Anda di halaman 1dari 10

MORFOLOGI DAN KLASIFIKASI TANAH

MORFOLOGI TANAH
Morfologi tanah adalah ilmu yang mengamati sifat tanah dalam berbagai lapisan tanah dan
susunannya di dalam lapisan tersebut. Morfologi tanah berbeda dengan klasifikasi tanah dalam
teori pedogenesis (teori tentang pembentukan tanah) karena pembentukan tanah bersifat dinamis dan tidak
tetap sehingga berubah seiring waktu. Selain itu morfologi tanah memiliki peran untuk mengetahui tingkat
perkembangan tanah, dasar melakukan klasifikasi tanah serta sebagai acuan untuk mengetahui kemampuan
lahan.
Adapun parameter yang digunakan untuk mengetahui morfologi tanah ada 6 [enam], yaitu: warna,
tekstur, struktur, konsistensi, pH dan bentukan istimewa.
a) Warna Tanah
Warna tanah adalah sifat tanah yang paling jelas dan mudah ditentukan. Walaupun warna
mempunyai pengaruh yang kecil terhadap kegunaan tanah, tetapi kadang-kadang dapat dijadikan
petunjuk adanya sifat-sifat khusus dari tanah tersebut dan menunjukan jenis serta kadar bahan organik.
Warna tanah ditentukan dengan cara membandingkan dengan warna baku yang terdapat 
pada “Munsell Soil Color Chart” 1. Penentuan ini meliputi penetapan warna dasar tanah (matriks), warna
bidang struktur dan selaput liat, warna karatan dan konkresi, warna plintit dan warna humus.
Warna tanah dinyatakan dalam tiga satuan, yaitu:
1. Kilap (hue): menunjukkan warna spectrum yang paling sesuai dengan panjang gelombangnya.
2. Nilai (value): menunjukkan gelap terangnya warna sesuai dengan banyaknya sinar yang dipantulkan
3. Kroma (chroma): menunjukkan kemurnian atau kekuatan warna spektrum. Kroma kadang-kadang
disebut kejenuhan, yaitu kemurnian spectrum dari spectrum warna.
Kegunaan warna tanah:
1. Menunjukkan jenis dan kadar bahan organik di dalam tanah tersebut, semakin banyak bahan
organiknya, maka semakin hitam warna tanahnya.
2. Menunjukkan kadar air di dalam tanah tersebut, semakin gelap warnanya maka tanah tersebut
memiliki kandungan air yang banyak.
3. Menunjukkan perkembangan tanah, semakin gelap warna tanahnya maka menunjukkan tanah
tersebut telah mengalami perkembangan, begitu pula sebaliknya, semakin cerah warna tanahnya
berarti tanah tersebut belum mengalami perkembangan yang signifikan.
4. Menunjukkan kadar kandungan mineralnya.
5. Menunjukkan drainase tanah.

