Anda di halaman 1dari 75

PEDOMAN

PENENTUAN DAN
PENGKAJIAN BLACK SPOT

i
MARKAS BESAR
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
KORPS LALU LINTAS

KEPUTUSAN KEPALA KORPS LALU LINTAS POLRI


Nomor: Kep/ 43 /IX/2016

tentang

PEDOMAN PENENTUAN DAN PENGKAJIAN BLACKSPOT

KEPALA KORPS LALU LINTAS POLRI

Menimbang : 1. bahwa dalam rangka untuk menurunkan fatalitas kecelakaan lalu lintas
dan tercapainya keamanan, keselamatan, ketertiban, kelancaran lalu
lintas;

2. bahwa data kecelakaan lalu lintas dikelola oleh Kepolisian Negara


Republik Indonesia dan dapat dimanfaatkan oleh Pembina Lalu Lintas
dan Angkutan Jalan dipandang perlu menetapkan keputusan.

Mengingat : 1. Undang-Undang Nomor 2 Tahun 2002 tentang Kepolisian Negara


Republik Indonesia;

2. Undang-Undang Nomor 22 Tahun 2009 tentang Lalu Lintas dan


Angkutan Jalan;

3. Peraturan Pemerintah Nomor 32 Tahun 2011 tentang Manajemen dan


Rekayasa, Analisis Dampak, serta Manajemen Kebutuhan Lalu Lintas;

4. Peraturan Pemerintah Nomor 37 Tahun 2011 tentang Forum Lalu


Lintas dan Angkutan Jalan;

5. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 17


Tahun 2007 tentang Tata Kearsipan di Lingkungan Kepolisian Negara
Republik Indonesia;

6. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 21


Tahun 2010 tentang Susunan Organisasi dan Tata Kerja Satuan
Organisasi pada Tingkat Mabes Polri;

7. Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik Indonesia Nomor 15


Tahun 2013 tentang Tata Cara Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas;

8. Instruksi Presiden Nomor 4 Tahun 2013 tentang Program Dekade Aksi


Keselamatan Jalan 2011 – 2020.

MEMUTUSKAN.....

iii
2 KEPUTUSAN KAKORLANTAS POLRI
NOMOR : KEP/ 43 /IX/2016
TANGGAL: 19 SEPTEMBER 2016

MEMUTUSKAN

Menetapkan : KEPUTUSAN KEPALA KORPS LALU LINTAS POLRI TENTANG


PEDOMAN PENENTUAN DAN PENGKAJIAN BLACKSPOT

1. pedoman Penentuan dan Pengkajian Blackspot sebagaimana


tercantum dalam Lampiran Keputusan ini;

2. Norma, Standar, Prosedur, dan Kriteria dalam bentuk Pedoman ini


merupakan panduan dalam pelaksanaan tugas fungsi lalu lintas seluruh
jajaran Polda dalam pelaksanaan tugas pengkajian atau rekayasa;

3. pedoman Penentuan dan Pengkajian Blackspot sebagaimana dalam


Lampiran Keputusan ini wajib dilaksanakan oleh penyelenggara /
pelaksana dan sebagai acuan dalam penilaian kinerja oleh pimpinan
penyelenggaraan, aparat pengawas dan masyarakat dalam
melaksanakan tugasnya;

4. hal-hal yang berhubungan dengan perkembangan keadaan yang


memerlukan pengaturan lebih lanjut akan diatur dengan Keputusan
tersendiri;

5. keputusan ini mulai berlaku pada tanggal ditetapkan.

Ditetapkan di : Jakarta
pada
ada tanng all : 19 September
a tanggal
da ta
angg
ng Septem
em
em 2016

KEPALA
KEP
KE
K EP
E PAL
ALA
A A KORPS
LA
L KO
KORRPS
RP
P
PS LALU
SLALU LINTAS
LIN
L
LII T POLRI

Kepada Yth. : Drs.


Drrrs
Drs
D s. AGUNG
AG
A G
GUUN
NG BUDI
G BU MARYOTO,
DII MARYO M.Si
INSPEKTUR
IINS
IN
NS
N SPPEK
PE
EK T
EK TUR
UR JE
JENDERAL
ENDE
N RAL POLISI
Para Kapolda

Tembusan :
1. Kapolri.
2. Wakapolri.
3. Irwasum Polri.
4. Kalemdikpol.
5. Kadivhumas Polri
6. Para Dirlantas Polda.

iv
BAB I
I. PENDAHULUAN

Pada tahun 2010, Perserikatan Bangsa Bangsa (PBB)


mengeluarkan resolusi the Decade of Action for Road
Safety 2011-2020 dengan target mengurangi fatalitas
akibat kecelakaan lalu lintas sebesar 50%. Pada tahun
2015, sebagai kelanjutan dari Millenium Development
Goals (MDG), PBB mengeluarkan resolusi Nomor
A/RES/70/1 tentang The Sustainable Development Goals
(SDG) dimana tujuan ke-3 mengenai good health and well
being dan ke-11 mengenai sustainable cities and
communities. Salah satu target SDG untuk middle income
countries adalah banyak kematian per 100.000 penduduk <
7 dimana Indonesia termasuk dalam kategori middle
income countries versi PBB.

Di Indonesia, target pengurangan 50% fatalitas akibat


kecelakaan lalu lintas telah tercantum sejak tahun 2011
ketika diluncurkan Rencana Umum Nasional Keselamatan
(RUNK) Jalan 2011-2035. RUNK tersebut ditindaklanjuti

1
dengan ditetapkannya Instruksi Presiden (Inpres) Nomor 4
Tahun 2013 tentang Program Dekade Aksi Keselamatan
Jalan 2011-2020.

Kepolisian Negara Republik Indonesia (POLRI) sebagai


pemangku amanat Undang-undang RI Nomor 22 Tahun
2009 pasal 226 ayat (3) yang dilaksanakan oleh Bidang
Manajemen, Rekasaya, dan Operasi, Korps Lalu Lintas
(Bid. Jemenopsrek Korlantas) POLRI perlu menyusun
pedoman penanganan black spot di Indonesia sebagai
bentuk peningkatan kemampuan sumber daya manusia
(sdm) dengan pelaksanaan sertifikasi di bidang
penanganan lokasi black spot.

2
BAB II
II. PEMAHAMAN BLACK SPOT

II.1 Pemahaman Lokasi Black Spot


Lokasi black spot merupakan lokasi berbahaya pada peta
yang mengacu pada kondisi keselamatannya. Tata cara
mendefinisikan titik rawan kecelakaan tergantung pada
masing-masing negara atau wilayah. Dengan demikian,
lokasi rawan kecelakaan tidak memiliki definisi universal
yang dapat digunakan oleh semua pihak.

Indonesia memiliki beberapa definisi lokasi rawan


kecelakaan sesuai dengan kepentingan masing-masing
pemangku kepentingan. Oleh karena itu, Kepolisian
Negara Republik Indonesia (POLRI) merujuk pada definisi
yang telah ditetapkan oleh pemangku kepentingan di
bidang lalu lintas dan angkutan jalan.

Definisi black spot menurut Pedoman Penanganan Lokasi


Rawan Kecelakaan Lalu Lintas oleh Departemen
Permukiman dan Prasarana Wilayah RI (2004) adalah

3
lokasi yang berada di persimpangan atau ruas
jalan sepanjang 200 – 300 meter, memiliki
faktor penyebab yang relatif sama dengan ruang
dan rentan tertentu.

Definisi black spot menurut Pedoman Operasi ABIU/UPK


(Accident Blackspots Investigation Unit / Unit Penelitian
Kecelakaan) oleh Departemen Perhubungan RI (2007)
adalah
lokasi jaringan jalan (sebuah persimpangan
atau bentuk spesifik seperti jembatan,
simpang, atau panjang jalan yang pendek,
biasanya tidak lebih dari 0,3 km) dimana
frekuensi kecelakaan atau jumlah kecelakaan
lalu lintas dengan korban mati, atau kriteria
kecelakaan lainnya per tahun lebih besar
daripada jumlah minimal yang ditentukan.

Definisi black spot menurut Panduan Teknis Rekayasa


Keselamatan Jalan Direktur Jenderal Bina Marga dalam
Instruksi Direktur Jenderal Bina Marga Nomor 02 / IN /
Db / 2012 adalah
lokasi dimana memiliki angka kecelakaan
yang tinggi serta terjadi secara berulang
dalam suatu rentang waktu.

Ketiga definisi di atas cukup mendefinisikan black spot


tetapi belum dapat diterapkan di lapangan karena

4
keberadaan kriteria penentuan black spot yang kurang
jelas, antara lain:
x kriteria black spot yang kurang jelas dalam definisi
milik Departemen Perhubungan RI (2007) adalah
jumlah minimal yang ditentukan;
x kriteria black spot yang kurang jelas dalam definisi
milik Departemen Permukiman dan Prasarana
Wilayah RI (2004) adalah faktor penyebab yang
relatif sama dengan ruang dan rentan tertentu; dan
x kriteria black spot yang kurang jelas dalam definsi
milik Instruksi Direktur Jenderal Bina Marga
Nomor 02 / IN / Db / 2012 adalah angka
kecelakaan yang tinggi serta terjadi secara berulang
dalam suatu rentan waktu.

