Anda di halaman 1dari 14

MENULIS ESAI

Mata Kuliah: Pengembangan Media Berbasis TI


Dosen pengampu: Dr. Kundharu Saddhono, S.S, M. Hum

Disusun oleh:
Yanma Hidayah (K1217079/A)

PENDIDIKAN BAHASA INDONESIA


FAKULTAS KEGURUAN DAN ILMU PENDIDIKAN
UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA
2019
1. Pengertian Menulis

Menulis termasuk dalam keterampilan berbahasa, yang mana menghasilkan suatu karya yang
disebut tulisan. Keterampilan bahasa yang kita tahu ada empat yaitu menyimak, membaca,
berbicara, dan yang terakhir adalah menulis. Dari empat keterampilan tersebut, menulis
berperan dalam pengaplikasian bebagai pengetahuan yang telah didapat dari ketiga
keterampilan berbahasa yang lain. Jadi, menulis dapat diartikan sebagai penyampaian
gagasan dalam bentuk simbol-simbol. Hal ini juga didukung oleh pernyataan beberapa ahli,
yang pertama dalam (Yunus dkk. 2014) menulis pada dasarnya merupakan suatu bentuk
komunikasi berbahasa (verbal) yang menggunakan simbol-simbol tulis sebagai mediumnya.
Sedangkan Rosidi (2009) menyatakan bahwa menulis merupakan kegiatan untuk menyatakan
pikiran dan perasaan dalam bentuk tulisan yang diharapkan dapat dipahami oleh pembaca dan
berfungsi sebagai alat komunikasi secara tidak langsung. Kedua pengertian di atas, memiliki
arti bahwa menulis adalah suatu bentuk komunikasi yang disajikan dalam bentuk tulisan
yang diwujudkan dalam simbol-simbol tulis. Bentuk komunikasi yang terjadi yaitu
komunikasi sepihak. Dimana tidak ada timbal-balik langsung antara penulis dan pembaca.

Kedua pendapat di atas hanya menerangkan tentang hasil bentuk dari kegiatan
menulis. Perlu kita ketahui bahwa menulis tidak hanya sekadar menuangkan pikiraan atau
sekadar mengisi kekosongan pada sebuah kertas dengan kata-kata. Lebih jauh lagi, menulis
juga membutuhkan beberapa proses, menurut Smyth (2004) “Writing is a discipline that
leads to analytical, critical, and logical thinking” yang artinya menulis adalah suatu disiplin
ilmu yang mengarah pada analisis, kritis, dan berpikir logis. Ketiga hal tersebut memang
sangat dibutuhkan seorang penulis agar bisa membuat dan mengembangkan tulisan mereka.
Dalam kegiatan menulis tidak boleh memaparkan suatu pernyataan yang belum teruji
kebenarannya maka dari itu proses menganalisis sangat diperlukan. Sedangkan berpikir kritis
dan logis diperlukan agar penulis bisa membandingkan atau pun mengkomparasikan gagsan
yang dimiliki dengan gagasan ahli, atau antara ahli dengan ahli.

Berdasarkan ketiga pendapat yang telah diuraikan, dapat ditarik kesimpulan bahwa
menulis adalah suatu bentuk komunikasi yang disajikan dalam bentuk tulisan, diwujudkan
dalam simbol-simbol tulis dan mengarah pada kemampuan analisis, serta berpikir kritis dan
logis.
2. Tujuan Menulis

Menulis termasuk ke dalam aktivitas bahasa yang produktif. Secara singkat bahasa produktif
dapat diartikan sebagai kegiatan dalam berbahasa untuk menyampaikan informasi ataupun
gagasan, baik itu secara lisan maupun tertulis. Selain menulis, aktivitas bahasa produktif
lainnya yaitu berbicara. Productive language activity refers to speaker's activity to convey
ideas, thoughts, feeling, and information messages (Darmuki dkk. 2017). Aktivitas bahasa
produktif mengacu pada aktivitas pembicara untuk menyampaikan ide, pemikiran, perasaan,
dan pesan informasi. Pembicara yang disebut menjadi penanda bahwa hal tersebut berkaitan
dengan kegiatan berbicara.

