Anda di halaman 1dari 54

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang.

Hipospadi merupakan kelainan abnormal dari perkembangan uretra anterior dimana

muara dari uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis. Muara dari penis

proksimal hingga glands penis. Muara dari uretra dapat pula terletak pada skrotum

atau perineum. Semakin ke proksimal defek uretra maka penis akan semakin

mengalami pemendekan dan membentuk kurvatur, pada abad pertama ahli bedah dari

yunani heliodorus dan antilius, pertama-tama yang melakukan penanggulangan untuk

hipospadia. dilakukan amputasi dari bagian penis distal dari meatus. Selanjutnya cara

ini diikuti oleh Galen dan Paulus dari Agentina. Duplay memulai era moderen pada

bidang ini pada tahun 1874 dengan memperkenalkan secara detail rekonstruksi uretra.

Sekarang lebih dari 200 teknik telah di buat dan sebagian besar merupakan multi-

stage reconstruction yang terdiri dari first emergency stage untuk mengoreksi stentic

meatus jika di perlukan dan second stage untuk menghilangkan chorde dan

recurvatum, kemudian pada third stage yaitu urehtroplasty. Beberapa masalah yang

berhubungan dengan teknik teknik multi- stage yaitu membutuhkan operasi yang

multiple sering terjadi meatus tidak mencapai ujung glands penis, sering terjadi

striktur atau fistel uretra dan dari segi estetika di anggap kurang baik. Pada tahun

1960, Hinderer memperkenalkan teknik one-stage repair untuk mengurangi

komplikasi dari teknik multi-stage repair. Cara ini dianggap sebagai rekonstruksi

uretra yang ideal anatomi dan fungsionalnya, dari segi estetika dianggap lebih baik,

komplikasi minimal dan mengurangi social cost. Kelainan bawan pada saluran

urogenital sering kali ditemukan. Faktor heriditer kadang memegang peran kausal

1
atau karena pengaruh radiasi dan infeksi virus. Beberapa kasus kelainan bawaan tidak

menyebabkan gejala atau tanda dan pada berbagai jenis kelainan bawaan masih dapat

dicegah terjadinya faal yang berat melalui tindakan bedah atau operasi. Salah satu

kelainan bawaan pada saluran urologi yang terjadi pada anak yaitu hipospadia.

Kelainan hipospadia terbatas hanya pada uretra anterior sedangkan leher kandung

kemih dan uretra posterior tidak mengalami kelainan serta kontinesi tidak terganggu.

Kasus hipospadia atau kasus kelainan genetis pada alat kelamin ( pria ) saat ini

cenderung meningkat. Ironisnya banyak keluarga penderita penyakit kelainan genetis

tersebut yang enggan melaporkan kasus tersebut ke rumah sakit, baik karena alasan

malu atau aib maupun tidak adanya biaya untuk berobat. Di Indonesia kasus

hipospadia perbandingannya lebih besar yaitu 1 : 300 kelahiran. Sejak tahun 1998

sampai Maret 2004 penderita hipospadi yang sudah menjalani operasi maupun sedang

dirawat di rumah sakit dr. Karyadi (RSDK ) Semarang, Jawa Tengah mencapai 110

orang. (............). Dengan masih banyaknya keluarga penderita yang tidak melaporkan

kasus tersebut dimungkinkan jumlah penderitanya jauh lebih tinggi dari itu.

Berdasarkan data yang diperoleh di Lantai I Instalasi Keperawatan Anak ( IKA )

RSPAD Gatot Soebroto selama 6 bulan dari february sampai dengan bulan Juli 2008

jumlah pasien yang dirawat sebanyak 257 anak dan pasien yang dirawat dengan kasus

hipospadia sebanyak 21 anak atau 12,3 %.

Masalah – masalah yang dapat terjadi pada klien dengan hipospadia adalah gangguan

fungsi seksual pada dewasa, infertilitas dan kesulitan dalam mengatur aliran urine,

mengakibatkan terjadinya gangguan konsep diri dimana anak akan malu dengan

keadaanya. Keterkaitan peran perawat dalam menanggulangi masalah yang terjadi

pada klien hipospadia baik yang dilihat dari aspek promotif yaitu memberikan

informasi atau pengetahuan tentang hipospadia kepada keluarga, aspek preventif

2
dengan menganjurkan pemberian makanan tambahan atau vitamin untuk ibu hamil

serta menganjurkan untuk rajin memeriksakan kehamilanya ke dokter atau bidan,

aspek kuratif yaitu menganjurkan kepada ibu yang mempunyai anak dengan

hipospadia untuk segera menjalani pengobatan melalui tindakan pembedahan dan

aspek rehabilitatif yaitu menganjurkan setelah pulang perawatan memberikan anak

makan makanan yang bergizi serta jangan terlalu banyak bergerak

Berdasarkan uraian diatas, maka penulis ingin mengetahui bagaimana asuhan

keperawatan pada anak dengan hipospadia menggunakan pendekatan proses

keperawatan.

B. Tujuan Penulisan.

Tujuan umum penulisan makalah ilmiah ini adalah untuk mendapatkan pengalaman

nyata dalam memberikan asuhan keperawatan pada anak hipospadia dengan

menggunakan proses keperawatan.

Tujuan khusus :

1. Melakukan pengkajian pada anak dengan hipospadia

2. Menganalisa data yang ditemukan pada pasien hipospadia untuk

merumuskan diagnosa keperawatan.

3. Membuat rencana keperawatan pada pasien hipospadia.

4. Melaksanakan rencana keperawatan yang telah disusun pada pasien

dengan hipospadia.

5. Mengevaluasi asuhan keperawatan pada pasien hipospadia.

6. Membuat pendokumentasian pada pasien hipospadia.

3
7. Mengidentifikasian adanya kesenjangan asuhan keperawatan antara teori

dan kasus nyata serta alternatif pemecahan masalah dan kesenjangan yang

ditemukan.

C. Ruang Lingkup

Penulisan masalah ini merupakan pembahasan pemberian asuhan keperawatan pada

An. H dengan hipospadia diruang perawatan anak lantai I IKA RSPAD Gatot

Soebroto Jakarta yang dilaksanakan selama 3 hari dari tanggal 30 Juni sampai dengan

02 Juli 2008.

D. Metoda Penulisan

Metode yang digunakan dalam penyusunan makalah ini adalah :

1. Metode deskriptif , tife studi kasus dengan pendekatan proses keperawatan,

teknik yang digunakan dalam pengumpulan data dengan wawancara, observasi

dan pemeriksaan fisik. Sumber data yang digunakan adalah primer diperoleh

langsung dari orang tua klien sedangkan data sekunder diperoleh dari keluarga,

tenaga kesehatan, dokumentasi hasil pemeriksaan penunjang lainnya.

2. Studi kepustakaan yaitu dengan mempelajari buku sumber yang berhubungan

dengan asuhan keperawatan yang diberikan pada klien.

E. Sistematika Penulisan

Adapun sistematika penulisan makalah ilmiah ini terdiri dari lima bab yang meliputi :

Bab satu : Pendahuluan yang terdiri dari latar belakang, tujuan penulisan, ruang

lingkup, metode penulisan dan sistematika penulisan. Bab dua : Tinjauan teori yang

terdiri dari pengertian, patofisiologi, penatalaksanaan, pengkajian, diagnosa

keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Bab tiga : Tinjauan kasus

4
terdiri dari pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

Bab empat : Pembahasan yang di mulai dari pengkajian, diagnosa keperawatan,

perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi. Bab lima : Penutup yang terdiri dari

kesimpulan dan saran.

5
BAB II

TINJAUAN TEORI

Pada bab ini penulis akan menguraikan konsep teori tentang asuhan keperawatan

klien dengan hipospadia yang terdiri dari pengertian, patofisiologi, pengkajian,

diagnosa keperawatan, perencanaan, pelaksanaan dan evaluasi.

A. Pengertian

Hipospadia adalah suatu kelainan bawaan (konginetal) dimana meatus uretra

eksternus terletak dipermukaan ventral penis lebih ke proksimal dari tempat yang

normal pada ujung glan penis. (Fitri Purwanto, 2001).

Hipospadia merupakan kelainan bawaan berupa lubang uretra yang terletak dibagian

bawah dekat pangkal penis. ( Ngastiyah, 2005 ).

Hipospadia merupakan kelainan bawaan abnormal dari perkembangan uretra anterior

dimana muara dari uretra terletak ektopik pada bagian ventral dari penis proksimal

hingga glands penis. ( www. medicaste.com/ med/ index.php diambil pada tanggal

23 februari pukul 10.00 wib).

Dari ketiga difinisi diatas maka dapat disimpulkan bahwa hipospadia merupakan

merupakan kelainan bawaan abnormal dari perkembangan uretra anterior dimana

muara dari uretra terletak dibagian bawah dekat pangkal penis, dari penis proksimal

hingga glands penis.

6
B. Patofisiologi.

Pada kehamilan 7 sampai 8 minggu embrio membentuk tuberkulum genitalis dan 2

benjolan genetalis. Pada laki – laki tuberkulum genitalis berkembang menjadi penis

dan kedua benjolan genitalis berkembang menjadi lipatan uretra sepanjang permukaan

ventral penis sedangkan glandula uretra terbentuk dari kanalis funikulus ektoderm

yang tumbuh melalui gland untuk menyatu dengan lipatan uretra yang menyatu.

Hipospadia terjadi karena adanya hambatan penutupan uretra penis pada kehamilan

minggu ke sepuluh sampai minggu ke empat belas. Gangguan penutupan ini

mengakibatkan uretra terbuka dan terlalu pendek sehingga tidak mencapai ujung

gland penis dan lubang uretra bermuara di permukaan ventral penis atau ventro

proksimal. Ada beberapa type hipospadi berdasarkan letak orifisium uretra eksternum

dan meatus antara lain : 1). Hipospadia tipe glanduler (balantik), yaitu dimana meatus

urinarius terletak pada pangkal glens penis. 2). Hipospadia tipe distal penil yaitu

dimana meatus urinarius terletak pada distal penil. 3). Hipospadia tipe penil yaitu

dimana meatus urinarius terletak diantara glens penis dan skrotum. 4). Hipospadia

tipe penoskrotal, yaitu dimana meatus urinarius diantara perineal dan skrotum. 5).

