Anda di halaman 1dari 14

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Distress spititual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan


mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni, musik,
literature, alam dan kekuatan yang lebih besar dari dirinya ( Nanda 2005)
Spiritualitas adalah suatu aktivitas individu untuk mencari arti dan tujuan hidup yang
berkaitan dengan kegiatan spiritual atau keagamaan. Dan Distress Spiritual merupakan
suatu respon akibat dari suatu kajadian yang traumatis baik fisik maupun emosional yang
tidak sesuai dengan keyakinan atau kepercayaanpasien dalam menerima kenyataan yang
terjadi.

Nilai dan keyakinan adalah aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Dewasa ini, dalam keadaan dunia yang semakin berkembang dengan banyak manusia
yang mulai berpikir tentang arti kehidupan. Manusia yang semakin ingin tahu seperti apa
arti kehidupan ini, dan apa yang menjadi pegangannya dalam menjalani kehidupan ini.
Banyak juga dari sebagian manusia di dunia ini yang mulai kehilangan kepercayaannya
tentang pegangan hidupnya atau yang menjadi kekuatan hidupnya dalam hal spiritual,
seperti halnya hilangnya kepercayaan kepada Tuhan. Keadaan ini disebut distres
spiritual.

Distres spiritual yaitu suatu keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
berisiko mengalami gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang memberikannya
kekuatan, harapan, dan arti kehidupan. Sehingga dalam kehidupannya manusia
seharusnya memiliki kepercayaan tentang kekuatan spiritual yang menjadi petunjuknya
agar tidak salah melangkah di dunia yang fana ini. Karena itu dalam makalah ini akan
dibahas mengenai proses keperawatan nilai dan keyakinan distres spiritual.
1.2 RUMUSAN MASALAH

1. Apa pengertian distress spiritual ?


2. Subutkan fator predisposisi dan presipitasi ?
3. Subutkan tanda dan gejala distres spiritual ?
4. Bagaimana penilaian stresor pada distress spiritual ?
5. Bagai mana sumber koping dan mekanisme koping pada distres spiritual ?
6. Sebutkan rentang respon dan perencanaan pada distress spiritual ?

1.3 TUJUAN UMUM


Mahasiswa dapat mengetahui tentang proses keperawatan nilai dan keyakinan.

1.4 TUJUAN KHUSUS


dari penulisan makalah ini adalah mahasiswa diharapkan dapat mengetahui
pengertian , faktor predisposisi dan presipitasi,tanda dan gejala, penilaian stresor, sumber
koping dan mekanisme koping dan perencanaan dalam kasus distress spiritual.
BAB II

TINJAUAN TEORITIS

2.1 PENGERTIAN
a. Distress spititual adalah kerusakan kemampuan dalam mengalami dan
mengintegrasikan arti dan tujuan hidup seseorang dengan diri, orang lain, seni,
musik, literature, alam dan kekuatan yang lebih besar dari dirinya ( Nanda
2005)
b. Definisi lain mengtakan bahwa distress spiritual adalah gangguan dalam
prinsip hidup yang meliputi seluruh kehidupan seseorang dan diintegrasikan
biologis dan psikososial ( Varcarolis, 2000)
c. Dengan kata lain bahwa distress spiritual adalah kegagalan individu dalam
menemukan arti kehidupannya.
d. Distress Spiritual adalah suatu gangguan yang berkaitan dengan prinsip-
prinsip kehidupan, keyakinan atau keagamaan dari pasien yang mienyebabkan
gangguan pada aktivitas apiritual, yaitu merupakan akibat dari masalah-
masalah fisik atau psikososial yang dialami. (Dochtherman, 2004 )
e. Distaress spiritual merupakan keadaan dimana individu atau kelompok
mengalami atau beresiko mengalami gangguan dalam systemkeyakinan atau
nilai yang memberi kekuatan, harapan, dan arti kehidupan seseorang (
Carpeniti, 1999)

