Anda di halaman 1dari 19

REFERAT

Diagnostik Plasenta Previa dan Penatalaksanaan

Disusun Oleh :
Asrianti Saddi Pairunan
112017170

Pembimbing :
dr. Judi Januadi Endjun, Sp.OG

KEPANITERAAN KLINIK ILMU PENYAKIT OBSTETRI DAN GINEKOLOGI


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN KRIDA WACANA
RSPAD GATOT SOEBROTO
PERIODE 27 MEI – 11 AGUSTUS 2019

1
BAB 1

PENDAHULUAN

Perdarahan sebagai penyebab kematian ibu terdiri atas perdarahan antepartum dan
perdarahan postpartum. Perdarahan antepartum merupakan kasus gawat darurat yang
kejadiannya berkisar 3% dari semua persalinan, penyebabnya antara lain plasenta previa,
solusio plasenta, dan perdarahan yang belum jelas sumbernya.1
Plasenta previa adalah plasenta yang implantasinya tidak normal, sehingga menutupi
seluruh atau sebagian ostium internum kasus ini masih menarik dipelajari terutama di negara
berkembang termasuk Indonesia, karena faktor predisposisi yang masih sulit dihindari,
prevalensinya masih tinggi serta punya andil besar dalam angka kematian maternal dan
perinatal yang merupakan parameter pelayanan kesehatan. Di RS Parkland didapatkan
prevalensi plasenta previa 0,5%. Clark dkk (1985) melaporkan prevalensi plasenta previa 0,3%.
Nielson dkk (1989)dengan penelitian prospektif menemukan 0,33% plasenta previa dari 25.000
wanita yang bersalin di Indonesia berkisar 2-7%, sedang di RS Sanglah kejadiannya 2,7%.
Plasenta previa pada kehamilan prematur lebih bermasalah karena persalinan terpaksa;
sebagian kasus disebabkan oleh perdarahan hebat, sebagian lainnya oleh proses persalinan.
Prematuritas merupakan penyebab utama kematian perinatal sekalipun penatalaksanaan
plasenta previa sudah dilakukan dengan benar. Di samping masalah prematuritas, perdarahan
akibat plasenta previa akan fatal bagi ibu jika
tidak ada persiapan darah atau komponen darah dengan segera.1

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Definisi
Plasenta previa adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga
menutupi seluruh atau sebahagian dari ostium uteri internum.2
Sejalan dengan bertambah membesarnya rahim dan meluasnya segmen bawah bawah
rahim kearah proksimal memungkinkan plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah
rahim ikut berpindah mengikuti perluasan segmen bawah rahim seolah plasenta tersebut
bermigrasi.Ostium uteri yang secara dinamik mendatar dan meluas dalam persalinan kala satu
bisa mengubah luas permukaan serviks yang tertutup oleh plasenta.Fenomena ini berpengaruh
pada derajat atau klasifikasi plasenta previa ketika pemeriksaan dilakukan baik dalam masa
antenatal maupun masa intranatal, baik dengan ultrasonografi maupun pemeriksaan digital.
Oleh karena itu pemeriksaan ultrasonografi perlu diulang secara berkala dalam asuhan
antenatal maupun intranatal.1,2

Gambar 1. Plasenta normal dan plasenta previa3

3
Etiologi
Penyebab blastokista berimplantasi pada segmen bawah rahim belumlah diketahui
dengan pasti. Mungkin secara kebetulan saja blastokista menimpa desidua di daerah segmen
bawah rahim.2
Plasenta previa meningkat kejadiannya pada keadaan-keadaan endometrium yang
kurang baik, misalnya karena atrofi endometrium atau kurang baiknya vaskularisasi desidua.
Keadaan ini bisa ditemukan pada ;
1. Multipara, terutama jika jarak kehamilannya pendek
2. Mioma uteri
3. Kuretasi yang berulang
4. Umur lanjut (diatas 35 tahun)
5. Bekas seksio sesaria
6. Riwayat abortus
7. Defek vaskularisasi pada desidua
8. Plasenta yang besar dan luas : pada kehamilan kembar, eriblastosis fetalis.
9. Wanita yang mempunyai riwayat plasenta previa pada kehamilan sebelumnya
10. Perubahan inflamasi atau atrofi misalnya pada wanita perokok atau pemakai kokain.
Hipoksemia yang terjadi akibat CO akan dikompensasi dengan hipertrofi plasenta. Hal
ini terutama terjadi pada perokok berat (> 20 batang/hari).
Keadaan endometrium yang kurang baik menyebabkan plasenta harus tumbuh menjadi
luas untuk mencukupi kebutuhan janin. Plasenta yang tumbuh meluas akan mendekati atau
menutupi ostoum uteri internum. Endometrium yang kurang baik juga dapat menyebabkan
zigot mencari tempat implantasi yang lebih baik, yaitu di tempat yang lebih rendah dekat
ostium uteri internum. Plasenta previa juga dapat terjadi pada plasenta yang besar dan yang
luas seperti pada eritroblastosis, diabetes mellitus, atau kehamilan multiple.2