Dengan demikian, POLRI mempelajari metode penentuan


lokasi black spot yang berasal dari berbagai negara.
Penentuan lokasi black spot di berbagai negara didasarkan
pada perumusan praktis sehingga mudah untuk ditentukan.
Oleh karena itu, POLRI menetapkan metode penentuan
lokasi black spot yang praktis dan mengandung 3 (tiga)
hal, yaitu:

5
x batasan ruas jalan
x batasan waktu; dan
x suatu nilai yang merepresentasikan kondisi
kecelakaan/keparahan.

Batasan ruas jalan ditetapkan oleh Korps Lalu Lintas


(KORLANTAS) pada tahun 2011 dalam radius 300 – 500
meter. Nilai tersebut berbeda dengan definisi yang dirujuk
oleh Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah RI
(2004) dan Departemen Perhubungan RI (2007) karena
kondisi keterbatasan pendataan lokasi kecelakaan berbasis
patok km yang ada di lapangan dimana tingkat ketelitian
patok km adalah per 1 km (untuk jalan luar kota). Namun,
KORLANTAS merubah nilai rentang menjadi 0 – 500
meter untuk menyesuaikan dengan kriteria pemangku
kepentingan dimana POLRI telah meningkatkan kualitas
pencatatan kecelakaan lalu lintas menggunakan Integrated
Road Safety Management System (IRSMS).

Batasan waktu tidak pernah disebutkan secara jelas dalam


Departemen Permukiman dan Prasarana Wilayah (2004)
dan Departemen Perhubungan (2007). Sedangkan

6
KORLANTAS (2011) menyebutkan rentang waktu yang
digunakan sebagai penentuan lokasi black spot merupakan
data kecelakaan 1 (satu) tahun terakhir. Namun, dengan
adanya peningkatan kualitas pencatatan kejadian
kecelakaan oleh KORLANTAS menggunakan IRSMS,
KORLANTAS akan mengubah rentang waktu penentuan
black spot menjadi 2 (dua) tahun sesuai hasil Focus Group
Discussion (FGD) yang telah diadakan.

KORLANTAS memutuskan untuk menggunakan indikator


tertentu dalam rangka penentuan lokasi black spot untuk
mempermudah prosesnya. Selain itu, KORLANTAS
mempertimbangkan tujuan untuk menurunkan 50%
fatalitas pada tahun 2020 sehingga digunakan nilai
pembobotan dimana secara Internasional pun telah
mengalami perubahan pendekatan untuk penanganan black
spot dari “banyaknya kejadian kecelakaan” menjadi fokus
pada “kecelakaan yang menyebabkan korban meninggal
dunia dan luka berat”. KORLANTAS merujuk nilai
pembobotan seperti yang telah digunakan dalam diskusi-
diskusi praktis di kalangan ke-binamarga-an (yang
melibatkan KORLANTAS), yaitu:

7
x memberikan nilai pembobotan sebesar 10 untuk
kecelakaan lalu lintas dengan korban terparah
meninggal dunia;
x memberikan nilai pembobotan sebesar 5 untuk
kecelakaan lalu lintas dengan korban terparah
mengalami luka berat; dan
x memberikan nilai pembobotan sebesar 1 untuk
kecelakaan lalu lintas dengan korban terparah
mengalami luka ringan.

II.2 Proses Penanganan Lokasi Black Spot


KORLANTAS selama 5 tahun terakhir mengembangkan
konsep berpikir untuk membuat tahapan analisis ini
menjadi lebih sistematis sehingga bersifat informatif bagi
pemangku kepentingan. Tahapan penanganan lokasi black
spot dapat dilihat dalam Gambar II.1. KORLANTAS akan
menekankan pada kualitas sketsa lokasi dan tabulasi silang
untuk menjelaskan karakteristik kecelakaan di lokasi black
spot. Pembuatan sketsa lokasi black spot tentunya merujuk
pada beberapa peraturan, sebagai berikut:

8
x Peraturan Kepala Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 15 Tahun 2013 tentang Tata Cara
Penanganan Kecelakaan Lalu Lintas,
x Peraturan Menteri Pekerjaan Umum Nomor
19/PRT/M/2011 tentang Persyaratan Teknis Jalan
dan Kriteria Perencanaan Teknis Jalan,
x Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 13 Tahun
2014 tentang Marka Jalan, dan
x Peraturan Menteri Perhubungan Nomor 34 Tahun
2004 tentang Rambu Lalu Lintas.

Keempat rujukan tersebut memiliki peran masing-masing


yaitu untuk pendetilan ukuran dan manuver kendaraan,
bagian-bagian jalan, marka jalan, dan rambu lalu lintas.
Proses penggambaran sketsa harus divalidasi ke lapangan
bersama dengan pemangku kepentingan. Dengan
demikian, usulan penanganan lokasi black spot merupakan
hasil diskusi pemangku kepentingan dimana nantinya
pelaksanaan penanganan lokasi black spot menjadi
tanggung jawab bersama.

9
Gambar II.1 Diagram Alir Tahapan Penanganan
Lokasi Black Spot

10
II.3 Perhitungan Bobot Kecelakaan
Suatu ruas jalan dapat dikatakan sebagai black spot atau
lokasi rawan kecelakaan apabila dalam rentang panjang
jalan 0 sampai 500 meter memiliki nilai bobot kecelakaan
> 30 atau masuk dalam 10 lokasi dengan peringkat teratas
dalam kurung waktu 2 (dua) tahun. Sementara suatu
persimpangan dapat dikatakan sebagai black spot apabila
pada jarak 100 meter dari kaki simpang dan persimpangan
memiliki nilai bobot kecelakaan > 30 atau masuk dalam 10
lokasi dengan peringkat teratas dalam kurung waktu 2
(dua) tahun.

Pembobotan dilakukan dengan mempertimbangkan


kondisi terparah korban pada setiap kecelakaan lalu lintas.
sebagai berikut:
x Kecelakaan berat dengan tingkat keparahan korban
sampai meninggal dunia, bernilai 10;
x Kecelakaan berat dengan tingkat keparahan korban
mengalami luka berat bernilai 5, dan;
x Kecelakaan ringan dengan tingkat keparahan
korban mengalami luka ringan benilai 1.

11
Tabel II.1 Contoh Perhitungan Bobot Kecelakaan
Lalu Lintas di Lokasi A
Banyak Korban
No. Tanggal Kejadian Bobot
MD LB LR
1 2/4/2010 1 4 8 10
2 14/06/2010 2 0 0 10
3 6/8/2010 0 4 5 5
4 26/08/2010 0 1 3 5
5 7/10/2010 2 5 3 10
6 25/12/2010 0 0 3 1
Total 41

Gambar II.2 Konsep Penggunaan Nilai Pembobotan

Pembobotan dilakukan berdasarakan kondisi korban yang


paling parah. Kecelakaan Nomor 1, 2, dan 5 diberikan nilai

12
bobot 10 karena kondisi terparah dari korban adalah
meninggal dunia. Kecelakaan No 3 dan 4 diberikan nilai
bobot 5 karena kondisi terparah dari korban Luka Berat.
Nilai bobot untuk lokasi A total adalah 41 merupakan
penjumlahan nilai bobot dari setiap kejadian.

II.4 Pemahaman Black Spot


Black Spot atau lokasi rawan kecelakaan adalah lokasi-
lokasi spesifik, seperti persimpangan, jembatan atau ruas
jalan yang memiliki riwayat kejadian kecelakaan lalu
lintas dengan nilai bobot tertentu dan dalam rentang
tertentu. Kondisi ini diperlihatkan dengan frekuensi, nilai
dan atau tingkat keparahan kecelakaan yang terjadi.

Walaupun demikian, lokasi yang mempunyai riwayat


kecelakaan yang banyak tidak selalu berarti bahwa lokasi
tersebut berbahaya. Sebuah lokasi yang berbahaya adalah
lokasi yang mempunyai probabilitas tinggi terjadinya
kecelakaan dengan kata lain lokasi ini memberikan resiko
besar kepada pengemudi. Lokasi rawan kecelakaan dibagi
menjadi 3 (tiga) bagian, yaitu:

13
x Black Spot atau lokasi rawan kecelakaan berbasis
lokasi tunggal adalah lokasi rawan kecelakaan yang
berada di lokasi-lokasi yang spesifik, seperti
persimpangan, jembatan atau ruas jalan dengan
panjang 300-500 meter;
x Black Link atau lokasi rawan kecelakaan berbasis
ruas jalan adalah lokasi rawan kecelakaan yang
berada di ruas jalan dengan panjang antara 1-20
kilometer; dan
x Black Area atau lokasi rawan kecelakaan berbasis
wilayah adalah lokasi rawan kecelakaan yang
berada di kawasan-kawasan atau daerah tertentu
dengan karakteristik yang sama dan tidak hanya
terdiri dari 1 (satu) ruas jalan yang sama, misalnya:
wilayah kecamatan, kota/kabupaten sehingga dapat
dilakukan pengaturan dengan menerapkan strategi
manajemen lalu lintas.