Hipospadia tipe skrotal, yaitu dimana meatus urinarius terletak pada skrotum. 6).

Hipospadia tipe perineal, yaitu diantara meatus urinarius terletak di perineal pada usia

gestasi minggu ke empat kehamilan terjadi pembentukan genital fold. Pada minggu ke

tujuh terjadi agenesis pada mesoderm sehingga genital tubercel tidak terbentuk.

Hipospadia sering disertai dengan terjadinya kurda ( chordee ) yaitu adanya jaringan

parut berada sepanjang meatus uretra eksterna sampai dengan gland penis karena

tidak adanya kulit preposium bagian ventral, sehingga pada psoisi ventral

7
menyebabkan kurvatura ( lengkungan ) ventral dari penis atau gland penis menjadi

pipih, karena kulit dibagian ventral preposium tidak ada, sebaiknya pada bayi tidak

dilakukan sirkum sisi karena sisi kulit yang ada dapat berguna untuk tindakan bedah

plastik selanjutnya.

Penyebab yang jelas dari hipospadia hingga saat ini belum diketahui, namun dapat

dihubungkan dengan faktor genetik, lingkungan atau pengaruh hormonal. Tidak ada

masalah fisik yang berhubungan dengan hipospadia pada bayi baru lahir dan pada

anak – anak remaja. Kelainan ini hanya terbatas pada uretra anterior sedangkan leher

kandung kemih dan uretra posterior tidak mengalami kelainan dan kontinensia tidak

terganggu. Keluhan miksi tidak terjadi kecuali jika disertai stenosis meatus. Anak

dengan hipospadia berkemih dalam posisi duduk tetapi ada juga yang mau untuk

berkemih berdiri dengan sedikit mengangkat penis keatas. Namun pada orang dewasa

chordee akan menggangu ereksi penis dan menimbulkan kesukaran pada waktu

melakukan hubungan seks, infertilitas dapat terjadi pada hipospadia penoskrotal atau

perinial, dapat timbul stenosis meatus, menyebabkan kesulitan dalam aliran urine,

serta pada hipospadia dapat terjadi radang saluran kencing dan hidronefritis akibat

dari urine yang tehambat keluar.

C. Penatalaksanaan.

Pengobatan hipospadia difokuskan pada tindakan pembedahan. Prinsip yang paling

obyektif dari operasi pembetulan yaitu :

1. Menambah kemampuan anak untuk mempertahankan posisi dengan cara

diluruskan.

2. Memperbaiki penampilan fisik genetalia sebagai alasan psikologis.

3. Melindungi keadekuatan seksualitas orang.

8
Operasi hipospadia sebaiknya dilakukan pada usia prasekolah atau saat usia 1,5 – 2

tahun. Tahap pertama dilakukan pada saat anak usia 1,5 – 2 tahun, koreksi untuk

chodee yaitu chordeetomi penutupan luka operasi dengan preposium bagian dorsal

dan kulit penis bertujuan untuk meluruskan penis. Sedangkan untuk tahab ke dua

dilakukan pada 6 bulan kemudian setelah operasi tahap pertama atau sekitar umur 3 –

5 tahun yaitu tindakan uretroplasi dengan melakukan insisi paralel pada setiap sisi

uretra sampai gland kemudian dibuat pipa dari kulit bagian tengah, lalu uretra yang

terbuka ditutup dengan flap dari kulit preposium lateral. Karena kulit preposium

merupakan bahan yang terbaik untuk uretroplasti.

D. Konsep Tumbuh Kembang dan Dampak hospitalisasi pada anak umur 9

tahun ( anak usia sekolah )

1. Pertumbuhan dan perkembangan.

Menurut Supartini (2004) dan Soetjiningsih (1998) pertumbuhan adalah suatu proses

alamiah yang terjadi pada individu yaitu secara bertahap anak akan terjadi perubahan

dalam besar, jumlah, ukuran atau dimensi tingkat sel, organ maupun individu yang

bisa diukur dengan ukuran berat (gram, poun, kilogram), ukuran panjang (cm, m),

umur tulang dan keseimbangan metabolik (retensi kalsium dan netrogen tubuh).

Pertumbuhan fisik pada anak umur 8 tahun menurut Wong ( 2004 ) antara lain :

penambahan berat badan pertahun 2,5 kg (BB sekitar 19,6 – 39,6 kg) dan ukuran

tinggi badan mencapai 5 cm / tahun (17 – 141,8 cm). Pertumbuhan lingkar kepala

bejalan lambat yaitu dari 50 cm menjadi 52 – 53 cm. Pada akhir masa pertumbuhan

ini lingkar kepala telah mencapai ukuran kepala dewasa. Gigi tetap pertama yaitu

geraham pertama gigi susu mulai tanggal sesuai dengan waktu erupsinya. Pergantian

gigi susu ini berlangsung dengan kecepatan kira – kira 4 gigi pertahun selama lima

9
tahun berikutnya. Pertumbuhan tulang terus berlanjut terlihat pada perluasan sinus

frontalis yang tampak pada umur 7 tahun dan tulang tumbuh lebih cepat dari pada

ligamen.

Kemampuan kemandirian anak akan semakin dirasakan dimana dilingkungan luar

rumah dalam hal ini adalah sekolah cukup besar anak sudah mampu menunjukan

kemampuan penyesuaian diri dengan lingkungan yang ada, rasa tanggung jawab dan

percaya diri dalam tugas sudah mulai terwujud, perkembangan kognitif psikososial,

interpersonal, psikoseksual, moral dan spiritual sudah mulai menunjukan kematangan

pada masa ini. Perkembangan anak pada masa sekolah banyak mengembangkan

kemampuan interaksi sosial, belajar tentang nilai norma dan budaya dari lingkungan

keluarganya dan mulia mencoba mengambil bagian dari kelompok untuk berperan

terjadi perkembangan konsep diri, ketrampilan membaca, menulis dan menggunakan

tulisan sambung, berhitung serta menggambar obyek umum dengan detail dan anak

belajar menghargai disekolah.

2. Dampak hospitalisasi

Menurut supartini (2004) hospitalisasi merupakan suatu proses yang karena suatu

alasan yang berencana atau darurat mengharuskan anak untuk tinggal di rumah sakit,

menjalani terapi dan perawatan sampai pemulangannya kembali kerumah. Berbagai

perasaan sering muncul pada anak yaitu cemas, marah, sedih, takut dan rasa bersalah.

Perawatan anak dirumah sakit memaksa anak untuk berpisah dari lingkungannya yang

dilakukan aman penuh kasih sayang dan menyenangkan. Reaksi anak terhadap stress

akibat sakit dipengaruhi oleh perkembangan usia, pengalaman sebelumnya, suport

sistem, mekanisme koping dalam mengalani stress. Anak usia 9 tahun (anak usia

sekolah) anak terjadi kehlangan kontrol akibat dirawat di rumah sakit karena adanya

10
pembatasan aktivitas. Hal ini dapat berdampak pada perubahan peran dalam keluarga,

anak kehilangan kelompok sosialnya karena ia biasa melakukan kegiatan bermain

atau pergaulan sosial, perasaan takut mati dan adanya kelemahan fisik. Reaksi

terjadap perlukaan atau rasa nyeri akan ditunjukan dengan ekspresi baiksecara verbal

maupun nonverbal karena anak sudah mampu mengkomunikasikanya. Anak usia

seklah sudak mampu mengontrol perilakukanya jika merasa nyeri, yaitu dengan

menggit dan memegang sesuatu dengan erat.

E. Pengkajian

Pengkajian pada klien hipospadia menurut Morgan (1999), (Fitri Purwanto, 2001).

dan Suriadi (2001) dibagi menjadi dua yaitu :

1. Perioperatif dengan pemeriksaan

genitalia antara lain palpasi abdomen untuk melihat adanya distensi boulder atau

pembesaran pada ginjal, kaji fungsi perkemihan, tidak adanya kulit propesium

ventral, lubang atau lekukan ada pada ujung penis, gland penis berbentuk seperti

sekop atau pipih, kemungkinan adanya chordee (melengkungya penis) dengan

atau tanpa ereksi, terbukanya uretra pada ventral.

2. Pos operatif, pemeriksaan geneta

urinaria antara lain pembengkakan pada penis, perdarahan pada tempat operasi

dan disuria. Pada sistem neurologi antara lain lebih cepat marah dan gelisah.

Pemeriksaan diagnostik untuk klien hipospadia yang dilakukan sebelum

pembedahan yaitu laboratorium (HB, HT, BT, CT) dan pemeriksaan fungsi paru.

F. Diagnosa Keperawatan.

11
Berdasarkan analisa data menurut Morgan (1999), Suriadi (2001) dan Fitri Purwanro

(2001) ditemukan diagnosa keperawatan sebagai berikut :

1. Peri operatif

a. Cemas ( anak dan orang tuan ) berhubungan dengan prosedur

pembedahan ( uretroplasti ).

b. Perubahan eliminasi retensi urine berhubungan dengan

obstruksi mekanik ( letak meatus uretra tidak pada tempat yang normal ).

2. Pos operatif

a. Resiko tinggi terjadi infeksi ( saluran urinaria ) berhubungan

dengan tempat pemasangan kateter.

b. Nyeri berhubungan dengan post prosedur pembedahan,

tindakan invasi pemasangan kateter.

c. Resiko injuri berhubungan dengan terlepasnya keteter atau

kateter berubah posisi.

d. Cemas ( orang tua ) berhubungan dengan bentuk penis anak

setelah operasi.

e. Resiko tinggi kurangnya volume caira berhubungan dengan

NPO, muntah, bliding, hipermetabolisme ( proses penyembuhan luka ) luka

insisi atau operasi.

f. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma operasi,

kateter klamping.

g. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan perawatan

dirumah.