Insiden
Kejadian plasenta previa bervariasi antara 0,3-0,5% dari seluruh kelahiran. Dari seluruh
kasus perdarahan antepartum, Plasenta previa merupakan penyebab terbanyak.Plasenta previa
lebih banyak pada kehamilan dengan paritas tinggi dari pada usia diatas 30 tahun.Juga lebih
sering pada kehamilan ganda daripada kehamilan tunggal.2

4
Klasifikasi

Klasifikasi dari plasenta previa (empat tingkatan):


1. Plasenta previa totalis atau komplit adalah plasenta yang menutupi seluruh ostium uteri
internum. Pada jenis ini, jelas tidak mungkin bayi dilahirkan secara normal, karena
risiko perdarahan sangat hebat.
2. Plasenta previa parsialis adalah plasenta yang menutupi sebagian ostium uteri internum.
Pada jenis inipun risiko perdarahan sangat besar, dan biasanya janin tetap tidak
dilahirkan secara normal.
3. Plasenta previa marginalis adalah plasenta yang tepinya berada pada pinggir ostium
uteri internum. Hanya bagian tepi plasenta yang menutupi jalan lahir. Janin bisa
dilahirkan secara normal, tetapi risiko perdarahan tetap besar.
4. Plasenta letak rendah, plasenta lateralis, atau kadang disebut juga dangerous placenta
adalah plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim sehingga tepi bawahnya
berada pada jarak lebih kurang 2 cm dari ostium uteri internum. Jarak yang lebih dari
2 cm dianggap plasenta letak normal. Risiko perdarahan tetap ada namun tidak besar,
dan janin bisa dilahirkan secara normal asal tetap berhati-hati.1,2

gambar 2. klasifikasi plasenta previa.4

5
Faktor Risiko
Faktor-faktor yang dapat meningkatkan kejadian plasenta previa adalah:1
1. Umur penderita
 Umur muda karena endometrium masih belum sempurna.
 Umur diatas 35 tahun karena tumbuh endometrium yang kurang subur.
2. Paritas
Pada paritas yang tinggi kejadian plasenta previa makin besar karena
endometrium belum sempat tumbuh.
3. Endometrium yang cacat
 Bekas persalinan berulang dengan jarak pendek
 Bekas operasi, bekas kuretage atau plasenta manual
 Perubahan endometrium pada mioma uteri atau polip
 Pada keadaan malnutrisi

Patofisiologi
Pada usia kehamilan yang lanjut, umumnya pada trisemester ketiga dan mungkin juga
lebih awal oleh karena mulai terbentuknya segmen bawah rahim, tapak plasenta akan
mengalami pelepasan. Sebagaimana diketahui tampak plasenta terbentuk dari jaringan
maternal yaitu bagian desidua basalis yang bertumbuh menjadi bagian dari uri. Dengan
melebarnya isthmus uteri menjadi segmen bawah rahim, maka plasenta yang berimplantasi di
situ sedikit banyak akan mengalami laserasi akibat pelepasan pada desidua pada tapak plasenta.
Demikian pula pada waktu serviks mendatar (effacement) dan membuka (dilatation) ada bagian
tapak plasenta yang terlepas. Pada tempat laserasi akan terjadi perdarahan yang berasal dari
sirkulasi maternal yaitu dari ruang intervillus dari plasenta. Oleh karena fenomena
pembentukan segmen bawah rahim itu perdarahan pada plasenta previa betapa pun pasti kan
terjadi (unavoidable bleeding). Perdarahan di tempat itu relative dipermudah dan diperbanyak
oleh karena segmen bawah rahim dan serviks tidak mampu berkontraksi dengan kuat karena
elemen otot yang dimilikinya minimal, dengan akibat pembuluh darah pada tempat itu tidak
akan tertutup dengan sempurna. Perdarahan akan berhenti karena terjadi pembekuan kecuali
jika ada laserasi mengenai sinus yangbesar dari plasenta dimana perdarahan akan berlangsung
lebih banyak dan lebih lama. Oleh karena pembentukan segmen bawah rahim itu akan
berlangsung progresif dan bertahap, maka laserasi baru akan mengulang kejadian perdarahan.
Demikian perdarahan akan berulang tanpa sesuatu sebab lain (causeless). Darah yang keluar
berwarna merah segar tanpa rasa nyeri(pain-less).2,5

