Aditya Kamaruddin, Aldi Suryadi, Aprian Jumanti, Ayu Sundari, Danang Eko
Utomo, Heni Hermawati, I Gede Rezza Mahendra, Ida Ayu Kade Wimala Niti,
Khaerul Fadli, Nanda Ardiansyah Lubis, Risyad Anwar, Weni Tri Agustin.
I. PENDAHULUAN
3. Sterilisasi air
Sterilisasi tambak menggunakan kaporit dengan kandungan klorin
60% dan bahan aditif 40%. Klorin diberikan dengan dosis 60 ppm. Untuk
melarutkan klorin ke dalam air tambak mrenggunakan bantuan anco.
Tujuannya adalah agar klorin mudah larut dalam air karena berbentuk
bubuk (powder). Klorin disebar merata dan kincir tetap dinyalakan dengan
tujuan pemerataan kandungan kaporit dalam air dan membantu
mempercepat penetralan klorin dalam air. Kandungan klorin dalam air akan
netral dalam waktu 3 hari, dibuktikan dengan melakukan pengujian dengan
menggunkan chlorin tes kit. Hal ini sesuai dengan pendapat Farchan (2006),
yang menyatakan bahwa menetralkan kaporit dilakukan aerasi dengan kincir
air (paddle whell) selama 2 hari dan di uji langsung dengan test kit pada
tambak pemeliharaan dengan kadar chlorin harus mencapai bening atau nol,
untuk meyakinkan kandungan chlorine tersebut. Kegiatan pelarutan kaporit
dalam tambak dapat dilihat pada gambar 2 .
C. Penebaran benur
Penebaran benur dilakukan setelah petakan tambak siap untuk
pemeliharaan, ditandai dengan warna air tambak warna kehijauan oleh
plankton.Pernyataan tersebut sesuai dengan pendapat Tahe dan Makmur (2016)
1. Pemilihan benur
Benur yang digunakan berasal dari PT. Syaqua Hatchery Unit
Anyer. Benur tersebut telah dilengkapi dengan surat-surat kesehatan
dan hasil laboratorium meliputi hasil uji PCR (WSSV, IHHNV, TSV,
INV), dan data kualitas air benur. Farchan (2006) berpendapat bahwa
benur yang ditebar harus sehat, aktif dan bebas pathogen atau SPF
(Specific pathogen free). Untuk dapat memilih benur ada tiga tahapan
yaitu: pengamatan morfologi, pengujian daya tahan, dan pengujian
laboratorium.
2. Waktu penebaran dan aklimatisasi
Penebaran benur dilakukan pada pagi hari di Dengan ukuran post
larva 9-11(PL 9-11).Kualitas benur baik secara visual, ukurannya pun
hampir seragam, tidak cacat, gesit, bergerak aktif dan menyebar
didalam wadahSebelum penebaran benur terlebih dahulu dilakukan
kegiatan aklimatisasi yaitu kegiatan penyesuaian lingkungan baru dari
lingkungan lama atau sebelumnya. Pernyataan ini sesuai dengan
pendapat Haliman dan Adijaya (2005) bahwa aklimatisasi suhu
dilakukan dengan cara meletakkan plastik pengemas yang berisi benur
ke dalam petakan tambak. Tindakan tersebut dilakukan hingga suhu air
dalam kemasan plastik mendekati atau sama dengan suhu air yang
dipetakan, diperkuat lagi oleh pernyatan Budiardi dkk (2005)
menyatakan bahwa penebaran benur,udang vannamei yang digunakan
adalah PL-15 penebaran benih udang dilakukan 3 hari setelah
pemberian saponin pada pagi hari yang diawali dengan aklimatisasi
benih terhadap suhu dan salinitas air tambak. Proses aklimatisasi dapat
dilihat pada gambar 3, 4, dan 5.
Gambar
4.
Aklimatisasi salinitas
D. Pengelolaan pakan
Pada umur pemeliharaan hari 1 – 45 pengelolaan pakan menggunakan
sistem pakan blind feeding karena pada umur 1 - 45 biomassa udang belum dapat
diketahui karena udang masih sangat kecil dan sensitif. Sehingga pemberian
pakan secara perkiraan berdasarkan target produksi yang diaplikasikan di tambak
BUSMETIK BAPPL STP Serang. Hal ini sesuai dengan pendapat Suharyadi,
(2011) bahwa acuan pemberian pakan udang adalah memberikan pakan cukup
sesuai kebutuhan nutrisi udang dan jumlah yang dibutuhkan sehingga teknik
penentuan dosis pakan dalam praktek keahlian dibagi menjadi dua metode yaitu
blind feeding dan demand feeding.
1. Jenis dan dosis pakan
Ukuran dan jenis pakan untuk udang disesuaikan dengan bukaan mulut. Hal
ini bertujuan agar udang mampu dengan mudah mencerna pakan yang diberikan.
Dalam praktek keahlian ini digunakan 3 jenis pakan yaitu powder, crumble dan
pellet. Ketiga jenis pakan untuk pembesaran udang vaname dapat dilihat pada
tabel 1.