G. Perencanaan.

12
Setelah diagnosa keperawatan ditemukan, dilanjutkan dengan perencanaan dan

evaluasi setiap diagnosa keperawatan menurut Morgan (1999), Suriadi (2001) dan

fitri Purwanto ( 2001 ) adalah sebagai berikut :

1. Perioperatif

a. Cemas (anak dan orang tuan)

berhubungan dengan prosedur pembedahan ( uretroplasti ).

Tujuan : cemas anak dan orang tua berkurang.

Kriteria evaluasi : menyatakan mengerti tentang prosedur pembedahan.

Intervensi : 1). Jelaskan pada anak dan orang tua tentang prosedur

pembedahan dan perawatan pre operatif. 2). Gunakan gambar – gambar dan

mainan ketika menjelaskan pada anak. 3). Jelaskan bahwa pe,bedahan untuk

memperbaiki tempat dari terbukanya uretra. 4). Jelaskan bahwa akan dipasang

kateter urinaria dan anak diharusk menahan untuk mencegah terleasnya

kateter.

b. Perubahan eliminasi retensi

urine berhubungan dengan obstruksi mekanik ( letak meatus uretra tidak pada

tempat yang normal ).

Tujuan : mencegah terjadi distensi bladder.

Kriteria evaluasi : 1). Nyeri diatas poubis tidak ada. 2) buang air kecillancar.

3) distensi bladder tidak ada. 4). Urine output cukup 1 - 2 cc/ kgBB.

Intervensi : 1). Anjurkan pasiebn untukselalu mengosongkan kandung kemih.

2). Observasi aliran urine, catat ukuran dan tekanan. 3). Palpasi dan perkusi

area supra pubis. 4). Monitor TTV. 5). Monitor catat dan dokumntasi jumlah

tiap pengosongan bladder.

13
2. Pos operatif

a. Resiko tinggi terjadi infeksi ( saluran urinaria )

berhubungan dengan tenpat pemasangan kateter.

Tujuan : anak menunjukan bebas dari infeksi.


0
Kriteria evaluasi ; hasil analisa urine normal dan suhu tubuh dibawah 37,8

C.

Intervensi : 1). Pertahankan aliran kateter, yakinkan selang bebas dari

sumbatan dan tekukan. 2). Gunakan tehnik aseptik ketika mengosongkan

kantong kateter. 3). Monitor urine anak adanya kekeruhan atau sedimentasi

juga cek verban operasi terhadap adanya kotor bau dan cairan purulen, segera

laporkan tanda – tanda tersebut ke dokter. 4). Anjurkan anak untuk minum

sebanyak 60 ml / jam. 5). Berikan anti biotik untuk mencegah infeksi, monitor

anak terhadap efek terapi dan reaksi obat yang tidak baik. 6). Monitot intake

dan output ( pemasukan danpengeluaran, 7). Mionitor TTV. 8). Kaji urine,

drainase, purulen, bau dan warna.

b. Nyeri berhubungan dengan post prosedur pembedahan

kateter invasi.

Tujuan : anak menunjukan rasa nyaman.

Kriteria hasi : 1). Pemberian anlgetik sesuai program. 2). Perhatikan setiap

saat posisi kateter. 3). Pengaturan posisi tidur anak. 4). Pastikan kateter pada

posisi yang tepat dan bebas dari lekukan.

c. Resiko injuri berhubungan dengan terlepasnya keteter

atau kateter berubah posisi.

Tujuan : anak akan bebas dari injuri.

14
Kriteria hasil : pemasangan kakteter tetap bertahan hingga dilepas oleh dokter

atau perawat.

Intervensi :1). Pastikan kateter pada anak dengan posisi yang benar dan tidak

lepas. 2). Gunakan restrain atau pengaman yang tepat pada saat anak tidur atau

gelisah. 3). Gunakan ayunan tempat tidur untuk mencegah linen dari kontak

kateter dan penis.

d. Cemas (orang tua) berhubungan dengan bentuk penis

anak setelah operasi.

Tujuan : cemas orang tua berkurang ditunjukan dengan perasaan mereka

tentang kekurangan anaknya.

Intervensi : 1) anjurkan orang tua untuk mencurahkan perasaan dan tentang

kekurangan anaknya. Fokuskan pada pertanyaan seksual dan reproduksi. 2).

Bantu orang tua mengetahui proses berduka dengan tepat. 3). Tunjukan orang

tua untuk memiliki dukungan kelompok jika diperlukan.

e. Resiko tinggi kurangnya volume caira berhubungan

dengan NPO, muntah, bliding, hipermetabolisme (proses penyembuhan luka)

luka insisi atau operasi.

Tujuan : volume cairan adekuat atau dapat dipertahankan, kehilangan cairan

tidak lebih dari 2 % dari BB.

Kriteria hasil : 1). Urine out put 1- 2 /kgBB/jam, tidak pekat. 2). Kapiler refill

kurang dari 3 detik. 3). Membran mukosa dalam batas normal. 4). TTV dalam

batas normal. 5). Selaput membran normal. 6). Turgor kulit baik. 7). Tidak ada

muntah. 8). Balance cairan intake dan out put.

Intervensi : 1). Monitor intake dan output setiap 1 jam (hitung balance dalam

24 jam). 2). Evaluasi adanya tanda – tanda dehidrasi (catat turgor kulit,

15
pengisian kapiler, membran mukosa, kekentalan urine). 3). Observasi jumlah

dan karakteristik munah. 4). Pasang IV line sesuai dengan instruksi. 5).

Pertahankan ketat dan akurat intake dan output. 6). Kaji perfusi jaringan. 7).

Kaji TTV tiap 1 -2 jam. 8). Timbang BB tiap hari. 9). Kolaborasi dalam

memonitor hasillaboratorium seperti HB, HT, LED. 10). Berikan kalium

clorida (Kcl 10 mEg dalam 500 cc cairan N4).

f. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma

operasi, kateter klamping.

Tujuan : output urine normal selama 24 jampost operasi.

Kriteria hasil : produksiurine lancar, tidak terdapat perdarahan intrauretra.

Intervensi : 1). Pertahankan ketat intake dan output. 2). Monitor output setiap

8 jam. 3). Periksa kepatenan kateter. 4). Periksa warna produksi drainase

setiap 4 – 8 jam. 5). Irigasi kateter jika oklusi pada lumen kateter. 6). Kaji

abdomen dan bladder distensi. 7). Kaji tingkat nyeri.

g. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan

perawatan dirumah.

Tujuan : orang tua mengerti tentang perawatan dirumah dan dapat

mendemonstrasikan prosedur perawatan di rumah.

Intervensi : 1). Ajarkan orang tua tentang tanda dan gejala infeksi saluran

urinaria atau nsis, antara lain pemingkatan suhu tubuh, urine keruh dan

terdapat cairn purulen pada daerah insisi. 2). Ajarkan orang tua bagaimana

perawatan tentang kateter dan penis antara lain bersihkan sekitar kateter,

kosongkan kantong urine dan pastikan kateter aman, jelaskan pentingya

memonitor warna dan bersihan urine. 3). Jelaskan kepada orang tua untuk

menjaga anak saat menaiki sepeda atau kuda goyang. 4). Sebagai persiapan

16
ajarkan orang tua tujuan dan penggunaan antibiotik atau obat – obatan untuk

distensi bladder (neferidine, hidrokloride, asetaminofen) termasuk d osis yang

tepat danpotensial efek yang tidak baik.

H. Implementasi.

Menurut patricia A Poter ( 2005 ) implementasi merupakan komponenn dari proses

keperawatan untuk mencapai tujuan dan hasil yang diperkirakan dari asuhan

keperawan anggota team kesehatan lainnya. Implementasi dari rencana asuhan

keperawatan mengikuti komponen perencanaan dari proses keperawatan.

Implementasi mencakup melakukan, membantu atau mengarahkan kinerja aktivitas

kehidupan sehari – hari, memberikan arahan keperawatan utnuk mencapi tujuan yang

berpusat pada klien, mengevaluasi kerja anggota staf dan mencatat serta melakukan

pertukaran informawsi yang relefan dengan keperawatan kesehatan berkelanjutan dari

klien.

Komponen pelaksanaan dari proses keperawatan terdiri dari 5 tahap antara lain :

1. Mengkaji ulang.

Pengkajian adalah suatu proses yang berkelnjutan yang mungkin di fokuskan

hanya pada satu dimensi atau sistem. Fase pengkajian ulang terhadap komponen

implementasi memberikan mekanisme bagiperawat untuk menentukan apakah

tindakakan keperawatan yang diusulakan masih sesuai.

2. Menelah dan memodifikasi rencana asuhan keperawatan yang ada.

Perawat menelaah rencana asuhan dan membandingkanya dengan data pengkajian

untuk mengvalidasi diagnosa keperawatan yang di nyatakan dan menentukan

apakah intervensi keperawatan yang paling sesuai untuk situasi klinis saat itu.

3. Mengidentifikasi bidang bantuan.

17
Beberapa situasi keperawatan mengharuskan perawat untuk mencari bantuan.

Bantuan dapat berupa tambahan tenaga, pengetahuan atau ketrampilan

keperawatan.

4. Mengimplementasi intervensi keperawatan.

Perawat memilih intervensikeperawatan sesuai dengan prioritas masalah, metode

untuk mencapai tujuan asuhan keperawatan yaitu :

a. Membantu dalam melakukan aktivitas kehidupan sehari – hari.

b. Mengusulkan dan menyuluh klien dan keluarganya.

c. Memberi asauhan keperawatan secara langsung.

d. Mengawasi dan mengevaluasi kerja anggota staf lainnya.

Praktek keperawatan terdiri atas ketrampilan kognitif, interpersonal dan

psikomotor ( teknis ). Perawat bertangguang jawab untuk mengetahui kapan

salah satu darimetode ini lebih dibutuhkan dari metode lainya dan untuk

mempunyai pengetahuah teoritis yang diperlukan serta ketrampilan psiko

motor untuk mengimplementasi setiap intervensi.