6
Pada plasenta yang menutupi seluruh uteri internum perdarahan terjadi lebih awal
dalam kehamilan karena segmen bawah rahim terbentuk lebih dahulu pada bagian terbawah
yaitu ostium uteri internum. Sebaliknya pada plasenta previa parsialis atau letak rendah
perdarahan baru akan terjadi pada waktu mendekati atau mulai persalinan. Perdarahan pertama
biasanya sedikit tetapi cenderung lebih banyak pada perdarahan berikutnya.Perdarahan yang
pertama sudah bisa terjadi pada kehamilan dibawah 30 minggu, tetapi lebih separuh
kejadiannya pada kehamilan 34 minggu ke atas.Berhubung tempat perdarahan terletak pada
dekat dengan ostium uteri internum, maka perdarahan lebih mudah mengalir keluar rahim dan
tidak membentuk hematom retroplasenta yang mampu merusak jaringan lebih luas dan
melepaskan tromboplastin ke dalam sirkulasi maternal. Dengan demikian sangat jarang terjadi
koagulopati pada plasenta previa.2
Hal lain yang perlu diperhatikan adalah dinding segmen bawah rahim yang tipis mudah
diinvasi oleh pertumbuhan vili dari trofoblas, akibatnya plasenta melekat lebih kuat pada
dinding uterus. Lebih sering terjadi plasenta akreta dan inkreta bahkan plasenta perkreta yang
pertumbuhan vilinya bisa sampai menembus buli-buli dan ke rectum bersama plasenta
previa.Plasenta akreta dan inkreta lebih sering terjadi pada uterus yang sebelumnya pernah
bedah sesar.Segmen bawah rahim dan serviks yang rapuh mudah robek oleh sebab kurangnya
elemen otot yang terdapat disana. Kedua kondisi ini berpotensi meningkatkan kejadian
perdarahan pasca persalinan pada plasenta previa, misalnya dalam kala tiga karena plasenta
sukar melepas dengan sempurna (retensio plasenta) atau setelah uri lepas karena segmen bawah
rahim tidak mampu berkontraksi dengan baik.5

Gejala Klinis
1. Gejala yang terpenting adalah perdarahan tanpa nyeri.2
Biasanya perdarahan karena plasenta previa baru timbul setelah bulan ketujuh. Hal ini
disebabkan oleh:
 Perdarahan sebelum bulan ketujuh memberi gambaran yang tidak berbeda dari
abortus.
 Perdarahan pada plasenta previa disebabkan pergerakan antara plasenta dan
dinding rahim.
2. Bagian terendah anak sangat tinggi karena plasenta terletak pada kutub bawah rahim
sehingga bagian terendah tidak dapat mendekati pintu atas panggul.2
3. Pada plasenta previa, ukuran panjang rahim berkurang maka pada plasenta previa lebih
sering disertai kelainan letak jika perdarahan disebabkan oleh plasenta previa lateral

7
dan marginal serta robekannya marginal, sedangkan plasenta letak rendah, robekannya
beberapa sentimeter dari tepi plasenta.2

Diagnosis
Diagnosis plasenta previa ditegakkan berdasarkan pada gejala klinik, pemeriksaan
khusus, dan pemeriksaan penunjang.
1. Anamnesa
a. Terjadi perdarahan pada kehamilan sekitar 28 minggu.
b. Sifat perdarahan
- Tanpa rasa sakit terjadi secara tiba-tiba
- Tanpa sebab yang jelas
- Dapat berulang
c. Perdarahan menimbulkan penyulit pada ibu maupun janin.
2. Pada inspeksi dijumpai:
a. Perdarahan pervaginam encer sampai bergumpal.
b. Pada perdarahan yang banyak ibu tampak anemis.
3. Pemeriksaan fisik ibu
a. Dijumpai keadaan bervariasi dari keadaan normal sampai syok
b. Kesadaran penderita bervariasi dari kesadaran baik sampai koma
c. Pada pemeriksaan dapat dijumpai :
- Tekanan darah, nadi dan pernapasan dalam batas normal
- Tekanan darah turun, nadi dan pernapasan meningkat
- Daerah ujung menjadi dingin
- Tampak anemis
4. Pemeriksaan khusus kebidanan.
1. Pemeriksaan palpasi abdomen
- Janin belum cukup bulan, tinggi fundus uteri sesuai dengan umur
kehamilan
- Karena plasenta di segmen bawah rahim, maka dapat dijumpai kelainan
letak janin dalam rahim dan bagian terendah masih tinggi.
2. Pemeriksaan denyut jantung janin
- Bervariasi dari normal sampai asfiksia dan kematian dalam rahim.