14
BAB III
III. PENENTUAN BLACK SPOT

III.1 Penetapan Lokasi Black Spot Berbasis IRSMS


IRSMS adalah sistem yang dibuat dan dikembangkan oleh
KORLANTAS sebagai sistem keselamatan jalan yang
terpadu. Sistem ini menyediakan data kecelakaan lalu
lintas yang disertai dengan data pendukung seperti
diagram tabrakan, kendaraan yang terlibat, waktu kejadian
dan lain sebagainya dari seluruh Kepolisian Resor
(POLRES) di Indonesia. Akses untuk membuka sistem ini
terbatas, hanya orang dan atau institusi yang terdaftar pada
IRSMS.

III.1.1 Langkah Mengoperasikan Aplikasi IRSMS untuk


Mendapatkan Sebaran Kecelakaan

1. Membuka website IRSMS


IRSMS dapat diakses dengan Personal Computer (PC)
dan koneksi internet yang mendukung. IRSMS dapat
dibuka dengan membuka website IRSMS, yaitu:
http://korlantas.info/site/login

15
2. Masuk (log in) untuk mengakses IRSMS
IRSMS dapat diakses dengan nama pengguna (user
name) dan kata sandi (password), maka tidak semua
orang dapat mengakses data kecelakan lalu lintas yang
terdata di IRSMS. Untuk mendapatkan user name harus
mengajukan permohonan kepada instansi yang
berwenang, yaitu: Bid Gakkum KORLANTAS.

3. Memilih wilayah yang akan ditinjau


IRSMS mempunyai hubungan dengan google maps dan
google earth. Pemilihan wilayah dilakukan berbasis
tingkatan Kepolisian Daerah (POLDA) dan POLRES.
Dengan demikian, langkah-langkah untuk menetapkan
wilayah, sebagai berikut:
¾ memilih Peta pada toolbox yang berada di sisi
atas laman IRSMS; dan
¾ memilih POLDA dan POLRES yang ingin
ditinjau di sisi kiri laman IRSMS.

16
4. Memilih rentang waktu
Waktu dipilih berdasarkan keperluan pengguna. Ini bisa
dipilih dari tanggal tertentu sampai dengan tanggal
tertentu yang diinginkan.

5. Memilih lokasi yang disorot


Langkah selanjutnya adalah memastikan bahwa seluruh
wilayah di POLRES yang ditinjau telah disorot di dalam
Peta. Jika tidak semua wilayah belum disorot, kotak
sorot perlu digeser atau diperbesar sesuai kebutuhan
dengan menempatkan kursor di pojok kotak sorot dan
menariknya sekaligus menekan tombol kanan pada
mouse.

Di peta akan muncul titik-titik warna dimana warna


tersebut merepresentasikan tingkat keparahan korban
yang terlibat kecelakaan. Warna merah menunjukkan ada
korban meninggal dunia, warna jingga menunjukkan ada
korban luka berat, warna kuning menunjukkan ada
korban luka ringan dan warna hijau menunjukkan tidak
ada korban luka.

17
III.1.2 Langkah Mengoperasikan Aplikasi IRSMS untuk
Mendapatkan Gambaran Keselamatan Jalan

IRSMS juga dapat menghasilkan tabulasi silang.


Tabulasi Silang ini digunakan untuk analisis
karakteristik kecelakaan di setiap black spot sehingga
dapat diketahui gambaran keselamatan jalan per wilayah,
misalnya untuk mengetahui hubungan antara tipe
kecelakaan dengan banyak korban dengan kendaraan
yang terlibat. Langkah-langkah untuk melakukan
Tabulasi Silang, sebagai berikut: Caranya dengan
memilih Statistik dan memilih Tabulasi Silang.

Selanjutnya memilih daerah yang ingin ditinjau dengan


cara memilih POLDA dan POLRES. Kemudian juga
memilih tanggal (Dari dan Hingga). Tahap ini sama
seperti tahap keempat ketika ingin melihat data
kecelakaan. Contoh data yang bisa dibuat menjadi
tabulasi silang antara lain:
x Tipe Kendaraan dengan Jumlah Korban
x Tipe Kendaraan dengan Jumlah Korban

18
x Tipe Kecelakaan Lalu Lintas dengan Waktu
Kejadian
x Tipe Kecelakaan Lalu Lintas dengan Tipe
Kendaraan

III.1.3 Langkah Mengoperasikan Aplikasi IRSMS untuk


Mendapatkan Statistik Data Kecelakaan

IRSMS dapat menghasilkan data kecelakaan secara rinci


dan statistik dengan variabel kecelakaan. Bentuk statistik
yang dapat dihasilkan dari IRSMS yaitu diagram batang,
tabulasi silang dan excel.

Statistik data dapat dihasilkan dengan memilih Statistik


dalam toolbox di sisi atas dan terlihat pilihan-pilihan
statistik yang ingin dihasilkan yaitu laporan standar,
laporan bulanan, laporan mingguan, laporan harian,
laporan periodik, tabulasi silang, diagram batang, ekspor
dan laporan perorangan.

19
III.1.4 Langkah Mengoperasikan IRSMS untuk
Menentukan Black Spot

1. Menemukan lokasi dengan titik kecelakaan yang


banyak
Setelah memahami cara mengoperasikan IRSMS dan
menghasilkan data kecelakaan lalu lintas dari IRSMS
maka sudah mudah untuk menentukan lokasi black spot.
Lokasi dengan titik kecelakaan yang banyak dan
terkumpul di satu ruas dapat diindikasikan atau diduga
sebagai black spot.

2. Mengatur skala peta


Sesuai dengan pengertian black spot yang telah
dijelaskan sebelumnya bahwa suatu lokasi dikatakan
sebagai lokasi rawan kecelakaan apabila dalam rentang
panjang jalan 0 sampai 500 meter, lokasi tersebut
memiliki nilai bobot kecelakaan > 30 atau sebagai 10
besar teratas dalam kurung waktu 2 (dua) tahun. Maka
dari itu, skala peta IRSMS harus diatur terlebih dahulu
sampai 500 meter. Cara mengatur skala peta IRSMS
yaitu dengan mengatur zoom in dan zoom out yang

20
terletak di ujung kiri peta sampai tertulis angka 500
meter di skala. Maksud dari skala tersebut adalah 1 cm
(satu sentimeter) di peta sama dengan 500 meter dalam
kondisi sesungguhnya.

3. Membuka detil kecelakaan lalu lintas


Setelah menentukan lokasi yang dindikasikan sebagai
lokasi black spot, selanjutnya bobot kecelakaan di lokasi
tersebut harus dihitung terlebih dahulu dengan cara
membuka detil kecelakaan lalu lintas.

Cara membuka detil kecelakaan lalu lintas tersebut yaitu


dengan mengklik titik kecelakaan yang ada di peta satu
per satu kemudian disalin ke satu tabel di Microsoft
Word atau Microsoft Excel. Kemudian akan terlihat
kotak di atas titik kecelakaan. Dari kotak tersebut sudah
dapat terlihat jumlah korban meninggal dunia, korban
luka berat dan luka ringan.

Untuk mengetahui laporan kecelakaan lalu lintas yang


lebih lengkap yaitu dengan memilih tampilkan yang ada

21
di kotak tadi dan akan terlihat laporan kecelakaan lalu
lintas yang lebih detil lagi.

4. Menghitung bobot kecelakaan lalu lintas


Setelah menyalin data jumlah korban ke dalam tabel
selanjutya adalah menghitung bobot untuk setiap
kecelakaan. Kemudian semua bobot dijumlahkan maka
didapat total bobot dari semua kecelakaan yang berada
dalam 500 meter. Jika nilai bobot tersebut lebih dari
sama dengan (>) 30 atau masuk ke dalam 10 peringkat
teratas dalam kurung waktu 2 (dua) tahun maka lokasi
tersebut bisa dikatakan sebagai black spot. Langkah-
langkah ini diulang untuk lokasi-lokasi yang lain.

III.2 Diagram dan Matriks Tabrakan


III.2.1 Diagram Tabrakan

Diagram tabrakan adalah gambar dua dimensi yang


menggambarkan kejadian kecelakaan lalu lintas di suatu
lokasi dalam kurung waktu yang ditentukan. Dalam
upaya penanganan lokasi black spot, kurung waktu yang
digunakan untuk menggambarkan diagram tabrakan

22
adalah 2 tahun. Diagram ini dapat menyederhanakan
pola kecelakaan yang terjadi selama kurung waktu
tersebut.

