Anda di halaman 1dari 25

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Seismik
Seismik merupakan salah satu teknologi yang digunakan dalam
eksplorasi minyak dan gas bumi. Data seismik dapat menggambarkan
kondisi bawah permukaan meliputi, bentuk cekungan, struktur geologi,
perangkap hidrokarbon dan perkiraan jenis batuan. Salah satu metode
seismik yang sering digunakan yaitu seismik refleksi. Metode seismik
refleksi merupakan metode geofisika yang memanfaatkan gelombang pantul
(refleksi) dari batuan di bawah permukaan.
2.1.1 Interpretasi Seismik
Interpretasi struktur pada seismik meliputi interpretasi sesar,
lipatan, diapir dan intrusi. Sesar dapat diinterpretasikan dari
terputusnya pola refleksi (offset pada horison), penyebaran
kemiringan yang tidak sesuai atau tidak berhubungan dengan
stratigrafi, adanya pola difraksi pada zona patahan, adanya perbedaan
karakter refleksi pada kedua zona dekat sesar. Lipatan dapat
diinterpretasikan dari adanya pelengkungan horison seismik yang
membentuk suatu antiklin maupun sinklin. Sedangkan intrusi dapat
diinterpretasikan dari dragging effect tidak jelas. Pola - pola
perlapisan total yang berkembang sebagai suatu hasil proses - proses
pengendapan, erosi dan paleogeografi dapat diinterpretasikan dengan
menggunakan pola - pola refleksi seismik. Kontinuitas refleksi
berhubungan erat dengan kontinuitas perlapisan.

2.2 Inti Bantuan (Core)


Pengertian inti batuan (core) adalah sampel atau contoh batuan yang
diambil dari bawah permukaan. Inti batuan (core) pada umumnya diambil
pada kedalam tertentu yang prospektif dan digunakan dalam penelitian lebih
lanjut untuk, mengetahui kondisi bawah permukaan.

6
Data - data yang diambil meliputi dari jenis batuan, tekstur (ukuran
butir, derajat pemilahan, derajat pembundaran, kemas, fragmen, matrik dan
semen), struktur sedimen dan sifat fisik dari batuan itu sendiri. Tekstur dan
struktur dapat menggambarkan sejarah transportasi, pengendapan energi,
genesis, arah arus, mekanisme transportasi dan kecepatan batuan sedimen
yang diteliti. Sehingga dari faktor tersebut dapat ditentukan facies dan
lingkungan pengendapannya. Adapun tujuan pengambilan data core untuk
mendapatkan data, antara lain:
a. Data detail tentang reservoir (facies, struktur sedimen, lingkungan
pengendapan, umur, tipe porositas).
b. Data petrofisika dan kualitas batuan, seperti porositas, permeabilitas,
saturasi).
c. Kalibrasi log.
d. Studi fracture dan suture.

2.3 Log Mekanik (Wireline Log)


2.3.1 Well Logging
Well logging merupakan suatu teknik untuk mendapatkan
data bawah permukaan dengan menggunakan alat ukur yang
dimasukan ke dalam lubang sumur, untuk evaluasi formasi dan
identifikasi ciri – ciri batuan di bawah permukaan
(Schlumberger, 1986). Tujuan dari well logging adalah untuk
mendapatkan informasi litologi, pengukuran porositas,
pengukuran resistivitas, dan kejenuhan hidrokarbon. Sedangkan
tujuan utama dari penggunaan log ini adalah untuk menentukan
zona, dan memperkirakan kuantitas minyak dan gas bumi dalam
suatu reservoir.
2.3.2 Tipe – tipe Log
Log adalah suatu grafik kedalaman (atau waktu) dari satu
set yang menunjukan parameter fisik, yang diukur secara
berkesinambungan dalam sebuah sumur (Harsono, 1997).

7
Logging adalah pengukuran atau pencatatan sifat – sifat fisika
batuan di sekitar lubang bor secara tepat dan menerus pada
interval kedalaman tertentu (Schlumberger, 1986). Maksud dari
logging adalah untuk mengukur parameter fisika sehingga dapat
diinterpretasi litologi penampang sumur, karaterristik reservoir
antara lain porositas, permeabilitas, kejenuhan air dan minyak.
2.3.2.1 Log Listrik (Electrical Log)
Log listrik merupakan suatu jenis log yang digunakan untuk
mengukur sifat kelistrikan batuan, yaitu untuk mengukur
resistivitas atau tahanan jenis batuan dan juga potensial dari
batuan. Salah satu jenis log ini adalah :
 Log Resistivitas
Resistivitas atau tahanan jenis suatu batuan adalah suatu
kemampuan batuan untuk menghabat jalannya arus listrik
yang mengalir melalui batuan tersebut (Thomer, 1984). Nilai
resistivitas rendah apabila batuan mudah untuk mengalirkan
arus listrik dapat dilihat pada gambar 2.1. Resistiitas
kebalikan dari konduktivitas. Besarnya harga resistivitas
(tinggi atau rendah) suatu batuan tergantung pada sifat
karakter dari batuan tersebut. Nilai resistivitas pada suatu
formasi bergantung dari (Chapman, 1976) :
a. Salinitas air formasi.
b. Jumlah air fomasi yang ada.
c. Struktur geometri pori – pori.
Sifat atau karakter batuan diantaranya adalah porositas,
salinitas dan jenis batuan, hal ini dapat dianalisis sebagai
berikut:
- Pada lapisan permeabel yang memiliki komposisi air
tawar, harga resisitivitasnya tinggi, karena air tawar
mempunyai salinitas rendah bahkan lebih rendah dari air
filtrasi sehingga konduktivitasnya rendah.

