Anda di halaman 1dari 18

MAKALAH FARMASI INDUSTRI

FORMULASI DAN EVALUASI SEDIAAN


TABLET SIMVASTATIN

DI SUSUN OLEH :
Tri Fatimatul Hasanah (1908020010)
Putri Ayu Martiningsih (1908020033)
Cindi Exsanti (1908020051)
Hana Faridah (1908020074)

PROGRAM PROFESI APOTEKER ANGKATAN 31


FAKULTAS FARMASI
UNIVERSITAS MUHAMMADIYAH PURWOKERTO
2019
BAB I
PENDAHULUAN

A. Tablet
Tablet adalah sediaan padat mengandung bahan obat dengan atau tanpa
bahan pengisi. Sebagian besar tablet dibuat dengan cara pengempaan dan
merupakan bentuk sediaan yang paling banyak digunakan. Tablet kempa
dibuat dengan memberikan tekanan tinggi pada serbuk atau granul
menggunakan cetakan baja (Anonim, 1995).
Tablet dicetak dari serbuk kering, kristal atau granulat, umumnya dengan
penambahan bahan pembantu, pada mesin yang sesuai, dengan menggunakan
tekanan tinggi. Tablet dapat memiliki bentuk silinder, kubus, batang, atau
cakram, serta bentuk seperti telur atau peluru. Garis tengah tablet pada
umumnya 5-17 mm, sedangkan bobot tablet 0,1-1 g (Voigt, 1995).
Tablet merupakan salah satu sediaan yang banyak mengalami
perkembangan baik formulasi maupun cara penggunaannya. Beberapa
keuntungan sediaan tablet diantaranya adalah sediaan lebih kompak, biaya
pembuatannya lebih sederhana, dosisnya tepat, mudah pengemasannya,
sehingga penggunaannya lebih praktis jika dibandingkan dengan sediaan
yang lain (Lachman, et al., 1994).

B. Bahan atau Eksipien Tablet


1. Bahan Pengisi (Filler/Diluent)
Bahan pengisi dimaksudkan untuk memperbesar volume dan berat
tablet. Bahan ini ditambahkan jika jumlah zat aktif sedikit atau sulit
dikempa (Anonim, 1995). Bahan pengisi ini menjamin tablet memiliki
ukuran atau massa yang dibutuhkan (Voigt, 1984). Bahan pengisi tablet
yang umum adalah laktosa, pati, kalsium fosfat dibasa dan selulosa
mikrokristal (Anonim, 1995).
2. Bahan Pengikat (Binder)
Bahan pengikat dimaksudkan agar tablet tidak pecah atau retak, dapat
merekat (Lachman et.,al, 1994). Bahan pengikat ini dimaksudkan untuk
memberikan kekompakan dan daya tahan tablet. Bahan pengikat sangat
membantu dalam pembuatan granul, diantara bahan pengikat yang
digunakan adalah mucilage amili, gelatin, gom arab, tragakan, derivate
selulosa dan polivinil pirolidon. Penambahan bahan pengikat tidak boleh
terlalu lebih atau kurang, bila terlalu lebih biasanya akan dihasilkan granul
yang keras untuk dibuat tablet atau sebaliknya bila kurang akan dihasilkan
tablet yang cenderung lunak dan rapuh (Banker and Anderson,1986).

3. Bahan Penghancur (Disintegrant)


Bahan penghancur berfungsi untuk menghancurkan tablet bila tablet
kontak dengan cairan. Hancurnya tablet akan menaikkan luas permukaan
dari fragmen-fragmen tablet sehingga akan mempermudah terlepasnya
obat dari tablet .Bahan penghancur ditambahkan untuk memudahkan
pecahnya atau hancurnya tablet ketika kontak dengan cairan saluran
pencernaan. Dapat juga berfungsi menarik air ke dalam tablet,
mengembang dan menyebabkan tablet pecah menjadi bagian- bagian.
Fragmen-fragmen tablet itu mungkin sangat menentukan kelarutan
selanjutnya dari obat dan tercapainya bioavailabilitas yang diharapkan
(Banker and Anderson, 1986). Jenis bahan penghancur yang umum
digunakan adalah amilum, derivate selulose, asam alginate, veegum,
koalin dan bentonit.

