Puji syukur kami panjatkan kepada Tuhan Yang Maha Esa karena berkat rahmat dan karuniaNya, tim penyusun dapat
menyelesaikan buku Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan Terapi (PPAM) Tahun 2018 RSIA Lombok Dua Dua Surabaya.
Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan Terapi (PPAM) Tahun 2018 adalah acuan bagi seluruh petugas yang terkait
dengan pemberian antimikroba kepada pasien di RSIA Lombok Dua Dua Surabaya. Dengan adanya Panduan Penggunaan Antimikroba
Profilaksis dan Terapi Tahun 2018 RSIA Lombok Dua Dua Surabaya diharapkan terwujud pemberian antimikroba yang sesuai dengan
Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 2406/MENKES/PER/XII/2011 tentang Pedoman Umum Penggunaan
Antibiotika.
Kepada tim penyusun dan semua pihak yang telah berkontribusi di dalam penyusunan panduan ini, kami menyampaikan terima
kasih atas saran dan kritik yang sangat kami harapkan untuk penyempurnaan dan perbaikan di masa mendatang.
1
SAMBUTAN
DIREKTUR RSIA LOMBOK DUA DUA SURABAYA
Dengan mengucapkan syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Esa, akhirnya buku Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan
Empiris di RSIA Lombok Dua Dua Surabaya dapat diterbitkan. Terbitnya buku ini merupakan hasil kerja dari Komite Pengendalian
Resistensi Antimikroba dan seluruh unsur-unsurnya yakni Komite Farmasi dan Terapi (KFT), Unit Farmasi, Komite Pencegahan dan
Pengendalian Infeksi (PPI), Bagian Keperawatan dan Unit Laboratorium, melalui serangkaian kegiatan antara lain workshop, diskusi dan
studi literatur.
Buku Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan Terapi mempunyai peran penting bagi RSIA Lombok Dua Dua Surabaya
dalam rangka peningkatan mutu pelayanan, pendidikan, dan penelitian yang berstandar internasional, profesional dan akuntabel.
Terjadinya resistensi antimikroba karena penggunaan antimikroba yang tidak rasional meliputi pemilihan jenis antimikroba, penentuan
dosis, cara pemberian, dan lama terapi, sehingga akan berdampak pada keberhasilan terapi dan besarnya biaya pengobatan. Telah
ditetapkannya Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 8 tahun 2015 tentang Program Pengendalian Resistensi Antimikroba di Rumah
Sakit pada Bab III Bagian Kesatu pasal 6 (2)b yakni penyusunan kebijakan dan panduan penggunaan antibiotik diperlukan dalam
pelaksanaan Program Pengendalian Resistensi Antimikroba, maka sudah sewajarnya RSIA Lombok Dua Dua Surabaya menetapkan
Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan Empirik.
Dengan telah terbitnya Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan Empirik Tahun 2018 di RSIA Lombok Dua Dua
Surabaya, diharapkan akan memberikan manfaat yang besar antara lain :
1. Bagi rumah sakit, penggunaan antimikroba yang rasional diharapkan dapat mempercepat penyembuhan dan pengurangan biaya
perawatan.
2.1.1 Bagi dokter, akan berpengaruh terhadap pola peresepan dan penggunaan antimikroba yang rasional berdasarkan Panduan
Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan Terapi Tahun 2018.
2
3. Bagi apoteker, akan meningkatkan peran apoteker dalam mengoptimalkan penggunaan antimikroba, mengendalikan terjadinya
resistensi dan meningkatkan efektifitas biaya penggunaan antimikroba
4. Bagi penderita, mengurangi kemungkinan terjadinya resistensi, dan efektifitas biaya pengobatan
Harapan tersebut tidak akan tercapai jika Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan Terapi Tahun 2018 ini tidak diketahui dan
dimengerti oleh seluruh dokter dan apoteker, serta tidak dilaksanakannya dengan benar. Melalui kesempatan ini, kami berharap buku ini
dapat disebarluaskan di kalangan dokter maupun apoteker agar dapat menjadi pegangan dalam melaksanakan pelayanan kesehatan. Buku
Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan Terapi Tahun 2018 ini akan senantiasa disempurnakan untuk waktu yang akan datang
sesuai dengan perkembangan ilmu dan teknologi dalam SMF kedokteran.
