Luka yang terjadi pada tubuh selalu diiringi oleh efek lokal dan sistemik.
Stress akan memulai respon metabolik terhadap trauma. Mengikuti trauma, respon
tubuh lokal yang terjadi adalah dengan berupa inflamasi, dengan cara-cara yang
protektif, dan menjaga cairan dan energy untuk proses perbaikan. Resusitasi yang
tepat dapat mendukung respon tetapi tidak akan mengakhirinya.
- Fase katabolic dengan mobilisasi protein dan lemak yang berkaitan dengan
peningkatan eksresi nitrogen urin dan penurunan berat badan.
- Fase anabolic dengan restorasi simpanan lemak dan protein, dan penambahan
berat badan
Fase pasang ditandai dengan kadar glukosa darah yang normal atau sedikit
meningkat, peningkatan produksi glukosa, peningkatan kadar asam lemak bebas,
peningkatan konsentrasi insulin, peningkatan kadar katekolamin dan glukagon, kadar
laktat darah normal, peningkatan konsumsi oksigen, peningkatan kardiak output, dan
peningkatan suhu inti tubuh. Semua respon ini tampak oleh perubahan sirkulasi yang
hiperdinamik, tanda-tanda inflamasi, intoleransi glukosa dan muscle wasting.
2.1.2.1 Hipovolemia
- Somatik
- Autonomik
- Peningkatan impuls simpatis
- Penurunan impuls kolinergik
2.1.2.3 Faktor luka: inflamatorik dan seluler
2.1.2.4 Toksin/Sepsis
- Endotoksin
- Eksotoksin
2.1.2.6 Hipovolemia
- Jalur inflamasi
- Jalur seluler
Respon imun adalah hal kompleks dan terdiri dari peningkatan kerja sistem
imun bawaan dan penurunan kerja sistem imun bawaan. Besarnya respon ini dapat
berbeda-beda menurut kedalaman dan durasi dari trauma.
Sitokin
Sitokin proinflamasi
Interferon gamma diproduksi sebagai respon terhadap antigen, dipicu oleh IL-
12. Sitokin ini mengaktifkan makrofag. IL-12 diproduksi oleh fagosit mononuklear
dan sel dendritik sebagai respon terhadap mikroba intraseluler. Interleukin-6
diproduksi oleh fagosit mononuklear, sel endotel, dan fibroblast, berperan dalam
proses proinflamasi dengan menyediakan rangsangan poten untuk sintesis protein
fase akut oleh hepatosit.
Sitokin antiinflamasi
Prostanoid (PG seri E dan F), PGI2 dan TX tidak hanya menyebabkan
vasokonstriktor (TXA2 dan PGF1), tetapi juga vasodilatasi (PGI2, PGE1 dan PGE2).
TXA2 mengaktifkan dan mengaggregasi trombosit dan sel darah putih, dan PGI2 dan
PGE1 menginhibisi sel darah putih dan trombosit. LTB4 adalah kemoatraktan dan
aktivator sel PMN yang sangat poten, sementara LTC4 menyebabkan vasokonstriktor,
peningkatan permeabilitas kapiler dan bronkokonstriksi.
Jalur alternative yang terkenal tampaknya menjadi rute utama yang terjadi
setelah trauma. Diaktivasi oleh protein D atau B, untuk mengaktifkan C3 convertase,
yang membentuk anaphylatoxin C3a dan C5a. Aktivasi ini muncul sebagai pemicu
paling awal untuk mengaktifkan sistem seluler dan bertanggungjawab untuk agregasi
neutrofil dan aktivasi basofil, sel mast, dan platelet untuk mensekresi histamine dan
serotonin, yang mengganggu permeabilitas vaskular dan sangat vasoaktif. Pada
pasien trauma, kadar serum C3 berbanding terbalik dengan Injury Severity Score. 3
Pengukuran C3a sangat berguna karena produk lain dieliminasi dari sirkulasi
secaracepat.