Adapula pengertian dari spiritual itu sendiri adalah :

a. Spirituality berasal dari bahasa latin” Spirtus” yang berarti nafas atau udara.
Spirit memberikan hi pusat dari hidup, menjiwai seseorang. Spirit memberikan
arti penting ke hal apa saja yang sekiranya menjadi pusat dari seluruh aspek
kehidupan seseorang ( Dombeck, 1995 )
b. Spirituality adalah sesuatu yang di pengaruhi oleh budaya, perkembangan,
pengalaman hidup kepercayaan dan nilai kehidupan. Spiritualitas mampu
menghadirkan cinta, kepercayaan, dan harapan,melihat arti dari kehidupan dan
memelihara hubungan dengan sesama. (Perry Potter, 2003 )
2.2 FAKTOR PREDISPOSISI
a. Gangguan pada dimensi biologis
Gangguan ini akan mempengaruhi fungsi kognitif seseorang sehingga
akan mengganggu proses interaksi dimana dalam proses interaksi ini akan
terjadi transfer pengalaman yang penting bagi perkembangan spiritual
seseorang.
b. Faktor prediposisi sosiokultural
meliputi usia, gender, pendidikan, pendapattan, okupasi, posisi sosial,
latar belakang budaya, keyakinan, politik, pengalaman sosial, tingkatan sosial.

c. Genetik
Individu yang di besarkan dalam keluarga yang mempunyai depresi
sulitmengembangkan sikap optimis dalam menghadapi masalah.
d. Kesehatan Jasmani
Individu yang keadaan fisik suhat, pola hidup teratur cenderung
mempunyai kemampuan mengatasi stress lebih tinggi dri yang mengalami
gangguan fisik.
e. Keadaan Mental
Individu yang mengalami gangguan jiwa terutama dari riwayat depresi
yang ditandai perasaan tidak berdaya,pesimis, telah dibayangi perasaan yang
suram biasa sangat peka dalam menghadapi situasi kehilangan.
f. pengalaman Kehilangan Dimasa Lalu
Individu yang trauma menglami kehilangan dimasa lalu akan sulit
mencapai fase penerimaan.
2.3 FAKTOR PRESIPITAS
a. Kejadian Stresful
Mempengaruhi perkembangan spiritual seseorang dapat terjadi karena
perbedaan tujuan hidup, kehilangan hubungan dengan orang yang terdekat
karena kematian, kegagalan dalam menjalin hubungan baik dengan diri
sendiri, orang lain, lingkungan dan zat yang maha tinggi.
b. Ketegangan Hidup
Beberapa ketegangan hidup yang berkonstribusi terhadap terjadinya distres
spiritual adalah ketegangan dalam menjalankan ritual keagamaan, perbedaan
keyakinan dan ketidakmampuan menjalankan peran spiritual baik dalam
keluarga, kelompok maupun komunitas.
2.4 TANDA DAN GEJALA
Tanda dan gelaja yang dapat ditemukan pada pasien dengan distress spiritual
bisa melelui wawancara,adalah :
a. Selalu menanyakan keberadaan dari keyakinan yang dianutnya.
b. Merasa tidak nyaman terhadap keyakinan agama yang di anutnya
c. Ketidak mampuan melakukan kegiatan keagamaan yang biasa dilakukannya
secara rutin.
d. Perasaan ragu terhadap agama atau keyakinan yang dimilikinya.
e. Menyatakan perasaan tak ingin hidup.
f. Merasakan kekosongan jiwa yang berkaitan dengan keyakinan atau agamanya.
g. Mengatakan putus hubungan orang lain atau tuhan.
h. Mengekspresikan perasaan marah, takut, cemas, terhadap arti hidup ini,
penderitaan atau kematian.
2.5 PENILAIAN STRESOR
a. Respon Kognitif
Yaitu Proses yang terjadi pada saat menerima pesan, individu akan
mengaitkannya dengan keyakinan, pengetahuan, dan sikap yang sudah mereka
miliki terhadap subjek pesan tersebut .
Respon ini dihasilkan sendiri oleh penerima pesan dan bisa setuju dengan
pesan, berlawanan, netral atau tidak relevan. Biasanya semua jenis respon ini akan
bercampur dan yang paling utama adalah respon suka atau tidak suka. Respon
yang disebut juga sebagai self-generated thought ini bersifat subjektif.
Pengukurannya dapat dilakukan dengan teknik tought-listing. Individu
menulis sendiri pikiran atau pernyataan yang muncul saat mendengar atau
membaca pesan persuasif. Hal ini merupakan bentuk dari partisipasi aktif dalam
persuasi, yang menyatakan bahwa individu yang mengimprovisasi sendiri pesan
persuasif yang ada menunjukkan perubahan sikap yang lebih tinggi dan tahan
lama dibandingkan yang hanya membaca pelan atau keras ke sebuah rekaman
b. Respon Afektif
yaitu respon yang berhubungan dengan emosi, sikap dan menilai seseorang
terhadap sesuatu. Respon ini timbul apabila ada perubahan yang disenangi oleh
khalayak terhadap sesuatu.
c. Respon Fisiologis
Adalah Respon sistem saraf otonom terhadap rasa takut dan ansietas yang
menimbulkan aktivitas involunter pada tubuh yang termasuk dalam mekanisme
pertahanan diri. Serabut saraf simpatis “ mengaktifkan” tanda-tanda vital pada
setiap tanda bahaya untuk mempersiapkan pertahanan tubuh. Kelenjar adrenal
melepas adrenalin (epinefrin), yang menyebabkan tubuh mengambil lebih banyak
oksigen, medilatasi pupil, dan meningkatkan tekanan arteri serta frekuensi jantung
sambil membuat konstriksi pembuluh darah perifer dan memirau darah dari sistem
gastrointestinal dan reproduksi serta meningkatkan glikogenolisis menjadi glukosa
bebas guna menyokong jantung, otot, dan sistem saraf pusat. Ketika bahaya telah
berakhir, serabut saraf parasimpatis membalik proses ini dan mengembalikan
tubuh ke kondisi normal sampai tanda ancaman berikutnya mengaktifkan kembali
respons simpatis (Videbeck, 2008).
d. Respon Sosial
e. Respon Perilaku
2.6 SUMBER KOPING
Menurut Safarino (2002) terdapat lima tipe dasar dukungan sosial bagi distresS spiritual :
a. Dukungan emosi yang terdiri atas rasa empati, caring, memfokuskan pada
kepentingan orang lain.
b. Tipe yang kedua adalah dukungan esteem yang terdiri atas ekspresi positif
thingking, mendorong atau setuju dengan pendapat orang lain.
c. Dukungan yang ketiga adalah dukungan instrumental yaitu menyediakan
pelayanan langsung yang berkaitan dengan dimensi spiritual.
d. Tipe keempat adalah dukungan informasi yaitu memberikan nasehat, petunjuk
dan umpan balik bagaimana seseorang harus berperilaku berdasarkan
keyakinan spiritualnya.
e. Tipe terakhir atau kelima adalah dukungan network menyediakan dukungan
kelompok untuk berbagai tentang aktifitas spiritual. Taylor, dkk (2003)
menambahkan dukungan apprasial yang membantu seseorang untuk
meningkatkan pemahaman terhadap stresor spiritual dalam mencapai
keterampilan koping yang efektif.
2.7 MEKANISME KOPING
Mekanisme koping pada distress spiritual tidak dijelaskan secara tersendiri.
Berdasarkan dengan pedoman penggolongan dan diagnosa gangguan jiwa ( PPGDJ ) di
indonesia III aspek spiritual tidak digolongkan secara jelas apakah masuk ke dalam akisis
satu,dua,tiga,empat atau lima.