4. Bahan Pelicin (Lubricant)


Berdasarkan fungsinya bahan pelicin dibedakan menjadi tiga macam yaitu:
a. Lubricant
Berfungsi untuk mengurangi gesekan antar sisi tablet dengan
dinding ruang cetakan (die) dan antara dinding die dengan punch,
sehingga tablet mudah dikeluarkan dari cetakan.
b. Glidant
Berfungsi untuk mengurangi gesekan antar partikel yang mengalir
dari hopper ke ruang cetak ( die), sehingga memperbaiki sifat alir
serbuk atau granul yang akan dikempa dan akan berpengaruh pada
keseragaman bobot tablet.

c. Anti adherent
Berfungsi mencegah melekatnya tablet pada die dan permukaan
punch. Sebagai bahan pelicin yang biasa digunakan adalah magnesium
stearat, aerosil, talk dan kalsium stearat. Jumlah pelicin yang digunakan
pada pembuatan tablet yang satu dengan yang lain berbeda-beda mulai
dari yang sedikit kira-kira 0,1 % dari berat granul sampai
sebanyakbanyaknya 5% (Ansel, 1989).
Bahan pelicin yang sering digunakan adalah talk konsentrasi 5% tepung
jagung konsentrasi 5-10%, koloid-koloid silika seperti cab-o-sil atau
siloid atau aerosil dalam konsentrasi 0,25-3% (Lachman et.,al., 1994).

C. Metode Pembuatan Tablet


Ada 3 macam metode pembuatan tablet, yaitu metode granulasi
basah,metode granulasi kering dancetak langsung(Ansel, 2005).
1. Granulasi basah
Granulasi basah adalah proses perubahan serbuk halus mejadi
granul dengan bantuan larutan bahan pengikat. Pemilihan larutan bahan
pengikat yang cocok dan jumlahnya yang tepat akan mengubah serbuk –
serbuk halus menjadi bentuk granul yang mudah mengalir. Granul yang
demikian akan menghasilkan tablet yang mempunyai penampilan yang
baik dan variasi bobot yang kecil.
Metode granulasi basah ini merupakan metode yang paling sering
digunakan dalam memproduksi tablet. Langkah – langkah yang diperlukan
dalam pembuatan tablet dengan metode ini dapat dibagi sebagai berikut:
menimbang dan mencampur bahan – bahan; pengayakan adonan lembab
menjadi pellet atau granul; pengeringan; pengayakan kering; pencampuran
bahan pelincir dan pembuatan tablet (Ansel, 2005).

2. Granulasi kering
Bila zat berkhasiat dapat rusak apabila terkena air atau tidak tahan
pemanasan dibuat dengan proses pengeringan. Pada metode ini, granul
dibentuk oleh penambahan pengikat kering ke dalam campuran serbuk
obat tetapi dengan cara memadatkan massa yang jumlahnya besar dari
campuran serbuk, dan setelah itu memecahkan dan menjadikan pecahan-
pecahan ke dalam granul atau yang lebih kecil, penambahan bahan pelicin
dan penghancur dicetak menjadi tablet (Ansel, 2005).

3. Cetak langsung
Metode ini digunakan untuk bahan yang mempunyai sifat mudah
mengalir sebagaimana sifat-sifat kohesinya yang memungkinkan untuk
langsung dikompresi dalam tablet tanpa memerlukan granulasi basah atau
kering (Ansel, 2005).
Keuntungan metode ini adalah bahwa bahan obat yang peka terhadap
lembab dan panas , yang stabilitasnya terganggu akibat operasi granul
dapat dibuat menjadi tablet. Akan tetapi dengan meningkatnya tuntutan
akan kualitas tablet maka metode ini tidak diutamakan (Voight, 1984)