8
- Pada lapisan permeabel yang memiliki komposisi air asin,
harga resistivitasnya rendah karena air asin mempunya
salinitas yang tinggi sehingga konduktivitasnya tinggi.
- Pada lapisan yang memiliki komposisi hidrokarbon,
resistivitasnya tinggi.
- Pada lapisan yang memiliki komposisi sisipan shale,
harga resistivitasnya menunjukan penurunan yang selaras
dengan presentase sisipan tersebut.
Pada lapisan kompak harga resistivitas tinggi, karena
lapisan kompak mempunyai porositas mendekati nol
sehingga celah antar butir yang menjadi media penghantar
kecil.

Gambar 2.1 Defleksi log resistivitas (Rider, 1996)

2.3.2.2 Log Radioaktif


Log ini menyelidiki intensitas radioaktif mineral yang
mengandung radioaktif dalam suatu lapisan batuan dengan
menggunakan suatu radioaktif tertentu. Jenis – jenis log
radioaktif yaitu:

9
 Log Gamma Ray
Menurut Bassiouni (1994), log ini digunakan untuk
mengukur intensitas radioaktif yang dipancarkan dari batuan
yang didasarkan bahwa setiap batuan memiliki komposisi
komponen radioaktif yang berbeda – beda. Unsur – unsur
radioaktif itu adalah Uranium (U), Thronium (Th), dan
Pottasium (K). Log sinar gamma mengukur intensitas sinar
gamma alami yang dipancarkan oleh formasi. Sinar gamma
ini berasal dari peluruhan unsur – unsur radioaktif yang
berada dalam batuan.
Batupasir dan Batugamping hampir tidak memiliki unsur
– unsur radioaktif. Serpih mempunyai komposisi radioaktif
yang tinggi yaitu rata – rata 6 ppm Uranium, 12 ppm
Thorium dan 2% Potassium (Schlumberger, 1958).
Berdasarkan hal ini maka log sinar gamma dapat digunakan
untuk mengetahui komposisi serpih suatu formasi.
Pada lapisan permeabel yang bersih (clean), kurva gamma
ray menunjukan intensitas radioaktif yang sangat rendah,
kecuali jika mempunyai komposisi mineral – mineral tertentu
yang bersifat radioaktif. Sedangkan pada lapisan kotor, misal
komposisi serpihan (shally), kurva gamma ray akan
menunjukan intensitas radioaktif yang tinggi. Batubara oleh
log sinar gamma ray ditunjukan dengan nilai yang sangat
rendah secara umum dapat dilihat pada gambar 2.2. Hal ini
disebabkan batubara berasal dari material organik sehingga
tidak mempunyai komposisi radioaktif.
Log ini umunya berada disebelah kiri kolom kedalaman
dengan satuan API unit (American Petroleum Institute). Log
sinar gamma terutama digunakan untuk membedakan antara
batuan reservoir dan non reservoir. Selain itu juga penting

10
didalam pekerjaan korelasi dan evaluasi komposisi serpih di
dalam suatu formasi.

Gambar 2.2 Defleksi log gamma ray (Dewan, 1983).


 Log Densitas (RHOB)
Log densitas menunjukan besarnya densitas dari batuan
yang ditembus lubang bor. Dari besaran ini sangat berguna
dalam penentuan besaran porositas. Selain itu juga dapat
mendeteksi adanya indikasi hidrokarbon atau air bersama –
sama dengan log neutron.
Prinsip dasar dari log densitas adalah menggunakan energi
yang berasal dari sinar gamma. Pada sinar gamma bertabrakan
dengan elektron dalam batuan akan mengalami pengurangan
energi. Energi yang kembali sesudah mengalami benturan
akan diterima oleh detektor yang berjarak tertentu dengan
sumbernya, makin lemah energi yang kembali menunjukan
makin banyaknya elektron – elektron dalam batuan, yang

11
berarti makin padat butiran/mineral penyusun batuan
persatuan volume (Dewan,1983). Dalam log densitas besarnya
nilai kurva dinyatakan dalam satuan gram/cc.

Gambar 2.3 Defleksi log densitas (Doveton, 1986).


 Log Neutron (NPHI)
Menurut Schlumberger (1986), log neutron berguna untuk
penentuan besarnya porositas batuan. Prinsip dasar dari alat
ini adalah memancarkan neutron secara terus menerus dan
konstan pada suatu lapisan batuan, massa neutron akan netral
dan hampir sama dengan massa atom hidrogen.
Partikel – partikel neutron memancar menembus formasi
dan bertumbukan dengan material – material dari formasi
tersebut. Akibatnya neutron mengalami sedikit hilang, besar
kecilnya energi yang hilang tergantung dari perbedaan massa
neutron dengan massa material pembentuk batuan/formasi
(Doveton, 1986).

