk biodiesel.

BAB 4 HASIL DAN PEMBAHASAN


Bab ini menjelaskan proses dalam sintesis dan separasi biodiesel, analisis
pengaruh kedalaman katoda, rasio molar minyak-alkohol terhadap yield biodiesel,
tegangan operasi, dan penambahan gelembung udara terhadap yield biodiesel yang
dihasilkan. Selain itu, bab ini juga membahas karakteristik biodiesel yang
dihasilkan dan efisiensi energinya.

BAB 5 KESIMPULAN DAN SARAN


Bab ini berisi kesimpulan dari hasil penelitian yang dilakukan dan saran
untuk penelitian selanjutnya.

DAFTAR PUSTAKA
Bagian ini berisi referensi yang digunakan pada penulisan di Bab 1 sampai
dengan Bab 4. Daftar pustaka ini mengikuti format penulisan referensi Harvard.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


BAB 2
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Prinsip Dasar Sintesis Biodiesel


Biodiesel dapat disintesis melalui suatu proses kimia, yaitu transesterifikasi.
Bahan baku utama pembuatan biodiesel adalah minyak nabati atau lemak hewani.
Percobaan ini menggunakan minyak kelapa sawit sebagai bahan bakunya. Bahan
baku ini mengandung trigliserida (senyawa ester turunan alkohol trifungsional),
asam lemak bebas (free fatty acid / FFA), dan beberapa kontaminan lain hasil
pengolahan terdahulu dari minyak kelapa sawit tersebut.
Pada proses transesterifikasi, trigliserida bereaksi dengan alkohol untuk
menghasilkan produk berupa gliserol dan metilester atau monoalkil ester (Gambar
2.1). Metilester atau monoalkil ester inilah yang merupakan biodiesel dan dapat
digunakan sebagai bahan bakar. Oleh karena trigliserida (minyak) dan alkohol tidak
sepenuhnya saling melarut, katalis berupa senyawa asam atau basa dibutuhkan
untuk membantu melarutkan keduanya.

Gambar 2.1. Reaksi Transesterifikasi Minyak Kelapa Sawit (Rahayu, 2012)

Selain trigliserida, terdapat juga kandungan asam lemak bebas dan


fosfolipid di dalam minyak kelapa sawit. Untuk itu, minyak kelapa sawit terlebih
dahulu mengalami proses refining untuk menurunkan kandungan asam lemak dan
degumming untuk menurunkan kandungan fosfolipidnya. Saat menjalankan reaksi
transesterifikasi dengan katalis basa, ada kemungkinan asam lemak bebas bereaksi
dengan katalis basa dan menghasilkan sabun (reaksi penyabunan). Adanya sabun
akan menurunkan kualitas biodiesel yang dihasilkan. Untuk itu, sebisa mungkin
minyak kelapa sawit yang digunakan memiliki kandungan asam lemak bebas yang
sangat rendah atau juga dapat diantisipasi dengan menggunakan katalis asam.

6
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


7

Beberapa jenis alkohol dapat digunakan dalam reaksi sintesis biodiesel ini,
seperti metanol, etanol, isopropanol, dan butanol. Yang perlu diperhatikan adalah
kandungan air dalam alkoholnya. Sama dengan sabun, kandungan air dalam alkohol
dapat menurunkan kualitas biodiesel yang dihasilkan.
Biodiesel yang diproduksi oleh pabrik-pabrik di Indonesia diwajibkan
memiliki karakteristik sesuai dengan standar yang telah ditetapkan. Standar
karakteristik biodiesel diatur dalam SNI 7182:2015, seperti ditunjukkan Tabel 2.1.
Tabel 2.1. Karakterisasi Biodiesel
Karakteristik Satuan Standar SNI
Densitas kg/m3 850-890
Viskositas kinematik mm2/s (cSt) 2,3-6,0
Angka asam mg-KOH/g, maks 0,5
Gliserol total %-massa, maks 0,24
Kadar metil ester %-massa, min 96,5
Kadar air dan sedimen % volume, maks 0,05

2.2 Reaksi Elektrolisis dan Elektrolisis Plasma


Dalam ilmu kimia, elektrolisis adalah suatu metode pemisahan elemen
terikat dari suatu senyawa dengan cara mengalirkan arus listrik (mengubah energi
listrik menjadi energi kimia). Garam sebagai komponen ionik akan larut dalam air
dan menghasilkan ion yang bersifat konduktif. Arus listrik dialirkan dari sumbernya
ke dalam larutan dengan menggunakan sepasang elektroda yang dibenamkan di
dalam larutan. Elektroda yang bermuatan negatif disebut dengan katoda sedangkan
elektroda yang bermuatan positif disebut dengan anoda. Setiap elektroda akan
menarik ion yang dihasilkan oleh elektroda lainnya dimana ion positif akan berjalan
menuju katoda sedangkan ion negatif akan mengalir menuju anoda. Diperlukan
sejumlah energi untuk memisahkan kedua jenis ion tersebut ke kutub-kutubnya.
Pada katoda, terjadi peristiwa reduksi. Ketika larutan yang digunakan
memiliki kandungan logam yang berasal dari golongan alkali, alkali tanah, atau
logam Aluminium dan Mangan, terjadi peristiwa reduksi air (Shim et al., 2017).

2𝐻2 𝑂(𝑙) + 2𝑒 − → 2𝑂𝐻(𝑎𝑞) + 𝐻2 (𝑔) (2.1)
Ketika kandungan logam dari larutan tersebut tidak berasal dari golongan di
atas ataupun juga bukan logam Aluminium atau Mangan, yang tereduksi adalah
logam itu sendiri, seperti contoh berikut.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


8

+
𝐴𝑔(𝑎𝑞) + 𝑒 − → 𝐴𝑔(𝑠) (2.2)
Pada anoda, terjadi peristiwa oksidasi. Jenis elektroda berpengaruh dalam
menentukan reaksi oksidasi yang terjadi. Jika elektroda yang digunakan bersifat
inert (seperti Platina, Carbon, dan Emas), anion atau air yang akan mengalami
oksidasi. Ketika larutan mengandung anion berupa spesi sisa asam oksi
(mengandung atom oksigen), akan terjadi oksidasi air (Shim et al., 2017).
+
2𝐻2 𝑂(𝑙) → 4𝐻(𝑎𝑞) + 𝑂2 (𝑔) + 4𝑒 − (2.3)
Jika anion larutan bukanlah spesi sisa asam oksi, anion itulah yang akan
teroksida sendiri (Santos et al., 2013). Beberapa contohnya adalah sebagai berikut.

4𝑂𝐻(𝑎𝑞) → 2𝐻2 𝑂(𝑙) + 𝑂2 (𝑔) + 4𝑒 − (2.4)

2𝑋(𝑎𝑞) → 𝑋2 (𝑔) + 2𝑒 − (2.5)
Hal berbeda terjadi jika elektroda yang digunakan tidaklah bersifat inert.
Ketika elektroda tidak inert, elektroda itulah yang akan teroksidasi dalam larutan.
Jika yang digunakan bukanlah larutan, melainkan cairan atau leburan atau lelehan,
tidak akan ada kemungkinan reduksi maupun oksidasi air sehingga yang terjadi
pada katoda adalah peristiwa reduksi kation dan pada anoda adalah peristiwa
oksidasi anion (elektroda inert) atau oksidasi elektroda (elektroda tidak inert).
Elektrolisis plasma (Contact Glow Discharge Electrolysis, CGDE)
merupakan pengembangan dari metode elektrolisis konvensional. Elektrolisis
plasma adalah proses elektrokimia dimana plasma dihasilkan oleh arus DC antara
permukaan elektroda dan elektrolit di sekitarnya (Yan et al., 2006). Yang
membedakannya dengan elektrolisis biasa adalah penggunaan tegangan listrik yang
jauh lebih tinggi sehingga plasma dapat terbentuk. Plasma adalah gas yang
terionisasi sebagian atau seluruhnya dan terdiri atas elektron, radikal bebas, ion, dan
spesi netral. Plasma akan mengemisikan sinar ultraviolet sebagai hasil dari eksitasi
spesi-spesi ke keadaan energetik yang lebih rendah yang dihasilkan oleh tumbukan
elektron dengan molekul netral (Jiang, 2013). Suhu plasma yang terbentuk dapat
mencapai 9000 K, dengan tekanan di dalamnya dapat mencapai 4000 atm saat
tegangan yang diberikan sebesar beberapa ratus volt (Drobyshevski, 1977).
Akibat tegangan yang sangat tinggi, terjadi perbedaan muatan listrik yang
signifikan antara elektroda dengan larutan elektrolit di sekitarnya. Adanya interaksi
antara charged moving particles (elektron) yang membentuk arus listrik dengan

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


9

ion-ion atomik dari elektroda yang merupakan konduktor menyebabkan adanya


efek Joule Heating atau Resistive Heating. Ketika elektron bertumbukan dengan
ion-ion pada elektroda, elektron akan tersebar dan pergerakannya menjadi tidak
beraturan sehingga timbullah panas. Panas yang dihasilkan dapat membuat larutan
di sekitar elektroda menguap dan membentuk lapisan gas tipis (gas shield) yang
melingkupi elektroda. Pada lapisan gas tipis inilah, terbentuk plasma (Gupta, 1991).
Semakin stabil selubung gas yang terbentuk, semakin baik pula plasma yang
dihasilkan. Teknologi ini mampu menghasilkan spesi-spesi radikal yang sangat
reaktif (hasil dari disosiasi, eksitasi, dan ionisasi elektron) untuk memicu terjadinya
reaksi. Kelebihan metode ini adalah yield yang lebih tinggi dalam rentang waktu
produksi yang sama jika dibandingkan dengan hasil perhitungan menggunakan
persamaan Faraday (Mizuno et al., 2005). Elektroda yang digunakan sebagai
tempat terbentuknya plasma biasanya terbuat dari platina, stainless steel, atau
aluminium. Platina memiliki kualitas yang jauh lebih baik dari jenis material
lainnya karena lebih tahan panas. Akan tetapi, penggunaannya di industri sangat
terbatas karena kurang ekonomis.
Korelasi antara tegangan dan arus listrik pada elektrolisis plasma berbeda
dengan proses elektrolisis konvensional. Jika pada elektrolisis konvensional, arus
listrik akan selalu berbanding lurus dengan tegangan yang diberikan, hal tersebut
tidaklah sama pada elektrolisis plasma. Gambar 2.2 menunjukkan sifat tipikal
proses elektrolisis plasma dimana arus listrik akan menurun secara drastis saat
plasma mulai terbentuk (B-D). Penurunan arus disebabkan mulai terbentuknya
selubung gas. Adanya selubung gas membuat kontak antara elektroda tempat
plasma akan terbentuk dengan larutan elektrolit di sekitarnya berkurang sehingga
arus pun menurun. Namun setelah plasma stabil, arus akan kembali meningkat
seiring peningkatan tegangan (D-E).

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


10

Current (A)

Voltage (V)
Gambar 2.2. Hubungan Tegangan dan Arus Proses Elektrolisis Plasma (Yan et al., 2006)

2.3 Sintesis Biodiesel dengan Metode Elektrolisis Plasma


Reaksi redoks adalah reaksi utama pada reaksi elektrolisis. Akan tetapi,
reaksi yang terjadi berbeda dengan reaksi elektrolisis biasa. Penguapan pelarut di
sekitar elektroda karena efek Joule Heating dan adanya ketidakstabilan
hidrodinamis di sekitar daerah penguapan pelarut menjadi penyebab reaksi yang
terjadi berbeda. Pada plasma, adanya aliran energi secara kontinu yang melebihi
energi aktivasi dan entalpi kimia sehingga reaksi berlangsung dengan sangat cepat.
Efek termal dan spesi-spesi energetik yang diproduksi pada pembentukan plasma
membuat mekanisme reaksi yang terjadi sulit dievaluasi. Pada umumnya, reaksi
yang terjadi dikonsiderasi sebagai mekanisme elektrolisis yang inkonvensional
(Gupta, 1991).
Sintesis biodiesel dapat menggunakan katalis asam, basa, ataupun organik,
dengan jumlah mol berlebih dari metanol. Katalis yang digunakan dapat bersifat
homogen atau heterogen. Katalis basa memiliki kelebihan dimana kurang korosif
jika dibandingkan dengan katalis asam. Selain itu, katalis basa menghasilkan reaksi
yang jauh lebih cepat dibandingkan katalis asam. Katalis basa lebih umum
digunakan karena dapat bekerja dengan baik pada temperatur yang tidak terlalu
tinggi (~ 60°C) dan tekanan sekitar 20 psi, mampu menghasilkan konversi yang
tinggi (hingga 98%) dalam waktu yang singkat dengan reaksi samping yang sama
sedikit, dan konversi ke metil ester dilakukan secara langsung tanpa adanya tahapan
intermediet (Ejikeme et al., 2009). Akan tetapi, reaksi yang terjadi harus memiliki
kandungan air yang sedikit sehingga kurang cocok untuk proses di industri dimana
air tidak bisa dihindari sepenuhnya. Air terbentuk dari reaksi hidroksida (anion

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


11

basa) dengan alkohol dimana kehadiran air dapat menghidrolisis ester yang
terbentuk dan juga membentuk sabun.

Gambar 2.3. Reaksi Hidrolisis Ester dan Pembentukan Sabun (Ejikeme et al., 2009)

Katalis asam akan menghasilkan reaksi yang lebih lambat dan


membutuhkan suhu yang lebih tinggi (di atas 100°C). Laju reaksi dapat
ditingkatkan dengan penggunaan banyak katalis (umumnya 1-5 wt% untuk studi
laboratorium) (Freedman, 1984). Kelebihan katalis asam adalah kinerjanya tidak
dipengaruhi oleh asam lemak bebas (Ejikeme, 2009). Asam lemak bebas umumnya
banyak dimiliki oleh minyak kelapa sawit dengan kualitas yang rendah. Dengan
demikian, katalis asam sangat cocok digunakan apabila ingin menyintesis biodiesel
dari minyak goreng atau limbah lemak hewan (Karagiannidis, 2006).
Kelemahannya adalah tidak dapat digunakan ulang dan reaktan harus memiliki
kandungan air yang rendah, kurang dari 0,5 wt%. Kandungan air yang tinggi
mampu menurunkan konversi reaksi hingga di bawah 90% karena katalis asam
lebih senang berinteraksi dengan air dibandingkan dengan alkohol.
Katalis yang biasa digunakan di industri adalah katalis basa berupa larutan
KOH. Katalis ini juga bekerja sebagai larutan elektrolit. Katoda tempat
terbentuknya plasma yang digunakan adalah tungsten dan anodanya adalah
stainless steal. Pada awalnya, metanol dicampurkan terlebih dahulu dengan kalium
hidroksida. Reaksi yang terjadi ditunjukkan Persamaan 2.5 (Lotero et al., 2005).
𝐶𝐻3 𝑂𝐻(𝑎𝑞) + 𝐾𝑂𝐻(𝑎𝑞) → 𝐶𝐻3 𝑂− (𝑎𝑞) + 𝐾 + (𝑎𝑞) + 𝐻2 𝑂(𝑙) (2.6)

Pada katoda (tempat terbentuknya plasma), elektron berenergi tinggi yang


dihasilkan plasma akan memecah molekul air yang terbentuk pada Persamaan 2.5
menjadi radikal hidroksil. Sementara itu, pada anoda akan terjadi reaksi elektrolisis
biasa yang menghasilkan ion. Reaksi pembentukan radikal ini bersifat eksoterm.
Berikut mekanisme reaksi yang terjadi (Kozáková, 2011).
Katoda: 2𝐻2 𝑂(𝑙) + 2𝑒 ∗ → 2𝑂𝐻 ∙ + 𝐻2 (𝑔) + 2𝑒 − (2.7)

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


12

Anoda: 2𝐻2 𝑂(𝑙) → 4𝐻 + (𝑎𝑞) + 𝑂2 (𝑔) + 4𝑒 − (2.8)

Ion metoksil (CH3O-) yang terbentuk pada Persamaan 2.6 akan diserang
oleh elektron berenergi tinggi sehingga menjadi radikal metoksil (CH3O•). Radikal
hidroksil (•OH) yang terbentuk pada Persamaan 2.6 juga menyerang molekul
metanol sehingga berubah menjadi radikal metoksil (CH3O•) (Zong et al., 2009).
𝐶𝐻3 𝑂− (𝑎𝑞) + 𝑒 ∗ → 𝐶𝐻3 𝑂 ∙ + 𝑒 − (2.9)

𝐶𝐻3 𝑂𝐻(𝑎𝑞) + 𝐻𝑂 ∙ → 𝐶𝐻3 𝑂 ∙ +𝐻2 𝑂(𝑙) (2.10)


Selanjutnya, radikal metoksil inilah yang akan menyerang trigliserida pada
minyak kelapa sawit dan mengubahnya menjadi metil ester (Lotero et al., 2005).
𝑇𝐺 + 𝐶𝐻3 𝑂 ∙ → 𝑅𝐶𝑂𝑂𝐶𝐻3 (𝑏𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙) + 𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑜𝑙 (2.11)
Secara umum, mekanismenya terdiri atas tiga tahapan. Tahap pertama
adalah penyerangan nukelofilik alkoksida menghasilkan intermediet tetrahedral.
Tahap kedua adalah pembentukan alkilester dan anion digliserida. Tahap ketiga
adalah regenerasi spesi aktif yang akan bereaksi dengan molekul kedua dari alkohol
lainnya diikuti dengan perolehan kembali katalis basa (Lee et al., 2009).

