Anda di halaman 1dari 27

Penerapan Ilmu Kedokteran Forensik dalam Dugaan Tindakan Pelecehan

Anak dibawah Umur


Herlin Indah Bangalino
102014022 / D1
Fakultas Kedokteran Universitas Kristen Krida Wacana
Jl. Terusan Arjuna No.6, Jakarta 11510
Alamat korespondensi email: herlin.2014fk022@civitas.ukrida.ic.id

Pendahuluan
Setiap harinya terjadi kasus-kasus kriminal di masyarakat, semua hal tersebut perlu
ditindak lanjuti, salah satu di antaranya ialah kasus pelecehan terhadap anak di bawah umur.
Umumnya hal ini diketahui dengan anak mengeluhkan perih atau sakit saat berkemih. Tidak
hanya tanda-tanda pada fisik tetap dapat ditemukan perubahan psikis pada anak yang
mengalami pelecehan seksual. Dengan keluhan ini biasanya orang tua datang membawa
anaknya ke dokter. Jika ditemukan hasil positif bahwa anak tersebut telah disetubuhi, maka
semua prosedur-prosedur medis dan hukum kembali lagi kepada orang tua korban, apakah
mereka menyetujui untuk ditindaklanjuti ke jalur hukum atau tidak (delik aduan).
Skenario
Anda bekerja sebagai dokter di IGD sebuah rumah sakit. Pada suatu sore hari datang
seorang laki-laki berusia 45 tahun membawa anak perempuannya yang berusia 14 tahun
menyatakan bahwa anaknya tersebut baru saja pulang “dibawa lari” oleh teman laki-laki yang
berusia 18 tahun selama 3 hari keluar kota. Sang ayah takut apabila telah terjadi sesuatu pada
diri putrinya. Ia juga bimbang apa yang akan diperbuatnya bila sang anak telah “disetubuhi”
laki-laki tersebut dan akan merasa senang apabila anda dapat menjelaskan berbagai hal tentang
aspek medikolegal dan hukum kasus anaknya.

Rumusan Masalah

Seorang laki-laki berusia 45 tahun membawa anak perempuannya yang berusia 14 tahun
menyatakan bahwa anaknya tersebut baru saja pulang “dibawa lari” oleh teman laki-laki yang
berusia 18 tahun selama 3 hari keluar kota.

Aspek Hukum

Pasal 74 KUHP
1) Pengaduan hanya boleh diajukan dalam waktu enam bulan sejak orang yang berhak
mengadu mengetahui adanya kejahatan, jika bertempat tinggal di Indonesia, atau dalam
waktu sembilan bulan jika bertempat tinggal di luar Indonesia.
2) Jika yang terkena kejahatan menjadi berhak mengadu pada saat tenggang tersebut
dalam ayat 1 belum habis, maka setelah saat itu pengaduan hanya masih boleh diajukan,
selama sisa yang masih kurang pada tenggang tersebut.
Pasal 75 KUHP
Orang yang mengajukan pengaduan, berhak menarik kembali dalam waktu tiga bulan setelah
pengaduan diajukan.1
Kejahatan terhadap kesusilaan:
Pasal 284
1. Diancam dengan pidana penjara paling lama sembilan bulan:
a. seorang pria yang telah kawin yang melakukan gendak (overspel), padahal
diketahui bahwa pasal 27 BW berlaku baginya,
b. seorang wanita yang telah kawin yang melakukan gendak, padahal diketahui
bahwa pasal 27 BW berlaku baginya;
c. seorang pria yang turut serta melakukan perbuatan itu, padahal diketahuinya
bahwa yang turut bersalah telah kawin;
d. seorang wanita yang telah kawin yang turut serta melakukan perbuatan itu,
padahal diketahui olehnya bahwa yang turut bersalah telah kawin dan pasal 27
BW berlaku baginya.
2. Tidak dilakukan penuntutan melainkan atas pengaduan suami/istri yang tercemar, dan
bilamana bagi mereka berlaku pasal 27 BW, dalam tenggang waktu tiga bulan diikuti
dengan permintaan bercerai atau pisah-meja dan ranjang karena alasan itu juga.
3. Terhadap pengaduan ini tidak berlaku pasal 72, 73, dan 75.
4. Pengaduan dapat ditarik kembali selama pemeriksaan dalam sidang pengadilan belum
dimulai.
5. Jika bagi suami-istri berlaku pasal 27 BW, pengaduan tidak diindahkan selama
perkawinan belum diputuskan karena perceraian atau sebelum putusan yang
menyatakan pisah meja dan tempat tidur menjadi tetap.

Pasal 285 KUHP


Barang siapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seseorang wanita
bersetubuh dengan dia di luar perkawinan, diancam karena melakukan perkosaan, dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.

Pasal 286
Barang siapa bersetuuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, pada hal diketahui bahwa
wanita itu dalam keadaan pingsan atau tidak berdaya, diancam dengan pidana paling lama
sembilan tahun.

Pasal 287 KUHP


1. Barang siapa bersetubuh dengan seorang wanita di luar perkawinan, pada hal diketahui
atau sepatutnya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun, atau kalau
umurnya tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin, diancam dengan pidana penjara
paling lama sembilan tahun.
2. Penuntutan hanya dilakukan atas pengaduan, kecuali jika umurnya wanita belum
sampai dua belas tahun atau jika salah satu hal tersebut pasal 291 dan pasal 294.

Pasal 289 KUHP


Barangsiapa dengan kekerasan atau ancaman kekerasan memaksa seorang untuk melakukan
atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, diancam karena melakukan perbuatan yang
menyerang kehormatan kesusilaan, dengan pidana penjara paling lama sembilan tahun.

Pasal 290 KUHP


Diancam dengan pidana paling lama tujuh tahun:
1. Barang siapa melakukan perbuatan cabul, dengan seorang pada hal diketahui, bahwa
orang itu pingsan atau tidak berdaya;
2. Barang siapa melakukan perbuatan cabul dengan seorang pada hal diketahui atau
sepatutunya harus diduga, bahwa umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya
tidak ternyata, bahwa belum mampu dikawin;
3. Barang siapa membujuk seorang yang diketahui atau sepatutnya harus diduga, bahwa
umurnya belum lima belas tahun atau kalau umurnya tidak ternyata, bawha belum
mampu dikawin, untuk melakukan atau membiarkan dilakukan perbuatan cabul, atau
bersetubuh di luar perkawainan dengan orang lain.
Pasal 291 KUHP
1. Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 286, 287, 289, dan 290
mengakibatkan luka-luka berat, dijatuhkan pidana penjara paling lama 12 tahun.
2. Jika salah satu kejahatan yang diterangkan dalam pasal 285, 286, 287, dan 290 itu
mengakibatkan mati, dijatuhkan pidana penjara paling lama lima belas tahun.

Pasal 295 KUHP


Diancam:
1. dengan pidana penjara paling lama 5 tahun, barang siapa dengan sengaja
menghubungkan atau memudahkan dilakukannya perbuatan cabul oleh anaknya, anak
tirinya, anak angkatnya,atau anak di bawah pengawasannya yang belum cukup umur,
atau oleh orang yang belum cukup umur yang pemeliharaannya, pendidikan, atau
penjagaannya diserahkan kepadanya, atau pun oleh bujangnya atau bawahannya yang
belum cukup umur, dengan orang lain; 2: dengan pidana penjara paling lama empat
tahun, barang siapa dengan sengaja menghubungkan atau memudahkan perbuatan
cabul kecuali tersebut ke-1 di atas yang dilakukan oleh orang yang diketahui belum
cukup umurnya atau yang sepatutnya harus diduga demikian,dengan orang lain.
2. Jika yang bersalah, melakukan kejahatan itu sebagai pencaharian atau kebiasaan,
maka pidana dapat ditambah sepertiga.

