Anda di halaman 1dari 34

Rumah Gadang

Dari Wikipedia bahasa Indonesia, ensiklopedia bebas

Rumah Gadang yang ada di NagariPandai Sikek dengan dua buahRangkiang di depannya

Rumah Gadang atau Rumah Godang adalah nama untuk rumah adat Minangkabau yang
merupakan rumah tradisionaldan banyak di jumpai di provinsi Sumatera Barat, Indonesia. Rumah ini
juga disebut dengan nama lain oleh masyarakat setempat dengan nama Rumah Bagonjong atau
ada juga yang menyebut dengan nama Rumah Baanjuang.[1].
Rumah dengan model ini juga banyak dijumpai di Negeri Sembilan, Malaysia. Namun tidak semua
kawasan di Minangkabau (darek) yang boleh didirikan rumah adat ini, hanya pada kawasan yang
sudah memiliki status sebagainagari saja Rumah Gadang ini boleh didirikan. Begitu juga pada
kawasan yang disebut dengan rantau, rumah adat ini juga dahulunya tidak ada yang didirikan oleh
para perantau Minangkabau.

Daftar isi
[sembunyikan]

 1 Fungsi
 2 Arsitektur
 3 Ukiran
 4 Referensi

Fungsi[sunting | sunting sumber]


Rumah Gadang sebagai tempat tinggal bersama, mempunyai ketentuan-ketentuan tersendiri.
Jumlah kamar bergantung kepada jumlah perempuan yang tinggal di dalamnya. Setiap perempuan
dalam kaum tersebut yang telah bersuami memperoleh sebuah kamar. Sementara perempuan tua
dan anak-anak memperoleh tempat di kamar dekat dapur. Gadis remaja memperoleh kamar
bersama di ujung yang lain.
Seluruh bagian dalam Rumah Gadang merupakan ruangan lepas kecuali kamar tidur. Bagian dalam
terbagi atas lanjar dan ruang yang ditandai oleh tiang. Tiang itu berbanjar dari muka ke belakang
dan dari kiri ke kanan. Tiang yang berbanjar dari depan ke belakang menandai lanjar, sedangkan
tiang dari kiri ke kanan menandai ruang. Jumlah lanjar bergantung pada besar rumah, bisa dua, tiga
dan empat. Ruangnya terdiri dari jumlah yang ganjil antara tiga dan sebelas.
Rumah Gadang biasanya dibangun diatas sebidang tanah milik keluarga induk dalam suku/kaum
tersebut secara turun temurun[2] dan hanya dimiliki dan diwarisi dari dan kepada perempuan pada
kaum tersebut[3]. Dihalaman depan Rumah Gadang biasanya selalu terdapat dua buah
bangunanRangkiang, digunakan untuk menyimpan padi. Rumah Gadang pada sayap bangunan
sebelah kanan dan kirinya terdapat ruang anjung (Bahasa Minang: anjuang) sebagai tempat
pengantin bersanding atau tempat penobatan kepala adat, karena itu rumah Gadang dinamakan
pula sebagai rumahBaanjuang. Anjung pada kelarasan Bodi-Chaniago tidak memakai tongkat
penyangga di bawahnya, sedangkan pada kelarasan Koto-Piliang memakai tongkat penyangga. Hal
ini sesuai filosofi yang dianut kedua golongan ini yang berbeda, salah satu golongan menganut
prinsip pemerintahan yang hirarki menggunakan anjung yang memakai tongkat penyangga, pada
golongan lainnya anjuang seolah-olah mengapung di udara. Tidak jauh dari komplek Rumah
Gadang tersebut biasanya juga dibangun sebuah surau kaum yang berfungsi sebagai tempat
ibadah, tempat pendidikan dan juga sekaligus menjadi tempat tinggal lelaki dewasa kaum tersebut
yang belum menikah.

Arsitektur[sunting | sunting sumber]


Rumah adat ini memiliki keunikan bentuk arsitektur dengan bentuk puncak atapnya runcing yang
menyerupai tanduk kerbau dan dahulunya dibuat dari bahan ijuk yang dapat tahan sampai puluhan
tahun[3] namun belakangan atap rumah ini banyak berganti dengan atap seng.
Rumah Gadang ini dibuat berbentuk empat persegi panjang dan dibagi atas dua bahagian muka
dan belakang. Dari bagian dari depan Rumah Gadang biasanya penuh dengan ukiran ornamen dan
umumnya bermotif akar, bunga, daun serta bidang persegi empat dan genjang[1]. Sedangkan bagian
luar belakang dilapisi dengan belahan bambu. Rumah tradisional ini dibina dari tiang-tiang panjang,
bangunan rumah dibuat besar ke atas, namun tidak mudah rebah oleh goncangan[1], dan setiap
elemen dari Rumah Gadang mempunyai makna tersendiri yang dilatari oleh tambo yang ada dalam
adat dan budaya masyarakat setempat.
Pada umumnya Rumah Gadang mempunyai satu tangga yang terletak pada bagian depan.
Sementara dapur dibangun terpisah pada bagian belakang rumah yang didempet pada dinding.

Ukiran[sunting | sunting sumber]

Ragam ukir khas Minangkabaupada dinding bagian luar dari Rumah Gadang

Pada bagian dinding Rumah Gadang di buat dari bahan papan, sedangkan bagian belakang dari
bahan bambu. Papan dinding dipasang vertikal, sementara semua papan yang menjadi dinding dan
menjadi bingkai diberi ukiran, sehingga seluruh dinding menjadi penuh ukiran.
Penempatanmotif ukiran tergantung pada susunan dan letak papan pada dinding Rumah Gadang.
Pada dasarnya ukiran pada Rumah Gadang merupakan ragam hias pengisi bidang dalam bentuk
garis melingkar ataupersegi. Motifnya umumnya tumbuhan merambat, akar yang berdaun, berbunga
dan berbuah. Pola akar biasanya berbentuk lingkaran, akar berjajaran, berhimpitan, berjalinan dan
juga sambung menyambung. Cabang atau ranting akar berkeluk ke luar, ke dalam, ke atas dan ke
bawah.
Disamping motif akar, motif lain yang dijumpai adalah motifgeometri bersegi tiga, empat dan
genjang. Motif daun, bungaatau buah dapat juga diukir tersendiri atau secara berjajaran.
http://id.wikipedia.org/wiki/Rumah_Gadang

ASAL, FUNGSI, DAN MAKNA

Asal, fungsi, dan Makna yang terkandung dalam Rumah Gadang...

Di Minangkabau, rumah tempat tinggal dikenal dengan sebutan Rumah Gadang (Besar), atau kadang-
kadang disebut juga dengan Rumah Bagonjong. Besar bukan hanya dalam pengertian fisik, tetapi lebih
dari itu, yaitu dalam pengertian fungsi dan peranannya yang berkaitan dengan adat. Tingginya penilaian
orang Minangkabau dengan rumah adatnya dikemukakan dengan kiasan atau perumpamaan berikut:

Rumah gadang sambilan ruang, salajang kudo balari, sapakiek budak maimbau, gonjongnya rabuang
mambasuik, antieng-antiengnyo disemba alang, parabuangnyo si ula gerang, batatah si timah putiah,
rusueknyo tareh limpato, cucuran atoknyo alang babega, saga tasusun sarupo bada mudiek. Parannyo si
ula gerang, batata aie ameh, salo-manyalo aie perak. Jariaunyo puyuah balari, dindieng ari dilanja
paneh, tiang tapi panague jamu......

Rumah Gadang didirikan di atas tanah kaum yang bersangkutan. Jika hendak didirikan, panghulu dari
kaum tersebut mengadakan musyawarah terlebih dahulu dengan anak kemenakannya. Setelah dapat
kata sepakat dibawa kepada panghulu-panghulu yang ada dalam persukuan dan seterusnya dibawa
kepada panghulu-panghulu yang ada di nagari.
Untuk mencari kayu diserahkan kepada orang kampung dan sanak keluarga. Tempat mengambil kayu
pada hutan ulayat suku atau ulayat nagari. Tukang yang mengerjakan rumah tersebut berupa bantuan
dari tukang-tukang yang ada dalam nagari atau diupahkan secara berangsur-angsur.