Gambar 2.4. Hipotesis Tahapan Mekanisme Reaksi (Lee et al., 2009)

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


13

2.4 Katalis dalam Sintesis Biodiesel


Transesterifikasi merupakan suatu proses kimia yang reversibel dan
berlangsung dengan bantuan katalis yang dapat berupa senyawa asam, basa, atau
organik di alam, dan dengan alkohol yang berlebih secara perbandingan molar.
Katalis yang digunakan dapat bersifat homogen ataupun heterogen, bergantung
pada apakah fasanya sama atau tidak dengan minyak dan alkohol. Katalis basa
seperti abu pembakaran dan KOH umum digunakan dalam proses metanolisis atau
etanolisis terhadap minyak sawit dengan konversi 90% (Ejikeme et al., 2011).
Secara umum, mekanisme transesterifikasi dengan katalis basa terdiri atas empat
tahapan. Tahap pertama adalah reaksi antara basa dengan alkohol yang
menghasilkan alkoksida dan katalis yang terprotonasi. Tahap kedua adalah
penyerangan nukelofilik alkoksida menghasilkan intermediet tetrahedral. Tahap
ketiga adalah pembentukan alkilester dan anion digliserida. Tahap terakhir adalah
deprotonasi katalis dan regenerasi spesi aktif yang akan bereaksi dengan moelkul
kedua dari alkohol lainnya.
Reaksi dengan katalis basa banyak digunakan karena kondisi operasi yang
relatif mudah (60°C dan 20 psi), menghasilkan konversi yang tinggi (98%), dan
metil ester langsung terkonversi tanpa ada senyawa intermediet sehingga reaksi
berlangsung jauh lebih cepat dibandingkan katalis asam (Ejikeme et al., 2009).
Namun, penggunaannya juga memiliki beberapa kelemahan, seperti kebutuhan
energi yang tinggi, penanganan setelah reaksi untuk memisahkan katalis dari
biodiesel, dan terbentuknya sabun karena keberadaan asam lemak bebas dan air
yang berlebih.
Selain katalis basa, katalis asam juga umum digunakan. Senyawa asam yang
umum digunakan adalah asam-asam Bronsted, seperti HCl, H2SO4, H3PO4, BF3,
dan asam-asam sulfonat dengan asam sulfat yang paling banyak digunakan.
Mekanisme reaksi transesterifikasi dengan katalis asam dimulai dengan protonasi
gugus karbonil dari katalis asam, diikuti dengan penyerangan nukleofilik alkohol,
pembentukan intermediet tetrahedral, migrasi proton, dan pemecahan intermediet.
Dengan penggunaan katalis asam, reaksi berjalan lambat sekitar 3-18 jam
pada suhu di atas 100°C agar reaktan terkonversi sempurna (Zheng et al., 2006).
Laju reaksi dapat ditingkatkan dengan memperbanyak penggunaan katalis dari 1%

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


14

menjadi 5% massa minyak (Freedman et al., 1984). Setelah reaksi selesai,


keasaman katalis umumnya dinetralisasi dengan CaO. Meskipun berjalan lebih
lambat, katalis asam tidak dipengaruhi oleh keberadaan asam lemak bebas dalam
minyak kelapa sawit. Dengan demikian, penggunaannya sangat baik ditujukan
untuk bahan baku minyak sawit kualitas rendah yang mengandung banyak asam
lemak bebas.
Dalam reaksi transesterifikasi trigliserida untuk sintesis biodiesel, senyawa
asam atau basa yang digunakan memiliki peran sebagai katalis dan juga sebagai
larutan elektrolit. Sebagai katalis, spesi ion hidroksil atau radikal hidroksil dan spesi
ion hidrogen atau radikal hidrogen memicu dan mempercepat terjadinya reaksi.
Saat menggunakan katalis basa, ion hidroksil atau radikal hidroksil akan menyerang
alkohol sehingga menjadi alkoksilat yang akan aktif bereaksi dengan trigliserida.
Sementara itu saat menggunakan katalis asam, ion hidrogen atau radikal hidrogen
akan menyerang langsung gugus karbonil dari molekul trigliserida. Di sisi lain,
senyawa asam dan basa ini juga berperan sebagai larutan elektrolit yang akan
menghantarkan listrik selama proses elektrolisis plasma terjadi. Senyawa asam dan
basa ini akan membantu melarutkan minyak (trigliserida) dan alkohol yang tidak
saling larut karena perbedaan kepolaran dimana minyak bersifat nonpolar dan
alkohol bersifat polar. Penyebutan senyawa asam atau basa ini sebagai katalis
disebabkan pada proses sintesis biodiesel yang konvensional, tidak dibutuhkan
larutan elektrolit. Oleh karenanya, asam atau basa ini disebut sebagai katalis.
Namun, pada proses elektrolisis plasma, senyawa asam atau basa ini ternyata
bekerja tidak hanya sebagai katalis, tetapi juga sebagai larutan elektrolit yang
menghantarkan listrik di antara dua elektroda yang berbeda muatan.

2.5 Biodiesel Generasi Pertama dan Kedua


Biodiesel generasi pertama (G1) merupakan fatty acid methyl ester (FAME)
yang diperoleh melalui reaksi transesterifikasi dari trigliserida yang terkandung
dalam minyak nabati dan metanol dengan bantuan katalis. Biodiesel G1 masih
memiliki beberapa masalah kompatibilitas terhadap mesin diesel kendaraan.
Masalah tersebut adalah kandungan oksigen yang tinggi dari FAME dapat
menyebabkan korosi pada mesin kendaraan sehingga dan konsentrasi sebagai
campuran dengan petrodiesel menjadi terbatas (McCoy, 2005).

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


15

Oleh karena hal itu, biodiesel generasi kedua (G2) mulai dikembangkan.
Biodiesel G2 atau yang sering disebut green diesel diperoleh melalui proses
hydrotreating (HDT) minyak nabati dimana oksigenat yang terkandung dalam
bahan baku hayati ini dihidrogenasi menjadi hidrokarbon. Proses HDT dapat
dilakukan di reaktor terpisah yang khusus untuuk mengolah bahan baku hayati
ataupun di reaktor yang digunakan bersama dengan petrodiesel dimana komponen
bahan baku hayati akan terdeoksigenasi dan petrodiesel akan terdesulfurasi secara
simultan (Perez-Cisneros et al., 2017). Berbeda dengan biodiesel G1 yang
merupakan senyawa metil ester, biodiesel G2 merupakan senyawa isoparafin yang
tidak mengandung oksigen. Hal ini memberikan keuntungan tersendiri karena
mengurangi kemungkinan korosi pada mesin diesel yang digunakan kendaraan saat
ini. Oleh karenanya, konsentrasi biodiesel G2 sebagai campuran dengan petrodiesel
juga dapat ditingkatkan.

Gambar 2.5. Kemungkinan Jalur Deoksigenasi Trigliserida (Perez-Cisneros et al., 2017)

Berdasarkan Gambar 2.5, ada berbagai cara mengubah trigliserida menjadi


isoparafin. Pada awalnya, trigliserida mengalami hidrogenasi dan perengkahan
menjadi propana dan berbagai asam lemak bebas. Kemudian asam lemak bebas ini
akan mengalami dekarboksilasi (penghilangan gugus karboksilat), dekarbonilasi
(penghilangan gugus karbonil), atau hidrodeoksigenasi untuk menghasilkan

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


16

senyawa parafin (alkana). Senyawa ini akan mengalami isomerisasi atau


perengkahan untuk menjadi isoparafin (green diesel).

Tabel 2.2. Perbandingan Petrodiesel, Biodiesel G1, Biodiesel G2 (Kalnes et al., 2007)
Karakteristik Petrodiesel Biodiesel G1 Biodiesel G2
Kandungan oksigen (%) 0 11 0
Specific Gravity 0,84 0,88 0,78
Kandungan sufur (ppm) < 10 <1 <1
Nilai Kalor (MJ/kg) 43 38 44
Angka Setan 40 50-65 70-90

Berdasarkan Tabel 2.2, biodiesel G2 paling unggul di antara petrodiesel dan


biodiesel G1 karena tidak mengandung oksigen, sedikit mengandung sulfur, serta
memiliki nilai kalor dan angka setan yang lebih tinggi.

2.6 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Kinerja Elektrolisis Plasma


2.6.1 Tegangan Listrik
Gambar 2.6 menunjukkan bahwa semakin tinggi tegangan listrik yang
digunakan untuk menghasilkan plasma, semakin besar konsentrasi radikal H• yang
terbentuk. Semakin tinggi tegangan yang digunakan menyebabkan semakin besar
selubung gas yang terbentuk sehingga plasma juga ikut membesar (Yan et al.,
2006). Semakin besar plasma yang terbentuk membuat semakin banyak spesi
radikal yang dapat dihasilkan (Bismo et al., 2013).
G(H2) (mol/mol)

Voltage (V)
Gambar 2.6. Efek Tegangan terhadap Pembentukan Radikal H· (Zong et al., 2009)

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


17

Proses pembentukan plasma terdiri atas 5 fase, teridentifikasi melalui suatu


percobaan untuk mengarakterisasi arus-tegangan pada reaktor elektrolisis plasma
dengan larutan elektrolit Natrium sulfat (Na2SO4) (Jin et al., 2010).

Current (mA)

Voltage (V)
Gambar 2.7. Korelasi Arus dan Tegangan pada Elektrolisis Plasma dengan Elektrolit Na 2SO4
(Jin et al., 2010)

Enam fase yang teridentifikasi adalah sebagai berikut.


1. Zona 0 < V < VA (Zona Ohmic)
Terjadi proses elektrolisis konvensional (Faraday) yang menghasilkan
gelembung gas pada elektroda. Arus berbanding lurus dengan tegangan.
Plasma belum terbentuk.
2. Zona VA < V < VB (Zona arus maksimal)
VB merupakan tegangan breakdown yang menjadi penanda perubahan
fenomena dari elektrolisis konvensional menjadi elektrolisis plasma.
Tegangan VB menjadi awal terbentuknya selubung gas.
3. Zona VB < V < VC
Terjadi penurunan arus yang drastis. Hal ini disebabkan oleh adanya
selubung gas yang mulai muncul pada permukaan elektroda. Adanya
selubung gas ini membuat luas kontak antara elektroda dan larutan elektrolit
menjadi lebih sedikit sehingga arus turun. Pada selubung gas, gelembung
udara terus terbentuk dan terpecah sehingga membuat terjadinya osilasi arus
listrik. Bunga api yang merupakan eksitasi elektron juga mulai terbentuk.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


18

4. Zona VC < V < VD


Selubung gas pada elektroda mulai stabil dan arus tidak fluktuatif lagi. Arus
tidak fluktuatif disebabkan emisi elektron yang semakin banyak karena
rapat daya listrik yang semakin besar pada elektroda. Banyaknya emisi
elektron ini membuat plasma menyala dengan stabil. VD disebut juga
sebagai mid-point voltage atau tegangan dengan arus minimum yang
menjadi penanda plasma telah menyala dengan stabil.
5. Zona VD < V < VE
Plasma telah menyala dengan stabil. Arus mulai meningkat kembali seiring
dengan kenaikan tegangan dan cahaya plasma menjadi semakin terang.
Pada region ini, warna cahaya plasma sama dengan warna ion logam dalam
larutan elektrolit (Wang et al., 2012). Akan tetapi, tegangan yang dapat
diberikan juga memiliki batasan sebab jika tegangan terlalu tinggi, elektroda
dapat meleleh (Yan et al., 2009).

2.6.2 Dimensi dan Kedalaman Elektroda


Elektroda merupakan faktor yang sangat penting dalam proses elektrolisis
plasma. Ukuran elektroda mempengaruhi tempat plasma yang akan terbentuk.
Plasma akan terbentuk di elektroda yang lebih pendek pada diameter yang sama,
dan juga akan terbentuk pada diameter yang lebih kecil di panjang yang sama
(Gupta, 1998). Ini disebabkan elektroda yang lebih pendek (pada diameter yang
sama) atau yang memiliki diameter lebih kecil (pada panjang yang sama) memiliki
rapat muatan yang lebih besar sehingga panas yang dikeluarkan (efek Joule
Heating) menjadi lebih besar, penguapan menjadi lebih banyak, dan plasma lebih
cepat terbentuk. Dengan demikian, kedalaman (panjang) elektroda yang tercelup
dalam larutan elektrolit juga ikut berpengaruh karena menentukan besarnya luas
kontak elektroda dengan larutan.
Produksi radikal adalah fungsi kedalaman elektroda (Bismo et al., 2013).
Terlihat pada Gambar 2.8, semakin dalam elektroda tercelup, semakin besar plasma
yang dihasilkan sehingga semakin banyak spesi radikal yang terbentuk. Akan
tetapi, pencelupan elektroda yang terlalu dalam juga tidak ekonomis karena
elektroda akan lebih cepat tergerus habis oleh reaksi redoks pada larutan.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


19

OH Radicals Concentration (ppm)


Anode Depth: 0 cm
Anode Depth: 1 cm
Anode Depth: 3 cm

Time (minute)
Gambar 2.8. Produksi Radikal Hidroksil sebagai Fungsi Kedalaman Anoda pada 700 V dan
Konsentrasi KOH 0,02 M (Bismo et al., 2013)

800
677
700
600
Daya listrik (Watt)

500
400 357

300
200 137
100
0
0 1 3
Kedalaman Anoda (cm)

Gambar 2.9. Korelasi Kedalaman Elektroda dengan Kebutuhan Daya Energi (Saksono, 2013)

Dari Gambar 2.9, terlihat bahwa semakin dalam elektroda tercelup,


konsumsi energinya meningkat secara signifikan. Ini disebabkan oleh dua hal, yaitu
kebutuhan energi yang meningkat untuk membuat plasma dan luas kontak yang
membesar. Semakin dalam elektroda tercelup, semakin besar tekanan
hidrostatiknya sehingga gas lebih cepat naik ke permukaan. Ini membuat selubung
gas lebih cepat menghilang. Untuk itu, diperlukan pasokan energi yang besar untuk
menghasilkan panas yang lebih banyak dan plasma dapat bertahan lebih lama. Luas
kontak yang besar menyebabkan terjadinya zona elektrolisis dan zona elektrolisis
plasma. Keberadaan zona elektrolisis inilah yang membuat arus meningkat secara
pesat (Saksono, 2013).

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


20

2.6.3 Elektroda Tempat Plasma Terbentuk


Plasma dapat terbentuk baik di katoda maupun di anoda di mana keduanya
menghasilkan fenomena yang berbeda. Perbedaan terletak pada tegangan
breakdown (VB) dan mid-point voltage (VD), seperti ditunjukkan pada Gambar
2.10. VB merupakan tegangan yang menandai perubahan fenomena elektrolisis
konvensional menjadi elektrolisis plamas sekaligus sebagai awal selubung gas
mulai terbentuk karena evaporasi larutan elektrolit. Sedangkan VD merupakan
tegangan minimum dimana plasma mulai menyala dengan stabil akibat adanya
eksitasi elektron dalam jumlah yang banyak.

VE
(1)
(2)
Current (A)

VB2 VE

VB1

VD2

VD1

Voltage (V)
Gambar 2.10. Kurva V-I Plasma Katodik dan Anodik Elektrolisis Plasma Larutan Metanol 99,5%
dengan Tambahan Elektrolit NaOH (Zong et al., 2009)

Pada plasma anodik, kehilangan potensial katoda (kehilangan energi) terjadi


pada bagian larutan. Energi yang hilang ini dipakai untuk penguapan larutan di
sekitar anoda. Oleh karena itu, VB plasma anodik lebih rendah dibandingkan VB
plasma katodik (VB1 < VB2) yang berarti selubung gas lebih mudah terbentuk pada
plasma anodik dibandingkan plasma katodik (Zong et al., 2009).
Pada plasma katodik, kehilangan potensial katoda (kehilangan energi)
terjadi pada permukaan katoda. Energi yang hilang ini digunakan oleh elektron
sebagai tambahan energi kinetik untuk dapat tereksitasi (Zong et al., 2009). Hal ini
ditandai dengan perbedaan nilai koefisien emisi elektron sekunder Townsend (γ,
probabilitas pelepasan elektron sekunder akibat dari adanya ion positif yang
terakselerasi pada medan listrik dari plasma). Nilai γ adalah sekitar 0,01-0,1 untuk
logam katoda dan sekitar 0,0001-0,001 untuk larutan elektrolit di sekitar anoda.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


21

Katoda yang bermuatan negatif dikelilingi oleh banyak ion positif. Banyaknya ion
positif ini membuat bukan hanya elektron primer yang tereksitasi, melainkan juga
elektron sekunder (Bruggeman et al., 2009). Oleh karena itu, eksitasi elektron
sekunder terjadi lebih banyak pada plasma katodik dibandingkan pada plasma
anodik. Semakin banyak elektron yang tereksitasi, semakin mudah plasma menyala
secara stabil. Dengan demikian, VD plasma anodik lebih tinggi dibandingkan VD
plasma katodik (VD1 > VD2) yang berarti plasma lebih mudah mencapai kestabilan
pada plasma katodik dibandingkan plasma anodik.
Selain hal di atas, kecepatan plasma mencapai kestabilan juga dipengaruhi
oleh jenis rekombinasi radikal yang dibentuknya. Radikal yang dominan terbentuk
pada katoda adalah radikal hidrogen (Zong et al., 2009) sementara radikal yang
dominan terbentuk pada anoda adalah radikal hidroksil (Bismo et al., 2013).
Radikal hidrogen dapat berekombinasi menjadi gas hidrogen sementara radikal
hidroksil dapat berekombinasi menjadi hidrogen peroksida (Gao et al., 2003). Oleh
karena fasanya berupa gas, gas hidrogen dapat membantu meningkatkan kestabilan
plasma. Di sisi lain, hidrogen peroksida tidak dapat membantu meningkatkan
kestabilan plasma karena fasanya bukan gas, bahkan hidrogen peroksida
menambah beban evaporasi pada anoda. Dengan demikian, plasma akan lebih cepat
mencapai kestabilan di katoda dibandingkan di anoda.
Sebenarnya, pembentukan plasma secara stabil baik di katoda maupun di
anoda disebabkan oleh efek Joule Heating larutan elektrolit di sekitar elektroda,
adanya ketidakstabilan hidrodinamis pada daerah penguapan lokal, dan eksitasi
elektron sekunder. Efek Joule Heating dan ketidakstabilan hidrodinamis relatif
sama baik di katoda maupun di anoda. Yang menjadi pembeda hanya besarnya
eksitasi elektron sekunder (Bruggeman et al., 2009).

