Anda di halaman 1dari 20

Modul PRJL VII. Perencanaan Geoteknik Jalan Bab I.

Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

BAB. I

DESKRIPSI DAN KLASIFIKASI TANAH


Deskripsi detail dan klasifikasi tanah dan batuan merupakan hal yang esensial pada proses
interpretasi geologi dan informasi geoteknik untuk disain dan pelaksanaan konstruksi jalan. Uraian
tentang deskripsi dan klasifikasi tanah dan batuan di sini termasuk pula pertimbangan sifat fisik dan
sifat teknis materialnya. Deskripsi tanah dan batuan yang berada di lapangan harus didasarkan pada
informasi yang faktual. Informasi interpretasi tidak boleh dimasukkan pada log lapangan, tapi
disediakan pada tempat yang lain, seperti catatan geologi dan laporan geoteknik.

Sistem Unified Soil Clasification seperti yang terdapat pada ASTM 2488-“Standard Practices for
Description of Soil” (Visual-Manual Procedure), menyediakan sistem konvensional untuk
mengklasifikasi tanah. Namun demikian, bila hanya informasi ini sendiri tidak akan menyediakan
deskripsi terminologi dan kriteria yang memadai untuk mengidentifikasi guna keperluan teknis.

1. Klasifikasi Tanah

Klasifikasi tanah untuk keperluan teknis didasarkan pada distribusi dan perilaku bentuk tanah
berbutir halus dan berbutir kasar.

Definisi untuk berbagai tanah didiskripsikan pada Tabel 1-1. dengan tambahan, sifat tanah yang
menunjukkan angularitas, konsistensi, kepadatan relative, warna, struktur sesuai yang telah
ditentukan.

Tanah dibagi menjadi empat ketegori. Kategori tanah ini adalah, tanah berbutir kasar, tanah
inorganik berbutir halus, tanah organik dan gambut. Tahap pertama mengidentifikasi tanah adalah
menentukan yang berkaitan dengan empat ketegori diatas. Definisi empat kategori tersebut
adalah sebagai berikut :

· Tanah berbutir kasar : Tanah yang mengandung 50 % atau kurang butiran yang lolos 0,0030
in atau (0,075 mm).

· Tanah berbutir halus inorganik : Tanah yang mengandung lebih 50 % butiran tanah lolos
0,0030 atau (0,075 mm)

· Tanah berbutir halus organik : Tanah yang mengandung cukup butiran organik yang
mempengaruhi sifat tanah.

· Gambut : Tanah yang kandungan utamanya berupa endapan tanaman dalam berbagai tahap
dekomposisi, yang mempunyai tekstur serat/fibrous sampai amorphous, biasanya berwarna
coklat tua dan berbau organik akibat tingginya kandungan bahan organik. Sekali tanah
diklasifikasikan sebagai gambut (simbul grup PT), tanah tidak boleh diperlakukan dengan
prosedur identifikasi lainnya.

Bentuk tanah Uraian


Bongkah Butiran batu yang tidak lolos saringan 12 in
Kerakal Butiran batu yang lolos saringan 12 in, tetapi tertahan saringan 3 in
Kerikil Butiran batu yang lolos saringan 3 in, tetapi tertahan saringan 0,19 in (4,75
mm)
Pasir Butiran batu yang lolos saringan 0,19 in (4,75 mm) tetapi tertahan saringan
0,003 in (0,075 mm)
Lanau Tanah yang lolos saringan 0,003 in (0,075 mm) yang non plastis atau sedikit
plastis dan mempunyai kekuatan yang rendah atau tidak samasekali bila
kering udara.
Lempung Tanah yang lolos saringan 0,003 in (0,075 mm) yang dapat menunjukkan
plastisitas dalam rentang kadar air dan menunjukkan kekuatan yg meningkat
bila kering udara.

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI- Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan-Maret 2010 I-1
Modul PRJL VII. Perencanaan Geoteknik Jalan Bab I. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

Tanah Organik Tanah yang mengandung cukup butiran organis yang mempengaruhi sifat
tanah.
Gambut Tanah yang mengandung terutama endapan tanaman dalam berbagai tahap
dekomposisi biasanya dengan bau organik, berwarna coklat tua, konsistensi
spongi dan bertekstur fibrous sampai amorphous

Tabel 1-1 Definisi Unsur Pokok Tanah

1.1 Tanah Bergradasi Kasar

Tanah bergradasi kasar diklasifikasi baik untuk kerikil maupun pasir, tergantung apakah ada
atau tidaknya prosentase butiran kasar yang lebih besar atau lebih kecil dari ukuran saringan
0,19 inci (4,75 mm). Tanah dikatakan kerikil bilamana prosentase perkiraan butiran kerikil lebih
besar dari butiran pasir. Sedangkan tanah dikatakan pasir bilamana prosentase perkiraan
ukuran butiran pasir lebih besar dari ukuran butiran kerikil.

Bila tanah diklasifikasi sebagai kerikil, lalu diklasifikasi lagi apakah bersih atau kotor. Kotor
berarti bahwa kerikil mengandung cukup besar (lebih dari 10 %) jumlah material yang lolos
saringan 0,003 inci (0,075 mm), dan dikatakan bersih berarti kerikil secara esensi bebas dari
ukuran halus (kurang dari 10 %). Pemakaian istilah bersih dan kotor hanya untuk membedakan
saja dan harus tidak dipakai deskripsi yang ada pada log lapangan.

Apabila kerikil adalah bersih lalu menerapkan kriteria gradasi apakah bergradasi baik (GW)
atau gradasi jelek (GP). Bergradasi baik didefinisi bila tanah mempunyai sebaran yang lebar
ukuran butiran dan mengandung sejumlah ukuran butiran menengah. Bergradasi jelek
didefinisikan bila tanah mengandung paling dominan satu ukuran butiran (gradsi seragam),
atau mempunyai rentang ukuran butiran dengan beberapa bagian hilang (gradasi senjang).
Sekali penentuan gradasi ditetapkan, klasifikasi dapat dihaluskan dengan memperkirakan
prosentase ukuran butiran pasir yang ada dalam sample.

Apabila kerikil kotor lalu akan lebih penting menentukan apakah bagian halusnya mengandung
lanau atau lempung. Bila bagian halus ditentukan sebagai lanau, maka kerikil akan diklasifikasi
sebagai silty gravel/kerikil kelanauan (GM). Bila bagian halus ditetapkan sebagai lempung,
maka kerikil akan diklasifikasi sebagai clayly gravel /kerikil kelempungan (GC). Setelah
penentuan dibuat apakah bagian halus merupakan lanau atau lempung, klasifikasi dapat
diperhalus lagi dengan memperkirakan prosentase adanya butiran ukuran pasir pada sample.