2.1.3.3 Toksin
Alarmin endogen dan PAMPs eksogen memiliki pesan serupa dan respon
yang mirip. Mereka dapat dianggap sebagai satu subgroup dari bagian besar molekul
yang menyebabkan kerusakan dari sel host yang rusak atau mati. Pelepasan ‘musuh’
mitokondria tersebut merupakan kunci antara trauma, inflamasi, dan SIRS.5
Pembentukan radikal oksigen (O2-) oleh sel darah putih adalah mekanisme
pertahanan host yang normal. Perubahan setelah trauma dapat menyebabkan produksi
berlebihan dari radikal bebas oksigen, dilepaskan oleh neutrofil dan makrofag,
dengan efek yang merusak fungsi organ. Nitrit oksida (NO) juga dilepaskan oleh
makrofag, menyebabkan vasodilatasi dan penurunah resistensi vaskular sistemik. NO
bergabung bersama O2- untuk membentuk agen oksidan kuat yg dapat mengoksidasi
cincin katekolamin. Hydroxyl ion (OH-) dan hydrogen peroxide juga meningkat
setelah jejas atau sepsis.
Sebagai respon dari trauma, banyak hormone sirkulasi yang terganggu. Kadar
adrenaline (epinefin), noradrenaline (norepinefrin), kortisol dan glukagon meningkat,
sementara hormone lainnya menurun. Aksis simpatetik-adrenal mungkin adalah
sistem utama dari respon tubuh terhadap suatu jejas.
2.1.4.1 Hipofisis
Hipotalamus adalah tingkat tertinggi dari integrasi respon stress. Jalur efferent
mayor hipotalamus adalah endokrin via hipofisis dan sistem parasimpatis dan
simpatis efferent. Sistem kolinergik sekarang dikenal memiliki berbagai efek
antiinflamasi.
Kortisol plasma dan glukagon meningkat setelah trauma. Derajat ini terkait
dengan keparahan jejas. Fungsi sekresi glukokortikoid pada respon metabolisme awal
masih belum jelas, karena hromon memiliki aksi langusng yang kecil. Dengan pasase
menuju fase lanjut dari trauma, sejumlah efek metabolik terjadi. Glukokortikoid
memulai efek katabolic seperti glukoneogenesis, lipolisis, dan pemecahan asam
amino dari otot. Katekolamin juga berpartisipasi pada efek ini dengan mediasi insulin
dan glukosa.
Faktor natriuretik atrial atau atriopeptin adalah hormone yang diproduksi oleh
atrium, terutama kanan, dan berespon terhadap penignkatan volume vaskular.
Atriopeptin memproduksi peningkatan GFR dan menghasilkan natriuresis dan
dieresis. Juga memproduksi inhibisi sekresi aldosteron yang meminimalisir kaliuresis
dan menyebabkan supresi pelepasan ADH. Atriopeptin juga menegaskan jantung
sebagai organ endokrin.
Setelah penyakit atau jejas, respon inflamasi sistemik terjadi, yang mana
terjadi peningkatan aktivitas sistem kardiovaskular, yang muncul sebagai takikardia,
perluasan tekanan nadi dan kardiak output yang lebih besar. Terdapat peningkatan
kecepatan metabolik, dengan peningkatan konsumsi oksigen, peningkatan
katabolisme protein dan hiperglikemia.
Indeks kardiak dapat melebihi 4,5L/m2 per menit setelah trauma berat pada
pasien yang berespon adekuat. Penurunan resistensi vaskular dengan hal ini
meningkatkan kardiak output. Keadaan hiperdinamik ini meningkatkan pengeluaran
energi saat istirahat lebih dari 20 persen di atas normal. Pada respon yang tidak
adekuat dengan indeks kardiak kurang dari 2,5L/m2 per menit, konsumsi oksigen
dapat jatuh ke nilai kurang dari 100ml/m2 per menit (normal= 120-160 ml/m2 per
menit). Endotoksin dan anoksia dapat menyebabkan kerusakan sel dan membatasi
kemampuan mereka untuk mengaktivasi oksigen untuk fosfolirasi oksidatif.