2.8 RENTANG RESPON


Nursalam (2007), mengemukakan bahwa respon adaptif spiritual dikembangkan dari
proses ronaldson (2000) dan Kauman dan Nipan (2003). Respon adaptif spiritual,
meliputi:
a. . Harapan yang realistis
b. Tabah dan sabar
c. . Pandai mengambil hikmah.

Rangsangan

Fisika,kimia,psikis,sosial

individu

ADAPTIF BEBEAN EKSTRA

Mekanisme koping Perubahan neuro hormonal

Perubahan
jaringan otak Perubahan
perilaku

2.9 PERENCANAAN
1. Dx : Resiko terhadap distres spiritual yang berhubungan dengan perpisahan dari
system pendukung keagamaan, kurang pripasi atau ketidak mampuan diri dalam
menghadapi ancaman kematian.
2. Intervensi :
a. Gali apakah klien menginginkan untuk melaksanakan praktek atau ritual
keagamaan atau spiritual yang diinginkan bila yang memberi kesempatan pada
klien untuk melakukannya.
b. Ekspesikan pengertian dan penerimaan anda tentang pentingnya keyakinan
dan praktik religius atau spiritual klien.
c. Berikan prifasi dan ketenangan untuk ritual spiritual sesuai kebutuhan klien
dapat dilaksanakan.
d. Bila anda menginginkan tawarkan untuk berdoa bersama klien lainnya atau
membaca buku keagamaan.
e. Tawarkan untuk menghubungkan pemimpin religius atau rohaniwan rumah
sakit untuk mengatur kunjungan. Jelaskan ketidak setiaan pelayanan ( kapel
dan injil RS ).
3. Rasional :
a. Bagi klien yang mendapatkan nilai tinggi pada doa atau praktek spiritual
lainnya, praktek ini dapat memberikan arti dan tujuan dan dapat menjadi
sumber kenyamanan dan kekuatan.
b. Menunjukkan sikap tak menilai dapat membantu mengurangi kesulitan klien
dalam mengekspresikan keyakinan dan prakteknya.
c. Privasi dan ketenangan memberikan lingkungan yang memudahkan refresi
dan perenungan.
d. Perawat meskipun yang tidak menganut agama atau keyakinan yang sama
dengan klien dapat membantu klien memenuhi kebutuhan spritualnya.
e. Tindakan ini dapat membantu klien mempertahankan ikatan spiritual dan
mempraktikkan ritual yang penting (Carson 1989).