Dilihat dari cara membangun, memperbaiki dan membuka (merobohkan) rumah gadang, ada unsur
kebersamaan dan kegotongroyongan sesama anggota masyarakat tanpa mengharapkan balas jasa.
Fungsi sosial sangat diutamakan dari fungsi utamanya. Walaupun suatu rumah gadang merupakan milik
dan didiami oleh anggota kaum tertentu, namun pada prinsipnya rumah gadang itu adalah milik nagari,
karena mendirikan sebuah rumah gadang didasarkan atas ketentuan-ketentuan adat yang berlaku di
nagari dan setahu panghulu-panghulu untuk mendirikan atau membukanya.

Rumah Gadang berfungsi sebagai tempat tinggal dan tempat acara adat. Ukuran ruang tergantung dari
banyaknya penghuni di rumah itu. Namun, jumlah ruangan biasanya ganjil, seperti lima ruang, tujuh,
sembilan atau lebih. Sebagai tempat tinggal, rumah gadang mempunyai bilik-bilik dibagian belakang
yang didiami oleh wanita yang sudah bekeluarga, ibu-ibu, nenek-nenek dan anak-anak.

Fungsi rumah gadang yang juga penting adalah sebagai iringan adat, seperti menetapkan adat atau
tempat melaksanakan acara seremonial adat seperti kematian, kelahiran, perkawinan, mengadakan
acara kebesaran adat, tempat mufakat dan lain-lain. Perbandingan ruang tempat tidur dengan ruang
umum adalah sepertiga untuk tempat tidur dan dua pertiga untuk kepentingan umum. Pemberian ini
memberi makna bahwa kepentingan umum lebih diutamakan daripada kepentingan pribadi.

Rumah Gadang - Arsitektur Luar Biasa Peninggalan Nenek Moyang Kita....

Digital clock

Rumah Gadang

All About Rumah Gadang

Ini adalah blog yang berisikan tentang seluk beluk rumah gadang yang merupakan warisan tradisional
Bangsa Indonesia terutama bagi suku minang Sumatera Barat. Rumah Gadang adalah suatu peninggalan
bersejarah yang banyak mengandung hal-hal menarik apabila kita tinjau lebih dalam

Rumah Gadang
FTSL ITB 2011

FTSL ITB 2011. Diberdayakan oleh Blogger.

ShoutMix

2011 Rumah Gadang

http://tentangrumahgadang.blogspot.com/p/test.html

Selasa, 23 Juli 2013


Ragam Bentuk Rumah Adat Minangkabau
Oleh Nasbahry Couto

在印度尼西亚,有各种形式的传统建筑,尤其是那些位于西苏门答腊米南加保文化在全省,称为自定
义房子

इं डोनेशिया में कस्टम घर बुलाया शििे ष रूप से पारं पररक भिनों, पशिम सुमात्रा या Minangkabau संस्कृशि के प्ांि में
स्थिि उन के शिशभन्न रूपों, िहााँ रहे हैं

В Индонезии существуют различные формы традиционного здания, особенно те, которые


расположены в провинции Западная Суматра или Минангкабау культуры, называется Custom
House
Ragam bentuk rumah gadang atau rumah adat mestinya dilihat dari bentuknya, bukan dari nama pemiliknya,
memang ada rumah gadang atau rumah adat dinamai berdasarkan pemilik misalnya nama datuk atau raja yang
membawahi kaum/sukunya, hal ini adalah hal yang wajar saja dalam percakapan sehari-hari dalam sebuah
nagari.

Tetapi yang dimaksud dengan ragam bentuk rumah adat Minangkabau.Adalah penamaan berdasarkan kajian
bentuk bangunan Minangkabau, dan nama bentuk ini telah pula disepakati oleh tukang/tukang tuo dan
penduduk nagari yang memberikan nama tersebut untuk membangun atau mengerjakan rumah gadang agar
semua tahu apa bentuknya. Sekarang pembangunan rumah adat tidak lagi oleh tukang tuo dan seperti tatacara
di zaman lampau. Oleh karena itu namanya juga diberikan sering sembarangan, dan rasanya perlu diketahui
namanya yang asli seperti dulu. Penamaan di bawah ini adalah hasil penelitian penulis dan beberapa rujukan
yang dapat dipercaya.Catatan: Untuk memperbesar dan melihat gambar asli setiap gambar/foto, klik 1 x
gambar atau foto, untuk kembali tekan esc/enter

Gajah Maharam

Model bangunan Gajah Maharam bergonjong empat yang ada di Sehiliran Batang Bengkaweh atau
kawasan Lareh Nan Panjang (LNP), dianggap bentuk asal bangunan tradisi Minangkabau.

Bangunan ini ada di Pariangan Padang Panjang, Kab. Tanah Datar dan kawasan lainnya. Ciri
bangunan ini adalah pengakhiran pada kiri dan kanan bangunan yang lurus dan tidak diakhiri
dengan anjung (anjuang).(sumber foto. Penulis, 1996).
Untuk melihat peta lokasi Nagari Pariangan (klik kanan peta Wikimapia ini)

Gonjong Ampek Sibak Baju

Gonjong Ampek Sibak Baju RA suku Koto, Dt.Tampang, di Koto Pisang (koto Kaciak), desa
Pariangan, 5 ruang. sumber foto. Penulis, 1996) Perhatikan dua gonjong yang ditengah,
pengakhirannya dalam bentuk garis sibak baju,bentuk dasarnya adalah bangunan Gajah Maharam

Istana Ampang Tinggi (1861-1869), di Kuala Pilah, Negeri Sembilan Malaysia mirip dengan tipe
bangunan Sibak Baju yang ada di Minangkabau, dan juga rumah adat Lontik atau Pancalang,di
Kuok, Bangkinang, Kampar. Cuma penutup kolong atau (salangko, bhs.Minang) dihilangkan, dan
mirip bangunan Melayu. Istana kedua adalah Istana Sri Menanti di Seremban, istana ini sering
disebut mirip dengan RG Minangkabau, padahal tidak, sebab sudah mirip dg bangunan Melayu
Pesisir.
Salangko (bhs Minang) adalah penutup kolong bagian depan rumah gadang. Kolong biasanya
dipakai untuk kurungan ternak.

Gonjong Anam

Rumah Gadang gonjong anam di Nagari Koto Anau, Kab.Solok.Sumber foto: Penulis, 2003. Untuk
peta lokasi (klik kanan Wikimapia ini)

Bangunan ini sebenarnya bentuk dasarnya adalah bangunan Gajah Maharam, yang telah
dimodifikasi, kemudian di tempelkan ukiran, kesannya seperti bangunan beranjung, padahal tidak.
Salangkonya memakai papan, bukan anyaman bambu, dan jendela dibuat lebih banyak agar cahaya
lebih banyak masuk ke bangunan, jadi bangunan ini lebih maju (modern). Diperkirakan ini adalah
bentuk transformasi bentuk Gajah Maharan ke bangunan Beranjung.Sumber foto
http://www.geheugenvannederland.nl/
Rumah Gadang Batingkek
Model bangunan bergonjong empat dan bertingkap, banyak ditemukan di sekitar Singkarak,
Kab.Solok. (lihat peta Wikimapia) bentuk dasarnya adalah bangunan Gajah Maharam (Lihat denah.
)Model Model bangunan Gajah Maharam bertingkap di desa Pasir, Singkarak, Kab. Solok (sumber
foto penulis 1996). Tipe bangunan termasuk langka dan tidak banyak lagi bangunan ini ada di
Sumatera Barat.

