Anda di halaman 1dari 10

PEMBELAJARAN BIOLOGI ABAD 21 DALAM DESAIN, STRATEGI, DAN

MENJAWAB TANTANGAN PENDIDIKAN GLOBAL

Muslimin Ibrahim
Universitas Negeri Surabaya
muslimin.ibr@gmail.com

Makalah yang disampaikan pada Seminar Nasional dengan Tema: Peran Biologi dan
Pendidikan Biologi dalam Menyiapkan Generasi Unggul dan Berdaya Saing Global di
Universitas Muhammadiyah Malang, 21 Maret 2015

A. Pendahuluan
Dari judul yang diberikan oleh panitia di atas, terdapat kata kunci yang dapat
disarikan, yaitu (1) Pendidikan Global, (2) Tantangan Pendidikan Global, (3) Desain dan
stategi pembelajaran biologi untuk menghadapi tantangan dimaksud. Makalah ini
mencoba memenuhi permintaan tersebut.
Sebenarnya kerisauan mengenai perlunya pendidikan global sudah lama
disadari (Global Education Guidelines, 2008). Kerisauan itu muncul sebagai akibat
kemajuan pesat di bidang teknologi komunikasi & transportasi yang dirasakan dunia semakin
sempit, batas negara menjadi buram, proses universalisasi melanda berbagai aspek kehidupan,
masyarakat lokal menjadi anggota masyarakat dunia. Intensitas interaksi dan kompetisi
meningkat.
Kerisauan juga muncul sebagai akibat adanya ”ketidakpastian” tentang “apa”
yang diperlukan di masa depan. Dampak ikutan ketidakpastian itu adalah sulitnya
menetapkan arah dan merancang apa yang harus dilakukan untuk menyiapkan siswa
yang akan hidup pada masa itu.
Mengantisipasi fakta tersebut, perlu ada usaha nyata mencari persamaan-persamaan
di antara anggota masyarakat dunia berupa nilai-nilai universal yang perlu dikembangkan
bersama (Kevin, 2014; Brown, 2013; Andreotti, 2012). Perlu ada usaha yang bertujuan
membuka mata dan pikiran orang pada realitas globalisasi dunia dan “membangunkan”
serta menyadarkan mereka akan pentingnya keadilan, kesetaraan, dan hak asazi
manusia untuk semua orang. Pendidikan global adalah pemahaman tentang pendidikan
& pengembangan, pendidikan hak azasi, pendidikan perdamaian, & pencegahan konflik,
pendidikan antar budaya, dan menjadikan pendidikan kewarganegaraan berdimensi
global; Perlunya pendidikan yang demikian ini juga ditekankan oleh Global Education
Guidelines (2008) dipublikasikan oleh South North Centre of Europe, yang ditujukan
kepada para pendidik dan pembuat kebijakan dinyatakan antara lain bahwa (1) perlu
ada tindakan nyata memperkuat pendidikan global, (2) meningkatkan praktik-praktik
pendidikan global melalui sharing dan menciptakan sinergisme di antara stakeholder,
melalui berbagai pendekatan, pemilihan konten, dan kriteria evaluasi, serta (3) berbagi
praktik-praktik dan pengalaman yang sudah dilakukan di berbagai belahan bumi. (4)
Memahami dan mendiskusikan hubungan kompleks berkait isu-isu sosial, ekologi,
politik, dan ekonomi, sekaligus mampu memiliki cara baru di dalam berpikir dan
bertindak.