Diagram tabrakan (Collusion Diagram) memperlihatkan


semua pola kejadian kecelakaan yang terjadi pada suatu
lokasi dengan menggunakan simbol-simbol dan
digambarkan seperti skema lalu lintas. Selain itu diagram
tabrakan (Collusion Diagram) dapat memberikan
pemahaman yang lebih luas tentang jumlah kecelakaan
dan faktor-faktor yang mempengaruhi kecelakaan, tanpa
komentar dan keterangan lain. Apabila terlihat ada pola
kecelakaan yang terjadi maka sangat dimungkinkan
lokasi itu membutuhkan penangangan black spot.

Dalam diagram tabrakan, kecelakaan digambarkan oleh


tanda panah yang menjadi bentuk tipe kecelakaan dan
arah perjalanan. Diagram tabrakan dapat digambarkan
menggunakan software atau manual. Software yang
dapat digunakan misalnya seperti AutoCAD. Selain itu
juga diagram tabrakan dapat digambarkan dengan
bantuan Microsoft Power Point tetapi ukuran panjang

23
dan lebar jalan kurang sesuai dengan kondisi
sesungguhnya karena prosesnya menjadi seperti gambar
manual. Sebelum membuat diagram tabrakan, perlu
dilakukan pemetaan kecelakaan lalu lintas sesuai dengan
peta IRSMS yaitu dengan cara memilih detail
kecelakaan satu per satu lalu ditempelkan di peta.

24
Gambar III.1 Contoh Diagram Tabrakan Di Simpang
Harmoni, Jakarta Pusat

25
Gambar III.2 Pemetaan Diagram Tabrakan Sementara di
Simpang Harmoni, Jakarta Pusat

26
Berikut langkah-langkah yang dapat dilakukan:
x setelah mengetahui lokasi black spot yang ingin
dianalisis dan telah mengakses IRSMS, langkah
selanjutnya adalah screen shot peta yang ada di
IRSMS dan dicopy ke microsoft World;
x kemudian memilih satu per satu titik kecelakaan
yang ada di peta dan screen shot lagi kemudian
dicrop hanya bagian detil kecelakaannya;
x selanjutnya dipaste di peta yang sudah kita
screen shot sebelumnya dan diletakkan di dekat
titik lokasi kecelakaannya; dan
x mengulangi langkah-langkah di atas sampai
masing-masing titik kecelakaan telah jelas
detilnya seperti pada Gambar III.1 atau Gambar
III.2.

III.2.2 Matriks Tabrakan

Matriks tabrakan (Stick Diagram) adalah susunan kolom


dan baris yang berisi kumpulan kecelakaan lalu lintas
yang terjadi dalam satu lokasi dan kurung waktu tertentu

27
dan keterangan-keterangan yang mendukung data
kecelakaan tersebut, misalnya:
x tingkat kecelakaan;
x kondisi cahaya;
x bentuk diagram (diagram tabrakan);
x batas kecepatan di lapangan;
x kondisi permukaan jalan; dan
x kemiringan jalan.

Baris dan kolom bisa dibuat dalam bentuk tabel


menggunakan Microsoft Word atau Microsoft Excel,
dimana isi baris dapat berisi kecelakaan lalu lintas
sedangkan kolom berisi keterangan-keterangan dan bisa
juga sebaliknya. Semua keterangan-keterangan yang
diisi pada matriks sebaiknya sesuai dengan apa yang ada
pada IRSMS sehingga dalam menginterpretasikannya
tidak ada persepsi yang berbeda dan tidak ada format
yang berbeda. Matriks tabrakan dapat digunakan untuk
menentukan karakteristik kecelakaan, menganalisis
faktor-faktor penyebab yang terjadi di lokasi black spot

28
sehingga nantinya akan didapatkan penanggulangan
yang efektif dan tepat sasaran.

Tahap menyusun matriks tabrakan dimulai dengan


membuat baris dan kolom tabel sesuai jumlah
kecelakaan dan jumlah keterangan yang ingin
dimasukkan ke dalam matriks. Berikut contoh matriks
tabrakan berdasarkan kecelakaan yang terjadi di simpang
Harmoni, Jakarta Pusat dari tanggal 1 Januari 2012
sampai dengan 31 Juni 2013.

Matriks tabrakan dapat menjelaskan jumlah kecelakaan


paling banyak terjadi dalam kondisi apa saja sehingga
dapat dihasilkan analisis-analisis dasar yang akan
dikembangkan lebih lanjut lagi. Analisis dasar yang
dapat diberikan misalnya apabila jumlah kecelakaan
pada malam hari sangat banyak maka sangat
memungkinkan bahwa jarak pandang di lokasi tersebut
masih kurang ketika malam malam hari.

29
Tabel III.1

Keterangan/No.
1 2 3 4 5 6
Kecelakaan
Tanggal kejadian 27/08/2012 08/12/2012 23/12/2012 02/02/2013 07/04/2013 01/06/2013

30
Sedan Sepeda Motor Mini Bus
Van penumpang
Kendaraan terlibat Penumpang vs vs Sepeda Jeep Sepeda Motor menabrak tiang
vs jeep
Mini Bus Motor listrik
Harmoni, Jakarta Pusat

TL (Simpang 4 Simpang 4 Tidak


Bentuk geometrik Lurus Lurus Lurus Lurus
tidak sejajar) Sejajar
Waktu kejadian 1:00 20:00 1:00 3:30 4:30 2:30
Contoh Matriks Tabrakan

Kondisi cahaya Terang/Jelas Terang/Jelas Terang/Jelas Terang/Jelas Redup/Semar Terang/Jelas


di

Diagram tabrakan

Kondisi cahaya
Simpang

Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah Cerah


III.3 Teknik Menggambar Sketsa Jalan dan Tabrakan
III.3.1 Teknik Menggambar Sketsa Jalan

Beberapa alat yang perlu disiapkan untuk menggambar


sketsa jalan yaitu papan jalan, alat tulis dan kertas
secukupnya. Sketsa jalan diperlukan untuk memperjelas
lokasi kecelakaan lalu lintas sesuai dengan hasil
kunjungan di lapangan. Berikut adalah tahap-tahap
menggambarkan sketsa jalan:
x sketsa jalan dan fasilitas perlengkapannya
berdasarkan arah mata angin Utara ke arah atas;
x ukur lebar jalan dan fasilitas perlengkapannya,
lalu catat pada gambar sketsa. Contoh: lebar
jalan, lebar bahu jalan, lebar median, dan
sebagainya;
x gambarkan seluruh fasilitas jalan yang ada pada
sketsa jalan. Ingat! Jika tidak ada, marka di lokasi
yang ditinjau, jangan gambarkan marka. Jika di
lokasi tinjau, marka tergambar putus-putus, maka
jangan digambarkan marka menerus pada sketsa;

31
x ukur dan gambarkan pula jarak fasilitas jalan ke
badan jalan; dan
x jangan lupa catat nama surveyor, waktu, cuaca,
dan tanggal peninjauan lapangan.

Sebelum menggambar sketsa tabrakan, perlu dilakukan


pengukuran langsung di lapangan. Sketsa tabrakan
merupakan sketsa jalan yang didalamnya terdapat 1
(satu) sketsa kejadian tabrakan. Beberapa alat yang perlu
disiapkan sebelum mengunjungi lapangan adalah:
meteran, papan jalan, alat tulis, dan kertas.

Gambar III.3 Contoh Sketsa Jalan

32
III.3.2 Teknik Menggambar Sketsa Tabrakan

Setelah membuat sketsa jalan maka selanjutnya adalah


membuat sketsa tabrakan. Tahap-tahap menggambar
sketsa tabrakan adalah sebagai berikut:
x mengetahui lokasi persis kejadian kecelakaan;
x apabila kejadian kecelakaan baru saja terjadi dan
petugas tidak berada ditempat, maka diperlukan
beberapa informasi tambahan dari para saksi;
x jejak-jejak pergerakan kendaraan sesaat sebelum
terjadi kecelakaan dapat menjadi informasi
tambahan;
x kemudian menggambar pergerakan-pergerakan
kendaraan tersebut pada sketsa jalan yang
sebelumnya telah dibuat.

Sketsa Tabrakan harus dapat menggambarkan proses


kejadian kecelakaan. Sketsa tabrakan yang baik adalah
sketsa yang terdapat bayangan kendaraan sebelum terjadi
kecelakaan dan posisi terakhir kendaraan setelah terjadi
kecelakaan.

33
34
Gambar III.4 Contoh Sketsa Tabrakan di Jalan yang Lurus

35
Gambar III.5 Contoh Sketsa Tabrakan di Jalan yang
Melengkung

36
III.4 Teknik Menggambar Fasilitas Pelengkap Jalan
Kecelakaan dapat terjadi apabila pengemudi tidak
memperhatikan rambu-rambu lalu lintas dengan baik di
jalan, terlebih lagi apabila pengemudi belum mengenal
kondisi jalan dengan baik. Oleh karena itu di suatu ruas
jalan sangat perlu dipasang tanda-tanda lalu lintas atau
fasilitas pelengkap jalan seperti rambu, marka, delineasi,
pagar pengaman jalan atau pagar keselamatan, dan
penerangan jalan umum (PJU). Tujuan dari pemasangan
fasilitas pelengkap jalan ini yaitu untuk memberikan
informasi atau tanda-tanda kondisi jalan dan juga untuk
meningkatkan keselamatan jalan. Fasilitas pelengkap jalan
ini harus menyatu dengan sketsa jalan, yang telah dibahas
di sub bab III.3.1.

