Anda di halaman 1dari 6

Pada pengamatan sistem pernapasan kelas pisces diwakilkan oleh ikan mas

(Cyprinus carpio) dilakukan pembedahan dari arah laterodorsal hingga ke arah mulut
menggunakan gunting. Setelah dilakukan pembedahan, dilakukan pengamatan pada
organ-organ yang menyusun sistem pernapasan.
Pada pernapasan ikan mas organ yang diamati pertama adalah bagian mulut.
Rongga mulut pada ikan ini merupakan tempat masuknya air yang juga dibantu
dengan adanya gerakan operkulum yang terhubung secara langsung dengan otot-
otot pada sekitar rongga mulut, sehingga dapat membantu rongga mulut membuka
dan membesar, yang selanjutnya air dengan mudah dapat masuk. Pada organ
selanjutnya terdapat insang yang merupakan tempat difusi oksigen dalam air setelah
melewati rongga mulut. Ikan mas memiliki komponen insang yang lengkap,
komponen-komponen tersebut adalah : membran brankiostega (selaput tipis di
tepi operculum) yang berfungsi sebagai katup pada waktu air masuk ke dalam
rongga mulut.; lengkung insang (arkus brakhialis) sebagai tempat melekatnya tulang
tapis insang dan daun insang, dilengkapi dnegan banyak pembuluh darah dan
saluran syaraf.; rigi-rigi insang (gill rakers) terdapat pada sisi dalam lengkung insang
yang berfungsi untuk filtrasi air pernapasan.; serta filamen yang tersusun atas
lamella-lamella transversal dengan epitel pipih dan kapiler darah di dalamya,
Menurut Bahuguna dkk. (2014), jumlah lamela pada hewan tergantung dari ukuran
dan aktivitas hewan tersebut, lebih besar dan lebih aktif hewan maka lamela
semakin banyak.. Jumlah insang pada ikan mas ini sebanyak 4 lapis (revisi kalau
salah). Pada ikan mas juga memiliki operkulum yang membantu dalam proses
respirasi dimana agar air tepat masuk ke insang dan sebagai alat proteksi dari
lingkungan terhadap insang. Pada insang terdapat banyak kapiler darah yang
nantinya akan mendistribusikan oksigen pada insang ke seluruh tubuh (Bhavya,
2011).
Pada ikan mas juga terdapat gelembung udara. Gelembung udara ini merupakan
kantong tipis yang didalamnya terdapat udara yang difungsikan sebagai alat
hidrostatis yang akan digunakan pada sistem pernapasan hanya pada kondisi
tertentu (Pandey, et al, 2015).
Pada pengamatan sistem pernapasan amfibia diwakilkan oleh kodok (Bufo sp).
Pada tahap pembedahan, kodok dibedah pada bagian ventral menggunakan
gunting. Pada kodok memiliki integumen yang ikatannya lemah dengan jaringan otot
di bawahnya, sesuai dengan fungsinya bahwa kulit pada kodok dapat menjadi organ
respirasi dikarenakan pada integumen kodok memiliki kondisi yang lembab, yang
memungkinkan terjadinya difusi oksigen, oksigen yang masuk lewat kulit akan
melewati vena kulit (vena kutanea) kemudian dibawa ke jantung untuk diedarkan ke
seluruh tubuh. Sebaliknya karbon dioksida dari jaringan akan di bawa ke jantung,
dari jantung dipompa ke kulit dan paru-paru lewat arteri kulit paru-paru(arteri pulmo
kutanea) (Purnamasari & Santi, 2017).
Pada sistem pernapasan yang menggunakan paru-paru, saluran pertama pada
sistem adalah rongga hidung yangi terletak pada kranium kodok. Secara teoritis,
kodok memiliki trakea, namun pada pengamatan trakea pada kodok sulit diamati
dikarenakan selain ukurannya yang sangat kecil, jika dilakukan pembedahan lebih
lanjut dikhawatirkan akan merusak organ yang lain dan trakea itu sendiri.
(Purnamasari & Santi, 2017).
Saluran selanjutnya adalah laring, yang di dalamnya terdapat glotis serta
dilanjutkan dengan bronkus yang langsung bermuara pada pulmo (paru-paru)
sebagai pengganti bronkiolus yang tidak terdapat pada amfibia. Dari sudut pandang
anatomi, pada amfibia terdapat saluran extrapulmonalis (bronkus) , karena
diferensiasi trakea, laring, dan bronkus yang ada pada mamalia tidak terdapat pada
semua subkelas amfibi (Pastor, 1995). Pada pengamatan, pulmo pada kodok sudah
mengempis dikarenakan kondisinya yang sudah tidak berisi udara.
Pada pengamatan reptilia diwakilkan oleh kadal (Mabouya multifasciata). Pada
pengamatan, organ pertama saluran pernapasan pada kadal adalah rongga hidung
yang selanjutnya terdapat saluran laring dan faring. Laring dan faring pada
pengamatan kadal tidak begitu terlihat atau bahkan tidak terlihat sama sekali,
mengingat sulitnya untuk membedah dan melihat organ tersebut, sedangkan organ
selanjutnya yang terlihat adalah bronkus dan paru-paru. Bronkus yang merupakan
percabangan trakea pada kadal yang terlihat hanyalah sebagian saja, sehingga
bifurkatio tarkealis tidak terlihat pada pengamatan ini, bronkus terlihat baik pada
bagian sinister maupun dekster. Paru-paru reptilia berukuran relatif besar, berjumlah
sepasang. Paru-paru reptilia berada dalam rongga dada dan dilindungi oleh tulang
rusuk. Paru-paru reptilia lebih sederhana, hanya dengan beberapa lipatan dinding