Akhirnya kita ucapkan terima kasih kepada Komite Pengendalian Resistensi Antimikroba, Komite Farmasi dan Terapi, Bagian
Keperawatan, Unit Laboratorium dan Unit Farmasi, Tim Editor, Narasumber dan semua pihak yang terlibat dalam penyusunan buku
panduan ini, yang telah bekerja keras dan meluangkan waktu sehingga berhasil diterbitkannya buku Panduan Penggunaan Antimikroba
Profilaksis dan Tahun 2018 di RSIA Lombok Dua Dua Surabaya.
3
DAFTAR ISI
4
3.8 Saat pemberian Antibiotika ............................................................................................................................................................. 41
BAB IV DOKUMENTASI ....................................................................................................................................................................... 43
DAFTAR PUSTAKA ............................................................................................................................................................................... 44
5
BAB I
PENDAHULUAN
1.2 Tujuan
a. Sebagai acuan bagi klinisi dalam memberikan terapi antimikroba baik profilaksis maupun terapi empiris secara bijak.
b. Untuk mencegah terjadinya resistensi antimikroba.
6
1.3. Daftar Singkatan
7
mgg : minggu
ml : milliliter
MOW : Metode Operasi Wanita (Tubektomi)
MRSA : Methicillin Resistant Staphylococcus Aureus
PO : per oral
Pre op : pre operasi
SC : Sectio Caesar
SMF : Staf Medik Fungsional
SMX : Sulfamethoxazole
STD : Sexually Transmitted Disease
TB/TBC : Tuberculosis
TMP : Trimethoprim
TOA : Tubo Ovarian Abscess
UTI : Urinary Tract Infection
μg : mikrogram
8
1.5 Kelebihan dan Keterbatasan Panduan
a. Kelebihan
Panduan Penggunaan Antimikroba Profilaksis dan Terapi Tahun 2018 merupakan daftar antimikroba yang telah disepakati
SMF dengan pertimbangan antimikroba secara ilmiah dibutuhkan untuk pelayanan di RSIA Lombok Dua Dua. Penerapan
penggunaan panduan ini akan selalu dipantau. Hasil pemantauan akan digunakan untuk pelaksanaan evaluasi dan revisi agar
sesuai dengan perkembangan ilmu pengetahuan.
Pemantauan dan evaluasi dilakukan untuk menunjang keberhasilan penerapan panduan ini, sekaligus dapat mengidentifikasi
permasalahan potensial dan strategis penanggulangan yang efektif. Hal ini dapat tercapai melalui koordinasi, pemantauan dan
evaluasi penerapan panduan penggunaan antimikroba.
Panduan ini juga ditunjang dengan kebijakan Automatic Stop Order (ASO) yaitu penghentian penggunaan antimikroba yang
diberikan kepada pasien secara otomatis. Unit Farmasi akan dengan sendirinya menghentikan antimikroba tersebut bila lama
terapi yang ditentukan terlewati. Pemesanan antimikroba juga akan otomatis dihentikan ketika pasien dipindahkan ke atau dari
ruang intensif (NICU) atau dikirim ke ruang operasi.
Apoteker akan mengingatkan dokter dan perawat jika mendapati suatu penggunaan antimikroba yang hampir mencapai
batas pemberian yang aman. Penggunaan akan dilanjutkan setelah dinyatakan secara tertulis oleh dokter yang bersangkutan.
Identifikasi dan komunikasi terkait Automatic Stop Order akan disampaikan 48 jam sebelum batas waktu pemesanan; apoteker
akan mengirim peringatan tentang Automatic Stop Order yang akan dilakukan. Peringatan akan ditandai dengan stiker yang akan
ditempatkan pada Lembar Catatan Perkembangan Pasien Terpadu (CPPT) di rekam medis
9
Contoh stiker Automatic Stop Order
Untuk Obat :
………………………………………………………….
b. Keterbatasan
Panduan ini perlu dilakukan revisi dan penyempurnaan secara berkala sesuai dengan usulan materi dari SMF.
10
BAB II
RUANG LINGKUP PENGGUNAAN ANTIMIKROBA
11
Mekanisme Selection Pressure. Jika bakteri resistens tersebut berbiak secara duplikasi setiap 20-30 menit (untuk bakteri yang
berbiak cepat), maka dalam 1-2 hari, seseorang tersebut dipenuhi oleh bakteri resisten. Jika seseorang terinfeksi oleh bakteri
yang resisten, maka upaya penanganan infeksi dengan antibiotika semakin sulit. Penyebaran resistensi ke bakteri yang non-
resisten melalui plasmid. Hal ini daat disebarkan antar kuman sekelompok maupun dari satu orang ke orang lain.