D. Permasalahan Dalam Pembuatan Tablet


1. Binding (Pelekatan)
Binding ( Pelekatan) dalam lubang kempa atau sulitnya pengeluaran
tablet ke luar lubang kempa biasanya disebabkan oleh lubrikasi yang tidak
cukup. Perlawanan (resistensi) tablet untuk keluar dari lubang kempa
menyebabkan mesin tablet berdecit dan menghasilkan tablet dengan
pinggiran yang kasar serta menyebabkan goresan vertikal pada pinggiran
tablet. Hal ini dapat diatasi dengan :
a. Meningkatkan lubrikasi
b. Menggunakan lubrikan yang lebih efisien
c. Menyempurnakan distribusi lubrikasi dengan pengayakan melalui
saringan pengayak 30 mesh dan mencampur dengan sebagian debu
(fines) yang diayak dengan granulasi.
d. Mengurangi ukuran granul.
e. Meningkatkan kandungan lembab dari granul.
f. Mengempa pada suhu dan/atau kelembapan yang lebih rendah.
g. Menggunakan lubang kempa yang ditirus ( tapered). (Lieberman, H. A.,
et. al., 1989)

2. Sticking
Sticking biasanya terjadi karena pengeringan yang tidak memadai atau
granulasi yang dilubrikasi sehingga permukaan tablet melekat pada
permukaan pons. Hal ini yang menyebabkan permukaan tablet tumpul,
tergores, atau berbintik. Kondisi ini biasanya makin lama makin buruk.
Apabila terjadi sticking, gaya tambahan yang diperlukan untuk mengatasi
gesekan antara tablet dan dinding kempa selama pengeluarannya dari
lubang kempa. Sticking yang serius pada waktu pengeluaran dapat
menyebabkan sumbing pada pinggir tablet dan dapat menyebabkan tepi
tablet menjadi kasar. Masalah sticking juga tidak memungkinkan pons
bawah bergerak bebas sehingga tekanan yang tidak biasa pada lintas
bubungan (cam-tracks) dan kepala pons menyebabkan kerusakan pons.
Sticking juga dapat menimbun bahan pada permukaan pons. (Lachman L.
et. al., 1998)

3. Picking
Picking adalah suatu bentuk stiking ketika bagian kecil granul melekat
pada permukaan pons dan bertambah setiap putaran mesin tablet sehingga
membuat lubang pada permukaan tablet. (Lieberman, H. A., et. al., 1989).
4. Filming
Filming adalah bentuk lambat dari picking dan sebagian besar karena
kelembapan berlebihan dalam proses granulasi, suhu tinggi atau hilangnya
permukaan pons yang terpoles aus (Kohli,1998).

5. Kaping
Kaping adalah suatu istilah yang digunakan untuk menggambarkan
pemisahan sebagian atau keseluruhan “mahkota” atas atau bawah suatu
tablet dari tubuh utama tablet (Lachman L. et. al., 1986).

6. Laminasi
Laminasi adalah pemisahan tablet menjadi dua atau lebih lapisan
berbeda. Penyebab laminasi sama dengan kaping, kecuali jika tablet
membelah dan pecah pada sisi dan dikeluarkan dalam dua bagian. Jika
tablet mengalami laminasi hanya pada stasiun tertentu, biasanya
penyebabnya adalah perabot mesin tablet. Biasanya, masalah pemrosesan
ini dapat segera terjadi setelah pemgempaan; tetapi kaping dan laminasi
dapat terjadi beberapa jam atau bahkan beberapa hari kemudian. Pengujian
friabilitas tablet adalah pengujian yang paling cepat untuk mengetahui
masalah seperti ini (Lachman L. et. al., 1986).

7. Sumbing atau retak


Sumbing merupakan tablet yang terpotong putus atau tercuil, biasanya
pada sekitar pinggiran tablet. Hal ini mungkin disebabkan oleh perkakas
yang rusak atau penyetelan stasiun yang tidak tepat. Penyebab masalah ini
sama dengan penyebab kaping dan laminasi. Masalah ini mengganggu dan
menghabiskan waktu. Berbeda dengan kaping, tablet biasanya retak pada
bagian pusat puncak dan disebabkan oleh pemuaian tablet. Hal itu dapat
terjadi bersamaan dengan sumbing dan laminasi dan/ atau disebabkan
ikatan atau sticking. Keretakan sering terjadi apabila digunakan pons
konkaf (cekung) yang dalam. Masalah ini dapat diatasi dengan satu atau
lebih cara berikut ini :
a. Memoles permukaan spon
b. Mengurangi fines
c. Mengurangi ukuran granul
d. Mengganti pons yang tertoreh atau sumbing
e. Menambahkan pengikat kering seperti amilum pragelatinisasi, gom
arab, PVP (Lieberman, H. A., et. al., 1989).