12
Hilangnya energi paling besar adalah bila neutron
bertumbukan dengan suatu atom yang mempunyai massa
yang sama atau hampir sama, seperti halnya hidrogen (Russel,
1951).
2.3.3 Interpretasi Log
a) Log Resistivitas (LLD, LLS, MSFL)
- Litologi batugamping menunjukan resistivitas yang besar.
- Litologi batugamping menunjukan resistivitas yang kecil.
- Air resistivitasnya kecil.
- Hidrokarbon resistivitasnya besar.
b) Log Porositas (NPHI, RHOB)
- Batugamping (NPHI) : kecil
(RHOB) : besar
- Pasir (diantara batugamping dan batulempung)
- Batulempung (NPHI) : Besar
(RHOB) : kecil
2.3.4 Interpretasi Porositas
Apabila kurva densitas (RHOB) lapisan tersebut berada di
sebelah kiri kurva neutron (NPHI) maka lapisan tersebut
menunjukan komposisi fluida.
Air : - Resistivitas kecil (LLD, LLS, MSFL = kecil)
- NPHI kecil
- RHOB kecil
Hidrokarbon : - resistivitasnya besar (LLD, LLS, MSFL =besar)
- NPHI kecil
- RHOB besar
2.3.5 Penentuan Lingkungan Pengendapan Berdasarkan Wireline Log
Ahli geologi sepakat bahwa penentuan lingkungan pengendapan
dapat dilihat dari bentuk kurva log terutama log gamma ray dan
spontaneous potential (Walker, 1992). Bentuk tipikal log dengan
beberapa facies pengendapan merupakan indikasi dari bentuk kurva log

13
GR atau SP. Bentuk kurva log yang tidak spesifik dari setiap
lingkungan pengendapan membuat interpretasi berdasarkan data
tersebut sangat beresiko tinggi. Interpretasi lingkungan pengendapan
yang cukup akurat didapat dari data core. Bentuk kurva log GR, SP dan
resistivitas memiliki suatu urutan vertikal (gambar 2.4), yaitu :
1. Cylindrical
Bentuk silinder pada log GR atau SP dapat menunjukkan
sedimen tebal dan homogen yang dibatasi oleh pengisian channel
atau channel - fills dengan kontak yang tajam. Cylindrical
merupakan bentuk dasar yang mewakili homogenitas dan ideal
sifatnya. Bentuk cylindrical diasosiasikan dengan endapan sedimen
braided channel, estuarine atau submarine channel fill,
anastomosed channel, eolian dune, tidal sand.
2. Funnel Shaped
Profil berbentuk corong atau funnel menunjukkan
pengkasaran ke arah atas yang merupakan bentuk kebalikan dari
bentuk bell. Bentuk funnel kemungkinan dihasilkan sistem
progradasi seperti submarine fan lobes, regressive shallow marine
bar, barrier islands atau karbonat terumbu depan yang
berprogradasi di atas mudstone, delta front atau distributary mouth
bar, crevasse splay, beach and barrier beach, strandplain,
shoreface, prograding shelf sands dan submarine fan lobes.
3. Bell Shaped
Profil berbentuk bell menunjukkan penghalusan ke arah atas,
kemungkinan akibat pengisian channel atau channel fills.
Pengamatan membuktikan bahwa besar butir setiap level cenderung
sama, namun jumlahnya memperlihatkan gradasi menuju berbutir
halus dengan lempung yang bersifat radioaktif makin banyak ke
atas. Bentuk bell dihasilkan oleh endapan point bars, tidal deposits,
transgressive shelf sands, submarine channel dan endapan turbidit.

14
4. Symmetrical
Bentuk symmetrical merupakan kombinasi antara bentuk bell-
funnel. Kombinasi coarsening - finning upward ini dapat dihasilkan
oleh proses bioturbasi, selain tatanan secara geologi yang
merupakan ciri dari shelf sand bodies, submarine fans and sandy
offshore bars. Bentuk assymetrical merupakan ketidakselarasan
secara proporsional dari kombinasi bell - funnel pada fasies
pengendapan yang sama.
5. Irregular
Bentuk irregular merupakan dasar untuk mewakili adanya
batuan reservoir. Bentuk irregular diasosiasikan dengan sedimen
alluvial plain, floodplain, tidal sands, shelf atau back barriers.
Umumnya mengidentifikasikan lapisan tipis silang siur atau thin
interbeded. Unsur endapan tipis mungkin berupa crevasse splay,
overbank deposits dalam laguna serta turbidit.

Gambar 2.4 Bentuk kurva log GR / SP dengan indikasi beberapa facies


Pengendapan (Walker, 1992).

