PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Perkembangan ekonomi global saat ini telah mendorong para investor untuk
berinvestasi di pasar modal. Keberadaan pasar modal di suatu negara bisa menjadi acuan
untuk melihat tentang bagaimana kegairahan atau dinamisnya bisnis negara yang
bersangkutan dalam menggerakkan berbagai kebijakan ekonominya seperti kebijakan
fiskal dan moneter.
Saham merupakan sekuritas yang cukup populer yang diperjual belikan di pasar
modal. Investor yang melakukan investasi saham akan mengharapkan keuntungan. Untuk
mendapatkan keuntungan dari investasi yang dilakukannya, investor tidak terlepas dari
risik. Karenanya, untuk mengurangi risiko investasi, investor perlu membentuk suatu
portofolio investasi. Dalam portofolio investasi terdapat dua model yang sering digunakan
investor dalam memprediksi tingkat keuntungan (expected return), yaitu menggunakan
model Capital Asset Pricing Model (CAPM) dan model Arbitrage Pricing Theory (APT).
Dengan menggunakan model ini, investor dapat memprediksi tingkat pengembalian dari
suatu portofolio investasi, sehingga dapat meminimalkan risiko yang mungkin terjadi
akibat investasi tersebut.
Model Arbitrage Pricing Theory (APT) dikemukakan oleh Ross pada tahun 1976.
Teori ini menjelaskan hubungan antara imbal hasil yang diharapkan dari suatu sekuritas,
dengan asumsi tidak adanya peluang untuk menghasilkan keuntungan dari investasi
arbitrase tanpa risiko (Bodie, Kane, & Marcus, 2006). Menurut Muslih (2008), model
Arbitrage Pricing Theory (APT) merupakan model keseimbangan yang dikemukakan oleh
Stephen Ross. Model APT dianggap lebih baik daripada model CAPM. Jika model CAPM
memerlukan banyak asumsi maka sebaliknya model APT lebih sedikit asumsi. Asumsi
utama dari model APT adalah setiap investor yang memiliki peluang untuk meningkatkan
return portofolionya tanpa meningkatkan risikonya akan memanfaatkan peluang tersebut.
Pada model APT faktor–faktor makro ekonomi seperti inflasi, tingkat suku bunga, nilai
tukar mata uang, jumlah uang yang beredar, harga emas dunia dan harga minyak mentah
dunia, turut diperhitungkan dalam memprediksi return saham.
1.2 Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang yang telah dikemukakan, maka rumusan masalah dalam
makalah ini adalah:
1) Apa pengertian tentang Arbitrage Pricing Theory (APT) ?
2) Apa perbedaan model Capital Asset Pricing Model (CAPM) dengan model Arbitrage
Pricing Theory (APT) ?
3) Bagaimana cara menentukan return dan risk dengan menggunakan model Arbitrage
Pricing Theory (APT) ?
4) Bagaimana cara menentukan beta dan resiko sistematis ?
5) Bagaimana cara menentukan beta dan tingkat keuntungan yang diharapkan ?
6) Apa saja model faktor yang mempengaruhi portofolio dalam Arbitrage Pricing
Theory (APT) ?
1.3 Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah yang telah diuraikan diatas, maka tujuan dari
pembuatan makalah ini adalah:
1) Agar memahami lebih lanjut dan mengakaji lebih dalam tentang pengertian
Arbitrage Pricing Theory (APT)
2) Agar dapat membedakan antara model Capital Asset Pricing Model (CAPM) dengan
model Arbitrage Pricing Theory (APT)
3) Agar dapat menentukan besaran return dan risk dengan menggunakan model
Arbitrage Pricing Theory (APT)
4) Agar dapat mengetahui dan menentukan beta dan resiko sistematis dalam Arbitrage
Pricing Theory (APT)
5) Agar dapat mengetahui dan menentukan beta dan tingkat keuntungan yang
diharapakan dalam Arbitrage Pricing Theory (APT)
6) Agar dapat mengetahui model faktor yang mempengaruhi dalam menghitung
portofolio Arbitrage Pricing Theory (APT)
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Perbedaan model Capital Asset Pricing Model (CAPM) dengan model
Arbitrage Pricing Theory (APT)
Perbedaan kedua model tersebut terletak pada perlakuan APT terhadap hubungan
antar tingkat keuntungan sekuritas. APT mengasumsikan bahwa tingkat keuntungan
tersebut dipengaruhi oleh berbagai faktor dalam perekonomian dan industri. Korelasi antar
tingkat keuntungan dua sekuritas terjadi karena sekuritas-sekuritas tersebut dipengaruhi
oleh faktor (atau faktor- faktor) yang sama.