Bentuk Denah Rumah Gadang Batingkek

RG.Batingkek di Baso, Bukittinggi seabad yang lalu, sumber


foto:http://www.geheugenvannederland.nl/

Surambi Aceh Bagonjong Ciek


(Surambi Aceh Bergonjong Satu)

Menurut cerita asal bangunan serambi ini muncul dari kebutuhan penerima tamu yang bukan orang
minang (kolonial) yg tidak diperbolehkan (tabu) masuk ke dalam rumah adat/gadang.
Model bangunan Gajah Maharam bergonjong empat, berserambi di depan bangunan (Surambi
Aceh) di sehiliran Batang Bengkawas, Kab.Tanah Datar,bentuk dasarnya adalah
bangunan Gajah Maharam.Rumah Tioji (alm) dibangun tahun 1940, dikelurahan Piliang V
Kaum, Kab.Tanah Datar, (sumber foto. Penulis, 1996)

Rumah Gadang Surambi Aceh satu Gonjong, yang sudah dipermodern, konon bangunan seperti ini
banyak dibangun di Malaysia, sumber:http://sipulud.blogspot.com/2012/07/rumah-gadang.html

Surambi Aceh Bagonjong Duo


(Surambi Aceh Dengan dua Gonjong)

Bentuk dasar bangunan adalah bangunan beranjung yang diberi serambi. Bangunan ini adalah
istana Raja Yang Dipertuan Sutan Besar Daulat Tuanku Rajo Bagindo Raja Adat Alam Surambi
Pagu, Pucuk Pimpinan Kampai Nan 24: Balun(Istano Rajo Balun), di Muara Labuh (hasil
penelitian). (Lihat Lokasi di Wikimapia)

Bangunan ini ada di daerah kota daerah Solok, dan Solok Selatan (Muara Labuh) perhatikan
bangunan serambi depan dengan dua gonjong, sejajar dengan bangunan (sumber foto. Penulis,
1996) bentuk dasarnya adalah bangunan Gajah Maharam, ). (Lihat Lokasi di Wikimapia)

Hotel Bumiminang, di kota Padang (lihat peta), ide dasarnya adalah bangunan RG Surambi Aceh,
dengan dua gonjong yang berasal dari Solok, pemiliknya memang berasal dari daerah Solok, bentuk
surambi kemudian dijadikan bagian entrance hotel.

Rumah Gadang Surambi Papek


Ciri bangunan ini adalah pengakhiran kiri dan kanan bangunan yang disebut “bapamokok” (papek)
Bhs. Minang. Umumnya pintu masuk dari belakang dan ada pula yang membuatnya dari
depan.(lihat denah)
Catatan: tipe bangunan Surambi Papek, di Koto Marapak Bukittinggi (lihat peta) banyak
dimodifikasi, karena orang tidak selalu menyukai masuk dari belakang rumah, jadi pintu masuk
dipindahkan ke depan dan tidak jarang juga diberi serambi, dengan anak tangga dua buah. Masuk
dari belakang rumah (dapur) ini mengukuhkan prinsip bahwa yang punya rumah sebenarnya
perempuan, laki-laki (menantu) hanya menumpang.

Model bangunan Surambi Papek, bergonjong empat, di Bukittingg jaman kolonial, penggunaan
semen untuk tangga masuk yang di rubah di depan bangunan. Sumber
fotohttp://www.geheugenvannederland.nl/

Surambi Papek Batingkok


Model bangunan Surambi Papek, bergonjong empat , pintu masuk dari belakang , Ada di di kota
Bukittinggi, Luhak Agam (Surambi Papek).

Aslinya pintu masuk dari belakang kemudian di rubah menjadi dari tengah depan, gmbar atas,
bangunan ini ada di Nagari Saningbakar, Kabupaten Solok, Sumatera Barat. (sumber foto. Penulis,
1996), (lihat peta di sini)

Gambar samping kiri, rumah seorang dokter di zaman Kolonial Belanda, di daerah Koto Marapak
Bukittinggi. Aslinya adalah bangunan Surambi Papek yang telah di tambah dua gonjong lagi kiri dan
kanan (lihat peta). (sumber foto. Penulis, 1996)

Gonjong Limo
(Puncak Limo, atau Rajo Babandiang?)

Model bangunan bergonjong lima banyak ditemukan di kota Payakumbuh, Luhak Limo Puluah Koto
(50 Kota).

Kadang-kadang bangunan seperti ini disebut rumah gadang Rajo Babandiang (Raja berbanding),
perhatikan gambar tampak di bawah ini, gonjongnya berdampingan bangunan pinggir tidak simetris
dan di geser ke belakang, sehingga terlihat dari samping seperti berdampingan, (berbandingan),
sehingga dalam bahasa metafora Minangkabau disebut "Raja Berbanding) lihat blog Ilham ini

Model bangunan bergonjong lima di daerah Kubang, Payakumbuh, Kabupaten Limapuluh Kota, di
daerah ini terkenal Martabak Mesir Kubang, dan Tenunan Songket Kubang, didaerah Payakumbuh
sangat terasa pengaruh kebudayaan Melayu Riau pada ukiran-ukirannya. (sumber foto. Penulis,
1996)
Ciri bangunan Gonjong Limo adalah adanya tambahan gonjong pada bagian kiri atau kanan
bangunan, pengakhiran bangunannya mirip dengan Gajah Maharam, dimana pengakhirannya tidak
ditambah anjung (pengertian anjung lihat denah di bawah), sebab bangunan ini sebenarnya ada
anjung. Istilah Puncak limo dan Rajo Babandiang lihat di blog Ilham, klik disini

Gonjong Limo Batingkek

Terjadinya pergeseran posisi gonjong terakhir (kiri-kanan) bangunan disebabkan adanya


pemasangan satu deretan tiang lagi yang disebut "tiang babisiak", ini yang menyebabkan perbedaan
posisi gonjong kiri-kanan bangunan, dan ini adalah ciri khas bangunan gonjong limo
Payakumbuh.(lihat denah), denah di bawah kurang tepat, karena tidak memperlihatkan deretan
tiang tambahan. Untuk memperbesar denah klik denah/gambar 1x , untuk kembali tekan Esc.

Gonjong Limo Batingkek: Rumah adat Sutan Nan Kedoh Koto Nan Ampek Payakumbuh,(Lihat
Lokasi)
(sumber foto. Penulis, 1996). Catatan: ada yang menulis Sutan Chedoh, ejaan ini kurang tepat yang
tepat adalah Kedoh (Khedoh) bahasa Minang atinya adalah "kidal"(yaitu orang yang menggunakan
tangan kiri, ketimbang tangan kanan). Lihat tulisan di sini.

Denah bangunan Bangunan Gonjong limo di luhak Lomo Puluh Kota (Payakumbuh) ini mirip
dengan denah bangunan Marga Batin di Propinsi Jambi (lihat denah di kanan).Untuk melihat
kesamaannya lihat disini
Lokasi Marga Batin (Wikimapia)

Bentuk dasar bangunan Gonjong Limo Agak berbeda dengan bangunan, di luhak Tanah Datar
(Batusangkar) dan Luhak Agam (Bukittinggi) terlihat dari pembagian ruangnya.Sumber:
http://www.scoopweb.com/Rumah_Gadang.

Bentuk ukiran pada rumah gadang ukia cino, nagari simalanggang, Payakumbuh. Rumah Gadang
Ukiran Cina berlokasi di Jorong Batu Nan Limo, Nagari Simalanggang, Kecamatan Payakumbuh,
Kabupaten 50 Kota.Lihat disiniKawasan ini memang pintu masuk ke sumatera barat dari kawasan
riau, sehingga banyak dipengaruhi unsur dari luar seperti bangunan ukir Cino.

Gonjong Ampek Banjuang


Bangunan rumah gadang dengan gonjong empat merupakan suatu keharusan di kawasan Luhak nan
tigo, dan ini sebuah pertanda adat, walapun bangunannya lebih dari 7 ruang. Ciri bangunan
beranjung adanya tambahan anjung pada kiri dan kanan bangunan.(Lihat Denah). Aneh memang
dahulu RG Baanjuang sering dinamakan "RG Sitinjau Lauik", sebuah nama yang jarang diucapkan
untuk RG.