8
3. Pemeriksaan dalam
Pemeriksaan dalam dilakukan diatas meja operasi dan siap untuk segera
mengambil tindakan. Tujuan pemeriksan dalam untuk:
- Menegakkan diagnosis pasti
- Mempersiapkan tindakan untuk melakukan operasi persalinan atau
hanya memecahkan ketuban
4. Pemeriksaan penunjang
- Pemeriksaan ultrasonografi
- Mengurangi pemeriksaan dalam
- Menegakkan diagnosis5,6

Diagnosis plasenta previa (dengan perdarahan sedikit) yang diterapi ekspektatif


ditegakkan dengan pemeriksaan USG.Dengan pemeriksaan USG transabdominal ketepatan
diagnosisnya mencapai 95-98%. Dengan USG transvaginal atau transperineal (translabial),
ketepatannya akan lebih tinggi lagi. Magnetic Resonance Imaging (MRI) juga dapat
dipergunakan untuk mendeteksi kelainan pada plasenta termasuk plasenta previa.2,3
Dengan bantuan USG, diagnosis plasenta previa/plasenta letak rendah sering kali sudah
dapat ditegakkan sejak dini sebelum kehamilan trisemester ketiga.Namun dalam
perkembangannya dapat terjadi migrasi plasenta. Sebenarnya bukan plasenta yang berpindah
tetapi dengan semakin berkembangnya segmen bawah rahim, plasenta (yang berimplantasi di
situ) akan ikut naik menjauhi ostium uteri internum.2,7

Penatalaksanaan
Setiap perempuan hamil yang mengalami perdarahan pada trisemester kedua atau
trisemester ketiga harus dirawat di dalam rumah sakit. Pasien diminta istirahat baring dan
dilakukan pemeriksaan darah lengkap termasuk golongan darah dan factor Rh. Jika rhesus
negative RhoGam perlu diberikan pada pasien yang belum pernah mengalami sensitisasi. Jika
kemudian ternyata perdarahan tidak banyak dan berhenti serta janin dalam keadaan sehat dan
janin masih premature, dibolehkan pulang dan dilanjutkan dengan rawat rumah atau rawat jalan
dengan syarat telah mendapat konsultasi yang cukup dengan pihak keluarga agar dengan segera
kembali kerumah sakit bila terjadi perdarahan ulang, walaupun kelihatannya tidak
mencemaskan. Dalam keadaan yang stabil tidak keberatan pasien untuk di rawat di rumah atau
rawat jalan.Pada kehamilan antara 24-34 minggu diberikan steroid dalam perawatan antenatal

9
untuk pematangan paru janin. Dengan rawat jalan pasien lebih bebas dan kurang stress serta
biaya dapat ditekan. Rawat inap kembali diberlakukan bila keadaan menjadi lebih serius.1,2
Semua pasien dengan perdarahan per vagina pada kehamilan trimester ketiga, dirawat
di rumah sakit tanpa periksa dalam.Jika ada gejala hipovolemia seperti hipotensi dan takikardi
pasien tersebut mungkin telah mengalami perdarahan yang cukup berat, lebih berat dari pada
penampakannya secara klinis.Bila pasien dalam keadaan syok karena pendarahan yang banyak,
harus segera diperbaiki keadaan umumnya dengan pemberian infus atau tranfusi darah. 6,7

Pengobatan plasenta previa dapat dibagi dalam 2 golongan:2


1. Terminasi
Kehamilan segera diakhiri sebelum terjadi perdarahan yang membawa maut,
misalnya: kehamilan cukup bulan, perdarahan banyak, parturien, dan janin mati (tidak
selalu).
a. Cara vaginal yang bermaksud untuk mengadakan tekanan pada plasenta,
yang dengan demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang
terbuka (tamponade pada plasenta).
b. Dengan seksio sesarea, dimaksudkan untuk mengosongkan rahim
hingga rahim dapat berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Seksio
sesarea juga mencegah terjadinya robekan serviks yang agak sering
terjadi pada persalinan pervaginam.
2. Ekspektatif
Dilakukan apabila janin masih kecil sehingga kemungkinan hidup di dunia luar
baginya kecil sekali. Sikap ekspektatif hanya dapat dibenarkan jika keadaan ibu baik
dan perdarahan sudah berhenti atau sedikit sekali.
Penderita plasenta previa juga harus diberikan terapi antibiotic mengingat
kemungkinan terjadinya infeksi yang besar disebabkan oleh perdarahan dan tindakan-tindakan
intrauterine. Jenis persalinan yang kita pilih pada pengobatan plasenta previa dan kapan
melaksanakan tergantung pada:2
a. Perdarahan banyak atau sedikit
b. Keadaan ibu dan anak
c. Besarnya pembukaan
d. Tingkat plasenta previa
e. Paritas