2.6.4 Temperatur Larutan


Semakin tinggi suhu larutan, semakin rendah energi yang dibutuhkan untuk
membentuk dan menstabilkan plasma. Adanya pemanasan awal larutan hingga
dekat dengan titik didihnya meningkatkan efisiensi penggunaan energi dalam
pembentukan plasma. Semakin dekat temperatur suhu larutan dengan titik didihnya,
semakin sedikit energi panas dari listrik (efek Joule Heating) yang dibutuhkan agar

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


22

larutan di sekitar elektroda menguap sehingga terbentuk selubung gas. Pada


Gambar 2.11, titik dimulainya pembentukan selubung gas adalah titik tertinggi pada
kurva. Titik ini disebut breakdown point karena menjadi penanda mulainya
fenomena elektrolisis plasma yang diawali dengan terbentuknya selubung gas. Arus
pada titik ini menurun seiring dengan peningkatan temperatur larutan karena larutan
menjadi lebih mudah dipanaskan hingga titik didihnya saat larutan itu sendiri telah
berada pada suhu tinggi (Saito et al., 2015).
Current (A)

Voltage (V)
Gambar 2.11. Kurva V-I pada Setiap Temperatur untuk Larutan NaOH 0.1 M (Saito et al., 2015)

Pada gambar di atas, terlihat bahwa breakdown point akan menurun seiring
kenaikan temperatur larutan. Penurunan titik pembentukan uap ini menandakan
energi yang dibutuhkan untuk membentuk selubung gas menjadi lebih rendah.
Dengan demikian, adanya pemanasan awal larutan elektrolit hingga dekat dengan
titik didihya membuat konsumsi energi menjadi lebih rendah.

2.6.5 Konsentrasi Larutan Elektrolit


Semakin tinggi konsentrasi larutan elektrolit, semakin besar konduktansi
larutan tersebut (menghantarkan arus) sehingga semakin mudah plasma terbentuk.
Pada Gambar 2.12, terlihat bahwa pada temperatur yang sama, konsentrasi yang
lebih tinggi membutuhkan daya per satuan luas yang lebih rendah dalam mencapai
breakdown point (titik awal fenomena plasma). Begitupun sebaliknya.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


23

Electric Power Density for Vapor Formation,


Wv, (W/cm2)

Solution Temperature (°C)


Gambar 2.12. Hubungan Rapat Daya dengan Temperatur pada Beberapa Nilai Konsentrasi
(Saito et al., 2015)

2.6.6 Penambahan Gelembung Udara


Penambahan gelembung udara memberikan beberapa keuntungan terhadap
proses pembentukan plasma. Pertama, penambahan gelembung udara selama
plasma menyala mampu meningkatkan stabilitas selubung gas yang terbentuk pada
elektroda. Semakin stabil selubung gas, semakin baik pula plasma yang dihasilkan
(plasma menjadi lebih terang dan efektif). Kinerja plasma yang stabil akan
meningkatkan efisiensi energi. Kedua, penambahan gelembung udara mampu
membantu mendinginkan larutan yang panas. Ini disebabkan temperatur udara
ambient yang disuplai masuk ke dalam reaktor lebih rendah daripada temperatur
larutan. Hal ini mengurangi kemungkinan adanya senyawa volatil yang ada di
dalam larutan (seperti metanol) untuk mudah menguap. Beberapa reaksi yang
terjadi karena penambahan gelembung udara ini adalah sebagai berikut (Sivasankar
et al., 2009; Yamatake et al., 2007; Lesko et al., 2006):
𝑂2 (𝑔) + 𝑒 ∗ → 2𝑂 ∙ +𝑒 − (2.12)

𝑂 ∙ +𝐻2 𝑂(𝑙) → 2𝐻𝑂 ∙ (2.13)


𝐻𝑂 ∙ +𝑂2 (𝑔) → 𝐻𝑂2 ∙ +𝑂 ∙ (2.14)

𝐻𝑂 ∙ +𝐻𝑂2 ∙→ 𝑂2 (𝑔) + 𝐻2 𝑂(𝑙) (2.15)

𝐻2 𝑂(𝑙) + 𝑂2 (𝑔) + 𝑁2 (𝑔) → 𝐻𝑁𝑂3 (𝑎𝑞) (2.16)

Spesi radikal hanya memiliki waktu yang singkat untuk tetap bertahan
sebagai radikal sebelum akhirnya berubah menjadi senyawa yang stabil. Untuk itu,

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


24

aliran udara yang masuk perlu dibuat cepat (Yamatake et al., 2007). Untuk
membuat aliran udara yang masuk menjadi cepat, dibutuhkan diameter lubang
keluaran udara yang lebih kecil (untuk laju alir yang sama).

2.7 State of The Art


Terdapat beberapa penelitian terdahulu yang menjadi panduan dalam
penelitian sintesis biodiesel dari minyak kelapa sawit menggunakan teknologi
elektrolisis plasma. Penelitian belum banyak dilakukan secara terintegrasi dan
berkelanjutan. Penelitian pembuatan biodiesel dengan metode transesterifikasi basa
(konvensional), metode elektrolisis, dan metode elektrolisis plasma berkatalis basa
dapat dilihat pada Tabel 2.3.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


25

Tabel 2.3. State of The Art


No Penulis, Tahun Metode Hasil Catatan

Elektrolisis plasma merupakan reaksi non-Faraday yang Memberikan informasi jenis


1 Gao et al., 2008 Elektrolisis Plasma menghasilkan radikal hidroksil (10%), radikal hidrogen spesi-spesi radikal yang
(5%), dan hidrogen peroksida (85%) terbentuk
Biodiesel berhasil didapatkan dari minyak jelantah yang Memberikan ide
Transesterifikasi disintesis menggunakan metode elektrolisis. Kandungan air pengembangan pembuatan
2 Guan et al., 2009
dengan Elektrolisis 0,64 wt%, tegangan 18,6 volt, rasio molar minyak:MeOH = biodiesel selain cara
1:24, rasio molar THF:MeOH = 1:4 konvensional
Memberikan informasi bahwa
Elektrolisis Plasma Penggunaan metode elektrolisis plasma membutuhkan
penggunaan energi elektrolisis
3 Wang et al., 2012 dan Corona Steamer energi yang lebih rendah (600 V) dibandingkan metode
plasma lebih rendah daripada
Discharge corona steamer discharge (30kV)
corona steamer
Transesterifikasi Kadar biodiesel mencapai 98,41% dengan rasio v/v Memberikan informasi kondisi
Baidawi et al.,
4 Katalis Basa dengan THF : metanol = 2 : 1, rasio molar minyak kelapa sawit : operasi awal untuk dijadikan
2014
Co-Solvent THF metanol = 1 : 6 dan katalis NaOH 0,5% dari massa minyak basis awal penelitian
Metode plasma mampu mengonversi minyak sawit menjadi Memberikan informasi sintesis
Transesterifikasi
5 biodiesel dalam waktu 2 menit dengan tegangan 7000 volt biodiesel dengan elektrolisis
Istadi et al., 2014 menggunakan
dengan yield FAME sebesar 75,65%-massa tanpa plasma, meskipun tegangan
Elektrolisis Plasma
menghasilkan sabun masih sangat tinggi
Memberikan informasi sintesis
Transesterifikasi
Metode elektrolisis plasma memicu reaksi transesterifikasi biodiesel dengan elektrolisis
menggunakan
6 Oktaviani, 2016 dengan yield FAME mencapai 97% dalam waktu 30 menit plasma dengan tegangan yang
Elektrolisis Plasma
dan 900 volt tanpa menghasilkan sabun sudah lebih rendah dari
Katalis Basa
penelitian sebelumnya

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


BAB 3
METODE PENELITIAN

Bab ini membahas kegiatan utama yang meliputi karakterisasi tegangan dan
arus, pengujian awal bahan baku, proses sintesis biodiesel, separasi crude biodiesel,
dan pengujian produk akhir. Selain itu, bab ini juga membahas persiapan alat dan
bahan, prosedur percobaan, variabel-variabel penelitian, dan cara perhitungan
konsumsi energi.

3.1 Kegiatan Utama


Kegiatan utama dari penelitian ini adalah mengidentifikasi biodiesel yang
terbentuk hasil elektrolisis plasma. Rangkaian kegiatan penelitiannya meliputi:
a. Karakterisasi Tegangan dan Arus
Kegiatan ini meliputi pengujian pengaruh tegangan terhadap arus yang
didapatkan dalam konsentrasi elektrolit tertentu. Tegangan divariasikan dari
0 hingga 600 volt. Tegangan diatur menggunakan slide regulator dan arus
listrik diukur untuk mengetahui jumlah energi yang terpakai. Hasil yang
didapat adalah grafik V vs I dimana akan terlihat fluktuasi nilai arus akibat
adanya fenomena plasma. Tegangan sedikit di atas mid-point voltage (VD)
akan menjadi tegangan operasi pada percobaan sintesis biodiesel.
b. Pengujian Awal Bahan Baku
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui perubahan yang terjadi di dalam
minyak saat masih menjadi minyak kelapa sawit dan setelah menjadi
biodiesel. Pengujian juga digunakan untuk mengetahui komposisi
trigliserida dalam bahan baku sehingga perhitungan yield dari proses
sintesis biodiesel dapat dilakukan. Pengujian yang dilakukan adalah GCMS,
densitas, angka asam, dan kadar air.
c. Sintesis Biodiesel dengan Reaktor Elektrolisis Plasma
Ini adalah tahap utama penelitian. Minyak kelapa sawit sebagai bahan baku
direaksikan di dalam reaktor. Persentase KOH menjadi variabel kontrl
penelitian. Variabel bebasnya adalah kedalaman katoda, rasio molar minyak
dengan alkohol, tegangan operasi, dan penambahan gelembung udara.

26
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


27

d. Pemurnian Biodiesel
Pada tahap ini, produk akhir utama berupa biodiesel dipisahkan dari
senyawa lainnya, seperti sisa reaktan (minyak kelapa sawit dan metanol),
produk samping (gliserol dan air), dan partikel solid hasil tergerusnya
elektroda. Proses separasi menggunakan prinsip settling dengan corong
pemisah, kertas saring, dan evaporasi dengan oven.
e. Pengujian Akhir Produk
Pengujian ini dilakukan untuk mengetahui jumlah biodiesel yang terbentuk
dan perubahan fisika yang terjadi di dalam minyak setelah menjadi
biodiesel. Uji FTIR digunakan sebagai uji awal untuk mengetahui senyawa
golongan apa saja yang terbentuk dan yang masih bersisa (bersifat
kualitatif) dan uji GC-FID digunakan untuk mengidentifikasi metil ester
secara kuantitatif. Pengujian fisik meliputi densitas, viskositas, angka asam,
dan kadar air.

Tahapan kegiatan utama ini diuraikan lebih lanjut dalam Gambar 3.1.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


28

Gambar 3.1. Diagram Alir Penelitian Sintesis Biodiesel

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


29

3.2 Persiapan Alat dan Bahan


3.2.1 Persiapan Alat
Alat utama yang digunakan dalam penelitian ini adalah reaktor Contact
Glow Discharge Electrolysis (CGDE) tipe batch yang diadaptasi dari Jin (2010).
Peralatan lain yang digunakan dapat dilihat pada Tabel 3.1. Skema rangkaian
percobaan dapat dilihat pada Gambar 3.2 dan Gambar 3.3.

Tabel 3.1. Alat-Alat Penelitian


No Alat Fungsi
1 MCB Menjaga keamanan dari hubungan arus pendek
2 Slide Regulator Mengatur besarnya tegangan yang digunakan
3 Transformator Menaikkan tegangan
4 Dioda Menyerahkan arus (mengubah AC ke DC)
5 Multimeter Mengukur tegangan dan arus
6 Kabel Mentransmisikan arus listrik pada rangkaian
7 Termometer Mengukur suhu campuran di dalam reaktor
Menimbang H2SO4, minyak, alkohol, dan sampel
8 Timbangan analitik
biodiesel.
9 Buret Menitrasi saat menentukan bilangan asam.
Mengukur volume minyak, alkohol, dan sampel
10 Gelas Ukur
biodiesel.
Sebagai wadah untuk mencampurkan minyak,
11 Gelas Beaker
KOH, dan alkohol.
12 Pipet Volume Mengambil sampel produk (biodiesel) untuk diuji
13 Magnetic Stirrer Mengaduk campuran saat reaksi berlangsung
14 Bubbler Menyuplai gelembung udara ke dalam reaktor
Menutup sementara larutan yang telah dicampur
15 Aluminium Foil
(agar alkohol tidak menguap)
16 Corong pemisah Memisahkan gliserol dan air dari biodiesel
17 Kertas Saring Menyaring produk biodiesel saat pencucian
Memanaskan biodiesel agar kandungan air dan
18 Oven
metanol di dalamnya menguap
19 Piknometer Mengukur densitas minyak sawit dan biodiesel
20 Viskometer Mengukur viskositas minyak sawit dan biodiesel.
Sebagai wadah untuk memindahkan sampel untuk
21 Botol Sampel
ke laboratorium pengujian.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


30

Gambar 3.2. Skema Rangkaian Peralatan

Gambar 3.3. Rangkaian Listrik yang Dihubungkan dengan Reaktor

Terdapat suatu modifikasi pada katoda tempat plasma terbentuk. Modifikasi


ini bertujuan untuk membatasi luas permukaan kontak antara elektroda dengan
larutan elektrolit di sekitarnya, dengan menyisakan sedikit dari ujung elektroda
untuk dapat bersentuhan dengan larutan. Caranya adalah dengan menggunakan
kaca kuarsa yang disekat silikon sebagai pelindung elektroda tempat plasma
terbentuk, seperti yang ditunjukkan Gambar 3.4. Dengan penggunaan kaca kuarsa
ini, kedalaman posisi elektroda tidak akan mengubah besarnya luas kontak antara
elektroda dengan larutan elektrolit. Dengan demikian, semakin dalam elektroda
dicelupkan, konsumsi energi tidak akan meningkat terlalu signifikan karena luas
kontak elektroda dengan larutan elektrolit tetap sama. Dengan mempersempit luas
permukaan elektroda, rapat arus listrik akan meningkat sehingga mampu
menghasilkan panas yang lebih banyak (efek Joule Heating). Panas yang banyak
ini akan membuat selubung gas yang lebih besar yang akan menyelimuti elektroda.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


31

Gambar 3.4. Skema Pelindung Elektroda Tempat Terbentuknya Plasma

Pada bagian atas kaca kuarsa, diberikan penyekat agar tidak ada udara yang
dapat keluar-masuk kaca kuarsa. Hal ini bertujuan mencegah plasma merambat ke
bagian atas elektroda. Modifikasi ini mampu meningkatkan efektivitas plasma
secara signifikan dengan peningkatan konsumsi energi yang tidak terlalu pesat.
Selain itu, elektroda tempat terbentuknya plasma dapat lebih awet dan lebih irit.

3.2.2 Persiapan Bahan


Komponen bahan baku yang digunakan adalah
1. Minyak kelapa sawit (senyawa yang mengandung trigliserida): minyak
kelapa sawit yang digunakan dalam penelitian ini adalah minyak goreng
(minyak yang telah mengalami penyulingan, penjernihan warna, dan
penghilangan bau / Refined-Bleached-Deodorized Palm Oil).
2. Alkohol (metanol): sebagai agen transesterifikasi yang mengubah
trigliserida menjadi metilester atau biodiesel.
3. Aquades digunakan untuk melarutkan sisa alkohol dan gliserol pada tahap
pemurnian biodiesel.
4. Katalis KOH: sebagai katalis dengan konsentrasi 1 wt% minyak.
5. Air: sebagai media pendingin pada cooling jacket reaktor
6. Es: sebagai penyerap kalor yang dibawa air pada aliran pendingin.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


32

3.3 Prosedur Kegiatan


3.3.1 Tahap Karakterisasi Kondisi Proses Konversi Biodiesel dengan
Reaktor Elektrolisis Plasma
Sebelum mengonversi minyak kelapa sawit menjadi biodiesel dengan
reaktor Contact Glow Discharge Electrolysis (CGDE), dilakukan terlebih dahulu
pengujian karakteristik plasma yang terbentuk dalam reaktor. Karakterisasi plasma
dilakukan dengan mereaksikan larutan campuran minyak, metanol, dan KOH pada
rentang tegangan 0-600 Volt. Arus diukur dan diambil datanya pada setiap kenaikan
tegangan sebesar 20 V. Bila arus yang terukur nilainya fluktuatif, maka nilai arus
dicatat sebanyak lima data selama satu menit kemudian diambil nilai rata-ratanya.
Data hasil pengukuran arus kemudian dibuat kurva I vs V. Prosedurnya adalah
sebagai berikut.
1. Minyak diambil dengan volume tertentu.
2. Metanol teknis 96% diambil sebanyak volume yang sama dari minyak sawit
(untuk membuat campuran dengan perbandingan molar minyak sawit :
metanol sebesar 1:24 atau perbandingan volume 1:1).
3. KOH sebanyak 1 wt%-massa minyak ditimbang.
4. KOH dilarutkan dalam metanol 96%.
5. Minyak dilarutkan dalam larutan metanol-KOH.
6. Larutan elektrolit dituang ke dalam reaktor.
7. Stirrer dihidupkan dan larutan dipastikan telah bercampur seragam.
8. Rangkaian listrik disambungkan dengan reaktor dan dinyalakan.
9. Slide regulator diatur dari 0 sampai dengan 600 volt.
10. Arus yang terukur oleh multimeter dicatat tiap kenaikan 20 volt.
11. Suhu reaktor dijaga di bawah 40oC dengan aliran air pendingin.
12. Grafik V vs I dibuat.