5. Mengkomunikasikan intervensikeperawatan.

Intervensikeperawqatan dapat dikomunikasikan baik secara verbal maupun

nonverbal. Komunikasi secara nonverbal dilakukan setelah perawat

melakukan implementasi atau tindakan dengan menuliskan dalam catatan

leperawatan klien secara diskriptif singkat dari pengkajian

keperawatan,prosedur spesifik dengan respon klien terhadap asuhan

keperawatan. Intervensi keperawatan juga dikomunikasikan secara verbal

dengan cara mendelegasikan implementasikan kepada tenaga kesehaan lain

termasuk memastrikan bahwa orang yang didelegasikan trampil dalam tugas

dan dapat menyelesaikan tugas sesuai dengan standar keperawatan

18
I. Evaluasi.

Menurut Doengoes ( 1995 ) tahap akhir dariproses keperawatan adalah mengevaluasi

respon klien terhadap perawatan yang diberikan untuk memastikan bahwa hasil yang

diharapkan telah tercapai.

Sedangkan menurut Nursalam ( 2001 ) evaluasi adalah tindakan intelektual untuk

melengkapi proses keperawatan yang menandakan seberapa jauh diagosa

keperawatan, rencana indakan dan pelaksanaannya sudah berhasil dicapai. Tujuan dari

evaluasi adalah untuk melihgat kemampuan klien dalam mencapai tujuan, sehingga

perawat dapat mengambil keputusan :

a. Mengakhiri rencana tindakan keperawatan (klien telah mencapai

tujuan yang telah ditetapkan).

b. Memodifikasi rencana tindakan kekeperawatan (klien mengalami

kesulitan untuk mebncapi tujuan).

c. Meneruskan rencana tindakan keperawatan klien memelukan

waktu yang lama untuk mencapai tujuan.

Proses evaluasi terdiri dari 2 tahap yaitu tahap mengukur pencapaian tujuan klien

yang terdiri dari komponen kognitif, afektif, psikomotor dan perubahan fungsi tubuh

serta gejala. Sedangakan tahap kedua adalah tahap penentuan keputusan pada tahap

evaluasi. Dalam tahap yang kedua ini terdapat 2 komponen untuk mengevaluasi

kualitas tindakan keperawatan yaitu evaluasi proses ( formatif ) dan

evaluasi hasil ( sumatif.)

a. Evaluasi proses.

Fokus tipe evaluasi ini adalah aktivitas daripeoses keperawatan dan hasil

kualitas pelayanan tindakan keperawatan, evaluasi proses harus dilaksanakan

19
segera setelah perencanaan keperawatan dilaksanakan untuk membantu

keefektifan terhadap tindakan dan harus dilakukan secara terus menerus sampai

tujuan yang telah ditentukan tercapai.

b. Evaluasi hasil.

Fokus evaluasi hasil adalah perubahan perilaku atas status kesehatan klien pada

akhir tindakan keperawatan

BAB III

TNJAUAN KASUS

Pada bab ini penulis akan membahas tentang asuhan keperawatan pada klien yang

dirawat di ruang perawatan anak lantai I perawatan anak. Dalam memberikan asuhan

keperawatan pada klien tersebut, pendekatan yang digunakan adalah proses

keperawatan yang meliputi pengkajian, diagnosa keperawatan, perencanaan,

pelaksanaan, dan evaluasi.

A. Pengkajian

Pengkajian dilakukan pada tanggal 30 Juli 2008 dengan diagnosa medik Hipospadia

di lantai I instalasi perawatan anak RSPAD Gatot Soebroto. Klien masuk perawatan

pada tanggal 08 Januari 2008 dengan nomor register 28-56-52, dan diperoleh data

sebagai berikut :

1. Data Biografi

a). Identitas klien

20
Klien bernama An.H, tanggal lahir 24 Januari 1999. umur 9 tahun, jenis

kelamin laki - laki, agama islam, suku bangsa jawa, pendidikan SD.

b). Identitas Orang Tua

Ibu klien bernama Ny. S, usia 32 tahun, pendidikan terakhir SMA, pekerjaan

ibu rumah tangga, agama islam, suku bangsa jawa, alamat klien jalan ds. piasa

kulon Rt 03/ 01 banyumas. Ayah klien bernama Tn R, usia 35 tahun,

pendidikan terakhir SMA, pekerjaan sebagai anggota TNI-AD (Angkatan

Darat), agama Islam, suku bangsa jawa, alamat klien jalan ds. piasa kulon Rt

03/ 01 banyumas.

2. Resume

Klien bernama An H,umur 9.5 tahun masuk melalui perawatan Ika pada tanggal 26

juni 2008 pulul 09.00 WIB melalui poli anak RSPAD Gatot Soebroto dengan

diagnosa medis hispospadia rujukan dai RS Banyumas. Klien datang untuk di lakukan

operasi ke dua, sebelumnya klien pernah operasi dengan kasus hipospadia yaitu

dengan jenis operasi pertama yaitu chordec eksisi dan saat ini akan di lakukan operasi

kedua yaitu urethroplasty pada tanggal 27 juni 2008. klien di lakukan operasi jenis

pembedahan urethroplasty,kemudian klien di lakukan perawatan lebih lanjut di Ika

lantai 1. Pada tangal 30 juni 2008 di lakukabn pengkajian pemeriksaan fisik yang di

temukan ialah kecadaran klien compos mentis, tampak ada luka post op hari ke 4 di

penisnya,luka tampak mengering.klien terpasang kateter sejak tanggal 27 juni 2008

pada daerah luka op dan pemasangan kateter tidak ada tanda-tanda infeksi( panas,

bengkak,sakit panas) terdapat luka di daerah punggung, kulit daerah punggung

tampak lecet dan merahbadan kllien tampak kotor dan lengket, rambut klien kotor

mulut klien bau belum gosok gigitindakan yang sudah di lakukan yaitu mengukur ttv :

21
110/ 80 mmhg, n: 90 x/ mnt, sh: 36 c,rr 24 x/ mnt, memberikan klien minum air putih,

obat antibiotik amocilin 3x250 mg sesuai programm,injeksi menjadi terapi oral yaitu

amocilin 3x 250 mg, pct 3x250 mg, fisiliam 3 x1/2 tablet dan salep kemicitin sesuai

program .jaga kebersihan tempat tidur dan laken bersih, bantu ADL klien.berdasarkan

data diatas temukan 3 masalah keperawatan yaitu riiko infeksi, kerusakan integritas

kulit dan defisit perawatan diri semua masalah belumteratasi.

3. Riwayat Kesehatan Masa Lalu

a. Riwayat Kehamilan dan Kelahiran

1). Antenatal

Kesehatan ibu waktu hamil tidak mengalami hiperemesis gravidarum,

perdarahan pervagina, anemia, penyakit infeksi, pre eklamsi atau eklamsi. Pada

saat kehamilannya Ny. S memeriksakan kehamilannya secara teratur oleh dokter

di rumah sakit dan telah mendapatkan imunisasi tetanus toxoid sebanyak dua

kali

2). Masa Natal

Usia kehamilan saat kelahiran 37 minggu 9 hari, cara persalinan normal,

ditolong oleh dokter, keadaan bayi saat lahir terdapat kelainan penisnya bengkok

.BBL 3000gram,panjang badan 37,lingkar kepala 27 cm.

3). Masa Neonatal

Ibu mengatakan anaknya ada kelainan bawaan terdapat penisnya bengkok, tidak

ada ikterus, tidak ada kejang, paralysis, perdarahan, tidak ada trauma

persalinan, penurunan berat badan. Asi diberikan selama 2 tahun.

b. Riwayat Pertumbuhan dan Perkembangan

22
Ibu klien mengatakan pertumbuhan anaknya baik. Pada usia 9.5 tahun tahun

pada saat dikaji, berat badan klien 28 kg, tinggi badan 120 cm. Lingkar lengan

atas 21 cm, lingkar kepala 51 cm . Namun saat di rumah sakit klien makan

disuapi. Ibu mengatakan sebelum sakit klien aktif dan ceria bermain dengan

temanya.

c. Penyakit-penyakit yang perah diderita

Ibu klien mengatakan selama ini klien tidak pernah mengalami sakit yang serius,

tetapi hanya panas biasa,hipospadia

d. Perah dirawat di Rumah Sakit

Orang tua klien mengatakan, klien pernah di operasi hispospadia pertama kali

pada tahun 2007 dan klien pernah sakit hipospadia di rawat di Banyumas

e. Obat-obatan

Menurut orang tua , klien mengatakan tidak ada obat- obatan yang di minum

secara rutin .

f. Tindakan

Ibu klien mengatakan klien pernah di operasi untuk meluruskan penis anaknya

sejak tahun 2007

g. Alergi

Orang tua mengatakan, klien tidak ada alergi terhadap obat, makanan,

lingkungan, dan binatang.

h. Kecelakaan

Orang tua mengatakan, klien tidak pernah mengalami kecelakaan.

I. Imunisasi

23
Orang tua mengatakan klien sudah di berikan imunisasi lengkap dari puskesmas

yaitu telah mendapat imuisasi BCG, DPT I, DPT II, DPT III, Hepatitis B I, II,

III, Polio I, II, III, Campak.

j. Kebiasaan sehari-hari sebelum dirawat

Ibu klien mengatakan sebelum sakit klien aktif, sering bermain bersama

temanya

1). Ibu klien mengatakan sejak lahir klien diberi ASI selama 2 tahun, waktu

pemberian tidak tentu, klien diberi susu formula. Jenis susu formula yang

diberikan saat ini yaitu Milo. Makanan padat/tambahan mulai diberikan pada

usia 6 bulan., diberikan secara bertahap.Jenis vitamin yang diberikan tidak ada.