1
 Sebuah ruang warna yang membagi warna berdasarkan pada tiga dimensi warna: nama warna, nilai (pencahayaan), dan
intensitas. Sistem ini dibuat oleh Profesor Albert H. Munsell pada dekade pertama abad ke-20 dan diadopsi
oleh USDA sebagai sistem warna resmi untuk penelitian tanah pada 1930an.
1|Page
b) Tekstur Tanah
Tekstur tanah adalah keadaan tingkat kehalusan tanah yang terjadi karena terdapatnya perbedaan
komposisi kandungan fraksi pasir, debu dan liat yang terkandung pada tanah. Pengujian dan penerapan
tekstur tanah diterapkan di lapangan maupun di laboratorium. Kualitas tekstur tanah yang didapatkan bisa
digunakan untuk berbagai penerapan, misal komoditas pertanian yang cocok untuk ditanam hingga
kondisi dan perubahan lingkungan.
Dari ketiga jenis fraksi tersebut partikel pasir mempunyai ukuran diameter paling besar yaitu 2 –
0.05 mm, debu dengan ukuran 0.05 – 0.002 mm dan liat dengan ukuran < 0.002 mm (penggolongan
berdasarkan USDA). Keadaan tekstur tanah sangat berpengaruh terhadap keadaan sifat-sifat tanah yang
lain seperti struktur tanah, permeabilitas tanah, porositas dan lain-lain.
Butir-butir yang paling kecil adalah butir liat, diikuti oleh butir debu (silt), pasir dan kerikil. Selain
itu, ada juga tanah yang terdiri dari batu-batu. Tekstur tanah dikatakan baik apabila komposisi antara
pasir, debu dan liatnya hampir seimbang. Tanah seperti ini disebut tanah lempung. Semakin halus butir-
butir tanah (semakin banyak butir liatnya), maka semakin kuat tanah tersebut memegang air dan unsur
hara. Tanah yang kandungan liatnya terlalu tinggi akan sulit diolah, apalagi bila tanah tersebut basah maka
akan menjadi lengket. Tanah jenis ini akan sulit melewatkan air sehingga bila tanahnya datar akan
cenderung tergenang dan pada tanah berlereng erosinya akan tinggi. Tanah dengan butir-butir yang
terlalu kasar (pasir) tidak dapat menahan air dan unsur hara. Dengan demikian tanaman yang tumbuh
pada tanah jenis ini mudah mengalami kekeringan dan kekurangan hara.
Pembagian Ukuran Fraksi-Fraksi Tanah ( Tekstur) Menurut Sistem Departemen Pertanian Amerika
Serikat (USDA) Tahun 1938:

Partikel Diameter fraksi (mm)

Pasir sangat kasar (Very coarse sand) 2,00 – 1,00

Pasir kasar (Coarse sand) 1,00 – 0,50

Pasir sedang (medium sand) 0,50 – 0,25

Pasir halus (fine sand) 0,25 – 0,10

Pasir sangat halus (very fine sand) 0,10 – 0,05

Debu (silt) 0,05 – 0,002

Liat (Clay) Kurang dari 0,002

Klasifikasi tekstur tanah:


1. Pasir (sand) 7. Debu (silt)
2. Pasir berlempung (loamy sand) 8. Lempung liat berpasir (sandy clay loam)
3. Lempung berpasir (sandy loam) 9. Lempung liat berdebu (silty clay loam)
4. Lempung (loam) 10 Liat berdebu (silty clay)
.

2|Page
5. Lempung berdebu (silt loam) 11 Liat berpasir (sandy clay)
.
6. Lempung berliat (clay loam) 12 Liat (clay)
.

c) Struktur Tanah
Struktur tanah adalah susunan ikatan antar partikel tanah secara alami menjadi berbagai
kelompok partikel yang satu sama lain berbeda dalam ukuran dan bentuknya dan dibatasi oleh bidang-
bidang. Struktur tanah terbentuk karena penggabungan butir-butir primer tanah oleh pengikat koloid
tanah menjadi agregat primer. Sekelompok tanah terdiri dari gumpalan-gumpalan kecil beraneka bentuk
yang disebut agregat sekunder tanah. Bagian-bagian ini terbentuk dari penggabungan butir-butir lebih
kecil yang disebut agregat primer.
Agregat primer tersusun dari butir-butir mineral atau pecahan batuan berbagai bentuk dan ukuran
yang diselaputi oleh senyawa-senyawa hasil pelapukan. Senyawa hasil pelapukan mineral dan pecahan
batuan terdiri dari koloid tanah, senyawa kapur, senyawa besi dan almunium yang bertindak sebagai
perekat yang menggabungkan agregat-agregat primer. Penggabungan agregat primer menjadi bentukan
yang masing-masing bentukan tersebut dibatasi oleh bidang-bidang permukaan tertentu. Agregat primer
sering disebut struktur mikro, sedangkan agregat sekunder yang merupakan struktur lapisan olah disebut
struktur makro.
Struktur tanah yang baik adalah mengandung udara dan air dalam jumlah cukup dan seimbang
serta mantap. Struktur seperti ini hanya terdapat pada ruang pori-pori besar dengan perbandingan yang
sama antara pori-pori makro dan mikro serta tahan terhadap kekuatan tetesan air hujan. Selain itu
struktur yang baik mempunyai perbandingan antara padatan, air dan udara yang sama.
Struktur tanah dibedakan menjadi:
1) Struktur Lempeng (platy)
2) Struktur Primatic (prismatic)
3) Struktur Tiang (columnar)
4) Struktur Gumpal Bersudut (angula blocky)
5) Struktur Gumbal Membulat (subangular blocky)
6) Struktur Granular
7) Struktur Remah (cumb)
8) Struktur pejal (massive)