8. Bercak – bercak
Bercak – bercak adalah distribusi warna yang tidak merata pada
suatu tablet, dengan daerah terang atau gelap yang menonjol pada suatu
permukaan yang seharusnya seragam. Salah satu penyebab bercak-bercak
adalah zat aktif yang warnanya berbeda dengan eksipien tablet atau zat
aktif yang hasil penguraiannya berwarna (Lachman L. et. al., 1986).

E. Uji Kualitas Sediaan


1. Pemeriksaan Kualitas Granul
Sebelum dilakukan penabletan perlu dilakukan pemeriksaan
kualitas granul, antara lain :
a. Sudut diam
Sudut diam yaitu sudut tetap yang terjadi antara timbunan partikel
bentuk kerucut dengan bidang horisontal. Besar kecilnya sudut diam
dipengaruhi oleh bentuk, ukuran dan kelembaban granul. Granul atau
serbuk akan mudah mengalir jika mempunyai sudut diam tidak kurang
dari 25° dan tidak lebih dari 45°.

b. Waktu alir
Waktu alir yaitu waktu yang diperlukan untuk mengalirkan
sejumlah granul atau serbuk pada alat yang dipakai. Pada campuran
serbuk atau granul sifat alirnya dipengaruhi oleh beberapa faktor,
diantaranya adalah rapat jenis, porositas, bentuk partikel, ukuran
partikel, kondisi percobaan, dan kandungan lembab (Voigt, 1984).
c. Pengetapan
Pengetapan menunjukkan penerapan volume sejumlah granul,
serbuk akibat hentakan (tapped) dan getaran (vibrating). Makin kecil
indeks pengetapan makin kecil sifat alirnya.

2. Pemeriksaan Fisik Tablet


a. Kekerasan tablet
Tablet harus mempunyai kekuatan atau kekerasan tertentu serta
tahan atas kerenyahan agar dapat bertahan terhadap berbagai guncangan
mekanik pada saat pembuatan, pengepakan, dan pengapalan. Selain itu
tablet juga harus dapat bertahan terhadap perlakuan berlebihan oleh
konsumen. Kekerasan tablet yang cukup serta tahan penyerbukan dan
kerenyahan merupakan persyaratan bagi penerimaan konsumen
(Lachman, dkk 1994). Kekerasan dinyatakan dalam satuan kg dari
tenaga yang dibutuhkan untuk memecah tablet (Soekemi dkk., 1987).

b. Friabilitas
Untuk mengetahui keutuhan tablet (terkikis) karena selama
tranfortasi tablet mengalami benturan dengan dinding wadahnya. Tablet
yang mudah menjadi bubuk, menyerpih dan pecah- pecah pada
penanganannya, akan kehilangan keelokannya serta konsumen enggan
menerimanya, dan dapat menimbulkan pengotoran pada tempat
pengangkutan dan pengepakan, juga dapat menimbulkan variasi pada
berat dan keseragaman isi tablet (Lachman dkk, 1994).

c. Waktu hancur
Menurut (Lachman dkk.1994), jika dikaitkan dengan disolusi
maka waktu hancur merupakan faktor penentu dalam pelarutan obat.
Sebelum obat larut dalam media pelarut maka tablet terlebih dahulu
pecah menjadi partikel-partikel kecil sehingga daerah permukaan
partikel menjadi lebih luas. Namun uji ini tidak memberi jaminan
bahwa partikel-partikel akan melepaskan bahan obat dalam larutan
dengan kecepatan yang seharusnya, karena uji waktu hancur hanya
menyatakan waktu yang diperlukan tablet untuk hancur di bawah
kondisi yang ditetapkan, dan lewatnya seluruh partikel melalui saringan
berukuran mesh-10.