5. Ada dua strategi pencegahan peningkatan bakteri resisten:
Untuk selection pressure dapat diatasi melalui penggunaan antibiotika secara bijak (prudent use of antibiotics).
Untuk penyebaran bakteri resisten melalui plasmid dapat diatasi dengan meningkatkan ketaatan terhadap prinsip-prinsip
kewaspadaan standar (universal precaution).
2.1.2 Faktor Farmakokinetik dan Farmakodinamik
Pemahaman mengenai sifat farmakokinetik dan farmakodinamik antibiotika sangat diperlukan untuk menetapkan jenis dan dosis
antibiotika secara tepat. Agar dapat menunjukkan aktivitasnya sebagai bakterisida ataupun bakteriostatik, antibiotika harus memiliki
beberapa sifat berikut ini:
a. Aktivitas mikrobiologi. Antibiotika harus terikat pada tempat ikatan spesifiknya (misalnya ribosom atau ikatan penicillin pada
protein).
b. Kadar antibiotika pada tempat infeksi harus cukup tinggi. Semakin tinggi kadar antibiotika semakin banyak tempat ikatannya
pada sel bakteri.
c. Antibiotika harus tetap berada pada tempat ikatannya untuk waktu yang cukup memadai agar diperoleh efek yang adekuat.
d. Kadar hambat minimal. Kadar ini menggambarkan jumlah minimal obat yang diperlukan untuk menghambat pertumbuhan
bakteri.
Secara umum terdapat dua kelompok antibiotika berdasarkan sifat farmakokinetiknya, yaitu :
a. Time dependent killing. Lamanya antibiotika berada dalam darah dalam kadar di atas KHM sangat penting untuk memperkirakan
outcome klinik ataupun kesembuhan. Pada kelompok ini kadar antibiotika dalam darah di atas KHM paling tidak selama 50% interval
dosis. Contoh antibiotika yang tergolong time dependent killing antara lain penicillin, cephalosporin, dan macrolide.
12
b. Concentration dependent. Semakin tinggi kadar antibiotika dalam darah melampaui KHM maka semakin tinggi pula daya bunuhnya
terhadap bakteri. Untuk kelompok ini diperlukan rasio kadar/KHM sekitar 10.
Ini mengandung arti bahwa rejimen dosis yang dipilih haruslah memiliki kadar dalam serum atau jaringan 10 kali lebih tinggi d ari
KHM. Jika gagal mencapai kadar ini di tempat infeksi atau jaringan akan mengakibatkan kegagalan terapi. Situasi inilah yang
selanjutnya menjadi salah satu penyebab timbulnya resistensi.
2.1.3 Faktor Interaksi dan Efek Samping Obat
Pemberian antibiotika secara bersamaan dengan antibiotika lain, obat lain atau makanan dapat menimbulkan efek yang tidak
diharapkan. Efek dari interaksi yang dapat terjadi cukup beragam mulai dari yang ringan seperti penurunan absorps obat atau
penundaan absorpsi hingga meningkatkan efek toksik obat lainnya. Sebagai contoh pemberian ciprofloxacin bersama dengan teofilin
dapat meningkatkan kadar teofilin dan dapat berisiko terjadinya henti jantung atau kerusakan otak permanen. Demikian juga
pemberian doksisiklin bersama dengan digoksin akan meningkatkan efek toksik dari digoksin yang bisa fatal bagi pasien. Data
interaksi obat antibiotika dapat dilihat pada leaflet obat antibiotika sebelum digunakan.
2.1.4 Faktor Biaya
Antibiotika yang tersedia bisa dalam bentuk obat generik, obat merek dagang, obat originator atau obat yang masih dalam lindungan
hak paten (obat paten). Harga antibiotika pun sangat beragam. Harga antibiotika dengan kandungan yang sama bisa berbeda hingga
100 kali lebih mahal dibanding generiknya. Apalagi untuk sediaan parenteral yang bisa 1000 kali lebih mahal dari sediaan oral dengan
kandungan yang sama. Peresepan antibiotika yang mahal, dengan harga di luar batas kemampuan keuangan pasien akan berdampak
pada tidak terbelinya antibiotika oleh pasien, sehingga mengakibatkan terjadinya kegagalan terapi. Setepat apapun antibiotika yang
diresepkan apabila jauh dari tingkat kemampuan keuangan pasien tentu tidak akan bermanfaat.