Tanah diklasifikasi sebagai pasir, kriteria yang sama dipakai pada kerkil, dengan mengunakan
kriteria bersih atau kotor. Bila pasir bersih, kriteria gradasi ditentukan dalam bentuk pasir
bergradasi baik (SW) dan pasir bergradasi jelek (SP). Setelah penentuan gradasi dibuat,
klasifikasi dapat dilanjutkan dengan memperkirakan prosentase butiran ukuran halus yang ada
dalam sample. Bila pasir kotor lalu akan penting menentukan apakah yang halus adalah lanau
atau lempung. Apabila bagian halus adalah lanau, maka pasir akan diklasifikasi sebagai silty
sand/pasir kelanauan (SM); sebaliknya bila bagian yang halus adalah lempung, maka pasir
akan diklasifikasi sebagai clayey sand/pasir kelempungan (SC). Setelah penentuan dibuat
apakah bagian halus adalah lanau atau lempung, klasifikasi selanjutnya diperhalus dengan
memperkirakan prosentase butiran ukuran kerikil pada sample. Hal ini digunakan untuk
mengidentifikasi tanah berbutir kasar.

Klasifikasi tanah berbutir kasar seperti tercantung pada Tabel 1-1 tidak mengindikasi adanya
bongkahan dan kerakal dalam masa tanah. Bila karakal/bongkahan terdeteksi, apakah secara
visual atau dalam test pit atau terindikasi saat melakukan pengeboran, hal ini harus dilaporkan
pada log lapangan setelah deskripsi tanah utama.

Deskripsi yang digunakan sebagai berikut :

Dengan kerakal – Bila hanya ada kerakal


Dengan bongkah – Bila hanya ada bongkah
Dengan kerakal dan bongkah – Bila ada keduanya baik kerakal dan kerikil

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI- Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan-Maret 2010 I-2
Modul PRJL VII. Perencanaan Geoteknik Jalan Bab I. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

Jenis Halus Gradasi Lanau atau Grup Pasir atau Deskripsi


Lempung Simbul Kerikil
Kerik < 10 % Gradasi baik GW < 15 % Kerikil gradasi baik
il Pasir
< 10 % Gradasi Baik GW ³ 15 % Kerikil gradasi baik
Pasir dgn pasir
< 10 % Gradasi Jelek GP < 15 % Kerikil gradasi jelek
Pasir
< 10 % Gradasi Jelek GP ³ 15 % Kerikil gradasi jelek
Pasir dgn pasir
> 10 % Lanau GM < 15 % Kerikil Kelanuan
Pasir
> 10 % Lanau GM ³ 15 % Kerikil kelanuan dgn
Pasir pasir
> 10 % Lempung GP < 15 % Kerikil Kelempungan
Pasir
> 10 % Lempung GP ³ 15 % Kerikil Kelempungan
Pasir dgn pasir
Pasir < 10 % Gradasi Baik SW < 15 % Pasir bergradasi baik
Kerikil
< 10 % Gradasi Baik SW ³ 15 % Pasir bergradasi baik
Kerikil dgn kerikil
< 10 % Gradasi Jelek SP < 15 % Pasir bergradasi jelek
Kerikil
< 10 % Gradasi Jelek SP ³ 15 % Pasir bergradasi baik
Kerikil dgn kerikil
> 10 % Lanau SM < 15 % Pasir Kelanauan
Kerikil
> 10 % Lanau SM ³ 15 % Pasir kelanuan dgn
Kerikil Kerikil
> 10 % Lempung SC < 15 % Pasir Kelempungan
Kerikil
> 10 % Lempung SC ³ 15 % Pasir Kelanuan dgn
Kerikil Kerikil

Tabel 1-2 Deskripsi lapangan Klasifikasi tanah bergradasi kasar

1.2 Tanah Inorganik Bergradasi Halus

Tanah inorganik bergradasi halus diklasifikasikan dalam empat grup dasar berdasarkan
karakteristik fisik dari kekuatan kering, dilatansi, keteguhan dan plastisitas. Sifat fisik tanah ini
disimpulkan dalam tabel 1-3. Pengujian indeks digunakan untuk menentukan karakteristik fisik
yang disimpukan didalam ASTM 2488. Tanah yang mempunyai penampakan yang sama dapat
dibuat satu grup. Untuk melakukan hal ini, satu sampel yang telah selesai di simpulkan dan
sampel yang lainnya pada grup diidentifikasi sebagai sama terhadap sample yang telah
seluruhnya disimpulkan.

Grup Tanah Kekuatan kering Dilatansi Kekokohan Plastisitas


Lanau (ML) Tidak ada - Lambat- Cepat Rendah Non-plastis
Rendah
Lanau elastis Rendah – Medium Tidak ada- Lambat Rendah- Medium Rendah – Medium
(MH)
Lempung Kurus Medium- Tinggi Tidak ada- Lambat Medium Medium
(CL)
Lempung Gemuk Tinggi- Tinggi Tidak ada Tinggi Tinggi
(CH) sekali
(Sumber Geotechnical Design Manual September 2005)

Tabel 1-3 Identifikasi Lapangan tanah inorganik gradasi halus

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI- Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan-Maret 2010 I-3
Modul PRJL VII. Perencanaan Geoteknik Jalan Bab I. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

Sekali grup tanah utama telah ditentukan, tanah inorganik gradasi halus dapat selanjutnya
diterangkan dengan memperkirakan prosentase bagian halus, pasir dan kerikil yang berada pada
sample lapangan. Tabel 1-4 sampai 1-7 dapat digunakan untuk menentukan tanah
inorganik bergradasi halus.

Halus Kekasaran Pasir atau Kerikil Keterangan


> 70 % < 15 % plus 0,075 mm Lanau
> 70 % 15 – 25 % plus 0,075 mm % pasir > % Kerikil Lanau dgn Pasir
> 70 % 15 – 25 % plus 0,075 mm % Pasir < % Kerikil Lanau dgn Kerikil
< 70 % % pasir > % kerikil < 15 % Kerikil Lanau Kepasiran
< 70 % % Pasir > % Kerikil > 15 % Kerikil Lanau Kepasiran
dgn Kerikil
< 70 % % Pasir < % Kerikil < 15 % Pasir Lanau Kekerikilan
< 70 % % Pasir < % Kerikil > 15 % Pasir Lanau Kekerikilan
dgn Pasir
(Sumber Geotechnical Design Manual September 2005)

Tabel 1-4 Deskripsi lapangan Grup tanah Lanau (ML)

Halus Kekasaran Pasir atau Kerikil Keterangan


> 70 % < 15 % plus 0,075 mm Lanau Elastis
> 70 % 15 – 25 % plus 0,075 mm % pasir > % Kerikil Lanau Elastis dgn
Pasir
> 70 % 15 – 25 % plus 0,075 mm % Pasir < % Kerikil Lanau Elastis dgn
Kerikil
< 70 % % pasir > % kerikil < 15 % Kerikil Lanau Elastis
Kepasiran
< 70 % % Pasir > % Kerikil > 15 % Kerikil Lanau Elastis
Kepasiran dgn
Kerikil
< 70 % % Pasir < % Kerikil < 15 % Pasir Lanau Elastis
Kekerikilan
< 70 % % Pasir < % Kerikil > 15 % Pasir Lanau Elastis
Kekerikilan dgn
Pasir
(Sumber Geotechnical Design Manual September 2005)

Tabel 1-5 Deskripsi Lapangan Grup Tanah Lanau Elastis (MH)