Selain itu, kondisi fasilitas pelengkap jalan tersebut harus


dinyatakan dengan kriteria, sebagai berikut:
x kondisi 1, menyatakan bahwa fasilitas pelengkap
jalan telah mengalami kerusakan berat sehingga
tidak bisa berfungsi sama sekali dan perlu diganti;

37
x kondisi 2, menyatakan bahwa fasilitas pelengkap
jalan tidak berfungsi dengan baik sehingga
berpotensi menyesatkan pengguna jalan;
x kondisi 3, menyatakan bahwa fasilitas pelengkap
jalan berfungsi namun tidak optimal karena tidak
dapat terlihat dengan mudah oleh pengguna jalan
meskipun tidak ada obyek yang menghalangi;
x kondisi 4, menyatakan bahwa fasilitas pelengkap
jalan dapat berfungsi tetapi terhalang oleh obyek
tertentu; dan
x kondisi 5, menyatakan bahwa fasilitas pelengkap
jalan dapat berfungsi dengan baik.

Gambar III.6 Contoh Sketsa Penempatan Fasilitas Pelengkap


Jalan

38
Tabel III.2 Contoh Tabulasi Kondisi
Fasilitas Pelengkap Jalan
Fasilitas Kondisi Fasilitas
Kode
Jalan Jalan
Rambu
A Dilarang 1 2 3 4 5
Parkir
Rambu
B Dilarang 1 2 3 4 5
Berhenti

39
40

40
BAB IV
IV. ANALISIS DAN REKOMENDASI
PENANGANAN BLACK SPOT

IV.1 Pemetaan Lokasi Black Spot


Pemetaan lokasi black spot dilakukan untuk memperjelas
gambaran secara umum mengenai kajian black spot yang
sedang dilakukan. Peta ini berisi mengenai kumpulan
lokasi black spot. Pemetaan tersebut ini berisi informasi
kecelakaan yang terjadi secara garis besar, yaitu terdapat
informasi banyak korban, nilai bobot, tipe kecelakaan,
waktu kecelakaan, dan jenis kendaraan yang terlibat.
Dengan demikian, stakeholder lintas fungsi dan lintas
sektoral dapat memahami kajian black spot secara
menyeluruh.

IV.2 Analisis Tabulasi Silang


Tabulasi silang merupakan metode analisis kategori data
yang menggunakan data nominal, ordinal, serta kombinasi
di antaranya. Prosedur tabulasi silang digunakan untuk
menghitung banyaknya kasus yang mempunyai kasus yang

41
mempunyai kombinasi nilai-nilai yang berbeda dari dua
variabel dan menghitung harga-harga statistik beserta
ujinya. Misalnya ingin mengetahui hubungan antara tipe
kecelakaan dengan jumlah korban meninggal dunia dan
korban cidera dengan pejalan kaki yang berumur kurang
dari 15 tahun. Namun, analisis tabulasi silang
menggunakan IRSMS belum bisa melakukan analisis
statistik terhadap variabel-variabel yang ditinjau sehingga
perlu tools lain untuk mendapatkan advance review.

IRSMS dapat menghasilkan tabulasi silang dengan 3 (tiga)


variabel atau lebih. Misalnya seperti kasus di atas terdapat
4 (empat) variabel, yaitu tipe kecelakaan, jumlah korban
meninggal dunia, dan pejalan kaki yang berumur kurang
dari 15 tahun. IRSMS menyediakan toolbox “tambahan
kondisi filter” untuk menambahkan tabulasi agar laporan
yang dihasilkan menjadi lebih spesifik lagi, seperti yang
terlihat pada gambar di bawah ini:

42
Gambar IV.1 Toolbox Tabulasi Silang IRSMS

IV.3 Rekomendasi Penanganan Lokasi Black Spot


IV.3.1 Rekomendasi Internal POLRI

Rekomendasi internal adalah rekomendasi penanganan


lokasi black spot yang ditujukan untuk POLRI lintas
fungsi. Beberapa bentuk penanganan praktis yang dapat
dilakukan oleh petugas di lapangan adalah pengaturan
sesuai dengan Peraturan Kepolisian Negara Republik
Indonesia Nomor 10 Tahun 2012 tentan Pengaturan Lalu
Lintas dalam Keadaan Tertentu dan Penggunaan Jalan
Selain untuk Kegiatan Lalu Lintas. Dalam hal ini,

43
keadaan tertentu yang dimaksudkan adalah keadaan
dimana sistem lalu lintas tidak berfungsi untuk
kelancaran lalu lintas yang dapat disebabkan karena:
x perubahan lalu lintas secara tiba-tiba atau
situasional;
x tidak berfungsinya alat pemberi isyarat lalu lintas
(APILL);
x adanya pengguna jalan yang diprioritaskan;
x ada pekerjaan jalan;
x adanya kecelakaan lalu lintas;
x adanya aktivitas perayaan hari-hari nasional
seperti peringatan hari ulang tahun kemerdekaan
Republik Indonesia, hari ulang tahun suatu kota,
dan hari-hari nasional lainnya;
x adanya kegiatan olahraga, konfrensi berskala
nasional maupun internasional;
x terjadinya keadaan darurat seperti kurusuhan
massa, demonstrasi, bencana alam, dan
kebakaran; dan
x adanya penggunaan jalan selain untuk kegiatan
lalu lintas.

44
Pengaturan lalu lintas untuk mengatasi keadaan tertentu
tersebut, meliputi:
x memberhentikan arus lalu lintas dan/atau
pengguna jalan;
x mengatur pengguna jalan untuk terus jalan;
x mempercepat arus lalu lintas;
x memperlambat arus lalu lintas;
x mengalihkan arus lalu lintas; dan/atau
x menutup dan membuka arus lalu lintas.

Tindakan petugas seperti yang disebutkan di atas, wajib


diutamakan dibandingkan dengan pengaturan yang
diberikan oleh alat pemberi isyarat lalu lintas (APILL),
rambu lalu lintas dan/atau marka jalan. Dalam hal untuk
mengurangi jumlah kecelakaan pada suatu lokasi black
spot, maka petugas dapat melakukan pengaturan lalu
lintas dengan menggunakan alat bantu pengaturan lalu
lintas, yaitu berupa:
x lampu trotoar berwarna biru yang berfungsi
sebagai peringatan bagi pengguna jalan untuk
memperlambat laju kendaraan;

45
x kerucut lalu lintas sebagai peringatan dan
petunjuk bagi pengguna jalan yang bersifat
multifungsi; dan
x rambu lalu lintas sementara yang berfungsi
sebagai peringatan, petunjuk, larangan dan
perintah bagi para pengguna jalan untuk diikuti
dan dipenuhi.

Selain hal-hal di atas, penangana lokasi black spot dapat


juga berkoordinasi dengan lintas fungsi di dalam POLRES
atau POLDA.

IV.3.2 Rekomendasi Eksternal POLRI

Rekomendasi eksternal adalah rekomendasi yang


diberikan berdasarkan pada kondisi-kondisi umum
penyebab kemacetan yang sering terjadi di Indonesia
serta penanganannya berdasarkan peraturan-peraturan
yang berlaku. Rekomendasi eksternal ini dapat
dilaksanakan melalui koordinasi dengan pihak-pihak
yang bersangkutan, seperti Instansi Pembina Jalan dan
Instansi Pembina Angkutan Jalan. Selain kedua instansi

46
tersebut, pihak eksternal yang dimaksud bisa juga adalah
Forum LLAJ, Instansi penyantunan dana kecelakaan, dll.
Usulan penanganan berdasarkan penyebab kecelakaan
berdasarkan literatur yang ada, sebagai berikut:

1. Situasi kecelakaan secara umum


Ada beberapa penyebab umum kecelakaan yang
mungkin terjadi:
x Selip/Licin
Penanganan yang dapat diberikan yaitu
perbaikan tekstur jalan dan delineasi yang
lebih baik.
x Tabrakan dengan rintangan pinggir
jalan
Penanganan yang dapat diberikan yaitu
memasang pagar pengaman jalan atau
pagar keselamatan (safety fences), antara
lain: tanaman tidak berkayu di sisi jalan
yang ketinggiannya tidak menghalangi
pandangan, guradrail, concrete barriers.