Orang tua klien mengatakan klien makan dengan frekuansi 3X/hari, jenis

makanan yang diberikan yaitu nasi, sayur, lauk-pauk dan buah. Makanan yang

disenangi yaitu telur ditambah dengan bakso, jeruk, papaya, anggur. Tidak ada

alergi terhadap makanan. Kebiasaan makan. Klien memiliki kebiasaan makan

bersama dengan keluarga . Jumlah minum klien dalam satu hari sebanyak 2500

cc, frekuensi minum 7-9 kali dalam sehari. Tidak ada kebiasaan minum teh

2). Pola tidur

Ayah klien mengatakan, klien tidur siang selama 2 jam mulai pukul 13.00 WIB

sampai pukul 15.00 WIB, lama tidur malam 9 jam mulai pukul 09.00 WIB

sampai 06.00 WIB. Tidak ada kelainan waktu tidur. Kebiasaan anak menjelang

tidur membaca komik. Kebiasaan yang membuat anak nyaman saat tidur yaitu

tidak ada.

3). Pola Aktifitas/Latihan/Bermain/ Hoby

24
Klien mengatakan sebelum sakit klien bermain bersama temanya . Klien juga

mengatakan bahwa dirinya hobi bulu tangkis

4). Pola Kebersihan Diri

klien mengatakan klien mandi 2X/hari menggunakan sabun. Oral hygiene 2X /

hari pada pagi dan sore hari menggunakan pasta gigi, cuci rambut 3X dalam

seminggu, dibantu. Klien sudah bisa memakai berpakaian sendiri.

5). Pola Eliminasi

Ibu klien mengatakan klien BAB 3X dalam seminggu, waktunya tidak tentu,

warna feses kuning, bau khas. Konsistensi lembek, tidak menggunakan laksatif,

tidak ada kebiasaan khusus pada waktu buang air besar. Klien buang air kecil 5-

6 X/hari, warna kuning jernih, ada keluhan yang berhubungan dengan buang air

kecil dengan penis dan tidak ada kebiasaan mengompol.

6). Kebiasaan Lain

Ibu klien mengatakan klien tidak memiliki kebiasaan menggigit jari, menggigit

kuku, menhidap jari, mempermainkan genital dan mudah marah.

7). Pola Asuh

Ibu klien mengatakan semenjak lahir hingga saat ini klen tinggal bersama kedua

orang tuanya. Klien diasuh oleh ibunya sendiri

4. Riwayat Kesehatan Keluarga

25
a). Genogram

61 th 60 th 50 th
Tdk tahu Sehat 70 th

32 th 35 th
Sehat Sehat

9th

Keterangan :
: Laki - Laki
: Perempuan

: Klien
: Meninggal

: Tinggal serumah

: Menikah

b). Riwayat Penyakit Keluarga

Ibu klien mengatakan anggota keluarga yang lain tidak ada yang menderita

penyakit yang sama.

c). Koping Keluarga

Koping keluarga terhadap anak yang sakit, ayah dan ibu klien memiliki koping

yang adaptif karena ibu klien menerima kenyataan penyakit anaknya, dan orang

tua klien percaya bahwa penyakit klien dapat disembuhkan.

26
d). Sistem Nilai

Tidak ada kepercayaan yang bertentangan dengan kesehatan.

e). Spiritual

Keluarga klien selalu berdoa utuk kesembuhan anaknya.

5. Riwayat Kesehatan Lingkungan

Orang tua klien mengatakan tempat tinggalnya dekat jalan raya,jauh dari pasar

dan pabrik serta tempat pembuangan sampah. Jika klien bermain didalam rumah ,

ventilis rumah cukup. Orang tua klien mengatakan dirumah terdapat tempat

penampungan air bersih, tempat minum burung dan bak mandi. Menurut orang tua

klien, di tempat tersebut

6. Riwayat Kesehatan Sekarang

a. Riwayat penyakit sekarang

Klien masuk rumah sakit pada tangga 27 Juni 2008 dengan keluhan susah BAK.

b. Pengkajian Fisik secara Fungsional

1). Data Klinik

DS : Klien mengatakan tidak nyaman karena pemasangan kateter.

27
DO : Suhu tubuh klien 36,90C, nadi 80 X/menit, pernafasan 22X/menit, tekanan

darah 100/70 mmHg, kesadaran composmentis, lingkar lengan atas 22 cm.

Keadaan umum baik.

2). Nutrisi

DS : Ibu klien mengatakan nafsu makan anaknya baik. Tidak terjadi penurunan

berat badan, BB sebelum sakit 28 kg, BB saat ini 28 kg,. Klien makan

3X/hari, porsi makan habis 1 porsi, klien tidak muntah.

DO : mukosa mulut klien kering, tidak terdapat lesi pada bibir, kelembaban bibir

klien kering, tidak ada bibir sumbing, tidak ada perdarahan pada gusi, lidah

tidak kotor.

3). Respirasi/Sirkulasi

DS : Orang tua klien mengatakan klien tidak sesak nafas, batuk tidak produktif,

tidak ada sakit dada.

DO : Suara nafas vesikuler, batuk kering(non produktif), tidak ada batuk darah

(hemaptu), tidak ada sputum, tidak ada ikterus, tidak ada sianosis, tidak

menggunakan otot bantu napas, tidak ada pernapasan cuping hidung,

terdapat edema palpebra, tidak ada palpitasi, capilary refil 3 detik,

temperatur suhu 36,90c

4). Eliminasi

DS : klien mengatakan perutnya tidak kembung dan tidak mules.

DO : Abdomen klien tidak kembung, bising usus 18X/menit.

BAB

28
DS : orang tua klien mengatakan klien BAB 1X/hari, konsistensi lembek, warna

kuning, tidak ada hipospadia

.DO : Warna feses kuning, tidak ada lendir, konsistensi lembek, frekuensi

1X/hari.

BAK.

DS : klien mengatakan dipasang selang kateter

DO : Urine klien tidak pekat, warna kuning jernih, bau khas, menggunakan

kateter, tidak ada irtasi pada daerah anus, tidak ada atresia ani.

5). Aktifitas dan Latihan

DS : Orang tua klien mengatakan tingkat ketahanan klien baik, kemampuan

untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari masih dibantu oleh keluarga, tidak ada

kekakuan pada sendi. Klien mengatakan badannya lemas.

DO : Saat ini klien bedrest karena klien terpasang kateter dan semua aktifitas

di bantu oleh orang tua klien

6). Sensori Persepsi

DS : Orang tua klien mengatakan pendengaran dan penglihatan anaknya baik.

DO : Reaksi terhadap rangsangan baik, orientasi baik, reaksi kedua pupil

terhadap cahaya positif, konjungtiva ananemis, pendengaran baik, penglihatan

baik.

7). Konsep Diri

DS : klien mengatakan malu dengan penisnya

DO : Kotak mata ada, postur tubuh tegap, perilaku klien saat ini kurang mandiri.

29
8). Tidur / Istirahat

DS : Orang tua klien mengatakan klien tidur nyenyak, kadang-kadang

ternamgum untuk buang air kecil, tidak ada gangguan waktu tidur.

DO : Tidak ada tanda-tanda kurang tidur.

9). Seksualitas / Reproduksi

DS : -

DO : -

c. Dampak Hospitalisasi

Semenjak klien masuk rumah sakit, anak bisa beradaptasi dengan lingkungan RS

dan tidaktakut dengan petugas kesehatan

d. Tingkat Perkembngan saat ini

1). Motorik Kasar

Tingkat perkembangan saat ini klien sudah mampu berlari,naik sepeda

beroda 2

2). Motorik halus

Klien sudah dapat berhitung, menggambar ,membaca dan menulis dengan

huruf sambung.

3). Bahasa

Anak sudah lancar berbicara

4). Sosialisasi

Sosialisai anak dengan orang lain baik

7. Pemeriksaan Penunjang

30
Hasil pemeriksaan Laboratorium tanggal 26 Januari 2008

Hematologi

Hemoglobin :13, 3 (13-18 gr/dl)

Hematokrit : 40 (40-52%)

Eritrosit : 4.7 (4,3-6,0 juta / ul)

Leukoist : 4800 (4.500-13.500 /ul)

Trombosit : 344000 (150.000-400.000 /ul)

MCV : 78 (80-96 fl)

MCH : 27 (27-32 pg)

MCHC : 34 (32-36 gr/dl)

BT :2’00” (1-3 menit)

CT :4’00” (1-6 menit)

MCV : 78 (80 – 96 fl)

MCH : 27 (27 – 32 pq)

8. Penatalaksana

Therapy:

Amoxilin : 3 X 250 tablet

PCT : 3 X 250 tablet

Fisiliam : 3 X 1/2 tablet

Salep kemicetin : 3 x/hari sesuai program untuk perawatan luka

DATA FOKUS

Data subyektif : Klien mengatakan kulit daerah punggung merah, lecet. Klien

mengatakan an. H gatal- gatal di daerah punggung, klien mengatakan semenjak di

31
rumah sakit belum keramas, belum sikat gigi, klien mandi hanya dilap sebanyak 2x

hari oleh orang tua.

Data obyektif : Klien tampak kulit daerah punggung merah, lecet. Klien mengatakan

an. H gatal- gatal di daerah punggung, kulit daerah punggung tampak bersisik, kulit

sekitar luka tampak kemerahan , badan klien tampak kotor dan lengket, mulut klien

tampak kotor dan bau, rambut klien kotor,segela kebutuhan ADL di batuh oleh

ibunya.Daerah luka post opst tampak mulai mengering, klien terdapat luka post op

hari ke 4 di luka penis,derah luka post dan pemasangan kateter sejak tanggal 27 Juli

2008, daerah pemasangan kateter tidak ada tanda – tanda infeksi ( merah, bengkak,

panas ), klien berhati – hati saat melakukan gerakan terutama ekstremitas bawah. TTV
0
: T : 100/70 mmHG, S : 36,9 C, N : 90 x/mnt, RR : 20 x/mnt. Hasil pemeriksaan

Laboratorium tanggal 26 Juni 2008

Leukoisit :4800 (4.800-13500)

Analisa Data

NO DATA PROBLEM ETIOLOGI


1 DS Resiko Inpeksi Masuknya

DO : Daerah luka post opst mikroorganisme

tampak mulai mengering, sekunder terhadap

klien terdapat luka post op Luka post op dan

hari ke 4 di luka tindakan invasif

penis,derah luka post pemasangan kateter.

urethrplasty pemasangan

32
kateter sejak tanggal 27

Juni 2008,daerah

pemasangan kateter tidak

ada tanda – tanda infeksi

( merah, bengkak, panas ),

klien berhati – hati saat

melakukan gerakan

terutama ekstremitas

bawah. TTV : T : 100/70

mmHG, S : 36,9 0 C, N : 90

x/mnt, RR : 20 x/mnt. Hasil

pemeriksaan Laboratorium

tanggal 26 Juli 2008

Leukoisit :480

0 (4.800-13500)

TTV : Td : 100/80mmHG,
0
S : 36 C, N : 90x/mnt,

RR : 24x/mnt.