Pasal 351 KUHP


1. Penganiayaan diancam dengan pidana penjara paling lama dua tahun delapan bulan
atau pidana denda empat ribu lima ratus rupiah.
2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah diancam dengan pidana
penjara paling lama lima tahun.
3. Jika mengakibatkan mati, diancam dengan piana penjara paling lama tujuh tahun.
4. Dengan penganiayaan disamakan sengaja merusak kesehatan.
5. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 352 KUHP


1. Kecuali yang tersebut dalam pasal 353 dan 356, maka penganiayaan yang tidak
menimbulkan penyakit atau halangan untuk menjalankan pekerjaan jabatan atau
pencarian, diancam sebagai penganiayaan ringan, dengan pidana penjara paling lama
tiga bulan atau pidana denda paling banyak empat ribu lima ratus rupiah. Pidana dapat
ditambah sepertiga bagi orang yang melakukan kejahatan itu terhadap orang yang
bekerja padanya atau menjadi bawahannya.
2. Percobaan untuk melakukan kejahatan ini tidak dipidana.

Pasal 353 KUHP


1. Penganiayaan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan pidana penjara paling
lama empat tahun.
2. Jika perbuatan mengakibatkan luka-luka berat, yang bersalah dikenakan pidana penjara
paling lama tujuh tahun.
3. Jika perbuatan mengakibatkan mati, dia dikenakan pidana penjara paling lama sembilan
tahun.

Pasal 354 KUHP


1. Barang siapa dengan sengaja melukai berat orang lain, diancam karena melakukan
penganiayaan berat, dengan pidana penjara paling lama delapan tahun.
2. Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama sepuluh tahun.

Pasal 355 KUHP


1. Penganiayaan berat yang dilakukan dengan rencana lebih dahulu, diancam dengan
pidana penjara paling lama dua belas tahun.
2. Jika perbuatan mengakibatkan mati, yang bersalah dikenakan pidana penjara paling
lama lima belas tahun.1
Undang-Undang No. 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak
Pasal 81
Setiap orang dengan sengaja melakukan kekerasan atau ancaman memaksa anak melakukan
persetubuhan dengannya atau orang lain dipidana dengan pidana penjara maks 15 tahun min 3
tahun dan denda Rp 60 – 300 juta. Berlaku pula bagi yg menggunakan tipu muslihat,
kebohongan, membujuk.
Pasal 82
Sengaja melakukan kekerasan atau ancaman, memaksa, tipu muslihat, kebohongan, membujuk
untuk melakukan atau membiarkan dilakukannya percabulan dipidana dengan penjara maks 15
tahun min 3 tahun dan denda Rp 60 – 300 juta.2
Aspek Medikolegal

Pengertian dari medikolegal sendiri adalah aspek hukum dari dunia medis atau dari
profesi dokter, di dalam medikolegal dokter berkewajiban menjalankan praktek profesi dan
membantu penyidik dalam menangani suatu kasus pidana.
Pengaturan prosedur medikolegal diatur dalam Kitab Undang-undang Hukum Acara
Pidana (KUHAP). Didalam KUHAP disebutkan pengaturan dari penemuan atau pelaporan
hingga dijatuhkannnya vonis atau hukuman.

1.Penemuan dan Pelaporan

Sesuai dengan pasal 1 ayat 25 KUHAP, laporan adalah pemberitahuan yang


disampaikan oleh seorang karena hak atau kewajiban berdasarkan undang-undang kepada
pejabat yang berwenang tentang telah atau sedang atau diduga akan terjadinya peristiwa
pidana. Penemuan dan pelaporan dilakukan oleh warga masyarakat yang melihat, mengetahui
atau mengalami suatu kejadian yang diduga merupakan suatu tindak pidana. Pelaporan
dilakukan ke pihak yang berwajib dan dalam hal ini yaitu Kepolisian RI, dll. Pelaporan juga
bisa dilakukan melalui instansi pemerintah terdekat seperti RT (Rukun Tetangga) atau RW
(Rukun Warga). Hak dan kewajiban pelaporan ini diatur didalam pasal 108 KUHAP.

2.Penyelidikan

Sesuai dengan pasal 1 ayat 5 KUHAP, penyelidikan adalah serangkaian tindakan


penyelidik untuk mencari dan menemukan suatu peristiwa yang diduga sebagai tindak pidana
guna menentukan dapat atau tidaknya dilakukan penyidikan menurut cara yang diatur oleh
undang-undang. Penyelidik yang dimaksud adalah setiap pejabat polisi negara Republik
Indonesia yang tertera didalam Pasal 4 KUHAP. Didalam Pasal 5 KUHAP disebutkan
wewenang dan tindakan yang dilakukan oleh penyelidik:

(1) Penyelidik sebagaimana dimaksud pasal 4:


a. Karena kewajibannya mempunyai wewenang:
1. Menerima laporan atau pengaduan dari seorang tentang adanya
tindak pidana
2. Mencari keterangan dan barang bukti
3. Menyuruh berhenti seseorang yang dicurigai dan menanyakan
serta memeriksa tanda pengenal diri
4. Mengadakan tindakan lain menurut hukum yang bertanggung
jawab
b. Atas perintah penyidik dapat melakukan tindakan berupa:
1. Penangkapan, larangan meninggalkan tempat, penggeledahan
dan penyitaan
2. Pemeriksaan dan penyitaan surat
3. Mengambil sidik jari dan memotret seseorang
4. Membawa dan menghadapkan seseorang pada penyidik
(2) Penyelidik membuat dan menyampaikan laporan hasil pelaksanaan tindakan
sebgaimana tersebut pada ayat (1) huruf a dan b kepada penyidik.

3.Penyidikan

Sesuai dengan pasal 1 ayat 1 KUHAP, penyidikan adalah serangkaian tindakan


penyidik dalam hal dan menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini untuk mencari
serta mengumpulkan bukti yang dengan bukti itu membuat terang tentang tindak pidana yang
terjadi dan guna menemukan tersangkanya. Penyidikan dilakukan oleh penyidik yaitu pejabat
polisi Negara RI dan pejabat pegawai negeri sipil tertentu yang diberi wewenang khusus oleh
undang-undang sebagaimana diatur di dalam pasal 6 KUHAP. Penyidik dapat meminta
bantuan seorang ahli dan didalam hal kejadian mengenai tubuh manusia, maka penyidik dapat
meminta bantuan dokter untuk dilakukan penanganan secara kedokteran forensik. Kewajiban
seorang dokter antara lain:

 Melakukan pemeriksaan kedokteran forensik atas korban apabila diminta secara resmi
oleh penyidik.
 Menolak melakukan kedokteran pemeriksaan kedokteran forensik tersebut diatas dapat
dikenai pidana penjara , selama lamanya 9 bulan.

Kewajiban untuk membantu peradilan sebagai seorang dokter forensik itu diatur dalam
asal 133 KUHAP dimana seperti yang disebutkan diatas penyidik berwenang muntuk
mengajukan permintaan keterangan ahli pada dokter forensik atau kedokteran kehakiman.
Untuk Hak dokter menolak menjadi saksi/ahli diatur dalam Pasal 120, 168, 170 KUHAP.
Sedangkan sangsi bagi pelanggar kewajiban dokter diatur di dalam Pasal 216, 222, 224, 522
KUHP.
Untuk melakukan prosedur Bedah mayat klinis, anatomis, dan transplantasi oleh
seorang dokter forensik diatur menurut peraturan pemerintah No.18 Tahun 1981. Dan bagi
seorang dokter forensik yang membuat sebuah keterangan palsu didalam hasil akhir
pemeriksaan dikenakan Pasal 267 KUHP dan pasal 7 KODEKI.