d. Disolusi
Disolusi adalah proses dimana suatu zat pada menjadi terlarut
dalam suatu pelarut. Saat sekarang ini disolusi dipandang sebagai salah
satu uji pengawasan mutu yang paling penting dilakukan pada sediaan
farmasi. Pada uji disolusi dapat diketahui partikel-partikel obat akan
melepas bahan obat dalam larutan dengan kecepatan tertentu. Cepatnya
melarut obat atau tablet menentukan berapa kadar bahan berkhasiat
yang terlepas kedalam darah, oleh karena itu laju disolusi berhubungan
langsung dengan efikasi (kemanjuran) dari tablet dan perbedaan
biovaibilitas dari berbagai formula (Lachman dkk,1994).
Disolusi adalah proses suatu zat padat masuk kedalam pelarut
sehingga terlarut. Dalam industri farmasi, disolusi didefinisikan sebagai
jumlah obat yang terlarut persatuan waktu dibawah kondisi,
temperature, dan komposisi medium yang telah distandarisasi
(Sulaiman,2007).
BAB II
ISI

1. Monografi Simvastatin
a. Sifat Fisikokimia
Rumus Bangun :

Rumus molekul : C25H38O5


Berat Molekul : 418,57
Pemeriaan : Serbuk kristal berwaran putih sampai abu-abu, tidak higroskopis.
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam air dan sangat larut dalam kloroform,
metanol dan etanol.

Simvastatin merupakan senyawa yang diisolasi dari jamur Peicillium


citrinum, senyawa ini memiliki struktur yang mirip dengan HMG-CoA reduktase.
Simvastatin bekerja dengan cara menghambat HMG-CoA reduktase secara kompetitif
pada proses sintesis kolesterol di hati. Simvastatin akan menghambat HMG-CoA
reduktase mengubah asetil-CoA menjadi asam mevalonat (Witztum, 1996).
Simvastatin jelas menginduksi suatu peningkatan reseptor LDL dengan afinitas
tinggi.Efek tersebut meningkatkan kecepatan ekstraksi LDL oleh hati, sehingga
mengurangi simpanan LDL plasma (Katzung, 2002).
Simvastatin merupakan pro drug dalam bentuk lakton yang harus dihidrolisis
terlebih dulu menjadi bentuk aktifnya yaitu asam β-hidroksi di hati, lebih dari 95%
hasil hidrolisisnya akan berikatan dengan protein plasma. Konsentrasi obat bebas di
dalam sirkulasi sistemik sangat rendah yaitu kurang dari 5%, dan memiliki waktu
paruh 2 jam. Sebagian besar obat akan dieksresi melalui hati (Katzung, 2002).
Indikasi Simvastatin yaitu untuk mengurangi kadar kolesterol total dan LDL pada
penderita hiperkolesterolemia primer maupun sekunder (ISO, 2014).
Dosis awal pemberian obat adalah 10 mg pada malam hari, bila perlu
dinaikkan dengan interval 4 minggu sampai maksimal 40 mg, pasien harus
melakukan diet pengurangan kolesterol dan selama memulai pengobatan dengan
Simvastatin, jika hanya memerlukan pengurangan kolesterol LDL dapat diberikan
dosis dengan kekuatan 10 mg sekali sehari pada malam hari (Charles, 2009).
Efek samping dari pemakian Simvastatin adalah konstipasi, sakit perut,
dyspepsia, fatique,nyeri dada, miopati dan angina. Insiden terjadinya miopati cukup
rendah (<1%). Akan tetapi, pada pada pasien dengan risiko tinggi terhadap gangguan
otot, pemberian Simvastatin harus diperhatikan.

2. Eksipien yang digunakan


a. Microcrystallin selulosa
Merupakan sinonim dari avicel. Berupa serbuk Kristal poros, tidak berbau,
tidak berasa, tidak memiliki aliran yang baik. Praktis tidak larut dalam air, cairan
asam dan kebanyakan pelarut organic, sedikit larut dalam larutan NaOH 5% b/v.
Tidak tercampurkan dengan bahan pengoksidasi kuat dan berguna sebagai bahan
desintegran.

b. Sodium starch glycollate (SSG)