47
x Konflik pejalan kaki dan kendaraan
Penanganan yang dapat diberikan yaitu
pemisahan pejalan kaki dan kendaraan,
fasilitas penyebrangan untuk pejalan kaki
dan fasilitas perlindungan pejalan kaki.
x Kehilangan kontrol
Penanganan yang dapat diberikan antara
lain yaitu marka jalan, delineasi,
pengendalian kecepatan dan pagar
keselamatan.
x Malam hari (gelap)
Penanganan yang dapat diberikan antara
lain yaitu rambu-rambu yang menentukan
cahaya, delineasi, marka-marka jalan dan
penerangan jalan.
x Jarak pandang buruk
Penanganan yang dapat diberikan antara
lain yaitu melakukan perbaikan alinemen
jalan, perbaikan jarak pandang misalnya
dengan pemotongan pohon-pohon tinggi
yang dapat mengurangi jarak pandang.

48
x Jarak pandang buruk pada tikungan
Penanganan yang dapat diberikan yaitu
perbaikan alinemen jalan, perbaikan
ruang bebas samping, perambuan dan
kanalisasi/marka jalan.
x Tingkah laku mengemudi atau disiplin
lajur buruk
Penanganan yang dapat diberikan yaitu
penambahan/perbaikan marka jalan,
median jalan dan penegakan hukum.
2. Persimpangan
Persimpangan adalah titik perkumpulan beberapa
ruas jalan dan apabila tidak diatur dengan Alat
Pemberi Isyarat Lalu Lintas (APILL) dan
dilengkapi dengan rambu dan marka lalu lintas
yang baik maka persimpangan tersebut bisa saja
menjadi lokasi rawan kecelakaan. Beberapa
penyebab kecelakaan yang sering terjadi di
persimpangan antara lain:
x Pergerakan membelok
Rekomendasi yang bisa diberikan antara
lain adalah penjaluran dengan membuat

49
kanal, menambahkan lampu-lampu
isyarat lalu lintas, larangan berbelok
dengan menggunakan rambu dan untuk
persimpangan yang belum dilengkapi
dengan APILL bisa dilakukan pembuatan
dan penambahan bundaran.
x Mendahului
Rekomendasi yang bisa diberikan antara
lain kanalisasi, dan menambahkan dan
atau melengkapi marka jalan.
x Konflik dengan pejalan
kaki/kendaraan
Menambahkan fasilitas penyebrangan
jalan sebidang (Zebra Cross), fasilitas
penyebrangan jalan tidak sebidang
(Jembatan Penyebrangan), rambu khusus
pejalan kaki dan lampu isyarat untuk
pejalan kaki.
x Jarak pandang yang buruk pada
persimpangan
Hal ini dapat ditangani dengan
meningkatkan jarak pandang melalui

50
perbaikan ruang bebas samping,
menghilangkan penghalang yang
mengganggu penglihatan pengemudi
(misalnya pohon besar), menghilangkan
aktivitas di sekitar persimpangan
(misalnya pedagang kaki lima) dari ROW
(Right of Way) atau rumija.
x Jarak pandang buruk karena
kendaraan parkir
Hal ini dapat ditangani dengan mengatur
perparkiran di sekitar persimpangan atau
menghilangan kegiatan parkir yang
menjadi gangguan.
x Malam hari/kondisi gelap
Rekomendasi yang bisa diberikan antara
lain adalah meningkatkan penerangan
jalan, memberikan atau mengganti rambu
dengan yang dapat memantulkan cahaya
dengan baik, memperbaiki atau
melengkapi rambu dengan yang dapat
memantulkan cahaya selain itu juga dapat
dilakukan delineasi.

51
3. Ruas jalan
Di ruas jalan perkotaan, kecepatan menjadi faktor
yang paling sering terjadi dalam kasus
kecelakaan lalu lintas. Terkadang pengemudi
juga sedang dalam pengaruh obat-obatan dan
atau alkohol. Berikut beberapa penanganan yang
dapat diusulkan, sebagai berikut:
x mengatur dan menempatkan rambu batas
kecepatan. Semakin banyak rambu yang
ditempatkan maka akan memberika efek
“aware” kepada pengemudi akan batas
kecepatan. Namun terlalu banyak juga
akan memberikan efek bosan sehingga
pengguna akan cenderung mengabaikan
informasinya;
x mengatur kecepatan pada lokasi-lokasi
yang ramai dengan pejalan kaki, misalnya
dengan penambahan rumble strip; dan
x penegakan hukum

52
4. Hubungan Koordinasi dengan Pihak Eksternal
Pelaksanaan rekomendasi yang baik adalah yang
tepat sasaran. Maksudnya adalah rekomendasi
yang diberikan dapat dijalankan oleh pihak yang
bersangkutan. Misalnya pada suatu ruas jalan
antar provinsi dengan status jalan Nasional,
diketahui bahwa salah satu lokasi rawan
kecelakaan terletak di tikungan jalan dan setelah
dilakukan kunjungan lapangan dan diidentiifkasi
ternyata penyebab kecelakaan yang sebenarnya
adalah tidak ada informasi peringatan tikungan
tajam yang disertai dengan turunan sehingga bagi
pengemudi yang belum menguasai medan jalan
sedikit kaget dengan kondisi ini. Maka dari itu
dapat diberikan rekomendasi penambahan rambu
peringatan tikungan tajam dan disertai dengan
rambu peringatan turunan yang curam. Untuk
penambahan rambu dan marka seperti ini adalah
tugas dari Kementerian Perhubungan, maka
sangat tepat apabila hasil laporan penanganan
lokasi black spot ini diinformasikan ke tingkat
pusat dan tingkat daerah.

53
54

54
BAB V
V. PENYUSUNAN LAPORAN BLACK SPOT

Penyusunan laporan merupakan hal yang tidak kalah


penting. Laporan ini dapat menceritakan permasalahan
dan usulan penanganan black spot kepada pihak – pihak
terkait yang akan ikut serta dalam proses penanganan
black spot walaupun tidak melakukan peninjauan langsung
terhadap data kecelakaan maupu kondisi lokasi. Oleh
karena itu, susunan laporan harus mudah dimengerti dan
menggunakan istilah yang lazim digunakan di bidang Lalu
Lintas dan Angkutan Jalan. Bagian-bagian laporan yang
wajib tercantum, sebagai berikut:
x Cover
Bagian ini merupakan halaman paling depan dalam
laporan. Dengan demikian, cover perlu berisi hal-
hal yang menginformasikan isi laporan secara
umum, antara lain: wilayah dilakukannya kajian
black spot, bulan dan tahun pembuatan laporan,
dan personil atau unit yang membuat laporan.

55
x Pendahuluan
Pendahuluan berisi mengenai gambaran umum
keselamatan di wilayah. Salah satu hal yang
dimasukan di dalam bagian ini adalah pemetaan
lokasi black spot yang berasal dari Langkah C-1
dan Langkah C-2. Dengan demkian, pembaca dapat
mengetahui gambaran mengenai lokasi-lokasi
black spot di wilayah beserta rincian informasinya.

x Identifikasi Permasalahan
Permasalahan utama adalah black spot. Dengan
demikian, bagian ini harus memaparkan secara
rinci karakteristik setiap black spot. Materi untuk
bagian ini berasal dari Langkah B-1, Langkah B-2,
dan Langkah B-3. Dengan demikian, pembaca
dapat mengetahui alur berpikir tim kajian black
spot melakukan penentuan lokasi yang didasarkan
dari kondisi keselamatan di lokasi tersebut.
Permasalahan turunan adalah kondisi infrastruktur
jalan belum berwawasan keselamatan dan
keruwetan kondisi lingkungan sosial di lokasi black
spot. Materi ini berasal dari Langkah B-3 dan

56
Langkah B-4. Permasalahan sosial bisa menjadi
pemicu lokasi black spot. Beberapa kondisi
lingkungan di sekitar jalan yang perlu diperhatikan
antara lain:
9 tata guna lahan di sekitar lokasi;
9 kegiatan yang ada di sekitar lokasi; dan
9 jenis kendaraan yang melintas.

Sebagai contoh, diketahui bahwa terdapat satu


tikungan yang sering terjadi kecelakaan dan
melibatkan mobil dan motor dengan tipe
kecelakaan depan-samping. Lokasi ini
diindikasikan sebagai black spot dan setelah
dianalisa ternyata di sekitar tikungan tersebut ada
warung kecil dan ramai dikunjungi oleh
masyarakat sehingga kendaraan pengunjung yang
parkir mengganggu kendaraan yang melewati ruas
jalan tersebut. Kendaraan-kendaraan tersebut
mengganggu jarak pandang. Sebagai solusi untuk
black spot ini maka perlu ada penggusuran warung
tersebut. Kegiatan identifikasi permasalahan di
lapangan harus dilakukan dengan teliti dan cermat

57
dan sangat perlu membawa form check list
verifikasi ketika kunjungan ke lapangan dan juga
mendokumentasikan lokasi yang diidentifikasi.

x Analisis dan Usulan Rekomendasi Penanganan


Analisis black spot harus mencampurkan unsur-
unsur 3 (tiga) hal, meliputi: karakteristik
kecelakaan, kondisi infrastruktur jalan, dan kondisi
sosial. Hasil analisis dapat memberikan gambaran
mengenai rekomendasi penanganan yang dapat
diusulkan, baik untuk internal maupun eksternal.
Bagian ini merupakan hasil dari Langkah C-3 dan
Langkah C-4.

x Lampiran
Lampiran bersifat opsional yang berfungsi untuk
memberikan gambaran secara rinci mengenai fakta
data dan fakta lapangan. Dengan demikian, isi dari
lampiran disesuaikan dengan kebutuhan, antara
lain:
9 Surat Keputusan dari instansi terkait
mengenai status jalan yang ditinjau;

58
9 Copy Laporan Polisi mengenai pelaporan
kecelakaan lalu lintas beserta sketsa
tabrakannya di lokasi-lokasi black spot;
9 Copy Formulir Survey Lapangan yang telah
dilakukan; dan
9 Dokumentasi (sesuai kebutuhan).