d) Konsistensi Tanah
Konsistensi tanah adalah derajat kohesi dan adhesi antarpartikel dan ketahanan (resistensi) massa
tanah terhadap berbagai tekanan yang dapat mempengaruhi bentuk tanah. Tanah yang memiliki
konsistensi yang baik umumnya mudah diolah dan tidak melekat pada alat pengolah tanah. Oleh karena

3|Page
tanah dapat ditemukan dalam keadaan lembab, basah atau kering maka penyifatan konsistensi tanah
harus disesuaikan dengan keadaan tanah tersebut.
1. Penyifatan Konsistensi Tanah Lembab
 Tanah lembab dibagi menjadi dua, yaitu gembur (mudah diolah) dan teguh (agak sulit dicangkul);
 Cara penyifatannya dengan cara diremas, dengan ciri-ciri: bila mudah hancur dikatakan konsistensi
gembur, bila sukar hancur dikatakan konsistensi teguh.
2. Penyifatan Konsistensi Tanah Basah
 Tanah basah dibagi dibedakan berdasarkan plastisitasnya (perubahan bentuk) dan kelekatannya,
yakni dari plastis sampai tidak pastis dan lekat sampai tidak lekat.
 Cara penyifatannya: ditentukan mudah tidaknya melekat pada jari (melekat atau tidak melekat)
atau mudah tidaknya membentuk bulatan dan kemampuannya mempertahankan bentuk tersebut
(plastis atau tidak plastis).
3. Penyifaan Konsistensi Tanah Kering
 Tanah kering dibagi menjadi dua, yakni konsistensi lunak sampai keras
 Cara penyifatannya dengan diremas, dengan ciri-ciri: bila mudah hancur dikatakan konsistensi
lunak, bila sukar hancur dikatakan konsistensi keras.
Konsistensi merupakan bagian dari rheologi. Rheologi adalah ilmu yang mempelajari perubahan–
perubahan bentuk (deformasi) dan aliran (flow) suatu benda (Baver, 1959). Sifat–sifat rheologi tanah
dipelajari dengan menentukan angka–angka Atterbarg yaitu angka–angka kadar air tanah pada beberapa
macam keadaan. Angka–angka ini penting dalam menentukan tindakan pengolahan tanah, karena
pengolahan tanah akan sulit dilakukan kalau tanah terlalu kering ataupun terlalu basah. Sifat–sifat tanah
yang berhubungan dengan angka Atterberg tersebut adalah:
1. Batas Cair (Batas Mengalir/Liquid Limit): jumlah air terbanyak yang dapat ditahan tanah.
2. Batas Lekat (Batas Melekat): kadar air di mana tanah mulai tidak dapat melekat pada benda lain. Bila
kadar air lebih rendah dari batas melekat, maka tanah tidak dapat melekat, tetapi bila kadar air lebih
tinggi dari batas melekat, maka tanah akan mudah melekat pada benda lain.
3. Batas Gulung (Batas Menggolek): kadar air dimana gulungan tanah mulai tidak dapat digolek–
golekkan lagi. Kalau digolek–golekkan tanah akan pecah–pecah ke segala jurusan.
4. Batas Berubah Warna (Batas Kerut): kadar kelembaban tanah pada batas antara konsistensi
sentengah padat dan padat. Batas Berubah Warna adalah pucak kohesi di mana pada batas ini tanah
mulai mongering, udara mulai mengisi pori-pori yang semula terisi air dan mendadak terjadi
perubahan warna ke warna yang kebih muda dan tanah tidak dapat mengerut lebih jauh lagi.
5. Indek Plastisitas (Plasticity Index): indek yang menunjukkan perbedaan kadar air pada batas mengalir
dengan batas menggolek. Tanah–tanah liat umumnya mempunyai indeks plastisitas yang tinggi sedang
tanah–tanah pasir mempunyai indeks plastisitas yang rendah.
6. Jangka Olah: indek yang menunjukkan besarnya perbedaan kandungan air pada batas menggolek
dengan melekat. Tanah dengan jangka olah yang rendah merupakan tanah yang lebih sukar diolah