13
2.2.1 Langkah standar yang harus dilakukan apabila keputusannya adalah operasi, meliputi:
Memastikan diagnosis melalui anamnesis, pemeriksaan fisik, imaging (USG, IVP, CT-Scan atau MRI), EKG, dll.
Informasi dan edukasi selengkap lengkapnya, terutama apabila berisiko terhadap peran reproduksinya.
Menjelaskan prosedure operasi dan risiko secara bijak. (Jangan khawatir apabila penjelasan secara menyeluruh, akan menyebabka n
pasien membatalkan operasi)
Inform dan Consent
Menandatangani kesepakatan operasi dan di dokumentasikan.
2.2.2 Syarat pemberian antibiotik profilaksis:
Operasi bersih atau bersih-kontaminasi
Terencana atau akut/emergensi
Kontaminasi dan Kotor, diberikan antibiotik terapi (tidak termasuk profilaksis)
2.2.3 Antibiotik yang digunakan untuk profilaksis yaitu Golongan Sefalosporin generasi I-II Pilihan ini untuk menghindari IDO dan
munculnya bakteri resisten (ESBL/MRSA)
Cefazolin 2g(BB <120 kg)
Cefuroksim 1,5g
Amoksisilin-klavulanat 2g (tdak digunakan pada seksio cesarea, karena memicu NEC pada bayi)
Apabila alergi golongan betalaktam dapat digunakan Gentamisin 3-5mg/kgBB
Bagi wanita BMI >35, dosis antibiotik 2 kali lipat
14
Antibiotik diberikan 30 menit sebelum insisi
Tidak memerlukan skin test
Dilarutkan dalam normal salin 100ml, drip selama 15 menit.
Dosis tunggal. (Banyak penelitian pemberian dosis tunggal, sama baiknya dibandingkan 3 kali pemberian)
Diulang apabila: terjadi perdarahan >1500ml atau lama operasi >3 jam. Diberikan jenis antibiotik dan dosis sama seperti sebelumnya.
Pasca operasi tidak memerlukan lanjutan antibiotik injeksi maupun per oral. Sebab semakin lama pasien terpapar dengan antibiotik,
justru meningkatkan potensi terjadinya IDO (infeksi daerah operasi).
Catatan :
Apabila saat operasi didapatkan pus, dapat diubah menjadi antibiotik terapi. Lakukan pengambilan sampel untuk pemeriksaan
mikrobiologi. tambahkan Metronidazole 500mg/i.v/drip.
Histerosalfingografi, Hidrotubasi: diberikan Doksisiklin 100mg/12jam/p.o/5 hari (Clifford 2012)
15
2.2.5 Prosedure yang tidak memerlukan antibiotik profilaksis
16
BAB III
TATA LAKSANA
3.1 Alur Rekomendasi Penggunaan Antimikroba Diluar Pedoman Penggunaan Antimikroba Dan Formularium Nasional
Konsultasi dengan
Dokter Penanggung Jawab Pasien
17
CATATAN :
1. Bila terdapat ketidaksesuaian antara diagnosis, kondisi klinis pasien, hasil kultur mikrobiologi,
dengan pemilihan antibiotika (PPAM/Formularium Nasional/Formularium Pendamping RS),
mohon menghubungi PIC SMF masing–masing.