Jumlah ATP yang disintesis oleh orang dewasa cukup banyak. Tetapi, tidak
terdapat reservoir ATP atau kreatinin fosfat, dan maka kerusakan seluler dan
kerusakan oksigen menyebabkan penurunan yang cepat dari proses yang
membutuhkan energi dan laktat diproduksi. Karena glikolis anaerob, hanya 2 ATP
alih-alih 34 yang ekuivalent diproduksi dari 1 mol glukosa dalam siklus krebs.
Laktat diproduksi dari piruvate, yang merupakan proudk akhir dari glikolisis.
Normalnya dikonversi kembali ke glukosa pada siklus Cori di liver. Tetapi, pada
syok, reaksi redox menurun, dan konversi piruvat menjadi asetil co-enzym A untuk
masuk ke dalam siklus krebs terhambat. Oleh arena itu, laktat berakumulasi karena
gangguan glukoneogenesis hepatic, menyebabkan asidosis metabolik. Asidosis laktat
setelah jejas berhubungan dengan Injury Severity Score dan kehilangan darah akut.
Laktat asidosis persisten prediktif untuk perkembangan kegagalan organ multipel dan
ARDS.8
Karbohidrat
Kadar glukosa setelah trauma harus dimonitor secara hati-hati di ICU. Kadar
glukosa darah optimal tetap masih kontroversi, tetapi kadar maksimal sebaiknya
10mmol/L. Kontrol gula darah terbaik dicapai dengan titrasi insulin intravena
berdasarkan sliding scale. Tetapi, karena derajat resistensi insulin berkaitan dengan
trauma, kuantitas yang dibutuhkan mungkin lebih tinggi dari normal.
Sumber energy mayor setelah trauma adalah jaringan lemak. Lemak disimpan
sebagai trigliserida di jaringan adipose dan dimobilisasi ketika insulin jatuh di bawah
25U/ml. Karena supresi insulin dilepas oleh katekolamin setelah trauma, sebanyak
200-500g lemak dapat digunakan setiap harinya.9 TNF dan IL-1 memainkan peran
dalam mobilisasi penyimpanan lemak.
Asam lemak bebas menyediakan energy untuk semua jaringan dan untuk
glukoneogenesis hepatic. Karnitine, disintesis oleh liver, dibutuhkan untuk
transportasi asam lemak ke dalam sel.
Asam amino
Satu gram protein otot mencerminkan 5g masa otot basah. Pasien pada contoh
ini akan kehilangan 625g masa otot perhari. Kehilangan 40% protein tubuh dapat
menjadi fatal karena kegagalan imunokompeten menyebabkan infeksi yang
berlebihan. Ekskresi nitrogen biasanya memuncak dalam beberapa hari setelah
trauma, menjadi normal dalam beberapa minggu. Ini merupakan tanda khas dari
respon metabolik terhadap penyakit.
Untuk mengukur kecepatan transfer dan utilisasi asam amino dari otot atau
infuse ke dalam sirkulasi, pengukuran klirens plasma central dari asam amino masih
dikembangkan. Menggunakan metode ini, peningkatan besar di produksi perifer dan
uptake sentral asam amino ke dalam liver tampak pasien yang memiliki jejas,
terutama jika sepsis juga terjadi. Pasien dengan penurunan protein daoat membaik
secara dramatis dengan pemberian parenteral atau enteral jika fungsi liver adekuat.
Infus asam amino pada pasien yang terminal dapat menyebabkan konsentrasi plasma
asam amino meningkat sangat tinggi dengan hanya peningkatan klirens plasma asam
amino central yang sedikit.