3.3.2 Pengujian Awal Minyak


Pengujian awal yang dilakukan adalah uji densitas, angka asam, dan kadar
air dari minyak sawit, serta uji GCMS untuk mengetahui komposisi senyawa yang
tergantung dalam bahan baku, khususnya kandungan mono-, di-, dan trigliserida.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


33

3.3.3 Sintesis Biodiesel


Tahap ini adalah tahap inti dari penelitian pembuatan biodiesel dari minyak
sawit. Ada empat parameter yang akan divariasikan, yaitu kedalaman katoda, rasio
molar minyak dan metanol, tegangan operasi, dan penambahan gelembung udara.
Variabel terikatnya adalah yield proses.
Ketika kedalaman katoda menjadi variabel bebas (0 cm, 1 cm, dan 3 cm),
variabel kontrolnya adalah rasio molar minyak dan metanol 1:24, 1wt% KOH, suhu
dijaga < 40°C, tegangan 460 volt, tanpa gelembung udara, dan durasi 1 jam.
Ketika rasio molar minyak dan metanol menjadi variabel bebas (1:9; 1:10;
1:11; 1:12; dan 1:24), variabel kontrolnya adalah kedalaman katoda 3 cm, 1wt%
KOH, suhu dijaga < 40°C, tegangan operasi sesuai dengan tegangan optimum saat
karakterisasi masing-masing campuran, tanpa gelembung udara, dan durasi 1 jam.
Ketika tegangan operasi menjadi variabel bebas (300 volt dan 460 volt),
variabel kontrolnya adalah rasio molar minyak dan metanol 1:24, kedalaman katoda
3 cm, 1wt% KOH, suhu dijaga < 40°C, tanpa gelembung udara, dan durasi 1 jam.
Ketika penambahan gelembung udara menjadi variabel bebas (0 dan 2,4
liter per menit), variabel kontrolnya adalah rasio molar minyak dan metanol 1:24,
kedalaman katoda 3 cm, 1wt% KOH, suhu dijaga < 40°C, tegangan 460 volt, dan
durasi 1 jam.

3.3.4 Pemurnian Biodiesel


Cara pemisahan biodiesel dengan gliserin dilakukan dengan cara:
1. Volume crude biodiesel diukur, lalu dimasukkan ke dalam corong pemisah
dan didiamkan selama minimal 4 jam agar biodiesel terpisah dari gliserol
(biodiesel di atas dan gliserol di bawah).
2. Biodiesel dan gliserol dikeluarkan dari corong pemisah ke dua gelas ukur
berbeda. Biodiesel disaring dengan kertas saring. Volume masing-masing
diukur. Ini adalah tahap settling pertama.
3. Sejumlah akuades yang telah diukur volumenya disemprotkan ke biodiesel.
Akuades bertujuan untuk melarutkan gliserol yang masih ada bersama
biodiesel. Campuran itu dituangkan kembali ke corong pemisah dan

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


34

didiamkan selama minimal 4 jam. Akan terbentuk lagi dua lapisan, yaitu
biodiesel di atas dan campuran akuades-gliserol di bawah.
4. Kedua lapisan tersebut dikeluarkan dari corong pemisah ke dua gelas ukur
berbeda dan volumenya masing-masing diukur. Biodiesel kembali disaring
dengan kertas saring. Ini adalah tahap settling kedua.
5. Biodiesel hasil settling kedua dipanaskan di oven (pada suhu 110°C) selama
2 jam agar gliserol dan air yang masih tertinggal menguap.
6. Setelah pemanasan, volume biodiesel diukur. Inilah produk yang disebut
biodiesel yang sudah dimurnikan.

3.3.5 Pengujian Akhir Produk Biodiesel


Pengujian akhir produk biodiesel dilakukan dengan uji GC-FID untuk
mengetahui jenis dan komposisi zat yang terkandung di dalamnya. Selain itu,
dilakukan uji densitas, viskositas, angka asam dan kadar air. Data fisika adalah
sebagai pendukung atau karakterisasi produk biodiesel. Dilakukan juga perhitungan
konsumsi energi (energi yang dibutuhkan untuk mendapatkan 1 ml biodiesel) dan
yield proses.

3.4 Variabel Penelitian


3.4.1 Karakterisasi Plasma
Pengujian pertama adalah karakterisasi plasma.

Tabel 3.2. Karakterisasi Plasma


Variabel Variabel Penelitian
Bebas Tegangan (0-600 volt)
Terikat Arus listrik, cahaya plasma
Rasio molar minyak dan metanol 1:24, 1wt% KOH, kedalaman
Tetap
katoda 0 cm, suhu dijaga < 40°C, tanpa gelembung udara

3.4.2 Sintesis Biodiesel


Pengujian kedua adalah sintesis biodiesel. Variabel penelitian dijelaskan
secara rinci dalam Tabel 3.3.

Tabel 3.3. Uji Sintesis Biodiesel CGDE

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


35

No. Variabel Variabel Penelitian


Bebas Kedalaman katoda
Terikat Yield biodiesel
1 Rasio molar minyak dan metanol 1:24, 1wt% KOH, suhu
Tetap dijaga < 40°C, tegangan 460 volt, tanpa gelembung
udara, durasi 1 jam
Bebas Rasio molar minyak dan metanol
Terikat Yield biodiesel
2 Kedalaman katoda 3 cm, 1wt% KOH, suhu dijaga
<40°C, tegangan operasi sesuai dengan tegangan
Tetap
optimum saat karakterisasi masing-masing campuran,
tanpa gelembung udara, durasi 1 jam
Bebas Tegangan operasi
Terikat Yield biodiesel
3 Rasio molar minyak dan metanol 1:24, kedalaman katoda
Tetap 3 cm, 1wt% KOH, suhu dijaga <40°C, tanpa gelembung
udara, durasi 1 jam
Bebas Suplai gelembung udara
Terikat Yield biodiesel
4 Rasio molar minyak dan metanol 1:24, kedalaman katoda
Tetap 3 cm, 1wt% KOH, suhu dijaga < 40°C, tegangan 460
volt, durasi 1 jam

3.5 Pengujian
3.5.1 Uji FTIR dan Gas Chromatography
Uji GCMS dilakukan terhadap bahan baku minyak yang digunakan untuk
mengetahui jenis senyawa yang terdapat bahan baku dan komposisinya masing-
masing sehingga perhitungan yield dari proses sintesis biodiesel dapat dilakukan.
Pada pengujian ini, trigliserida dikonversi menjadi asam lemaknya dahulu untuk
selanjutnya dianalisis.
Tabel 3.4. Daerah Serapan Gugus Tertentu pada Uji FTIR (Skoog, 2014)
Gugus Jenis Senyawa Daerah Serapan (cm-1)
C-H Alkana 2850-2960; 1350-1470
C-O Alkohol, eter, asam karboksilat, ester 1080-1300
C=O Aldehida, keton, asam karboksilat, ester 1690-1760
O-H Alkohol, fenol (monomer) 3610-3640
O-H Alkohol, fenol (ikatan H) 200-3600
O-H Asam karboksilat 500-3000

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


36

Pengujian dengan menggunakan Fourier Transform Infrared Spectroscopy


(FTIR) bersifat kualitatif dan dilakukan terhadap produk biodiesel yang dihasilkan
untuk memastikan terbentuknya metil ester dari hasil percobaan. Senyawa-senyawa
yang terdeteksi oleh FTIR akan terlihat dari gambar puncak yang dihasilkan dan
dicocokkan dengan tabel pembacaan daerah serapan FTIR, seperti ditunjukkan
Tabel 3.4. Setelah metil ester dipastikan terbentuk, pengujian GC-FID (Gas
Chromatography – Flame Ionization Detector) dilakukan untuk mengetahui
besarnya kandungan metil ester dalam biodiesel yang dihasilkan.

3.5.2 Uji Densitas


Densitas merupakan karakteristik penting yang menjelaskan apakah
biodiesel yang dihasilkan memiliki kualitas yang baik atau tidak. Pengukuran
densitas dilakukan terhadap minyak sebagai bahan baku dan juga produk biodiesel
yang dihasilkan. Pengukuran densitas minyak diperlukan untuk perhitungan massa
katalis yang dibutuhkan dan pengukuran densitas produk biodiesel dilakukan untuk
melihat apakah biodiesel yang didapat telah memenuhi spesifikasi yang
disyaratkan. Densitas diukur dengan menggunakan alat yang disebut dengan
piknometer, mengikuti ASTM D1480 – 86. Piknometer ini terbuat dari botol kaca
dan terdiri atas tiga bagian, yaitu tutup (untuk menjaga suhu piknometer), lubang,
dan gelas ukur. Cara menggunakan piknometer adalah sebagai berikut.
1. Suhu fluida saat diukur dipastikan sama dengan suhu pengukuran yang
tertera pada piknometer.
2. Piknometer ditimbang dalam keadaan kosong.
3. Sampel dimasukkan ke dalam piknometer tersebut.
4. Piknometer ditutup apabila volume yang diisikan sudah tepat.
5. Massa piknometer yang berisi sampel ditimbang.
6. Massa sampel dihitung dengan cara mengurangkannya dengan massa
piknometer kosong
7. Massa jenis sampel dihitung dengan persamaan pada Lampiran A.2.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


37

3.5.3 Uji Viskositas Kinematik


Pengukuran viskositas kinematik hanya dilakukan terhadap produk
biodiesel untuk melihat apakah biodiesel yang didapat telah memenuhi spesifikasi.
Pengukuran viskositas kinematik merujuk pada metode ASTM D-445
(Raksodewanto, 2010). Prosedur pengujiannya menggunakan viskometer kapiler
gelas dimana pengukuran waktu didasarkan pada cepat lambat fluida dalam kapiler
pada suhu yang telah ditetapkan (40oC). Prosedurnya dilakukan sebagai berikut.
1. Produk dipanaskan hingga mencapai suhu 40oC.
2. Produk dimasukkan ke dalam viskometer hingga ketinggian tertentu.
3. Viskometer diatur menggunakan drop pipet hingga produk memenuhi
tabung atas dan salah satu lubang viskometer ditutup menggunakan jari
telunjuk agar produk tetap di atas.
4. Jari telunjuk dilepas dari lubang tersebut dan waktu yang diperlukan produk
untuk meninggalkan tabung atas dicatat.
5. Hal yang sama dilakukan terhadap fluida referensi yang telah diketahui
viskositasnya pada suhu 40oC.
Perhitungan dilakukan dengan membandingkan waktu sampel dengan
waktu yang diperlukan suatu cairan pembanding yang telah diketahui
viskositasnya. Perhitungannya menggunakan persamaan pada Lampiran A.3.

3.5.4 Uji Angka Asam


Pengujian angka asam bertujuan untuk mengetahui kadar asam lemak bebas
(free fatty acid) yang terdapat dalam minyak. Minyak kelapa sawit dengan kualitas
yang rendah umumnya mengandung FFA yang banyak sehingga angka asamnya
pun tinggi. Pengujian ini dilakukan di awal dan akhir penelitian. Bilangan asam
menunjukkan jumlah asam mineral dan asam yang terkandung dalam sampel
biodiesel (Mittlebatch, 2004). Maksimal angka asam biodiesel adalah 0,5 mg-
KOH/g sesuai Tabel 2.1. Pengujian angka asam dilakukan dengan prinsip titrasi
asam-basa, mengikuti ASTM D-974. Gambar 3.5 menunjukkan bagaimana
pengujian angka asam dilakukan. Perhitungannya menggunakan persamaan pada
Lampiran A.4.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


38

Campuran Titrasi
Sebanyak 25 ml Sebanyak 2 ml
Sebanyak 5 gram sampel dipanaskan dilakukan
etanol indikator PP
ditimbang sampai dengan larutan
ditambahkan ditambahkan
mendidih KOH 0,1 N

Gambar 3.5. Tahapan Analisis Pengujian Angka Asam (Raksodewanto, 2010)

3.5.5 Uji Kadar Air


Pengujian kandungan air menggunakan metode Karl Fisher (ASTM D-
6304) dan dilakukan terhadap bahan baku minyak dan produk biodiesel. Metode ini
menggunakan prinsip titrasi dengan titran yang digunakan adalah pereaksi Karl
Fischer (campuran iodin, sulfur dioksida, dan pridin dalam larutan metanol).
Selama proses titrasi, terjadi reaksi reduksi iodin oleh sulfur dioksida dengan
adanya air. Reaksi reduksi iodin akan berlangsung sampai air habis, ditunjukkan
dengan munculnya warna coklat. Warna coklat ini muncul karena sampel telah
kelebihan iodin akibat tidak adanya air yang membuat iodin tak tereduksi lagi.
Pereaksi Karl Fischer sangat sensitif terhadap air sehingga cocok untuk analisis
sampel dengan kadar air yang sangat rendah hingga 1 ppm. Perhitungan kadar air
menggunakan persamaan pada Lampiran A.5.

3.5.6 Perhitungan Yield dan Konsumsi Energi Spesifik


Perhitungan yield menggunakan persamaan pada Lampiran A.6 sedangkan
perhitungan konsumsi energi spesifik (jumlah energi yang dibutuhkan untuk
menghasilkan 1 ml biodiesel) menggunakan persamaan pada Lampiran A.7.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


BAB 4
HASIL DAN PEMBAHASAN

Bab ini menjelaskan bagaimana cara mendapatkan biodiesel dengan metode


elektrolisis plasma menggunakan plasma katodik. Bab ini juga menjelaskan
pengaruh dari pengaruh kedalaman katoda, rasio molar minyak-metanol, tegangan
operasi, dan penambahan gelembung udara terhadap yield biodiesel, serta
perhitungan konsumsi energi yang dibutuhkan dalam memproduksi biodiesel.\

4.1 Sintesis dan Separasi Biodiesel


Penggunaan tegangan tinggi akan menyebabkan terjadinya pemanasan di
elektroda. Pemanasan ini akan menguapkan larutan elektrolit yang berada di sekitar
elektroda sehingga terbentuklah selubung gas (Gupta, 1991). Pada percobaan ini,
selubung gas terbentuk di katoda sebab katoda memiliki ukuran (panjang dan
diameter) yang lebih kecil dibandingkan anoda. Katoda yang digunakan berbahan
tungsten agar dapat tahan terhadap temperatur tinggi sedangkan anoda yang
digunakan berbahan stainless steel. Ketika tegangan dinaikkan, terjadi loncatan
elektron (eksitasi elektron) pada katoda yang ditandai dengan percikan cahaya
(emisi sinar ultraviolet) dan ini yang disebut dengan plasma (Jiang et al., 2013).

100 volt 200 volt 300 volt 100 volt 200 volt 300 volt

400 volt 500 volt 600 volt 400 volt 500 volt 600 volt
Plasma Katodik Plasma Anodik
Gambar 4.1. Visualisai Plasma Katodik dan Anodik

39
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


40

Gambar 4.1 menunjukkan perbedaan fenomena pembentukan plasma


katodik dan anodik yang terjadi pada sintesis biodiesel dengan perbandingan molar
minyak:metanol sebesar 1:24, kedalaman 0 cm, katalis KOH 1% dari massa
minyak. Tegangan yang makin tinggi menandakan adanya pasokan energi yang
makin besar pada elektroda sehingga loncatan elektron dan emisi sinar ultraviolet
(plasma) semakin besar. Pada Gambar 4.1, plasma yang terbentuk pada tegangan
600 volt di katoda jauh lebih besar dibandingkan dengan di anoda. Ini menandakan
plasma lebih mudah mencapai kestabilan di katoda dibandingkan di anoda. Hal ini
terlihat pada karakterisasi plasma yang ditunjukkan Gambar 4.2.