Halus Kekasaran Pasir atau Kerikil Keterangan


> 70 % < 15 % plus 0,075 mm Lempung Kurus
> 70 % 15 – 25 % plus 0,075 mm % pasir > % Kerikil Lempung Kurus dgn
Pasir
> 70 % 15 – 25 % plus 0,075 mm % Pasir < % Kerikil Lempung Kurus dgn
Kerikil
< 70 % % pasir > % kerikil < 15 % Kerikil Lempung Kurus
Kepasiran
< 70 % % Pasir > % Kerikil > 15 % Kerikil Lempung Kurus
Kepasiran dgn
Kerikil
< 70 % % Pasir < % Kerikil < 15 % Pasir Lempung Kurus
Kekerikilan
< 70 % % Pasir < % Kerikil > 15 % Pasir Lempung Kurus
Kekerikilan dgn
Pasir
(Sumber Geotechnical Design Manual September 2005)

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI- Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan-Maret 2010 I-4
Modul PRJL VII. Perencanaan Geoteknik Jalan Bab I. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

Tabel 1-6 Deskripsi Lapangan Grup Tanah Lempung Kurus (CL)

Halus Kekasaran Pasir atau Kerikil Keterangan


> 70 % < 15 % plus 0,075 mm Lempung Gemuk
> 70 % 15 – 25 % plus 0,075 mm % pasir > % Kerikil Lempung Gemuk
dgn Pasir
> 70 % 15 – 25 % plus 0,075 mm % Pasir < % Kerikil Lempung Gemuk
dgn Kerikil
< 70 % % pasir > % kerikil < 15 % Kerikil Lempung Gemuk
Kepasiran
< 70 % % Pasir > % Kerikil > 15 % Kerikil Lempung Gemuk
Kepasiran dgn
Kerikil
< 70 % % Pasir < % Kerikil < 15 % Pasir Lempung Gemuk
Kekerikilan
< 70 % % Pasir < % Kerikil > 15 % Pasir Lempung Gemuk
Kekerikilan dgn
Pasir
(Sumber Geotechnical Design Manual September 2005)

Tabel 1-7 Deskripsi Lapangan Grup Tanah Lempung Gemuk (CH)

1.3 Tanah Organik Bergradasi Halus

Bila tanah mengandung cukup bahan organik yang mempengaruhi sifat tanah, harus
diidentifikasi sebagai tanah organik bergradasi halus. Tanah organik (OL/OH) biasanya
mempunyai warna coklat tua sampai hitam dan dapat mempunyai bau. Sering tanah organik
berubah warna, sebagai contoh dari hitam menjadi coklat, bila langsung terkena udara. Tanah
organik tidak mempunyai kekokohan tinggi atau plastisitas tinggi. Akan sulit membedakan antara
lanau organik dan lempung organik. Setelah penentuan bahwa tanah adalah organik bergradasi
halus, tanah selanjutnya disimpulkan dengan memperkirakan prosentase bagian halusnya, pasir
dan kerikil di sample lapangan. Tabel 1-8 harus digunakan untuk menyimpulkan suatu tanah
organik bergradasi halus.

Halus Kekasaran Pasir atau Kerikil Keterangan


> 70 % < 15 % plus 0,075 mm Tanah Organik
> 70 % 15 – 25 % plus 0,075 mm % pasir > % Kerikil Tanah Organik dgn Pasir
> 70 % 15 – 25 % plus 0,075 mm % Pasir < % Kerikil Tanah Organik dgn Kerikil
< 70 % % pasir > % kerikil < 15 % Kerikil Tanah Organik Kepasiran
< 70 % % Pasir > % Kerikil > 15 % Kerikil Tanah Organik Kepasiran dgn
kerikil
< 70 % % Pasir < % Kerikil < 15 % Pasir Tanah Organik Kekerikilan
< 70 % % Pasir < % Kerikil > 15 % Pasir Tanah Organik Kekerikilan dgn
Pasir
(Sumber Geotechnical Design Manual September 2005)

Tabel 1- 8 Deskripsi Lapangan Grup Tanah Organik Gradasi Halus (OL/OH)

1.4 Angularitas

Deskripsi lapangan angularitas ukuran butiran kasar tanah (kerikil, kerakal dan pasir) harus
sesuai dengan kriteria seperti diterangkan pada Tabel 1-9.

Deskripsi Kriteria

Angular/bersudut Butiran gradasi kasar mempunyai sisi tajam dan relatif sisi penampang
tanpa permukaan yang tanpa gosokan
Sebagaian angular Butiran gradasi kasar sama dengan deskripsi angular tetapi
mengandung sisi yang bulat
Sebagaian bulat Butiran gradasi kasar mempunyai sisi penampang tetapi mampunyai
sudut dan sisi betul-betul bulat
Bulat Butiran gradasi kasar mempunyai sisi lengkungan licin dan tidak
bersudut
(Sumber Geotechnical Design Manual September 2005)

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI- Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan-Maret 2010 I-5
Modul PRJL VII. Perencanaan Geoteknik Jalan Bab I. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

Tabel 1 –9 Deskripsi Lapangan untuk Angularitas

1.5 Konsistensi dan Kepadatan Relatif

Salah satu sifat indeks yang penting pada tanah kohesif adalah konsistensinya, dan dinyatakan
dalam bentuk seperti sangat lunak, lunak, agak kaku, kaku, sangat kaku, keras dan sangat
keras.

Sama seperti sifat indeks tanah non kohesi (non plastis) adalah kepadatan relatifnya, yang
dinyatakan dalam bentuk seperti sangat lepas, lepas, agak padat, padat dan sangat padat.

Pengujian Standar Penetrasi (ASTM 1586) merupakan pengujian in-situ yang luas digunakan
untuk menentukan konsistensi tanah kohesif dan kepadatan tanah non kohesif. Tabel 1-10 dan
Tabel 1-11 digunakan untuk menentukan konsistensi dan kepadatan relatif tanah.

SPT N (Tumbukan/foot) Konsistensi

0-1 Sangat lunak


2-4 Lunak
5-8 Agak kaku/Agak teguh
9-15 Kaku/teguh
16-30 Sangat kaku/Sangat teguh
31-60 Keras
Diatas 60 Sangat keras
(Sumber Geotechnical Design Manual September 2005)

Tabel 1-10 Konsistensi Tanah Kohesif

SPT N (Tumbukan/Foot) Kepadatan Relatif

0-4 Sangat Lepas


5 - 10 Lepas
11 – 24 Agak padat
25 – 50 Padat
Diatas 50 Sangat padat
(Sumber Geotechnical Design Manual September 2005)

Tabel 1 – 11 Kepadatan Relatif Tanah non kohesi.

1.6 Interpretasi sifat tanah berdasarkan data pengukuran dan/atau diturunkan dari
pengujian laboratorium dan in-situ.

Interpretasi sifat tanah meliputi :

1. stratigrafi bawah permukaan;


2. bentuk tegangan in-situ;
3. deformasi (misalnya : konsolidasi, sifat elastik deformasi dan secondary compression);
4. kuat geser;
5. konduktivitas hidrolik.

