Anda di halaman 1dari 20

PENANGANAN PADA KASUS VULNUS

LACERATUM REGIO FRONTAL


DAN FRAKTUR TERTUTUP TIBIA 1/3
TENGAH

Silma Yuniarty Rammang


102014037
Skenario 2

 Pasien Laki-laki 35 tahun ke


UGD karena mengalami
kecelakaan lalu lintas 2 jam
yang lalu. Pasien naik motor
ditabrak mobil dari sebelah
kiri . Riwayat pingsan , mual
-, muntah -.
Rumusan Masalah

 Laki-laki 35 tahun mengalami kecelakaan lalu


lintas 2 jam yang lalu saat naik motor ditabrak
mobil dari sebelah kiri.
Primary Survey

Airway Breathing

Menjamin terbukanya airway


 Terpenting dalam 
merupakan langkah awal yang
resusitasi penting untuk pemberian oksigen
 Pastikan oksigenasi yang memadai
 Menilai kelancaran  Jika pernapan tidak adekuat >>
ventilasi dengan menggunakan
jalan napas. teknik bag-valve-face-mask
merupakan cara yang efektif.
 Bebaskan jalan napas  Pulse oxymeter dapat digunakan
(sendiri atau dengan untuk memberikan informasi tentang
saturasi oksigen dan perfusi perifer
bantuan) penderita
Primary Survey

Circulation Dissability
 Penilaian dengan cepat status  Evaluasi terhadap keadaan
hemodinamik (tingkat kesadaran, neurologis secara cepat.
warna kulit dan nadi).  Hal yang dinilai adalah tingkat
 Perdarahan eksternal harus cepat kesadaran, ukuran dan reaksi pupil.
dinilai, dan segera dihentikan bila  Penurunan tingkat kesadaran perlu
ditemukan, dengan cara menekan diperhatikan pada empat
pada sumber perdarahan baik kemungkinan penyebab yaitu,
secara manual maupun dengan Penurunan oksigenasi atau/dan
menggunakan perban elastis. penurunan perfusi ke otak, Trauma
 Bila terdapat gangguan sirkulasi pada sentral nervus sistem, Pengaruh
harus dipasang sedikitnya dua IV obat-obatan dan alkohol, Gangguan
line, yang berukuran besar. atau kelainan metabolik.
Kemudian lakukan pemberian
larutan Ringer laktat sebanyak 2 L
sesegera mungkin
Primary Survey

Exposure Pada kasus :


 Merupakan bagian akhir dari primary  Dalam kasus ini, hasil primary
survey, penderita harus dibuka
keseluruhan pakaiannya. survey pasien tidak menunjukkan
adanya tanda-tanda gangguan
 nilai pada keseluruhan bagian tubuh. secara umum. Dengan demikian
Periksa punggung dengan pemeriksaan kemudian
memiringkan pasien dengan cara log
roll. dilanjutkan dengan secondary
survey.
 Selanjutnya selimuti penderita dengan
selimut kering dan hangat, ruangan
yang cukup hangat dan diberikan
cairan intra-vena yang sudah
dihangatkan untuk mencegah agar
pasien tidak hipotermi.
Secondary Survey
 Pemeriksaan kepala sampai kaki, termasuk reevaluasi tanda
vital

 Nilai GCS kalau belum dilakukan pada primary survey dan


lakukan rontgen & pemeriksaan lab.

 Riwayat medikasi, obat yang di konsumsi saat ini, penyakit


penyerta (past illness), event/lingkungan yang berhubungan
dengan kejadian perlukaan dimana mekanisme perlukaan
akan sangat menentukan keadaan pasien.
Hasil pemeriksaan secondary survey pada pasien
didapatkan:
 Regio Kepala: Pemeriksaan tambahan lain yang dapat dilakukan
dalam secondary survey adalah pemeriksaan darah
dan rontgen
 Inspeksi : Tampak laserasi ukuran 3x1 cm pada regio
frontal dengan tepi rata, dasar luka tulang, luka kotor,
tidak ditapatkan perdarahan aktif. Deformitas (-),  Pemeriksaan Radiologi
edema (+), hematom (+).
 Palpasi : Nyeri tekan (+), krepitasi (-)
Dapat ditentukan lokalisasi fraktur, jenis fraktur, sama
ada transversal, spiral oblikatau rotasi/angulasi.
 Regio Cruris:
Dapat ditentukan apakah fraktur pada tibia dan fibula
atau tibia saja atau fibula saja. Juga dapat
 Look : Deformitas (+), Edema (+), ditentukan apakah fraktur bersifat segmental.
hematom (+), tidak tampak luka
 Feel : Nyeri tekan (+), krepitasi (+)
pada 1/3 tengah, hematom (+), pada 1/3 tengah, a. Foto yang digunakan adalah foto polos AP dan lateral.
Dorsalis pedis teraba kuat, capillary refill time <2 Hal yang perlu diingat dalam pemeriksaan rontgen
detik. adalah harus meliputi dua sendi (proksimal dan distal),
dua sisi (AP dan lateral), dan dua tulang (kanan dan
 Move : ROM tidak dinilai karena kiri).
nyeri.