2. Pengambilan spesimen mikrobiologi harap dilakukan sebelum antibiotika pertama masuk dan
evaluasi tiap 3–5 hari (kondisi klinis, hasil lab. dasar, kultur spesimen)
18
3.2 SMF Obstetri Ginekologi
3.2.1 Profilaksis Bedah Obstetri Ginekologi
19
3.2.2 Infeksi Obstetri Ginekologi
IV : 5-8
Gentamycin mg/KgBB EMPIRIS 24 jam
3 Fluor albus Clindamicin PO : 300 mg EMPIRIS 8 jam 7 hari
STD
Fluor albus Doxyciclin PO : 100 mg EMPIRIS 12 jam 7 hari
Non STD (BV)
20
3.3 SMF Ilmu Kesehatan Anak
3.3.1 Divisi Infeksi dan Penyakit Tropik (Parasit)
21
3.3.2 Divisi Infeksi dan Penyakit Tropik (Bakteri)
22
Keadaanklinik KumanPenyebab Rekomendasi Dosis Empiris/ Lama
No. / antimikroba profilaksis Interval pemberian Keterangan
penyakit/tindaka Dewasa Anak
23
3.3.4 Divisi Infeksi dan Penyakit Tropik (Virus)
24
Keadaan klinik / Rekomendasi Dosis Empiris / Lama
No. Interval Keterangan
penyakit / tindakan antimikroba Dewasa Anak profilaksis pemberian
> 40 kg 75 mg DEFINITIF
3 Varicella Zoster virus Acyclovir 80 mg/kg/hari dibagi DEFINITIF 6 jam 5 hari
4 dosis
25
3.3.5 Divisi Gastrohepatologi
Salmonellosis Choramphenicol 50-100 mg/kg/hari EMPIRIS 6 jam 10 hari bila tidak membaik ganti
3 dengan cefixim
Enteroinvasive E Coli, Colistin 20.000-40.000 EMPIRIS 8 jam 7-10 hari
Enterohemorrhagic E Coli iu/kg/hari
4
26
3.3.6 Divisi Respirologi
Sinusitis Bakterial
Amoksisilin- P.O : 80-90
Akut Sedang disertai EMPIRIS 12 jam 7 hr
klavulanat mg/kgBB/hr
muntah
Sinusitis Bakterial
Klaritromisin P.O : 30 EMPIRIS 12 jam 10-14 hari
Akut Berat mg/kgBB/har
2 Pneumonia Anak
a. Bayi: < 3 bulan: Amoksisilin P.O : 80-100
mg/KgBB/hr EMPIRIS 8 jam 7-10 hari Kasus ringan rawat jalan
EMPIRIS 12 jam 10 hari Kasus ringan rawat jalan
Cefixime P.O : 5 mg/KgBB
P.O : 80-100
Amoksisilin mg/KgBB/hr
EMPIRIS 8 jam 7-10 hari Kasus ringan rawat jalan
b. 3 – 5 bulan
Cefixime P.O : 5 mg/Kg/BB EMPIRIS 12 jam 10 hari Kasus ringan rawat jalan
P.O: 80-100
EMPIRIS 8 jam 7-10 hr kasus ringan rawat jalan
Amoksisillin mg/kgBB/hr
c. > 5 tahun
27
Keadaanklinik/ Rekomendasi Dosis Empiris/ Interval Lama pemberian
No. penyakit/tindakan antimikroba Dewasa Anak profilaksis Keterangan
3 Tuberculosis Paru Rifampicin + P.O :10-20 EMPIRIS 24 jam TB paru/kelenjar/efusi pleura:
Anak mg/kgBB/hari 2HRZ/4HR
isoniazid + P.O : 5-15 EMPIRIS TB milier:
mg/kgBB/hari 2HRZ(ES)/7-10HR
pyrazinamid P.O : 15-30 EMPIRIS TB ekstra paru:
mg/kgBB/hari 2HRZ(ES)/10HR
streptomycin P.O : 15-40 EMPIRIS
mg/kgBB/hari
atau etambutol P.O : 20 EMPIRIS 24 jam
mg/kgBB/hari
TB MDR Levofloksasin 7,5-10 mg/kg EMPIRIS 12-24 jam Anak <5 th 2 kali sehari, untuk
anak >5 th sehari sekali, tidak
direkomendasikan anak dg
BB<14 kg, Lini kedua:
amikasin (dosis 15-30 mg/kg)
Moksifloksasin 7.5 -10 mg/kg
Kanamisin 15-30 mg/kg maksimal 1000 mg
Etionamide (Eto) 15-20 mg/kg
Protionamid (Pto) 15-20 mg/kg
Sikloserin (Cs) 10-20 mg/kg
Linezolid 10 mg/kg/dose
TB ekstraparu: sesuai berat badan EMPIRIS
(TB tulang, TB
kelenjar, TB sendi)
4 Abses Leher Dalam Ampisilin sulbaktam 375 – 750mg - 12,5 EMPIRIS 12 jam 5 hr i.v bb > 30 kg -
+ – 25mg/kg i.v bb < 30 kg
28
3.3.7 Divisi Neonatal
29
3.3.8 Divisi Pediatri Gawat Darurat (PGD)
30
3.4 Prosedur Pencegahan Infeksi Daerah Operasi Pada Kasus Operasi Bersih Dan Bersih Kontaminasi
No Aktivitas Penjelasan Rekomendasi
++
Mandi sebelum operasi
menggunakan sabun biasa atau
1 Mandi pre-operasi
sabun berbahan antiseptik tidak ada
perbedaan signifikan
NA
Tidak perlu dilakukan, sebab
Pemeriksaan kultur
pemberian antibiotik profilaksis tidak
2 pre-operasi untuk
berdasarkan hasil pemeriksaan kultur
mendeteksi ESBL
atau pola bakteri rumah sakit.