Pembelajaran menulis tentunya diajarkan pada semua jenjang pendidikan formal dari
mulai sekolah dasar sampai perguruan tinggi. Namun, terkadang saat pembelajaran ini
dilakukan masih ada yang kesulitan. Writing in one’s own language is a challenging process,
when it comes to second language writing, the process is perceived as more challenging
(Ekmekci, 2018). Menulis dalam bahasa sendiri adalah suatu tantangan proses, ketika sampai
pada penulisan bahasa kedua, prosesnya dianggap lebih menantang. Hal-hal yang dihadapi
seperti rasa malas dan bosan serta keterbatasan informasi yang dapat disebabkan karena
kurangnya referensi. Hal tersebut akan membuat penulis sulit mengembangkan tulisan
mereka. Selain itu, rasa malas dan bosan juga menjadi kendala paling buruk bagi seorang
penulis. Jika penulis sudah merasa malas maka otaknya tidak bisa berpikir dengan baik untuk
mengembangkan tulisannya, hal terburuk yang bisa terjadi adalah tulisan tersebut akan
terhenti.

Tentunya dalam menulis kita harus mengetahui tujuannya, untuk apa kita menulis?
Seorang penulis perlu memahami tujuan, agar dapat meningkatkan motivasi diri dalam
menulis. Dikarenakan tujuan adalah sebuah arah, jika seorang penulis sudah mengetahui
tujuan apa yang akan diambil untuk karyanya maka penulis tersebut akan lebih terarah dan
termotivasi untuk dapat membuat karya yang sesuai dan bagus. Menurut Rosidi (2009)
menulis memiliki beberapa tujuan, diantaranya: memberitahukan atau menjelaskan,
meyakinkan atau mendesak, menceritakan sesuatu, mempengaruhi pembaca, menggambarkan
sesuatu. Memberitahukan atau menjelaskan sesuatu, dimana dengan mengenali tujuan-tujuan
tersebut, maka akan dapat membantu dalam pengembangan tulisan.
3. Manfaat Menulis

Kita semua tahu bahwa menulis memiliki manfaat yang besar, baik bagi diri sendiri maupun
orang lain. Tulisan yang dihasilkan akan mampu membuka wawasan dan pola pikir
seseorang. Graves (dalam Yunus dkk. 2014) menyampaikan tentang manfaat menulis sebagai
berikut: menulis mengembangkan kecerdasan; menulis mengembangkan daya inisiatif dan
kreativitas; menulis menumbuhkan kepercayaan diri dan keberanian; menulis mendorong
kebiasaan serta memupuk kemampuan dalam menemukan, mengumpulkan, dan
mengorganisasi informasi. Berdasarkan manfaat-manfaat yang telah disebutkan Graves, dapat
dikatakan bahwa menulis erat kaitannya dengan softskill. Kecerdasan, kreativitas, dan daya
inisiatif seorang penulis bisa muncul dikarenakan proses mencipta dan menimbang sebuah
karya. Tuntutan untuk memberikan karya yang segar dan berbeda itulah yang membuat
penulis menjadi seseorang yang kreatif, cerdas dan memiliki daya inisiatif yang lebih dari
orang lain. Sedangkan kemampuan untuk menemukan, mengumpulkan, dan mengorganisasi
informasi dapat menjadikan seorang peulis menjadi seseorang yang profesional, karena
seorang penulis tidak boleh untuk memberikan informasi yang salah atau belum terbukti
kebenarannya. Tidak hanya mengakses lalu mempercayainya tanpa mencari tahu
informasinya secara lebih lanjut. Menulis merupakan kegiatan yang kompleks, dikarenakan
seorang penulis harus bisa menyelaraskan berbagai aspek dalam tulisannya. Perlu kita ketahui
bahwa tulisan menjadi bentuk penyampaian gagasan. Dalam kaitannya dengan tantangan
masa depan, menulis dapat menjadi investasi untuk meningkatkan sumber daya manusia.
Melalui kegiatan tersebut, generasi muda dapat memaksimalkan potensi sumber daya
manusia dengan menciptakan gagasan-gagasan baru serta mengomunikasikannya untuk
memajukan bangsa dalam berbagai bidang keilmuan (Oktaria dkk. 2018).