yang berfungsi memperbesar permukaan pertukaran gas (Huda, 2017)
Pada pengamatan pernapasan kelas aves, diwakilkan oleh burung dara (Columba
livia). Pengamatan dilakukan dengan melihat lubang hidung yang terdapat pada atas
paruh yang merupakan saluran awal masuk udara pernapasan. Saluran-saluran
berikutnya adalah laring dan trakea, dimana pada pengamatan juga terlihat
percabangan trakea yang dinamakan bifurkatio trakealis dimana dalam percabangan
ini terdapat siring atau alat suara dapat menghasilkan suara yang biasa digunakan
komunikasi antar burung, selanjutnya percabangan tersebut menghubungkan trakea
dengan paru-paru melalui bronkus. Pada burung dara terdapat sepasang paru-paru
yang berukuran kecil dan melekat pada dinding dorsal toraks (Bukhovko, 2017)
Selain organ-organ di atas, terdapat juga pundi-pundi udara pada burung dara
yang dinamakan sakus pneumatikus yang berfungsi sebagai alat penghembus yang
menjaga agar udara mengalir melalui paru-paru, mencegah hilangnya panas badan
yang berlebih, membantu memperkeras suara dan mengatur berat jenis badan.
Terdapat lima pasang sakus pneumatikus di aves pada umumnya, salah satunya
adalah burung dara, diantaranya : sepasang sakus servikalis, sepasang sakus
interklavikula, sepasang sakus torakalis anterior, sepasang sakus torakalis posterior,
dan sakus abdomalis (Ladich, dan Bass, 2011). Namun pada pengamatan, sakus
pneumatikus ini tidak begitu terlihat dan mengempis, mengingat sakus pneumatikus
ini akan mengembang dan digunakan saat terbang saja.
Pada kelas mamalia, pengamatan sistem pernapasan diwakilkan oleh marmot
(Cavia cobaya). Sistem pernapasan marmot ini mirip dengan pernapasan manusia.
Alat pernapasan marmut terdiri atas lubang hidung, rongga mulut, celah tekak,
cabang tenggorokan dan paru-paru. Terdapat laring pada tekak yang merupakan
alat untuk mengeluarkan suara. Percabangan batang tenggorokan masih mengalami
percabangan lagi dan berakhir pada alveolus. Alveolus merupakan tempat
pertukaran udara dalam paru-paru (Niraj & Vardhan, 2012). Organ pertama yang
diamati adalah hidung, tersusun atas tulang dan tulang rawan hialin, kecuali naris
anterior yang dindingnya tersusun atas jaringan ikat fibrosa dan tulang rawan.
Permukaan luarnya dilapisi kulit dengan kelenjar sebasea besar dan rambut.
Beberapa organ pernapasan pada marmot terletak pada bagian yang cukup sulit
untuk diamati dan dibedah, misalnya pada bagian laring dan trakea bagian atas.
Pengamatan juga diamati pada organ trakea, pada pengamatan trakea yang dapat
diamati adalah trakea bagian bawah. Trakea memiliki cincin dengan tekstur yang
agak keras dan elastis karena disebabkan adanya kartilago hialin yang berbentuk
lingkaran (pada percabangan) dan setengah lingkaran sebagai pelekatan dengan
esofagus (Mescher, 2017). Trakea membentuk percabangan yang dinamakan
bronkus. Pada marmot terdapat bronkus yang terletak di luar paru-paru yang
dinamakan bronkus ekstrapulmonalis dan bronkus yang berada atau masuk ke
dalam paru-paru yang dinamakan bronkus intrapulmonalis. Pada bronkus
intrapulmonalis akan bercabang lagi menjadi bronkioulus yang pada ujungnya
terdapat alveoli yang merupakan tempat pertukaran antara oksigen dan
karbondioksida (Niraj & Vardhan, 2012).
Bahuguna, S. N., G. Anupama, N. Urvashi, dan M. K. Upadhyay. 2014. Histological study of
the gill (gill filaments and gill rakers) in post flexion to finger ling stage of
schizothorax plagiostomus (heckel). Journal of Fishery Science and Aquaculture.
1(3):010-016.
Bhavya, S. 2011. Respiratory Sytem in Vetebrates. Zoology Notes, 3(1), 6-15.
Bukhovko, P. 2017. Avian Respiration. Ornithology, 4(3), 26-31.
Huda, S. A. 2017. Jenis Herpetofauna Di Cagar Alam dan Taman Wisata Alam Pangandaran
Jawa Barat. Scietiae Educatia: Jurnal Pendidikan Sains. 41-46.
Ladich F., Bass, A.H., 2011. Vocal Beahavior of Fishes : Anatomy and Physiology. San
Diego : Academic Press.
Mescher, Anthony L. 2017. Histologi Dasar Junqueira Teks dan Atlas. Jakarta: EGC.
Niraj, C. B. & Vardhan, H. B. 2012. Impact of Moringa Leaves on Erythocytes Maturation in
A Mammal Cavia porcellus. India: Department of Zoology Veer Kunwar Singh
University Ara Bhojpur Bihar.
Pandey, A.K., Praveen, K.P., Subha, G., Parveez, A.P., Rajesh, W., Saroj., Tanvi., M. 2015.
Avian Respiratory Anatomy and Physiology With Its Interspecies Variation.
World Journal of Pharmaceutical and Life Science.
Pastor, L.M., ED. 1995. Histology, Ultrastructure and Immunohistochemistry of The
Respiratory Organs In Non-Mammalian Vertebrates. Murcia : University of
Murcia
Purnama, R. & Santi, D. W. 2017. Fisiologi Hewan. Jakarta: Program Studi Arsitektur UIN
Sunan Apel.

Anda mungkin juga menyukai