15
Analisis lingkungan pengendapan tidak akan terlepas dari analisis
pola log yang bertujuan untuk mengetahui perubahan muka air laut
pada inteval penelitian dengan mengkombinasikan antara kemenerusan
vertikal pengendapan, stratigrafi dan pelamparan litologi secara lateral.
Interpretasi dilakukan dengan cara membedakan perubahan pola
log GR, resistivitas, dan log porositas. Hasil dari penentuan pola log
tersebut akan menunjukkan arah penghalusan litologi baik penghalusan
ke atas dan pengkasaran ke atas maupun konstan sehingga akan
mencirikan peristiwa perubahan muka air laut relatif seperti transgresi
dan regresi (Walker, 1992). Penghalusan ke atas bentuk bel atau bell
shape merupakan indikasi peristiwa transgresi, sedangkan pengkasaran
ke atas, yakni bentuk corong atau funnel shape mewakili peristiwa
regresi, sedangkan konstan yaitu cylindrical shape mengindikasikan
transisi. Penentuan lingkungan pengendapan pertama kali diarahkan
kepada skala yang besar kemudian akan dianalisis ke dalam skala kecil
dengan kombinasi data yang ada, yaitu data cutting dan karakter
wireline log.
2.3.6 Korelasi Wireline Log
Korelasi merupakan langkah penentuan unit stratigrafi dan
struktur yang mempunyai persamaan waktu, umur dan posisi stratigrafi.
Korelasi digunakan untuk keperluan pembuatan penampang dan peta
bawah permukaan untuk kemudian dilakukan evaluasi formasi,
penentuan zona produktif atau ada tidaknya perubahan secara lateral
dari masing - masing perlapisan. Dalam pelaksanaannya, korelasi
melibatkan aspek seni dan ilmu, yaitu memadukan persamaan pola dan
prinsip geologi, termasuk dalam proses dan lingkungan
pengendapannya, pembacaan dan analisis log, dasar teknik reservoir
serta analisis kualitatif dan kuantitatif. Data yang dipakai dalam korelasi
umumnya adalah integrasi data core, data wireline log dan data seismik.
Korelasi adalah suatu pekerjaan menghubungkan suatu titik
pada suatu penampang stratigrafi dengan titik lain dari penampang

16
stratigrafi yang lain pula dengan anggapan bahwa titik - titik tersebut
terletak pada perlapisan yang sama. Korelasi adalah penghubungan titik
- titik kesamaan waktu atau penghubungan satuan - satuan stratigrafi
dengan mempertimbangkan kesamaan waktu. Korelasi dibagi menjadi
dua, yaitu :
1. Korelasi struktur
Korelasi struktur menempatkan kedalaman sebagai datum sehingga
akan memberikan gambaran posisi batuan setelah aktivitas tektonik
(struktur sesar, kekar, dan lapisan).
2. Korelasi stratigrafi
Korelasi stratigrafi menempatkan lapisan penunjuk sebagai datum
sehingga dapat memberikan gambaran stratigrafi pada masa lampau.
2.3.6.1 Tujuan Korelasi
a. Mengetahui dan merekontruksi kondisi bawah permukaan
(struktur dan stratigrafi) serta mengetahui penyebaran lateral
maupun vertikal dari zona hidrokarbon (penentuan
cadangan).
b. Merekontruksi paleografi daerah telitian pada waktu geologi
tertentu, yaitu dengan membuat penampang stratigrafi.
c. Menafsirkan kondisi geologi yang mempengaruhi
pembentukan hidrokarbon, migrasi dan akumulasinya
didaerah telitian.
d. Menyusun sejarah geologi daerah telitian.
2.3.6.2 Konsep Penting dalam Korelasi :
a. Bidang pelapisan adalah unsur utama pembentuk satuan
stratigrafi dan bentuk - bentuk struktur sekaligus menentukan
hubungan stratigrafi dan tektonik dari masing-masing satuan
dan bentuk-bentuk struktur tersebut.
b. Bidang perlapisan merupakan bidang kesamaan waktu.
c. Hukum superposisi.

17
2.4 Peta Bawah Permukaan
Peta bawah permukaan adalah peta yang menggambarkan bentuk dan
kondisi di bawah permukaan bumi. Peta ini mempunyai sifat - sifat antara
lain:
a. Kualitatif : menggambarkan suatu garis yang menghubungkan titik-titik
yang nilainya sama (garis iso/kontur), baik ketebalan, kedalaman maupun
perbandingan/persentase ketebalan.
b. Dinamis : kebenaran peta tidak dapat dinilai atas kebenaran metode tetapi
atas data yang ada, sehingga apabila ada data yang baru maka peta dapat
berubah.
Dalam aplikasinya, peta bawah permukaan dibagi menjadi dua
macam, yakni peta kontur dan peta stratigrafi.
1. Peta kontur Struktur
Peta kontur struktur adalah suatu peta yang melukiskan bentuk suatu
bidang perlapisan yang biasanya berada di bawah permukaan dengan
memperlihatkan posisi kedalaman atau ketinggian terhadap suatu
bidang datum. Datum yang dipakai dalam pembuatan peta kontur
struktur adalah muka air laut, di mana tiap - tiap sumur di datum pada
kedalaman yang sama. Bentuk horizontal dari bidang perlapisan
diperlihatkan oleh garis -garis lengkung yang menghubungkan titik -
titik yang mempunyai posisi ketinggian atau kedalaman yang sama
terhadap datum horizontal, disebut garis kontur struktur. Dengan
demikian, peta ini akan memperlihatkan penyebaran lapisan atau
facies batuan secara lateral dan/atau vertikal yang dikontrol oleh
struktur sesar atau lipatan.
2. Peta Stratigrafi
Peta stratigrafi adalah peta yang memperlihatkan perlapisan batuan
beserta perubahannya secara lateral dan dinyatakan dalam nilai-nilai
tertentu, misalnya ketebalan, kedalaman atau perbandingan/persentase
dari lapisan batuan. Peta stratigrafi dibagi menjadi dua macam, yaitu:

18
a) Peta Isopach
Peta isopach adalah peta yang menggambarkan ketebalan
sesungguhnya di suatu unit tubuh batuan yang dinyatakan dengan
garis kontur yang menyatakan ketebalan yang sama. Suatu peta
isopach mempunyai garis kontur yang memperlihatkan distribusi
atau sebaran ketebalan suatu unit batuan (Bishop, 1960 dalam
Tearpock dan Bischke, 2003) Peta isopach akan merefleksikan
bentuk - bentuk geometri dari lapisan yang dianalisis. Dalam hal
ini bentuk kontur akan sangat dipengaruhi oleh bentuk - bentuk
geometri dari lapisan batupasir yang dianalisis. Peta isopach
digunakan oleh para ahli geologi perminyakan (petroleum
geologist) untuk berbagai keperluan studi, antara lain: studi
lingkungan pengendapan, studi genesis batupasir, studi arah aliran
pengendapan, studi mengenai arah pergerakan patahan dan
perhitungan volume hidrokarbon. Peta isopach terdiri atas
beberapa jenis, diantaranya:
(1) Peta isochore
Yaitu peta yang menggambarkan ketebalan di suatu unit tubuh
batuan yang dinyatakan dengan garis kontur yang menyatakan
ketebalan vertikal yang sama.
(2) Peta net sand isopach
Yaitu peta yang menggambarkan total ketebalan
sesungguhnya batupasir yang berkualitas reservoir. Peta net
sand isopach menggambarkan total ketebalan lapisan reservoir
yang berpori dan permeabel dalam ketebalan stratigrafi yang
sebenarnya. Apabila terdapat sisipan batuan yang bukan
batuan reservoir seperti serpih, maka batuan tersebut tidak ikut
dipetakan.
b) Peta Facies
Peta facies adalah peta yang menggambarkan perubahan secara
lateral dari aspek-aspek kimia dan biologi dari sedimen - sedimen

19
yang diendapkan pada waktu bersamaan. Pemetaan ini bertujuan
untuk mengetahui penyebaran lateral dari facies reservoir yang
diperkirakan masih mengandung fluida hidrokarbon.

2.5 Perhitungan Cadangan Hidrokarbon


Perhitungan cadangan sangat penting karena merupakan panduan dalam
perencanaan pengembangan selanjutnya. Ketepatan perkiraan jumlah
cadangan ini tergantung pada kelengkapan dan kualitas data yang ada. Salah
satu metode yang digunakan dalam perhitungan cadangan hidrokarbon adalah
metode volumetrik. Metode volumetrik digunakan untuk memperkirakan
besarnya cadangan reservoir pada suatu lapangan minyak atau gas yang baru.
Data - data yang diperlukan untuk perhitungan estimasi original
hydrocarbon in place dengan metode volumetrik, yaitu bulk volume reservoir,
porositas batuan , saturasi fluida, dan faktor volume formasi fluida.

𝐵𝑢𝑙𝑘 𝑉𝑜𝑙𝑢𝑚𝑒 (Area x Ketebalan) x Porositas x Saturasi


OHCIP = (2.1)
Faktor Volume Formasi

(Satter et al, 2008)


2.5.1 OOIP (Original Oil In Place)
OOIP (Original Oil In Place) berarti volume minyak di suatu
tempat setelah dimulainya proses produksi. Perhitungan terhadap nilai
OOIP ditentukan oleh faktor volume formasi minyak mula – mula,
volem reservoir, porositas reservoir, saturasi hidrokarbon.
2.3.7Penentuan Volume Bulk Batuan Secara Analitis
Langkah pertama yang dilakukan dalam menentukan volume
bulk batuan adalah membuat peta kontur bawah permukaan dan peta
isopach. Peta kontur bawah permukaan merupakan peta yang
menggambarkan garis - garis yang menghubungkan titik - titik dengan
kedalaman yang sama pada setiap puncak formasi. Sedangkan peta
isopach merupakan peta yang menggambarkan garis - garis yang

20
menghubungkan titik - titik dengan ketebalan yang sama dari formasi
produktif (Gambar 2.5).

Gambar 2.5 Peta isopach (a) Total net sand, (b) Net oil sand, (c) Completed isopach
map of oil reservoir (Amyx, J. W. et al, 1960)

Setelah peta isopach dibuat, maka luas daerah setiap garis


isopach dapat dihitung dengan menggunakan planimeter dan diplot
pada kertas, yaitu luas lapisan produktif versus kedalaman. Jika peta
isopach telah dibuat, maka perhitungan volume bulk batuan dapat
dilakukan dengan menggunakan metode pyramidal dan trapezoidal.