Bangunan Beranjung dan Gonjong Enam


Namun demikian, bangunan beranjung dengan gonjong 4 sudah jarang ditemui sekarang, sebab
yang menjadi dasar bangunan adalah 4 gonjong, kemudian ditambah satu gonjong kiri dan
kanannya.

Rumah gadang H.Sanuar, di desa Pandai Sikek, Bukittinggi, (sumber foto. Penulis, 1996) (lihat
lokasi)

Rumah Gadang Lontiak (bhs.Minang), Lontik,


Pancalang, Lancang(Bhs.Melayu Riau)
Bergonjong Duo
Model bangunan bergonjong dua ( Lontiak) di di desa Pulau Belimbing, Kampar, Riau. Untuk
melihat deskripsi arsitekturnya, klik situs ini.
Model bangunan bergonjong dua ( Lontiak) di Riau, adalah rumah adat tradisional khas masyarakat
Kampar yang dikenal dengan nama Rumah Lontik atau Pancalang yang sebagian besar sudah
berusia ratusan tahun. sumber: http://asiantribal.blogspot.com/2012_12_01_archive.html. Untuk
melihat lokasinya (klik kanan peta Wikimapia ini)
Kisah perjalanan dari Pakanbaru ke lokasi, klik situs ini.
Rumah Gadang Kajang Padati di Padang
Rumah Adat ini mirip dengan Rumah adat Tungkuih Nasi yang banyak di daerah pesisir Barat
Sumatera.Lihat juga tulisan tentang detail rumah adat Kajang Padati, di Padang ini di sini.

Untuk melihat Lokasi: (klik kanan disini)


Gedung baru kantor Balai Kota Padang(belum selesai) di Air Pacah Padang, mengambil bentuk tipe
bangunan Kajang Padati bangunan asli kota Padang (foto, 05-08-2013)

Rumah Gadang Tungkuih Nasi

Bangunan peninggalan Belanda yang masih bertahan di Padang sampai sekarang. Modelnya
memakai gaya rumah tradisional di Padang, atau rantau pesisir barat Minangkabau pada umumnya,
yang konstruksi atapnya berbentuk ‘tungkuih nasi’ seperti gambar di bawah (yang asli)

Rumah gadang ini adalah Rumah Gadang Mande Rubiah salah satu Keturunan raja Pagaruyung,
Minangkabau lama, sejarahnya lihat disini. Lokasinya lihat disini.

Rumah Gadang Bergonjong Lebih dari Enam


Rumah Gadang di Abai Siat, Kecamatan Batang Hari, Kab. Solok Selatan. Sumber Foto penulis 2007

Solok Selatan dan khususnya nagari Abai merupakan daerah yang memiliki hukum adat sangat kuat,
hukum ini lebih berperan besar dari pada hukum pemerintahan. Masyarakat hanya akan mengikuti
peraturan adat daripada peraturan pemerintah setempat. Konon dahulunya daerah ini diceritakan
tidak pernah dapat di taklukkan oleh Kerajaan Pagaruyuang yang pernah dipimpin oleh raja yang
terkenal, Aditiwarman. Bangunan rumah gadang bergonjong mungkin pengaruh dari Pagaruyung,
tetapi sebagai tanda mereka tidak menjadi bagian adat Pariangan mereka membangun rumah
gadang/adat dengan jumlah gonjong yang berbeda dengan tempat asal budaya budaya ini. Akhirnya
terdapat bangunan dengan gonjong tujuh atau delapan pada daerah ini, malahan ada bangunan yang
jumlah gonjongnya sangat banyak. (Lokasi klik kanan disini)
Rumah penduduk di kawasan nagari 1000 rumah gadang, Muaro Labuah (m), Muara Labuh (id),
Solok Selatan yang bergonjong delapan, sumber Foto penulis 2007.
Rumah penduduk di kawasan nagari 1000 rumah gadang di Muaro Labuah (m), Muaro Labuh (id),
Solok Selatan, umumnya masih banyak dan terjaga dengan baik, sumber Foto penulis 2007. (Lokasi
klik kanan disini)

Kasus Istano Pagaruyung


Bangunan istano Pagaruyung yang asli sebenarnya tidak sebesar yang ada sekarang, namun yang menimbulkan
pertanyaan adalah masuk kategori mana bangunan Istano Pagaruyung itu sesuai dengan kategori di atas?
Menurut penulis bangunan ini adalah kombinasi dari berbagai tipe bangunan di atas terutama tipe bangunan
rajo babandiang dari Payakumbuh, tipe bangunan beranjung, tipe bangunan batingkek, sedangkan tiang-tiang
di dalam bangunan dibuat dari beton di cat dan ada yang dilapis dengan kayu, lihat denah di bawah

Museum Istano Pagaruyung


Denah Perencanaan Tapak Istano Pagaruyung, meniru tata letak rumah adat Minangkabau, misalnya dengan
penanaman pudiang emas (di bgn dalam), pudiang perak (ditengah), pudiang hitam (bgn luar) pagar./ tiga
lapis. Lokasinya lihat disini

Denah bangunan awal yang dirancang dengan gambar tangan dan mesin ketik yang dibuat oleh
Djafri Dt. Bandaro Lubuak Sati, kelihatan memasukkan unsur "tiang babisiak" dari bangunan rajo
babandiang, Payakumbuh, dapur di belakang (dari Surambi papek),dan bangunan beranjung ke
rancangan bangunan, sedangkan gonjong utama delapan buah (stensil asli rancangan bangunan ini
ada pada penulis), bangunan yang ada sekarang adalah pembangunan kembali bangunan yang
terbakar pada tanggal 27 Februari 2007.

Catatan : Ide awal pembangunan kembali Istana Pagaruyung itu dari mantan Gubernur Sumatera Barat Harun
Zein Datuak Sinaro sekitar 1973. Lalu, pada 1974-1975 Pemprov Sumbar membentuk tim yang didukung tiga
tenaga konsultan ahli. Konsultan ahli pembangunan kembali istana itu antara lain Datuak Simarajo (mantan
ketua Kerapatan Adat Nagari Pagaruyung) dan Abu Yazid Seribujaya (ahli purba kala Kanwil Pariwisata),serta
Djafri Dt. Bandaro Lubuak Sati (keterangannya lihat di sini.) sedangkan "tukang tuo" yang ikut membangun
gonjongnya adalah pak Malin

Konsep/ Ide pendirian Tiang Bangunan Jaman Lampau

Contoh Lainnya tentang Rumah Gadang


Rumah Panjang, Kerajaan Abai Siat, Kab. Solok Selatan, bangunan ini aslinya dari kayu, kemudian
dimodifikasi bagian depannya diganti dengan bahan semen dan tembok bata, hal ini mengingat
panjangnya bangunan dan agar tidak selalu sering diperbaiki, sebab yang berbahan kayu mudah
rusak, penulis punya foto aslinya, yang masih berbahan kayu. (Lokasi klik kanan disini)

Rumah Gadang Baanjuang, tempo dulu, di perkirakan bangunan ini ada di daerah Bukittinggi (Ampek
angkek), perhatikan jatuhnya sinar matahari dan arah membujur bangunan (dahulu arahnya di atur selalu
membujur ke gunung/ Marapi), jadi diperkirakan gunung Merapi ada di sebelah kanan. Sumber foto
http://www.geheugenvannederland.nl/
Rumah Gadang Baanjuang, tempo dulu dan batabuah, diperkirakan bangunan ini adalah bangunan Rumah
Gadang Kampai nan Panjang di Nagari Belimbing, Kab. Tanah Datar. Perhatikan pintu masuk bangunan,
mirip dengan yang ada sekarang dan salangkonya yang masih memakai anyaman bambu (sekarang sudah di
ganti dengan papan).di depan bangunan adalah bangunan tabuah (beduk). Sumber foto
http://www.geheugenvannederland.nl/ Lokasinya (klik kanan disini)