10
Perdarahan yang banyak, pembukaan yang kecil, nullipara dan tingkat plasenta previa
yang berat mendorong kita melakukan seksio sesaria.Sebaliknya perdarahan yang
sedang/sedikit, pembukaan yang sudah besar, multiparitas dan tingkat plasenta previa yang
ringan dan anak yang mati cenderung untuk dilahirkan pervaginam.2
Pada perdarahan yang sedikit dan anak masih belum matur dipertimbangkan terapi
ekspektatif, dengan syarat keadaan ibu dan anak baik, Hb normal dan perdarahan tidak banyak.
Pada terapi ekspektatif pasien di rawat di rumah sakit sampai berat anak ± 2500 gram atau
kehamilan sudah sampai 37 minggu.Selama terapi ekspektatif diusahakan untuk menentukan
lokalisasi plasenta dengan pemeriksaan USG dan memperbaiki keadaan umum ibu.Jika
kehamilan telah 37 minggu, kehamilan dapat diakhiri dengan cara vaginal atau seksio sesaria.
Dengan cara vaginal dimaksudkan untuk mengadakan tekanan pada plasenta, yang dengan
demikian menutup pembuluh-pembuluh darah yang terbuka (tamponade pada plasenta).
Dengan seksio sesaria dimaksudkan untuk mengosongkan rahim hingga rahim dapat
berkontraksi dan menghentikan perdarahan. Seksio sesaria juga mencegah terjadinya robekan
serviks yang agak sering pada persalinan pervaginam.2
Prinsip utama dalam melakukan seksio sesaria adalah untuk menyelamatkan ibu,
sehingga walaupun janin meninggal atau tak punya harapan untuk hidup, tindakan ini tetap
dilaksanakan. Adapun tujuan dari seksio sesaria adalah:8
 Melahirkan janin dengan segera sehingga uterus dapat berkontraksi dan menghentikan
perdarahan.
 Menghindarkan kemungkinan terjadinya robekan pada serviks uteri, jika janin
dilahirkan pervaginam.
 Tempat implantasi plasenta previa terdapat banyak vaskularisasi sehingga serviks uteri
dan segmen bawah rahim menjadi tipis dan mudah robek, selain itu, bekas tempat
implantasi plasenta sering menjadi sumber perdarahan karena adanya perbedaan
vaskularisasi dan susunan serabut otot dengan korpus uteri.
 Siapkan darah pengganti untuk stabilisasi dan pemulihan kondisi ibu.
 Lakukan perawatan lanjut pascabedah termasuk pemantauan perdarahan, infeksi dan
keseimbangan cairan masuk-keluar.
Pertolongan persalinan seksio sesarea merupakan bentuk pertolongan yang paling
banyak dilakukan. Bentuk operasi lainnya seperti:1,2
a. Cunam Willet Gausz
- Bertujuan untuk mengadakan tamponade plasenta pada kepala.

11
- Menjempit kulit kepala bayi pada placenta previayang ketubannya telah
dipecahkan.
- Memberikan pemberat sehingga pembukaan dipercepat.
- Diharapkan persalinan spontan.
- Sebagian besar dilakukan pada janin telah meninggal.
b. Versi Braxton Hicks
- Bertujuan untuk mengadakan tamponade plasenta dengan bokong dan untuk
menghentikan perdarahan dalam rangka menyelamatkan ibu.
- Dilakukan versi ke letak sunsang.
- Satu kaki dikeluarkan sebagai tampon dan diberikan pemberat untuk
mempercepat pembukaan dan menghentikan perdarahan.
- Diharapkan persalinan spontan.
- Janin sebagian besar akan meninggal.
c. Pemasangan Kantong Karet Metreurynter
Kantong karet dipasang untuk menghentikan perdarahan dan mempercepat
pembukaan sehingga persalinan dapat segera berlangsung.1
Dengan kemajuan dalam operasi kebidanan, narkosa, pemberian transfusi, dan
cairan maka tatalaksanapertolongan perdarahan plasenta previa hanya dalam bentuk:1
- Memecahkan ketuban
- Melskukan seksio sesarea
- Untuk bidan segera melakukan rujukan sehingga mendapat pertolongan yang
cepat dan tepat.

Pemecahan ketuban dapat menghentikan perdarahan karena:2


- Setelah pemecahan ketuban, uterus mengadakan retraksi hingga kepala anak
menekan pada plasenta.
- Plasenta tidak tertahan lagioleh ketuban dan dapat mengikuti gerakan dinding
rahim hingga tidak terjadi pergeseran antara plasenta dan dinding rahim.