2.6 Geologi Regional Cekungan Asri


Berdasarkan tinjauan geologi regional, Cekungan Asri terletak di bagian
ujung tenggara dari Lempeng Eurasia dan secara lebih spesifik merupakan
bagian dari Lempeng mikro Sunda. Pada awalnya Cekungan Asri merupakan
satu bagian dengan Cekungan Sunda. Cekungan Asri merupakan Paleogene
half - graben dengan arah N - S dan melengkung dengan ke arah barat daya,
membatasi patahan utama di wilayah timur.

21
Gambar 2.6 Peta lokasi Cekungan Asri terhadap Indonesia (Sukanto dkk., 1998).

Paleogeografi Cekungan Asri pada waktu banuwati adalah delta di daerah


barat laut cekungan, ban - delta di wilayah timur cekungan, deep lacustrine di
tengah cekungan, dan sistem fluvial – delta di barat cekungan asri pada Zelda
bagian bawah.
Cekungan Asri di sebelah barat berbatasan dengan tinggian saleha dari
hera subbasin yang dianggap sebagai bagian dari Cekungan Sunda, di sebelah
utara dan timur dibatasi oleh Sunda shield, di sebelah selatan oleh northern
extension dari tinggian seribu.
2.6.1 Struktur Geologi dan Tektonik Cekungan Asri
Menurut Sukanto, dkk (1998), Cekungan Asri merupakan suatu
foreland basin dari cekungan busur belakang (back arc basin) yang
merupakan half graben rift serta suatu jenis cekungan ekstensional yang
komplek dari intracratonic atau disebut sag style basin. Sag exstension
berkembang menjadi graben yang simetris, kemudian half graben rift
dan akhirnya berhenti.
Cekungan Asri mempunyai luas sekitar 3500 km2 dengan
ketebalan sedimen mencapai 16.000 feet dan terbentuk dari Paleosen
hingga Pleistosen. Merupakan half graben tersier yang aktif di dalam
back arc basin sejak Oligosen Awal berjarak kira - kira 200 km di utara

22
Java Volcanic Arc dan 400 km di utara trench subduction yang
memanjang dari barat ke timur sepanjang pulau Jawa.
Pada bagian timur dibatasi oleh sesar normal berarah utara –
selatan, bagian selatan dibatasi oleh wrench dengan trend barat laut -
tenggara. Pada bagian barat perlapisan membentuk pola onlap dan
monoklin pada sisi utara cekungan. Analisis tektonik dari pola patahan
berdasarkan sand - box eksperimen diindikasikan bahwa Asri half -
graben lebih merupakan pull a part basin daripada ekstensional rift
graben. Pull a part graben ini berasal dari pergerakan NW-SE dextral
wrenching dari lempeng benua Sunda terhadap lempeng samudra Indo -
Australia selama paleogen awal.
Cekungan asri berada di sebelah utara dari bagian tenggara
Sumatra fault system. Merupakan suatu half graben yang terjadi karena
adanya 3 faktor: Master fault system, deep sag, dan slope. Cekungan
Asri dibagi menjadi dua bagian yaitu asri half - graben dan west asri
slope.

Gambar 2.7 Periode tektonik pada Cekungan Asri (Sukanto, dkk., 1998)

23
Menurut Sukanto, dkk (1998), secara umum sistem sedimentasi
dan jenis struktur yang terdapat pada Cekungan Asri dipengaruhi oleh
tiga periode tektonik yang utama, yaitu Rift Initiation, Syn Rift, dan Post
Rift (Gambar 2.8).
Penjelasan mengenai masing-masing periode dapat diuraikan
sebagai berikut:
1. Rift Initiation (awal terjadinya rifting / pemekaran)
Subduksi lempeng Samudra hindia ke bawah lempeng benua sunda
(akhir Kapur – Paleosen) lalu pada eosen awal lempeng benua
tertarik oleh pergeseran yang mengakibatkan peregangan dan
pelengkungan. Proses sagging terjadi membentuk cekungan yang
diisi oleh sediment sungai (fluvial) terus terjadi sampai daerah
sekitarnya tertutup air dan menjadi danau terendapkan sedimen halus
seperti serpih-lempungan (formasi banuwati). Periode pertama
berlangsung selama pra - Oligosen sampai Oligosen Awal
(pengendapan serpih Banuwati). Periode ini ditandai oleh pemekaran
membentuk suatu rangkaian block faulted yang umumnya paralel
terhadap bidang sesar. Dalam cekungan yang terbentuk diendapkan
fanglomerat, kipas aluvial dan terrace fault dari anggota Hariet,
Formasi Banuwati.
2. Syn Rift (selama terbentuknya rift)
Litosfer patah dan membentuk rekahan dengan arah Barat Laut –
Tenggara yang kemudian membentuk suatu lengkungan dan suatu
bentuk sudut yang tajam. Rekahan - rekahan membentuk batas
pembentukan cekungan half- graben dan endapan kipas alluvial.
Synrift dimulai dengan terjadinya pengangkatan dan erosi.
Sedimentasi lebih banyak dipengaruhi oleh patahan utama rift
sehingga sedimentasi tebal dan tidak simetris. Setelah pergerakan
patahan berhenti, maka dimulailah pengendapan batuan dalam
lingkungan yang dipengaruhi psang surut air laut karena muka air
laut terus naik dari Oligosen – awal Miosen. Periode ini berkembang