4|Page
daripada tanah yang memilki jangka olah yang tinggi. Bila jangka olahnya sama, tanah lebih sukar
diolah bila indeks plastisitasnya rendah.

e) pH Tanah (Keasamaan Tanah)


pH (potential of Hydrogen) tanah adalah derajat keasamaan tanah. Atau tingkat keasamaan suatu
benda yang diukur dengan skala pH antara 0 hingga 14. Suatu benda dikatakan asam jika angka skala pH
kurang dari 7 dan dikatakan basa jika skala lebih dari tujuh, jika skala pHnya hanya 7, maka tanah tersebut
dikatakan netral yang sangat bagus untuk bercocok tanam.
Ada beberapa alasan nilai pH tanah sangat penting, yakni:
1. Menentukan rendah tidaknya ion unsur-unsur hara diserap oleh tanaman, umumnya unsur hara
mudah diserah pada tanah dengan skala pH netral atau asam antara 5 – 6.
2. Menentukan keberadaan unsur-unsur yang bersifat racun bagi tanaman. Pada tanah asam banyak
ditemukan mineral alumunium yang bersifat racun dan mengikat phosphor sehingga tidak bisa diserap
tanaman.
3. Mempengaruhi perkembangan mikroorganisme di dalam tanah. Pada pH 5-5,7 bakteri dan jamur
pengurai bahan organik dapat berkembang dengan baik.
Kegunaan menentukan pH tanah, antara lain:
1. Mengetahui tingkat perkembangan tanah;
Tingkat perkembangan tanah dibagi menjadi lima, yaitu:
 Tingkat Awal (Initial Stage). Pada fase ini tanah belum terbentuk dan masih berupa bahan induk
belum terlapukkan.
 Tingkat Muda (Juvenile Stage). Pada fase ini batuan induk sudah mulai terlapukan namun sebagian
besar partikel batuan sisa pelapukan masih utuh dan dapat terlihat dengan jelas.
 Tingkat Remaja (Virile Stage). Pada fase ini mineral tanah yang berasal dari batuan induk sudah
terlapukkan lebih halus. Dekomposisi menghasilkan banyak fraksi liat.
 Tingkat Tengah Tua (Senile Stage). Pada fase ini dekomposisi sudah memasuki tahap akhir dan
hanya beberapa mineral pelikan saja yang masih resisten.
 Tingkat Tua (Final Stage). Fase ini merupakan bagian akhir dari perkembangan suatu tanah
dicirikan dengan butir tanah yang halus dan membentuk jenis tanah tertentu sesuai dengan
kondisi fisiografisnya.
2. Menentukan kesuburan tanah
3. Menentukan kadar kimia tanah, apakah berbahaya bagi tanaman atau tidak
4. Menentukan jenis tanaman yang sesuai untuk suatu lahan pertanaian

f) Bentukan Istimewa
Bentukan istimewa dapat digunakan sebagai acuan untuk mengetahui karakteristik tanah secara
cepat karena itu sangat berpengaruh dalam rencana pengunaan tanah, terutama menunjukkan kualitas

5|Page
tanah yang tidak langsung dapat diamati di lapangan. Bentukan istimewa meliputi: zona perakaran,
batuan padas, kandungan bahan organik di dalam tanah, konkresi (pembentukan), krotovinas (lubang
dalam tanah) dan efflorescences (proses pelepasan air).