0,4
0,35 Katoda
Anoda
0,3
Arus (Ampere)

0,25
0,2
0,15
0,1
0,05
0
0 100 200 300 400 500 600 700 800 900
Tegangan (Volt)
Gambar 4.2. Perbandingan Karakterisasi Plasma Katodik dan Anodik pada Sintesis Biodiesel
dengan Perbandingan Molar Minyak:Metanol sebesar 1:24, Kedalaman 0 cm,
Katalis KOH 1% dari Massa Minyak

Karakterisasi bertujuan untuk menentukan tegangan optimum yang akan


dijadikan tegangan operasi dalam sintesis biodiesel dengan elektrolisis plasma.
Tegangan breakdown (puncak) dari kedua fenomena di atas tidak berbeda jauh,
yakni 200 volt untuk plasma katodik dan 180 volt untuk plasma anodik. Tegangan
breakdown sendiri merupakan pembatas antara fenomena elektrolisis konvensional
dengan elektrolisis plasma. Akan tetapi, mid-point voltage (Vd) yang menjadi
penanda bahwa plasma telah mencapai kestabilan dari kedua fenomena tersebut
berbeda cukup jauh, yaitu 380 volt untuk plasma katodik dan 580 volt untuk plasma
anodik. Ini sekali lagi menegaskan bahwa plasma lebih mudah mencapai kestabilan
di katoda dibandingkan di anoda. Hal ini membuat sintesis biodiesel dengan plasma
katodik dapat dilakukan pada tegangan yang jauh lebih rendah jika dibandingkan

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


41

saat menggunakan plasma anodik sehingga diharapkan dapat menghemat


penggunaan energi. Karakterisasi pada percobaan plasma katodik dibatasi hingga
600 volt saja untuk menjaga keamanan karena plasma yang terbentuk saat 600 volt
sudah sangatlah terang.
Sintesis biodiesel dengan elektrolisis plasma ini dilakukan selama 60 menit.
Suhu plasma yang terbentuk dapat mencapai 9000 K (Drobyshevski, 1977)
meskipun suhu bulk campuran dijaga di rentang 30-40°C. Oleh karena itu, sebagian
metanol menguap selama sintesis berlangsung. Hal ini ditunjukkan dengan adanya
asap putih yang mengumpul di bagian atas reaktor. Seiring waktu, metanol di dalam
reaktor akan berkurang karena terkonversi dan juga teruapkan. Ini membuat terang
plasma ikut meredup karena larutan elektrolitnya berkurang, seperti ditunjukkan
pada Gambar 4.3.

(a) (b)
Gambar 4.3. (a) Plasma Saat Awal Sintesis; (b) Plasma Saat Mendekati Akhir Sintesis

(a) (b) (c) (d)


Gambar 4.4. (a) Crude Biodiesel; (b) Pemisahan Pertama; (c) Pemisahan Kedua; (d) Pemanasan

Crude biodiesel yang dihasilkan (Gambar 4.4 (a)) terdiri atas dua lapisan
dimana lapisan atas sebagian besar merupakan metil ester (biodiesel) dan lapisan

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


42

bawah sebagian besar merupakan gliserol dan air. Crude biodiesel ini dimasukkan
ke dalam corong pemisah dan didiamkan selama 4 jam agar proses pemisahan metil
ester dari gliserol dan air berlangsung dengan baik, seperti ditunjukkan pada
Gambar 4.4 (b). Kemudian, kedua lapisan ini dikeluarkan dari corong pemisah ke
dua wadah berbeda. Lapisan atas disaring dengan kertas saring agar partikel padat
(hasil penggerusan katoda) dapat tersaring. Lalu, air disemprotkan ke lapisan atas
yang merupakan metil ester agar gliserol dan metanol yang masih terkandung di
dalamnya terikat oleh air dan terpisah dari metil ester. Campuran ini dimasukkan
kembali ke dalam corong pemisah dan didiamkan semalaman (sekitar 15 jam).
Selanjutnya akan terpisah seperti ditunjukkan pada Gambar 4.4 (c). Lapisan bawah
hasil pemisahan kedua didominasi oleh air sehingga terlihat lebih jernih
dibandingkan lapisan bawah hasil pemisahan pertama yang didominasi oleh
gliserol. Lapisan atasnya kembali dipisahkan dari lapisan bawah dan dipanaskan
selama 2 jam pada temperatur sekitar 110-120°C (Gambar 4.4 (d)) agar metanol
dan air menguap sehingga pada akhirnya didapatkan biodiesel yang murni
(Atadashi et al., 2011). Biodiesel ini disaring kembali dengan kertas saring saat
dimasukkan ke dalam botol sampel agar benar-benar bebas dari partikel padatan
yang mungkin masih ada di dalamnya.

4.2 Pengaruh Kedalaman Plasma terhadap Yield Biodiesel


Percobaan dilakukan dengan memvariasikan kedalaman katoda sehingga
plasma terbentuk pada kedalaman 0 cm, 1 cm, dan 3 cm.

(a) (b) (c)


Gambar 4.5. Fenomena Plasma dengan Kedalaman Katoda (a) 0 cm; (b) 1 cm; (c) 3 cm

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


43

Gambar 4.5 menunjukkan bahwa semakin dalam elektroda tercelup,


semakin besar plasma yang dihasilkan. Plasma yang semakin besar ini disebabkan
arus yang mengalir semakin besar.
0,305 0,302
Arus (Ampere) 0,3
0,295
0,29 0,288

0,285 0,281
0,28
0,275
0,27
0 cm 1 cm 3 cm
Kedalaman
Gambar 4.6. Rataan Arus yang Terbaca

Gambar 4.6 menunjukkan bahwa semakin dalam elektroda tercelup,


semakin besar juga arus yang dihasilkannya. Hal ini menandakan konsumsi
energinya per satuan waktu juga semakin besar. Semakin dalam elektroda
dicelupkan, gaya apung yang dialami oleh elektroda semakin besar. Gaya apung
yang semakin besar ini membuat gas makin mudah naik ke permukaan sehingga
tebal selubung gas menjadi makin tipis. Proses penipisan selubung gas hanya terjadi
dalam waktu yang sangat singkat karena selanjutnya akan menebal kembali.
Selubung gas yang tipis membuat adanya daerah pada elektroda yang mengalami
proses elektrolisis konvensional yang menyebabkan arusnya kembali meningkat
drastis (Saksono, 2013). Adanya aliran arus yang besar ini membuat efek Joule
Heating ikut meningkat sehingga terjadi evaporasi lanjutan yang membuat
selubung gas membesar kembali dan plasma ikut membesar. Semakin dalam
elektroda tercelup, semakin besar luasan daerah yang akan mengalami proses
elektrolisis konvensional. Hal ini menyebabkan arusnya semakin besar (efek Joule
Heating semakin meningkat) dan selubung gas yang terbentuk kembali menjadi
jauh lebih tebal sehingga plasma lebih besar.
Plasma yang semakin besar menyebabkan plasma semakin aktif berinteraksi
dengan reaktan di sekitarnya. Ini membuat radikal yang dihasilkan menjadi semakin
banyak (Bismo et al., 2013). Spesi radikal yang semakin banyak mampu memicu
reaksi berlangsung terus-menerus sehingga konversi reaksi meningkat. Hal ini

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


44

ditunjukkan dengan yield biodiesel yang semakin besar seiring penempatan katoda
yang semakin dalam, seperti ditunjukkan Gambar 4.7.
100 98,76
98
96
Yield (%) 94 92,81
92
90 88,54
88
86
84
82
0 cm 1 cm 3 cm
Kedalaman

Gambar 4.7. Yield Biodiesel saat Sintesis pada Kedalaman 0, 1, dan 3 cm

Tabel 4.1. Konsumsi Energi Spesifik berdasarkan Kedalaman Katoda


Volume Biodiesel Energi Konsumsi Energi
Sampel
(ml) (Joule) Spesifik (J/ml)
0 cm 622 465833 749
1 cm 652 477310 732
3 cm 694 499339 720

Tabel 4.1 menunjukkan konsumsi energi spesifik pada percobaan variasi


kedalaman katoda. Semakin dalam katoda tercelup, semakin besar arus (energi)
yang terpakai. Namun, biodiesel yang dihasilkan bertambah secara signifikan.
Dengan demikian, semakin dalam elektroda tercelup, semakin kecil konsumsi
energi spesifiknya sehingga efisiensi energinya meningkat.
Selain itu, kedalaman katoda juga berpengaruh pada banyaknya metanol
yang menguap selama proses sintesis berlangsung. Pada kedalaman 0 cm, volume
metanol yang menguap selama proses sintesis adalah 218 ml (29,1%), sedangkan
pada kedalaman 1 cm dan 3 cm secara berturut-turut adalah 168 ml (22,4%) dan
170 ml (22,7%). Pada kedalaman 1 cm dan 3 cm, metanol yang menguap karena
terpanaskan oleh plasma akan sempat mengalami pendinginan oleh larutan yang
berada di atasnya sehingga sebagian kecil dapat mengembun kembali (tidak seluruh
metanol yang menguap dapat lepas dari larutan). Berbeda halnya dengan plasma
pada kedalaman 0 cm (dekat dengan permukaan), metanol yang menguap dapat
langsung terlepas dari larutan karena tidak ada larutan di atasnya yang dapat
mengembunkannya kembali.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


45

4.3 Pengaruh Rasio Molar Minyak-Metanol terhadap Yield Biodiesel


Rasio molar minyak dengan alkohol merupakan salah satu faktor yang
signifikan mempengaruhi yield sintesis biodiesel. Secara stoikiometis, rasio molar
yang dibutuhkan antara minyak dengan alkohol adalah 1:3. Akan tetapi, pada
praktiknya, jumlah alkohol perlu diperbanyak untuk meningkatkan kemungkinan
kontak antara molekul alkohol dengan trigliserida sekaligus menggeser reaksi ke
arah produk (reaksi sintesis biodiesel adalah reaksi reversible) (Lee et al., 2010).
Secara teoretis, semakin besar rasio molar, semakin tinggi juga yield sintesis
(Helwani et al., 2009). Banyaknya metanol yang digunakan dan seberapa signifikan
peningkatan yield biodieselnya akibat peningkatan rasio molar menjadi faktor
penting dalam memperhitungkan keekonomisan proses. Variasi rasio molar
minyak-metanol yang dilakukan adalah sebesar 1:24; 1:12; 1:11; 1:10; 1:9.
Penulis melakukan percobaan untuk campuran dengan rasio molar 1:9;
1:10; dan 1:11 dengan memberikan tegangan hingga maksimum 900 volt. Pada
rasio 1:9, plasma tidak menyala. Pada rasio 1:10, terdengar bunyi percikan mulai
tegangan 700 volt, tetapi plasma juga tidak menyala. Pada rasio 1:11, terdengar
bunyi percikan mulai tegangan 400 volt dan plasma mulai menyala dengan stabil
pada 800 volt. Akan tetapi, percobaan pada campuran 1:11 ini tidak dilanjutkan
karena alasan keamanan dimana penggunaan tegangan sudah sangat tinggi. Pada
rasio 1:12, plasma menyala dengan stabil pada 360 volt dan pada rasio 1:24, plasma
menyala dengan stabil pada 460 volt. Plasma yang terbentuk saat percobaan dengan
rasio molar 1:12 dan 1:24 dapat dilihat pada Gambar 4.9.

(a) (b)
Gambar 4.8. Fenomena Plasma dengan Rasio Molar (a) 1:12; (b) 1:24

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


46

Gambar 4.8 menunjukkan campuran dengan rasio molar minyak-metanol


sebesar 1:24 menghasilkan plasma yang lebih terang dibandingkan campuran
dengan rasio molar 1:12. Ini disebabkan jumlah elektrolit yang terkandung pada
campuran dengan rasio molar 1:24 jauh lebih banyak dibandingkan campuran 1:12.
Pada percobaan ini, elektrolit merupakan KOH yang terlarut dalam metanol dan
berguna sebagai media penghantar listrik. Jumlah elektrolit yang semakin banyak
membuat konduktansi larutan meningkat sehingga semakin mudah menghantarkan
listrik. Hal ini ditandai dengan arus yang mengalir pada campuran 1:24 lebih besar
dibandingkan dengan yang mengalir pada campuran 1:12, seperti ditunjukkan pada
Gambar 4.9. Mid-point voltage campuran 1:12 adalah 200 volt, sementara
campuran 1:24 adalah 300 volt. Ini menandakan plasma lebih mudah mencapai
kestabilan pada campuran 1:12 dibandingkan campuran 1:24.
0,7
0,6
0,5
Arus (Ampere)

0,4
0,3
0,2
1:24
0,1
1:12
0
0 100 200 300 400 500 600
Tegangan (Volt)

Gambar 4.9. Karakterisasi Campuran Minyak:Metanol sebesar 1:12 dan 1:24

99
98,9
98,8 98,76
98,7
98,57
Yield (%)

98,6
98,5
98,4
98,3
98,2
98,1
98
1:12 1:24
Rasio Molar Minyak : Metanol

Gambar 4.10. Yield Biodiesel saat Sintesis dengan Rasio Molar 1:12 dan 1:24

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


47

Gambar 4.10 menjelaskan bahwa yield yang dihasilkan dari campuran


dengan rasio molar 1:12 dan 1:24 tidak berbeda jauh. Campuran 1:12 menghasilkan
yield yang hanya 0,19% lebih rendah daripada campuran 1:24. Penambahan
metanol melebihi rasio 1:12 tidak berpengaruh banyak karena radikal metoksil
(CH3O•) yang dihasilkan pada campuran 1:12 sudah optimal untuk sejumlah
minyak yang sama. Dengan hasil ini, penggunaan volume metanol dalam sintesis
biodiesel dengan elektrolisis plasma ini dapat dikurangi menjadi setengahnya
dimana yield yang diperoleh tidak berubah secara signifikan. Elektrolisis plasma
mampu membentuk spesi-spesi radikal yang sangat reaktif sehingga dapat
memanfaatkan ketersediaan metanol sebagai bahan baku dengan sebaik-baiknya.

Tabel 4.2. Konsumsi Energi Spesifik berdasarkan Rasio Molar Minyak dengan Metanol
Volume Biodiesel Energi Konsumsi Energi
Sampel
(ml) (Joule) Spesifik (J/ml)
1:12 692 419213 605
1:24 694 499339 720

Selain pengurangan penggunaan volume metanol, sintesis campuran dengan


rasio molar 1:12 juga memiliki kelebihan lain, yaitu memiliki konsumsi energi
spesifik yang lebih rendah dibandingkan campuran dengan rasio molar 1:24.
Sintesis pada campuran 1:12 dapat dilakukan di tegangan yang lebih rendah dengan
kinerja yang sama baiknya. Tabel 4.2 menunjukkan bahwa energi yang digunakan
oleh sintesis campuran dengan rasio molar 1:12 jauh lebih rendah, tetapi volume
biodiesel yang dihasilkan tidak berbeda jauh. Dengan demikian, konsumsi energi
spesifiknya menjadi lebih kecil. Ini berarti efisiensi prosesnya lebih tinggi.
Rasio molar juga mempengaruhi proses separasi setelah sintesis selesai.
Pada percobaan yang dilakukan, lamanya waktu yang dibutuhkan agar biodiesel
dan gliserol terpisah secara sempurna (pemisahan pertama) adalah 4 jam untuk
campuran 1:24 dan hanya 10 menit untuk campuran 1:12. Semakin besar rasio
molarnya, semakin lama proses pemisahan biodiesel dari gliserol. Ini disebabkan
metanol mampu meningkatkan kelarutan gliserol di dalam biodiesel (Musa, 2016).
Semakin banyak metanol yang terlibat pada reaksi, semakin tinggi kelarutan
gliserol dalam biodiesel sehingga menjadi lebih sulit untuk dipisahkan.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


48

4.4 Pengaruh Tegangan Operasi terhadap Yield Biodiesel


Pada percobaan ini dilakukan sintesis dengan dua nilai tegangan yang
berbeda, yaitu 300 volt dan 460 volt. Tegangan 300 volt merupakan mid-point
voltage (VD) dengan arus sekitar 0,158 ampere. Tegangan 460 volt merupakan
tegangan yang berada di atas mid-point voltage dengan arus sekitar dua kali arus
pada tegangan 300 volt, yaitu 0,292 ampere. Tujuannya untuk mengetahui pengaruh
penggunaan tegangan di atas VD terhadap yield dan efisiensi energinya.

(a) (b)
Gambar 4.11. Fenomena Plasma dengan Tegangan Operasi (a) 300 volt; (b) 460 volt

Gambar 4.11 menunjukkan bahwa plasma yang dihasilkan pada tegangan


460 volt lebih besar dibandingkan yang dihasilkan pada 300 volt. Untuk luas
permukaan yang konstan, semakin tinggi tegangan, semakin besar juga rapat daya
listriknya. Hal ini membuat efek Joule Heating meningkat sehingga selubung gas
dan plasma yang terbentuk lebih besar. Dengan kata lain, semakin tinggi tegangan
yang digunakan, semakin tebal plasma yang terbentuk (Yan et al., 2009).

100
98,76
99
98
Yield (%)

97
96 95,17
95
94
93
300 volt 460 volt
Tegangan Operasi

Gambar 4.12. Yield Biodiesel saat Sintesis dengan Tegangan Operasi 300 Volt dan 460 Volt

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


49

Gambar 4.12 menunjukkan bahwa sintesis dengan tegangan 460 volt


menghasilkan yield yang jauh lebih besar dibandingkan sintesis dengan tegangan
300 volt. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya dimana tegangan yang semakin
tinggi akan menghasilkan plasma yang semakin tebal. Semakin tebal (besar) plasma
yang terbentuk, semakin banyak spesi radikal yang dihasilkan (Bismo et al., 2013).
Ini membuat yield biodiesel menjadi semakin besar juga. Oleh karena perbedaan
yield yang signifikan, sintesis umumnya dilakukan dengan menggunakan tegangan
di atas mid-point voltage. Yang menjadi batasan adalah semakin tinggi tegangan di
atas mid-point voltage, semakin cepat elektroda tempat terbentuknya plasma
(katoda) dan kaca penutupnya habis tergerus. Ini disebabkan besarnya rapat daya
listrik yang berada pada katoda akan menghasilkan panas dengan intensitas yang
tinggi sehingga menggerus katoda.