Merupakan serbuk dengan aliran yang baik digunakan sebagai penghancur
pada pembuatan tablet dengan kempa langsung atau granulasi basah. Meskipun
keefektifan kebanyakan penghancur dipengaruhi oleh eksipien hidrofobik seperti
lubrikan, tetapi tidak berlaku untuk primogel. Meningkatkatnya tekanan kompresi
tidak mempengaruhi waktu hancur. Pemerian : serbuk yang memiliki laju alir baik,
putih sampai agak putih, tidah berbau dan tidak berasa. Pemakaian : Konsentrasi yang
biasa digunakan di dalam formulasi tablet adalah antara 2-8% dengan konsentrasi
optimum 4%., walaupun dalam banyak kasus, 2% sudah cukup. Kelarutan : Larut
sebagian di dalam etanol (95%), praktis tidak larut air. Stabilitas dan Penyimpanan
: Stabil, disimpan di wadah yang tertutup baik terhindar cahaya (HOPE 5th, hal : 701)
c. Laktosa
Laktosa adalah serbuk hablur, putih, tidak berbau, rasa agak manis.
Kelarutannya : larut dalam 6 bagian air, larut dalam 1 bagian air mendidih, sukar larut
dalam etanol (95%) p, praktis tidak larut dalam kloroform p dan eter p. Penyimpanan
dalam wadah tertutup baik dan beguna sebagai bahan tambahan (FI III, hal : 338).
Sebagai pengisi tablet (konsentrasi 65-85% b/b). Stabilitas : Pada kondisi lembab
(RH>80%) dapat terjadi pertumbuhan kapang. Selama disimpan, laktosa dapat
berubah warna menjadi kecoklatan. Reaksi ini dipercepat oleh panas dan kondisi
lembab. Harus disimpan dalam wadah tertutup baik pada tempat sejuk dan kering.
Inkompatibilitas : Laktosa dapat berubah warna menjadi coklat jika bereaksi dengan
senyawa yang mengandung gugus amin primer (rekasi maillard) (HOPE, hal : 252-
261).

d. Magnesium stearat
Magnesium stearat merupakan serbuk halus, putih, licin dan mudah melekat
pada kulit, bau lemah khas. Kelarutannya : praktis tidak larut dalam air, dalam etanol
(95%) p dan eter p. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik dan berguna sebagai
lubrikan (FI III, hal : 354).

e. Talk
Talk adalah magnesium silikat hidrat alam, kadang-kadang sedikit
mengandung sedikit aluminium silikat. Talk merupakan serbuk hablur, sangat halus
licin, mudah melekat pada kulit, bebas dari butiran, warna putih atauwarna kelabu.
Kelarutanya tidak larut hampir dengan semua pelarut. Penyimpanannya dalam wadah
tertutup baik dan berguna sebagai glidant dan sebagai lubrikan (FI III, hal : 591).

f. Etil selulosa
Merupakan serbuk putih, tidak berasa, memiliki laju alir yang baik. Fungsinya :
Mikroenkapsulasi 10-20%
Zat pengcoating utnuk tablet sustained release 3-20%
Zat pengcoating tablet 1-3%
Bahan pengranul tablet 1-3%
Kelarutan : Praktis tidak larut dalam gliserin, propilen glikol dan air;
etilselulosa yang memiliki kandungan gugus etoksil kurang dari 46.5% mudah larut
dalam kloroform, metil asetat dan tetrahidrofuran dan campuran hidrokarbon aromatik
dan etanol (95%). Etilselulosa yang memiliki kandungan gugus etoksil tidak kurang
dari 46.5% mudah larut dalam kloroform, etanol (95%), etil asetat dan methanol dan
toluene. Stabilitas : Stabil, sedikit higroskopis. Tahan terhadap basa dan larutan
garam, lebih sensitif terhadap asam dibandingkan ester selulosa. Dapat mengalami
penguraian oksidatif dengan adanya sinar matahari atau cahaya UV pada temperatur
tinggi. Hal ini dapat dicegah dengan penggunaan antioksidan dan bahan kimia
tambahan yang mengabsorbsi cahaya pada rentang 230-340nm. Harus disimpan
dalam wadah tertutup baik pada tempat yang kering dengan suhu tidak lebih dari
32 oC. tidak boleh disimpan bersebelahan dengan peroksida atau zat oksidator yang
lain. Inkompabilitas : Inkompatibel dengan parafin wax dan mikrokristalin wax
(HOPE 5th, hal : 278-282).

g. Eudragit L 100
?????????????????????????????????

h. Di butyl phyhalate
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna atau berwarna lemah. Sangat sukar
larut dalam air, dapat bercampur dengan etnaol (95%) p dan eter p (FI III, hal : 666).

i. Isopropil alkohol
Merupakan cairan jernih, tidak berwarna, bau khas mirip etanol, rasa
membakar, mudah terbakar. Kelarutannya mudah larut dalam air, dalam kloroform p
dan eter p. BM 60,10. Penyimpanan dalam wadah tertutup baik (FI III, hal : 325).