4. Menulis dapat Dipelajari

Kegiatan mencipta suatu karya tulis sebenarnya bisa dipelajari asalkan ada kemauan. Tidak
hanya menulis saja, segala sesuatu di dunia ini pastilah bisa untuk dipelajari. Namun hal
tersebut kembali kepada pribadi masing-masing, apakah mereka sanggup mempelajari sampai
akhir, ataukah sebaliknya. Kemampuan menulis harus didukung dengan kemauan dan
inteligensia yang tinggi (Hs, 2005). Kemauan untuk dapat menulis akan menimbulkan
semangat, keuletan dan mendorong seseorang untuk melakukan apa saja untuk mencapai cita-
cita sebagai penulis. Kemauan merupakan langkah awal dalam kegiatan menulis, jika
seseorang menulis tanpa adanya dorongan maka ia akan sulit mengembangkan tulisannya.
Oleh karena itu dalam mempelajari kemampuan menulis, hal awal yang dibutuhkan adalah
kemauan. Selain itu, dalam menulis juga dibutuhkan daya imajinasi yang tinggi agar pada
hasilnya nanti karya yang dibuat bisa memiliki nilai estetika tinggi yang dapat dilihat oleh
mata lalu dapat dinikmati oleh batin. Menurut Vygotsky (dalam Mendelowitz, 2015) argues
that imagination is the basis of all creative activity and is central to the production of new
ideas and inventions in all areas of cultural life. Imajinasi adalah dasar dari semua aktivitas
kreatif dan merupakan pusat produksi ide dan penemuan baru di semua bidang kehidupan
budaya.

Salah satu metode yang bisa dipakai untuk meningkatkan minat dalam belajar menulis
yaitu metode Reading to Write. Menurut Zhanfang Li dan Chunhong Yang (2012) “Reading-
to-write gives the student an opportunity to select a writing topic from the source materials
according to their own interest, which triggers curiosity and leaves thinking space to
individuals” . Membaca sebelum menulis memberikan siswa kesempatan untuk memilih
tulisan dari sumber bahan sesuai minat mereka sendiri, yang memicu rasa ingin tahu dan
meninggalkan ruang berpikir individual. Berdasarkan pendapat tersebut, maka dapat
dijabarkan bahwa dengan membaca dapat menimbulkan kesukaan pada sebuah karya tulis.
Setiap pembaca juga mempuyai genre bacaan masing-masing. Hal inilah yang akan
membantu seorang penulis untuk mengembangkan jenis tulisan mereka. Tidak hanya itu,
dengan membaca seseorang dapat memperkaya kosa kata bahasanya. Jadi pada bagian ini
ditekankan bahwa menulis erat hubungannya dengan membaca, untuk mempelajari kegiatan
menulis haruslah menyukai kegiatan membaca. Seorang penulis yang baik adalah seorang
pembaca yang baik pula.

5. Strategi dalam Menulis

Seorang penulis pastilah mengharapkan tulisannya dapat diterima baik oleh masyarakat.
Gagasan-gagasan yang dikemukakan pun diharapkan mampu membuka wawasan
pembacanya. Namun pembaca memiliki cara pandang masing-masing, yang tidak bisa
penulis paksakan untuk menerima karyanya. Oleh karena itu, sebuah karya tulis perlu
memiliki daya tarik baik itu dari segi kalimat, argumen, ataupun bahasa yang dikemukakan.
Language encourages students to express their opinions and feeling, to participate in social
interaction, and to use their analytic and imaginative ability (Saddhono dkk. 2014). Bahasa
mendorong siswa untuk mengungkapkan pendapat dan perasaan mereka, untuk berpartisipasi
dalam interaksi sosial, dan menggunakan analitik dan kemampuan imajinatif.
Mengacu pada pengertian beberapa ahli yang mengategorikan bahwa menulis
merupakan suatu kegiatan yang tidak mempunyai timbal balik secara langsung, maka agar
dapat diterima oleh pembaca, penulis harus menerapkan strategi dan juga argumen. Argumen
yang baik dapat menjadi daya tarik dalam sebuah tulisan. Argumen yang baik juga harus
disertai dengan fakta. Hal tersebut didukung oleh pernyataan Ishak (2014) yang menyatakan
bahwa, dengan menyodorkan fakta-fakta sebagai evidensi, maka mereka yang menerima
informasi merasa yakin bahwa apa yang disampaikan penulis patut diterima sebagai suatu
kebenaran. Selain itu, ada hal lain yang perlu ditambahkan menurut Saddhono (2017) In
describing, the argument must be objective and would be better equipped multicultural vision
as the basis yang mana memiliki arti bahwa argumen haruslah objektif dan lebih baik jika
dilengkapi dengan suatu pandangan multikultural atau adanya pandangan akan
keanekaragaman dalam kehidupan seperti budaya, ras, etnis. Jadi berdasarkan pernyataan
kedua ahli tersebut jika disatukan memiliki kesimpulan bahwa dalam menulis khususnya non
fiktif, perlu adanya argumentasi yang didukung oleh fakta-fakta, gunanya untuk meyakinkan
pembaca tentang gagasan yang dipaparkan, selain itu argumen juga harus dilengkapi dengan
pandangan multikultural, yang mana suatu pernyataan dalam sebuah karya tulis tidak
memihak pada suatu ras, etnis atau budaya manapun. Argumentasi seperti inilah yang
dijadikan strategi agar suatu karya tulis dapat diterima dengan baik oleh masyarakat.