24
selama Oligosen Awal sampai Oligosen Akhir (pengendapan serpih
Banuwati sampai Anggota Zelda bagian atas). Pemekaran atau rifting
berkembang menjadi en - echelon fault pada sayap cekungan bagian
timur dan barat. Periode ini di awali oleh cepatnya penurunan dasar
cekungan (subsidence), membentuk cekungan yang dalam Banuwati
terendapkan. Selama pengendapan Anggota Zelda bagian bawah,
cekungan bagian timur membentuk sistem sesar akibat ekstensi yang
cepat sehingga terbentuk cekungan jenis half graben.
3. Post Rift (setelah rift terbentuk)
Neogen post - rift dimulai dengan transgresi air laut, dimulai dengan
diendapkannya batuan dalam lingkungan laut (marine). Periode
terakhir ini berlangsung selama Miosen Akhir sampai Pleistosen
(pengendapan Anggota Gita atau Formasi Talang Akar dan lapisan
yang lebih muda). Merupakan periode subsidence regional dan
transgresi. Orogenesis pada periode Pliosen - Pleistosen tidak
mempengaruhi cekungan Asri.

2.7 Stratigrafi Cekungan Asri


Pada kolom stratigrafi Cekungan Asri (Gambar 2.8) menunjukkan adanya
suatu mega siklus dari base level rise (Formasi Banuwati - Gumai) dan base
level fall (Formasi Air Benakat - Cisubuh). Menurut Sukanto, dkk, (1998)
pola stratigrafi dari umur tertua sampai termuda adalah sebagai berikut:
1. Batuan Dasar (Basement)
Merupakan jenis batuan Pra - Tersier yang terdiri dari batuan beku
(granit/granodiorit) sampai batuan metamorf tingkat rendah.
2. Anggota Hariet, Formasi Banuwati
Tersier sedimen paling tua adalah pada Oligosen namun sedimen
berumur Eosen mungkin juga terdapat dibagian terdalam dari cekungan.
Formasi Banuwati merupakan stratigrafi unit terpenting di kedua
Cekungan Asri maupun Cekungan Sunda. Dikedua Cekungan ini Formasi

25
Banuwati secara langsung berada di atas Basement Tersier dan ditindih
oleh Formasi Zelda.
Formasi ini berumur Eosen - Oligosen Awal. Formasi Banuwati
memiliki anggota klastik berasal dari fluviatil di bagian dasar dan anggota
lakustrin shale di atas shalenya yang merupakan batuan induk di kedua
cekungan. Yang pertama terbentuk adalah banuwati klastik kemudian
terbentuk banuwati shale. Merupakan endapan serpih hitam dari lakustrin
sebagai kontak antara serpih lakustrin dan klastik banuwati, terbentuk pada
Oligosen Awal.
3. Anggota Zelda
a. Formasi Talang Akar
Terletak selaras di atas anggota shale Banuwati dan terbentuk
pada jaman Oligosen Tengah - Akhir, merupakan satuan terrigenous
pada bagian bawahnya dan pada umumnya tersusun oleh mudstone
yang tebal, siltstone dan batupasir halus, dan secara lokal dijumpai
lapisan tipis batubara. Endapan tersebut diinterpretasikan sebagai
endapan lingkungan diluar danau dangkal -fluvial - delta. Bagian atas
unit ini merupakan lapisan tebal dari multistory fluvial. Batupasir
Anggcta Zelda bagian tengah sampai atas merupakan hasil subsidence
yang perlahan (slowdown subsidence). Pengendapan secara bertahap
berubah dari lingkungan non marine lakustrin dan fluvial menjadi
coastal plain.
b. Anggota Gita, Formasi Talang Akar
Anggota Gita terbentuk pada Miosen Awal dan terdiri dari
mudstone transgresif, shale dan batubara serta batupasir channel
estuarine. Batupasir menyerupai lembaran (sheetlike) yang tersebar dan
merupakan channelized. Anggota Gita mempunyai tebal 335 m dengan
lingkungan pengendapan supratidal - intertidal dan diendapkan secara
selaras di atas Anggota Zelda.