3. Metode dan prosedur uji


a. Alat
Alat-alat yang digunakan dalam penelitian ini adalah mesin kempa tablet,
Dissolution tester, Friabillity tester, Disintegration tester, Hardness tester,
Spektrofotometer UVivis, KCKT, dan alat gelas (Pyrex).
b. Formulasi
1) Rancangan formula
Bahan Jumlah (mg) Fungsi
Simvastatin 20 Zat aktif
Microcrystalline cellulose 50 Agen pengompresi
langsung
Sodium starch glycollate 2 Bahan penghancur
Lactose 10 Bahan pengisi
Magnesium stearate 4 Bahan pelican
Talk 4 Bahan pelican
Ethyl cellulose 3%
Eudragit L 100 3%
Di butyl phyhalate 1%
Iso propyl alcohol 200 ml

2) Pembuatan tablet salut


a) Pembuatan tablet inti
Tablet simvastatin dibuat dengan metode kempa langsung. Pembuatan
dilakukan dengan meninmbang semua bahan secara akurat dan dicampurkan
secara homogeny selama 15 menit dengan triturasi menggunakan gelas
pengaduk atau alu. Tablet dikempa dalam mesin kompresi tablet minipress
menggunakan putaran punch 6 mm.

b) Penyalutan tablet
Setelah tablet inti selesai dikempa, kemudian dilakukan penyalutan.
Menggunakan polimer yang larut dalam pelarut organic iso propil alcohol, pada
konsentrasi 10% b/v. tablet inti dilapisi dengan cara mencelupkan tablet inti
dalam larutan pelapis. Prosedur ini diulang sampai berat total 200 mg.
c. Uji sifat fisik tablet
1) Uji keseragaman bobot
Sebanyak 20 tablet ditimbang satu per satu, kemudian dihitung bobot rata-
ratanya. Hitung persen penyimpangan bobot tablet, bandingkan dengan persen
penyimpangan yang tertera pada Farmakope Indonesia Edisi III, yaitu :
Penyimpangan bobot rata-rata
Bobot rata-rata
A B
25 mg atau kurang 15% 30%
26 mg – 150 mg 10% 20%
151 – 300 mg 7,5% 15%
> 300 mg 5% 10%

Tidak boleh lebih dari 2 tablet yang bobotnya menyimpang dari kolom A, dan
tidak satupun tablet yang bobotnya menyimpang dari kolom B (FI III, hal : 7).

2) Uji kekerasan tablet


Tablet diletakkan pada alat Stokes-Monsanto Hardness Tester, dan tekanannya
diatur sedemikian rupa sehingga tablet stabil ditempatnya dan jarum penunjuk
berada dalam skala 0. Putar ulir sehingga skala bergerak sampai tablet tersebut
akan pecah. Besarnya tekanan dibaca langsung pada skala (Voight, 1995). Dalam
pengujian kekerasan tablet, semua tablet harus hancur dengan beban 4-8 kg
(Lachman et al, 1994).

3) Uji kerapuhan tablet


Sebanyak 20 tablet dibebas debukan, ditimbang dengan neraca analitik,
kemudian dimasukan kedalam abrasive tester. Kecepatan putaran sudut diatur
yaitu 25 rpm per menit dan uji selama 4 menit. Tablet dibebas debukan dan
ditimbang kembali, kemudian ditentukan persentase kehilangan massa tablet
(%kerapuhan). Kerapuhan tablet yang baik tidak lebih dari 1% (Sulaiman, 2007).