Pemilihan sifat tanah untuk perhitungan, biasanya berkaitan dengan settlement, kecepatan waktu
penurunan dan kekuatan gesernya. Dalam pemilihan disain sifat tanah, biasanya menggunakan
istilah “rata-rata”, “konservatif”, “batas bawah” atau “kasus jelek” dalam konteks menggambarkan
sifat disain atau sifat satu set disain. Pemilihan sifat harus mempertimbangkan aplikasi disain,
potensi isu pelaksanaan berkaitan penerapan disain, umur disain konstruksi, dan hal yang kritis
pada konstruksi.

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI- Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan-Maret 2010 I-6
Modul PRJL VII. Perencanaan Geoteknik Jalan Bab I. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

Berikut ini skema pengambilan sample di lapangan dan pengujiannya di laboratorium :

Gambar 1-1 Pengeboran tradisional, sampling dan pengumpulan sample untuk pengujian laboratorium.

1.6.1 Evaluasi Daya Dukung Tanah Dasar untuk Konstruksi Jalan

Kinerja tanah dasar atau subgrade umumnya tergantung pada tiga karakteristik dasar (yang
semuanya saling berhubungan) yaitu :

1. Daya dukung beban. Tanah dasar harus mampu memikul beban yang diteruskan dari
struktur perkerasan. Daya dukung beban ini tergantung pada tingkat pemadatan, kadar
air, dan jenis tanah. Subgrade yang dapat menahan beban berat tanpa mengalami
deformasi yang berlebihan dikatakan baik.

2. Kadar air. Kadar air cenderung mempengaruhi sejumlah sifat tanah dasar termasuk
kapasitas menanggung beban dan kembang susut. Kadar air dapat dipengaruhi oleh
beberapa hal seperti drainase, elevasi muka air tanah, infiltrasi atau porositas
perkerasan (yang dapat terjadi karena perkerasan retak). Secara umum, kelebihan air
pada tanah dasar akan menimbulkan deformasi akibat beban.

3. Shrinkage dan /atau swelling. Beberapa jenis tanah akan menyusut dan mengembang
tergantung pada kadar airnya. Sebagai tambahan, tanah yang mengandung kadar
butiran halus yang tinggi sangat terpengaruh oleh frost heave. Kembang, susut dan frost
heave akan cenderung menimbulkan deformasi dan retak pada perkerasan yang dibuat
di atasnya.

Tanah dasar yang jelek sedapat mungkin dihindari, tetapi apabila tak terhindarkan, ada beberapa
metoda yang dapat dipakai untuk memperbaiki kinerjanya. Diantaranya :

· Pembongkaran dan penggantian .


Tanah dasar yang jelek secara mudah dibuang dan diganti dengan kualitas timbunan
yang baik. Meskipun konsep ini sederhana, tetapi mahal. Tabel 1 - 12 menunjukkan
dalamnya penggalian yang disarankan oleh Colorado Asphalt Pavement Association
(CAPA).

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI- Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan-Maret 2010 I-7
Modul PRJL VII. Perencanaan Geoteknik Jalan Bab I. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

Indeks Plastisitas Subgrade Kedalaman penggalian di bawah elevasi


subgrade normal
10 – 20 0,7 meter
20 – 30 1,0 meter
30 – 40 1,3 meter
40 – 50 1,7 meter
Lebih dari 50 2,0 meter
(Sumber Pavement Construction)

Tabel 1 - 12 Dalamnya penggalian yang disarankan oleh Colorado Asphalt Pavement Association (CAPA).

· Stabilisasi dengan semen atau aspal.


Penambahan aspal yang memadai (seperti kapur, semen atau aspal emulsi) dapat
meningkatkan kekakuan subgrade dan/atau mengurangi tendensi pengembangan. Tabel
1 - 13 menggambarkan rekomendasi penggunaan stabilisasi.

Material Stabilisasi Kondisi dasar tanah yang disarankan

Kapur Subgrade dimana potensi expansi digabung


dengan masalah stabilitas yang rendah
Semen Subgrade dengan PI di bawah 10
Aspal Emulsi Subgrade berpasir dan tidak mempunyai material
yang lolos 0,075 mm (# 200) yang berlebihan
(Sumber Pavement Construction)

Tabel 1 - 13 Rekomendasi penggunaan stabilisasi.

· Penambahan lapisan Base.


Untuk subgrade yang sangat jelek dapat dikompensasi dengan menggunakan tambahan
lapisan base. Lapisan ini (biasanya batu pecah-baik distabilisasi atau tidak)) untuk
menyebarkan beban pada daerah subgrade yang lebih luas.

Dapat disimpulkan bahwa karakteristik subgrade dan kinerjanya dapat mempengaruhi disain
struktur perkerasan. Karakteristik seperti daya dukung beban, kadar air dan sifat ekpansinya akan
mempengaruhi tidak hanya disain struktural tetapi juga kinerja jangka panjang dan biaya.

Pengujian kekakuan/kekuatan Tanah dasar

Material subgrade dikarakteristik dengan ketahanan terhadap deformasi di bawah beban, baik
diukur kekuatannya (pengujian material sampai pecah atau putus) atau kekakuannya (hubungan
antara tekanan dan tarikan pada daerah elastis atau bagaimana baiknya material kembali pada
bentuk semula dan ukuran setelah diberi tekanan). Secara umum, apabila subgrade lebih tahan
terhadap deformas, maka beban yang ditanggung bisa lebih besar , sebelum mencapai nilai kritis
deformasi.

Ada tiga macam cara mengkarakterisasi kekakuan subgrade/kekuatan yang bisaa digunakan :

1. California Bearing Ratio (CBR),


2. Resistance Value (R-value) dan
3. Elastic(resilient) Modulus.

Meskipun ada faktor lain termasuk bila mengevaluasi material subgrade (seperti swell/mengembang
pada kasus lempung tertentu), kekakuan/stiffnes dan CBR merupakan kerakteristik yang paling
banyak digunakan.

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI- Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan-Maret 2010 I-8
Modul PRJL VII. Perencanaan Geoteknik Jalan Bab I. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

California Bearing Ratio (CBR)

Pengujian California Bearing Ratio (CBR), merupakan pengujian kekuatan yang paling sedehana,
yaitu dengan membandingkan daya dukung suatu material dengan batu pecah yang bergradasi baik
(jadi, material batu pecah berkualitas tinggi mempunyai CBR = 100 %). Hal ini terutama
diperuntukan tetapi tidak terbatas untuk mengevaluasi kekuatan material kohesi yang mempunyai
ukuran butiran kurang dari 19 mm (0,75 inci) (AASHTO 2000). Test ini dikembangkan oleh
California Division of Highway sekitar tahun 1930 dan sudah dipakai oleh banyak negara.

Dasar pengujian CBR meliputi pemberian beban oleh piston penetrasi kecil dengan kecepatan 1,3
mm (0,05 “) per menit dan mencatat total beban penetrasi pada pembacaan 0,64 mm (0,025 inci)
sampai 7,62 mm (0,300 inci). Gambar berikut adalah sket sample CBR.