Sistem pencernaan
Kerusakan jaringan, hipoksia, nyeri, dan toksin dari infeksi yang berat
menambah faktor inisiator dari hipovolemia. Derajat di mana tubuh dapat
mengkompensasi jejas sangat memukau, meskipun mekanisme kompensasi dapat
menyebabkan pasien pada keadaan yang buruk. Resusitasi adekuat untuk
menghentikan rangsangan hipovolemik juga penting. Sekali perubahan hormonal
telah dimulai, efek dari hormone tidak akan berhenti karena sekresi hormone telah
dihentikan dengan penggantian volume darah.
- Hipovolemi
- Kardiogenik
- Kompresif kardiak (tamponade jantung)
- Inflamatorik (septic syok)
- Neurogenik
- Obstruktif (kompresi mediastinal)
Prinsipnya, dasar fisiologis syok didasarkan pada hubungan ini:
Cardiac output = stroke volume x heart rate
Tekanan darah = cardiac output x total resistensi perifer
Tanda klinis
Tanda klasik dari syok hipovolemik adalah hipotensi, takikardia, palor karena
vasokonstriksi, berkeringat, sianosis, hiperventilasi, kebingungan dan oliguria. Fungsi
kardiak dapat menurun tanpa manifestasi klinis hemodinamik. Hipotensi arteri
sistemik meningkatkan iskemia koroner, menyebabkan gangguan ritme dan
penurunan performa miokardium. Seiring kegagalan jantung, tekanan ventrikel kiri
end-diastolik meningkat, menyebabkan edema pulmoner.
Fungsi ginjal juga penting bergantung pada perfusi ginjal. Oliguria merupakan
tanda yang tak terelakkan dari hipovolemia. Selama kehilangan volume, aliran darah
renal turun seiring tekanan darah. Anuria terjadi jika tekanan darah sistolik sebesar 50
mmHg. Urin output adalah indikator baik untuk perfusi perifer.
Ketika jantung gagal memproduksi output yang baik, meskipun volume end
diastolik normal, syok kardiogenik dapat terjadi. Fungsi kardiak terganggu pada
pasien syok bahkan jika kerusakan miokard bukan penyebab primer. Penurunan
fungsi miokard pada syok mencakup disritmia, iskemia miokard dari hipertensi
sistemik, variasi dalam aliran darahm dan lesi miokardium dari kadar katekolamin
bersirkulasi yang tinggi, angiotensin dan faktor depressant miokardiak. Penurunan
kardiak output dapat merupakan hasil dari:
Bentuk lain dari syok kardiogenik mencakup contoh klinis yang mana pasien
memiliki normal kardiak output saat istirahat tetapi tidak dapat menaikkan kardiak
out dalam kondisi stress karena miokardium yang sudah buruk atau ketidakmampuan
untuk menggerakan miokardium karena blok beta-adrenergik secara farmakologi
Tanda klinis
Tanda klinis
Tamponade jantung yang mengikuti trauma tumpul atau tajam dan sebagai
hasil adanya darah di sakus pericardium, atrium terkompresi dan tidak dapat mengisi
secara adekuat. Tekanan darah sistolik kurang dari 90mmHg, dan terdapat tekanan
nadi yang menyempit dan pulsus paradoksus yang lebih dari 10mmHg. Vena juguler
yang distensi dapat terjadi, kecuali pasien hipovolemik. Suara jantung juga dapat
terganggu. Komplians dari sakus pericardium yang terbatas menandakan bahwa
sedikit saja darah (<25ml darah) yang mengisi pericardium, dapat menyebabkan
dekompensasi yang bermakna.
Dilatasi dari kapasitas reservoir di tubuh terjadi dengan syok endotoksik atau
syok hipovolemik yang berlanjut. Endotoksin dapat memiliki efek mayor dari berupa
pooling perifer, dan meskipun volume darah normal, distribusi dari volume tersebut
berubah sehingga tidak tercapai aliran nutrient yang cukup di mana metabolisme
aerobic dibutuhkan.
Dalam suatu analisis, semua syok mengarah pada defek syok seluler.
