Anda di halaman 1dari 2

LAPORAN HASIL MENONTON FILM “ARUNA DAN LIDAHNYA”

Nama Anggota :
Alya Dewiyana Maharani (1806179371)
Kirana Octaviananda (1806179503)
Gifari Ramadhani (1806237402)
Yehezkiel Hamonangan (1806237182)

Resensi :
Sendiri dan baik-baik saja. Begitulah kehidupan Aruna (Dian Sastro). Seorang ahli
epidemiologi yang terobsesi dengan kuliner setiap waktu. Obsesinya tentang makanan
terpuaskan ketika Aruna menyelidikan sebuah kasus flu burung.
Bersama dua temannya, seorang koki bernama Bono (Nicholas Saputra) dan seorang
penulis bernama Nadezhda (Hannah Al Rashid), mereka bertualang ke berbagai kota di Jawa
Timur dan Kalimantan Barat.
Selain melakukan perjalanan, kedua bertemu dengan hal-hal yang tidak terlupakan.
Sejarah, hingga ruang lingkup sosial politik masyarakat. Tentu saja, ada seseorang bernama
Farish (Oka Antara) yang membuat cerita perjalanan Aruna dan teman-temannya menjadi lebih
seru.
Film Aruna dan Lidahnya merupakan sebuah catatan perjakanan tentang makanan,
kasus-kasus aneh dan dialog-dialog cerdas yang tidak boleh kamu lewatkan.

Kaitannya dengan Pancasila;


Dalam film “Aruna dan Lidahnya”, menampilkan kisah perjalanan Aruna dalam
mengerjakan tugasnya sebagai pengawas flu burung yang ceritanya tersebar (walaupun hanya
gimik). Tidak hanya sendiri, mereka juga ditemani oleh tokoh lainnya. Tidak hanya
mengerjakan pekerjaannya ia juga berburu makanan khas yang ada di Surabaya dan
Kalimantan.
Dalam berburu kuliner yang ditemani oleh temannya yang seorang chef dan seorang
penulis buku kuliner yang menampilkan filosofi makanan-makanan nusantara yang teramat
khas dan tidak akan ditemui di daerah lainnya. Makanan Indonesia memiliki banyak
keragaman. Bahkan di daerah yang berdekatan pun memilki ciri khas masing-masing yang
tidak dimiliki oleh daerah lainnya.
Sama halnya dengan Pancasila, bangsa ini memiliki banyak perbedaan. Antara pulau,
antar suku, antar ras dan etnis semuanya berbeda. Bahkan dalam suatu daerah memiliki banyak
perbedaan dari suku dan bahasa. Bisa diibaratkan bahwa bangsa ini seperti banyak jenis
makanan, banyak cita rasa yang ada. Tetapi, memiliki tujuan dan cara pandang yang sama.
Bahwa makanan itu untuk mengenyangkan dan untuk dinikmati. Saat kita bertemu dengan
makanan, pikiran kita sama yaitu akan memakannya.
Begitu juga dengan Pancasila. Walaupun berbeda disegala sektor,tetapicara pandang
kita sama terhadap Pancasila. Kita pandang Pancasila sebagai pemersatu, sebagai dasar negara,
dan sebagai pedoman serta nilai bangsa. Perbedaan ini tidak memisahkan dan membedakan
kita antar satu dengan yang lain. Mengubah konsep bahwa tidak ada yang membedakan. Kita
satu nama di dalam Indonesia, seperti makan, walau berbeda nama dan jenis ada yang kuah
dan yang goreng tetapi saat kita makan kita akan memperlakukannya seperti layaknya
makanan. Begitulah konsep Pancasila dengan Indonesia. Walaupun kita berbeda suku, bahasa
dan agama. Dihadapan Pancasila kita itu sama, tidak ada perbedaan dalam satu nama yaitu
Pancasila.
Dalam film aruna dan lidahnya terdapat juga nilai Pancasila yang berhubungan dengan
sila pertama yaitu “Ketuhanan Yang Maha Esa”. Yang dipetik dari adegan ketika terdapat
seorang anak kecil yang terkena penyakit lalu bapaknya berkata “Sakit itu sudah diatur oleh
Tuhan, jadi kita sebagai umatnya cukup berdoa dan menyerahkan apapun yang terjadi sesuai
dengan kehendak-Nya”.

Anda mungkin juga menyukai