Komplikasi
Kemungkinan infeksi nifas besar karena luka plasenta lebih dekat pada ostium dan
merupakan porte d’entrée yang mudah tercapai. Lagi pula, pasien biasanya anemis karena
perdarahan sehingga daya tahannya lemah.2
Bahaya plasenta previa adalah :

12
1. Anemia dan syok hipovolemik karena pembentukan segmen rahim terjadi secara
ritmik, maka pelepasan plasenta dari tempat melekatnya diuterus dapat berulang
dan semakin banyak dan perdarahan yang terjadi itu tidak dapat dicegah.
2. Karena plasenta yang berimplantasi pada segmen bawah rahim dan sifat segmen
ini yang tipis mudahlah jaringan trofoblas dengan kemampuan invasinya
menorobos ke dalam miometrium bahkan sampai ke perimetrium dan menjadi
sebab dari kejadian plasenta inkreta bahkan plasenta perkreta. Paling ringan adalah
plasenta akreta yang perlekatannya lebih kuat tetapi vilinya masih belum masuk ke
dalam miometrium. Walaupun tidak seluruh permukaan maternal plasenta
mengalami akreta atau inkreta akan tetapi dengan demikian terjadi retensio
plasenta dan pada bagian plasenta yang sudah terlepas timbullah perdarahan dalam
kala tiga. Komplikasi ini lebih sering terjadi pada uterus yang yang pernah seksio
sesaria. Dilaporkan plasenta akreta terjadi sampai 10%-35% pada pasien yang
pernah seksio sesaria satu kali dan naik menjadi 60%-65% bila telah seksio sesaria
tiga kali.5,8
3. Serviks dan segmen bawah rahim yang rapuh dan kaya pembuluh darah sangat
potensial untuk robek disertai dengan perdarahan yang banyak. Oleh karena itu
harus sangat berhati-hati pada semua tindakan manual ditempat ini misalnya pada
waktu mengeluarkan anak melalui insisi pada segmen bawah rahim ataupun waktu
mengeluarkan plasenta dengan tangan pada retensio plasenta. Apabila oleh salah
satu sebab terjadi perdarahan banyak yang tidak terkendali dengan cara-cara yang
lebih sederhana seperti penjahitan segmen bawah rahim, ligasi a.uterina, ligasi
a.ovarika, pemasangan tampon atau ligasi a.hipogastrika maka pada keadaan yang
sangat gawat seperti ini jalan keluarnya adalah melakukan histerektomi total.
Morbiditas dari semua tindakan ini tentu merupakan komplikasi tidak langsung
dari plasenta previa.
4. Kelainan letak anak pada plasenta previa lebih sering terjadi. Hal ini memaksa lebih
sering diambil tindakan operasi dengan segala konsekuensinya.
5. Kehamila premature dan gawat janin sering tidak terhindarkan karena tindakan
terminasi kehamilan yang terpaksa dilakukan dalam kehamilan belum aterm. Pada
kehamilan < 37 minggu dapat dilakukan amniosintesis untuk mengetahui
kematangan paru-paru janin dan pemberian kortikosteroid untuk mempercepat
pematangan paru janin sebagai upaya antisipasi.7,8

13
6. Solusio plasenta
7. Kematian maternal akibat perdarahan
8. Disseminated intravascular coagulation (DIC)
9. Infeksi sepsis.

Prognosis
Prognosis ibu dan anak pada plasenta previa dewasa ini lebih baik jika dibandingkan
dengan masa lalu. Hal ini berkat diagnosis yang lebih dini dan tidak invasive dengan USG di
samping ketersedian transfusi darah dan infus cairan telah ada di hamper semua rumah sakit
kabupaten. Rawat inap yang lebih radikal ikut berperan terutama bagi kasus yang pernah
melahirkan dengan seksio sesaria atau bertempat tinggal jauh dari fasilitas yang diperlukan.
Penurunan jumlah ibu hamil dengan dengan paritas tinggi dan usia tinggi berkat sosialissasi
program keluarga berencana menambah penurunan insiden plasenta previa. Dengan demikian
banyak komplikasi maternal dapat dihindarkan.Namun nasib janin masih belum terlepas dari
komplikasi kelahiran premature baik yang lahir spontan maupun karena intervensi seksio
sesaria.Karena kelahiran premature belum sepenuhnya bisa dihindari sekalipun tindakan
konservatif dilakukan.Karena dahulu penanganan relatif bersifat konservatif maka mortalitas
dan morbiditas ibu dan bayi tinggi. Sekarang penanganan bersifat operasi dini, maka angka
kematian dan kesakitan ibu dan perinatal jauh menurun.5,8