Metabolisme aerobic terjadi di sistem sitokrom di crista mitokondria. Fosfolirasi
oksidatif pada sistem sitokrom memproduksi ikatan fosfat energy tinggi melalui
coupling oksigen dan glukosa, membentuk produk karbon dioksida dan air. Beberapa
racun memicu fosforilasi oksidatif, tetapi yang paling umum terjadi pada seting klinis
adalah endotoksin. Sepsis sering terjadi di pasien rawat inap, dan syok endotoksik
sering terjadi. Terdapat demam, takikardia, dan tekanan darah rata-rata di bawah
60mmHg, tetapi kardiak output bervariasi antara 3-6L/m2 per menit. Keadaan
hemodinamik ini indikatif terhadap resistensi vaskular perifer. Di samping rendahnya
resistensi perifer sebagai kausa hipotensi dari syok septic, terdapat penyebab lain
yaitu:
Penyebab utama kematian pada syok septic adalah kegagalan produksi energy
pada level seluler, seperti yang dicerminkan melalui penurunan konsumsi oksigen.
Tidak hanya insufisiensi sirkulatorik yang bertanggungjawab atas ini tetapi juga
gangguan fosforilasi oksifatif seluler oleh endoteksin atau superoksida yang dibentuk
secara endogen. Terdapat penyempitan dari perbedaan oksigen arteri-vena.
Glikogenolisis anaerobic dan asidosis metabolik berat akibat lactacidemia terjadi.
Tanda klinis
Pasien biasanya memiliki pulsus perifer yang lemah, ekstremitas hangat dan
pengisian kapiler yang memanjang, dan dapat cemas. Tekanan nadi luas, dengan
tekanan darah sistol diastol menjadi rendah. Heart rate di bawah 100 kali per menit
dan bahkan dapat terjadi bradikardia. Diagnosis syok neurogenik hanya dapat dibuat
ketika penyebab syok lain telah disingkirkan.
Tanda klinis
Dalam fisika, aliran dipengaruhi oleh tekanan dan berbanding terbalik dengan
resistensi. Rumus aliran universal ini tidak bergantung pada jenis cairan dan
diaplikasikan terhadap aliran elektron. Dalam kelitrikan, diekspresikan sebagai
hukum ohm. Hukum aliran ini adalah sebagai berikut:
Dari hukum ini, dapat disimpulkan bahwa syok merupakan suatu keadaan
peningkatan resistensi perifer dan suatu keadaan tekenan darah yang rendah. Tetapi
fokus harus tetap pada aliran darah karena banyak obat yang membuat peningkatan
tekanan disebabkan oleh peningkatan resistensi, yang akan menurunkan aliran.
Tiga faktor ini saling berinteraksi untuk memproduksi ejeksi sistolik dari
jantung. Semakin besar preload semakin besar kardiak output. Seiring fiber miokard
teregang oleh preload, kontraktilitas meningkat menurut prinsip Frank-Starling.
Meskipun, peningkatan preload yang berlebihan menyebabkan simtom kongesti vena
pulmoner/sistemik tanpa perbaikan lebih jauh dalam performa kardiak. Preload
adalah faktor positif dalam performa kardiak tapi tidak melebihi poin dalam
dekompensasi jantung.
Perfusi vital lain yang mencerminkan adekuasi dari perfusi adalah otak di
mana kesadaran dapat digunakan untuk mengevaluasi adekuat atau tidaknya perfusi
nutrient ke otak pasien yang jatuh dalam kondisi syok.
Peletakkan jalur vena sentral yang akan memberikan pengukuran akurat dari
tekanan hidrostatik atrium kanan setelah pemberian cairan bolus dapat membantu
membedakan berbagai tahap syok. Nilai normal 4-12cmH2O, di bawah 4
mengindikasikan sistem vena kosong, di atas 12 berarti sistem vena berlebih atau
terdapat adanya kegagalan pompa (contoh, syok kardiogenik akibat tension
pneumotoraks, tamponade jantung, kontusio cordis).
Jika pasien syok memiliki hipotensi arteri sistemik dan vena sentral, syok
adalah akibat dari penurunan volume. Di sisi lain, jika tekanan vena sentral tinggi
meskipun tekanan arteri rendah, maka syok kemungkinan karena kegagalan pompa.