B. Apa yang Dimaksud dengan Pendidikan Global?

Pendidikan global adalah sudut pandang yang muncul dari fakta bahwa orang
hidup dan berinteraksi pada saat yang sama dengan munculnya kondisi semakin
meningkatnya pengaruh globalisasi. Beberapa sumber mendefinisikan bahwa
pendidikan global adalah pendidikan yang bertujuan membuka mata dan pikiran orang
pada realitas globalisasi dunia dan “membangunkan” serta menyadarkan mereka akan
pentingnya keadilan, kesetaraan, dan hak asazi manusia untuk semua orang. Pendidikan
global adalah pemahaman tentang pendidikan & pengembangan, pendidikan hak azasi,
pendidikan perdamaian, & pencegahan konflik, pendidikan antar budaya, dan
menjadikan pendidikan kewarganegaraan berdimensi global;
GLEN (2009) mendefinisikan bahwa pendidikan global adalah pendekatan
kreatif yang membawa perubahan di dalam masyarakat kita. Mereka juga mengatakan
bahwa pendidikan global adalah proses pembelajaran aktif berbasis nilai-nilai universal
seperti toleransi, solidaritas, kesetaraan, keadilan, inklusi, kooperasi, dan tanpa
kekerasan. Sementara itu Hunt (2012) menyebutnya sebagai pembelajaran global
(global learning) yaitu istilah yang digunakan untuk mendefinisikan berbagai aspek
kurikulum sekolah yang relevan dengan setiap orang di semua tempat di permukaan
bumi ini. Dengan perkataan lain pembelajaran global mencoba mengeksplorasi
interkoneksi di antara penduduk dan tempat di seluruh dunia. Hal ini menuntut kita
untuk melakukan observasi mengenai persaman dan perbedaan yang ada di antara kita
dan menghubungkannya dengan kehidupan kita.
Pendidikan global adalah proses pembelajaran transformatif. Pendidikan global
adalah pendekatan baru yang memusatkan perhatian untuk membantu menjawab pertanyaan
kita tentang masa depan. Pendidikan global memperlengkapi siswa agar mampu memahami
isu dunia seraya memberdayakan mereka dengan pengetahuan, keterampilan, nilai, dan sikap
yang diinginkan sebagai warga dunia untuk menghadapi masalah-masalah global. Berkait
dengan hal itu pendidikan global adalah proses individual dan pertumbuhan kolektif yang
memungkinkan terjadinya transformasi dan transformasi diri.
Pendidikan global tidak hanya berkenaan dengan tema global, masalah dunia, dan
bagaimana menemukan penyelesaian secara bersama-sama, tetapi juga menyangkut
bagaimana merancang masa depan bersama dengan kondisi kehidupan yang lebih baik untuk
semua, menghubungkan pandangan lokal dengan global dan bagaimana mewujudkan visi
tersebut menjadi nyata, mulai dari sesuatu yang kecil yang kita lakukan.
Pendidikan global mengembangkan pengertian pada siswa bahwa keberadaan mereka
membentuk masyarakat dunia dan mereka merupakan anggota masyarakat manusia yang
menghuni planet bumi, dan kehidupannya tergantung pada planet bumi tersebut. Oleh karena
itu pendidikan global harus menyadarkan mereka betapa pentingnya mampu hidup secara
bijaksana dan bertanggung jawab, sebagai individu, umat manusia, penghuni planet bumi, dan
sebagai anggota masyarakat global.