Bangunan ini aneh, sebenarnya bentuk dasarnya adalah bangunan Gajah Maharam, yang telah
dimodifikasi, kemudian di tempelkan ukiran, kesannya seperti bangunan beranjung, padahal tidak.
Salangkonya memakai papan, bukan anyaman bambu, dan jendela dibuat lebih banyak agar cahaya
lebih banyak masuk ke bangunan. Diperkirakan ini adalah bentuk transformasi bentuk Gajah
Maharan ke bangunan Beranjung. Sumber foto http://www.geheugenvannederland.nl/
Rumah Gadang Baanjuang, tempo dulu, diperkirakan ada di kawasan Singkarak, perhatikan bentuk ukiran
di papan banyak ( disamping jendela) mirip dengan yang ada sekarang di rumah gadang singkarak.
Salangkonya masih memakai anyaman bambu, atap sudah diganti dengan atap seng. Sumber foto
http://www.geheugenvannederland.nl/

Kesimpulan
1. Sesuai dengan fungsi bangunan rumah gadang tempat bermusyawarah bermufakat, maka
pengaruh budaya bangunan Minangkabau itu terlihat bukan semata pada bentuk bangunan, tetapi
terutama pada fungsi ruang yang difungsikan sebagai acara adat, berpetatah-petitih, hal ini tampak
dengan jelas pengaruhnya itu pada negeri-negeri sekitar kawasan budaya Minangkabau seperti yang
diperlihatkan di bawah ini (berwarna kuning).
2. Budaya berbangunan ini juga merupakan sebuah bukti bahwa awal budaya Minangkabau itu
di mulai di sehiliran batang Bengkaweh, atau Pariangan Padang Panjang, bukan di Luhak Lima Puluh
Kota, memang situs prasejarah megalitik ada di tempat itu, tetapi itu budaya megalitik bukan
Minangkabau (budaya megalitik apakah sama dengan budaya Minangkabau yang dirumuskan oleh
Perpatih Nan Sabatang dan Dt.Ketumanggungan?). Lagi pula situs pra sejarah juga ada di Pariangan
Padang Panjang.
3. Budaya berbangunan ini, juga akan mengkoreksi apa yang disebut dengan ukiran
Minangkabau selama ini, sebab menurut hemat penulis ukiran Minangkabau itu dapat di bagi dua
tipe yaitu berdasarkan waktu pembuatannya adalah (1) ukiran lama/asal tradisi Minangkabau lama
dan dan ukiran baru/pengembangan tradisi Minangkabau (2) berdasarkan fungsi dan penempatannya
misalnya ukiran Minangkabau itu (hasil penelitian Ibenzani Usman (1985), dan juga Marjani
Martamin (lihat disini) atau disini, adalah nama-nama jenis ukiran baru yang dikembangkan oleh
sentra-sentra pengukir, INS Kayu Tanam, dan yang berkembang saat penelitian itu di adakan
oleh Marjani Martamin(1977). Dan juga ukiran yang hanya ada di Bangunan Rumah Gadang
Beranjung dan Balai Adat, dan tidak ada pada jenis bangunan lainnya.
4. Memang tidak bisa dihalangi sebab sejarah mencatat generasi penulis di kemudian hari
tentang ukiran Minangkabau seperti Yosef Dt.Garang dan Adrin Kahar, Ibenzani dan sebagainya
dipengaruhi oleh tulisan Marjani Martamin ini. Ukiran-ukiran seperti itu juga hanya ada di rumah
gadang Sitinjau Lauik (beranjung) , Rajo Berbanding danbalai adat, dan tidak ada pada tipe
bangunan Rg lainnya. Kalau tidak salah pelukis yang melukiskan ukiran di buku Marjani Martamin
adalah pak Nursal Zai (Ujang Zai) dosen seni rupa IKIP Padang, salah satu tim ahli sejarah peneliti
ukiran ini yang juga sahabat penulis Amir Benson dosen sejarah IKIP Padang (namanya lihat disini)
menceritakan apa yang dibalik penelitian Marjani Martamin (1977) ini. Kesalahan penelitian ini
adalah karena mereka tidak terlebih dahulu mengklasifikasi arsitektur bangunan tradisi Minangkabau
secara tepat dan benar, kesalahan seperti ini berlanjut pada penelitian Ibenzani Usman (1985) dll.

Sebaran Pengaruh Tradisi Musyawarah dan


Mufakat Minangkabau terhadap Kawasan Lain

Catatan: Tradisi Adat Minangkabau yang kuat pengaruhnya bukan semata kepada pengaruh
bentuk bangunan tetapi tradisi adat Minangkabau dalam hal adat-istiadat, apapun bentuk dan
denah bangunan akan disebut rumah gadang sebagai tempat penyelenggaraan berbagai upacara adat
versi Minang (lihat warna kuning).

Diposkan oleh Nasbahry Couto di Selasa, Juli 23, 2013

Kirimkan Ini lewat EmailBlogThis!Berbagi ke TwitterBerbagi ke FacebookBagikan ke Pinterest

Label: Arsitektur, Baru

http://nasbahrygallery1.blogspot.com/2013/07/ragam-bentuk-rumah-adat-minangkabau.html

Rumah Tradisional Minangkabau


Rumah Tradisonal Minangkabau

Indonesia kaya akan budaya dan tradisi, begitu Indah jika kita dapat melestarikannya. Melalui
tulisan ini semoga kita dapat mengenal lebih dalam kekayaan budaya kita, malalui sisi
arsitekturrumah tradisional atau rumah adat masyarakat Minangkabau di Sumatera Barat.

Asal muasal bentuk rumah gadang, atap pada rumah gadang seperti tanduk kerbau ada hubungannya
dengan cerita tradisi Tambo Alam Minangkabau. Cerita tersebut mengisahkan kemenangan orang suku
Minang atas orang suku Jawa dalam pertandingan adu kerbau. Bentuk-bentuk menyerupai tanduk
kerbau sangat umum digunakan orang Minangkabau, baik sebagai simbol atau pada perhiasan. Salah
satunya pada pakaian adat mereka, yaitu tingkuluak tanduak (tengkuluk tanduk) untuk Bundo Kanduang.

Tapi ada juga versi yang lain, yang mungkin ini lebih relevan kisah perjalanan nenek moyang orang
Minangkabau. Konon kabarnya, kenapa bentuk badan rumah gadang mirip seperti sebuah kapal, karena
meniru bentuk kapal nenek moyang Minangkabau pada masa lampau. Kapal tersebut dikenal dengan
sebutan Lancang. Menurut cerita yang ada, Lancang nenek moyang ini semula berlayar menuju hulu
Batang Kampar, setelah sampai di suatu daerah, mereka berlabuh lalu Lancang ini ditarik ke darat agar
tidak lapuk oleh air sungai.

Lancang kemudian ditopang dengan kayu-kayu agar berdiri dengan kuat. Lalu, Lancang itu diberi atap
dengan menggantungkan layarnya pada tali yang dikaitkan pada ujung-ujung tiang lancang tersebut,
karena layar yang menggantung sangat berat, tali-talinya melengkung yang menyerupaigonjong, ini
yang menjadi inspirasi pada desain atap rumah gadang. Lancang ini menjadi tempat hunian buat
sementara selama para penumpang kapal tersebut membuat rumah tinggal yang menyerupai lancang
tersebut. Setelah para nenek moyang orang Minangkabau ini menyebar, bentuk lancang
yangbergonjong terus dijadikan sebagai ciri khas bentuk rumah mereka. Dengan adanya ciri khas ini,
sesama mereka bahkan keturunannya menjadi lebih mudah untuk saling mengenali. Mereka akan mudah
mengetahui bahwa rumah yang memiliki gonjong adalah milik kerabat mereka yang berasal dari lancang
yang sama mendarat di pinggir Batang Kampar.