6. Proses Menggali Tulisan

Setelah mengetahui titik yang dijadikan daya tarik dalam sebuah karya tulis, selanjutnya
perlu dikenali proses dalam menggali ide. Sebuah tulisan yang baik, memerlukan sebuah
proses Finoza (dalam Sakaria & Nojeng, 2018) menyatakan bahwa proses menggali materi
tulisan dilakukan melalui kegiatan pemilihan topik, pengumpulan bahan, perencanaan
penataan tulisan, penetapan tujuan menulis, dan pengembangan gagasan. Menulis merupakan
hasil akhir dalam pekerjaan merangkai kata, kalimat, dan alinea untuk menjabarkan atau
mengulas topik dan tema tertentu. Dalam proses menghasilkan sebuah karya tulis, terdapat
proses berpikir yang menyangkut memilih topik, membatasi topik, mengembangkan pikiran,
dan menyajikan dalam kalimat, paragraf serta wacana yang disusun secara logis dan
sistematis (Sumarwati, 2013).

Kedua pernyataan di atas memiliki alur yang sama, dimana proses pertama yang
dilakukan dalam menggali ide yaitu memilih topiknya terlebih dahulu. Pemilihan topik ini
dapat membantu proses pencarian bahan, jadi penulis tidak akan kebingungan dalam
menentukan antara bahan yang penting dan tidak terlalu penting. Sebelum mengembangkan
gagasan, Finoza masih memberikan beberapa proses penggalian ide, yaitu berupa
pengumpulan bahan, perencanaan penataan tulisan, penetapan tujuan menulis. Sedangkan
menurut pendapat Sumarwati tidak, setelah membatasi topik lalu mengembangkan pikiran.
Agar karya yang dihasilkan lebih tertata baiknya sebelum mengembangkan gagasan perlu
mengikuti proses yang dikemukakan Finoza. Namun untuk hasil yang lebih baik, perlu untuk
mengkomparasikan antara dua proses yang dikemukakan oleh dua ahli di atas.

7. Menulis sebagai Media Komunikasi

Komunikasi merupakan proses penyampaian pesan antara pihak satu dengan pihak yang lain.
lebih lanjut lagi, komunikasi memiliki dua sifat (Ardini, 2012) yaitu informatif dan persuasif.
Komunikasi bersifat informatif, yaitu menyampaikan informasi kepada lawan bicara. Selain
itu komunikasi juga bersifat persuasif agar lawan bicara bersedia menerima paham atau
keyakinan dari informasi yang disampaikan. Menulis juga memuat hal-hal tersebut. Menulis
merupakan kegiatan berkomunikasi, yang mana kegiatan menulis mempunyai tujuan untuk
mentransfer informasi. “All in all, writing means sending information and expressing ideas
through written forms. In short, writing is a tool of communication in written form
(Hidayati,2018). Berdasarkan pendapat tersebut, singkatnya menulis adalah alat komunikasi
secara tertulis.

Seperti yang sudah dijelaskan sebelumnya bahwa menulis merupakan media


komunikasi tidak langsung. Salah satu jenis karya tulis yang bisa dijadikan media komunikasi
atau alat penyampaian pendapat yaitu esai. Hal tersebut juga dikemukakan oleh Saddhono
(2017) yang berpendapat bahwa “Writing is a language skill that is used to communicate
indirectly. One of the skills taught to write is writing argumentative essay”. Kalimat tersebut
memiliki arti bahwa menulis adalah keterampilan berbahasa yang digunakan untuk
berkomunikasi secara tidak langsung. Lebih lanjut lagi bahwa salah satu keterampilan yang
diajarkan untuk menulis adalah menulis esai argumentatif. Pendapat tersebut mengemukakan
bahwa esai termasuk karya tulis yang dijadikan sarana berkomunikasi tidak langsung.