B. Apakah Tantangan Pendidikan Global?


Globalisasi yang ditandai dengan abad 21 memiliki karakteristik perubahan
berlangsung amat cepat sehingga menimbulkan gejolak dan ketidakpastian, tingkat kompetisi
meningkat dengan drastis (compete or perish). Karena perubahan berlangsung demikian cepat
terjadi perbedaan yang mencolok antar generasi. Generasi pendidik (orang tua) adalah
generasi paper and pencil sementara generasi siswa adalah generasi smartphone. Tantangan
timbul dalam bentuk kesenjangan antar generasi.
Karena intensitas interaksi dan tingkat persaingan yang tinggi pembelajaran yang
terstandarisasi yang menekankan pada hafalan, menghasilkan orang seragam yang tidak
memiliki daya saing dan kebanggaan akan prestasi dalam wujud rangking, nilai rapor, belajar
dengan pola pasif menekankan pada isi (konten) dirasakan tidak lagi sesuai. Terjadi
perubahan pradigma yang memberi penekanan pada pengembangan potensi siswa, sehingga
menghasilkan siswa-siswa dengan keunggulan-keunggulan, mengembangkan kemampuan
berpikir dan rasa ingin tahu. Konten mata pelajaran tidak lagi cukup melainkan diperlukan
bagaimana memperoleh konten itu. Sumber informasi tidak lagi hanya pada guru dan sekolah,
tetapi di mana-mana: alam, google, pergaulan, perilaku dan pengalaman orang, pusat-pusat
informasi dan dokumentasi, jurnal, web, dunia usaha, jejaring social dan sebagainya. Tantang
timbul dalam bentuk mencari cara baru pembelajaran.
Globalisasi adalah proses kompleks dan ambivalen yang konsekwensinya dapat
positif sekaligus negatif. Di antara konsekwensi yang positif adalah orang akan semakin
memiliki keluasan dalam: cakrawala pandang, akses terhadap pengetahuan dan produk ilmu
dan teknologi, pandangan lintas budaya, kesempatan dan peluang, perkembangan personal
dan sosial, kesempatan untuk berbagi ide, berkolaborasi untuk menyelesaikan masalah
bersama.
Konsekwensi negatif terutama di tingkat sosial, ekonomi, dan lingkungan. Di satu sisi
terjadi peningkatan angka kemiskinan, timbulnya kesenjangan antara negara berkembasng
dengan negara maju dan di antara berbagai kelas di dalam masyarakat, rendahnya standar
hidup, penyakit, migrasi, pelanggaran hak azasi manusia, SARA, eksploitasi kelompok
lemah oleh kelompok kuat, xenophobia, konflik, rasa tidak aman, dan berkembangnya
individualisme. Sementara itu di sisi lain terdapat banyak sekali muncul masalah lingkungan
seperti efek rumah kaca, perubahan iklim, polusi, dan eksploitasi sumber daya alam secara
berlebihan. Pertanyaan yang muncul bagaimana mengurangi konsekwensi negatif dan
memaksimalkan konsekwensi positip. Tantangan berikut memunculkan usaha untuk
mengubah perilaku dengan mengarahkan pembelajaran agar tercapai tujuan akhir
terbentuknya manusia ber Karakter
, memiliki ketahanan moral, pembelajar mandiri (self
regulated learner) yang berjiwa Entrepreneur.
Tantangan berikutnya adalah pendidik menghadapi ketidakpastian. Di satu sisi
pendidik bertugas menyiapkan siswa agar berhasil hidup di masa depan, sementara di
sisin lain masa depan itu masih tidak pasti. Sebagai guru setiap kita bertugas:
1. Menyiapkan siswa/mahasiswa untuk bisa bekerja pada suatu lapangan kerja,
padahal boleh jadi pada saat sekarang pekerjaan itu belum ada, belum
ditemukan.
2. Menyiapkan siswa/mahasiswa untuk menggunakan teknologi yang boleh jadi
pula, teknologi yang dimaksud belum ditemukan.
3. Menyiapkan siswa/mahasiswa untuk terampil menyelesaikan masalah yang
boleh jadi masalahnya belum ada pada saat sekarang atau tidak sama dengan
masalah yang dihadapi pada masa sekarang.

Globalisasi yang berciri perubahan dunia dengan cepat selain sisiwa diberdayakan
dengan pengetahuan dan keterampilan, merekapun harus dilengkapi dengan “kemudi” dan
“filter” . Siswa harus diberi peluang untuk membangun dirinya secara utuh. Beberapa bekal
yang perlu diberikan kepada siswa agar mereka berdaya dalam menghadapi kehidupan di
masa depan adalah kemampuan kolaborasi dan komunikasi (McIntyre, S., & Watson, K.
(2007), Sementara itu ITL Research (2012) menyatakan bahwa siswa perlu dibekali dengan
kemampuan untuk berkolaborasi, mengkontruksi pengetahuan, regulasi diri, inovasi dan
penyelesaian masalah dunia nyata, penggunaan TIK untuk belajar, dan kemampuan
komunikasi. A Vision of Student Today (2012) memperkuat pandangan 21st Century Skills,
Education, Competitiveness. Partnership for 21st Century (2008) menyatakan bahwa
pendidikan yang dilaksanaan pada situasi dunia yang berubah dengan cepat memunculkan
permasalahn-permasalahan baru sekaligus juga peluang baru. Oleh karena itu siswa harus
diberdayakan dengan memfasilitasi mereka menguasai content knowledge, keahlian, dan
literasi sebagai fondasi. Mereka juga harus diberdayakan dengan berbagai keterampilan dan
pengetahuan penting lainnya (Gambar 1).
Gambar 1 Kecakapan Abad 21