Tabel 4.3. Konsumsi Energi Spesifik berdasarkan Tegangan Operasi


Volume Biodiesel Energi Konsumsi Energi
Sampel
(ml) (Joule) Spesifik (J/ml)
300 Volt 669 403724 604
460 Volt 694 499339 720

Berdasarakan Tabel 4.3, penggunaan tegangan di atas mid-point voltage


mengonsumsi energi lebih banyak, tetapi peningkatan jumlah biodiesel yang
dihasilkan tidak terlalu signifikan. Peningkatan energi sebesar 95615 Joule hanya
akan meningkatkan jumlah biodiesel sebesar 25 ml (3825 J/ml). Ini menandakan
penggunaan tegangan di atas mid-point voltage akan menaikkan konsumsi energi
spesifik proses sintesis biodiesel. Dengan demikian, kenaikan tegangan tidak serta-
merta membuat operasi lebih baik karena sekalipun yield proses meningkat,
konsumsi energinya juga meningkat secara signifikan.

4.5 Pengaruh Penambahan Gelembung Udara terhadap Yield Biodiesel


Penambahan gelembung udara pada awalnya diharapkan mampu
meningkatkan efisiensi energi dalam proses elektrolisis plasma karena gelembung
udara dapat meningkatkan stabilitas pembentukan plasma (Yamatake et al., 2007).
Akan tetapi, hasil dari percobaan yang dilakukan menunjukkan hal yang
sebaliknya.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


50

100
98,76
99
98
97

Yield (%)
96
95 94,14
94
93
92
91
Tanpa Gelembung Dengan Gelembung
Gambar 4.13. Yield Biodiesel saat Sintesis tanpa dan dengan Gelembung Udara

Gambar 4.13 menunjukkan bahwa sintesis dengan gelembung udara


menghasilkan yield yang lebih rendah dibandingkan sintesis tanpa gelembung
udara. Pada percobaan elektrolisis plasma untuk pengolahan limbah, suplai oksigen
dibutuhkan untuk membantu proses oksidasi berbagai senyawa limbah berat. Akan
tetapi, dalam sintesis biodiesel, keberadaan oksigen justru dihindari untuk
mencegah teroksidasinya bahan baku minyak maupun biodiesel yang dihasilkan.
Menurunnya yield ketika ada gelembung udara yang dimasukkan ke dalam reaktor
kemungkinan disebabkan sebagian trigliserida tidak bereaksi dengan radikal
metoksil, tetapi teroksidasi oleh oksigen yang dipasok. Melalui reaksi radikal bebas,
ikatan rangkap pada gugus asam lemak tak jenuh dari trigliserida dapat terputus dan
bereaksi dengan radikal oksigen (O•) sehingga menghasilkan aldehida atau keton.
Hal ini ditandai dengan bau yang kurang sedap (bau tengik). Proses oksidasi ini
lebih mudah terjadi pada temperatur yang tinggi (Freedman, 2000).
Penambahan gelembung udara juga meningkatkan energi yang dipakai
selama sintesis. Energi yang digunakan selama sintesis dengan gelembung udara
adalah 694,5 kJ, lebih besar daripada energi yang digunakan selama sintesis tanpa
gelembung udara, yaitu 499,3 kJ. Hal ini disebabkan viskositas minyak dan/atau
biodiesel yang tinggi membuat gelembung yang disuplai oleh bubbler sulit untuk
menjangkau ujung elektroda tempat terbentuknya plasma, ditambah dengan adanya
stirrer yang membuat gelembung ikut bergerak berputar (teraduk) dan tidak
menjangkau plasma. Berbeda halnya dengan percobaan pengolahan limbah dimana
larutannya memiliki viskositas yang rendah (didominasi air) dan dikerjakan tanpa
menggunakan stirrer. Di sisi lain, gelembung udara mendinginkan temperatur
larutan. Ini membuat dibutuhkannya energi tambahan untuk menguapkan larutan di

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


51

sekitar elektroda tempat plasma terbentuk. Akibatnya, energi yang terpakai menjadi
lebih besar untuk mendapatkan plasma yang tetap stabil.
Tabel 4.4 menunjukkan bahwa energi yang terpakai saat sintesis dengan
gelembung jauh lebih tinggi dibandingkan saat sintesis tanpa gelembung.
Peningkatan energi yang tidak diikuti dengan peningkatan jumlah biodiesel yang
dihasilkan sehingga konsumsi energi spesifiknya meningkat.

Tabel 4.4. Konsumsi Energi Spesifik berdasarkan Penambahan Gelembung Udara


Volume Biodiesel Energi Konsumsi Energi
Sampel
(ml) (Joule) Spesifik (J/ml)
Tanpa gelembung 694 499339 720
Dengan gelembung 661 694526 1050

4.6 Karakterisasi Biodiesel


Pengujian dilakukan untuk mengetahui apakah biodiesel yang dihasilkan
telah memiliki karakteristik yang sesuai dengan SNI 7182:2015 sebagai standar
spesifikasi biodiesel, seperti yang tercantum pada Tabel 2.1. Pengujian meliputi uji
kandungan metil ester, densitas, viskositas kinematik, angka asam, dan kadar air.

4.6.1 Uji Kandungan Metil Ester


Pengujian kandungan bahan baku menggunakan GCMS di Laboratorium
Kesehatan Daerah DKI Jakarta sedangkan pengujian biodiesel menggunakan GC-
FID di Laboratorium Uji Departemen Teknik Kimia FTUI menggunakan metode
DIN EN 14103:2013. Kandungan trigliserida pada bahan baku adalah 93,66% mol
sehingga cocok dijadikan bahan baku pembuatan biodiesel. Kandungan metil ester
pada biodiesel yang dihasilkan ditunjukkan pada Tabel 4.5.

Tabel 4.5. Kandungan Metil Ester pada Biodiesel


Kedalaman Tegangan Gelembung Kandungan
Katoda Rasio Molar Operasi Udara
Sampel Metil Ester
(cm) Minyak:Metanol (volt) (L/min) (%mol)
1 0 1:24 460 - 92,83
2 1 1:24 460 - 93,40
3 3 1:24 460 - 91,76
4 3 1:12 360 - 93,57
5 3 1:24 300 - 92,85
6 3 1:24 460 2,4 94,47

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


52

Dari hasil yang didapat, kandungan metil ester dalam biodiesel di atas 91%
mol. Sisanya adalah air, asam lemak bebas, dan trigliserida yang belum terkonversi.
Pada Lampiran C.2, tertera bahwa metil ester dalam biodiesel didominasi oleh
C18:1 (metil oleat) dan C16:0 (metil palmitat). Hasil ini sesuai dimana bahan baku
juga didominasi oleh asam oleat (36,17% mol) dan asam palmitat (29,42% mol).
Selanjutnya, data kandungan metil ester pada Tabel 4.5 ini digunakan untuk
menghitung yield sintesis biodiesel yang terlampir pada Lampiran B.3.

4.6.2 Uji Densitas


Pengujian densitas menggunakan metode ASTM D1480 – 86, dilakukan di
Laboratorium Intensifikasi Proses Departemen Teknik Kimia FTUI. Berdasarkan
SNI 7182:2015, densitas biodiesel adalah 850-890 kg/m3. Pada Tabel 4.6, seluruh
sampel biodiesel yang diuji berada pada rentang densitas sesuai standar. Densitas
biodiesel lebih rendah dibandingkan densitas minyak goreng yang merupakan
bahan baku, yaitu 908,9 kg/m3. Secara kimiawi, molekul metil ester memiliki
ukuran yang lebih kecil daripada molekul trigliserida. Terlebih, trigliserida bereaksi
dengan metanol yang densitasnya jauh lebih kecil, yaitu 792 kg/m3 (Lide, 2005).

Tabel 4.6. Densitas Bahan Baku Minyak dan Biodiesel


Kedalaman Tegangan Gelembung
Rasio Molar Densitas
Sampel Katoda Operasi Udara
Minyak:Metanol (kg/m3)
(cm) (volt) (L/min)
1 0 1:24 460 - 869,3
2 1 1:24 460 - 869,8
3 3 1:24 460 - 866,0
4 3 1:12 360 - 870,5
5 3 1:24 300 - 866,9
6 3 1:24 460 2,4 867,7

4.6.3 Uji Viskositas Kinematik


Viskositas merupakan sifat penting dalam penggunaan bahan bakar minyak.
Viskositas mempengaruhi derajat pemanasan awal yang diperlukan untuk handling,
penyimpanan, dan atomisasi. Jika terlalu kental, minyak akan sulit dipompa,
dinyalakan, dan dialirkan (Mittlebach et al., 2004). Atomisasi yang buruk akan
mengakibatkan pengendapan karbon pada ujung burner atau dinding mesin (Moser,
2009). Viskositas kinematik adalah rasio viskositas dinamis dengan densitas.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


53

Pengujian viskositas kinematik biodiesel menggunakan viskometer dan


dilakukan di Laboratorium Uji Departemen Teknik Kimia FTUI menggunakan
metode ASTM D-445. Berdasarkan SNI 7182:2015, viskositas kinematik biodiesel
adalah 2,3-6,0 mm2/s (cSt). Berdasarkan hasil pengujian, seperti yang ditunjukkan
pada Tabel 4.7, seluruh sampel biodiesel yang dihasilkan memiliki viskositas pada
rentang yang sesuai standar.
Tabel 4.7. Viskositas Kinematik Biodiesel
Kedalaman Tegangan Gelembung Viskositas
Rasio Molar
Sampel Katoda Operasi Udara Kinematik
Minyak:Metanol
(cm) (volt) (L/min) (mm2/s)
1 0 1:24 460 - 4,7526
2 1 1:24 460 - 4,7194
3 3 1:24 460 - 4,1162
4 3 1:12 360 - 4,6727
5 3 1:24 300 - 4,3802
6 3 1:24 460 2,4 4,6333

Sampel 1, 2, dan 3 merupakan percobaan variasi kedalaman. Semakin dalam


plasma dibentuk, semakin rendah viskositas kinematik biodiesel yang dihasilkan.
Ini disebabkan semakin dalam katoda dicelupkan, semakin besar plasma dihasilkan
sehingga suhu larutan juga semakin tinggi. Suhu yang semakin tinggi membuat
lebih banyak gugus asam lemak pada metil ester yang mengalami pemutusan.
Pemutusan ini membuat rantai-rantai karbon lebih pendek sehingga viskositas
kinematiknya juga berkurang. Begitu juga dengan sampel 3 dan 4 yang merupakan
percobaan variasi rasio molar. Sampel 3 memiliki kandungan metanol lebih tinggi
sehingga arus dan tegangannya juga lebih tinggi. Ini menyebabkan suhu larutannya
juga lebih tinggi dari pada sampel 4 sehingga pemutusan rantai karbon lebih banyak
terjadi dan viskositas kinematiknya lebih rendah.
Sampel 3 dan 5 yang merupakan percobaan variasi tegangan. Sampel 3
menggunakan tegangan yang lebih tinggi. Tegangan yang lebih tinggi ini membuat
rapat energi pada ujung katoda lebih besar dan menghasilkan suhu yang lebih panas
dari pada sampel 5 sehingga pemutusan rantai karbon lebih banyak terjadi dan
viskositas kinematiknya lebih rendah. Sampel 3 dan 6 yang merupakan percobaan
variasi penambahan gelembung udara. Sintesis sampel 3 memiliki suhu yang lebih
panas dari pada sintesis sampel 6 karena penambahan gelembung udara

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


54

mendinginkan campuran saat sintesis sampel 6 sehingga pemutusan rantai karbon


pada sampel 3 lebih banyak terjadi dan viskositas kinematiknya lebih rendah.

4.6.4 Uji Angka Asam


Angka asam didefinisikan sebagai massa KOH yang dibutuhkan untuk
untuk menetralkan asam dalam suatu senyawa kimia. Pengujian angka asam
dilakukan dengan menitrasi 4 gram sampel yang telah dilarutkan dalam etanol
teknis hingga 25 ml dengan KOH 0,1 N. Pengujian ini menggunakan metode
ASTM D-974, dilakukan di Laboratorium Intensifikasi Proses Departemen Teknik
Kimia FTUI. Berdasarkan SNI 7182:2015, angka asam biodiesel adalah maksimal
0,5 mg KOH/g sampel. Berdasarkan hasil pengujian, seperti yang ditunjukkan pada
Tabel 4.8, seluruh sampel biodiesel yang dihasilkan memiliki angka asam pada
rentang yang sesuai standar.

Tabel 4.8. Angka Asam Biodiesel


Kedalaman Tegangan Gelembung Angka Asam
Rasio Molar
Sampel Katoda Operasi Udara (mg KOH/g
Minyak:Metanol
(cm) (volt) (L/min) sampel)
1 0 1:24 460 - 0,4488
2 1 1:24 460 - 0,4178
3 3 1:24 460 - 0,2799
4 3 1:12 360 - 0,2802
5 3 1:24 300 - 0,2766
6 3 1:24 460 2,4 0,2780

Jika dilihat pada Tabel 4.8, sampel 1, 2, dan 3 yang merupakan percobaan
variasi kedalaman menghasilkan biodiesel dengan perbedaan angka asam yang
cukup signifkan. Semakin dalam katoda dicelupkan, interaksi kontak plasma
dengan reaktan menjadi lebih banyak sehingga kinerjanya meningkat (semakin
banyak reaktan yang bereaksi). Dengan demikian, semakin dalam katoda
dicelupkan, semakin banyak asam lemak bebas yang bereaksi dengan metanol
membentuk metil ester dan air sehingga sisa asam lemak bebas yang terukur (yang
tidak bereaksi) menjadi lebih sedikit.
Sampel 3 dan 4 yang merupakan percobaan variasi rasio molar. Sampel 3
memiliki kandungan metanol berlebih yang lebih tinggi dibandingkan sampel 4
sehingga kemungkinan reaksi antara asam lemak bebas dan metanol yang

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


55

menghasilkan metil ester dan air menjadi lebih besar. Dengan demikian, sisa asam
lemak bebas yang terukur dari sampel 3 menjadi lebih rendah dari pada sampel 4.
Sampel 3, 5, dan 6 yang merupakan percobaan variasi tegangan dan gelembung
udara. Ini menunjukkan tegangan operasi dan penambahan gelembung udara tidak
mempengaruhi reaksi antara asam lemak bebas dan metanol yang menghasilkan air
secara signifikan.

4.6.5 Uji Kadar Air


Keberadaan air dalam biodiesel menurunkan kualitas biodiesel karena akan
menurunkan nilai kalor, menyebabkan korosi pada mesin, dan memicu
pertumbuhan mikroorganisme yang dapat menyumbat aliran bahan bakar (Shreve
et al., 1956). Reaksi antara asam lemak dengan katalis basa menghasilkan sabun
dan air. Selain itu, bahan baku juga mengandung sebagian kecil air. Hal ini yang
menyebabkan adanya kandungan air dalam metil ester.
Pengujian ini dilakukan di Laboratorium Uji Akademi Kimia Analis, Bogor
menggunakan metode ASTM D-6304. Berdasarkan SNI 7182:2015, kadar air
biodiesel adalah maksimal 0,05 %vol. Berdasarkan hasil pengujian, seperti yang
ditunjukkan pada Tabel 4.9, tidak semua sampel biodiesel yang dihasilkan
mengandung kadar air sesuai standar. Hal ini disebabkan proses pemisahan yang
kurang baik dimana proses pemanasan biodiesel pada suhu 110-120°C kurang lama
sehingga belum semua air yang terkandung dalam biodiesel berhasil teruapkan.

Tabel 4.9. Kadar Air Bahan Baku Minyak dan Biodiesel


Kedalaman Tegangan Gelembung Kadar
Rasio Molar
Sampel Katoda Operasi Udara Air
Minyak:Metanol
(cm) (volt) (L/min) (%vol)
1 0 1:24 460 - 0,03
2 1 1:24 460 - 0,05
3 3 1:24 460 - 0,13
4 3 1:12 360 - 0,08
5 3 1:24 300 - 0,17
6 3 1:24 460 2,4 0,13

Jika dilihat pada Tabel 4.9, sampel 1, 2, dan 3 yang merupakan percobaan
variasi kedalaman menghasilkan biodiesel dengan perbedaan kadar air yang cukup
signifkan. Sama seperti penjelasan angka asam. Semakin dalam katoda dicelupkan,

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


56

semakin banyak asam lemak bebas yang bereaksi dengan metanol membentuk metil
ester dan air. Ini membuat semakin dalam katoda dicelupkan, semakin banyak air
yang dihasilkan. Sampel 3 dan 4 yang merupakan percobaan variasi rasio molar.
Sampel 3 memiliki kandungan metanol berlebih yang lebih tinggi dibandingkan
sampel 4 sehingga kemungkinan terjadinya reaksi antara asam lemak bebas dan
metanol yang menghasilkan metil ester dan air menjadi lebih besar. Dengan
demikian, kadar air sampel 3 menjadi lebih tinggi dari pada sampel 4.
Sampel 3, 5, dan 6 yang merupakan percobaan variasi tegangan dan
gelembung udara menghasilkan biodiesel dengan kadar air yang relatif sama
(cenderung tinggi). Ini menunjukkan perubahan tegangan operasi dan penambahan
gelembung udara tidak mempengaruhi reaksi antara asam lemak bebas dan metanol
yang menghasilkan air secara signifikan.
Kadar air yang masih cukup tinggi disebabkan penggunaan metanol teknis
(96% massa atau 96,8% volume), bukan metanol pro analis (99% massa atau 99,2%
volume). Metanol teknis memiliki kandungan air yang cukup tinggi. Sebagai
perbandingan, dalam 750 ml, metanol teknis mengandung air sebanyak 24 ml
sedangkan metanol pro analis mengandung air hanya sebanyak 6 ml. Cara lain
untuk mengurangi kadar air selain pemanasan (drying) adalah liquid-liquid
extraction menggunakan gliserol atau adsorpsi menggunakan silica gel.