8. Pengertian Esai

Esai termasuk ke dalam suatu karya tulis. Namun, saat masih berada dijenjang sekolah dasar
sampai sekolah menengah atas, siswa lebih mengenal esai sebagai suatu bentuk soal uraian
dalam ujian atau tes. Sedangkan pada saat berada dijenjang perguruan tinggi, esai lebih
dikenal sebagai suatu bentuk karya tulis. Untuk memahaminya berikut ini ada beberapa
penjabaran mengenai pengertian esai. Secara bahasa, “essay” berasal dari bahasa Prancis,
yang artinya mencoba atau berusaha. Esai adalah suatu tulisan yang menggambarkan opini
penulis tentang subjek tertentu yang dicoba untuk dinilainya (Dalman, 2011). Pengertian
tersebut mengarah pada isi bahasan esai, yang mana esai membahas tentang suatu subjek atau
pun masalah. Lain halnya dengan Wijayanti yang menghimpun pendapat dari guru dan siswa
tentang esai. Pendapat siswa dan guru mengenai esai memiliki kesamaan. Pertama, esai
adalah karangan atau bentuk tulisan (artinya lebih dari satu paragraf). Kedua, esai bertutur
tentang kejadian yang diketahui/dipahami tentang sesuatu yang terjadi di masyarakat atau
lingkungan (dengan demikian, mengandung fakta atau pengalaman). Ketiga, esai berisi
pendapat/pandangan penulis tentang hal yang dibicarakan (artinya memuat argumentasi dan
bersifat subjektif) (Wijayanti dkk. 2012). Lebih lanjut, esai secara mudahnya boleh
dipandang sebagai suatu usaha untuk melahirkan pandangan mengenai suatu topik dengan
bentuk yang pendek serta dengan cara penuturan yang sebaik-baiknya, yang terpenting dalam
esai bukan apa yang dibicarakan, melainkan bagaimana cara membicarakannya
(Widyamartaya dkk. 2004). Pendapat tersebut menekankan pada pembahasan isi sebuah esai.
Hal ini juga berhubungan dengan pembahasan sebelumnya, yang mana argumen yang baik
dapat menjadi daya tarik dalam sebuah tulisan.

9. Struktur Esai

Sama seperti karangan lain seperti prosa, pantun, cerpen, esai pun memiliki struktur. Struktur
esai yang baik dalam Bahasa Indonesia dibagi menjadi 3 yaitu pendahuluan, isi, dan penutup.
Beberapa ahli juga memiliki pendapat yang sama tentang struktur esai, mereka juga
membaginya ke dalam tiga bagian yang terdiri atas, paragraf pendahuluan (yang diakhiri
dengan kalimat tesis), paragraf isi, dan paragraf penutup (Wijayanti dkk. 2012). Pada bagian
pendahuluan berisi pernyataan umum tentang topik yang akan dibahas, selain itu juga berisi
latar belakang topik. Paragraf isi berisi uraian pernyataan yang disampaikan pada paragraf
pendahuluan. Terakhir adalah paragraf penutup yang berisi simpulan atau ringkasan dari hal-
hal penting yang telah dikemukakan. Dari beberapa pendapat di atas, struktur esai intinya ada
3 yaitu pendahuluan, isi, dan penutup atau simpulan.

Menulis esai akan terasa sulit bagi sebagian orang. Guna mencapai hasil yang
memuaskan, berikut ini pembahasan lebih mendalam tentang struktur esai. Pertama, paragraf
pengantar atau pendahuluan. Paragraf ini perlu dibuka dengan semenarik mungkin, selain
menarik paragraf ini juga memberi latar belakang informasi singkat mengenai topik yang
akan dibicarakan dalam esai. Paragraf ini terdiri atas dua bagian, yaitu beberapa kalimat /
pernyataan umum dan sebuah kalimat tesis, tempat ide pokok esai berada. Kedua yaitu
paragraf isi. Paragraf isi dapat hanya terdiri atas satu pargraf seperti halnya paragraf
pendahuluan. Dapat pula lebih panjang daripada paragraf pendahuluan karena di dalam
paragraf inilah penulis secara perinci membahas topik atau subtopik-subtopik yang sudah
dinyatakan di dalam kalimat tesis. Beberapa teknik pengembangan paragraf isi, diantaranya:
memberikan contoh atau ilustrasi tentang apa yang dibicarakan; menguraikan secara
kronologis suatu kejadian; menceritakan anekdot yang berkaitan dengan apa yang
dibicarakan; mendefinisikan istilah yang berhubungan dengan apa yang dibicarakan;
membandingkan atau mengontraskan apa yang sedang dibicarakan; menganalisis atau
mencari sebab-musabab dari sesuatu yang dibicarakan; menguraikan akibat-akibat atau
konsekuensi-konsekuensi dari sesuatu yang dibicarakan; menerangkan bagaimana cara kerja
atau fungsi sesuatu yang dibicarakan; melukiskan fisik atau watak orang, tempat, barang, atau
tindakan yang dibicarakan; kombinasi beberapa teknik di atas. Ketiga, yaitu paragraf
penutup. Untuk menandai bahwa pembaca sudah sampai pada akhir esai, diperlukan
“pengait” berupa kata transisi, seperti simpulannya, singkatnya, akhisrnya, dsb (Wijayanti
dkk. 2013).