Adapun perencanaan Distress Spiritual menurut NIC/NOC


NOC 1 : pengharapan (hope) setelah dilakukan intervensi keperawatan selama 3x24
jam pasien secara luas diharapkan mampu:
1) Mengekspresikan orientasi masa depan yang positif
2) Mengekpresikan arti kehidupan
3) Mengekspresikan rasa optimis
4) Mengekspresikan prasaan untuk mengontrol diri
5) Mengekspresiakn kepercayaan
6) Mengekspresikan rasa percaya pada diri sendiri dan orang lain
NIC 1: penemaan harapan ( hope instillation )

1) Kaji pasien atau keluarga untuk mengidentivikasi area pengharapan dalam


hidup
2) Melibatkan pasien secara aktif dalam perawatan diri
3) Mengajarkan keluarga tentang aspek positif pengharapan
4) Memberikan kesempatan pasien atau keluarga terlibat dalam suport grup
5) Mengembangkan mekanisme peran koping pasien.

Perencanaan dari tiga jurnal :


a. Jurnal 1
Intervensi dari jurnal keperawatn spiritual dalam keperawatan : sebuah
pendekatan sistematik , yaitu :
Pemberian informasi medis yang di idamnya, terutama pada aspek
spiritualnya.
b. Jurnal 2
Intervensi yang digunakan yaitu pemenuhan kebutuhan spiritual pasien.
c. Jurnal 3
Intervensi yang di butuihkan untuk memenuhi kebutuhan aspek spiritual.
BAB III

CONTOH KASUS

1. Kasus jurnal 1
Gambaran spiritual pada penderita gangguan jiwa yang pelakunya adalah
pasien penderita gangguan jiwa di panti rehabilitasi sosial maunatul mubarok
sayung, Dmark. Jumlah korban sebanyak 63 orang pasien penderita gangguan jiwa,
dan faktor penyebabnya adalah gangguan spiritual dan yang terjadi pada kasus ini
adalah tidak terpenuhinya kebutuhan spiritual pasien.
2. Jurnal 2
Perawatan spiritual dalam keperawatan, pelakunya seorang mahasiswi sebuah
universitas fakultas kedokteran korbannya adalah pasien dari sebuah rumah sakit,
faktor penyebabnya adalah perawatan spiritual mengenai rasa ketekutan atau cemas
koping terhadap nyeri atau gejala fisik yang lain. Berhubungan dengan orang tuanya.
Dan yang terjadi adalah kebutuhan spiritual dan psikososial kurang menjadi prioritas
dari pada kebutuhan fisik karena kebutuhan tersebut abstrak, kompleks,dan lebih sulit
diukur.
3. Jurnal 3
Gambaran motifasi dan tindakan keperawatan dalam pemenuhan kebutuhan
spiritual pasien diruang ICU Pku Muhammadiyah Gombong. Pelakunya adalah
3 orang mahasiswi, korbannya 13 responden dari pasien. Dan pfaktor
penyebabnya kurangnya motifasi yang terjadi adalah kurangnya motifasi dan
tindakan keperawatan dalam pemenuhan tindakan keperawatan.
BAB IV
PEMBAHASAN KASUS