+++
Pemberian preparat bowel preparasi
3 Bowel preparasi
harus ditambahkan antibiotik oral
+++
Tidak direkomendasikan, kecuali
apabila terpaksa dan dilakukan
dengan cukur (shave) bukan
4 Cukur bulu/rambut
dikerok
Dilakukan dikawasan kamar
operasi
+++
Antisepsis daerah Mengunakan chlorheksidine
5
operasi glukonas 4% berbasis alkohol
+++
Cuci tangan Menggunakan sabun antiseptik atau
6
/scrubing bisa menggunakan alkohol hand rubs
Pemberian +
Pemberiannya bisa dilanjutkan
7 kortikosteroid atau
pasca operasi
immunosupresan
31
+
Operasi dengan pembiusan umum,
8 Oksigenasi pemberian oksigen dipertahankan
sampai 2-4 jam pasca operasi
+
Suhu tubuh dipertahankan hangat
9 Suhu tubuh selama diruang kamar operasi
sampai pasca operasi
+
Dipertahankan <200 mg/dl sampai
10 Gula darah
pasca opeasi
Irigasi antibiotik +
11 Tidak direkomendasikan
pada luka operasi
+
Benang Dianjkurkan menggunakan benang
12 mengandung berbahan antiseptik Triclosan untuk
antiseptik mencegah IDO
+++
Dilarang keras pemberian
Perpanjangan antibiotik pasca operasi
13 antibiotik pasca Pemberian antibiotik tidak
operasi diperlukan setelah operasi
selesai.
+++
Tidak ada indikasi pemanjangan
pemberian antibiotik atas
Pemasangan drain
14 indikasi pemasangan drain
dan antibiotik
Drain segera dilepas apabila
tidak diperlukan kembali
+
Penutup modern tidak lebih baik
dari pada penutup luka
berbahan kasa steril biasa /
konvesional
15 Penutup luka
Tidak memerlukan penutup luka
berbahan antibiotic atau
antiseptik
32
3.5 Rekonstitusi dan Pelarutan Sediaan Injeksi Antimikroba
33
34
35
36
37
38
Keterangan :
Cara pemberian sediaan injeksi (rute) :
IM : intramuscular
IV : intravena
IVFD : intravena fluid drip
Injeksi intravena dapat diberikan dengan berbagai cara, untuk jangka waktu yang pendek atau untuk waktu yang lama :
a. Injeksi bolus
Injeksi dengan volume kecil, biasanya diberikan dalam waktu 3-5 menit kecuali ditentukan lain untuk obat-obatan tertentu.
b. Infus
Infus singkat (intermittent infusion)
Infus singkat diberikan selama 10 menit atau lebih lama. Waktu pemberiaan infus singkat sesungguhnya jarang lebih dari
6 jam per dosis.
Infus kontinu (continuous infusion)
Infus kontinu diberikan selama 24 jam. Volume infus dapat beragam mulai dari volume infus kecil diberikan secara
subkutan dengan pompa suntik (syringe pump), misalnya 1 ml per jam, hingga 3 liter atau lebih selama 24 jam, misalnya
nutrisi parenteral.
3.6 Kategori Keamanan Antimikroba Pada Kehamilan
Kategori A : pada studi terkontrol pada wanita gagal menunjukkan resiko pada janin pada trimester 1, dan tidak ada bukti resiko
pada trimester selanjutnya. Kemungkinan bahaya pada janin sedikit.
Kategori B : dari hasil studi reproduksi pada hewan tidak menunjukkan resiko pada janin, tetapi tidak ada studi terkontrol pada
ibu hamil; atau studi pada reproduksi hewan menunjukkan efek samping (penurunan fertilitas) yang tidak
39
terkonfirmasi pada studi terkontrol pada trimester pertama wanita (dan tidak ada bukti pada resiko trimester
selanjutnya).
Kategori C : studi pada hewan menampakkan adanya efek samping pada janin (embryogenic, teratogenic, atau lainnya), dan tidak
ada tudi terkontrol padawanita, atau studi pada wanita dan hewan tidak tersedia. Obat hanya diberikan jika potensial
manfaat lebih besar daripada resiko pada janin.