Sebaliknya CAPM mengakui adanya korelasi antar tingkat keuntungan saham,
namun model tersebut tidak menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi korelasi
tersebut. Baik CAPM maupun APT berpendapat bahwa ada hubungan positif antara tingkat
keuntungan yang diharapkan dengan risiko.
Seperti CAPM, APT menekankan bahwa tingkat keuntungan yang diharapkan
tergantung pada pengaruh faktor-faktor makro ekonomi. Kita bisa menganggap faktor-
faktor yang ada dalam arbitrage pricing sebagai portofolio-portofolio khusus yang
cenderung dipengaruhi oleh pengaruh bersama (common influence). Apabila expected risk
premium masing-masing portofolio tersebut proporsional dengan market beta portofolio,
maka APT dan CAPM akan memberikan hasil yang sama. Kalau tidak maka hasilnyapun
berbeda pula.
Daya tarik APT adalah bahwa kita tidak perlu mengidentifikasi market portofolio
(yang dperlukan untuk menghitung beta dalam CAPM). Karena itu kita tidak perlu
khawatir dengan perhitungan market portofolio (dan ingat bahwa market portofolio ini
harus efisien), dan secara teoritis, kita bisa menguji APT meskipun kita hanya memiliki
sejumlah saham yang berisiko. Disamping itu APT memungkinkan penggunaan lebih dari
satu faktor untuk menjelaskan tingkat keuntungan yang diharapkan.
Meskipun demikian, sayangnya faktor-faktor yang kita identifkasikan dalam APT
tidak bisa kita kenali. CAPM, sebaliknya, menyatukan semua faktor makro ekonomi ke
dalam satu factor yaitu return market portofolio. APT akan sangat bermanfaat jika kita bisa
: (1) Mengidentifikasikan tidak terlalu banyak faktor-faktor makro ekonomi, (2) mengukur
expected return dari masing-masing faktor tersebut, (3) mengukur kepekaan masing-
masing saham terhadap faktor-faktor tersebut. APT tidak menjelaskan berapa faktor yang
mempengaruhi tingkat keuntungan. Roll dan Ross (1985) melaporkan beberapa factor yang
mempengaruhi tingkat keuntungan, yaitu:
(1) Perubahan inflasi yang tidak diantisipasi
(2) Perubahan produksi industry yang tidak diantisipasi
(3) Perubahan dalam premi risiko (perbedaan antara obligasi dengan grade yang tinggi
dengan yang rendah) yang tidak diantisipasi.
(4) Perubahan slope dari kurva hasil (yield curve) yang tidak diantisipasi.
2.3 Cara Penetapan Return dan Risk dengan Menggunakan Model Arbitrage
Pricing Theory (APT)
R = E(R) + U
Dalam hal ini R, adalah tingkat keuntungan aktual, E(R) adalah tingkat keuntungan yang
diharapkan, dan U merupakan bagian keuntungan yang tidak terduga.
Sebagai misal para pemodal memperkirakan bahwa pertumbuhan GNP (Gross
Domestic Product) akan sebesar 0,5 persen dalam bulan ini. Apabila kemudian pemerintah
mengumumkan bahwa GNP memang meningkat 0,5% pada bulan ini, maka para pemodal
tidak akan melakukan tindakan apa-apa, karena bagi mereka informasi tersebut bukan lagi
merupakan kabar yang baru. Dengan kata lain, tidak terjadi perubahan harga yang tidak
diharapkan, karena para pemodal telah memasukkan informasi tersebut dalam harga
sekuritas. Dalam bahasa keuangan disebut market discounts futures events.
Sebaliknya apabila penguman pemerintah ternyata menyebutkan kenaikan GNP
mencapai 1,5%. Hal ini berarti bahwa, pengumuman tersebut mempunyai unsur surprice,
yaitu dalam hal ini lebih tinggi dari yang diharapkan. Perbedaan antara nilai actual dan
expected tersebut (yaitu 1% pertumbuhan GNP diatas yang diharapkan) disebut sebagai
surprise atau inovation.
Dengan demikian setiap pengumuman dapat dibagi menjadi dua komponen yaitu:
Kunci dalam analisis disini adalah apakah informasi tersebut mengandung unsur surprise
ataukah tidak. Surprise tersebut dapat bersifat positif , tetapi dapat pula bersifat negatif.
Apabila risiko tidak sitematis tidak saling berkorelasi, maka risiko sistematis setiap
perusahaan akan saling berkorelasi. Sebagai akibatnya, maka tingkat keuntungan antar
saham juga saling berkorelasi. Misalkan tingkat bunga meningkat lebih besar dari yang
diharapkan. Semua perusahaan akan terkena dampaknya, hanya saja intensitasnya mungkin
berbeda antara perusahaan satu dengan yang lain. Tingkat kepekaan ini diukur oleh beta
(β). Semakin peka perusahaannya semakin tinggi beta faktor tersebut.