Peraturan Undang – Undang dan Tinjauan Etik


Pelayanan kesehatan masa sebelum hamil, masa hamil, persalinan, dan masa sesudah
melahirkan, penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi, serta pelayanan kesehatan seksual.
Dengan rahmat Tuhan yang maha esa menteri kesehatan republik indonesia menimbang :
bahwa untuk melaksanakan ketentuan pasal 18, pasal 25, dan pasal 28 peraturan pemerintah
nomor 61 tahun 2014 tentang kesehatan reproduksi, perlu menetapkan peraturan Menteri
Kesehatan tentang pelayanan kesehatan masa sebelum hamil, masa hamil, persalinan,
dan masa sesudah melahirkan, penyelenggaraan pelayanan kontrasepsi, serta
pelayanan kesehatan seksual; memutuskan:

ketentuan umum
pasal 1
Dalam Peraturan Menteri ini yang dimaksud dengan:
1. Pelayanan Kesehatan Masa Sebelum Hamil adalah setiap kegiatan dan/atau
serangkaian kegiatan yang ditujukan pada perempuan sejak saat remaja hingga
14
saat sebelum hamil dalam rangka menyiapkan perempuan menjadi hamil sehat.

2. Pelayanan Kesehatan Masa Hamil adalah setiap kegiatan dan/atau serangkaian


kegiatan yang dilakukan sejak terjadinya masa konsepsi hingga melahirkan.

Bagian Kedua

Pelayanan Kesehatan Masa Hamil

Pasal 12
1. Pelayanan Kesehatan Masa Hamil bertujuan untuk memenuhi hak setiap ibu hamil
memperoleh pelayanan kesehatan yang berkualitas sehingga mampu menjalani
kehamilan dengan sehat, bersalin dengan selamat, dan melahirkan bayi yang sehat
dan berkualitas.

2. Pelayanan Kesehatan Masa Hamil sebagaimana dimaksud pada ayat (1)


dilakukan sejak terjadinya masa konsepsi hingga sebelum mulainya proses
persalinan.

3. Pelayanan Kesehatan Masa Hamil sebagaimana dimaksud pada ayat (1) wajib
dilakukan melalui pelayanan antenatal terpadu.

4. Pelayanan antenatal terpadu sebagaimana dimaksud pada ayat (3) merupakan


pelayanan kesehatan komprehensif dan berkualitas yang dilakukan melalui:

a. pemberian pelayanan dan konseling kesehatan termasuk stimulasi dan gizi


agar kehamilan berlangsung sehat dan janinnya lahir sehat dan cerdas;

b. deteksi dini masalah, penyakit dan penyulit/komplikasi kehamilan;

c. penyiapan persalinan yang bersih dan aman;

d. perencanaan antisipasi dan persiapan dini untuk melakukan rujukan jika


terjadi penyulit/komplikasi;

e. penatalaksanaan kasus serta rujukan cepat dan tepat waktu bila


diperlukan; dan

f. melibatkan ibu hamil, suami, dan keluarganya dalam menjaga kesehatan


dan gizi ibu hamil, menyiapkan persalinan dan kesiagaan bila terjadi
penyulit/komplikasi.

15
Bagian ketiga
persalinan

Pasal 14

1. Persalinan harus dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan.

2. Persalinan sebagaimana dimaksud pada ayat (1) diberikan kepada ibu bersalin
dalam bentuk 5 (lima) aspek dasar meliputi:

a. membuat keputusan klinik;

b. asuhan sayang ibu dan sayang bayi;

c. pencegahan infeksi;

d. pencatatan (rekam medis) asuhan persalinan; dan

e. rujukan pada kasus komplikasi ibu dan bayi baru lahir.

Meskipun persalinan secara normal (pervaginam) terus diupayakan, tetapi adanya


proses persalinan melalui operasi (perabdominal) pun tak jarang dilakukan. Bedah Caesar
(Section caesarea) yang dikenal dalam kedokteran merupakan usaha untuk mengeluarkan bayi
dari rahim ibunya melalui pembedahan pada perut dan dinding rahim. Persalinan semacam ini
hanya dilakukan oleh tenaga ahli di bidang kedokteran. Operasi Caesar (Section caesarea) kini
sudah banyak dimanfaatkan sebagai alternatif untuk melahirkan tanpa rasa sakit. Bahkan, bagi
sebagian orang operasi dilakukan sebagai cara tercepat untuk persalinan yang mudah dan aman.
Banyak hal yang menjadi penyebab atau indikasi seorang ibu harus melakukan operasi Caesar.
Baik itu karena pertimbangan medis yang bertujuan untuk menyelamatkan ibu dan bayinya,
maupun karena pertimbangan nonmedis yang lebih bertujuan pada pemenuhan keinginan ibu
atau permintaan ibu yang tidak tahan sakit jika harus melahirkan normal. Banyak hal yang
menjadi penyebab atau indikasi seorang ibu harus melakukan operasi seksio. Baik itu karena
pertimbangan medis yang bertujuan untuk menyelamatkan ibu dan bayinya, maupun karena
pertimbangan nonmedis yang bertujuan pada pemenuhan keinginan ibu atau permintaan ibu
yang tidak tahan sakit jika harus melahirkan normal. Pada umumnya, tindakan sectio caesarea
akan dilaksanakan dalam keadaan di mana penundaan kelahiran akan memperburuk keadaan
janin, ibu atau bahkan keduanya. Sedangkan kelahiran secara normal tidak mungkin dilakukan
dengan aman. Jika kelahiran bayi dilakukan secara normal melalui vagina bisa membahayakan