4.Pemberkasan Perkara

Hal dilakukan oleh penyidik, menghimpun semua hasil penyidikannya, termasuk hasil
pemeriksaan kedokteran forensik yang dimintakan kepada dokter. Dan nanti hasil berkas
perkara ini akan diteruskan ke penuntut umum.

5.Penuntutan

Sesuai dengan pasal 1 ayat 7 KUHAP. Penuntutan yaitu tindakan penuntut Umum
untuk melimpahkan perkara pidana ke Pengadilan Negeri yang berwenang dalam hal dan
menurut cara yang diatur dalam undang-undang ini dengan permintaan supaya diperiksa dan
diputus oleh Hakim di sidang Pengadilan.

6.Persidangan

Didalam persidangan dipimpin oleh hakim atau majelis hakim. Dimana didalam
persidangan itu dilakukan pemeriksaan terhadap terdakwa, para saksi dan juga para ahli.
Dokter dapat dihadirkan di sidang pengadilan untuk bertindak selaku saksi ahli atau selaku
dokter pemeriksa. Dokter pun berhak menolak menjadi saksi/ahli yang sebagaimana diatur
dalam pasal 120, 168, 179 KUHAP.

7.Vonis

Vonis dijatuhkan oleh hakim dengan ketentuan sebagai berikut:

 Keyakinan pada diri hakim bahwa memang telah terjadi suatu tindak pidana
dan bahwa terdakwa memang bersalah melakukan tindak pidana tersebut
 Keyakinan Hakin Harus Ditunjang oleh sekurang-kurangnya 2 alat bukti yang
sah yang diatur dalam pasal 184 KUHAP ( keterangan saksi, keterangan ahli,
surat, petunjuk, keterangan terdakwa).3

Informed Consent

Pada pelaksanaan pemeriksaan kasus ini, terlebih dahulu perlu dijelaskan kepada ayah
korban dan atau korban sendiri atas tindakan-tindakan apa yang akan dilakukan pada korban.
Sebelumnya yang perlu diingat adalah menanyakan kepada ayah korban apa maksud dari
tujuan pemeriksaan yang ingin dilakukan. Selain itu penting untuk meminta ijin tertulis dari
korban sendiri, atau jika korban adalah seorang anak, dapat diminta dari orangtua atau walinya.

Anamnesis

Anamnesis umum meliputi :

 Berapa umur korban, tempat dan tanggal lahir korban


 Apakah sudah menikah atau belum
 Apakah sudah menstruasi/haid dan bagaimana siklus haidnya
 Apakah memiliki penyakit kelamin dan penyakit kandungan
 Apakah memiliki penyakit lain seperti epilepsi, katalepsi dan syncope
 Apakah pernah melakukan hubungan seksual
 Kapan melakukan hubungan seksual yang terakhir
 Apakah saat berhubungan menggunakan kondom
Adapun anamnesis khusus :

 Kapan dan dimana peristiwa tersebut terjadi


 Apakah korban melakukan perlawanan
 Apakah korban dalam keadaan pingsan
 Apakah terjadi penetrasi dan ejakulasi
 Apakah setelah kejadian, korban mencuci, mandi dan mengganti pakaian
Tempat Kejadian

Adanya rumput, tanah dan lainnya yang melekat pada pakaian dan tubuh korban dapat
dijadikan petunjuk dalam pencarian trace evidence yang berasal dari tempat kejadian. Perlu
diketahui pula apakah korban melawan. Jika korban melawan maka pada pakaian mungkin
ditemukan robekan, pada tubuh korban akan ditemukan tanda-tanda bekas kekerasan dan pada
alat kelamin mungkin terdapat bekas perlawanan. Kerokan kuku mungkin menunjukkan
adanya sel-sel epitel kulit dan darah yang berasal dari pemerkosa/penyerang. Temukan adanya
kemungkinan korban menjadi pingsan karena ketakutan atau dibuat pingsan dengan pemberian
obat tidur/bius. Dalam hal ini diperlukan sampel pengambilan urin dan darah untuk
pemeriksaan toksikologik. Perlu ditanyakan pula apakah setelah kejadian korban mencuci,
mandi, dan mengganti pakaian.3

Pemeriksaan Pakaian
Pada pemeriksaan pakaian perlu dilakukan dengan teliti seperti :

 Apakah terdapat robekan lama atau baru sepanjang jahitan atau melintang pada pakaian
 Apakah ada kancing terputus akibat tarikan, bercak darah, air mani, lumpul dan lain-
lain dari tempat kejadian
 Apakah pakaian dalam keadaan rapi atau tidak
 Adakah benda-benda yang melekat pada pakaian dan mengandung trace evidence.3

Pemeriksaan Tubuh Korban

Pemeriksaannya dibagi 2 yaitu pemeriksaan umum dan pemeriksaan khusus.

Pemeriksaan umum

 Bagaimana penampilannya (rambut dan wajah), rapi atau kusut


 Bagaimana keadaan emosionalnya (tenang atau sedih atau gelisah)
 Adakah tanda-tanda bekas kehilangan kesadaran atau diberikan obat tidur/bius dan
needle marks
 Adakah tanda-tanda bekas kekerasan
 Bagaimana perkembangan alat kelamin sekunder
 Bagaimana kondisi pupil, refleks cahaya, berat badan, tekanan darah, jantung, paru dan
abdomen
Pemeriksaan khusus

Pemeriksaan bagian khusus daerah genitalia meliputi adanya rambut kemaluan yang
saling melekat menjadi satu karena air mani yang mengering yang akan digunting untuk
pemeriksaan laboratorium. Jika dokter menemukan rambut kemaluan yang lepas pada badan
wanita maka harus diambil beberapa helai rambut kemaluan dari wanita dan laki-laki sebagai
bahan pembanding (matching). Perlu ditemukan bercak air mani di sekitar alat kelamin dengan
cara dikerok menggunakan sisi tumpul skapel atau swab dengan kapas lidi yang dibasahi
dengan garam fisiologis. Pada vulva, perlu diteliti adanya tanda-tanda bekas kekerasan seperti
hiperemi, edema, memar dan luka lecet (goresan kuku). Introitus vagina apakah
hiperemi/edema dan penggunaan kapas lidi untuk pengambilan bahan pemeriksaan sperma dari
vestibulum.

Pemeriksaan jenis selaput dara untuk melihat adanya ruptur dan penentuan apakah
ruptur tersebut baru atau lama. Bedakan ruptur dengan celah bawaan dari ruptur dengan
memperhatikan sampai di pangkal selaput dara. Celah bawaan tidak mencapai pangkal
sedangkan ruptur dapat sampai ke dinding vagina. Pada vagina akan ditemukan parut bila
ruptur sudah sembuh, sedangkan ruptur yang tidak mencapai basis tidak akan menimbulkan
parut. Ruptur akibat persetubuhan biasa ditemukan di bagian posterior kanan atau kiri dengan
asumsi bahwa persetubuhan dilakukan dengan posisi saling berhadapan. Tentukan pula besar
orifisium apakah sebesar ujung jari kelingking, jari telunjuk, atau 2 jari. Ukuran pada seorang
perawan kira-kira 2,5 centimeter sedangkan lingkaran persetubuhan yang dapat terjadi menurut
Voight minimal 9 centimeter. Pada persetubuhan tidak selalu disertai deflorasi.