59
MARKAS BESAR
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
KORPS LALU LINTAS

LAPORAN
HASIL PELAKSANAAN KEGIATAN PENGKAJIAN BLACKSPOT
DI WILAYAH POLDA KALTIM TAHUN 2013
TANGGAL 20 S.D 24 MEI 2013

Jakarta, Mei 2013

61
MARKAS BESAR
KEPOLISIAN NEGARA REPUBLIK INDONESIA
KORPS LALU LINTAS

LAPORAN
HASIL PELAKSANAAN KAJIAN BLACKSPOT DI POLDA KALTIM
TANGGAL 20 S.D 24 MEI TAHUN 2013

I. PENDAHULUAN

1. Dasar

a. Keputusan Kakorlantas Polri Nomor : Kep/33/VI/2012 tanggal 11 Juni 2012


tentang Rencana Kerja Korlantas Polri T.A. 2013;

b. Rengiat Bid Jemenopsrek Korlantas Polri T.A. 2013;

c. Surat Perintah Kakorlantas Polri Nomor : Sprin/29/V/ 2013 tanggal 6 Mei 2013
tentang penunjukan Tim Kajian Blackspot T.A. 2013;

d. Surat Telegram Kapolri Nomor : ST/898/V/2013 tanggal 6 Mei tahun 2013


tentang pelaksanaan Kajian Blackspot di 4 (empat) Polda Kalsel. Kalbar, Kalteng
dan Kaltim.

2. Maksud dan Tujuan

a. Maksud
1) maksud dari pada laporan ini adalah untuk melakukan pendataan
Blackspot berupa kegiatan survey lapangan dengan maksud untuk
memperoleh data yang akurat sesuai fakta yang ditemukan secara
langsung di lapangan;

2) melakukan inventarisasi dan identifikasi permasalahan lalu lintas yang


terkoordinasi (data awal dari instansi dan kewilayahan) untuk dilakukan
pengkajian dan diketahui faktor penyebab seringnya kecelakaan tersebut
terjadi pada lokasi tersebut;

b. Tujuan
1) tujuan dari pada laporan ini adalah sebagai bahan adanya analisa secara
akademis terkait lokasi yang sering terjadi kecelakaan dan segala
permasalahannya harus dicari solusi secara proforsional;

2) sebagai data kepada pimpinan dalam bentuk laporan sebagai bahan


masukan dan pertimbangan dalam mengambil langkah kebijakan lebih
lanjut sekaligus rekomendasi lintas sektoral

62
II. PELAKSANAAN

3. Tempat pelaksanaan. :

Tempat: Polda Kalimantan Timur


Tanggal : 20 s.d 24 Mei 2013

4. Tim II :

a. Kombes Pol Drs. Agus Sukamso, M.Si : Ka Tim IV


b. AKBP Imam Setiawan, Sik : Wakil Ka Tim
c. Kompol Haris Hadis, Sik.MMTr : Anggota
d. AKP Andreas T, Sik : Anggota
e. Briptu Ari Septianto : Anggota .
f. Ir. Alan Marino : UI
g. Salman Farisi, ST : UI
h. Febi Siahaan, MA : UI

5. Metode

a. peninjauan lapangan;
b. pengumpulan data (kualitatif dan kuantitatif);
c. pembobotan/scoring kejadian laka lantas;
d. rapat koordinasi (internal dan eksternal);
e. dokumentasi dan penyusunan rekomendasi.

6. Hasil kegiatan Kajian Blackspot di Polda Kalimantan Timur sebagai berikut :

laporan ini merupakan hasil Kajian Blackspot Korlantas POLRI dengan Tim
Laboratorium Transportasi Universitas Indonesia untuk mengatasi daerah blackspot
yang ada di Provinsi Kalimantan Timur. Tim ini dipimpin oleh KBP Drs. Agus
Sukamso, M.Si. Kunjungan dilaksanakan pada tanggal 20-24 Mei 2013 di wilayah
studi Provinsi Kalimantan timur dan 5 (lima) lokasi yang dijadikan tempat pelatihan.

a. Permasalahan 1
Lokasi : Jalan Soekarno-Hatta KM 3.5, Ruas Balikpapan – Samarinda
(Koordinat: -1.21999, 116.84843)
Waktu : Selasa / 21 Mei 2013 pukul 14:00 WITA

Ringkasan :

Lokasi ini terletak di Jalan Sukarno-Hatta KM 3.5, termasuk dalam wilayah


Polresta Balikpapan, merupakan jalan utama, berdasarkan pengamatan,
dengan volume kendaraan yang tinggi.

Lebar badan jalan sekitar 10,00 meter, tidak dilengkapi dengan marka jalan,
namun ada beberapa rambu, seperti rambu penyeberang jalan di sisi jalan arah
ke Samarinda dan tanda peringatan. Kondisi badan Jalan Soekarno Hatta di
KM 3.5 (depan Detasemen Zeni tempur) mengalami penurunan (amblas)
mencapai sepanjang 26 meter, dengan kedalaman 20 cm. Saat ini, hanya

63
separo jalan yang bisa dimanfaatkan. Lebarnya hanya berkisar 6 meter, tidak
begitu ideal untuk lalu lintas kendaraan dari arah berlawanan, terutama
kendaraan dengan tonase besar.

Gambar 1. Lokasi Rawan Kecelakaan Jl. Soekarno-Hatta KM


3.5, Ruas Balikpapan – Samarinda

Menurut petugas dari Dinas PU, ruas itu longsor karena dibangun di atas tanah
urukan. Salah satu bahan urukannya adalah sampah dan sisa-sisa kayu
tebangan. Setelah sekian lama, sampah membusuk, begitu pula kayunya.
Tekanan bobot material di atasnya membuat jalan turun. Menurut petugas
polisi, pada saat malam hari, kawasan ini sangat rawan terjadi kecelakaan lalu
lintas lantaran minimnya lampu penerangan. Sekedar informasi, kerusakan
jalan KM 3,5 ini sudah berlangsung lima tahun lebih. Sebelumnya sempat
beberapa kali diupayakan perbaikan, tapi hasilnya nihil. Belakangan, ada
informasi kandungan batu bara di bawahnya, sehingga mempengaruhi kontur
tanah dan konstruksi badan jalan.

64
Gambar 2. Kondisi Eksisting lokasi Rawan Kecelakaan
Jl. Soekarno-Hatta KM 3.5, Ruas
Balikpapan – Samarinda

Rekomendasi Penanganan:

Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan serta didukung dengan data


anatomi kecelakaan, didapatkan hasil bahwa kondisi geometrik untuk lokasi
ini telah memenuhi standar yang ada, baik dari lebar lajur maupun
superelevasi. Penyebab kecelakaan adalah jalan yang amblas. Hal yang perlu
dilakukan adalah memperbaiki kondisi jalan. Rekomendasi jangka pendek
adalah pemasangan sheet pile untuk menahan supaya tanah yang bergeser
tidak longsor lebih jauh,

b. Permasalahan 2
Lokasi : KM 57, Taman Hutan Raya (Tahura), Ruas Balikpapan – Samarinda.
(Koordinat: -00.83819, 117.01149)
Waktu : Selasa / 21 Mei 2013 pukul 16:20 WITA

Ringkasan :

Lokasi ini terletak di KM 57, jalan ini berada di ruas Balikpapan – Samarinda,
masuk dalam wilayah Polres Kutai Kartanegara.

Secara geometrik, lebar badan jalan sekitar 6,00 meter dengan 2 lajur 2 arah,
dan tidak terdapat bahu jalan di kedua sisi jalan, hanya tebing (sisi jalan
menuju Samarinda) dan jurang (sisi jalan menuju Balikpapan). Pada tikungan,
lebar badan jalan menyempit menjadi 5.5 meter. Faktor utama penyebab
kecelakaan lalu lintas ada kurangnya jarak pandang dikarenakan tikungan
tajam menanjak (dari arah Balikpapan) dan tikungan menurun (dari arah
Samarinda), sehingga kendaraan tidak dapat melihat dari kendaraan dari arah
yang berlawanan. Selain itu, sering terjadi longsor, khususnya pada sisi jalan
menuju Balikpapan.