E. M
a
MODUL 2 PETAK A
17
18
n 15.05
berat rata-rata udang (gr)
16
13.08
14
a 11.11
12 9.19
8.21 8.77
j 10 7.32 6.86
8 5.56 5.75
6 4.5
e 3.91
2.64
4 1.32 2.02
m 2
0
e 30 40 50 60 70 80 90 100
n DOC ke-
h
ui populasi dan biomassa udang yang ada ditambak. Hasil sampling untuk
modul 1 petak A dan petak C karena DOC baru sampai DOC 30 dimana
berat rata-rata udang (ABW) adalah untuk petak A 3,3 gr dan untuk petak C
3,7 gr dimana ABW tersebut masih dikatakan cukup baik karena udang
dengan DOC 30 memiliki ABW sebesar 3,91 gr. ABW (Average Body
Weight) pada modul 2 petak A dan C dapat dilihat pada grafik 1.
Modul 2 PETAK D
20 18.53
19
berat rata-rata udang (gr)
18
17 14.65 14.14
16
15 12.61
14
13 10.72 10.9
12 9.17
11 8.81
10 7.98
9 6.96 6.6
8 6.08
7 5.21
4.45
6 3.61
5 2.53
4
3
2
1
0
28 38 48 58 68 78 88 100
hari ke-
hari sekali sehingga terlihat pertumbuhan yang baik pada DOC 59-88
Menurut Yudiati dkk., (2010) bahwa kualitas air terutama kandungan bahan
organik yang melebihi ambang batas merupakan salah satu faktor penyebab
penurunan produksi udang, Avnimelech dan Ritvo (2003) dalam Nuhman (2009)
menjelaskan bahwa hal penting dan umum dilakukan unuk perbaikan kondisi
3. Pergantian air
Pergantian air yang dilakukan sebanyak 10% dari volume total air tambak.
Apabila air tidak diencerkan akan menyebabkan kematian massal plankton di
dalam petakan dan kompetisi plankton dengan biota. Kompetisi tersebut berupa
kompetisi oksigen dan kompetisi ruang, selain itu dengan pergantian air, zat-zat
organik akan ikut terbawa yang akan mengurangi kerja dari probiotik. Hal ini
sesuai dengan Farchan (2006) bahwa tujuan pergantian air adalah untuk
memperbaiki kondisi air khususnya bahan organik yang terlalu pekat dan
memperkecil gas-gas beracun.
4. Penyiponan
Penyiponan dilakukan setelah udang berumur 45 hari, karena pada saat umur
45 hari biasanya ditemukan endapan lumpur hitam dan berbau. Letak endapan
lumpur tergantung pada letak posisi tambak yang menentukan arus air tambak
yang mempengaruhi letak pengumpulan endapan. Alat siphon yang digunakan
adalah pompa alkon 4 inch dan menggunakan selang spiral untuk menyedot
kotoran kotoran yang terdapat di dasar tambak.
Hal ini seperti pendapat Haliman dan Adijaya (2005), bahwa salah satu cara
untuk mencegah kadar amonia meningkat yaitu dengan cara pemberian probiotik
yang mengandung bakteri yang dibutuhkan, dan jika amonia terlalu tinggi
dilakukan penyiponan didalam dasar tambak. Penyiponan didalam tambak
dilakukan 1-2 minggu sekali.
5. Pembuangan kotoran/bahan organik
Pembuangan kotoran dilakukan menggunakan seser berupa waring berwarna
hijau dengan kerapatan halus yang telah dihubungkan dengan bambu untuk
mempermudah pada saat pengambilan kotoran apabila terletak ditengah tambak.
Hasil kotoran tersebut dibuang ke biofilter yang ditanami mangrove.
Tabel 3. Parameter kualitas air yang diukur di petak pemeliharaan BAPPL STP
Serang.
Dari hasil pengamatan tersebut dapat dikatakan kualitas air pada petak
pemeliharaan udang vaname di tambak BAPPL STP Serang masih kurang baik
sehingga menyebab pertumbuhan udang vaname tidak optimal.
Tabel 4.
8 SR 48%
2. Pasca panen
Setelah udang di tangkap dengan menggunakan jaring kemudian udang
dikumpulkan lalu diangkat menggunakan basket putih dan dipindahkan ke tempat
penampungan hasil panen yang telah berisi es sebanyak 3 balok dengan berat satu
balok 30 kg, dengan suhu 40C. Udang yang yang ada dibak penampungan akan
dilakukan penyortiran di meja sortir yang telah disediakan. Tujuan dilakukan
penyortiran adalah untuk memisahkan udang yang masih dalam keadaan segar
dan memisahkan udang berdasarkan ukurannya atau size. Setelah disortir dan
dimasukkan ke dalam keranjang selanjutnya udang ditimbang menggunakan
timbangan elektrik. Dengan masing-masing berat udang sama setiap penimbangan
untuk memudahkan penjumlahan biomassa panen akhir.
I. Analisa usaha
1. Biaya Investasi
Biaya investasi yang dikeluarkan Tambak BUSMETIK BAPPL STP
Serang adalah sebesar Rp.424.950.000, biaya tetap penyusutan adalah biaya
tetap yang dikeluarkan setiap tahun terhadap nilai penyusutan. Biaya
penyusutan yang dikeluarkan oleh Tambak BUSMETIK BAPPL STP Serang
adalah Rp.45.129.000.
1. Petak 2 A
2. Petak 2 C
= Rp. 59.708.460.,-
= Rp. 81.967.060.,-
= Rp. 8.474.612.,-
Amri, K. dan I. Kanna. 2008. Budidaya Udang vanname. PT. Gramedia Pustaka
Utama. Jakarta.
Wyban, J.A. dan Sweeny, J.N. 1991. Intensif Shrimp Production Technology.
The Oceanic Institute.Honolulu. Hawaii. USA.