Gambar 1- 2 Pengujian Sampel CBR

Nilai diperoleh dengan memasukan pada persamaan berikut untuk mendapat angka CBR :

CBR (%) = 100 (x/y)


Dimana :
X = ketahanan material atau unit beban pada piston (tekanan) untuk 2,54 mm (0,1”)
atau 5,08 mm (0,2”) penetrasi

Y = beban unit standar (tekanan) untuk batu pecah bergradasi baik

= untuk penetrasi 2,54 mm (0,1”) = 6,9 Mpa (1000 psi)

= untuk penetrasi 5,08 mm (0,02”) = 10,3 Mpa (1500 psi)

Tabel berikut menunjukkan beberapa nilai CBR untuk berbagai jenis tanah.

Jenis Tanah secara Jenis Tanah menurut Rentang CBR


umum USC
GW 40 – 80
GP 30 – 60
GM 20 – 60
GC 20 – 40
Tanah Bergradasi SW 20 – 40
Kasar SP 10 – 40
SM 10 – 40
SC 5 – 20

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI- Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan-Maret 2010 I-9
Modul PRJL VII. Perencanaan Geoteknik Jalan Bab I. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

ML 15 atau kurang
CL LL < 50 % 15 atau kurang
Tanah Bergradasi OL 5 atau kurang
Halus MH 10 atau kurang
CH LL < 50 % 15 atau kurang
OH 5 atau kurang
(Sumber Pavement Construction)

Tabel 1-14 Rentang Nilai CBR

Standar pengujian CBR adalah :

· AASHTO T 193 : The California Bearing Ratio


· ASTM D 1883 : Bearing Ratio of Laboratori Compacted Soil

Resistance Value (R-value)/Nilai Ketahanan

Pengujian nilai resisten (R-value) adalah pengujian kekakuan material. Prosedur pengujian
menyatakan kekuatan material terhadap deformasi sebagai fungsi rasio tekanan lateral yang
diteruskan dari tekanan vertikal yang diberikan. Sebenarnya hal ini merupakan esensi dari
modifikasi triaxial compression. Material yang diuji menghasilkan nilai R.

Pengujian nilai R dikembangkan oleh F.N. Hveem dan R.M. Armary dari Divisi Jalan California dan
pertama kali dilaporkan pada tahun 1940. Pada saat itu rutting dan shoving terjadi pada jejak roda
yang harus diatasi dan nilai R dikembangkan sebagai perbaikan dari nilai pengujian CBR. Saat ini
hampir semua di Amerika menggunakan metoda ini

Prosedur pengujian untuk menentukan nilai R memerlukan persiapan sample laboratorium yang
dibuat pada kadar air dan kepadatan yang mereprentasikan kondisi yang paling jelek pada kondisi
insitu dari subgrade yang dipadatkan. Nilai R dihitung dari rasio tekanan vertikal yang diberikan
terhadap terjadinya tekanan lateral dan esensinya mengukur ketahanan material terhadap
pengaliran plastis/plastic flow. Alat pengujian yang digunakan untuk nilai R ini disebut stabilometer
(identik dengan yang digunakan pada perencanan Hveem HMA) dan secara skema seperti pada
Gambar 1-3

Gambar 1-3 R-Value Stabilometer

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI- Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan-Maret 2010 I - 10
Modul PRJL VII. Perencanaan Geoteknik Jalan Bab I. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

Nilai yang didapat dari stabilometer dimasukkan pada persamaan untuk mendapatkan nilai R :

ì ü
ï ï
ï 100 ï
R = 100 - í ý
ï æç 2 . 5 ö÷ é æç Pv ö÷ - 1ù + 1 ï
ïî è D ø êë è Ph ø ú
û ïþ

Dimana : R = nilai ketahanan

Pv = tekanan vertikal yang diberikan (160 psi)


Ph = transmisi tekanan horizontal pada Pv = 160 psi

D = pergeseran cairan stabilometer yang diperlukan untuk meningkatkan tekanan


horizontal dari 5 ke 500 psi.

Beberapa nilai R sebagai berikut :

· Batu pecah base course bergradasi baik (gradasi padat) = 80


· MH lanau = 15 –30

Standar nilai R ada pada : AASHTO T 190 dan ASTM 2844 : Resistance R-value and Expansion
Pressure of Compacted Soils

Resilient Modulus

Resilient Modulus adalah pengujian kekakuan material subgrade. Resilient Modulus sebenarnya
suatu perkiraan dari modulus elastis (E). Jika modulus elastis adalah tekanan dibagi tegangan
(contoh. Sudut kemiringan dari rentang linier elastis Gambar 1-4. ) untuk pembebanan secara
lambat, resilient modulus adalah tekanan dibagi regangan untuk pemberian beban secara cepat,

Modulus Reaksi Subgrade (k)

Modulus reaksi subgrade (k) digunakan sebagai input perencanaan perkerasan kaku. Hal ini untuk
memperkirakan daya dukung lapisan di bawah surface course perkerasan kaku. Nilai k dapat
ditentukan dengan pengujian di lapangan atau dengan korelasi dengan pengujian lainnya. Tidak
ada prosedur laboratorium langsung untuk menentukan nilai k ini.

Gambar 1 - 4 Modulus Reaksi Subgrade (k)

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI- Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan-Maret 2010 I - 11
Modul PRJL VII. Perencanaan Geoteknik Jalan Bab I. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

Reaksi tekanan untuk menahan beban, proporsional terhadap defleksi (yang merupakan
representasi dari defleksi pelat beton) dan k .

P = kD

Dimana ; P = reaksi tekanan untuk menahan defleksi pelat

k = konstanta per = modulus reaksi subgrade

D = defleksi pelat

Gambar 1 - 5 Reaksi Beban, Defleksi dan Modulus Reaksi Subgrade

Nilai k dalam Mpa/m (pon per inci defleksi atau pon per kubik inci-pci) dan nilai berkisar kira-kira
13,5 MPa/m (50 pci) untuk tanah tahanan yang lemah sampai 270 MPa/m (1000 pci) untuk yang
kuat. Biasanya modulus reaksi subgrade diperkirakan dari kekuatan/kekakuan yang lain, namun
demikian pengukuran biasanya dilakukan di lapangan menggunakan plate bearing test.

Pengujian Plate Leat/ Beban Pelat

Pengujian pelat (Gambar 1-6 dan Gambar 1-7 ) menunjukkan suatu pelat baja ditekan ke dalam
permukan tanah yang diukur dengan jek hidrolis. Hasil defleksi dibaca dari arloji micrometer didekat
ujung pelat dan modulus reaksi subgrade ditentukan dengan persamaam berikut ini :

K = P/D

Dimana : k = konstanta per = modulus reaksi subgrade

P = beban dibagi dengan luas 762 mm

D = Mengukur defleksi pelat

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI- Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan-Maret 2010 I - 12
Modul PRJL VII. Perencanaan Geoteknik Jalan Bab I. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

Gambar 1- 6 Skematik Pengujian Beban Blat

Gambar 1-7 Pengujian Plat Bearing di lapangan

1.7. PENGUJIAN INDEKS YANG DILAKUKAN UNTUK TUJUAN KLASIFIKASI DAN


TUJUAN LAINNYA

Semua pengujian harus dilakukan dengan mengikuti sepenuhnya metode uji yang standar yang
dispesifikasikan oleh ahli geoteknik yang ditunjuk.