C. Disain dan Strategi yang ditawarkan


Proses pendidikan bukanlah proses menyajikan pengetahuan jadi secara instan,
proses pendidikan bukanlah proses kompetisi menghafal atau latihan mekanistik drill
untuk berlatih menjawab soal. Sikap harus dibangun secara sengaja sebagai kendali
pengetahuan dan keterampilan.
Tawaran inovasi ini bermula dari dari fakta yang menyatakan bahwa (1) 75%
hasil belajar siswa diperoleh melalui pengamatan; (2) sikap/karakter tidak dapat
diajarkan melainkan ditularkan; (3) penularan sikap/karakter dilakukan lewat model
atau contoh; (4) fenomena yang terjadi di sekitar kita adalah model atau contoh bagi
orang yang mau berpikir (QS 2:190); (5) Tahapan pembelajaran seperti dimodelkan
Tuhan: Bangun fisik (QS 2:30) – beri pengetahuan (QS 2: 31) – beri kesempatan magang
agar memperoleh keterampilan/melihat model (QS 2: 35). Sampai disini saja ternyata
manusia masih gagal–selanjutnya Tuhan membekalinya dengan norma dan sikap (QS 2:
38) –manusia yang utuh.
Inovasi yang ditawarkan ini dinamakan model pemaknaan, ditunjukkan pada
Gambar 2. Inovasi ini mengintegrasikan (1) cara pembelajaran sains yang paling baik,
yaitu melalui metode ilmiah dengan (2) proses pemodelan karena belajar “perilaku”
sebagian besar dilakukan lewat pengamatan. Agar proses pengamatan berlangsung
intensif, perlu (3) usaha menyentuh/ mengolah hati. Oleh karena itu di dalam inovasi ini
proses pemodelan dilakukan dengan berbagai strategi dan media untuk
“mempengaruhi” hati siswa.
Pada bagian awal pembelajaran siswa diajak merumuskan masalah atau
pertanyaan yang bersumber dari fenomena yang diamati, melakukan penyelidikan
lewat pengamatan atau eksperimen, mengamati fenomena alam lebih lanjut,
mengumpulkan data, mengolah data sampai akhirnya menarik kesimpulan yang
sekaligus merupakan jawaban terhadap masalah atau pertanyaan yang dirumuskan di
awal pembelajaran.
Bagian kedua pembelajaran adalah proses pemodelan lewat strategi mengolah
hati. Fenomena yang telah diamati oleh siswa dimaknai untuk dijadikan model sikap,
perilaku positif yang harus dipupuk dan dibentuk atau model perilaku/sikap negatif
yang harus dihindari. Strategi pemodelan dilakukan sedemikian rupa seperti
menggunakan musik, menggunakan teknik membaca sedemikian rupa, melakukan
“provokasi” dan “dramatisasi” untuk mempengaruhi hati. Bukti penguat terhadap
perlunya perilaku itu dikembangkan atau perlu untuk dihindari oleh seseorang,
disajikan misalnya dalam bentuk kutipan fakta dari kearifan lokal, ayat-ayat/norma-
norma di dalam kitab suci atau fakta-fakta empirik yang mendukung.