DS : Orang tua klien

mengatakan kulit daerah Tekanan tira baring

2 punggung An. H merah, Kerusakan integritas kulit yang lama

lecet. orang tua klien

mengatakan An. H

menggaruk -garuk

33
punggung .orang tua klien

mengatakan An. H gatal-

gatal di daerah punggung,

kulit daerag punggung

tampak bersisik

DO : : Klien tampak kulit

daerah punggung merah,

lecet. Orang tua klien

tampak menggaruk -garuk

punggung .An. H tampak

gatal- gatal di daerah

punggung,kulit daerag

punggung tampak bersisik

DS : Klien mengatakan

semenjak di rumah sakit Keterbatasan

3 belum keramas, belum sikat Defist perawatan diri aktifitas

gigi, klien mandi hanya

dilap sebanyak 2x hari oleh

orang tua

DO : badan klien tampak

kotor dan lengket, mulut

klien tampak kotor dan bau,

rambut klien kotor,segela

kebutuhan ADL di batuh

34
oleh ibunya.

DS: Klien mengatakan

tidak nyaman dipasang

katete Tindakan invasif

4 DO: terpasang kateter sejak Resiko injuri pemasangan kateter

tanggal 27 Juli 2008. atau pengangkatan

klien berhati – hati saat kateter

melakukan gerakan

terutama ekstremitas

bawah.

Diagnosa keperawatan

1. Risiko terjadinya inpeksi berhubungan dengan masuknya

mikroorganisme sekunder terhadap luka operasi dan tindakan pemasangan

invasif kateter

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Tekanan tira baring

yang lama

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan

aktivitas

4. Resiko injury berhubungan dengan tindakan invasif pemasangan

kateter atau pengangkatan kateter.

Perencanaan, tindakan evaluasi.

1. Risiko terjadinya inpeksi berhubungan dengan masiknya

mikro organisme sekunder terhadap luka operasi dan tindakan pemasangan invasif

kateter

35
Tujuan : setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan

risiko inpeksi tidak terjadi

Kriteria hasil : 1).Luka tampak kering dan membaik. 2). daerah luka post ops dan

pemasangan kateter tidak ada tanda-tanda infeksi (merah , sakit, bengkak). 3).

TTV dalam batas normal.

Intervensi : a). ukur TTV klien tiap 8 jam. b). Kaji tanda- tanda daerah operasi

terhadap tanda – tanda infeksi c.) Observasi adanya nyeri d). lakukan perawatan

luka dengan teknik aseptik / antibiotik dengan menggunakan salep kemicitin 3 x /

hari sesuai program.

e) kaji status nutrisi. g) Beri antibiotik amocilin 3x 250 mg secara oral sesuai

program. f) pantau hasil laboratorium khususunya leukosit. h) anjurkan klien

untuk banyak minum air putih.

Implementasi

Tanggal 30 januari

Pukul 10.00 wib mengukur TV hasil : TD 100/ 80 mmhg, N: 90 x/ mnt., RR: 24 x/

mnt, SH: 36 C. pukul 11.00 wib melakukan perawatan luka menggunakan salep

kemacitin hasil : luka post ops klien tampak kering dan bersih. Pukul 12.30 wib

mengkaji tanda -tanda nyeri hasil : klien mengatakan tidak sakit pada daerah luka

post ops dan ekspresi wajah tampak tenang. Pukul 13.00 wib memberikan obat

amoxicilin 250 mg secara oral sesuai program hasil: obat masuk, klien tidak ada

tanda-tanda alergi (merah , gatal-gatal), tidak muntah. Pukul 14.00 wib mengukur

TV hasil : TD 100/ 70 mmhg, N: 84 x/ mnt., RR: 20 x/ mnt, SH: 36 C. Pukul

14.30 wib mengkaji tanda- tanda daerah operasi terhadap tanda – tanda infeksi

hasil : daerah operasi tidak ada tanda – tanda operasi (merah, bengkak, panas).

36
Pukul 1500 wib melakukan perawatan luka menggunakan salep kemacitin hasil :

luka post ops klien tampak kering dan bersih. Pukul 17.00 wib melakuakn

perawatan luka dengan teknik antiseptik dan antobiotik dengan menggunakan

salep kemicitin hasil: luka post ops tampak kering didaerah penis dan bersih.

Pukul 18.00 wib mengkaji status nutrisi klien hasil: klien nafsu makan baik, habis

1 porsi dan klien makan 3 x/ hari dengan nasi, lauk pauk serta sayuran . pukul

19.30 wib menganjurkan klien untuk minum air putih hasil: klien mau minum air

putih. Pukul 20.00 wib mengkaji ada tanda-tanda nyeri luka post ops hasil : klien

mengatakan tidak akit pada daerah luka post op dan ekspresi wajah tampak rileks

pukul 20.30 wib melakukan perawatan luka menggunakan salep kemacitin hasil :

luka post ops klien tampak kering dan bersih. 20.55 wib memberikan obat

amoxicilin 250 mg secara oral sesuai program hasil: obat masuk, klien tidak ada

tanda-tanda alergi (merah , gatal-gatal), tidak muntah. Pukul 22.00 wib mengukur

TV hasil : TD 100/ 80 mmhg, N: 88 x/ mnt., RR: 20 x/ mnt, SH: 36,5 C.

Tanggal 1 Juli 2008

Pukul 08.00 wib mengukur TV hasil : TD 100/ 70 mmhg, N: 90 x/ mnt., RR: 24 x/

mnt, SH: 36,7 C. pukul 09.00 wib melakukan perawatan luka menggunakan salep

kemacitin hasil : luka post ops klien tampak kering dan bersih. Pukul 12.30 wib

mengkaji tanda -tanda nyeri hasil : klien mengatakan tidak sakit pada daerah luka

post ops dan ekspresi wajah tampak tenang. Pukul 13.00 wib memberikan obat

amoxicilin 250 mg secara oral sesuai program hasil: obat masuk, klien tidak ada

tanda-tanda alergi (merah , gatal-gatal), tidak muntah. Pukul 14.00 wib mengukur

TV hasil : TD 100/ 70 mmhg, N: 88 x/ mnt., RR: 20 x/ mnt, SH: 37 C. Pukul

14.30 wib mengkaji tanda- tanda daerah operasi terhadap tanda – tanda infeksi

hasil : daerah operasi tidak ada tanda – tanda operasi (merah, bengkak, panas).

37
pukul 15.00 wib melakukan perawatan luka menggunakan salep kemacitin hasil :

luka post ops klien tampak kering dan bersih. Pukul 17.00 wib melakuakn

perawatan luka dengan teknik antiseptik dan antobiotik dengan menggunakan

salep kemicitin hasil: luka post ops tampak kering didaerah penis dan bersih.

Pukul 19.00 wib mengkaji ada tanda-tanda nyeri luka post ops hasil : klien

mengatakan tidak sakit pada daerah luka post op dan ekspresi wajah tampak

rileks pukul 20.30 wib melakukan perawatan luka menggunakan salep kemacitin

hasil : luka post ops klien tampak kering dan bersih. 20.55 wib memberikan obat

amoxicilin 250 mg secara oral sesuai program hasil: obat masuk, klien tidak ada

tanda-tanda alergi (merah , gatal-gatal), tidak muntah. Pukul 22.00 wib mengukur

TV hasil : TD 100/ 80 mmhg, N: 90 x/ mnt., RR: 24 x/ mnt, SH: 36 C.

Tanggal 2 Juli 2008

Pukul 08.00 wib mengukur TV hasil : TD 100/ 80 mmhg, N: 90 x/ mnt., RR: 20 x/

mnt, SH: 36,7 C. pukul 09.00 wib melakukan perawatan luka menggunakan salep

kemacitin hasil : luka post ops klien tampak kering dan bersih. Pukul 12.30 wib

mengkaji tanda -tanda nyeri hasil : klien mengatakan tidak sakit pada daerah luka

post ops dan ekspresi wajah tampak tenang. Pukul 13.00 wib memberikan obat

amoxicilin 250 mg secara oral sesuai program hasil: obat masuk, klien tidak ada

tanda-tanda alergi (merah , gatal-gatal), tidak muntah. Pukul 14.00 wib mengukur

TV hasil : TD 100/ 80 mmhg, N: 88 x/ mnt., RR: 24 x/ mnt, SH: 37 C. Pukul

14.30 wib mengkaji tanda- tanda daerah operasi terhadap tanda – tanda infeksi

hasil : daerah operasi tidak ada tanda – tanda operasi (merah, bengkak, panas).

pukul 15.00 wib melakukan perawatan luka menggunakan salep kemacitin hasil :

luka post ops klien tampak kering dan bersih. Pukul 17.00 wib melakuakn

38
perawatan luka dengan teknik antiseptik dan antobiotik dengan menggunakan

salep kemicitin hasil: luka post ops tampak kering didaerah penis dan bersih.

Pukul 19.00 wib mengkaji ada tanda-tanda nyeri luka post ops hasil : klien

mengatakan tidak sakit pada daerah luka post ops dan ekspresi wajah tampak

rileks pukul 20.30 wib melakukan perawatan luka menggunakan salep kemacitin

hasil : luka post ops klien tampak kering dan bersih. 20.55 wib memberikan obat

amoxicilin 250 mg secara oral sesuai program hasil: obat masuk, klien tidak ada

tanda-tanda alergi (merah , gatal-gatal), tidak muntah. Pukul 22.00 wib mengukur

TV hasil : TD 100/ 80 mmhg, N: 88 x/ mnt., RR: 20 x/ mnt, SH: 36,5 C.