65
Gambar 3. Lokasi Rawan Kecelakaan KM 57, Tahura, Ruas Balikpapan –
Samarinda

Pada bulan September 2012, terjadi kecelakaan antara mobil dan truk dengan
korban meninggal dunia 9 orang. Keterangan sementara, sopir truk dari arah
Samarinda lalai terlalu mengambil jalur kanan, sedangkan dari arah
berlawanan dari Balikpapan, ada mobil. Dari lokasi, truk terlalu ke kanan
setelah berupaya menghindari longsoran di sebelah kirinya. Kedua truk dan
mobil itu dalam kecepatan tinggi.

Gambar 4. Kondisi Eksisting Lokasi Rawan Kecelakaan KM 57,


Tahura, Ruas Balikpapan – Samarinda

66
Rekomendasi Penanganan:

Untuk meminimalkan risiko kecelakaan, perlu perbaikan terhadap jarak


pandang, hal ini bisa dicapai dengan penangan jangka panjang yaitu
mengubah geometrik jalan sehingga tikungan tidak terlalu tajam dan jarak
pandang pengemudi lebih luas. Lebar jalan ini kurang lebar dari standar yang
ditetapkan yaitu 3,6 m per arah untuk jalan nasional. Kecelakaan yang sering
terjadi di lokasi ini adalah tabrak depan-depan. Hal yang perlu dilakukan
adalah membuat ruang bebas samping untuk meningkatkan jarak pandang,
mengurangi kecepatan pengguna jalan dengan memasang pita kejut atau
rumble strip. Kelengkapan atribut jalan juga perlu mendapatkan perhatian;
seperti pemasangan guard rail di sekitar tikungan (dan diperbaiki apabila
rusak), marka jalan, rambu-rambu peringatan daerah rawan kelecakaan,
batasan kecepatan harus terpasang dengan baik sehingga informasi yang
disampaikan dapat mudah dimengerti oleh pengemudi. Rambu yang
ditambahkan dapat berupa rambu hati-hati dan peringatan mengenai lokasi
rawan kecelakaan. Di sisi tikungan, disarankan diberikan beberapa rambu
chevron sebagai informasi kepada pengemudi bahwa mereka sedang berada di
daerah tikungan. Kemudian perlu dibuat lajur pendakian (climbing lane) untuk
membantu kendaraan bermanuver saat menanjak.

c. Permasalahan 3
Lokasi Pertama : Jl. Cipto Mangunkusumo, Jembatan Mahakam, Kota
Samarinda
(Koordinat:- 00.31182, 117.07165)
Waktu Survey : Rabu / 22 Mei 2013, pukul 10:30 WITA

Ringkasan :

Lokasi ini terletak di Kota Samarinda, dengan karakteristik tipe jalan 4 lajur 2
arah dengan marka median, lebar badan jalan 12 meter, lebar bahu jalan 2
meter di kedua arah, dan terdapat trotoar di kedua arah dalam kondisi baik.
Kecelakaan sering terjadi di daerah ini dikarenakan superelevasi jalan ke arah
yang salah, seharusnya superelevasi jalan bernilai postif namun dijalan ini
nilainya negatif. Kondisi perkerasan badan jalan dalam kondisi baik.

67
Gambar 5. Lokasi Rawan Kecelakaan Jl. Cipto Mangunkusumo,
Jembatan Mahakam, Kota Samarinda

Gambar 6. Kondisi Eksisting Lokasi Rawan Kecelakaan Jl.


Cipto Mangunkusumo, Jembatan Mahakam, Kota
Samarinda

Rekomendasi Penanganan:
Permasalahan rawan laka yang terjadi karena superelevasi jalan berada di arah
yang salah. Kendaraan dari jembatan Mahakam yang ingin ke arah
Tenggarong terlempar ke arah luar akibat dari gaya sentrifugal dan
superelevasi jalan yang salah. Rekomendasi yang disarankan adalah perbaikan
superelevasi saat dilapis ulang (overlay).

68
d. Permasalahan 4

Lokasi Pertama : Simpang Tiga Gunung Lipan, Kota Samarinda


(Koordinat: -00.53893, 117.11434)
Waktu Survey : Rabu / 22 Mei 2013, pukul 11:00 WITA

Ringkasan :

Simpang ini memiliki 2 lajur untuk 2 arah tanpa ada median (2/2UD) untuk
setiap kaki simpang, dengan lebar masing-masing lajur selebar 3,5 meter.
Menurut anggota, kecelakaan sering terjadi di daerah ini dikarenakan tikungan
yang cukup tajam dan jarak pandang yang minim sehingga kecelakaan yang
terjadi di lokasi ini adalah kecelakaan depan-depan dan kecelakaan tunggal
akibat menghindar dari kendaraan yang datang dari arah berlawanan. Simpang
tiga ini memiliki kemiringan jalan yang cukup ekstrim, hingga mencapai 18%.
Marka dan rambu dalam keadaan baik.

Gambar 7. Lokasi Rawan Kecelakaan di Simpang Tiga Gunung


Lipan, Kota Samarinda

69
Gambar 8. Ir. Alan sedang memberikan arahan kepada anggota
wilayah mengenai Blackspot

Gambar 9. Kondisi Eksisting Lokasi Rawan Kecelakaan di Simpang Tiga


Gunung Lipan, Kota Samarinda

Rekomendasi Penanganan:
Rekomendasi yang diberikan berupa penanganan berbiaya tinggi, hal ini
dikarenakan kemiringan jalan yang cukup ekstrim (hingga 18%). Penanganan
yang perlu dilakukan adalah memperbaiki geometrik jalan yang ada.
Kemiringan ini harus disesuaikan dengan standar kemiringan maksimum yang
telah ditentukan.

70
e. Permasalahan 5

Lokasi Pertama : Jalan Pelita, Ruas Samarinda – Balikpapan


(Koordinat:- 00.54559, 117.11688)
Waktu Survey : Rabu / 22 Mei 2013, pukul 12:00 WITA

Ringkasan :
Jalan Pelita merupakan jalan penghubung antara Jl. Cipto Mangunkusumo dan
Jl. HAMM Rifaddin, Loa Janan Ilir. Menurut anggota, kecelakaan sering
terjadi di daerah ini dikarenakan tikungan yang cukup tajam dan jarak
pandang yang minim sehingga kecelakaan yang terjadi di lokasi ini adalah
kecelakaan depan-depan. Secara geometrik, lebar badan jalan 6,00 meter
sebelum tikungan, serta tidak memiliki bahu jalan. Jalan menanjak menuju
pusat Kota Samarinda dan terdapat rambu hati-hati sebelum tikungan. Turunan
yang cukup curam, di turunan jalan ini biasanya kecelakaan kerap terjadi.
Kebanyakan kecelakaan dialami kendaraan berat. Terdapat beberapa rumble
strip untuk mengurangi kecepatan kendaraan.

Gambar 10. Lokasi Rawan Kecelakaan Jalan Pelita, Ruas


Samarinda – Balikpapan

71
Gambar 10. Kondisi Eksisting Lokasi Rawan Kecelakaan Jalan
Pelita, Ruas Samarinda – Balikpapan

Rekomendasi Penanganan :
Berdasarkan hasil pengamatan di lapangan serta didukung dengan data
anatomi kecelakaan, didapatkan hasil bahwa kondisi geometrik untuk lokasi
ini cukup memenuhi standar yang ada dari sisi lebar jalan. Kecelakaan yang
sering terjadi di lokasi ini adalah tabrak depan-depan dan kecelakaan tunggal.

Perlu dibuat jalur pendakian untuk menampung trek yang bermuatan berat
atau kendaraan lain yang lebih lambat supaya kendaraan lain yang berada
dibelakangnya dapat mendahului kendaraan yang lebih lambat itu tanpa
menggunakan lajur lawan. Kemudian sedikitnya rambu-rambu lalu lintas yang
membuat pengguna jalan kurang mendapat informasi mengenai jalan yang
sedang dilalui. Penambahan rambu akan membantu mengurangi jumlah
kecelakaan. Rambu yang ditambahkan dapat berupa rambu tanjakan, marka
chevron. Dapat dipertimbangkan untuk melebarkan jalan sesuai standar 3,5
meter di setiap lajur. Kemudian lajur pendakian untuk kendaraan berat juga
dapat ditambahkan untuk memberikan ruang bagi pengguna jalan lain yang
sedang menanjak.

72
III. PENUTUP

Demikian laporan hasil pelaksanaan kegiatan pengkajian Blackspot ini dibuat dalam rangka
menyamakan persepsi dan cara mengidentifikasi permasalahan yang ada pada masing-masing
blackspot serta cara penanganannya berbasis Manajemen Rekayasa Lalu Lintas, sehingga
dapat menghasilkan Rekomendasi kepada semua pihak guna menentukan kebijakan lebih
lanjut.

Jakarta, Juni 2013

KETUA TIM IV

73

Anda mungkin juga menyukai