Kerangka berpikir model pemaknaan:

Fenomena IPA

Dilakukan melalui sintaks, 1,


2, 3, 4, dan 5 (Proses
penyelesaian masalah)

Informasi, fakta,
Capaian hasil
belajar konsep, teori
(Penjelasan), Domain Analog
pengetahuan dan
(Model)
keterampilan deskripsi, tentang
fenomena &
Evaluasi & Refleksi
munculnya
fenomena baru

Proses
pemaknaan/
Internalisasi
(Sintaks 6 dan 7)

CapaianBerbagai
hasil perilaku
belajar
Domain positip,
Sikap dan karakter,
Target
karakter akhlak baik

Gambar 2 Alur Berpikir Model Pemaknaan (Ibrahim, 2014)


Tahap pertama:
Tunjukkan fenomena Ulat dan Kupu kepada siswa, melalui berbagai media atau
mengamati benda asli, motivasi siswa untuk melakukan pengamatan dengan cermat
memunculkan pertanyaan berdasarkan fakta yang diamati. Beberapa contoh pertanyaan
misalnya:
Bagaimana cara ulat berubah menjadi kupu-kupu?
Berapa lama waktu yang diperlukan?
Tahapan perubahannya apa saja yang terjadi? dan seterusnya

Tahap kedua:
Siswa diajak mengumpulkan data untuk menjawab pertanyaannya. Gunakan
berbagai strategi, pertimbangkan kegiatan yang memungkinkan siswa menggunakan
sebanyak mungkin inderanya. Beberapa contoh kegiatan seperti: membaca buku,
mengamati perubahan bentuk dari telur sampai menjadi kupu-kupu dalam bentuk
proyek (siswa membuat perencanaan, melaksanakan rancangan, pelaporan hasil
pelaksanaan).
Pada tahap ini siswa belajar banyak tentang keterampilan dan pengetahuan
serta beberapa sikap sosial seperti bekerjasama, saling membantu, berkomunikasi,
membuat rencana, menyusun laporan, menyelesaikan masalah, menemukan jawaban
dari masalah dan seterusnya.

Tahap ketiga:
Siswa diajak untuk mengkritisi sekali lagi fenomena yang mereka
amati/temukan dari perspektif “sebagai model” (atau domain analogi) sikap dengan
domain target adalah siswa melihat model tersebut sebagai sesuatu yang harus ditiru,
dikembangkan, jadikan pedoman berperilaku atau sebalik perlu dicegah, dijauhi.
Kesempatan ini digunakan oleh guru untuk menularkan sikap pada model kepada siswa
melalui pengenalan pengetahuan dulu (moral knowledge), pengenalan dilakukan
sedemikian rupa menyentuh hati, ditunjukkan pula baik buruknya untuk memunculkan
(moral feeling) yang kemudian dengan berjalannya waktu dan pembiasaan melalui
pengulangan-pengulangan dan pemberian penekanan menggunakan realita sosial,
kearifan local, kutipan ayat suci, kebiasaan baik dikeseharian, pada akhirnya diharapkan
sikap yang sudah dimiliki dalam bentuk pengetahuan dan perasaan berubah menjadi
moral acting yang terwujud dalam perbuatan dan perilaku keseharian.
Tahap keempat
Siswa diajak untuk melakukan berbagai aktivitas untuk memperkuat retensi,
misalnya membuat rangkuman melalui proses menjawab pertanyaan, mendiskusikan
contoh penerapan dalam kehidupoan sehari-hari konsep-konsep yang sudah dipelajari
dan ditemukan, mengjarkan atau mengkomunikasikan hasil temuan kepada orang lain
dan berbagai bentuk kegiatan lain yang relevan.

Melalui scientific approach siswa belajar (Pengajaran)

(1) Konsep metamorphosis: (2) Keterampilan proses: (3) Keterampilan sosial:


nama, definisi, tahapan, melakukan pengamatan, bekerjasama, saling membantu,
lama waktu, karakteristik mengumpulkan data, menarik komunikasi (menyampaikan
tiap tahap, contoh simpulan, membuat laporan ide, argumentasi)

Melalui pemaknaan siswa dididik (Pendidikan):

(1) Memaknai perilaku ulat (3) Memaknan perilaku kupu-


(2) Memaknai perilaku
yang rakus, makanan tidak kupu yang indah, makanan
kepompong melakukan
terpilih, merugikan banyak terpilih, menyenangkan, model
pengendalian diri, makan
pihak---perilaku buruk perilaku yang perlu
tidak makan (Puasa)
perlu dihindari dikembangkan