KLASIFIKASI TANAH
Klasifikasi tanah adalah usaha mengelempokkan tanah berdasarkan sifat-sifat tertentu yang
dimilikinya. Klasifikasi tanah adalah upaya pemanfaatan tanah lebih maksimal yang dilakukan berdasarkan 5
(lima) hal pokok, yaitu:
 Sifat, perilaku dan kemampuan suatu jenis tanah
 Hubungan antara jenis tanah dengan lingkungan
 Hubungan antara jenis tanah yang satu dengan yang lainnya
 Dasar-dasar pembentukan jenis tanah
 Sifat, potensi dan kondisi tanah di masa yang akan datang.
a) Klasifikasi Tanah Menurut FAO (Food and Agriculture Organization)
Sistem klasifikasi ini diperkenalkan pada tahun 1974 dalam rangka membuat peta tanah dunia
dengan skala 1:5.000.000. Peta tanah ini terdiri dari 12 peta tanah. Sistem klasifikasi menurut FAO
dibedakan berdasarkan atas genesis, morfologi dan persebaran berbagai sumber daya alam.
Beberapa nama dan sifat tanah menurut sistem FAO/UNESCO sebagai berikut :
1. Fluvisol: Tanah-tanah berasal dari endapan baru, hanya mempunyai horison penciri ochrik, umbrik,
histik atau sulfurik, bahan organik menurun tidak teratur dengan kedalaman, berlapis-lapis.
2. Gleysol: Tanah dengan sifat-sifat hidromorfik (dipengaruhi air sehingga berwarna  kelabu, gley dan
lain-lain), hanya mempunyai epipedon ochrik, histik,  horison kambik, kalsik atau gipsik.
3. Regosol: Tanah yang hanya mempunyai epipedon ochrik. Tidak termasuk bahan endapan baru, tidak
menunjukkan sifat-sifat hidromorfik, tidak bersifat mengembang dan mengkerut, tidak didominasi
bahan amorf. Bila bertekstur pasir, tidak memenuhi syarat untuk Arenosol.
4. Lithosol: Tanah yang tebalnya hanya 10 cm atau kurang, di bawahnya terdapat lapisan batuan yang
padu.
5. Arenosol: Tanah dengan tekstur kasar (pasir), terdiri dari bahan albik yang terdapat pada kedalaman
50 cm atau lebih, mempunyai sifat-sifat sebagai horison argilik, kambik atau oksik, tetapi tidak
memenuhi syarat karena tekstur yang kasar tersebut. Tidak mempunyai horison penciri lain kecuali
epipedon ochrik. Tidak terdapat sifat hidromorfik, tidak berkadar garam tinggi.
6. Rendzina: Tanah dengan epipedon mollik yang terdapat langsung di atas batuan kapur.
7. Ranker: Tanah dengan epipedon umbrik yang tebalnya kurang dari 25 cm. Tidak ada horison penciri
lain.
8. Andosol: Tanah dengan epipedon mollik atau umbrik atau ochrik dan horison kambik, serta
mempunyai bulk density kurang dari 0,85 g/cc dan didominasi bahan amorf, atau lebih dari 60 %
terdiri dari bahan vulkanik vitrik, cinder, atau pyroklastik vitrik yang lain.