Tangal 3 Juli 2008

S : klien mengatakan tidak sakit pada daerah post ops.

O : daerah pemasangan kateter tidak ada tanda – tanda infeksi ( merah, bengkak,

panas ). dan luka post ops luka daerah penis tampak kering dan bersih, ekspresi

wajah tampak rileks.

A : tujuan tercapai masalah teratasi.

P : tindakan keperawatan dihentikan.

2. Kerusakan integritas kulit berhubungan dengan Tekanan

yang lama

Tujuan : setelah dilaksanakan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan

kerusakan integritas kulit teratsi.

Kriteria hasil :1) lokasi kulit tampak bersih. 2) kulit tetap bersih, kering. 3). Tidak

merah.

39
Intervensi : a) Kaji tanda- tanda kerusakan kulit. b) jaga kulit daerah punggung

agar tetapkering. c) berikan lotion yang melembutkan. d) ubah posisi klien setiap

2 jam sekali. e) lakukan massaege pada area yang tertekan

Implementasi

tanggal 30 januari 2008.

pukul 08.00 wib mengkaji tanda-tanda kerusakan kulit hasil : kilit di daerah

punggung tampak terdapat luka dan lesi serta kemerahan. pukul 09.30

melakukan perawatan luka dengan teknik septik dan antiseptik hasil : luka

daerah punggung tampak kering dan bersih. pukul 12.30 wib memberikan lotion

pada daerah punggung hasil : kulit daerah punggung tampak lembut

pukul 14.30 wib mengubah posisi klien tiap 2 jam sekali hasil: klein tampak

miring kiri dan miring kanan . pukul 15.00 wib mengkaji tanda-tanda kerusakan

kulit hasil : kilit di daerah punggung tampak terdapat luka dan lesi serta

kemerahan. pukul 16.30 melakukan perawatan luka dengan teknik septik dan

antiseptik hasil : luka daerah punggung tampak kering dan bersih. pukul 17.30

wib memberikan lotion pada daerah punggung hasil : kulit daerah punggung

tampak lembut

pukul 18.30 wib mengubah posisi klien tiap 2 jam sekali hasil: klein tampak

miring kiri dan miring kanan. pukul 19 .00 wib mengkaji tanda-tanda kerusakan

kulit hasil : kilit di daerah punggung tampak terdapat luka dan lesi serta

kemerahan. pukul 20.30 wib mengubah posisi klien tiap 2 jam sekali hasil: klein

tampak miring kiri dan miring kanan.

40
Tanggal 1 Juli 2008.

Pukul 08.00 wib mengkaji tanda-tanda kerusakan kulit hasil : kulit di daerah

punggung tampak terdapat luka dan lesi serta kemerahan. Pukul 09.30

melakukan perawatan luka dengan teknik septik dan antiseptik hasil : luka

daerah punggung tampak kering dan bersih. Pukul 12.30 wib memberikan lotion

pada daerah punggung hasil : kulit daerah punggung tampak lembut. Pukul

14.30 wib mengubah posisi klien hasil: klein posisi setengah miring kiri. Pukul

15.00 wib mengkaji tanda-tanda kerusakan kulit hasil : kulit di daerah punggung

tampak terdapat luka dan lesi serta kemerahan. pukul 16.30 melakukan

perawatan luka dengan teknik septik dan antiseptik hasil : luka daerah punggung

tampak kering dan bersih. pukul 17.30 wib memberikan lotion pada daerah

punggung hasil : kulit daerah punggung tampak lembut

pukul 18.30 wib mengubah posisi hasil: klein tampak miring kanan. pukul 19 .

00 wib mengkaji tanda-tanda kerusakan kulit hasil : kilit di daerah punggung

tampak terdapat luka dan lesi serta kemerahan. pukul 20.30 wib mengubah

posisi klien hasil: klein tampak miring kiri.

Tanggal 2 Juli 2008

pukul 08.00 wib mengkaji tanda-tanda kerusakan kulit hasil : kilit di daerah

punggung tampak terdapat luka dan lesi serta kemerahan. pukul 09.30

melakukan perawatan luka dengan teknik septik dan antiseptik hasil : luka

daerah punggung tampak kering dan bersih. pukul 12.30 wib memberikan lotion

pada daerah punggung hasil : kulit daerah punggung tampak lembut. Pukul

14.30 wib mengubah posisi klien tiap 2 jam sekali hasil: klein tampak miring

kiri dan miring kanan . pukul 15.00 wib mengkaji tanda-tanda kerusakan kulit

41
hasil : kilit di daerah punggung tampak terdapat luka dan lesi serta kemerahan.

pukul 16.30 melakukan perawatan luka dengan teknik septik dan antiseptik

hasil : luka daerah punggung tampak kering dan bersih. pukul 17.30 wib

memberikan lotion pada daerah punggung hasil : kulit daerah punggung tampak

lembut

pukul 18.30 wib mengubah posisi klien tiap 2 jam sekali hasil: klein tampak

miring kiri dan miring kanan. pukul 19 .00 wib mengkaji tanda-tanda kerusakan

kulit hasil : kilit di daerah punggung tampak terdapat luka dan lesi serta

kemerahan. pukul 20.30 wib mengubah posisi klien tiap 2 jam sekali hasil: klein

tampak miring kiri dan miring kanan

Tangal 03 Juli 2008

S : orang tua klien mengatakan An. H kulit daerah punggung merah,

lecet. orang tua kien mengatakan an. h menggaruk -garuk

punggung. an. H orang tua klien mengatakan an. h gatal- gatal

di daerah punggung,

O : Kulit daerah punggung klien tetap bersih, kering dan bebas iritasi

A : tujuan tercapai sebagian masalah beluam teratasi.

P : tindakan keperawatan dilanjutkan.

3. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan

aktivitas

Perencanaan :

42
a). Kaji tingkat keterbatasan klien tiap hari, b). Bantu klien dalam melakukan personal

hygiene (mandi 1 x hari pada pagi, sore) dengan dilap air hangat, keramas 7 hari

sekali, oral hygiene 1 x sehari pada pagi ).

Pelaksanaan :

Tanggal 30 Juni 2008

Tanggal 01 Juli 2008

Pukul 08.55 wib. mengkaji kemampuan personil haigyene klien hasil : klien tidak

mampu melakukan personil haigyene. 09.00 melakukan personal hygiene (oral

hygiene), hasil gigi bersih, mulut bersih, mukosa bibir lembab. Pukul 09.30

melakukan personal hygiene (mandi) hasil : badan klien bersih, tidak lengket.

Tanggal 02 Juni 2008

Pukul 08.55 wib. mengkaji kemampuan personil haigyene klien hasil : klien tidak

mampu melakukan personil haigyene. 09.00 melakukan personal hygiene (oral

hygiene), hasil gigi bersi, mulut bersih, mukosa bibir lembab. Pukul 09.30 melakukan

personal hygiene (mandi) hasil : badan klien bersih, tidak lengket.

Evaluasi

Tanggal 03 Juni 2008

S :

O : Badan klien tidak lengket dan bersih, gigi bersi, mulut bersi, mukosa bibir

lembab, klien belum mampu melakukan personil haygiene secara mandiri.

A : Tujuan tercapai sebagian, masalah belum teratasi.

43
P : Tindakan keperawatan dilanjutkan sesuai dengan rencana keperawatan yaitu no

a,b dan didelegasikan pada perawat diruangan

4. Resiko injury berhubungan dengan tindakan invasif

pemasangan kateter atau pengangkatan kateter.

Tujuan : setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3 x 24 jam diharapkan

tidak terjadi injury.

Kriteria hasil : a). Posisi kateter tetap pada tempatnya. b). Kateter tidak ada

lipatan. c). Kateter tidak terlepas.

Intervensi : a). Observasi kateter terbalut dengan benar dan tidak lepas. ). gunakan

raistrain atau pengaman pada anak tidur atau gelisah. c). jaga kateter dan penis

dari kontaminasi alat tenun.

Implementasi

Tanggal 30 Juni 2008

Pukul 10.30 wib menjaga kateter dan penis dari kontaminasi alat tenun. Hasil :

kateter dan penis tidak terkontaminasi dari alat tenun. Pukul 13.15 wib memasang

restrain hasil : restrain terpasang. Pukul 21.30 wib memasang restrain hasil :

restrain terpasang.

Tanggal 1 Juni 2008

Pukul 08.00 wib mengobservasi posisi kateter Hasil : kateter terbalut pada

posisinya dan tidak lepas. Pukul 10.30 wib menjaga kateter dan penis dari

kontaminasi alat tenun. Hasil : kateter dan penis tidak terkontaminasi dari alat

44
tenun. Pukul 13.15 wib memasang restrain hasil : restrain terpasang. Pukul 21.30

wib memasang restrain hasil : restrain terpasang.

Tanggal 02 Juni 2008

Pukul 08.00 wib mengobservasi posisi kateter Hasil : kateter terbalut pada

posisinya dan tidak lepas. Pukul 10.30 wib menjaga kateter dan penis dari

kontaminasi alat tenun. Hasil : kateter dan penis tidak terkontaminasi dari alat

tenun. Pukul 13.15 wib memasang restrain hasil : restrain terpasang. Pukul 21.30

wib memasang restrain hasil : restrain terpasang.

Evaluasi

S :

O : kateter terbalut pada posisinya dan tidak lepas

kateter dan penis tidak terkontaminasi dari alat tenun.

A : Tujuan tercapai masalah teratasi.

P : tindakan keperawatan dihentikan.

45
BAB IV

PEMBAHASAN.

Pada bab ini penulis akan membahas kesenjangan antara teori dan kasus serta faktor

penunjang dan penghambat di mulai dari pengkajian sampai dengan evaluasi.