Kategori D : terjadi resiko pada janin, tetapi manfaat pemberian pada ibu hamil mungkin lebih diterima meskipun resikonya
(misal, obat dibutuhkan dalam situasi nenyelamatkan nyawa atau untuk penyakit yang serius dimana obat yang lebih
aman tidak dapat digunakan atau tidak efektif).
Kategori X : studi pada hewan atau manusia menunjukkan ketidaknormalan pada janin, ada bukti resiko pada janin berdasarkan
pengalaman, atau keduanya; dan resiko penggunaan obai ini pada wanita hamil jelas lebih banyak daripada
manfaatnya. Obat dikontraindikasikan pada wanita yang mungkin akan hamil.
40
Clarithromycin B Norfloxacin C
Clavulanate B Ofloxacin C
Clindamycin B Oxacillin B
Colistin C Penicillin G B
Doxycycline D Piperacillin/tazobactam B
Doripenem C Polimiksin B B
Erythromycin B Ribavirin X
Ethambutol B Rimantadine C
Fluconazole C Ritonavire B
Foscarnet C Spiramycin B
Fosfomycin B Stavudine C
41
Cefuroxime - + - Ofloxacin + - +
Chloramphenicol 1 jam - 2 jam Phenoxymethylpenicillin 1 jam - 2 jam
Ciprofloxacin + - + Pyrazinamide - + -
Clarithromycin + - + Rifampicin 1 jam - 2 jam
Clindamycin + - + Roxythromycin + - -
Cotrimoxazole - + - Spiramicin - - +
Doxycycline - + - Thiamphenicol 1 jam - 2 jam
Erithromycin 1 jam - 2 jam
Ethambutol - + -
Keterangan :
AC : Ante Coenam (sebelum makan) DC : Durante Coenam (bersama makan) PC : Post Coenam (sesudah makan)
42
BAB IV
DOKUMENTASI
Pencatatan penggunaan antimikroba di RSIA Lombok Dua Dua Surabaya menggunakan lembar Rekam Pemberian Antimikroba
yang berada di rekam medis.
43
DAFTAR PUSTAKA
1. Michael S. Whiteley R, Marra CM. 2014. Infection of The Central Nervous System 4th Edition. Philadelphia : Wolter Kluwer Health
2. Rakka SA, Sugianto P, Ritarwan K. 2011. Infeksi Pada Sistem Saraf Kelompok Studi Neuroinfeksi Persatuan Dokters Spesialis
Saraf Indonesia. Surabaya : Airlangga University Press
3. Samuel MA, Roper AH Samuel. 2010. Manual of Neurologis Therapeutics. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins Kluwer
4. Peterson. 1998. Oral and Maxillofacial Surgery 3rd Edition. Mosby
5. G. Dimitroulis. 1997. A synospis of Minor Oral Surgery. Wright
6. Goldsmith LA, Katz SI, et al. 2012. Ftzpatricks’s Dermatology in General Medicine 8th Edition. New York : The McGraw-Hill
Companies Inc
7. Bramono K, Suyoso S, et al. 2013. Dermatomikosis Superfisialis Edisi ke 2. Jakarta : Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia
8. Workowski KA, Bolan GA. 2015. Center for Disease Control and Prevention MMWR Recommendations and Reports : Sexually
Transmitted Disease Treatment Guidelines. Atlanta : The Center for Surveillance, Epidemiology, and Laboraty Services, Centers for
Disease Control and Prevention (CDC), U.S Department of Health and Human Services
9. Mc Graw-Hill. 2007. Lange Current Diagnosis and Treatment Obstetrics and Gynecology 10th Edition. A Lange Medical Book
10. Brigss GG, Freeman RK, Yaffe SJ. 2005. Drugs in Pregnancy and Lactation 7th Edition.Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
11. Creasy RK, Resnik R, Lams JD, Lockwood CJ, Moore TR. 2009. Creasy & Resnik’s Maternal–Fetal Medicine 6th Edition vol I & 2.