Sebagian besar perusahaan akan mengalami penurunan harga sahamnya apabila
tingkat inflasi naik lebih besar dari yang diharapkan. Dengan demikian korelasinya negatif.
Karena itu perusahaan mungkin mempunyai negative interest rate beta. Sebaliknya, faktor
pertumbuhan ekonomi (atau GNP) mungkin sekali mempunyai beta yang positif (positive
GNP beta).
Misalkan dua faktor yang kita pandang akan mempengaruhi tingkat keuntungan
saham adalah tingkat bunga (kita beri notasi r) dan GNP. Dengan demikian kita dapat
menuliskan persamaan tingkat keuntungan sekuritas sebagai,
R = E(R) + U
= E(R) + m + ε
= E(R) + βr.Fr + βGNP.FGNP +ε
Dalam hal ini βr , menunjukkan beta untuk tingkat bunga, dan βGNP menunjukkan beta
untuk GNP. F dalam persamaan tersebut menunjukkan surprise, baik dalam hal tingkat
bunga maupun pertumbuhan GNP.
Contoh:
Misalkan kita memperkirakan keuntungan untuk periode satu tahun. Kita memperkirakan
bahwa tingkat bunga akan menglami penurunan sebesar 2%, dan GNP akan meningkat
dengan 6%. Tingkat kepekaan (beta) untuk faktor-faktor tersebut kita taksir sebagai
berikut. βr = -1,60 dan βGNP = 0,80.
Ternyata dalam tahun tersebut terjadi hal-hal sebagai berikut. Tingkat bunga tetap tidak
berubah dan GNP meningkat sebesar 7%. Disamping itu terbetik berita yang
menguntungkan bagi perusahaan, yaitu riset yang dilakukannya berhasil dengan baik.
Berita yang spesifik perusahaan tersebut menyumbangkan 5 persen dari keuntungan total.
Dengan kata lain, ε = 5 %.
Jawab :
Sekarang kita menggunakan semua informasi tersebut untuk melihat dampaknya pada
keuntungan saham tersebut pada tahun itu. Langkah pertama yang dilakukan adalah
menentukan surprise dari masing-masing faktor. Apabila surprise tersebut kita beri notasi
F, maka:
Fr = surprise dalam tingkat bunga
= Perubahan yang sebenarnya – perubahan yang diharapkan.
= 0 – (-2%)
= 2%
FGNP = surprise dalam GNP
= 7% - 6%
= 1%
Pengaruh keseluruhan dari risiko sistematis terhadap tingkat keuntungan saham adalah :
m = Porsi keuntungan yang berasal dari risiko sistematis
= βr Fr + βGNP . FGNP
= [(-1,60)x2%] + [0,80 x 1%]
= - 2,4%
Kita kombinasikan tingkat keuntungan yang berasal dari risiko sistematis dan tidak
sistematis, maka akan diperoleh
m+ε = -2,4% + 5% = 2,6%.
Akhirnya apabila tingkat keuntungan yang diharapkan dari saham tersebut adalah 13%,
maka keutungan total dari ketiga komponen tersebut adalah:
R = E(R) + m + ε
= 13% - 2,4% + 5%
= 15,6%.
SML
E(Rm)
m
Beta
Rf
Gambar: 7.4: Beta dan
Βm tingkat keuntungan yang diharapkan dari berbagai sekuritas di
bawah kondisi model satu faktor, dan faktor tersebut adalah portofolio pasar.
Portofolio Dan Model Faktor
Sekarang kita analisis portofolio saham apabila setiap saham mengikiuti one factor
model. Untuk memudahkan analisis, misalkan kita mengunakan tingkat keuntungan dalam
dimensi waktu bulanan. Kita akan membentuk portofolio dari sejumlah N saham dan kita
pergunakan one factor model untuk menjelaskan risiko sistematis. Saham ke i dalam daftar
saham tersebut akan mempunyai tingkat keuntungan sebagai berikut:
Disini F menunjukkan faktor yang mewakili systematic risk (seperti misalnya surprise
dalam pertumbuhan ekonomi). Gambar 7.1. menunjukkan hubungan antara excess return
suatu saham, Ri – E(Ri), dan faktor F untuk berbagai nilai beta, dimana βi > 0. Garis dalam
gambar 7.1. tersebut menggambarkan persamaan (7.1), dengan asumsi bahwa tidak
terdapat unsystematic risk. Dengan kata lain, pada saat εi = 0. Karena kita mengasumsikan
β yang positip, maka garis tersebut mempunyai kemiringan keatas.