Kanulasi sistem vena sentrl secara umum dicapai melalui rute subclavia,
jugular, atau femoral. Rute subclavia lebih dipilih pada pasien trauma karena aman
jika status spinal masih belum jelas. Teknik yang paling aman adalah yang
direkomendasikan oleh program ATLS.
Rute jugular interna atau eksterna adalah salah satu yang paling umum
digunakan oleh anesthesiologist, sering dengan panduan ultrasound. Tetapi terdapat
beberapa bahaya pada pasien trauma, terutama jika segmen servikal belum jelas, dan
rute lain lebih dipilih. Kemampuan untuk menutup lokasi jugular, terutama pada
pasien sadar di ICU lebih terbatas dan tidak nyaman bagi pasien.
Jalur femoral mudah diakses, terutama ketika jalur ini dibuat untuk transfuse
intravena. Tetapi, insiden thrombosis tinggi dan rute ini sebaiknya tidak dibiarkan
lebih dari 48 jam karena risiko infeksi.
Doppler arteri dapat digunakan untuk mengukur tekanan darah arteri. Hanya
pengukuran sistolik yang memungkinkan, tetapi hasil Doppler berkorelasi baik
dengan pengukuran langsung.
Arteri radial adalah tempat utama dari kanulasi arteri. Mudah dan aman
digunakan, menyediakan perfusi kolateral di ulnar yang baik. Pentng untuk
melakukan test Allen, mengkompresi semua arteri radial dan ulnaris dan melepaskan
arteri ulnar untuk mengecek adanya perfusi kolateral. Trombosis arteri radial cukup
umum, meskipun iskemia di tangan jarang akibat kolateral dari arteri ulnaris. Arteri
femoral cukup aman untuk situasi emergensi.
Sirkulasi sisi kanan adalah sistem tanpa katup yang mana aliran dari kardiak
output masuk ke sisi kanan jantung. Kateterisasi dapat dilakukan denganm udah dan
cepat saat bedsite, menggunakan kateter berujung balon, termodilusi terkait-aliran.
Dari perjalanannya di vena cava melalui atrium kanan, kemudian ke ventrikel kanan
pada saat kontraksi miokard, ujung balon memasuki katup pulmoner persis seperti
emboli pulmo sampai kateter berujung balon ini melekat pada arteri pulmoner.
Lubang tambahan tersedia di kateter ini dan dapat membantu pengukuran tekanan di
setiap ruang sisi kanan dari jantung. Ujung kateter diletakkan di arteri pulmoner dan
balon oklusif dikembangkan. Tekanan ditransmisikan via kateter yang mencerminkan
tekanan vena pulomner, dan dengan kata lain tekanan atrium kiri. Selain untuk
mengukur tekanan, kateter arteri pulmoner juga dapat:
Peralatan:
- Lignocaine
- Set kateter Swan-Ganz
- Transduser tekanan yang tervalidasi dengan flush heparin kontinyu dan
tabung penghubung.
- Layar oskikoloskop yang menunjukkan EKG dan pelacak tekanan
- Asisten yang baik
Teknik
1. Persiapan
2. Kalibrasi transduser pada tekanan 0-50mmHg
3. Ambil bantal dan hadapkan kepala pasien ke kiri
4. Pastikan jalan napas dan pernapasan terjaga
5. Posisikan kepala untuk dapat mendistensi vena juguler
6. Persiapkan kulit yang dapat memberikan akses dari bawah klavikula ke
prosesus mastoid.