1. Jurnal 1

Hasil penelitian ini menunjukkan sebagian besar tingkat spiritualitas penderita


gangguan jiwa baik yaitu sebanyak 40 orang. Berdasarkan aspek kedekatan dengan Tuhan,
didapatkan hasil sebagian besar merasa agak dekat dengan jumlah 32 orang. Hasil penelitian
ini menunjukkan bahwa sebagian besar penderita gangguan jiwa memiliki tingkat spiritualitas
dalam kategori baik dan memiliki kedekatan dengan Tuhan dalam kategori agak dekat. Hal
ini didukung oleh karakteristik penderita gangguan jiwa dalam penelitian ini yang
menyatakan rata - rata dari lamanya menderita gangguan jiwa selama 5,78 tahun. Seseorang
yang telah menderita gangguan jiwa selama kurang lebih dari 5 tahun memiliki
kecenderungan bahwa sudah bisa menerima penyakit yang dideritanya. Sebagian besar
penderita gangguan jiwa telah bisa menerima bahwa penyakit yang sedang dideritanya
merupakan sebuah cobaan dari Tuhan yang harus dihadapi dengan sabar dan ikhlas.Hasil
analisa yang diperoleh dari penelitian didapatkan frekuensi tertingginya, yaitu pada
pernyataan “Saya tersentuh secara spiritual oleh keindahan ciptaan” sebanyak 37 orang
dengan nilai 6. Pernyataan tertinggi kedua adalah “Saya merasakan bimbingan Tuhan di
tengah-tengah kegiatan saya sehari-hari” dengan jumlah 29 orang dengan nilai 5. Terlihat
dari hasil tersebut bahwa banyak penderita gangguan jiwa yang merasa bersyukur atas berkat
dan bimbingan yang telah diterimanya sehingga merasa ingin lebih dekat dengan Tuhan.

2. JURNAL 2

Perawat berada dalam posisi terbaik dalam memberikan asuhan keperawatan terutama
ketika merawat klien yang mengalami penyakit yang mengancam jiwa, penyakit kronis dan
kondisi terminal. Perawat belajar sejak dini untuk menjadi komunikator dan pendengar yang
baik. Dengan membantu klien mengekspresikan kepercayaannya dan hadir secara fisik di
dekat klien selama proses penyakitnya maka perawat sedang memberikan perawatan
spiritual.

Perawatan spiritual pada klien merupakan hal yang tidak bisa dipisahkan dari praktek
keperawatan jika kita memandang klien sebagai individu secara komprehensif. Oleh karena
itu, Perawat harus mengembangkan identitas spiritualnya supaya lebih sensitif terhadap
kebutuhan spiritual klien. Tantangan bagi perawat adalah menerapkan pandangan secara
holistik pada kehidupan dan dirinya. Selanjutnya, ide ini diterapkan dalam pemberian
perawatan pada orang lain secara nyata menggunakan pendekatan yang sistematik dengan
menggunakan proses keperawatan mulai dari tahap pengkajian, penentuan diagnosa
keperawatan yang tepat, perencanaan, implementasi dan evaluasi yang berkesinambungan.

3. Jurnal 3

Sebagian besar perawat di Ruang ICU Rumah Sakit Muhamadiyah Ahmad Dahlan Kota
Kediri perannya dalam pemberian terapi spiritual termasuk kategori baik sebesar 75 %.
Perilaku pasien di Ruang ICU Rumah Sakit Muhamadiyah Ahmad Dahlan Kota Kediri dalam
pemenuhan kebutuhan spiritual termasuk kategori baik sebesar 70 %.

Ada hubungan peran perawat dalam pemberian terapi spiritual terhadap perilaku pasien
dalam pemenuhan kebutuhan spiritual (Spearman’s Rho dengan p = 0,003 < 0,05 maka Ho
ditolak). Tingkat hubungan termasuk kategori sedang dan arah hubungan positif, artinya
semakin baik perilaku perawat dalam pemberian terapi spiritual maka semakin baik pula
perilaku pasien dalam pemenuhan kebutuhan spiritual dan sebaliknya (Koefisien Korelasi
0,630).
BAB V

KESIMPULAN

Nilai dan keyakinan adalah aspek yang sangat penting dalam kehidupan manusia.
Dewasa ini, dalam keadaan dunia yang semakin berkembang dengan banyak manusia
yang mulai berpikir tentang arti kehidupan. Manusia yang semakin ingin tahu seperti apa
arti kehidupan ini, dan apa yang menjadi pegangannya dalam menjalani kehidupan ini.
Banyak juga dari sebagian manusia di dunia ini yang mulai kehilangan kepercayaannya
tentang pegangan hidupnya atau yang menjadi kekuatan hidupnya dalam hal spiritual,
seperti halnya hilangnya kepercayaan kepada Tuhan. Keadaan ini disebut distres
spiritual.

Distres spiritual yaitu suatu keadaan dimana individu atau kelompok mengalami atau
berisiko mengalami gangguan dalam kepercayaan atau sistem nilai yang memberikannya
kekuatan, harapan, dan arti kehidupan. Sehingga dalam kehidupannya manusia
seharusnya memiliki kepercayaan tentang kekuatan spiritual yang menjadi petunjuknya
agar tidak salah melangkah di dunia yang fana ini. Karena itu dalam makalah ini akan
dibahas mengenai proses keperawatan nilai dan keyakinan distres spiritual.
DAFTAR PUSTAKA

Anda mungkin juga menyukai