Arsitektur rumah tradisional Minangkabau merupakan simbol budaya bagi masyarakat suku
Minang, Rumah Gadang itulah namanya, yang mempunyai arti Gadang = Besar. Besar dalam hal ini
bukanlah hal fisik tetapi lebih dari itu, Besar dalam pengertian fungsi dan peranannya yang berkaitan
dengan adat. Selain sebagai tempat tinggal Rumah gadang juga berfungsi untuk melastarikan adat
budaya di dalam lingkungan keluarga mereka.

Ukuran pada rumah gadang berfariasi tergantung dari banyaknya penghuni rumah tersebut. Kebanyakan
rumah gadang mempunyai jumlah ruangan yang ganjil. Selain berfungsi sebagai tempat tinggal, fungsi
rumah gadang adalah sebagai tempat kegiatan adat dan tradisi, tempat melaksanakan seremonial adat
seperti kematian, kelahiran, perkawinan, mendirikan kebesaran adat, tempat mufakat dan lain
sebagainya.

Perbandingan ruang tempat tidur dengan ruangan umum adalah 1/3 untuk ruangan tidur dan 2/3 untuk
kepentingan umum. Perbandingan ini memberi makna bahwa kepentingan umum lebih diutamakan dari
kepentingan pribadi.

Pembagian ruang dalam rumah gadang :

 Public Area, yaitu ruang tamu.


 Semi Private, yaitu ruang peralihan seperti bandua yang terdapat didepan kamar tidur serta
anjuang (ruang khusus) yang terdapat pada bagian ujung-ujung rumah gadang yang dapat kita temukan
pada beberapa jenis rumah gadang.
 Private Area, kamar tidur, jumlah kamar berdasarkan kepada jumlah anak gadis yang dimiliki
oleh sipemilik rumah.
 Service Area, Dapur.

Dalam masyarakat Minangkabau, seorang ibu mempunyai kedudukan yang istimewa, sangat penting dan
menentukan. Perempuanlah yang melahirkan dan menjaga keturunan yang juga akan menentukan watak
manusia yang di lahirkannya. Setiap Rumah Gadang akan dikelolah oleh seorang Ibu [Bundo]. Maka
berbicara tentang Rumah Gadang sangat erat kaitannya dengan peran perempuan di ranah minang.
Ranahnya perempuan.

Yang menarik adalah tonggak utama yang terdapat pada Rumah Gadang disebut dengan Limpapeh,.Di
dalam kehidupan masyarakat Minang dikenal ungkapan Bundo Kanduang Limpapeh Rumah Nan
Gadang. Artinya seorang ibu menjadi tumpuan kekuatan dari sebuah rumah gadang. Apabila peran ibu
ini ambruk, maka tonggak lainnya akan ambruk juga.

Rumah Gadang juga berfungsi mempertahankan sistem matrilineal–sistem kekerabatan dari garis ibu
yang dianut etnis Minangkabau. Buktinya, tujuh bilik atau kamar di Rumah Gadang diperuntukkan bagi
anak dan kemenakan perempuan. Seumpama seorang anak atau kemenakan perempuannya
melangsungkan pernikahan, maka dia bersama sumando–menantu laki-laki–tidur di sana pada malam
harinya. Sedangkan anak laki-laki yang belum menikah diharuskan tidur di surau. Bila sudah kawin,
mereka harus berdiam di kediaman istri masing-masing.

Rumah Gadang mempunyai beberapa ciri khas:


 Bentuk dasar dari bangunan Rumah Gadang adalah segi empat atau empat persegi panjang.
 Ruang di dalam rumah gadang selalu ganjil, yakni tiga, lima, tujuh, sembilan dan seterusnya,
tergantung seberapa basar jumlah keluarga yang mendiaminya. Konon, pada masa lampau, ada yang
mempunyai 17 ruang.
 Berbentuk rumah panggung
 Atapnya yang lancip pada ujung-ujungnya dan mengkungan pada tengah hampir setengah
lingkaran sekilas mirip dengan bentuk tanduk kerbau. Karena atapnya membentuk gonjong, maka
rumah gadang disebut juga rumah bagonjong oleh masyarakat Minang
 Sedangkan badan rumahnya juga melengkung, landai seperti badan kapal.
 Terdapat tangga yang terletak di muka rumah untuk memasuki rumah gadang, dan pada atas
tangga diberi atap yang melengkung dan lancip menjulang ke depan pada ujungnya.

Tangga masuk tepat berada ditengah dan terdapat serambi. Ada juga tangga di bagian ujung, langsung
ke dapur. Rumah Gadang juga merupakan bangunan induk dari sejumlah bangunan lainnya. Masing-
masing adalah Balairung, Rangkiang, dan Musala. Bentuk Rangkiang atau lumbung padi sangat mirip
Rumah Gadang. Rangkiang juga merupakan bangunan pelengkap Rumah Gadang yang berada tepat di
halaman depan.

Dalam pembangunan Rumah Gadang menggunakan teknik dan material lokal. Material utama yang
digunakan pada bangunan rumah gadang adalah kayu yang banyak terdapat disekitar lokasi dimana
bangunan tersebut akan didirikan. Warna-warna yang di gunakan adalah warna alami yang terdapat
pada warna material kayu atau pewarna alami.

Arsitektur pada rumah gadang pada masyarakat minangkabau sangat unik, tidak ada bangunan rumah
adat atau rumah tradisional lain yang terdapat di nusantara yang memiliki tipologi bangunan yang benar-
benar identik dengan rumah gadang. Seperti halnya dalam penggunaan elemen atap mulai dari bentuk
dan material ijuk yang digunakan, yang didesain bertingkat dan memiliki ratio tertentu dalam sudut dan
ketinggiannya yang mana hal ini tidak akan ditemukan pada produk arsitektur daerah lain yang terdapat
di nusantara bahkan di dunia .

Rumah Gadang merupakan sesuatu yang sangat berharga bagi kaum di Ranah Minang. Menurut pesan
leluhur, mempertahankan Rumah Gadang adalah tugas mulia yang harus didahulukan.
http://rumahnusa.blogspot.com/2012/10/rumah-tradisional-minangkabau.html

Rumah Adat Nuwo Sesat Asal Daerah Lampung Sumatera


zulfa azizah

6:53 AM
rumah adatsumatera
Penjelasan Rumah adat Nuwo Sesat yang berasal dari daerah Lampung Sumatera. Rumah tradisional

adat Lampung ini termaksud kategori rumah panggung. Atapnya terbuat dari anyaman ilalang dan

sebagian besar bahnnya terbuat dari kayu. Bentuk rumah panggun ini untuk menghindari serangan

hewan dan lebih kokoh bila terjadi gempa bumi, karena masyarakat lampung telah mengenal gempa

dari zaman dahulu dan lampung terletak di pertemuan lempeng Asia dan Australia.

Terdapat ornamen yang khas pada bagian sisi bangunan tertentu rumah sessat ini. Umumnya bentuk

rumah sessat berbentuk rumah besar. Namun saat ini bentuknya tidak terlalu besar. Di

perkampungan penduduk asli Lampung sebagian besar rumah adat ini dibangun tidak bertiang dan

berlantai di tanah dengan fungsi yang tetap sama.

Ciri khas lainnya di rumah sesat ini adalah hiasan paying payung besar di atapnya [Rurung Agung]

yang berwarna putih, kuning, dan merah yang melambangkan tingkat Kepenyimbangan bagi

masyarakat adat Lampung Pepadun.

Bentuk bangunan tempat tinggal masyarakat Kabupaten Lampung boleh di bilang cukup beraneka

ragam. Hal ini dapat di lihat dari keragaman bentuk rumah yang didirikan oleh warga setempat

sebagai tempat tinggal.

Fungsi rumah adat Nuwo Sesat pada dasarnya merupakan balai pertemuan adat tempat para Perwatin

pada saat mengadakan Pepung atau musyawarah adat, karenanya itu juga disebut sebagai Sesat

Balai Agung. Bagian bagian dari bangunan ini adalah :


1. Ijan Geladak merupakan tangga masuk yang dilengkapi dengan atap yang disebut Rurung

Agung.