4) Uji waktu hancur


Sebanyak 6 tablet dimasukkan ke dalam keranjang pada alat disintegration
tester¸ turun-naikkan keranjang secara teratur 30 kali tiap menit. Tablet dinyatakan
hancur jika tidak ada bagian tablet yang tertinggal di atas kasa. Untuk tablet yang
tidak bersalut, waktu yang diperlukan untuk menghancurkan keenam tablet tidak
lebih dari 15 menit (Sulaiman, 2007).

d. Penetapan kadar tablet simvastatin


Penetapan kadar dilakukan dengan kromatografi cair kinerja tinggi (KCKT).
KCKT dilengkapi dengan detektor 238 nm dan kolom 25 cm x 4,6 mm berisi bahan
pengisi LI dan pertahankan suhu kolom pada 45°. Laju alir lebih kurang 1,5 ml per
menit. Lakukan pengukuran terhadap larutan baku, rekam kromatogram dan ukur
respon puncak seperti pada prosedur, faktor kapasitas tidak kurang dari 3,0, efisiensi
kolom tidak kurang dari 4500 lempeng teoritis, faktor ikutan tidak lebih dari 2,0 dan
simpangan baku relative pada penyuntikan ulang tidak lebih dari 2,0%. Prosedur
suntikan secara terpisah sejumlah volume sama (lebih kurang 10 µl) larutan baku dan
larutan uji kedalam kromatografi, rekam kromatogram dan ukur respon punck utama
(FI V, hal : 1196).

e. Uji disolusi tablet simvastatin


Uji dilakukan dengan menyiapkan dapar pH 7,0 melarutkan 30 g natrium dodesil
sulfat p dan natrium fosfat 0,01 M (8,28 g) dalam 6000 ml air. Atur pH hingga 7,0
dengan penambahan larutan natrium hidroksida 50% (b/v). Media disolusi : 900 ml
dapar, alat tipe 2 : 50 rpm, waktu : 30 menit (FI V, hal : 1195).
DAFTAR PUSTAKA

Anonim. (1979). Farmakope Indonesia Edisi III. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Anonim. (1995). Farmakope Indonesia Edisi IV. Jakarta: Departemen Kesehatan Republik
Indonesia.
Anonim. (2014). Farmakope Indonesia Edisi V, JILID 2. Jakarta: Departemen Kesehatan
Republik Indonesia.
Ansel, H. C., 2005, Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi, diterjemahkan oleh Ibrahim, F., Edisi
IV,: Jakarta UI Press.
Ansel, H.C. (1989). Pengantar Bentuk Sediaan Farmasi. Edisi IV. Jakarta: UI Press.
Banker, G.S., dan Anderson, N.R. (1986). Tablet, in: Lachman, L., Lieberman, H.A., dan
Kanig, J.L. The Theory and Practice of Industrial Pharmacy. 3rd ed., Lea dan Febiger.
Philadelphia. Hal 643-704.
Katzung, B. G. 2002F. armakologi dasar dan klinik, Edisi II. Jakarta: Salemba Medika.
Kohli D.P.S., and Shah D.H., Drug Formulation Manual, Eastern Publishers India, 1998.
Lachman L. et. al., The Theory and Practice of Industrial Pharmacy, Lea & Febiger 1986, hal
311-314.
Lachman,L., Lieberman, H.A., dan Kaning, J.L. (1994). Teori dan Praktek Farmasi Industri
II. Terjemahan Suyatmi, S. Jakarta: UI Press.
Lieberman, H. A., et. al., Pharmaceutical Dosage Forms: Tablets Volume 1, Second Edition,
Revised and Expanded, Marcel dekker inc. 1989 hal 188-245.
Owen, et al (2006). Handbook of Pharmaceutical Excipient, Fifth Edition. Pharmaceutical
Press, UK.
Soekemi,R.A. 1987.Tablet. Medan:P.T. Mayang KencanaH.alaman 2-43, 9-50.
Sulaiman,. Teuku Nanda Saifullah. 2007 teknologi formulasi sediaan
tablet.Yogyakarta:Pustaka Pelajar.
Voight, R. (1984). Buku Ajar Pelajaran Teknologi Farmasi. Terjemahan Neorono, S.
Yogyakarta: UGM Press.
Voight, R. (1995). Buku Ajar Pelajaran Teknologi Farmasi. Terjemahan Neorono, S dan
Reksohardiprojo, M.S. Yogyakarta: UGM Press.

Anda mungkin juga menyukai