Anda di halaman 1dari 2

PART 1

Kau, aku, rindu dan waktu

Kau, pada jelaga matamu yang indah

Adalah bait-bait puisi

Yang selalu,

Ingin kubaca setiap hari tanpa henti

Pada lembaran-lembaran yang kosong,

Ingin kutulisi dengan pena kerinduan.

Aku, adalah tinta-tinta biru pada baris kitabmu.

Adalah kenangan yang terbujut bersama hujan dan senja.

Rindu, adalah jeda pada indahnya senja.

Adalah jarak pada denting hujan.

Waktu, adalah tatkala aku dan kamu,

Sanggup membaca bait-bait itu.

Adalah rahasia jarak, rahasia jeda.

Pada cinta, dan segala tentangnya.

PART 2

Bisakah aku tetap berharap?

Dikemudian hari,

Aku menunggu yang tak tetap.

Entah besok, entah lusa.

Atau bahkan sampai aku tiada.

Bahkan jika kau telah bahagia,

Izinkan aku menyambangimu dengan doa.


Biarkan aku memupuk rindu,

Meski percuma.

Dan ketika sewaktu-waktu ia memusingkanmu,

Datanglah padaku untuk meminjam bahu.

Tanpa balas,

Akan kutemani engkau,.

Meski berarti aku terluka,

Mendengar kau menyebut namanya.

Meski berarti aku harus berpura-pura mengerti,

Agar kau singgah lebih lama.

Meski berarti aku akan menangis semalaman setelahnya.

Part 3

Berkali-kali aku menghela nafas,

Rasanya, udara yang kuhirup tak sejalan dengan lelahku.

Semakin kuhirup, semakin sesak ulu hatiku.

Semakin mataku tak mau terpejam.

Semakin diriku terpenjara sunyi.

Malam sudah tinggi,

Diluar ramai,, di dalam hatiku sepi.

Diluar penuh warna,, didalam hatiku kelabu.

Sesugguhnya padamu, hendak kutanyakan sesuatu.

Kau dimana?

Kauu,

Dimana?

Anda mungkin juga menyukai