A. Pengkajian

Pada tahap pengkajian antara teori dan kasus ditemukan adanya kesenjangan .Pada

teori ditemukan operasi ke dua (uretroplasti) dilakukan pada usia prasekolah

sedangkan pada kasus dilakukan pada umur 9 tahun karena keluarga beralasan jarak

46
antara RSPAD jauh dengan rumahnya serta terbentur dengan biaya, di teori ditemukan

adanya pembengkakan pada penis, perdarahan pada tempat operasi, disuria dan

drainase sedangkan pada kasus tidak ditemukan tanda – tanda seperti diatas. Hal ini

dipengaruhi oleh daya tahan tubuh klien dan tingkat kesterilan alat yang digunakan

untuk membersihkan luka bekas operasi, apabila alat yang digunakan tidak steril akan

menyebabkan infeksi.

Dalam melaksanakan pengkajian penulis tidak menemukan faktor penghambat Faktor

pendukung pada pengkajian yaitu penulis dapat memperoleh informasi yang cukup

untuk mendapatkan masalah yang terjadi pada klien serta klien dan kesluarga serta

perawat ruangan yang kooperatif.

B. Diagnosa Keperawatan

, untuk diagnosa pre operatif tidak diangkat karena klien telah menjalani operai.

Diagnosa yang ditemukan pada teori tetapi tidak ditemukan pada kasus adalah sebagai

berikut :

1. Cemas ( orang tua ) berhubungan dengan bentuk penis

anak setelah operasi. Masalah ini tidak diangkat karena sebelum dilaksanakan

operasi orang tua klien telah diberi tahu tentang prosedur dan akibat operasi.

2. Resiko tinggi difisit volume caira berhubungan dengan

NPO, muntah, bliding, . hipermetabolisme ( proses penyembuhan luka ) luka

insisi atau operasi. Masalah ini tidak diangkat karena dalam pengkajian ditemukan

47
adanya klien minum 8 gelas/hari dan tidak ada dehidrasi serta klien tidak

mengalami pendarahan.

3. Perubahan eliminasi urine berhubungan dengan trauma

operasi, kateter klamping. Masalah ini tidak diangkat karena intake dan output

seimbang.

4. Kurang pengetahuan orang tua berhubungan dengan

perawatan dirumah. Masalah ini tidak diangkat karena keluarga klien sudah

mendapatkan penjelasan tentang bagaimana cara perawatan dirumah saat operasi

chordee eksisi pada tahun 2007.

Diagnosa keperawatan yang tidak terdapat dalam teori ,tetapi ada dalam kasus yaitu

1. Kerusakan integritas kulit berhubunga dengan tirah baring yang lama .

Masalah ini di angkat karena klien harus betress selama 7 samapai 10 haru, kulit

daerah punggung terdapat luka ,lesi.

2. Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan aktivitas.Masalah

ini di angakat karena klien dalam segala ADL di bantu oleh orang tua dan klien

tampak bedrest.

C. Perencanaan.

Menurut teori langkah – langkah perencanaan meliputi prioritas masalah,

menetapkan tujuan dan kriteria hasil serta menyusun rencana tindakan. Pada

perencanaan disusun berdasarkan prioritas. Prioritas pertama diagnasa

keperawatan pada kasus dan teori berbeda. Prioritas pertama pada teori Prioritas

pertama resiko terjadinya infeksi berhubungan dengan masuknya mikroorganisme

sekunder terhadap luka post op tindakan invasif pemasangan kateter. Dalam

pengkajian ditemukan adanya pemasangan kateter sejak tanggal 27 Juni 2008,

48
dengan adanya tindakan invasif tersebut akan mempermudah terjadinya infeksi

serta akan memperburuk kondisi, memperlambat proses penyembuhan Prioritas

ke dua kerusakn integrits kulit berhubungan dengan penekanan yang lama karena

kllien terdapat luka pada daerah punggung. pada prioritas ke tiga defisit perawatn

diri berhubungan dengan keterbatasan akttivitas krena klien segala kebutuhanya

adl di bantuh oleh orang tua dan klien tampak bedrst. Pada penetapan tujuan

dalam perencanaan ditemukan adanya kesenjangan antara teori dan kasus. Pada

teori tidak ada batasan waktu yang ditentukan dalam pencapaian tujuan,

sedangkan pada kasus penulis menetapkan batasan waktu sebagai patokan dalam

pengukuran tujuan yaitu untuk mencapai tujuan terhadap masalah klien ditetapkan

selama 3 x 24 jam karena penulis diberikan kesempatan memberikan asuhan

keperawatan selama tiga hari. Penetapan kriteria hasil disesuaikan dengan teori

dan kondisi klien dalam memberikan asuhan keperawatan.

Dalam rencana tindakan disusun secara sistematis dan operasional agar rencana

yang dibuat dapat ditindak lanjuti oleh perawat di ruangan. Dalam perencanaan,

penulis tidak mengalami hambatan karena setiap rencana disusun sesuai dengan

kondisi klien dan mengacu pada banyaknya buku sumber yang mendukung serta

mendapat dukungan dan kerjasama dari klien dan perawat ruangan

D Pelaksanaan.

Pada pelaksanaan tindakan semua rencana tindakan dapat dilaksanakan sesuai

dengan rencana yang telah disusun, tetapi tidak semua tindakan di lakukan oleh

penulis karena penulis hanya berdinas selama satu shift (8 jam) untuk

mengatasinya maka tindakan keperawatan tersebut didelegasikan kepada perawat

49
ruangan sehingga pelaksanaanya dapat dilanjutkan. Semua tindakan yang

dilakukan oleh penulis maupun perawat serta respon klien terhadap tindakan

langsung didokumentasikan pada catatan keperawatan yang mencakup waktu,

tindakan serta respon klien dan tidak lupa tanda tangan perawat yang

melaksanakan timdakan sebagai aspek legal pendokumentasian. Faktor

pendukung dalam memberikan asuhan keperawatan pada klien adalah sikap yang

kooperatif dan mau bekerja sama dlam tindakan keperwatan.

E. Evaluasi.

Setelah melakukan tindakan keperawatan,maka penulis melakukan evaluasi

terhadap diagnosa keperawatan yang ditemukan pada klien. Penulis melakukan

evaluasi secara formatif dan sumatif .Evaluasi formatif dilaksanakan setiap

sesudah melakukan tindakan,misalnya seteah Ganti balutan,memandikan tidak di

temukan alergi. Evaluasi sumatif di laksanakan setelah 3 x 24 jam, klien pulang

pada tanggal 7 Juli 2008 . Dari keempat diagnosa keperawatan yang ditemukan

pada klien, Dua masalah dapat teratasi dan dua masalah tercapai sebagianmasalah

belum teratasi sehingga tindakan keperawatan masih dilanjutkan dirumah

50
BAB V

PENUTUP

Pada bab ini pemulis akan menyimpilkan hasilpembahasan yang telah dilakukan

untuk selanjutnya memberikan masukan berupa saran yang nantinya dapat bermanfaat

bagi rumah sakit, perawat, klien serta keluarga..

A Kesimpulan.

Setelah memberikan asuhan keperawatan dan melakukan pembahasan antara teori

dan kasus , maka penulis dapat membuat kesimpulan sebagai berikut :

51
Pada tahap pengkajian antara teori dan kasus ditemukan adanya kesenjangan .Pada

teori ditemukan operasi ke dua (uretroplasti) dilakukan pada usia prasekolah

sedangkan pada kasus dilakukan pada umur 9 tahun karena keluarga beralasan jarak

antara RSPAD jauh dengan rumahnya serta terbentur dengan biaya, Dalam

melaksanakan pengkajian penulis tidak menemukan faktor penghambat Faktor

pendukung pada pengkajian yaitu penulis dapat memperoleh informasi yang cukup

untuk mendapatkan masalah yang terjadi pada klien serta klien dan kesluarga serta

perawat ruangan yang kooperatif

2 Diagnosa keperawatan

1. Diagnosa keperawatan yang ada pada kasus ditemukan 4

diagnosa keperawatan sedangkan pada teori ada 7 diagnosa

keperawatan,Diagnosa keperawatan yang diangkat pada kasus tetapi tidak

terdapat pada teori yaitu Kerusakan integritas kulit berhubunga dengan tirah

baring yang lama dan Defisit perawatan diri berhubungan dengan keterbatasan

aktivitas. Hal ini memberi pengalaman kepada penulis bahwa diagnosa

keperawatan dirumuskan berdasarkan data yang diperoleh sebagai respon

klien terhadap penyakitnya.

2. Perencanaan dibuat sesuai dengan kondisi klien mulai dari

penentuan prioritas, penetapan tujuan dan kriteria evaluasi serta

menyusunrencana tindakan . Pada penetapan tujuan ditentukan waktu

pencapaian tujuan sebagai dasar untuk mencapai tujuan sesuai kriteria evaluasi

hasil. Rencana tindakan disusunsecara sistematis dan operasional agar dapat

dilaksanakan oleh perawat dinas sore dan dinas malam atau perawat yang akan

menindak lanjuti asuhan keperawatan yang diberikan.

52
3. Pada pelaksanaan tidak semua perencanaan tindakan yang dibuat

penulis dapat dilakukan sehingga penulis mendelegaikannya pada perawat

ruang.

4. Evaluasi asuhan keperawatan dari 4 diagnosa keperawatan yang

ditemukan dua teratasi dan satu diagnosa keperawatan tidak teratasi.

B. saran

Setelah penulis menguraikan dan menyimpulkan, penulis dapat mengidentifikasi

kelebihan dan kekurangan yang ada, maka selanjutnya penulis akan

menyampaikan saran yang ditujukan kepada perawat ruangan, klien serta keluarga

sebagai berikut :

1. Kerja sam dengan klien dan keluarga dapat dipertahankan dan

ditingkatkan agar asuhan keperawatan yang diberikan pada klien akan lebih

optmal.

2. Untuk perawata ruangan agar dapat memberikan asuhan keperawatan

sesuai dengan standar keperawatan.membersiksn alat luka dengan steril

3. Untuk klien dan keluarga agar tetap rutin kontrol kepoliklinik, menjaga

kesehatan serta menjalin hubungan yang baik dengan petugas kesehatan.

53
54

Anda mungkin juga menyukai