Penyimpangan dari suatu standar harus disetujui secara tertulis oleh ahli geoteknik yang ditunjuk
dan alasan penyimpangannya dinyatakan dengan jelas.

1.7.1. Kadar Air Asli

Kadar air adalah sifat tanah yang penting. Kadar air digunakan untuk menentukan korelasi antara

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI- Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan-Maret 2010 I - 13
Modul PRJL VII. Perencanaan Geoteknik Jalan Bab I. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

perilaku tanah dan sifat-sifatnya, untuk menyatakan hubungan fase udara, air dan padat pada suatu
volume bahan serta untuk menyatakan konsistensi relatif tanah kohesif dalam bentuk Indeks
Likuiditas. ASTM D2216-92 menjelaskan suatu metode untuk menentukan kadar air tanah dan
batuan di laboratorium. Pada metode ini, kadar air adalah perbandingan antara massa air ‘pori’ atau
‘bebas’ pada suatu massa material terhadap massa material padat, yang dinyatakan sebagai
presentase.

Suhu pengeringan standar pada metoda ini adalah 110°Celcius, dan ada catatan yang perlu
diperhatikan dalam metode ini bahwa:
· beberapa material organik mungkin mengalami pembusukan akibat pengeringan dengan oven
pada temperatur pengeringan standar,
· bahan-bahan yang mengandung gypsum mungkin mengalami dehidrasi.

Dengan alasan di atas, pengeringan dengan oven bahan-bahan tersebut lebih baik dilakukan pada
suhu 60°Celcius atau mengeringkannya dalam suatu desikator pada temperatur ruangan.
Namun,seperti ditunjukan oleh metoda tersebut, jika temperatur pengeringan yang digunakan
berbeda dari temperatur pengeringan standar (110°Celcius), kadar air yang dihasilkannya bisa
berbeda apabila dibandingkan dengan kadar air standar yang ditentukan pada suhu pengeringan
standar.

Kategori air yang mengelilingi suatu pertikel diperlihatkan pada Gambar 1-8.

Gambar 1-8 Gambaran Kategori Air yang mengelilingi Partikel-partikel Lempung (Head, 1984)

Air pada kategori (1) tidak ikut diperhitungkan pada penentuan kadar air; kemungkinan air kategori
(5) adalah salah satu alasan untuk menghindari pengeringan dengan oven untuk tanah-tanah tropis.
Mengenai suhu oven yang digunakan untuk penentuan kadar air, Head (1984) menyebutkan bahwa
untuk gambut dan tanah yang mengandung bahan organik, suhu pengeringan lebih baik dilakukan
pada suhu 60°Celcius.

Pada umumnya perlu disadari bahwa pengeringan dengan oven adalah suatu perlakuan yang keras
sehingga mengakibatkan reaksi yang tidak dapat kembali untuk kebanyakan tanah; bila suatu tanah
yang lembab dikeringkan dengan oven, suatu penambahan air tidak akan menghilangkan efek
pemanasan yang tinggi terhadap sifat-sifat material tersebut.

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI- Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan-Maret 2010 I - 14
Modul PRJL VII. Perencanaan Geoteknik Jalan Bab I. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

Metode alternatif untuk menentukan kadar air gambut dan tanah organik lainnya, diberikan pada
ASTM D2974-87.

1.7.2. Pembagian Ukuran Butir

ASTM D422-63 menjelaskan prosedur untuk:


· Analisis saringan untuk tanah yang tertahan pada saringan No.10 (2.00mm)
· Analisis sedimentasi untuk tanah yang lolos saringan No.10
· Analisis saringan untuk residu yang diperoleh dengan pencucian sedimen melalui saringan
No.200 dan pengeringan material yang tertahan.

Pada analisis sedimentasi, hukum Stoke digunakan untuk menghitung diameter partikel maksimum
yang tersisa di atas kedalaman tertentu setelah periode waktu tertentu dari permulaan pengujian;
massa partikel padat yang ada ditentukan melalui pengukuran kerapatan suspensi dengan
hidrometer.

Suatu zat pengurai digunakan untuk meyakinkan bahwa partikel yang berlainan tetap terpisah pada
suspensi dan tidak menggumpal. Zat pengurai yang dispesifikasikan adalah suatu larutan sodium
heksametafosfat dengan air suling, pada konsentrasi 40 gram sodium heksametafosfat per liter
larutan. Larutan yang baru harus dipersiapkan, setidaknya satu kali setiap bulan.

Suspensi tanah harus dijaga pada suhu yang konstan selama analisis sedimentasi. Bila tidak ada
ruangan yang memiliki kontrol temperatur, maka bak air yang memiliki pengontrol suhu yang
tipenya dijelaskan pada metode tersebut, harus digunakan. Suhu dasar untuk analisis sedimentasi
adalah 20°Celcius. Variasi temperatur yang kecil tidak akan mengakibatkan perbedaan yang berarti
dipandang dari sudut praktis. Suatu prosedur untuk koreksi variasi temperatur diberikan pada
metode ini.

1.7.3. Berat Jenis

ASTM D854-92 mencakup penentuan berat jenis tanah yang lolos saringan No.4 (4.75mm) dengan
menggunakan labu gelas. Suatu metode tes untuk penentuan berat jenis dan penyerapan agregat
kasar (material yang tertahan pada saringan 4.75mm) dijelaskan pada ASTM C127.

Pada ASTM D854-92, dua prosedur dispesifikasikan untuk melakukan pengujian berat jenis. Pada
metode A, pengujian dilakukan pada benda uji yang dikeringkan dengan oven (benda uji
dikeringkan sampai mencapai massa yang konstan pada oven dengan suhu 110± 5ºC dan
didinginkan pada desikator). Pada metode B, pengujian dilakukan pada benda uji yang lembab.

Pada metode B, benda uji diuraikan dengan air suling sebelum dimasukkan kedalam labu gelas
menggunakan peralatan pengurai yang dispesifikasikan pada ASTM D422-63, untuk penguraian
benda uji tanah dalam larutan sodium heksametafosfat sebelum dilakukan analisis sedimentasi.

Untuk spesimen tanah organik dan tanah berbutir halus yang sangat plastis, dinyatakan bahwa
metode B’ adalah metode yang lebih disukai’. Jika berat jenis akan digunakan pada perhitungan
analisis sedimentasi ASTM D422-63, pengujian berat jenis dilakukan pada porsi contoh yang lolos
saringan No.10 (2.00mm).
Prosedur eksperimental untuk menentukan berat jenis bagian padat dari gambut diterangkan oleh
Akroyd (1957). Prosedurnya meliputi contoh gambut yang telah dihancurkan dan dimasukkan
kedalam labu atau botol, ditutupi dengan kerosin yang telah disaring sehingga tidak mengandung
udara, dan diberi vakum yang besar sampai gelembung udaranya berhenti keluar dari contoh.
Wadah kemudian diisi dengan kerosin dan dibiarkan sampai mencapai suatu suhu yang konstan.
Berat jenis (Gs) dihitung dari persamaan:

berat tanah kering


Gs = X berat jenis kerosin
berat kerosin yg terganti

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI- Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan-Maret 2010 I - 15
Modul PRJL VII. Perencanaan Geoteknik Jalan Bab I. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

Berat jenis tanah gambut juga bisa diperkirakan dari hubungan empiris antara berat jenis dan kadar
organik. Berat jenis gambut murni berkisar antara 1.4-1.5 dan mineral tanah yang paling sering
ditemui memiliki berat jenis sekitar 2.7. Menurut Hobbs seperti dilaporkan oleh Lechowicz dkk,
untuk keperluan praktis, berat jenis gambut G bisa diestimasi dari hubungan :

3.8
Gs =
((0.013) X kadar organik (%))+1.4

Gambar 1. 9 Berat Jenis dan Kadar Organik (Lechowicz dkk, 1996)

1.7.4. Kepadatan Curah

Bab 7 BS 1377: part 2:1990 menerangkan tiga metode penentuan kepadatan tanah.