Pemeriksaan pada frenulum labiorum pudendi dan comissura labiorum posterior untuk
melihat keutuhannya. Pemeriksaan vagina dan serviks dilakukan dengan spekulum bila
keadaan alat genital memungkinkan dan pemeriksaan kemungkinan adanya penyakit kelamin.3

Pemeriksaan Laboratorium
Pemeriksaan cairan mani (semen)3,4

Cairan mani merupakan cairan agak kental, berwarna putih kekuningan, keruh dan
berbau khas. Cairan mani pada saat ejakulasi kental kemudian akibat enzim proteolitik menjadi
cair dalam waktu yang singkat (10-20 menit). Dalam keadaan normal, volume cairan mani 3-
5 ml pada 1 kali ejakulasi dengan pH 7.2 – 7.6. Cairan mani mengandung spermatozoa, sel-sel
epitel dan sel-sel lain yang tersuspensi dalam cairan disebut plasma seminal yang mengandung
spermin dan beberapa enzim seperti fosfatase asam. Spermatozoa mempunyai bentuk khas
untuk spesies tertentu dengan jumlah yang bervariasi, biasanya antara 60 sampai 120 juta per
ml. Untuk menentukan adanya cairan mani dalam vagina guna membuktikan adanya suatu
persetubuhan, perlu diambil bahan dari forniks posterior vagina dan dilakukan pemeriksaan-
pemeriksaan laboratorium sebagai berikut:

 Pemeriksaan spermatozoa (mikroskopis)


Tanpa pewarnaan

Pemeriksaan ini berguna untuk melihat apakah terdapat spermatozoa yang bergerak.
Pemeriksaan motilitas spermatozoa ini paling bermakna untuk memperkirakan saat terjadinya
persetubuhan. Umumnya disepakati bahwa dalam 2-3 jam setelah persetubuhan masih dapat
ditemukan spermatozoa yang bergerak dalam vagina. Haid akan memperpanjang waktu ini
menjadi 3-4 jam. Setelah itu spermatozoa tidak bergerak lagi dan akhirnya ekornya akan
menghilang (lisis), sehingga harus dilakukan pemeriksaan dengan pewarnaan. Cara
pemeriksaan: satu tetes lender vagina diletakkan pada kaca obyek, dilihat dengan pembesaran
500x serta kondensor diturunkan. Perhatikan pergerakan sperma. Bila sperma tidak ditemukan,
belum tentu dalam vagina tidak ada ejakulat mengingat kemungkinan azoospermia atau pasca
vasektomi sehingga perlu dilakukan penentuan cairan mani dalan cairan vagina.

Dengan pewarnaan

Dibuat sediaan apus dan difiksasi dengan melewatkan gelas sediaan apus tersebut pada nyala
api. Pulas dengan HE, Methylene Blue atau Malachite green. Cara pewarnaan yang mudah dan
baik untuk kepentingan forensik adalah dengan pulasan malachite green dengan prosedur
sebagai berikut:

Warnai dengan larutan Malachite green 1% selama 10-15 menit, lalu cuci dengan air
mengalir dan setelah itu lakukan counter stain dengan larutan Eosin Yellowish 1%
selama 1 menit, terakhir cuci lagi dengan air.

 Penentuan cairan mani (kimiawi)


Untuk membuktikan adanya cairan mani dalam sekret vagina, perlu dideteksi adanya zat-zat
yang banyak terdapat dalam cairan mani dengan pemeriksaan laboratorium berikut:

 Reaksi fosfatase asam

Dasar reaksi: adanya enzim fosfatase asam dalam kadar tinggi yang dihasilkan oleh kelenjar
prostate. Aktifitas enzim fosfatase asam rata-rata adalah sebesar 2500 U.K.A. (kaye). Dalam
sekret vagina setelah 3 hari abstinensi seksualis ditemukan aktifitas 0-6 Unit (Risfeld). Dengan
menentukan secara kuantitatif aktifitas fosfatase asam per 2 cm2 bercak, dapat ditentukan
apakah bercak tersebut adalah bercak mani atau bukan. Aktifitas 25 U.K.A. per 1 cc ekstrak
yang diperoleh dari 1cm2 bercak dianggap spesifik sebagai bercak mani.

Reagens untuk pemeriksaan ini adalah:

Larutan A: Brentamin Fast Blue B 1 g (1)

Natrium acetat trihyrate 20 g (2)

Glacial acetat acid 10 ml (3)

Aquadest 100 ml (4)


(2) dan (3) dilarutkan dalam (4) untuk menghasilkan larutan penyangga dengan pH 5,
kemudian (1) dilarutkan dalam larutan peyangga tersebut.

Larutan B : Natrium alfa naftil fosfat 800 mg + aquades 10 ml.

89 ml Larutan A ditambah 1 ml larutan B, lalu saring cepat ke dalam botol yang berwarna
gelap. Jika disimpan dilemari es, reagen ini dapat bertahan berminggu-minggu dan adanya
endapan tidak akan mengganggu reaksi.

Cara pemeriksaan :

Bahan yang dicurigai ditempelkan pada kertas saring yang terlebih dahulu dibasahi
dengan aquades selama beberapa menit. Kemudian kertas saring diangkat dan disemprotkan /
diteteskan dengan reagen. Ditentukan waktu reaksi dari saat penyemprotan sampai timbul
warna ungu, karena intensitas warna maksimal tercapai secara berangsur-angsur.

Hasil :

Bercak yang tidak mengandung enzim fosfatase memberikan warna serentak dengan intensitas
tetap, sedangkan bercak yang mengandung enzim tersebut memberikan intensitas warna secara
berangsur-angsur.

Waktu reaksi 30 detik merupakan indikasi kuat adanya cairan mani. Bila 30 – 65 detik,
masih perlu dikuatkan dengan pemeriksaan elektroforesis. Waktu reaksi > 65 detik, belum
dapat menyatakan sepenuhnya tidak terdapat cairan mani karena pernah ditemukan waktu
reaksi > 65 detik tetapi spermatozoa positif. Enzim fosfatase asam yang terdapat di dalam
vagina memberikan waktu reaksi rata-rata 90 – 100 detik. Kehamilan, adanya bakteri-bakteri
dan jamur, dapat mempercepat waktu reaksi.

 Reaksi Berberio

Reaksi ini dilakukan dan mempunyai arti bila mikroskopik tidak ditemukan spermatozoa.

Dasar reaksi :Menentukan adanya spermin dalam semen.

Reagen : Larutan asam pikrat jenuh.

Cara pemeriksaan (sama seperti pada reaksi Florence) :


Bercak diekstraksi dengan sedikit akuades. Ekstrak diletakkan pada kaca objek, biarkan
mengering, tutup dengan kaca penutup. Reagen dialirkan dengan pipet dibawah kaca penutup.

Hasil : Hasil positif bila, didapatkan kristal spermin pikrat kekuningan berbentuk jarum dengan
ujung tumpul. Kadang-kadang terdapat garis refraksi yang terletak longitudinal. Kristal
mungkin pula berbentuk ovoid.3,4

Penentuan Golongan Darah ABO Pada Cairan Mani

Pada individu yang termasuk golongan sekretor (85% dari populasi), substansi
golongan darah dapat dideteksi dalam cairan tubuhnya seperti air liur, sekret vagina, cairan
mani, dan lain-lain. Substansi golongan darah dalam cairan mani jauh lebih banyak dari pada
air liur (2 – 100 kali). Hanya golongan sekretor saja yang golongan darahnya dapat ditentukan
dalam semen yaitu dilakukan dengan cara absorpsi inhibisi.3,4

Tabel 1. Gambaran substansi golongan darah dalam bahan pemeriksaan yang berasal
dari forniks posterior vagina.3

Golongan Darah Wanita


O A B AB
Substansi H A B A+B
”sendiri” dalam A+H B+H
sekret vagina
Substansi “asing” A B A H*
berasal dari B H* H* A+H
semen A+B

Hasil :

Adanya substansi ‘asing’ menunjukkan di dalam vagina wanita tersebut terdapat cairan mani.