2. Anjungan, yaitu serambi yang digunakan untuk pertemuan kecil

3. Pusiban sebagai ruang tempat musyawarah resmi.

4. Ruang Tetabuhan merupakan tempat menyimpan alat musik tradisional.

5. Ruang Gajah Merem sebagai tempat istirahat bagi para Penyimbang.

Sumber referensi :
http://budaya-indonesia.org/Rumah-Nuwo-Sesat/ diakses tanggal 7 oktober 2014
http://id.wikipedia.org/wiki/Lampung diakses tanggal 7 oktober 2014
http://batinbudayapoerba.blogspot.com/2013/11/rumah-adat-lampung-lambang-
kesatuan.html diakses tanggal 7 oktober 2014

http://dunia-kesenian.blogspot.com/2014/10/rumah-adat-nuwo-sesat-daerah-lampung_7.html

POLA, BENTUK, ARSITEKTUR, DAN KARAKTERISTIK


 Pola, Bentuk, Arsitektur, dan Karakteristik Rumah Gadang

Rumah Gadang berbentuk kapal, yaitu kecil di bawah dan besar di atas.
Bentuk atapnya punya lengkung ke atas, kurang lebih setengah lingkaran, dan
berasal dari daun Rumbio (nipah). Bentuknya menyerupai tanduk kerbau dengan
jumlah lengkung antara biasanya empat atau enam, dan satu lengkungan ke arah
depan rumah. Denah dasar bentuk empat persegi panjang dan lantai berada di
atas tiang-tiang. Tangga tempat masuk berada ditengah-tengah dan merupakan
serambi muka. Ada juga yang membuatnya dibagian sebelah ujung, biasanya
untuk dapur.

Bangunan rumah gadang khas dengan atap gonjongnya. Tidak hanya itu,
jika diperhatikan, massa bangunan rumah gadang juga terlihat besar ke atas
yang memberikan kesan ‘besar kepala’. Bukan tidak ada alasan mengapa
masyarakat Minangkabau menghasilkan karya arsitektur dengan bentuk seperti
ini. Sebagai arsitektur tradisional, geometri-geometri yang diterapkan pada rumah
gadang tentunya mempunyai arti yang sangat penting bagi masyarakat
Minangkabau sebagai simbol yang merujuk pada identitas budaya mereka. Jika
geometri-geometri tersebut lahir sebagai sebuah simbol, tentu ada sesuatu yang
disimbolkannya. Misalnya, simbol dari sesuatu yang berbentuk fisik seperti alam
(hewan, tumbuhan ataupun kondisi alam yang dianggap ‘penting’ dalam suatu
golongan masyarakat) ataupun simbol dari sesuatu yang bersifat non-fisik seperti
cara hidup (way of life) dan keyakinan atau kepercayaan. Namun dibalik semua
itu, bagi saya sendiri terdapat hal yang cukup menarik perhatian yaitu bagaimana
cara masyarakat Minangkabau mentransformasikan apa yang ingin mereka
simbolkan ke dalam bentuk geometri arsitektural. Metode desain seperti apa yang
mereka terapkan hingga lahir bentuk rumah gadang seperti yang kita lihat
sekarang, khususnya bentuk atap gonjongnya.

Untuk menelaah metode desain yang diterapkan pada arsitektur tradisional


dibutuhkan penelitian yang cukup mendalam. Banyak faktor yang mempengaruhi
cara berarsitektur dan hasil karya arsitektur yang lahir pada suatu golongan atau
etnis masyarakat tertentu. Oleh karena itu dibutuhkan pula pendekatan dari
berbagai sudut pandang untuk dapat menjelaskan metode seperti apa yang
mereka pakai dalam mencitrakan arsitektur tradisionalnya.
Saat berbicara mengenai rumah gadang, hal yang langsung tebayang di
benak kita biasanya adalah bentuk atap yang runcing menjulang tinggi ke langit.
Atap ini disebut atap gonjong yang pada akhirnya menginspirasi masyarakat
Minangkabau untuk menerapkannya pada bangunan modern sebagai identitas
budaya mereka, walaupun sebenarnya hal seperti ini masih menjadi perdebatan
mengenai layak atau tidaknya. Terlepas dari semua itu, atap gonjong merupakan
hasil dari proses berarsitektur dan berbudaya masyarakat Minangkabau yang telah
mengalami trial and error. Seperti yang telah dituliskan sebelumnya, bentuk-
bentuk geometri yang hadir dalam wujud fisik rumah gadang merupakan simbol
terhadap segala sesuatu yang sangat erat kaitannya dengan kehidupan
masyarakat Minangkabau. Segala sesuatu tersebut dapat berupa hal yang
bersumber dari alam, cara hidup, sejarah dan kepercayaan. Namun saat sesuatu
hadir sebagai sebuah simbol, sesuatu tersebut tidak harus serupa dengan apa
yang disimbolkannya.

Wujud fisik rumah gadang secara keseluruhan yang terbagi atas kaki badan
dan kepala yang pada dasarnya terbentuk dari geometri-geometri sederhana.
Denah rumah gadang sangat sederhana yaitu persegi panjang dengan pembagian
ruang yang juga sederhana, massa badan bangunan juga sederhana dengan hanya
menerapkan geometri-geometri dalam kaidah bidang planar. Denah dan massa
badan bangunan pada dasarnya merupakan simbol dari hal yang lebih bersifat
non-fisik seperti cara hidup dan kepercayaan. Cara hidup masyarakat
Minangkabau yang dipengaruhi oleh sistem genealogis matrilineal yang mereka
anut dimana posisi kaum perempuan dalam masyarakat dianggap penting,
kepercayaan yang mereka anut yaitu agama Islam yang mempengaruhi batasan
ruang antara perempuan dan laki-laki, yang kesemuanya mempunyai penjelasan
yang amat panjang dan rumit, tergambar dalam denah yang sederhana ini.
Namun saat melihat atap gonjong, terlihat geometri yang berbeda dan
seolah keluar dari kaidah yang diterapkan pada denah. Berbeda denah yang
didominasi oleh garis-garis lurus yang terkesan kaku, atap gonjong terbentuk dari
komposisi garis-garis lengkung yang terkesan lebih dinamis. Persamaannya,
bentuk atap gonjong juga merupakan simbol serta rekaman terhadap sesuatu
yang erat kaitannya dengan kehidupan masyarakat Minangkabau. Namun hal yang
disimbolkan oleh atap gonjong lebih bersifat pada sesuatu yang fisik, seperti
sesuatu yang berasal dari alam atau benda kenangan masa lampau. Secara
sederhana, bentuk dasar dari gonjong adalah segitiga sama kaki namun dengan
jumlah besar sudut kurang dari 180o, segitiga yang berada pada kaidah non-
Euclidean geometry.

Ada beberapa pendapat mengenai apa yang masyarakat Minangkabau


simbolkan dan rekam melalui atap gonjong antara lain,

• Atap gonjong merupakan simbol dari tanduk kerbau, karena kerbau


merupakan hewan yang dianggap sangat erat kaitannya dengan penamaan daerah
Minangkabau.

• Atap gonjong adalah simbol dari pucuk rebung (bakal bambu), karena
bagi masyarakat Minangkabau rebung merupakan bahan makanan adat, olahan
rebung merupakan hidangan yang selalu ada saat upacara-upacara adat. Selain
itu, bambu dianggap tumbuhan yang sangat penting dalam konstruksi tradisional.

• Atap gonjong menyimbolkan kapal sebagai rekaman untuk mengenang


asal usul nenek moyang orang Minangkabau yang dianggap berasal dari
rombongan Iskandar Zulkarnaen yang berlayar dengan kapal dari daerah asalnya
yang kemudian terdampar di dataran Minangkabau sekarang.

• Atap gonjong merupakan rekaman terhadap alam Minangkabau yang


berbukit yang terdiri dari punggungan-punggungan dan landaian-landaian.