6|Page
9. Vertisol: Tanah dengan kandungan liat 30 % atau lebih, mempunyai sifat mengembang dan
mengkerut. Kalau kering tanah menjadi keras, dan retak-retak karena mengkerut, kalau basah
mengembang dan lengket.
10. Solonet: Tanah dengan horison natrik. Tidak mempunyai horison albik dengan sifat-sifat hidromorfik
dan tidak terdapat perubahan tekstur yang tiba – tiba.
11. Yermosol: Tanah yang terdapat di daerah beriklim arid (sangat kering), mempunyai epipedon ochrik
yang sangat lemah, dan horison kambik, argilik, kalsik atau gipsik.
12. Xerolsol: Seperti Yermosol tetapi epipedon ochrik sedikit lebih berkembang.
13. Kastanozem: Tanah dengan epipedon mollik berwarna coklat (kroma > 2), tebal 15 cm  atau lebih,
horison kalsik atau gipsik atau horison yang banyak mengandung bahan kapur halus.
14. Chernozem: Tanah dengan epipedon mollik berwarna hitam (kroma < 2) yang tebalnya 15 cm atau
lebih. Sifat-sifat lain seperti Kastanozem.
15. Phaeozem: Tanah dengan epipedon mollik, tidak mempunyai horison kalsik, gipsik, tidak mempunyai
horison yang banyak mengandung kapur halus.
16. Greyzem: Tanah dengan epipedon mollik yang berwarna hitam (kroma < 2), tebal 15 cm atau lebih,
terdapat selaput (bleached coating) pada permukaan struktur tanah.
17. Cambisol: Tanah dengan horison kambik dan epipedon ochrik atau umbrik, horison kalsik atau gipsik.
Horison kambik mungkin tidak ada bila mempunyai epipedon umbrik yang tebalnya lebih dari 25 cm.
18. Luvisol: Tanah dengan horison argillik dan mempunyai KB 50 % atau lebih. Tidak mempunyai epipedon
mollik.
19. Podzoluvisol: Tanah dengan horison argillik, dan batas horison eluviasi dengan Horison di bawahnya
terputus-putus (terdapat lidah-lidah horison eluviasi = tonguing).
20. Podsol: Tanah dengan horison spodik. Biasanya dengan horison albik.
21. Planosol: Tanah dengan horison albik di atas horison yang mempunyai permeabilitas lambat misalnya
horison argillik atau natrik dengan perubahan tekstur yang tiba-tiba, lapisan liat berat, atau fragipan.
Menunjukkan sifat hidromorfik paling sedikit pada sebagian horison albik.
22. Acrisol: Tanah dengan horison argillik dan mempunyai KB kurang dari 50 %. Tidak terdapat epipedon
mollik.
23. Nitosol: Tanah dengan horison argillik, dan kandungan liat tidak menurun lebih dari 20 % pada
horison-horison di daerah horison penimbunan liat maksimum. Tidak terdapat epipedon mollik.
24. Ferrasol: Tanah dengan horison oksik, KTK (NH4Cl) lebih 1,5 me/100 g liat. Tidak terdapat epipedon
umbrik.
25. Histosol: Tanah dengan epipedon histik yang tebalnya 40 cm atau lebih.

7|Page
b) Sistem Klasifikasi Tanah Menurut USDA
USDA (United States Department of Agriculture) memperkenalkan sistem klasifikasi tanah pada
tahun 1975 yang disempurnakan pada tahun 1992. USDA membagi tanah menjadi 10 ordo, dengan ciri
khasnya yakni penamaan jenis tanahnya semua berakhiran “sol”.
1. Vertisol: Tanah yang termasuk ordo Vertisol merupakan tanah dengan kandungan liat tinggi (lebih dari
30%) di seluruh horison, mempunyai sifat mengembang dan mengkerut. Kalau kering tanah
mengkerut sehingga tanah pecah-pecah dan keras. Kalau basah mengembang dan lengket. Padanan
dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Grumusol atau Margalit.
2. Entisol: Tanah yang termasuk ordo Entisol merupakan tanah-tanah yang masih sangat muda yaitu
baru tingkat permulaan dalam perkembangan. Tidak ada horison penciri lain kecuali epipedon ochrik,
albik atau histik. Kata Ent berarti recent atau baru. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah
termasuk tanah Aluvial atau Regosol.
3. Aridosol: Tanah yang termasuk ordo Aridisol merupakan tanah-tanah yang mempunyai kelembapan
tanah arid (sangat kering). Mempunyai epipedon ochrik, kadang-kadang dengan horison penciri lain.
Padanan dengan klasifikasi lama adalah termasuk Desert Soil.
4. Mollisol: Tanah yang termasuk ordo Mollisol merupakan tanah muda, tetapi lebih berkembang
daripada Entisol. Kata Inceptisol berasal dari kata Inceptum yang berarti permulaan. Umumnya
mempunyai horison kambik. Tanah ini belum berkembang lanjut, sehingga kebanyakan dari tanah ini
cukup subur. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Aluvial, Andosol, Regosol,
Gleihumus dan lain-lain.
5. Inceptisol: Tanah yang termasuk ordo Inceptisol merupakan tanah dengan tebal epipedon lebih dari
18 cm yang berwarna hitam (gelap), kandungan bahan organik lebih dari 1%, kejenuhan basa lebih
dari 50%. Agregasi tanah baik, sehingga tanah tidak keras bila kering. Kata Mollisol berasal dari kata
Mollis yang berarti lunak. Padanan dengan sistem kalsifikasi lama adalah termasuk tanah Chernozem,
Brunize4m, Rendzina dan lain-lain.
6. Spodosol: Tanah yang termasuk ordo Spodosol merupakan tanah dengan horison bawah terjadi
penimbunan Fe dan Al-oksida dan humus (horison spodik) sedang, dilapisan atas terdapat horison
eluviasi (pencucian) yang berwarna pucat (albic). Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah
termasuk tanah Podzol.
7. Ultisol: Tanah yang termasuk ordo Ultisol merupakan tanah-tanah yang terjadi penimbunan liat di
horison bawah, bersifat masam, kejenuhan basa pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah
kurang dari 35%. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Podzolik Merah
Kuning, Latosol dan Hidromorf Kelabu.
8. Oxisol: Tanah yang termasuk ordo Oxisol merupakan tanah tua sehingga mineral mudah lapuk tinggal
sedikit. Kandungan liat tinggi tetapi tidak aktif sehingga kapasitas tukar kation (KTK) rendah, yaitu
kurang dari 16 me/100 g liat. Banyak mengandung oksida-oksida besi atau oksida Al. Berdasarkan
pengamatan di lapang, tanah ini menunjukkan batas-batas horison yang tidak jelas. Padanan dengan