Pemeriksaan Bercak Mani Pada Pakaian

a. Secara visual

Bercak mani berbatas tegas dan warnanya lebih gelap daripada sekitarnya. Bercak yang sudah
agak tua berwarna kekuningan.

 Pada bahan sutera / nilon, batas sering tidak jelas, tetapi selalu lebih gelap daripada
sekitarnya.
 Pada tekstil yang tidak menyerap, bercak segar menunjukkan permukaan mengkilat dan
translusen kemudian mengering. Dalam waktu kira-kira 1 bulan akan berwarna kuning
sampai coklat.
 Pada tekstil yang menyerap, bercak segar tidak berwarna atau bertepi kelabu yang
berangsur-angsurmenguning sampai coklat dalam waktu 1 bulan.
 Dibawah sinar ultraviolet, bercak semen menunjukkan flouresensi putih. Bercak pada
sutera buatan atau nilon mungkin tidak berflouresensi. Flouresensi terlihat jelas pada
bercak mani pada bahan yang terbuat dari serabut katun. Bahan makanan, urin, sekret
vagina, dan serbuk deterjen yang tersisa pada pakaian sering berflouresensi juga.
b. Secara taktil (perabaan)

Bercak mani teraba kaku seperti kanji. Pada tekstil yang tidak menyerap, bila tidak teraba kaku,
masih dapat dikenali dari permukaan bercak yang teraba kasar.

c. Skrining awal (dengan Reagen fosfatase asam)

Cara pemeriksaan :

Sehelai kertas saring yang telah dibasahi akuades ditempelkan pada bercak yang
dicurigai selama 5 – 10 menit. Keringkan lalu semprotkan / teteskan dengan reagen. Bila
terlihat bercak ungu, kertas saring diletakkan kembali pada pakaian sesuai dengan letaknya
semula untuk mengetahui letak bercak pada kain.

Pemeriksaan Pria Tersangka

Untuk membuktikan bahwa seorang pria baru saja melakukan persetubuhan dengan seseorang
wanita.

Cara lugol

Kaca objek ditempelkan dan ditekan pada glans penis, terutama pada bagian kolum,
korona serta frenulum, kemudian letakkan dengan spesimen menghadap kebawah diatas
tempat yang berisi larutan ligol dengan tujuan agar uap yodium akan mewarnai sediaan
tersebut. Hasil akan menunjukkan sel-sel epitel vagina dengan sitoplasma berwarna coklat
karena mengandung banyak glikogen.

Untuk memastikan bahwa sel epitel berasal dari seorang wanita, perlu ditentukan
adanya kromatin seks (barr bodies) pada inti. Dengan pembesaran besar, perhatikan inti sel
epitel yang ditemukan dan cari barr bodies. Ciri-cirinya adalah menempel erat pada permukaan
membran inti dengan diameter kira-kira 1 µ yang berbatas jelas dengan tepi tajam dan terletak
pada satu dataran fokus dengan inti. Kelemahan pemeriksaan ini adalah bila persetubuhan
tersebut telah berlangsung lama atau telah dilakukan pencucian pada alat kelamin pria, maka
pemeriksaan ini tidak akan berguna lagi.

Pada dasarnya pemeriksaan laboratorium forensik pada korban wanita dewasa dan
anak-anak adalah sama, yang membedakan adalah pendekatan terhadap korban. Pengumpulan
barang bukti harus dilakukan jika hubungan seksual terjadi dalam 72 jam sebelum pemeriksaan
fisik.3,4

Interpretasi Hasil

1. Tanda-tanda seks sekunder

Pada pemerikasaan akan diketahui umur korban. Jika tidak ada akte kelahiran maka umur
korban yang pasti tidak diketahui. Dokter perlu menyimpulkan apakah wajah dan bentuk badan
korban sesuai dengan umur yang dikatakannya. Keadaan perkembangan payudara dan
pertumbuhan rambut kemaluan perlu dikemukakan.
Tanner membagi tahapan yang terjadi selama pubertas. Tahapan ini dibagi menjadi dari T1
sampai T5, di mana T1 identik dengan perkembangan masa anak-anak dan T5 identik dengan
maturitas penuh.
Beberapa istilah yang sering digunakan dalam tanda-tanda seks sekunder pada wanita
antara lain :
i. telarche, yaitu pembesaran payudara,
ii. pubarche, yaitu tumbuhnya rambut pubis,
iii. menarche, yaitu menstruasi yang pertama kali terjadi, dan
iv. adrenarche, yaitu tumbuhnya rambut aksila sebagai akibat peningkatan
androgen dari adrenal.
Untuk mempermudah pemahaman mengenai perubahan fisik yang terjadi selama
pubertas pada wanita, Tanner menggolongkannya menjadi beberapa tahapan yang ditandai
dengan dari T1 (Tanner 1) sampai T5.3

Tabel 2. Penggolongan Oleh Tanner3


Tanner Perkiraan Telarche Pubarche Kecepatan Lain-lain
(T) usia pertumbuhan
tinggi
badan/tahun
1 10 tahun Elevasi puting Tidak ada 5-6 cm Adrenarche
atau kurang susu, areola rambut, atau
masih sejajar ada rambut
dengan namun
permukaan dada bentuknya
seperti vilus
2 10-11,5 Tunas payudara Rambut jarang, 7-8 cm Pembesaran
tahun bisa teraba, sedikit klitoris,
areola membesar berpigmentasi pigmentasi
labia
3 11,5-13 Payudara Menjadi lebih 8 cm Acne
tahun melebar kasar, gelap, vulgaris,
melebihi batas dan keriting rambut
areola aksila
4 13-15 Putting susu Tipe dewasa, <7cm Menarche
tahun berada di atas namun
bukit areola penyebarannya
sebatas pubis
5 15 tahun Integrasi puting Tipe dewasa Mencapai Organ
atau lebih susu dan tinggi genital
penyebarannya maksimal dewasa
hingga ke paha pada usia 16
sebelah dalam tahun

2. Tanda-tanda persetubuhan
 Robekan Hymen
Variasi anatomi dari keadaan yang hymen imperforata sampai keadaan dimana hampir
tidak terdapat hymen dapat ditemukan, tetapi pemeriksaan yang dilakukan secara hati-
hati akan selalu memperlihatkan unsur-unsur dari hymen. Laserasi vaginal biasa timbul
pada coitus normal ataupaun pada perkosaan. Biasanya laserasi vaginal disebabkan
karena coitus namun dapat juga disebabkan oleh masturbasi, dengan memasukkan
benda asing seperti tampon . Perlukaan vaginal bukanlah hal yang jarang, dan
derajatnya bervariasi dari perlukaan minor akibat koitus normal hingga introital mayor
atau minor dan robekan vaginal, dan robekan dinding vagina. Trauma minor pada
vagina biasanya disebabkan oleh koitus normal. Hymen dan introitus ditahan pada
bagian anterior dimana daerah ini jarang terkena luka. Hymen yang kresentik
merupakan penampakan yang sering ditemukan pada wanita yang masih perawan.
Trauma atau luka sering diharapkan terjadi pada bagian posterior dimana pada bagian
ini terdapat daerah jaringan tanpa penyokong yang luas. Trauma vaginal pada saat
koitus biasanya terdapat pada bagian bawah, posterior , bagian dari introitus, termasuk
bagian bawah hymen dan fourchette posterior. Robekan hymen biasanya terdapat pada
bagian posterior (63% antara posisi jam 5 dan jam 7, dengan posisi pasien supinasi).
Robekan yang lebih parah lagi terdapat pada perluasan laserasi hymen ke dinding
vagina atau corpus penineum dan rektum dan disertai dengan perdarahan nyata.