Bagi orang Minangkabau, alam adalah sesuatu yang dinamis, kedinamisan


ini secara sederhana mereka simbolkan dengan garis lengkung, seperti garis
lengkung pada atap gonjong. Keseluruhan pendapat tersebut menyiratkan bahwa
garis-garis lengkung yang tajam pada atap gonjong merupakantracing/jiplakan
terhadap bentuk-bentuk yang berasal dari alam atau benda yang dianggap penting
oleh masyarakat Minangkabau. Proses tracing atau penjiplakan ini dilakukan
dalam jangka waktu berarsitektur yang sangat panjang. Di dalam proses tersebut
terdapat trial and error akibat penyesuaian terhadap alam dimana atap gonjong
itu eksis (alam Minangkabau). Di dalam prosestracing ini dilakukan
penyederhaaan dengan mengurangi garis-garis rumit atau detail dari kondisi
nyata objek yang ingin disimbolkan, seperti dengan mengambil siluetnya ataupun
hanya geometri dasarnya. Dengan demikian, walaupun geometri yang kemudian
hadir tidak sama dengan apa yang disimbolkannya, tetap ada bagian yang
dipertahankan seperti kedinamisan dari objek tersebut.

Dari uraian di atas, terlihat sepintas lalu metode desain yang digunakan
oleh masyarakat Minangkabau terkesan sangat sederhana, hanya dengan men-
trace suatu objek yang dianggap penting dengan ‘mengabaikan’ detail geometri
dari objek tersebut. Proses yang berlangsung sekian lama berhenti saat
masyarakat Minangkabau menemukan geometri arsitektural yang tepat sebagai
simbol dari pandangan hidup mereka dan sesuai dengan kondisi alam tempat
mereka hidup. Dengan demikian lahirlah desain arsitektur tradisional rumah
gadang seperti yang eksistensinya masih dapat kita lihat di wilayah Minangkabau.
Prosestracing dalam pembentukan wujud arsitektural atap gonjong rumah gadang
merupakan penjiplakan benda tiga dimensi ke dalam wujud tiga dimensi pula.
Hilangnya detail-detail dari benda yang di-trace membuat wujud baru yang
terbentuk dapat diartikan lain oleh orang yang berbeda karena wujud baru
tersebut dapat mewakili beberapa benda yang berbeda pula. Dengan demikian
tidak salah jika ada beberapa pendapat mengenai benda apa yang disimbolkan
oleh atap gonjong rumah gadang.

Pada ujung kiri dan kanan ada anjungan yang terdiri dari sekurang-
kurangnya dua tingkat dan sebanyak-banyaknya tiga tingkat. Anjungan berupa
tangga (bertingkat) yang terletak pada tengah bagian lebar rumah. Ruangan pada
anjungan hanya digunakan untuk hal-hal khusus, seperti untuk pasangan yang
baru menikah dalam keluarga tersebut.

Rumah adat Minangkabau tidak memakai ukuran dengan meter. Panjang


dan lebar rumah ditentukan dengan labuh (jalur), dan yang biasanya yang
dijadikan ukuran adalah hasta atau depa. Ukuran indak dimakan siku, namun
disebut dengan ukuran alue jo patuik (alur dan patut). Dalam kiasan orang Minang
dikatakan, Condong mato ka nan rancak, condong salero ka nan lamak. Lebar
ruang atau labuh (jarak antara tiang menurut lebar dan panjang) bervariasi
antara 2,5 meter sampai 4 meter. Panjang rumah sekurang-kurangnya 3 jalur dan
sebanyak-banyaknya 4 jalur. Jalur atau labuh berbentuk memanjang. Jalur
pertama dari muka dinamakan Bandue Tapi. Jalur kedua disebut Labueh Gajah.
Jalur ketiga disebut Labueh Tangah, sedangkan jalur keempat disebut Bilik.
Ruangan terletak pada potongan rumah menurut lebar rumah. Satu ruang
ditengah dinamai Gajah Maharam. Ruangan ini disebut begitu karena berbentuk
seperti gajah yang lagi duduk di lantai dengan kaki yang terletak di sampingnya.
Dua ruang kekiri disebut Sarambi Papek dan dua ruang ke kanan disebut Rajo
Babariang.
Para nenek moyang orang Minang ternyata berpikiran futuristik alias jauh
maju melampaui zamannya dalam membangun rumah. Konstruksi rumah gadang
ternyata telah dirancang untuk menahan gempuran gempa bumi. Rumah gadang
di Sumatera Barat membuktikan ketangguhan rekayasa konstruksi yang memiliki
daya lentur dan soliditas saat terjadi guncangan gempa hingga berkekuatan di
atas 8 skala richter. Bentuk rumah gadang membuat Rumah Gadang tetap stabil
menerima guncangan dari bumi. Getaran yang datang dari tanah terhadap
bangunan terdistribusi ke semua bangunan. Rumah gadang yang tidak
menggunakan paku sebagai pengikat, tetapi berupa pasak sebagai sambungan
membuat bangunan memiliki sifat sangat lentur. Selain itu kaki atau tiang
bangunan bagian bawah tidak pernah menyentuh bumi atau tanah. Tapak tiang
dialas dengan batu sandi. Batu ini berfungsi sebagai peredam getaran gelombang
dari tanah, sehingga tidak mempengaruhi bangunan di atasnya. Kalau ada getaran
gempa bumi, Rumah Gadang hanya akan berayun atau bergoyang mengikuti
gelombang yang ditimbulkan getaran tersebut. Darmansyah, ahli konstruksi dari
Lembaga Penanggulangan Bencana Alam Nahdatul Ulama (LPBA NU) Sumatera
Barat menyebutkan, dari sisi ilmu konstruksi bangunan rumah gadang jauh lebih
maju setidaknya 300 tahun dibanding konstruksi yang ada di dunia pada
zamannya.

Selain dari bentuk dan arsitektur, ada hal lain yang khas dari rumah gadang, yaitu
rangkiang, Rangkiang adalah bangunan untuk menyimpan padi, nama lainnya
adalah Lumbuang atau Kapuak. Nama rangkiang bermacam-macam, sesuai
dengan kegunaan dari padi yang disimpan di dalam rangkiang tersebut.

Beberapa rangkiang yang dikenal:

1. Sitinjau Lauik
Disebut juga dengan Kapuak Adat Jo Pusako. Berguna untuk hal-hal yang
berkaitan dengan acara adat, seperti tagak panghulu, kematian danlain-lain.
Bentuknya lebih langsing dibandingkan dengan yang lain, berdiri diatas empat
tiang dan terletak ditengah diantara rangkiang yang lain.

2. Sibayau-Bayau
Disebut juga Kapuak Salang Tenggang, yang berguna untuk makanan
sehari-hari anggota keluarga rumah gadang.

3. Sitangka Lapa
Disebut juga Kapuak Gantuang Tungku, digunakan pada masa paceklik.
Tipenya bersegi dan berdiri di atas empat tiangnya.

4. Kaciak Simajo Kayo


Disebut juga Kapuak Abuan Rang Mudo, digunakan untuk keperluan anak-
anak muda yang ada dalam rumah gadang yang membutuhkan sesuatu, seperti
untuk pernikahan, maka biayanya akan diambil dari rangkiang ini.

Dari bermacam-macam nama dan fungsi rangkiang, hal tersebut


mencerminkan kesejahteraan ekonomi orang Minangkabau di masa dahulu. Dan
juga, hal ini menunjukkan rasa dan jiwa sosial yang dimiliki oleh orang
Minangkabau terhadap orang lain. Hal ini terlihat pada pepatah berikut:

Hati tungau samo dicacah hati gajah samo dilapah

Indak samo dicari, ado sama dimakan

http://tentangrumahgadang.blogspot.com/p/pola-bentuk-arsitektur-dan.html

Rumah Gadang - Arsitektur Luar Biasa Peninggalan Nenek Moyang Kita....

Anda mungkin juga menyukai