7. Cari lokasi karotis kanan, berikan anestesi pada puncak segitiga antara sternal
dan kepala clavicula m. sternocleidomastoideus
8. Masukkan jarum 16G di bawah batas anterior sternomastoid, mengarah ke
mamae kanan untuk meletakkan jarum di belakang klavikula, dan untuk
masuk ke vena juguler interna;
9. Pasang J-wire di jarum dan masukkan sampai melewati vena
10. Cabut jarum dan perluas lokasi kulit dengan blade 11, diikuti dilator
11. Berikan cairan intravena dan jahit kulit
12. Hubungkan dan dorong kateter untuk membersihkan udara.
13. Masukkan kateter ke introducer
14. Kembangkan balon
15. Terus masukkan kateter ke ventrikel kanan menutup posisi tekanan. Pada
dewasa 45-55cm
16. Kempiskan balon. Gelombang arteri pulmoner tampak dan dengan
pengembangan lambat, gelombang oklusi akan kembali. Jika tidak terjadi,
cabut kateter perlahan
17. Lekatkan pelindung dengan introducer
18. Berikan dressing steril
19. Konfirmasi pemasangan dengan x-ray.
Cardiac output
Pengukuran paling penting dalam impact dari syok terjadi pada level seluler.
Pengukuran yang paling umum adalah pemeriksaan gas darah. Pengukuran PaO2 ,
PaCO2, PH, laktat arteri akan mensuplai informasi dari transfer oksigen. Kedua
tekanan parsial ini terdapat di darah arteri. Jika PaCO2 normal terdapat ventilasi
alveolar yang adekuat. CO2 juga salah satu gas yang dengan mudah didifusikan dan
tidak overproduksi. Konsekuensinya, tekanan parsial darah diukur dari ekskresinya
melalui paru yang berasal dari ventilasi alveolar langsung. PaO2 serupa dengan
konsentrasi, tetapi merupakan tekanan parsial oksigen di darah dan bukan konten
oksigen. Pengukuran konsentrasi di darah tidak memberitahu kita tentang kecepatan
delivery oksigen ke jaringan per unit waktu tanpa mengetahui suatu aliran darah yang
membawa konsentrasi ini.
Ketika terdapat perfusi yang tidak adekuat, seperti saat syok, sel bergeser ke
metabolisme anaerob dalam 3-5 menit. Terdapat konsekuensi metabolisme anaerobic
sebagai tambahan dari energy. Dengan tidak adanya metabolisme aerob, ekstraksi
energy terjadi pada akumulasi ion hidorgen, laktat dan piruvate, yang memiliki efek
toksik pada fisiologi normal. Asidosis memiliki konsekuensi signifikan dalam
kompensasi fisiologi. Pada contoh pertama, oxyhaemoglobin terdisosiasi
lebih mudah sebagai konsentrasi ion hidrogen meningkat. Namun, ada toksisitas
hidrogen yang signifikan ion juga Meskipun efek bermanfaat pada oxyhaemoglobin
Disosiasi, ion hidrogen memiliki efek negatif pada pengiriman oksigen. Katekolamin
mempercepat jantung menilai dan meningkatkan kekuatan kontraktilnya, dan produk
dari Efek inotropik dan chronotropik ini meningkat curah jantung. Katekolamin,
bagaimanapun, bersifat fisiologis efektif pada pH basa atau netral. Karena itu, asam
pH menginaktivasi metode kompensasi katekolamin ini untukmenurunkan aliran
hara. Misalnya, jika katekolamin seperti isoproterenol diberikan kepada pasien dalam
keadaan shock, ini meningkatkan kontraktilitas miokard dan detak jantung dan juga
melebar pinggiran untuk meningkatkan aliran nutrisi ke sirkulasi iskemik ini
daerah. Namun, daerah iskemik telah bergeser untuk metabolisme anaerob,
mengumpulkan ion hidrogen, laktat dan piruvat. Saat sirkulasi melebar, ini
penyerapan hutang oksigen dibuang ke sirkulasi pusat,dan penurunan pH
menginaktivasi katekolamin perbaikan peredaran seefektif jika infusagen telah
terganggu,
Penyebab utama dari kematian dalam syok adalah kegagalan produksi energy
yang dicerminkan dari penurunan konsumsi oksigen kurang dari 100mL/m2 per
menit. Insufisiensi sirkulatorik berperan dalam hilangnya energy, diperbanyak oleh
gangguan fosforilasi oksidatif seluler oleh endotoksin dan substansi yang disebut
superoksida.