 Cairan semen
Cairan seminal ditambahkan kedalam saluran vagina ketika ejakulasi terjadi selama
koitus. Ketika penis ditarik, maka saluran vagina akan meluas sejauh panjang vagina.
Kelemahan dari bagian-bagian atau perubahan dari postur lubang vagina perempuan
akan menyebabkan kebocoran, yang akan membuat cairan semen tertinggal dan
menetap di rambut pubis, perineum, dan paha bagian atas dan tentu juga pada sprei atau
pakaian dalam pada waktu kejadian. Maka pada korban dilakukan pemeriksaan cairan
semen dari swab atau bilasan forniks posterior dan pada bercak pakaian. Apabila
ditemukan spermatozoa dan cairan mani pada pemeriksaan ini, ini menunjukkan
persetubuhan telah terjadi.

3. Tanda-tanda kekerasan
Cedera Akibat Kekerasan Fisik atau Perlawanan
 Menampar, memukul, menendang, dan menjatuhkan semuanya merupakan tindakan
yang dilakukan pada saat terjadi perlawanan. Bukti-bukti dari kekerasan ini sering
kali terlihat sebagai kontusio disekitar mata, pipi, bibir tetapi bukti ini juga ditemukan
tersebar hampir di seluruh bagian tubuh.
 Bagian belakang dari kepala biasanya dibenturkan ke tanah. Jika benturannya cukup
berat, hentakan yang mengenai bagian tulang akan menyebabkan laserasi, hidung
mungkin dapat patah; gigi-geligi tanggal; rahang mungkin akan mengalami fraktur.
 Goresan berbentuk garis pada perut dan lengan bawah memberikan kesan bahwa
korban terseret pada permukaan yang kasar. Partikel-partikel dari kotoran mungkin
membantu dalam mengidentifikasi tempat penyerangan.
 Luka-luka lainnya yang masih berhubungan dengan penyerangan termasuk memar
pada daerah ruas jari, daerah perbatasan ulnar pada sikut atau pada daerah betis.
 Kuku jari korban terkadang patah jika ia mencakar penyerangnya. Bahan-bahan di
bawah kuku seperti jaringan epitel dan darah dapat dikumpulkan dan sangat
membantu dalam mengidentifikasi sang pelaku.3

Cedera pada Bagian Genital Ekxterna dan Anal

Pelebaran anus (notch atau cleft) selaput dara di daerah posterior, mencapai dekat dasar
(sering merupakan artefak pada posisi pemeriksaan tertentu, tetapi bila konsisten pada
beberapa posisi, maka mungkin akibat kekerasan tumpul atau penetrasi sebelumnya)
 Lecet akut, laserasi atau memar labia, jaringan sekitar selaput dara atau perineum
 Jejak gigitan atau hisapan di genitalia atau paha bagian dalam
 Jaringan parut atau laserasi baru daerah posterior fourchette tanpa mengenai selaput
dara
 Jaringan parut perianal (jarang, mungkin akibat keadaan medis lain seperti chron’s
disease atau akibat tindakan medis sebelumnya)
 Eritema (kemerahan/memar) vestibulum atau jaringan sekitar anus (dapat akibat zat
iritan, infeksi atau iritan)
 Adesi labia (mungkin akibat iritasi atau rabaan)
 Friabilitas (retak) daerah posterior fourchette (akibat iritasi, infeksi atau traksi labia
mayor pada pemeriksaan)
 Penebalan selaput dara (mungkin akibat estrogen, terlipatnya tepi selaput, bengkak
karena infeksi atau trauma)
 Kulit genital semu
 Fisura ani (biasanya iritasi perianal)
 Pendataran lipat anus (akibat relaksasi sfingter aksterna)
 Pelebaran anus dengan adanya tinja (refleks normal)
 Perdarahan pervaginam (mungkin berasal dari sumber lain, seperti uretra, atau mungkin
akibat infeksi vagina, benda asing atau trauma yang aksidental
Cedera akibat gigitan

Gigitan agresif ini dapat menyebabkan kerusakan dari jaringan. Goresan-goresan yang
tertinggal sebagai goresan dari gigi disepanjang kulit yang tergigit memiliki bentuk yang
beragam dengan bentuk dari ujung insisi, dan sekali lagi hal ini dapat berharga dalam proses
identifikasi. Tekanan dari gigi itu sendiri, biasanya jika dilakukan secara perlahan oleh gigi
seri, akan meninggalkan sebuah area berbentuk bulan sabit yang berwarna pucat, masing-
masing dikelilingi oleh sebuah gambaran leher yang livid, keseluruhan dari lesi mencerminkan
sebuah lengkungan dari gigi-geligi. Dimensi dan bentuknya akan menolong untuk
mengindikasi apakah si penggigit itu adalah seorang manusia atau bukan, dan dapat
memperkirakan usia dari sang penggigit. Cairan saliva yang ada dan imunologi mungkin dapat
membantu untuk penyelidikan dari sang pelaku. Dokter harus mengingat bahwa swab
dilakukan sebelum sang korban mencuci badannya.

Cedera Seksual Orogenital

 Sindroma Fellatio Cedera oral akibat fellatio diduga disebabkan oleh kombinasi dari
tekanan negatif intraoral dan dampak langsung dari penis pada daerah palatum. Lesi
patologis yang terjadi biasanya berupa perdarahan submukosa, dengan temuan klinis
meliputi eritema, petekie, atau ekimosis pada sambungan antara palatum durum dan
mole. Lesi dapat unilateral atau bilateral, dapat terpisah atau membentuk gabungan,
dan biasanya tidak melibatkan uvula atau dinding faring. Lesi yang timbul tersebut
biasanya tidak nyeri dan rata (datar).
 Sindroma Cunnilingus Saat melakukan cunnilingus, lidah terjulur jauh ke luar, dan
bergerak-gerak, secara tidak disadari akan menggesek frenulum lingual pada gigi
insisivus mandibular. Temuan klinis menunjukkanlesi ulseratif kecil dengan eksudat
fibrin berwarna keputihan dengan tepi eritem pada bagian tengah dari frenulum
lingual. Pada aktivitas cunnilingus berulang dapat menyebabkan fibroma traumatik
kecil. Gejala meliputi nyeri pada lidah dan tenggorokan.3

Aspek Psikososial

Pelaku merupakan pelaksana utama dalam hal terjadinya perkosaan tetapi bukan berarti
terjadinya perkosaan tersebut semata-mata disebakan oleh perilaku menyimpang dari pelaku,
tetapi dipengaruhi oleh faktor-faktor lain yang berada di luar diri si pelaku. Namun secara
umum dapat disebutkan bahwa faktor-faktor penyebab timbulnya kejahatan dibagi dalam 2
bagian yaitu: faktor interna, dan faktor eksterna.