8|Page
sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Latosol (Latosol Merah & Latosol Merah Kuning),
Lateritik atau Podzolik Merah Kuning.
9. Alfisol: Tanah yang termasuk ordo Alfisol merupakan tanah-tanah yang terdapat penimbunan liat di
horison bawah (terdapat horison argilik) dan mempunyai kejenuhan basa tinggi yaitu lebih dari 35%
pada kedalaman 180 cm dari permukaan tanah. Liat yang tertimbun di horison bawah ini berasal dari
horison di atasnya dan tercuci ke bawah bersama dengan gerakan air. Padanan dengan sistem
klasifikasi yang lama adalah termasuk tanah Mediteran Merah Kuning, Latosol, kadang-kadang juga
Podzolik Merah Kuning.
10. Histosol: Tanah yang termasuk ordo Histosol merupakan tanah-tanah dengan kandungan bahan
organik lebih dari 20% (untuk tanah bertekstur pasir) atau lebih dari 30% (untuk tanah bertekstur liat).
Lapisan yang mengandung bahan organik tinggi tersebut tebalnya lebih dari 40 cm. Kata Histos berarti
jaringan tanaman. Padanan dengan sistem klasifikasi lama adalah termasuk tanah Organik atau
Organosol.

c) Sistem Klasifikasi Tanah Menurut PUSLITTANAK


PUSLITTANAK (Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat) di Bogor memperkenalkan sistem klasifikasi
tanah yang diterbitkan khusus untuk tanah di Indonesia pada tahun 1982. Nama-nama tanah dalam sistem
klasifikasi ini sangat mirip dengan sistem FAO/UNESCO dengan definisi baru sesuai keadaan di Indonesia.
Jika menurut FAO/UNESCO sistem klasifikasi tanah ada 25 jenis, maka dalam sistem PULTITTANAK
disingkat menjadi 20 jenis, yaitu:
1. Organosol:  merupakan  tanah  yang  mempunyai  horison  histik  setebal  50  cm atau  lebih dengan
bulk density (berat volume) yang rendah.
2. Litosol:  merupakan  tanah  yang  dangkal  yang  terdapat  pada  batuan  yang kukuh  sampai
kedalaman 20 cm dari permukaan tanah.
3. Ranker:  merupakan tanah dengan horison A umbrik dengan ketebalan 25 cm dan tidak mempunyai
horison daignostik lainnya.
4. Rendzina:  merupakan  tanah  dengan  horison  A  molik  yang  terdapat  diatas batu  kapur dengan
kadar kalsium karbonat lebih dari 40 persen.
5. Grumosol: merupakan tanah dengan kadar liat lebih dari 30 persen, bersifat mengembang
jika  basah  dan  retak-retak  jika  kering.   Retak  (crack)  dengan lebar  1  cm  dan  dengan kedalaman
retak hingga 50 cm dan dijumpai gilgai atau struktur membaji pada kedalaman antara 25 – 125 cm dari
permukaan.
6. Gleisol:  merupakan tanah yang memperlihatkan sifat hidromorfik pada kedalaman 0 –  50 cm dari
permukaan dan dijumpai horison histik, umbrik, molik, kalsik atau gipsik.
7. Aluvial:  merupakan  tanah  yang  berkembang  dari  bahan  induk  alluvial  muda, terdapat stratifikasi
dengan kadar C organik yang tidak teratur. Horison permukaan dapat berupa horison A okrik, horison
histik atau sulfuric.