10. Pengembangan Paragraf

Terdapat bahasan menarik, dimana banyak yang menyangkutkan keterampilan menulis


dengan gender. Jika dikaitkan dengan beberapa pemaparan sebelumnya, kurang cocok
rasanya. Tetapi beberapa penelitian telah dilakukan, salah satunya adalah penelitian yang
dilakukan Waskita dalam (Wijayanti dkk. 2012) mengamati tulisan akademik ESL dari siswa
di University of Melbourne, menemukan bahwa ada hubungan signifikan antara tulisan laki-
laki dan perempuan dalam tiga aspek. Pertama, struktur kalimat perempuan lebih kompleks
daripada laki-laki. Kedua, perempuan menggunakan lebih banyak parafrasa daripada kutipan
langsung. Ketiga, perempuan mennyajikan kalimat tesis dengan pemagaran (hedging) dan
mengembangkan organisasi argumen dengan lebih baik daripada laki-laki. Waskita
bersimpulan bahwa karakteristik itu membuat perempuan memiliki kemampuan yang lebih
tinggi dalam menulis akademik.

Terlepas dari hal di atas, agar semua orang bisa menulis esai dengan baik, maka harus
memahami pengembangan paragraf dalam esai. Ada beberapa langkah yang harus
diperhatikan (Wijayanti dkk. 2013) langkah pertama, dalam menulis esai adalah menyeleksi
sebuah gagasan dan menulis sebuah pengantar (kalimat topik). Setelah mengumpulkan semua
gagasan atau fakta, Anda dapat memikirkan bagaimana semua gagasan atau fakta itu dapat
dihubungkan dengan topik. Perhatikan apakah semua gagasan atau fakta itu membentuk
sebuah pola yang mengacu pada sebuah gagasan pengontrol. Jika Anda telah memutuskan
sebuah gagasan pengontrol, tulislah sebuah paragraf pengantar yang mempresentasikan
secara jelas dan menarik. Paragraf ini harus memuat dua bagian. Pertama, pernyataan-
pernyataan umum, yakni yang memperkenalkan topik esai dan memberikan latar belakang
informasi tentang topik tersebut. Kedua, sebuah pernyataan tesis, yakni gagasan pengontrol
yang memuat inti topik yang akan dibahas. Paragraf tubuh juga sangat penting. Tiap-tiap
paragraf harus fokus pada kalimat topik dan harus memiliki transisi logis yang
memungkinkan pembaca memahami hubungan antarkalimat. Di akhir, uraikan alasan-alasan
dan contoh-contoh yang spesifik dan konkret agar dapat meyakinkan. Jika paragraf-paragraf
pendukung sudah dilengkapi, Anda harus memutuskan bagaimana Anda hendak
menyimpulkannya. Dengan mengulang proses selangkah demi selangkah yang sederhana ini,
Anda dapat menyisihkan ketakutan Anda dalam menulis sebuah esai yang jelas, serasi, dan
meyakinkan (Laurie & Stephen R. Mandell dalam Kalidjernih, 2010).