Faktor Interna

Faktor-faktor yang terdapat pada diri individu. Faktor ini khusus dilihat dari individu
serta dicari hal-hal yang mempunyai hubungan dengan kejahatan perkosaan. Hal ini dapat
ditinjau dari:

 Faktor Kejiwaan, yakni kondisi kejiwaan atau keadaan diri yang tidak
normal dari seseorang dapat juga mendorong seseorang melakukan
kejahatan. Misalnya, nafsu seksyang abnormal, sehingga melakukan perkosaan
terhadap korban wanita yang tidak menyadari keadaan diri si penjahat, yakni sakit jiwa,
psycho patologi dan aspek psikologis
 Faktor Moral. Moral merupakan faktor penting untuk menentukan timbulnya
kejahatan.Moral sering disebut sebagai filter terhadap munculnya perilaku yang
menyimpang, sebab moral itu adalah ajaran tingkah laku tentang kebaikan-kebaikan
dan merupakan hal yang vital dalam menentukan tingkah laku. Dengan
b e r m o r a l n y a seseorang maka dengan sendirinya dia akan terhindar dari segala
perbuatan yang tercela. Sedangkan orang yang tidak bermoral cenderung untuk
melakukan kejahatan.5

Faktor Eksterna

Faktor eksterna adalah faktor-faktor yang berada di luar diri si pelaku. Faktor eksterna
ini berpangkal pokok pada individu. Dicari hal -hal yang mempunyai hubungan
dengan kejahatan kesusilaan. Hal ini dapat ditinjau dari:

 Faktor Sosial Budaya, meningkatnya kasus-kasus kejahatan kesusilaan atau perkosaan


terkait erat dengan aspek sosial budaya. Karena aspek sosial budaya yang berkembang
ditengah-tengah masyarakat itu sendiri sangat mempengaruhi naik turunnya
moralitas seseorang. Suatu kenyataan yang terjadi dewasa ini, sebagai
akibat pesatnya kemajuan ilmu pengetahuan dan teknologi, maka tidak dapat
dihindarkan timbulnya dampak negatif terhadap kehidupan manusia. Akibat
modernisasi tersebut, berkembanglah budaya yang semakin terbuka pergaulan yang
s e m a k i n b e b a s , c a r a b e r p a k a i a n k a u m h a w a ya n g semakin merangsang,
dan kadang-kadang dan berbagai perhiasan yang mahal, kebiasaan bepergian jauh
sendirian, adalah factor - faktor dominan yang mempengaruhi tingginya
frekuensi kasus perkosaan.5

Upaya penanggulangan tindak pidana kekerasan seksual (perkosaan) terhadap anak di


bawah umur

Kejahatan atau tindakan kriminal merupakan salah satu bentuk dari


perilakumenyimpang yang selalu ada dan melekat pada tiap bentuk masyarakat. Perilaku
menyimpang itu merupakan suatu ancaman yang nyata atau ancaman terhadap norma-norma
sosial dan merupakan ancaman real atau potensial bagi berlangsungnya ketertiban sosial, ia
juga merupakan masalah kemanusiaan. Oleh sebab itu para praktisi hukum maupun pemerintah
setiap negara selalu melakukan berbagai usaha untuk menanggulangi kejahatan dalam arti
mencegah sebelum terjadi dan menindak pelaku kejahatan yang telah melakukan perbuatan
atau pelanggaran atau melawan hukum.

Usaha-usaha yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi kejahatan


(politik kriminal) sudah barang tentu tidak hanya dengan menggunakan sarana penal (hukum
pidana), tetapi dapat juga menggunakan sarana yang non penal.5

Upaya Non Penal

Usaha-usaha yang rasional untuk mengendalikan atau menanggulangi kejahatan


(politik kriminal) sudah barang tentu tidak hanya dengan menggunakan sarana penal, tetapi
juga dapat menggunakan sarana non penal. Penanggulangan secara non penal maksudnya
adalah penanggulangan dengan tidak menggunakan sanksi hukum, yang berarti bahwa
penanggulangan ini adalah penanggulangan kejahatan yang lebih bersifat preventif. Usaha-
usaha non penal bisa berupa penyantunan dan pendidikan sosial dalam rangka mengembangkan
tanggung jawab sosial warga masyarakat, penggarapan kesehatan jiwa masyarakat melalui
pendidikan moral, agama, dan sebagainya, peningkatan usaha dan kesejahteraan anak remaja,
kegiatan patroli dan pengawasan lainnya secara kontinyu oleh polisi dan aparat keamanan
lainnya dan sebagainya. Usaha-usaha non penal ini dapat meliputi bidang yang sangat luas
sekali di seluruh sektor kebijakan sosial.5

Upaya Preventif
Penanggulangan kejahatan perkosaan terhadap anak di bawah umur dapat dilakukan
dengan cara yang bersifat preventif maksudnya adalah upaya penanggulangan yang lebih
dititikberatkan pada pencegahan kejahatan yang bertujuan agar kejahatan itu tidak sampai
terjadi. Kejahatan dapat dikurangi dengan melenyapkan faktor-faktor penyebab kejahatan itu
sebab bagaimanapun kejahatan tidak akan pernah habis. Dalam hal ini usaha pencegahan
kejahatan tersebut lebih diutamakan, karena biar bagaimanapun usaha pencegahan jelas lebih
baik dan lebih ekonomis daripada tindakan represif. Disamping itu usaha pencegahan dapat
mempererat kerukunan dan meningkatkan rasa tanggung jawab terhadap sesama anggota
masyarakat. Dalam usaha pencegahan kriminalitas, kata pencegahan dapat berarti antara
laimengadakan usaha perubahan yang positif, dalam hal perkosaan khususnya perkosaan
terhadapanak dibawah umur, seperti memberikan perlindungan terhadap anak karena anak
merupakan orang yang paling mudah dibujuk dan selain itu anak belum dapat memberontak
seperti yangdilakukan oleh orang-orang dewasa. Penanggulangan secara non penal kejahatan
perkosaan terhadap anak di bawah umur adalah dengan meningkatkan kesadaran hukum bagi
anggotakeluarga untuk lebih memahami kepentingan anak di masa depan.5

Upaya Reformatif

Upaya reformatif adalah segala cara pembaharuan atau perbaikan kepada semua
orangyang telah melakukan perbuatan jahat yang melanggar undang-undang. Upaya ini
bertujuanuntuk mengurangi jumlah residivis atau kejahatan ulangan. Upaya ini dapat dilakukan
dengan berbagai cara yang kesemuanya adalah menuju kepada kesembuhan, sehingga si pelaku
kejahatan dapat menjadi manusia yang baik kembali.