4.7 Konsumsi Energi Spesifik


Berbagai variasi yang dilakukan dalam sintesis biodiesel dengan elektrolisis
plasma ini bertujuan untuk mencari kondisi operasi yang optimum yang ditandai
dengan yield yang tinggi. Selain yield, faktor lain yang menjadi pertimbangan serius
adalah konsumsi energi yang dibutuhkan dalam menghasilkan biodiesel. Konsumsi
energi pada proses CGDE cenderung lebih kecil dibandingkan dengan proses
konvensional (Yan et al., 2006). Jika variasi dari suatu variabel ternyata
meningkatkan konsumsi energi secara besar namun hanya disertai peningkatan
jumlah biodiesel yang dihasilkan secara tidak signifikan, perubahan variabel ini
perlu ditinjau ulang. Untuk itu, besarnya konsumsi energi spesifik perlu diamati
dengan benar. Konsumsi energi spesifik ini dinyatakan dalam satuan Joule per
mililiter biodiesel yang dihasilkan (J/ml). Konsumsi energi spesifik pada percobaan
yang dilakukan berkisar 604-1050 J/ml, seperti ditunjukkan pada Gambar 4.14. Hal

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


57

ini merupakan terobosan besar dimana sebelumnya konsumsi energi spesifik untuk
sintesis biodiesel dengan elektrolisis plasma masih cukup tinggi, berada di kisaran
1320-4720 J/ml (Siswosoebrotho, 2016) dan di kisaran 1330-5380 J/ml (Oktaviani,
2016). Konsumsi energi spesifik dalam percobaan ini juga lebih kecil dari pada
konsumsi energi spesifik untuk sintesis biodiesel secara konvensional, yaitu sebesar
1168 J/ml (The National Biodiesel Board, 2009).

1200
1.050
Konsumsi Energi Spesifik (J/ml)

1000

800 749 732 720


605 604
600

400

200

0
1 2 3 4 5 6
Sampel

Gambar 4.14. Konsumsi Energi Spesifik Percobaan Sintesis Biodiesel

Keterangan Sampel:
1 : kedalaman 0 cm, rasio molar 1:24, tegangan 460 V, tanpa gelembung udara
2 : kedalaman 1 cm, rasio molar 1:24, tegangan 460 V, tanpa gelembung udara
3 : kedalaman 3 cm, rasio molar 1:24, tegangan 460 V, tanpa gelembung udara
4 : kedalaman 3 cm, rasio molar 1:12, tegangan 360 V, tanpa gelembung udara
5 : kedalaman 3 cm, rasio molar 1:24, tegangan 300 V, tanpa gelembung udara
6 : kedalaman 3 cm, rasio molar 1:24, tegangan 460 V, dengan gelembung udara

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


58

1000 903 910

Konsumsi Energi Spesifik (J/ml)


809
800 749 732 720

600
Katoda
400
Anoda
200

0
0 1 3
Kedalaman (cm)

Gambar 4.15. Perbedaan Konsumsi Energi Spesifik Percobaan Plasma Katodik dan Anodik

Gambar 4.15 menunjukkan perbedaan konsumsi energi spesifik dari


percobaan variasi kedalaman tercelupnya elektroda saat menggunakan plasma
katodik dan plasma anodik. Berdasarkan Gambar 4.15, konsumsi energi spesifik
percobaan plasma katodik berada di kisaran 720-749 J/ml sedangkan konsumsi
energi spesifik percobaan plasma anodik berada di kisaran 809-910 J/ml. Terlihat
bahwa percobaan dengan plasma katodik mengonsumsi energi lebih sedikit
dibandingkan percobaan dengan plasma anodik. Hal ini menyatakan bahwa
percobaan dengan plasma katodik memiliki efisiensi energi yang jauh lebih tinggi.

Tabel 4.10. Perhitungan Konsumsi Energi Spesifik pada Percobaan Plasma Katodik dan Anodik
Volume Biodiesel Energi Konsumsi Energi Spesifik
Plasma Sampel
(ml) (Joule) (J/ml)
0 cm 622 465833 749
Katodik 1 cm 652 477310 732
3 cm 694 499339 720
0 cm 653 528264 809
Anodik 1 cm 661 597168 903
3 cm 675 613872 910

Pada Tabel 4.10, semakin dalam elektroda tercelup, volume biodiesel yang
dihasilkan plasma katodik bertambah sekitar 30-42 ml, sedangkan plasma anodik
hanya bertambah sekitar 8-14 ml. Energi yang digunakan plasma katodik
bertambah sekitar 11-22 kJ, sedangkan energi pada plasma anodik bertambah
secara signifikan sekitar 16-69 kJ. Dengan demikian, meningkatnya kedalaman
elektroda yang tercelup membuat konsumsi energi spesifik pada percobaan plasma
katodik menurun, tetapi pada percobaan plasma anodik meningkat.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


59

Untuk percobaan 0 cm, 1 cm, dan 3 cm secara berturut-turut, perbedaan


jumlah energi yang terkonsumsi adalah 62431 Joule, 119858 Joule, 114533 Joule,
sementara perbedaan jumlah biodiesel yang dihasilkan hanya 31 ml, 9 ml, dan 19
ml. Terlihat jumlah energi yang digunakan pada percobaan plasma katodik jauh
lebih sedikit dari pada plasma anodik, sementara jumlah biodiesel yang dihasilkan
oleh keduanya tidak berbeda jauh (biodiesel lebih banyak didapat dengan plasma
anodik pada percobaan 0 cm dan 1 cm, dan dengan plasma katodik pada percobaan
3 cm, menandakan jenis elektroda tempat plasma terbentuk tidak berpengaruh pada
jumlah biodiesel yang dihasilkan untuk kedalaman yang sama). Dengan demikian,
konsumsi energi spesifik plasma katodik lebih rendah karena energi yang
digunakan lebih sedikit, bukan karena volume biodiesel yang dihasilkan lebih
banyak (volume produk cenderung sama dengan percobaan plasma anodik).
Kemudahan terbentuknya plasma yang stabil di katoda dibandingkan di
anoda menjadi faktor kunci mengapa konsumsi energi spesifik percobaan plasma
katodik dapat jauh lebih rendah. Pada plasma anodik, energi lebih digunakan untuk
penguapan larutan elektrolit di sekitar anoda sehingga selubung gas lebih mudah
terbentuk pada plasma anodik dibandingkan plasma katodik (Zong et al., 2009).
Pada plasma katodik, energi lebih digunakan untuk mengeksitasi elektron
sehingga plasma lebih mudah mencapai stabil pada plasma katodik dibandingkan
plasma anodik (Zong et al., 2009). Nilai koefisien eksitasi elektron sekunder
Townsend (γ, probabilitas pelepasan elektron sekunder akibat dari adanya ion
positif yang terakselerasi pada medan listrik dari plasma) adalah sekitar 0,01-0,1
untuk logam katoda dan sekitar 0,0001-0,001 untuk larutan elektrolit di sekitar
anoda. Katoda yang bermuatan negatif dikelilingi oleh banyak ion positif.
Banyaknya ion positif ini membuat bukan hanya elektron primer yang tereksitasi,
melainkan juga elektron sekunder (Bruggeman et al., 2009).
Oleh karena plasma katodik lebih mudah menghasilkan plasma secara stabil
dibandingkan plasma anodik, tegangan operasi yang digunakan untuk plasma
katodik dapat lebih rendah dibandingkan plasma anodik dalam menciptakan plasma
dengan kinerja yang sama. Hal inilah yang menjadi dasar mengapa energi yang
digunakan plasma katodik dapat lebih rendah dibandingkan plasma anodik dalam
menghasilkan biodiesel dengan jumlah yang relatif sama.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


BAB 5
KESIMPULAN DAN SARAN

5.1 Kesimpulan
Kesimpulan yang dapat diperoleh dari penelitian ini adalah
1. Semakin dalam elektroda tempat terbentuknya plasma tercelup, semakin
besar yield biodiesel yang dihasilkan dan semakin rendah konsumsi energi
spesifiknya.
2. Penurunan rasio molar minyak dengan metanol dari 1:24 menjadi 1:12 tidak
berpengaruh signifikan terhadap yield biodiesel yang dihasilkan karena
yield hanya turun dari 98,76% menjadi 98,57%. Ini dapat menghemat
pemakaian alkohol dalam sintesis biodiesel. Selain itu, konsumsi energi
spesifik campuran 1:12 juga lebih rendah dibandingkan campuran 1:24.
3. Semakin banyak metanol yang digunakan, semakin lama proses pemisahan
biodiesel dari gliserol karena metanol meningkatkan kelarutan gliserol di
dalam biodiesel. Pemisahan pertama campuran 1:24 membutuhkan waktu 4
jam sementara campuran 1:12 hanya membutuhkan waktu 10 menit.
4. Pada tegangan operasi yang jauh lebih tinggi dari VD, yield biodiesel yang
dihasilkan dan konsumsi energi spesifiknya juga lebih tinggi.
5. Percobaan dengan gelembung udara menghasilkan yield biodiesel yang
lebih rendah dan konsumsi energi spesifik yang lebih tinggi dibandingkan
percobaan tanpa gelembung udara.
6. Konsumsi energi spesifik saat menggunakan plasma katodik berada di
kisaran 720-749 J/ml, lebih rendah dibandingkan percobaan plasma anodik
yang berada di kisaran 809-910 J/ml untuk percobaan yang sama.
7. Densitas, viskositas kinematik, dan angka asam produk biodiesel yang
dihasilkan pada percobaan ini telah memenuhi spesifikasi SNI. Hanya kadar
air belum memenuhi spesifikasi SNI karena masih lebih tinggi dari batas
maksimum yang diperbolehkan. Ini disebabkan penggunaan metanol teknis
sebagai bahan baku memiliki kandungan air yang tinggi.

60
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


61

8. Kondisi operasi sintesis biodiesel dengan elektrolisis plasma menggunakan


plasma katodik yang dianggap terbaik dalam penelitian ini adalah katalis
KOH 1 wt%, kedalaman katoda 3 cm, rasio molar minyak-metanol 1:12,
tegangan operasi 360 volt, dan tanpa gelembung udara. Percobaan dengan
kondisi operasi ini memiliki konsumsi energi spesifik sebesar 605 J/ml dan
juga menghemat pemakaian metanol hingga setengah dari volume yang
biasa dipakai saat ini (rasio molar 1:24).

5.2 Saran
Saran untuk penelitian selanjutnya adalah sebagai berikut.
1. Memodifikasi reaktor untuk meminimalkan hilangnya metanol yang
menguap dan keluar dari reaktor karena jumlah metanol yang menguap dan
keluar dari reaktor cukup besar, di kisaran 22,4% – 29,1% dari total volume
awalnya. Jika mungkin, membuat sistem pendinginan metanol yang telah
menguap sehingga dapat mengembun dan masuk kembali ke reaktor selama
sintesis berlangsung.
2. Mencoba merancang sistem injeksi gelembung udara yang lebih baik, yakni
gelembung udara dapat langsung kontak dengan ujung elektroda tempat
plasma terbentuk sehingga tidak terlalu terpengaruh oleh viskositas larutan
dan efek putaran pengadukan.
3. Menggunakan bahan metanol pro analis yang memiliki kandungan air yang
sangat rendah agar kadar air produk biodiesel yang dihasilkan dapat
memenuhi spesifikasi SNI. Cara lain adalah memanaskan biodiesel di oven
lebih lama atau menggunakan metode pengeringan lain, seperti liquid-liquid
extraction dengan larutan gliserol atau adsorpsi dengan silica gel.
4. Menggunakan material lain yang tidak mudah tergerus atau gosong sebagai
pelindung elektroda tempat plasma terbentuk (selain kaca kuarsa yang telah
digunakan saat ini).

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


DAFTAR PUSTAKA

Abdurrahman, S. (2015). Siaran Pers Nomor 15/JSI/2015. Kementerian ESDM


Republik Indonesia, pp. 2-3.
Atadashi, I.M., Aroua, M.K. dan Aziz, A.A. (2011). Biodiesel Separation and
Purification: A Review. Renewable Energy, 36, pp. 437-443.
Baidawi, A. (2014). Transesterifikasi dengan Co-Solvent sebagai Salah Satu
Alternatif Peningkatan Yield Metil Ester pada Pembuatan Biodiesel dari
Crude Palm Oil. Jurnal Teknik Kimia ITS Surabaya, pp. 20-32.
Bismo, S., Irawan, K., Karamah E, F. dan Saksono, N. (2013). On The Production
of OH Radical Through Plasma Electrolysis Mechanism for The Processing
of Ammonia Waste Water. J. Chem. Eng., 7, pp. 6-12.
Boocock, D.G.B. (1998). Fast Formation of High-Purity Methyl Ester from
Vegetable Oils. J. Am. Oil Chem. Soc., 75, pp. 1162-1172.
Bruggeman, P. dan Leys, C. (2009). Non-Thermal Plasmas in and in Contact with
Liquids. Journal of Physics D: Applied Physics, 42(5), pp. 53001.
Drobyshevski, E.M. (1977). Tunguska Catastrophe Associated with Hydrogen
Explosion of The Comet's Nucleus. Russian Journal of Science and
Technology, 3, pp. 113-114.
Ejikeme, P. M., Anyaogu, I.D., Ejikeme, C.L., Nwafor, N.P., Egbuonu, C.A.C.,
Ukogu, K. dan Ibemesi, J.A. (2009). Catalyst in Biodiesel Production by
Transesterification Processes-An Insight. E-Journal of Chemistry, 7(4), pp.
1120-1132.
Ejikeme, P. M., Egbuonu, C.A.C. dan Anyaogu, I.D. (2011). Fatty Acid Methyl
Esters of Melon Seed Oil, Characterization for Potential Fuel Applications.
Leonardo J. Sci., 18, pp. 75-84.
Freedman, I.P. (2000). Ullmann’s Encyclopedia of Industrial Chemistry:
Margarines and Shortenings. Weinheim, Germany: Wiley-VCH Verlag
GmbH & Co., pp. 1-24.
Freedman, B., Pryde, E. H. dan Mounts, T. L. (1984). Variables Affecting The
Yields of Fatty Esters from Transesterified Vegetable Oils. JAOCS, 61, pp.
1638-1643.

62
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


DAFTAR PUSTAKA (Lanjutan – 1)

Gao, J., Wang, X., Hu, Z., Deng, H., Hou, J., Lu, X., dan Kang, J. (2003). Plasma
Degradation of Dyes in Water with Contact Glow Discharge Electrolysis.
Water Research, 37, pp. 267-272.
Gao, J., Yu, J., Lu, Q., He, X., Yang, W., Li, Y., Pu, L. dan Yang, Z. (2008).
Decoloration of Alizarin Red S in Aqueous Solution by Glow Discharge
Electrolysis. Dyes and Pigments, 76, pp. 47-52.
Guan, G. dan Kasukabe, K. (2009). Synthesis of Biodiesel Fuel using an
Electrolysis Method. Chemical Engineering Journal, 153, pp. 159-163.
Guan, G. dan Kasukabe, K. (2009). Transesterification of Vegetable Oil to
Biodiesel Fuel Using Acid Catalysis in The Presence of Dimethyl Eter. Fuel
Journal, 88, pp. 81-86.
Gupta, S.K.S. dan Singh, O.P. (1998). A Study on The Origin of Nonfaradaic
Behaviour of Anodic Contact Glow Discharge Electrolysis. Journal of The
Electrochemical Society. pp. 439-448.
Gupta, S.K.S. dan Singh, O.P. (1991). Contact Glow Discharge Electrolysis: A
Study of Its Onset and Location. J. Electroanal. Chem., 301, pp. 189-197.
Hardadi, R. (2015). Kondisi Pasokan dan Permintaan BBM di Indonesia dan
Upaya Pertamina dalam Pemenuhan Kebutuhan BBM Nasional. [pdf]
Jakarta: Pertamina. Tersedia di:
http://www.migasreview.com/upload/d/c%7Bca%7DKondisiPasokandanP
ermintaanBBMdiIndonesiadanUpayaPertaminaDalamPemenuhanKebutuh
anBBMNasional%7Bca%7D2015-02-04%7Bca%7D05-53-
57%7Bca%7D1421138112.pdf [Diakses pada 15 September 2016].
Helwani, Z., Othman, M.R., Aziz, N., Fernando, W.J.N., dan Kim, J. (2009).
Techonologies for Production of Biodiesel Focusing on Green Catalytic
Techniques: A Review. Fuel Process Technology, 90, pp. 1502-1514.
Istadi, I., Yudhistira, A. D., Anggoro, D. D., dan Buchori, L. (2014). Electro-
Catalyst System for Biodiesel Synthesis from Palm Oil over Dielectric-
Barrier Discharge Plasma Reactor. Bulletin of Chemical Reaction
Engineering and Catalysis, 2, pp. 111-120.