Pemantapan
Bagaimana Mencapainya
Hai orang yang beriman diwajibkan kepadamu berpuasa sebagaimana yang telah
diwajibkan kepada orang-orang sebelum kamu agar kamu menjadi orang yang
bertakwa (QS 2: 185)

D. Penutup
Demikianlah satu inovasi yang coba dikenalkan, yaitu berupa model pemaknaan
yang mengintegrasikan scientific approach dengan proses pemodelan sikap melalui
strategi analogi: fenomen Biologi yang ditemukan lewat scientific approach dijadikan
model (domain analog) untuk mendidik sikap positip (domain target). Melalui strategi
ini siswa belajar secara komprehensif, selain konten (isi) pelajaran, mereka juga belajar
metode, sekaligus sikap yasng dapat menjadi pengendali dan filter.
Siswa belajar Biologi berdasar fenomen dan inovasi ini menggunakan fenomea
alam sebagai model, sehingga tidak akan habis. Semua fenomen alam dapat dijadikan
model perilaku baik positif maupun negatif . Tuhan sendiri pencipta alam mengatakan:
sesungguhnya di dalam penciptaan langit dan bumi serta silih bergantinya malam dan
siang adalah ayat-ayat bagi orang yang mau berpikir.

Terimakasih

Referensi

Andreotti. (2012). Global Education, Social Change and Teacher Education in Jasskelained,
L.

Bourn, Douglas. (2014). The Theory and Practice of Global Learning.Research Paper No.
11, London: The Development Education Research Centre Institute of Education

Brown, E. (2013) Transformative Learning through Development Education NGOs.


Unpublished PhD Thesis, Nottingham: University of Nottingham.

GLEN. (2009). Global Education Guide. Global Education Network.

Hunt, F. (2012) Global Learning in Primary Schools: Practices and Impacts. DERC
Research Paper no. 9, London: IOE.

Ibrahim, Muslimin. “Dimensi Pendidikan dan Budi Pekerti di dalam Model-model Biologi
(Pidato Pengukuhan dalam rangka penerimaan Jabatan Guru Besar 1 Juli 2001), Sang
Profesor Kumpulan Pidato Pengukuhan Guru Besar. Surabaya: University Press, 2011 ISBN
978-979-028-459-3

Ibrahim, Muslimin, dkk (2008). Pengembangan Model Pembelajaran Inovatif untuk


Mengembangkan sikap positif, kemampuan berpikir, dan hasil belajar kognitif melalui
Pelajaran IPA. Penelitian Inovatif Nasional yang dibiayai oleh Puslitjaknov Balitbang
Depdiknas. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan Depdiknas- Pusat Penelitian
Kebijakan dan Inovasi.

Ibrahim, Muslimin, Suhartono, Suyono, (2009). Pengembangan Perangkat Pembelajaran


Inovatif Melalui Pemaknaan dalam Mapel IPA dan Bahasa. Penelitian Strategis Nasional
dibiayai oleh Direktorat Jenderal Pendidikan tinggi.

Ibrahim, Muslimin, Wahyu Sukartiningsih. (2012, 2013, dan 2014). Pemberdayaan Siswa
Sekolah Dasar Untuk Berperilaku Positif Dan Berkemampuan Berpikir Melalui
Pengembangan Perangkat Dan Diseminasi Pembelajaran Berorientasi Pemaknaan.
Penelitian Hibah Bersaing Pascasarjana Dibiayai oleh Dir. Litabmas Depdikbud.

Kaivola, T., O’Loughlin, E., Wegimont, L., (eds.) Proceedings of the International
Symposium on Competencies of Global Citizens, Amsterdam, GENE.pp.16-30.

Kevin, Hovland. (2014). Global Learning: Defining, Designing, and Demonstrating. A joint
publication of NAFSA: Association of International Educators and the Association of
American Colleges and Universities,

McIntyre, S., & Watson, K. (2007, 12 July 2007). Preparing Students for the Global
Workplace: An Examination of Collaborative Online Learning Approaches. Paper presented
at the ConnectED: International Conference on Design Education 2007, Sydney, Australia.

Pearlman, Bob (2006). Designing New Learning Environments to Support 21st Century Skills

Anda mungkin juga menyukai