Upaya reformatif ini dilakukan setelah adanya upaya-upaya yang lain serta upaya ini
bertujuan mengembalikan atau memperbaiki jiwa si penjahat kembali, yang mana untuk
kejahatan pemerkosaan terhadap anak di bawah umur dapat dilakukan dengan metode
reformatif dinamik (dalam hal ini metode klasik dan metode moralisasi) serta metode
profesional service. Melalui metode reformatif dinamik, metode yang memperlihatkan
carabagaimana mengubah penjahat dari kelakuannya yang tidak baik, terdapat metode klasik
dengan jalan memberikan hukuman yang berat. Walaupun metode ini tidak berlaku bagi semua
kejahatan, mengingat hukuman yang berat semata-mata tidak menubah tingkah laku penjahat
itu sendiri. Metode moralisasi diterapkan dengan jalan memberikan bimbingan dan khotba-
hkhotbah keagamaan di dalam penjara sehingga dapat merubah perilakunya untuk menginsyafi
semua perbuatannya yang tidak terpuji dan ia tidak akan mengulangi kembali perbuatan
terkutuk tersebut di kemudian hari. Sedangkan melalui metode profesional service,
diharapkanpengadilan dan penjara mendapat bantuan dari ahli-ahli profesional yang membantu
di dalampeyelidikan sehingga mendapatkan penilaian yang obyektif terhadap keadaan si
terdakwa.5

Peran Lembaga Sosial Masyarakat (LSM)

Lembaga Swadaya Masyarakat (disingkat LSM) adalah sebuah organisasi yang


didirikan oleh perorangan ataupun sekelompok orang yang secara sukarela yang memberikan
pelayanan kepada masyarakat umum tanpa bertujuan untuk memperoleh keuntungan dari
kegiatannya. Organisasi ini dalam terjemahan harfiahnya dari Bahasa Inggris dikenal juga
sebagai Organisasi non pemerintah (disingkat ornop atau ONP (Bahasa Inggris: non-
governmental organization; NGO). Organisasi tersebut bukan menjadi bagian
dari pemerintah, birokrasi ataupun negara. Maka secara garis besar organisasi non pemerintah
dapat di lihat dengan ciri sebab :

 Organisasi ini bukan bagian dari pemerintah, birokrasi ataupun negara


 Dalam melakukan kegiatan tidak bertujuan untuk memperoleh keuntungan (nirlaba)
 Kegiatan dilakukan untuk kepentingan masyarakat umum, tidak hanya untuk
kepentingan para anggota seperti yang di lakukan koperasi ataupun organisasi profesi

Berdasarkan Undang-undang No.16 tahun 2001 tentang Yayasan, maka secara umum
organisasi non pemerintah di indonesia berbentuk yayasan.

Peran LSM dalam penanganan masalah kejahatan seksual

 Dibentuk berdasarkan amanat Kepres No.77 Tahun 2003 pasal 74 tentang perlindungan
anak.
 Pada pasal 75 UU perlindungan anak dicantumkan bahwa tugas pokok Komisi
Perlindungan Anak Indonesia ada dua yaitu:
 Melakukan sosialisasi seluruh ketentuan peraturan perundang-undangan yang berkaitan
dengan anak, mengumpulkan data dan informasi, menerima pengaduan masyarakat,
melakukan evaluasi dan pengawasan terhadap pelanggaran perlindungan anak.
 Memberikan laporan, saran, masukan dan pertimbangan kepada Presiden.6
KPAI (Komisi Perlindungan Anak Indonesia) Peran (Pasal 76) :
Melakukan sosialisasi Perundangan, mengumpulkan data dan informasi, menerima
pengaduan masyarakat, melakukan penelaahan, pemantauan, evaluasi dan pengawasan
terhadap penyelenggaraan perlindungan anak.Memberikan laporan, saran, masukan dan
pertimbangan kepada presiden dalam rangka perlindungan anak.6

KOMNAS ( Komisi Nasional Perlindungan Anak)


Prinsip organisasi :Memiliki prinsip sebagai organisasi yang independen dan
memegang teguh prinsip pertanggungjawaban publik serta mengedepankan peluang dan
kesempatan pada anak dan partisipasi anak serta menghargai dan memihak pada prinsip dasar
anak. Menjamin hak anak untuk menyatakan pendapatnya secara bebas dalam semua hal yang
menyangkut dirinya dan pandangan anak selalu dipertimbangkan sesuai kematangan anak.
Secara khusus akan mengupayakan dan membela hak untuk berpartisipasi dan didengar
pendapatnya dalam setiap kegiatan, proses peradilan dan administrasi yang mempengaruhi
hidup anak.

Peran dan Fungsi (Pasal 5)


Komisi Nasional Perlindungan Anak memiliki peran :
 Pemantauan Pengembangan Perlindungan Anak.
 Advokasi dan Pendampingan pelaksanaan Hak-hak Anak.
 Kajian strategis terhadap berbagai kebijakan yang menyangkutKepentingan Terbaik
Anak.
 Koordinasi antar Lembaga baik tingkat regional, nasional maupun internasional.

Komisi Nasional Perlindungan Anak memiliki fungsi :

 Melakukan pengumpulan data, informasi dan investigasi terhadap pelanggaran hak-hak


anak di Indonesia.
 Melakukan kajian hukum dan Kebijakan Regional dan Nasional yang tidak memihak
pada kepentingan terbaik anak.
 Memberikan penilaian dan pendapat kepada pemerintah dalam rangka
mengintegrasikan hak-hak anak dalam setiap kebijakan.
 Memberikan pendapat dan laporan independen tentang hukum dan kebijakan berkaitan
dengan anak.
 Menyebarluaskan, publikasi dan sosialisasi informasi tentang hak-hak anak dan situasi
anak di Indonesia.
 Menyampaikan pendapat dan usulan tentang pemantauan, (pemajuan atau kemajuan),
dan perlindungan hak-hak anak kepada parlemen, pemerintah dan lembaga terkait.
 Mempunyai mandat untuk membuat laporan alternatif kemajuan perlindungan anak di
tingkat nasional.
 Melakukan perlindungan khusus6

Kesimpulan
Penuntasan kasus kejahatan seksual pada anak di bawah umur harus dilakukan oleh
semua pihak. Pada penuntasan kasus kejahatan seksual, pertama harus dibuktikan benar atau
tidaknya kasus tersebut terjadi. Peran kedokteran forensik sangat berperan dalam hal ini.
Dokter diharapkan mampu menerapkan aspek hukum dan medikolegal dalam setiap kasus
kejahatan seksual anak di bawah umur. Permasalahan kasus kejahatan seksual, tidak hanya
membutuhkan intervensi medis semata-mata tapi, menuntut diambilnya langkah penanganan
yang holistik dan komprehensif termasuk dukungan psikososial yang secara otomatis
membutuhkan dukungan optimal dari keluarga dan masyarakat. Tindakan perkosaan membawa
dampak emosional dan fisik kepada korbannya. Secara emosional, korban perkosaan bisa
mengalami stress, depresi, goncangan jiwa, menyalahkan diri sendiri, rasa takut berhubungan
intim dengan lawan jenis, dan kehamilan yang tidak diinginkan.

Daftar Pustaka

1. Staf Pengajar Bagian Kedokteran Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia.


Peraturan perundang-undangan bidang kedokteran. Jakarta: Departemen Kedokteran
Forensik Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia, 1994.
2. Hukum Pidana. http://hukumpidana.bphn.go.id/kuhpoutuu/undang-undang-nomor-23-
tahun-2002-tentang-perlindungan-anak/, accessed on : December 25, 2017
3. Budiyanto A, Wibisana W, Siswandi S et al. Ilmu Kedokteran Forensik.: Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia: 1997, Jakarta, h.147-64
4. Kalangit A, Mallo J, Tomuka D. Peran limu kedokteran forensik dalam pembuktian
tindak pidana pemerkosaan sebagai kejahatan kekerasan seksual. Diunduh dari :
http://ejournal.unsrat.ac.id/index.php/eclinic/article/viewFile/4861/4387, pada
tanggal 1 Januari 2017.
5. Nainggolan LH. Bentuk- bentuk kekerasan terhadap anak di bawah umur. Vol. 13 No.1.
Jurnal Equality: Universitas Sumatra Utara; Februari 2008. Diunduh dari :
http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/18417/1/equ-feb2008-13%20(2).pdf,
pada tanggal 1 Januari 2017.
6. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) 2010. Diunduh dari : http://www.ireyogya.org/.
tanggal 1 januari 2017.

Anda mungkin juga menyukai