16
atau bahkan tidak memungkinkan bagi ibu bisa dikarenakan kondisi kehamilan ibu tidak
diperbolehkan untuk melahirkan normal seperti adanya perdarahan akibat letak plasenta yang
tidak normal maka, bayi akan dilahirkan dengan cara operasi caesar, walaupun si ibu dan
keluarga tetap bersikeras ingin melalui jalan normal, pihak dokter pasti tidak akan
mengizinkan, karena akan membahayakan keselamatan ibu, janin bahkan keduanya. Menurut
Bensons dan Pernolls, angka kematian pada operasi caesar adalah 40-80 tiap 100.000 kelahiran
hidup. Angka ini menunjukkan risiko 25 kali lebih besar dibanding persalinan per vaginam.
Bahkan untuk kasus karena infeksi mempunyai angka 80 kali lebih tinggi dibandingkan dengan
persalinan per vaginam.2

BAB III
17
KESIMPULAN

Perdarahan obstetrik yang terjadi pada kehamilan trimester ketiga dan yang terjadi
setelah anak atau plasenta lahir pada umumnya adalah perdarahan yang berat, dan jika tidak
mendapat penanganan yang cepat bisa mendatangkan syok yang fatal, salah satu sebabnya
adalah plasenta previa. Oleh karena itu perlulah kejadian ini diantisipasi seawal awalnya selagi
perdarahan belum sampai ke tahap yang membahayakan ibu dan janinya. Antisipasi dalam
perawatan perinatal adalah sangat mungkin oleh karena pada umumnya penyakit ini
berlangsung perlahan diawali dengan gejala dini berupa perdarahan berulang yang mulanya
tidak banyak tanpa disertai rasa nyeri dan terjadi pada waktu yang tidak tertentu, tanpa trauma.
Perempuan hamil yang ditengarai menderita plasenta previa harus segera dirujuk dan diangkut
kerumah sakit terdekat tanpa melakukan periksa dalam karena hal tersebut memprovokasi
perdarahan berlangsung semakin deras dengan cepat. Berdasarkan peratran undang – undang
dan kajian etik sectio caesarea dapat dilakukan dengan adanya pertimbangan yang dapat
membahayakan ibu dan bayi, seperti pada kasus plasenta previa.

18
DAFTAR PUSTAKA

1. Sastrawinata S. Obstetri Patologi Ilmu Kesehatan Reproduksi. Edisi III. Jakarta. EGC;
2013. hal. 83-91
2. Prawirohardjo S. Ilmu Kebidanan. Edisi IV. Jakarta. PT Bina Pustaka Sarwono
Prawirohardjo; 2014.
3. Dinata F. Plasenta previa. Available from URL:http//www.google.com/. Accessed on
July 15, 2019.
4. Hanafiah M.T. Plasenta Previa. Available from URL:http//www.emedicine.com/.
Accessed on July 15, 2019.
5. Cunningham FG, Gant NF, Leveno KJ, Gilstrap LC, Hauth JC, Wenstrom KD. Obstetri
Williams. 23rd edition. Philladelphia : McGraw-Hill Education; 2012. Hal. 808- 811.
6. Hung TH, Hsieh CC and Hsu JJ. 2014. Risk factors for placenta previain an Asian
population. International Journal of Gynecology and Obstetric. 97: 26-30.
7. Sheiner GI. Shoham-Vardi, Hallak M. Hershkowitz R. Katz Mand Major
M.2013.Placenta previa: Obstetric risk factors and pregnancy out come. J. Matern Fetal.
Med10: 414-419.
8. Usta IM, Hobeika E.M,Musa A.A,Gabriel G.E and Nassar A.H. 2015. Placenta previa-
acreta: risk factors and complications.Am.J.Obstet.Gynecol.193:504-1059.

19

Anda mungkin juga menyukai