63
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


DAFTAR PUSTAKA (Lanjutan – 2)

Jiang, B., Zheng, J., Qiu, S., Wu, M., Zhang, Q., Yan, Z. dan Xue, Q. (2013). Review
on Electrical Discharge Plasma Technology for Wastewater Remediation.
Shandong: China University of Petroleum, pp. 348-369.
Jin, X. Wang, X., Yue, J., Cai, Y. dan Zhang, H. (2010). The Effect of Electrolyte
Constituents on Contact Glow Discharge Electrolysis. Electrochimica Acta
Journal, 56(2), pp. 925-928.
Kalnes, T., Marker, T. dan Shonnard, D.R. (2007). Green Diesel: A Second
Generation Biofuel. International J Chem Reactor Eng., [online] 5(1), pp.
748. Tersedia di: https://doi.org/10.2202/1542-6580.1554. [Diakses pada 27
April 2017].
Karagiannidis, A. (2006). Biodiesel Feedstock, Production and Uses. Dalam:
Siapkas, P., Karagiannidis, A., Samaras, P., Gidarakos E., Nikolaidis, N.
dan Christodoulatos, C., ed., World Sustainable Energy Days. Greece, pp.
617-618.
Kozáková, Z. (2011). Electric Discharges in Water Solutions. Brno, Czech
Republic: Brno University of Technology, pp. 12.
Lee, J.S. dan S. Saka. (2010). Biodiesel Production by Heterogeneous Catalyst and
Supercritical Technologies. Bioresource Technology, 101, pp. 7191-7200.
Lee, D.W., Park, Y.M. dan Lee, K.Y. (2009). Heterogeneous Base Catalysts for
Transesterification in Biodiesel Synthesis. Catal. Surv. Asia, 13, pp. 63-67.
Lesko, T., Colussi, A.J. dan Hoffmann, M.R. (2006). Sonochemical Decomposition
of Phenol: Evidence for a Synergetic Effect of Ozone and Ultrasound for
The Elimination of Total Organic Carbon from Water. Environmental
Science Technology, 40, pp. 6818-6823.
Lide, D.R. (2005). CRC Handbook of Chemistry and Physics, 86th ed. Boca Raton
(FL): CRC Press., pp. 2-3.
Lotero, E., Liu, Y., Lopez, D.E., Suwannakarn, K., Bruce, D.A. dan Goodwin, Jr.
(2005). Synthesis of Biodiesel via Acid Catalysis. Ind. Eng. Chem. Res., 44,
pp. 5353-5363.

64
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


DAFTAR PUSTAKA (Lanjutan – 3)

McCoy, M. (2005). Growth of Biodiesel Has Big Implications for The


Oleochemical Industry. Chem. Eng. News, 83(8), pp. 19-20.
Mittlebatch, M., Remschmidt, C. (2004). Biodiesel The Comprehensive Handbook.
Vienna: Boersedruck Ges. M.bH., pp. 250-262.
Mizuno, T., Akimoto, T. dan Ohmori, T. (2005). Hydrogen Evolution by Plasma
Electrolysis in Aqueous Solution. Japanese Journal of Applied Physics, 44,
pp. 396-401.
Moser, B. (2009). Biodiesel Production, Properties, and Feedstocks. In Vitro Cell.
Dev. Biology Plant, 45, pp. 229-266.
Musa, I.A. (2016). The Effects of Alcohol to Oil Molar Ratios and The Type of
Alcohol on Biodiesel Production Using Transesterification Process.
Egyptian Journal of Petroleum, 25, pp. 21-31.
National Biodiesel Board. (2009). Comprehensive Survey in Energy Use for
Biodiesel Production. Jefferrson City: National Biodiesel Board., pp. 1.
Oktaviani, M. (2016). Konversi CPO Menjadi Biodiesel Menggunakan Metode
Elektrolisis Plasma. Sarjana. Universitas Indonesia., pp. 47-51.
Pathak, S. (2015). Acid Catalyzed Transesterification. Journal of Chemical and
Pharmaceutical Research, 7(3), pp. 1780-1786.
Perez-Cisnerosa, E.S., Sales-Cruzb, M., Lobo-Oehmichena, R. dan Viveros-García,
T. (2017). A Reactive Distillation Process for Co-Hydrotreating of Non-
Ediblevegetable Oils and Petro-Diesel Blends to Produce Green Diesel
Fuel. Computers and Chemical Engineering, 5674, pp. 18.
Peyton, G.R. dan W.H. Glaze. (2015). Destruction of Pollutants in Water with
Ozone in Combination with Ultraviolet Radiation. Photolysis Of Aqueous
Ozone, Environmental Science Technology, 22, pp. 761-767.
Rahayu, M. (2012). Teknologi Proses Produksi Biodiesel. Dalam: Suharyono, H.
dan Nurrohim, A. Proses Pengembangan Bio-fuel sebagai Substitusi Bahan
Bakar Minyak, pp. 17-28.

65
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


DAFTAR PUSTAKA (Lanjutan – 4)

Raksodewanto, A.A. (2010). Studi Stabilitas Biodiesel Berbasis Bahan Baku


Minyak Nabati Lokal dalam Tahap Penyimpanan dalam Rangka Percepatan
Difusi dan Pemanfaatan IPTEK. Insentif Riset Perekayasa No: 90. Serpong:
Pertamina, pp. 29-30.
Saito, G., Nakasugi, Y. dan Akiyama, T. (2015). Generation of Solution Plasma
Over A Large Electrode Surface Area. Journal of Applied Physics, [online]
188, pp. 23303. Tersedia di: http://dx.doi.org/10.1063/1.4926493. [Diakses
pada 27 Februari 2017].
Saksono, N., Iryandi, dan Bismo, S. (2014). Produksi Hidrogen Melalui Metode
Elektrolisis Plasma pada Larutan KOH-Metanol. Skripsi Nasional Integrasi
Proses, 02 (ISSN 2088-6756), pp. 23-30.
Saksono, N. (2013). Effect of Process Condition in Plasma Electolysis of
Chloralkali Production. International Journal of Chemical Engineering and
Applications, 4(5), pp. 266-270.
Saksono, N., Ariawan, B. dan Bismo, S. (2012). Hydrogen Production System
Design by Using Non-Thermal Plasma Electrolysis in Glycerol-KOH
Solution. International Journal of Technology, 3, pp. 8-15.
Santos, D.M.F., Sequeira, C.A.C. dan Figueiredo, J.L. (2013). Hydrogen
Production by Alkaline Water Electrolysis. Química Nova, 36(8), pp. 1176-
1193.
Shim, J.H., Jeong, J.Y. dan Park J.Y. (2017). SWRO Brine Reuse by Diaphragm-
Type Chlor-Alkali Electrolysis to Produce Alkali-Activated Slag.
Desalination, 413, pp. 10-18.
Shreve, G.S., Inguva, S. dan Gunnam, S.R. (1956). Biosurfactant Enhancement of
Hexadecane Biodegradation by Pseudomonas Aeruginosa. Mol. Mar. Biol.
Biotechnol., 4, pp. 331-337.
Siswosoebrotho, D.A. (2016). Sintesis Biodiesel Menggunakan CPO dengan
Metode Contact Glow Discharge Electrolysis. Sarjana. Universitas
Indonesia., pp. 54-56.

66
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


DAFTAR PUSTAKA (Lanjutan – 5)

Sivasankar, T. dan Moholar, V.S. (2009). Mechanistic Approach to Intensification


of Sonochemical Degradation of Phenol. Chemical Engineering Journal,
149, pp. 57-69.
Skoog, West. (2014). Fundamentals of Analytical Chemistry, 9th Ed.. Canada: Mary
Finch, pp. 777.
Wang, X., Zhou, M. dan Jin, X. (2012). Application of Glow Discharge Plasma for
Wastewater Treatment. Electrochemical Acta Journal, 83, pp. 501-512.
Yamatake, A., Katayama, H., Yasuoka, K. dan Ishii, S. (2007). Water Purification
by Atmospheric DC/Pulsed Plasmas Inside Bubbles in Water. International
Journal of Plasma Environmental Science & Technology, 1(1), pp. 91-95.
Yan, Z.C., Li, C. dan Lin, W.H. (2006). Experimental Study of Plasma Under-
Liquid Electrolysis in Hydrogen Generation. The Chinese Journal of
Process Engineering, 6(3), pp. 203-211.
Zheng, S., Kates, M., Dube, M.A. dan McLean, D.D. (2006). Acid-Catalyzed
Production of Biodiesel from Waste Frying Oil. Biomass and Bioenergy,
30(3), pp. 267-272.
Zong, C.Y., Chen, L. dan Wang, H.L. (2009). Hydrogen Generation by Glow
Discharge Plasma Electrolysis of Methanol Solutions. International Journal
of Hydrogen Energy, 34, pp. 48-55.

67
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


LAMPIRAN A
CARA PERHITUNGAN

A.1 Perhitungan Bahan Baku


Perhitungan mol minyak kelapa sawit
 Mengambil sejumlah minyak kelapa sawit dalam basis volume
 Menghitung massa minyak kelapa sawit tersebut
𝑚𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 = 𝜌𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 × 𝑉𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (A.1)
 Menghitung mol minyak kelapa sawit
𝑚
𝑛𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 = 𝑀 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (A.2)
𝑟 𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘

 Menghitung volume metanol sesuai perbandingan molar


(minyak : metanol = 1 : a)
𝑛𝑚𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 𝑎 × 𝑛𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (A.3)
𝑚𝑚𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = 𝑛𝑚𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 × 𝑀𝑟 𝑚𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 (A.4)
𝑚𝑚𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙
𝑉𝑚𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙 = (A.5)
𝜌𝑚𝑒𝑡𝑎𝑛𝑜𝑙

 Menghitung massa KOH sebanyak 1% dari massa minyak kelapa sawit


𝑚𝐾𝑂𝐻 = 1% × 𝑚𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘 (A.6)

A.2 Perhitungan Densitas


𝑀𝑎𝑠𝑠𝑎 (𝑚)
𝐷𝑒𝑛𝑠𝑖𝑡𝑎𝑠 (𝜌) = 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 (𝑉) (A.7)

A.3 Perhitungan Viskositas Kinematik


𝑣1 𝑡1
= (A.8)
𝑣2 𝑡2

A.4 Perhitungan Angka Asam


𝑁𝐾𝑂𝐻 × 𝑉𝐾𝑂𝐻 × 𝑀𝑟 𝐾𝑂𝐻
𝐴𝑛𝑔𝑘𝑎 𝐴𝑠𝑎𝑚 = (A.9)
𝑚𝑠𝑎𝑚𝑝𝑒𝑙

A.5 Perhitungan Kadar Air


0,4 𝐹 (𝑉1 −𝑉2 )
𝐾𝑎𝑑𝑎𝑟 𝑎𝑖𝑟 = (A.10)
𝑊

68
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


69

F : Faktor standardisasi pereaksi


V1 : Volume pereaksi Karl Fischer untuk titrasi sampel (ml)
V2 : Volume pereaksi Karl Fischer untuk titrasi blanko (ml)
W : massa sampel (gram)

A.6 Perhitungan Yield Sintesis Biodiesel


𝑉 × 𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑀𝑒𝑡𝑖𝑙 𝐸𝑠𝑡𝑒𝑟
𝑌𝑖𝑒𝑙𝑑 = 𝑉 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘 × 𝐾𝑎𝑛𝑑𝑢𝑛𝑔𝑎𝑛 𝑇𝑟𝑖𝑔𝑙𝑖𝑠𝑒𝑟𝑖𝑑𝑎 × 100% (A.11)
𝑚𝑖𝑛𝑦𝑎𝑘

A.7 Perhitungan Konsumsi Energi Spesifik


𝑉 (𝑣𝑜𝑙𝑡) × 𝑡 (𝑠𝑒𝑘𝑜𝑛) × ∑ 𝐼 (𝑎𝑚𝑝𝑒𝑟𝑒)
𝐾𝑜𝑛𝑠𝑢𝑚𝑠𝑖 𝐸𝑛𝑒𝑟𝑔𝑖 𝑆𝑝𝑒𝑠𝑖𝑓𝑖𝑘 = (A.12)
𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 𝐵𝑖𝑜𝑑𝑖𝑒𝑠𝑒𝑙

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


LAMPIRAN B
DATA PENELITIAN DAN PERHITUNGAN YIELD

B.1 Data Karakterisasi


Tabel B.1. Data Arus dan Tegangan pada Karrakterisasi di Berbagai Percobaan
Rasio Molar 1:24 1:24 1:24 1:12 1:24
Kedalaman Katoda 0 cm 1 cm 3 cm 3 cm 3 cm
Gelembung Udara Tidak Tidak Tidak Tidak Ya
V (Volt) I (Ampere)
0 0,000 0,000 0,000 0,000 0,000
20 0,054 0,060 0,060 0,030 0,060
40 0,126 0,100 0,120 0,060 0,104
60 0,166 0,130 0,164 0,090 0,150
80 0,218 0,176 0,202 0,120 0,220
100 0,252 0,216 0,260 0,070 0,264
120 0,306 0,234 0,248 0,074 0,322
140 0,324 0,252 0,300 0,076 0,340
160 0,328 0,252 0,294 0,070 0,352
180 0,344 0,270 0,328 0,068 0,372
200 0,348 0,242 0,260 0,068 0,348
220 0,346 0,194 0,270 0,070 0,334
240 0,310 0,194 0,242 0,070 0,300
260 0,274 0,180 0,214 0,084 0,240
280 0,230 0,124 0,194 0,084 0,242
300 0,152 0,152 0,158 0,106 0,196
320 0,180 0,132 0,170 0,114 0,212
340 0,172 0,148 0,192 0,124 0,206
360 0,158 0,166 0,228 0,138 0,198
380 0,148 0,174 0,224 0,144 0,200
400 0,152 0,172 0,246 0,162 0,216
420 0,164 0,178 0,242 0,178 0,240
440 0,184 0,172 0,230 0,202 0,280
460 0,204 0,200 0,292 0,218 0,298
480 0,232 0,240 0,310 0,242 0,324
500 0,264 0,252 0,348 0,252 0,368
520 0,256 0,308 0,422 0,288 0,426
540 0,286 0,342 0,442 0,300 0,450
560 0,292 0,378 0,474 0,354 0,477
580 0,306 0,440 0,608 0,404 0,580
600 0,336 0,442 0,560 0,402 0,580

70
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


71

B.2 Data Separasi Biodiesel

Tabel B.2. Penjelasan Sampel


Kedalaman Tegangan Gelembung
Rasio Molar
Sampel Katoda Operasi Udara
Minyak:Metanol
(cm) (volt) (L/min)
1 0 1:24 460 -
2 1 1:24 460 -
3 3 1:24 460 -
4 3 1:12 360 -
5 3 1:24 300 -
6 3 1:24 460 2,4
Tabel B.3. Data Volume Sampel selama Proses Separasi
Volume (ml)
Pemisahan 1 Pemisahan 2
No. Crude Setelah
Bagian Bagian Bagian Bagian
Biodiesel dioven
Bawah Atas Bawah Atas
1 1282 500 782 32 719 670
2 1332 500 832 80 730 698
3 1330 430 900 127 777 756
4 1025 225 800 24 772 740
5 1422 584 838 44 748 720
6 1336 436 900 154 750 700
Keterangan sampel: penjelasan sampel nomor 1-6 sesuai dengan Tabel B.2.

B.3 Perhitungan Yield


Perhitungan yield dihitung berdasarkan Persamaan A.11 pada Lampiran A.6.
Tabel B.4. Tabel Perhitungan Yield Percobaan
Volume Kandungan Volume Kandungan
No. Bahan Baku Trigliserida Produk Metil Ester Yield
Minyak (ml) bahan baku (ml) dalam Produk
1 750 93,66% 670 92,83% 88,54%
2 750 93,66% 698 93,40% 92,81%
3 750 93,66% 756 91,76% 98,76%
4 750 93,66% 740 93,57% 98,57%
5 750 93,66% 720 92,85% 95,17%
6 750 93,66% 700 94,47% 94,14%
Keterangan sampel: penjelasan sampel nomor 1-6 sesuai dengan Tabel B.2.

Kandungan trigliserida dalam bahan baku didapat berdasarkan hasil uji GCMS
yang dilampirkan pada Lampiran C.1.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


72

B.4 Perhitungan Konsumsi Energi Spesifik


Perhitungan konsumsi energi spesifik dihitung berdasarkan Persamaan A.12 pada
Lampiran A.7.
Tabel B.5. Tabel Perhitungan Konsumsi Energi Spesifik
Tegangan Rataan Durasi Konsumsi
Volume
Operasi Arus (sekon) Energi
Sampel Biodiesel
(Volt) (Ampere) Spesifik
(ml)
(J/ml)
1 460 0,281 3600 621,96 749
2 460 0,288 3600 651,93 732
3 460 0,302 3600 693,71 720
4 360 0,323 3600 692,42 605
5 300 0,374 3600 668,52 604
6 460 0,419 3600 661,29 1050
Keterangan sampel: penjelasan sampel nomor 1-6 sesuai dengan Tabel B.2.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


LAMPIRAN C
HASIL UJI GC, VISKOSITAS, DAN KADAR AIR

C.1 Hasil GCMS Bahan Baku


Bahan baku yang digunakan adalah Minyak Goreng Bimoli Special.

73
Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


74

C.2 Hasil GC-FID Sampel


Penjelasan sampel sesuai Tabel B.2.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


75

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


76

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


77

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


78

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


79

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


80

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


81

C.3 Hasil Uji Viskositas Kinematik


Penjelasan sampel sesuai Tabel B.2.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


82

C.4 Hasil Uji Kadar Air


Penjelasan sampel sesuai Tabel B.2 dimana Sampel A koresponden dengan Sampel
1, B dengan 2, C dengan 3, D dengan 4, E dengan 5, dan F dengan 6.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017


83

Kadar air dari bahan baku minyak ditunjukkan oleh Sampel 1 pada gambar berikut.

Universitas Indonesia

Sintesis biodiesel..., Jeremia Jan Chandra Pranata, FTUI, 2017

Anda mungkin juga menyukai