26
4. Formasi Baturaja
Pada awal Miosen terjadi transgresi yang menenggelamkan lower
delta plain dan membentuk endapan batugamping neritik tengah laut
(Formasi Baturaja). Formasi Baturaja diendapkan selaras dengan Formasi
Talang Akar tersusun atas batupasir laut dangkal, mudstone dan secara
lokal dijumpai batugamping.
Formasi Baturaja terbentuk pada jaman Miosen Awal dan
diendapkan selaras di atas Formasi Talang Akar, terdiri dari batupasir
shallow marine, mudstone dan secara lokal dijumpai batugamping yang
berkembang kurang baik.
5. Formasi Gumai
Formasi Gumai diendapkan selaras di atas Formasi Baturaja pada
jaman Miosen Awal di lingkungan laut dangkal – laut dalam. Terdiri dari
lempung yang disisipi batugamping dan batupasir yang tipis. Shale Gumai
terletak selaras di atas Formasi Air Benakat.
6. Formasi Air Benakat
Berkurangnya kedalaman air pada Kala Miosen menghasilkan
endapan tebal batupasir glaukonit yang termasuk dalam formasi air
benakat. Formasi Air Benakat yang merupakan suatu unit regresi yang
berlangsung selama Miosen Awal - Tengah, terdiri dari perselingan
lempung, batupasir dan batugamping yang tipis di lingkungan neritik dan
berangsur - angsur menjadi laut dangkal dan prodelta.
7. Formasi Parigi
Formasi Parigi terbentuk pada Miosen Akhir dan terdiri atas
batugamping pasiran dan batulempung serta sedikit sisipan batubara. Di
beberapa tempat lapisan formasi ini diendapkan sangat tipis sekali atau
menghilang.
8. Formasi Cisubuh
Formasi Cisubuh yang terdiri dari clay marine, lapisan tipis
batupasir dan siltstone, dan terbentuk pada Miosen Akhir - Pliosen.

27
Gambar 2.8 Stratigrafi Cekungan Asri (Sukanto dkk., 1998).

2.8 Petroleum System Cekungan Asri


Petroleum system merupakan elemen yang mempengaruhi keterdapatan
hidrokarbon yang terdiri dari batuan induk (source rock), batuan reservoir,
batuan penutup (seal), overburden, migrasi, jebakan dan sejarah
perkembangan dari migrasi dan akumulasi hidrokarbon (Sukanto dkk., 1998),
dapat dilihat pada gambar 2.9 Sukanto, dkk (1998) membagi petroleum
system Formasi Talang Akar di Cekungan Asri sebagai berikut:

28
Gambar 2.9 Petroleum System Cekungan Asri (Sukanto dkk., 1998).

1. Batuan Induk (source rock)


Anggota serpih banuwati adalah serpih hitam lacustrine, merupakan
batuan sumber utama dari hidrokarbon di Cekungan Asri. Suhu maksimum
antara 430° - 440° C, merupakan serpih yang early mature dengan kedalaman
maksimum sekitar 12.000 feet. Serpih lakustrin yang lebih tebal pada Formasi
Banuwati memiliki kerogen yang melimpah.
Dengan post - rift subsidence yang terus menerus dan aliran panas yang
tinggi. Paleogen sequence mengandung shale lacustrin yang tebal pada
Formasi Banuwati merupakan oil - prone source rock yang sangat bagus
terutama sumur yang dikembangkan karena batas derajat cekungan yang tinggi.
Ketebalan lacustrine shale banuwati mencapai beberapa ratus feet dan
mengandung kerogen tipe I yang mampu menghasilkan minyak yang banyak
dan sedikit gas. Kematangan dicapai pada miosen awal dan present oil window
diperkirakan sekitar 3000 m dibawah laut.
2. Batuan Reservoir
Reservoir utama dari kedua cekungan ini adalah Fluvial, Delta fan
sandstones dan shallow marine karbonat pada Oligosen sampai Miosen awal.

29
Banyaknya patahan yang saling mempengaruhi dan permeabilitas jalur migrasi,
kualitas reservoir yang bagus, sumber dan penutup facies di dalam daerah
dengan aliran panas yang tinggi menjadi faktor untuk cadangan akumulasi yang
besar dari minyak bumi di Cekungan Asri dan Cekungan Sunda.
Anggota Zelda dan Gita bagian atas (Formasi Talang Akar) terdiri dari
batupasir multistory fluvial, berupa batupasir fluvial, distributary atau
estuarine ribbon sand bodies sampai delta merupakan reservoir utama pada
Cekungan Asri.
3. Batuan Penutup (seal)
Batuan utama pada Cekungan Asri adalah serpih laut dangkal yang
merupakan Anggota Gita bagian atas dengan ketebalan antara 150 - 350 feet.
Serpih marine Formasi Baturaja dan Gumai merupakan puncak batuan penutup
secara regional di Cekungan Asri.
4. Beban (overburden)
Total ketebalan overburden mencapai 11500 feet pada waktu maturity
sampai 14000 feet sampai dengan saat ini.
5. Jenis Migrasi
Migrasi fluida di Cekungan Asri sebagian besar dikontrol oleh geometri
lapisan pembawa, yaitu batupasir anggota Zelda. Migrasi lateral terjadi dari
serpih Formasi Banuwati menuju Anggota Zelda bagian tengah karena
sedikitnya struktur sesar dan rendahnya SSR. Migrasi vertikal mencapai
Anggota Gita melalui sesar - sesar normal.
Migrasi vertikal terjadi dekat dengan kedalaman Cekungan, melalui
banyaknya patahan yang aktif sejak Oligosen dan migrasi sering kembali
terjadi dari depocenter terutama diatas patahan yang bedekatan dengan
cekungan.
Migrasi lateral melalui beberapa puluh kilometer dan sepanjang pelapukan
basement, melalui sistem channel sandstones, dan karstifikasi yang melubangi
batuan karbonat. Awal migrasi lateral didominasi oleh batupasir dari Formasi
Talang Akar di atas Shale Gumai.

30

Anda mungkin juga menyukai