Metode pertama berlaku untuk tanah-tanah yang bisa dibentuk menjadi bentuk geometrik yang
reguler, yang volumenya bisa dihitung dari pengukuran linear.

Metode kedua, volume benda uji ditentukan dengan menimbangnya dalam keadaan terendam air.
Metode ketiga, volume benda uji ditentukan dengan pemindahan air.

Dalam keadaan standar, kepadatan dinyatakan dalam bentuk kepadatan massa. Kepadatan total
tanah, ρ, adalah massa per satuan volume tanah, termasuk kandungan air; kepadatan kering, ρd ,
adalah masa kering tanah yang terdapat pada satuan volume. Keduanya dinyatakan dalam Mg/m³
yang secara numerik sama dengan g/cm³ dan dihubungkan oleh persamaan:

100ρ
ρd=
100+w

w adalah kadar air (persen)

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI- Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan-Maret 2010 I - 16
Modul PRJL VII. Perencanaan Geoteknik Jalan Bab I. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

Berat isi dinyatakan dengan g , digunakan waktu menghitung gaya yang ditimbulkan oleh suatu
massa tanah dan diperoleh dari kepadatan massa dengan persamaan :

g = rg
dengan :

g adalah percepatan akibat gravitasi (m/detik²)

Nilai g (dalam kN/m³) secara numeric berhubungan dengan ρ (dalam Mg/m³) melalui
persamaan:

g = 9.807 r

Prosedur yang diterangkan di ASTM D4531-86 untuk penentuan kepadatan gambut dijelaskan di
bagian lain.

1.7.5. Batas-batas Konsistensi (Atterberg)

Berdasarkan kadar airnya, konsistensi atau fase campuran tanah-air dinyatakan sebagai cair,
plastis, semi-padat atau padat . Transisi dari satu keadaan ke lainnya sifatnya bertahan dan batas
antara fase telah ditentukan sebagai: batas cair (LL) adalah kadar air batas antara keadaan cair
dan plastis dan batas plastis (PL) adalah kadar air batas antara keadaan plastis dan semi-padat;
batas susut (SL) adalah kadar air di bawah PL dimana penyusutan tanah sudah berhenti dengan
pengeringan lebih lanjut. Indeks plastisitas (PI) adalah perbedaan angka sebagai LL dan PL.

(Sumber Paduan Geoteknik Timbunan Jalan pada Tanah Lunak)

Gambar 1-10 Fase Tanah dan Batas-batas Atterberg (Head 1984)

Di laboratorium, pengujian LL dan PL dilakukan pada bagian tanah yang lolos saringan No.40. LL
dan PL beberapa jenis tanah berbutir halus sensitive terhadap cairan pori dan perlakuan
sebelumnya (misalnya dikeringkan dengan udara, dikeringkan dengan oven atau kadar air alami)
sebelum melakukan pengujian. Tanah-tanah yang sensitive terhadap pengeringan dengan oven
biasanya mengandung salah satu dari berikut ini:

· Bahan organik
· Kandungan monmorilonit tinggi,
· Haloysit terhidrasi,
· Oksida hidrat

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI- Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan-Maret 2010 I - 17
Modul PRJL VII. Perencanaan Geoteknik Jalan Bab I. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

Tanah organik dan tanah tropis harus selalu diuji pada kondisi asli untuk penentuan LL dan PL;
tidak boleh dikeringkan dengan oven, kecuali jika pengaruh pengeringan dengan oven pada LL
perlu diketahui untuk membedakan antara lanau/lempung organik dan lanau/lempung inorganik
untuk tujuan klasifikasi (ASTM D2487-93).

Uji Batas Cair

Metode ASTM untuk pengujian LL dan PL tanah, yang dijelaskan pada ASTM D4318-93,
menggunakan alat Casagrande untuk menentukan LL. Uji konus jatuh (falling cone test) adalah
metode yang disarankan di banyak Negara, tetapi belum digunakan untuk pengujian rutin di
Indonesia.

ASTM D4318-93 memberikan dua prosedur untuk mempersiapkan benda uji, prosedur persiapan
basah dan prosedur persiapan kering. Pada prosedur persiapan basah, contoh yang lolos
saringan No.40 dan contoh yang mengandung material tertahan pada saringan No.40,
diperlakukan secara terpisah. Pada prosedur persiapan kering, contoh dikeringkan pada suhu
ruangan atau pada oven yang suhunya tidak melewati 60°C sampai gumpalan-gumpalan tanah
dapat dengan mudah untuk dihancurkan.

LL ditentukan dengan menggunakan metode banyak titik (Metode A) atau metode satu titik
(Metode B).

Untuk menentukan LL banyak titik, tiga atau lebih percobaan terhadap satu seri kadar air
dilakukan dan hubungan antara kadar air dan jumlah ketukan mangkok dibuat dengan
menggunakan metode grafis atau perhitungan. Jika menggunakan metoda perhitungan, maka
titik-titik data yang abnormal harus diabaikan; dalam metoda satu titik digunakan data dari dua
percobaan pada satu kadar air dan LL didapat dengan mengalikan satu faktor koreksi.

ASTM D4318-93 menganjurkan penggunaan metode banyak titik bila operator tidak mempunyai
pengalaman dan / atau dibutuhkan presisi yang lebih tinggi; sangat disarankan menggunakan
metode banyak titik untuk jenis tanah organik dan untuk jenis tanah dari lingkungan sekitar marin.

Alat LL harus diinspeksi secara rutin untuk men-cek apakah alat tersebut memenuhi batasan
yang berlaku terhadap aus dan untuk menyetel kembali tinggi jatuh mangkuk; ceklis diberikan
pada bagian 9.0 dari standar tersebut. Air suling atau air yang di-deionisasi harus digunakan pada
waktu menyiapkan benda uji, untuk mengurangi kemungkinan pertukaran ion yang mungkin
mempengaruhi hasil pengujian.

Pada instruksi yang diberikan kepada manager laboratorium oleh Ahli Geoteknik yang ditunjuk,
harus secara jelas menyatakan prosedur persiapan benda uji yang harus diikuti dan metode
pengujian yang akan digunakan.