11. Permasalahan dalam Menulis Esai

Permasalahan membuat siapapun terkendala dalam pekerjaannya dan terkadang sulit untuk
menemukan solusinya. Begitu pula dalam kegiatan menulis. Perlu kita ketahui bahwa
pembelajaran bahasa memiliki fungsi sebagai sarana untuk meningkatkan kemampuan
berpikir, mengungkapkan gagasan, menyampaikan informasi tentang suatu peristiwa, dan
untuk memperluas wawasan (Cahyaningrum dkk. 2018).
Beberapa permasalah yang ditemukan dalam penulisan esai, diantaranya: kesulitan
menemukan ide, kurangnya pengetahuan tentang dasar penulisan karya ilmiah, kesulitan
menuangkan gagasan, kesalahan berbahasa (Kuswandari, 2018). Hal pertama yaitu, kesulitan
menemukan ide, hal ini bisa dikarenakan ada tekanan yang mengharuskan orang tersebut
menemukan ide dalam jangka waktu yang singkat, atau dapat juga dikarenakan suasana hati
dan pikiran yang sedang kacau sehingga sulit mendapatkan ide. Solusinya adalah dengan
mencari tempat yang nyaman, untuk berpikir atau mencari teman untuk diajak berdiskusi.
Yang kedua adalah kesulitan menuangkan gagasan, hal ini dapat diatasi dengan cara
memahami proses menggali tulisan. Yang terakhir kesalahan berbahasa, menurut Setyawati
dalam (Saddhono, 2012) kesalahan berbahasa bisa terjadi karena adanya banyak hal,
misalnya pengaruh bahasa ibu, kekurang pahaman pemakai bahasa terhadap bahasa yang
dipakainya dan pengajaran bahasa yang kurang sempurna. Salah satu solusinya yaitu dengan
kegiatan membaca, dikarenakan dengan membaca dapat memperkaya kosa kata juga sebagai
sarana melatih diri dengan bahasa. Selain itu, dengan membaca banyak buku dan referensi
yang digemari juga akan dapat menampilkan ciri penulisan dari seorang penulis. Sebuah
penelitian yang dilakukan oleh seorang guru terhadap siswanya menyatakan bahwa Their
(Students) reading is focused by thingking about their chosen topics as they read ;
"landscape," for example, serves as a lens as the student looks for passages about the
relationship of the land and the development of the plot, sudents begin to track images that
repeat and become a motif (McHaney, 2004). Bacaan mereka difokuskan dengan
memikirkan topik yang mereka pilih saat mereka membaca contoh teks berjudul "Lansekap,"
misalnya, berfungsi sebagai lensa ketika siswa mencari petikan tentang hubungan tanah dan
pengembangan plot. Siswa mulai melacak gambar yang berulang dan menjadi motif. Artinya,
pilihan yang digemari akan lebih mudah tertanam dalam pikiran. Selanjutnya, secara umum
bahasa yang dipakai sesuai dengan tujuan dan karakter penulisnya (Pujiono, 2011). Semakin
sering seseorang menulis esai akan semakin mudah pembaca mengenalinya, sebagai contoh,
kita kan mudah mengenali esai karangan Emha Ainun Nadjib, Jakob Sumardjo, Goenawan
Mohamad, Ajip Rosidi, A.S. Laksana, Muhidin M. Dahlan, dn lain-lain yang masing-masing
memiliki ciri khas dan “brand” sendiri (Indriyana dkk. 2015). Hal ini akan menjadi nilai lebih
bagi penulis dan karyanya.
Daftar Pustaka

Ardini, P. P. (2012). Pengaruh dongeng dan komunikasi terhadap perkembangan moral anak
usia 7-8 tahun. Jurnal Pendidikan Anak, 1(1), 44-58.
https://doi.org/10.21831/jpa.v1i1.2905

Cahyaningrum, F., Andayani, A., & Saddhono, K. (2018). Peningkatan Keterampilan


Menulis Argumentasi melalui Model Think Pair Share dan Media Audiovisual pada
Siswa Kelas X-10 SMA Negeri Kebakkramat. Jurnal Pendidikan dan Kebudayaan, 3(1),
44-55. http://dx.doi.org/10.24832%2Fjpnk.v3i1.605

Dalman. (2011). Menulis Karya Ilmiah. Jakarta: PT RajaGrafindo Persada.

Darmuki, A., Andayani, A., Nurkamto, J., & Saddhono, K. (2017). Evaluating information-
processing-based learning cooperative model on speaking skill course. Journal of
Language Teaching and Research, 8(1), 44-51. http://dx.doi.org/10.17507/jltr.0801.06

Ekmekci, Emrah. (2018). Transformation of Traditional Writing Classes into Digital Ones.
International Journal of Languages' Education and Teaching, 6(4), 122-130
https://doi.org/10.18298/ijlet.3221

Hidayati, K. (2018). Teaching Writing to EFL Learners: An Investigation of Challenges


Confronted by Indonesian Teachers. Langkawi: Journal of The Association for Arabic
and English, 4(1), 21-31. http://dx.doi.org/10.31332/lkw.v4i1.772

Hs, L. (2005). Gairah Menulis. Yogyakarta: Alinea.