Dapat juga dimanfaatkan untuk mengevaluasi hasil


terapi.
 Pemeriksaan Laboratorium, pada fraktur, test laboratorium yang perlu diketahui:

Hemoglobin, hematokrit sering rendah akibat perdarahan, laju endap darah (LED)
meningkat bila kerusakan jaringan lunak sangat luas.
Pemeriksaan laboratorium ini juga penting untuk mengetahui adanya infeksi atau
komplikasi yang terjadi. Jika terjadi infeksi, akan ditandai dengan peningkatan
leukosit. Ca dan P meningkat saat masuk masa penyembuhan.2
Etiologi
 Trauma
 Tenaga yang melawan tulang lebih besar dari pada kekuatan tulang
 Arah, kecepatan dan kekuatan dari tenaga yang melawan tulang.
Usia penderita, kelenturan tulang, jenis tulang
 Kekuatan langsung: pemukulan, penghancuran >> hasil berbeda
Mekanisme Trauma
 Fraktur >> pajanan pada sum-sum tulang >>
ketokolamin >> perdarahan
 Kenaikan tekanan dalam tulang >> defect
neuromuskular
 Kemampuan fisiologis setelah patah tulang
Manifestasi Klinis
 Nyeri terus menerus
 Deformitas
 Krepitasi
 pembengkakan
Komplikasi
 Kerusakan Saraf
 Iskemik
 Nekrosis Avaskuler
 Kompartemen sindrom
Penatalaksanaan di UGD
A. Vulnus Laserasi Regio Frontal Jika selesai penjahitan:
 Teknik perawatan luka:  Gentamisin oral
 Desinfeksi sekitar luka dengan cairan  80 mg tiap 8 jam
desinfektan seperti povidone iodine 10%
dan alkohol 70%.  4,5 mg/kgBB/hari yang dibagi
 Lakukan tindakan anestesi dengan dalam tiga dosis
lidocain atau xylocain 0.5-1%.  Ampisilin
 Lakukan tindakan irigasi (pembilasan)  Oral 250 – 500 mg tiap 6 jam
pada luka dengan menggunakan cairan
NaCl 0.9%.  Parenteral 250 – 500 mg IM atau IV
tiap 6 jam6
 Setelah itu dilakukan tindakan
debridement (wound excision) dengan
melakukan pengguntingan pada bagian
tepi luka yang tidak rata.
 Rawat perdarahan dengan melakukan
tindakan kompresi lokal.
 Setelah itu baru mulai penjahitan luka
Penatalaksanaan di UGD
B. Fraktur Tertutup Tibia 1/3  Retention, immobilisasi fraktur:
tengah mempertahankan posisi reduksi dan
memfasilitasi union sehingga terjadi
 Recognition: mengetahui dan penyatuan, immobilisasi dapat
menilai keadaan fraktur dengan dilakukan dengan fiksasi eksterna
anamnesis, pemeriksaan klinik meliputi pembalut gips, bidai, traksi,
dan radiologis. dan fiksasi interna meliputi implant
 Reduction: reduksi fraktur logam seperti screw.
apabila perlu, restorasi fragment
fraktur sehingga didapatposisi  Rehabilitation :mengembalikan
yang dapat diterima. aktifitas fungsional semaksimal
mungkin.
Terapi
 Terapi operatif:
 Reposisi tertutup – Fiksasi eksterna
Terapi secara farmakologist, dapat  Setelah reposisi baik berdasarkan
dilakukan dengan:
control radiologis intraoperatif maka
 Diberi obat golongan analgesik-opioid dipasang alat fiksasi eksterna.
yang memiliki sifat seperti opium,
diantaranya adalah morfin, kodein,  Reposisi tertutup dengan control
tebain, dan papaverin. radiologis diikuti fiksasi interna
 Cara ini sekarang terus
dikembangkan menjadi “close
nailing” pada fraktur femur dan
tibia, yaitu pemasangan fiksasi
interna intra meduller (pen) tanpa
membuka frakturnya.
Terapi
 ORIF (Open Reduction and Internal Fixation)
Keuntungan cara ini adalah memberikan reposisi anatomis total dan mobilisasi dini tanpa
fiksasi luar.

Indikasi tindakan ORIF adalah:

(1) fraktur dengan kemungkinan bahaya avaskular yang tinggi seperti fraktur pada talus;

(2) fraktur yang tidak bisa di reposisi tertutup, seperti fraktur dislokasi;

(3) fraktur yang dapat di reposisi tapi sulit dipertahankan, seperti fraktur antebrachii dan
pergelangan kaki; dan

(4) fraktur yang dengan operasi memberikan pengalaman yang lebih baik, seperti fraktur
femur dan tibia.
Prognosis & Pencegahan
 Pada kasus fraktur, prognosisnya bergantung dari tingkat keparahan serta
tatalaksana dari tim medis terhadap pasien dengan korban fraktur. Jika
penanganannya cepat, maka prognosisnya akan lebih baik. Begitu juga
sebaliknya.

 Sedangkan dari tingkat keparahan, jika fraktur yang di alami ringan,


maka proses penyembuhan akan berlangsung dengan cepat dengan
prognosis yang baik.

 Tapi jikalau pada kasus yang berat prognosisnya juga akan buruk. Bahkan
jikalau parah, tindakan yang dapat diambil adalah cacat fisik hingga
amputasi. Selain itu penderita dengan usia yang lebih muda akan lebih
bagus prognosisnya disbanding penderita dengan usia lanjut.
Kesimpulan

Fraktur adalah diskontinuitas tulang, tulang rawan yang umumnya terjadi


akibat trauma. Fraktur paling sering menyerang laki-laki, tetapi pada usia
lanjut lebih sering menyerang perempuan dikarenakan faktor hormonal.
Fraktur terjadi karena adanya trauma yang merusak kontinuitas dari
jaringan tulang. Gejala yang ditimbulkan akibat fraktur antara lain nyeri,
deformitas, pemendekan, krepitasi dan pembengkakan. Keadaan ini perlu
mendapatkan penanganan kegawatdaruratan untuk menghindari
komplikasi buruk dari fraktur dan membuat prognosis menjadi lebih baik.
TERIMA KASIH

Anda mungkin juga menyukai