9|Page
8. Regosol:  merupakan  tanah  yang  bertekstur  kasar  dari  bahan  albik  dan  tidak dijumpai horison
penciri lainnya kecuali okrik, hostol atau sulfuric dengan kadar pasir kurang dari 60 persen pada
kedalaman antara 25 – 100 cm dari permukaan tanah.
9. Koluvial:  merupakan  tanah  yang  tidak  bertekstur  kasar  dari  bahan  albik,  tidak mempunyai
horison diagnostik lainnya kecuali horison A umbrik, histik atau sulfurik.
10. Arenosol:  merupakan  tanah  yang  bertekstur  kasar  dari  bahan  albik  yang terdapat  pada
kedalaman  kurang  dari  50  cm  dari  permukaan  tanah  dan  hanya mempunyai  horison  A okrik.
11. Andosol:  merupakan  tanah  yang  berwarna  hitam  sampai  coklat  tua  dengan kandungan bahan
organik tinggi, remah dan porous, licin (smeary) dan reaksi tanah antara 4.5-6.5. Horison  bawah
permukaan  berwarna  coklat  sampai  coklat kekuningan  dan  kadang dijumpai padas tipis akibat
senatsi silica. Horison A  dapat  terdiri  dari  molik  atau umbrik yang terdapat diatas horison kambik.
Ciri lainnya adalah BV rendah (< 85 g/cm) dan kompleks pertukaran didominasi oleh bahan amorf.
Tanah ini dijumpai pada daerah dengan dengan bahan induk vulkanis mulai dari daerah pinggiran
pantai sampai 3.000 m di atas permukaan laut dengan curah hujan yang tinggi serta suhu rendah pada
daerah dataran tinggi.
12. Latosol:  merupakan  tanah  yang  mempunyai  distribusi  kadar  liat  tinggi (>60%),  KB  < 50%, horison
A umbrik dan horison B kambik.
13. Brunizem:  merupakan  tanah  yang  mempunyai  distribusi  kadar  liat  tinggi (>60%), gembur, KB >
50%, horison A molik dan horison B kambik.
14. Kambisol:  merupakan tanah yang  mempunyai horison B kambik dan horison A umbrik atau molik,
tidak terdapat gejala hidromorfik.
15. Nitosol:  merupakan  tanah  yang  mempunyai  horison  B  argilik  dengan penurunan  liat kurang dari
20% terhadap liat  maksimum, tidak ada plintit, tidak mempunyai sifat vertik tetapi mempunyai sifat
ortoksik (KTK dengan amoniumasetat < 24 cmpl/kg liat).
16. Podsolik:  merupakan tanah yang mempunyai horison B argilik, kejenuhan basa < 50% dan tidak
mempunyai horison albik.
17. Mediteran:  merupakan tanah yang mempunyai horison argilik dengan kejenuhan basa > 50% dan
tidak mempunyai horison albik.
18. Planosol: merupakan tanah yang mempunyai horisol E albik yang terletak diatas horison
argilik  atau  natrik,  perubahan  tekstur  nyata,  adanya  liat  berat  atau fragipan  di  dalam kedalam
125 cm. Pada horison E albik dijumpai cirri hidromorfik.
19. Podsol: merupakan tanah yang mempunyai horison B spodik.
20. Oksisol: merupakan tanah yang mempunyai horison B oksik

10 | P a g e

Anda mungkin juga menyukai