Indriyani, H., & Handayaningsih, S. (2015). Pintar Bahasa Indonesia Super Lengkap.
Yogyakarta: Indonesia Tera

Ishak, S. (2014). Cara Menulis Mudah. Elex Media Komputindo.

Kuswandari, A. H. (2018). Kontribusi Kemampuan Berpikir Kritis sebagai Konstruksi


Peningkatan Keterampilan Menulis Esai. Jurnal Gramatika: Jurnal Penelitian
Pendidikan Bahasa dan Sastra Indonesia, 4(1), 173-183.
https://doi.org/10.22202/jg.2018.v4i1.2410

McHaney, P. (2004). Let Every Voice Be Heard: Focus Essays Create Democratic
Classrooms. The English Journal, 93(5), 72-76. https://doi.org/10.2307/4128939
Mendelowitz, B. (2016). “You’re in FunDzaland”: Pre-service teachers (re) imagine audience
on a creative writing course’, Reading & Writing 7(2), a106. http://dx.doi.org/10.4102/
rw.v7i2.106

Oktaria, D., Andayani, N. F. N., & Saddhono, K. (2018). Penguasaan Kalimat Efektif sebagai
Kunci Peningkatan Keterampilan Menulis Eksposisi. Metalingua: Jurnal Penelitian
Bahasa, 15(2), 165-177. http://dx.doi.org/10.26499/metalingua.v15i2.63

Pujiono, S. (2011). Penerapan Strategi Catalisting Untuk Meningkatkan Kemampuan Menulis


Esai. Litera, 10(2). https://doi.org/10.21831/ltr.v10i2.1155

Rosidi, I. (2009). Menulis siapa takut. Yogyakarta: Kanisius.

Saddhono, K. (2012). Kajian sosiolingustik pemakaian bahasa mahasiswa asing dalam


pembelajaran Bahasa Indonesia untuk Penutur Asing (BIPA) di Universitas Sebelas
Maret. Kajian Linguistik dan Sastra, 24(2), 176-186.
https://doi.org/10.23917/kls.v24i2.96

Saddhono, K. (2017). The Argumentative Writing Skill with Multicultural Awareness in


Indonesian Language for Foreign Learners. PONTE: International Scienific Researches
Journal. 72(4), 108-116. https://doi.org/10.31219/osf.io/5fgeb

Saddhono, K., & Rohmadi, M. (2014). A Sociolinguistics Study on the Use of the Javanese
Language in the Learning Process in Primary Schools in Surakarta, Central Java,
Indonesia. International Education Studies, 7(6), 25-30.
https://doi.org/10.5539/ies.v7n6p25

Sakaria, S., & Nojeng, A. (2018). Bahan Ajar Menulis Opini dan Esai dengan Pembelajaran
Berbasis Proyek. RETORIKA: Jurnal Bahasa, Sastra, dan Pengajarannya, 11(1), 68-76.
https://10.26858/retorika.v11i1.4965

Smyth, T. R. (2004). Thinking and Writing. In The Principles of Writing in Psychology pp. 3-
12. https://doi.org/10.1007/978-0-230-20886-5

Sumarwati. (2013). Menulis Karya Ilmiah dalam Bahasa Indonesia. Surakarta: UNS Press.

Widyamartaya., & Sudiati. (2004). Kiat Menulis Esai Ulasan. Jakarta: PT Grasindo
Wijayanti, S. H., & Dhian, Y. C. (2012). Kecenderungan Siswa SMA di Bekasi dalam
Memilih Topik Esai Ditinjau dari Perspektif Gender. Jurnal Humaniora, 24(2), 187-200.
https://doi.org/10.22146/jh.v24i2.1061

Wijayanti, S. H. dkk. (2013). Bahasa Indonesia, Penulisan dan Penyajian Karya Ilmiah.
Jakarta: PT Rajagrafindo Persada.

Yunus, M., Supratmi, N., Badriyah, R., & Setiawati, L. (2014). Menulis 1. Tangerang
Selatan: Universitas Terbuka

Zhanfang Li., & Cunhong Yang. (2014). Reading-to-write: A Practice of Critical


Thinking. Journal of Arts and Humanities, 3(5), 67-71.
http://dx.doi.org/10.18533/journal.v3i5.478

Anda mungkin juga menyukai