Saunders Elsevier
12. Berek JS. 2007. Berek and Novak’s Gynecology. Philadelphia : Lippincott Williams & Wilkins
13. Horsager R, Roberts S, Rogers V, Munos PS, Worley K, Hoffman B. 2014. Williams Obstetric 24th Edition : Study Guide. McGraw-
Hill Professional
44
14. NauroisJd, Novitzky-Basso I, Gill M. Management of febrile neutropenia: ESMO Clinical Practice Guidelines. Annal of Oncology
2010; 21:1-5
15. Lanzkowsky P. 2011. Manual of Pediatric Hematology and Oncology, 5 th Edition. USA : Elsevier
16. Smith R, Fary R. 2005. Neonatal pharmacopoe, 2nd revised edition. Royal women’s hospital. carlton Australia
17. Gomella. 2013. Neonatology Management, Procedures, On Call Problems, Diseases, and Drug. 7 th edition. McGraw-Hill.Lange, 2013
18. Buku Ajar RespirologiAnak, Edisipertama, penyunting, Nastiti N. Rahajoe, BambangSupriyatno, Darmawan Budi Seyanto.
IkatanDokterAnak Indonesia, BadanPenerbit IDAI, 2008
19. Buku Ajar NutrisiPediatrikdanPenyakitMetabolik, penyunting, DamayantiRusliSjarif, EndangDewi Lestari, Maria Mexitalia, Sri
SudaryatiNasar, IkatanDokterAnak Indonesia, BadanPenerbit IDAI, 2011
20. WHO UNICEF. 2002. Treatment of Diarrhea; Guideline for physician and other health worker
21. Buku Ajar Gastroenterologi-Hepatologi, penyunting Mohammad Juffrie, Sri SuparYatiSoenarto, HanifahOswari, SjamsulArief, Ina
Rosalina, Nenny Sri Mulyani, IkatanDokterAnak Indonesia, BadanPenerbit IDAI, 2010
22. Buku ajar NeurologiAnak, penyuntingTaslim S. Soetomenggolo, Sofyan Ismael, IkatanDokterAnak Indonesia, BadanPenerbit IDAI,
1999
23. Bradley JS, Nelson JD. 2014. Nelson’s Pediatric Antimicrobial Therapy, 20th Edition, Editors: American Academy of Pediatrics
24. Habib G, Lancellotti P, Antunes MJ, Bongiorni MG, Casalta JP, FD Zotti, et al. 2015.2015 ESC Guidelines for The Management
of Infective Endocarditis. Eur Heart J 2015; 36:3075-123.
25. Park MK. 2014. Pediatric Cardiology for Practitioner 6th Edition. Philadelphia: MosbyElsevier
26. Djer MM. 2014. Penanganan Penyakit Jantung Bawaan Tanpa Operasi (Kardiologi Intervensi). Jakarta:Sagung Seto
27. Putra ST, Ontoseno T, Djer MM, Sukardi R, penyunting. PediatricCardiology Update 2015. Surabaya
28. Gilbert Habib, Patrizio Lancelotti, Manuel Antunes, Maria Gracia Bongiorni, Jean Paul Casalta, Francesco de Zolti, et al. (2015).
2015 ESC Guidelines for the management of infective endocarditis. European Heart Journal, 2-54
45
29. Isman Firdaus, Ulfa Rahayu, Fauzi Yahya, Antonia Anna Lukito, Ario Soeryo, Oktavia Lilyasari, et al. (2016). Panduan Praktik
Klinis (PPK) dan Clinical Pathway (CP) Penyakit Jantung dan Pembuluh Darah. Jakarta: Perhimpunan Dokter Spesialis
Kardiovaskular Indonesia 2016.
30. Michael Gerber, Robert Baltimore, Charles Eaton, Michael Gewitz, Anne Rowley, Stanford Shulman, et al. (2009). Prevention of
Rheumatic Fever and Diagnosis and Treatment of Acute Streptococcal Pharyngitis. CirculationAHA Journal, 119:1541-1551.
31. Sanarto Santoso, Noorhamdani AS, Sumarno, Sri Winarsih, Dewi Santosaningsih, Dwi Yuni Nur Hidayati, Dewi Erikawati, et al.
(2016). Pola Kuman dan Antibiogram RSUD Dr. Saiful Anwar Malang Tahun 2016. Instalasi Mikrobiologi Klinik RSUD Dr. Saiful
Anwar Malang.
32. Trissel, LA. 2004. Handbook of Injectable Drugs. 13th Edition. Maryland : American Society of Health System Pharmacists
33. McEvoy GK. 2003. AHFS Drugs Information 2004. Bethesda : American Society of Health System Pharmacists
34. Depkes RI, 2009. Pedoman Pencampuran Obat Suntik dan Penanganan Sediaan Sitostatika. Jakarta : Ditjen Binfar dan Alkes
35. Dr. Saiful Anwar, RSUD. 2018. Panduan Penggunaan AntiMikroba Profilaksis dan Terapi Edisi III. Malang : RSUD Dr. Saiful
Malang
46