Uji Batas Plastis

Uji PL dilakukan pada 20 gram contoh tanah yang dipilih dari material yang dipersiapkan untuk
pengujian LL. Kadar air contoh dikurangi sampai mencapai suatu konsistensi dimana contoh
tersebut bisa digeleng tanpa lengket pada tangan. Benda uji seberat 1,5 sampai 2,0 gram, dipilih
dari 20 gram massa dan dibentuk menjadi suatu massa berbentuk bulat telur (elips). Massa ini
digeleng menjadi gelengan yang memiliki diameter yang sama pada keseluruhan panjangnya dan
penggelengan diteruskan hingga diameter gelengan mencapai 3.2mm, yang memakan waktu
kurang dari 2 menit. PL dicapai selama percobaan yang berulang-ulang sampai contoh lama
kelamaan mengering ; PL adalah kadar air dimana tanah mulai remuk jika digeleng menjadi 3,2
mm. Bagian dari gelengan yang hancur disimpan dalam kontainer yang telah ditimbang, yang
kemudian segera ditutup. Benda uji berikutnya diambil dari 20 gram massa dan proses tersebut
diulangi hingga sedikitnya didapat 6 gram tanah yang terdapat dalam kontainer. Serangkaian uji
kedua dilakukan seperti dijelaskan diatas pada 20 gram contoh yang lain untuk kontainer kedua.
Kadar air yang didapati pada kontainer kemudian ditentukan dan bila perbedaan diantara kedua
kadar air berada dalam rentang yang dapat diterima untuk kedua hasil tersebut, PL diambil
sebagai rata-rata kedua kadar air tersebut.

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI- Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan-Maret 2010 I - 18
Modul PRJL VII. Perencanaan Geoteknik Jalan Bab I. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

PL kurang sensitive dibandingkan LL terhadap perlakuan fisik dan kimiawi dari contoh tanah.
Beberapa perlakuan yang mengurangi LL secara tajam (contohnya pengeringan lempung organik
atau perbaikan dengan kapur) mungkin menyebabkan sedikit pertambahan PL pada beberapa
jenis tanah. Kegunaan praktis PL bersama dengan LL adalah, memberi batas rentang kadar air
dimana tanah berprilaku sebagai material plastis.

Seperti diperlihatkan pada tabel 1-15, kandungan bahan organik, dinyatakan pada tabel dalam
kadar karbon, memiliki pengaruh yang besar pada LL dan PL; juga diperlihatkan pada tabel adalah
pengaruh kenaikan kadar berukuran lempung dan kadar monmorilonit pada parameter ini.

Kadar Karbon % Kadar ukuran Kadar


lempung <0,002 Monmorilonit, %
mm, %
Rentang yang 0-5,5 8-68 0-90
diuji
Batas cair (LL) 36-63 28-69 39-50
Batas Plastis (PL) 19-40 23-29 24-27
Kenaikan LL per 4,9 0,7 0,12
1% tambahan
Kenaikan PL per 3,8 0,1 0,03
1% tambahan
(Sumber Paduan Geoteknik Timbunan Jalan pada Tanah Lunak)

Tabel 1- 15 Pengaruh Karbon organik,Kadar Ukuran lempung dan monmorilonit terhadap Batas Atterberg

Uji Batas Susut

Metode ASTM untuk menentukan batas susut (SL) tanah dijelaskan pada ASTM D4943-89
(Standard Test Method for Srinkage Faktors of Soil by the Mercury Method). ‘Metode lilin’ (wax
method) sebagai alternatif ‘ dari metode merkuri’ (mercury method) yang perlu dikuatirkan karena
merkuri merupakan suatu zat yang berbahaya.

Pada kedua metode, uji hanya dilakukan pada bagian tanah yang lolos saringan No.40. Hasil
pengujian dari ASTM D247-93 digunakan untuk menghitung batas susut dan rasio susut. Dalam
ASTM D4943-89, sifat-sifat yang dihitung dari hasil pengujian adalah batas susut, rasio susut,
susut volumetrik dan susut linear.

Kehati-hatian yang harus dilakukan pada waktu penyimpanan, penanganan dan pembuangan
merkuri mendapat penekanan khusus pada ASTM D427-93.

1.7.6. Indekss Likuiditas

Indekss likuiditas (LI) didefinisikan sebagai:

w - PL
LI =
LL-PL
Dengan :

w adalah kadar air asli

LI, yang mengindikasikan kedekatan suatu tanah asli terhadap LL (LI mendekati 1 bersamaan
dengan w mendekati LL), merupakan suatu karakteristik yang menunjukkan kondisi tanah. Head
(1984) berkomentar bahwa sementara LL dan PL mengindikasikan jenis lempung dari tanah
kohesif, kondisi lempung yang tergantung pada kadar air yang ada hubungannya dengan batas-
batas tersebut, dinyatakan dengan LI dimana sifat-sifat teknis yang menentukan kuat geser dan
kompresibilitas sangat bergantung pada hubungan ini.

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI- Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan-Maret 2010 I - 19
Modul PRJL VII. Perencanaan Geoteknik Jalan Bab I. Deskripsi dan Klasifikasi Tanah

1.7.7. Tingkat Keaktifan

Tingkat keaktifan (A) tanah didefinisikan oleh hubungan:

PI
A=
C
dengan:

C adalah kadar lempung (% lebih halus dari 0.002mm)

Konsep tingkat keaktifan dikembangkan oleh Skempton (1953) yang menunjukkan bahwa untuk
suatu jenis lempung tertentu, PI bergantung pada presentase partikel yang lebih halus dari 0.002
mm ( C ) dan bahwa angka PI/C adalah konstan; angka yang berbeda diperoleh untuk jenis
lempung yang berbeda tetapi angkanya bisa dianggap konstan untuk masing-masing jenis
lempung. Tingkat keaktifan relatif tanah bisa diklasifikasikan sebagai berikut:

Tingkat Keaktifan Klasifikasi

<0,75 Lempung tidak aktif


0,75-1,25 Lempung Normal
1,25-2,00 Lempung Aktif
>2,00 Lempung Sangat Aktif

Nilai-nilai aktivitas untuk lempung berkisar dari sekitar 0,4 untuk kaolinit sampai 5 untuk
monmorilonit.

Aktivitas suatu lempung bisa digunakan untuk mengevaluasi potensi pengembangan; suatu grafik
yang dikembangkan oleh Seed dkk., (seperti yang dilaporkan oleh Krebs dan Walker, 1971) Pada
grafik tersebut, potensi pengembangan didefinisikan sebagai persen mengembang akibat
perendaman untuk suatu benda uji yang tertahan secara lateral di bawah suatu beban 1 psi (6,9
kPa) setelah dipadatkan oleh pemadatan AASHTO standar pada kadar air optimum. Jika
menggunakan grafik, pembilang “C”, seperti telah dijelaskan pada definisi A, diganti dengan “C-5”.

Gambar 1-11 Grafik Klasifikasi untuk Potensi Mengembang (Krebs dan Walker, 1971).

Badan Sertifikasi Asosiasi Pusat HPJI- Modul Pembekalan/ Pengujian Ahli Perencana Jalan-Maret 2010 I - 20

Anda mungkin juga menyukai