Ri – E(Ri)
Β=1
Β>1
Β<1
Persamaan (7.3) menunjukkan bahwa tingkat keuntungan portofolio dipengaruhi oleh tiga
set parameter, yaitu:
(1). Tingkat keuntungan dari masing-masing sekuritas, E(Ri)
(2). Beta masing-masing sekuritas dikalikan dengan faktor F
(3). Risiko tidak sistematis dari masing-masing sekuritas, εi
+ X1ε1 + X2 ε2 + X3 ε3 + ........+ XN εN .
Persamaan arbitrage pricing untuk satu faktor (artinya harga suatu aktiva hanya
ditentukan oleh satu faktor) bisa dinyatakan sebagai berikut.
Misalkan APT dengan faktor tunggal berlaku, dan terdapat dua portofolio yang ekuilibrium
dengan karakteristik sebagai berikut.
Untuk masing-masing portofolio terdapat tiga variabel yaitu E(Rp), b1 dan bi2. Dengan
demikian kita mempunyai tiga persamaan dengan tiga bilangan yang tidak diketahui yaitu
15= a + 1,0 λ1 + 0,6λ2 (1) ..............untuk portofolio A
14= a + 0,5 λ1 + 1,0λ2 (2) ..............untuk portofolio B
10= a + 0,3 λ1 + 0,2λ2 (3) ..............untuk portofolio C
5 0,7𝜆1 0,4
- = 0,4 𝜆2
0,4 0,4
12,5 – 1,75λ1=𝜆2
λ2 = 12,5 – 1,75 λ1
λ2 = 12,5 – 1,75 λ1
λ2 = 12,5 – 1,75 (5) = 12,5 – 8,75
λ2 = 3,75
Kalau ketiga persamaan tersebut trsebut kita selesaikan, maka kita akan memperoleh
persamaan sebagai berikut:
E(Rp) = 7,75 + 5 bi1 + 3,75 bi2
Tingkat keuntungan yang diharapkan dan risiko dari setiap portofolio dinyatakan sebagai
berikut:
E(Rp) = Σxi.E(Ri)
bp1 = Σ Xi.bi1
bp2 = Σ Xi.bi2
Σxi =1
Karena kombinasi dari berbagai titik yang ada dalam suatu plane (dimana penjumlahan
bobot masing-masing sama dengan satu) maka semua portofolio yang terdiri dari
kombinasi A,B.dan C berada dalam plane tersebut.
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
Arbitrage Pricing Theory adalah sebuah model asset pricing yang didasarkan pada
sebuah gagasan bahwa pengembalian sebuah aset dapat diprediksi dengan menggunakan
hubungan yang terdapat diantara aset yang sama dan faktor-faktor resiko secara umum.
Teori ini dibuat oleh Stephen Ross pada tahun 1976, teori ini memprediksi hubungan
tingkat pengembalian sebuah portofolio dan pengembalian dari aset tunggal melalui
kombinasi linear dari banyak variabel makro ekonomi yang mandiri.
APT tidak perlu mengidentifikasi market portofolio (yang diperlukan untuk
menghitung beta dalam CAPM). Karena itu kita tidak perlu khawatir dengan perhitungan
market portofolio (dan ingat bahwa market portofolio ini harus efisien), dan secara teoritis
kita bisa menguji APT meskipun kita hanya memiliki sejumlah saham yang berisiko.
Disamping itu APT, memungkinkan penggunaan lebih dari satu faktor untuk menjelaskan
tingkat keuntungan yang diharapkan. Meskipun demikian, sayangnya faktor-faktor yang
kita identifkasikan dalam APT tidak bisa kita kenali. Dengan kata lain APT tidak
menjelaskan faktor-faktor apa yang mempengearuhi pricing. CAPM, sebaliknya,
menyatukan semua faktor makro ekonomi ke dalam satu factor yaitu return market
portofolio.
Sebagaimana telah ditunjukkan diatas, APT bisa menggunakan faktor-faktor yang
lebih dari satu. APT tidak menjelaskan berapa faktor yang mempengaruhi(atau seharusnya
mempengaruhi) tingkat keuntungan. Faktor-faktor ini harus dicari berbagai penelitian
empiric. Roll dan Ross (1985) melaporkan beberapa factor yang mempengaruhi tingkat
keuntungan, yaitu:
(1) Perubahan inflasi yang tidak diantisipasi
(2) Perubahan produksi industry yang tidak diantisipasi
(3) Perubahan dalam premi risiko (perbedaan antara obligasi dengan grade yang tinggi
dengan yang rendah) yang tidak diantisipasi.
(4) Perubahan slope dari kurva hasil (yield curve) yang tidak diantisipasi.
Sedangkan beberapa eneliti lainnya melaporkan factor-faktor lainnya.
TEORI PORTOFOLIO
Disusun Oleh :