Tujuan primer dari resusitasi syok adalah pengantaran oksigen yang adekuat
(DO2). Variabel DO2 terukur adalah produk dari kardiak output dan konten oksigen
arterial (CaO2).
Di mana Hb adalah hemoglobin, SaO2 adalah saturasi oksigen, PaO2 tekanan oksigen
arterial dan 0,003 adalah solubilitas oksigen di darah.
Penelitian awal menunjukkan bahwa respon terhadap stress traumatic adalah
dengan menjadi hiperdinamik. Resusitasi supranormal berdasarkan paad DO2I
kemudian diajukan. Uji randomisasi terkontrol telah gagal menunjukkan
perbaikan outcome dengan terapi supranormal dan strategi ini justru
membahayakan. Studi Glue Giant untuk resusitasi syok menjelaskan bahwa
menggunakan CI lebih dari 3,8L/m2 per menit sebagai tujuan resusitasi.
2.2.6.1 Oksigenasi
- Ketidakmampuan bernapas
- Volume tidal kurang dari 5ml/kg
Pada syok hipovolemik, volume larutan yang lebih banyak dari volume
yang hilang biasanya dibutuhkan. Prinsipnya 3x volume larutan garam
diberikan perunit darah yang hilang. Dosis bolus 2000ml larutan garam
diberikan pada orang dewasa dan respon terkait nadi, tekanan darah, dan
output urin harus dimonitor. Jika hal ini gagal memperbaiki hemodinamik,
larutan kristaloid dan darah menjadi indikasi, karena kristaloid dalam jumlah
besar akan menyebabkan efek dilusi yang menurunkan kapasitas darah yang
dapat mengangkut oksigen. Benar bahwa volume vaskular yang dikembalikan
akan meningkatkan kardiak output dan menjaga oksigenasi jaringan.
Peningkatan ini dapat dijaga terus-menerus oleh jantung yang sehat tetapi pada
pasien tua atau sakit jantung, lebih aman untuk memberikan darah lebih awal
untuk mencegah kemungkinan gagal jantung.
Kristaloid or koloid?
Kristaloid murah dengan lebih sedikit efek samping. Koloid lebih mahal dan
memiliki lebih banyak efek samping. Namun tingkat ekskresi mereka jauh lebih
lambat daripada kristaloid, sehingga volume tetap dalam sirkulasi untuk
lebih lama. Larutan garam yang seimbang dikatakan memiliki waktu paruh dalam
sirkulasi 20 menit, sedangkan koloid, seperti Gelofusine, memiliki waktu paruh 4-6
jam. Namun, tambahan pertimbangan berhubungan dengan tingkat infus, dan
masalah dengan kebanyakan kasus syok hipovolemik adalah
volume cairan resusitasi yang tidak memadai diinfuskan dalam
waktu yang tersedia Dengan demikian, ada keuntungan menggunakan cairan
kristaloid yaitu tidak meninggalkan sirkulasi dengan cepat. Namun,
sebuah Cochrane Review terbaru dari data percobaan yang tersedia membandingkan
kristaloid dan koloid untuk resusitasi setelahnya trauma menunjukkan tidak ada
perbaikan dalam bertahan hidup dengan koloid, dan karena itu penggunaannya tidak
dapat didukung saat ini.19 Ringer Laktat adalah kristaloid yang saat ini disukai.
Belum ada keuntungan yang ditunjukkan untuk penggunaan formulasi baru
memanfaatkan piruvat atau asetat. Pada tahun 1994, Bickell et al.20 menyimpulkan
bahwa pasien dengan trauma penetrasi dan syok hipovolemik yang tidak
diberikan cairan intravena selama transportasi dan keadaan darurat
memiliki peluang bertahan lebih baik dibanding mereka yang mendapat perawatan
konvensional. Namun, satu-satunya perbedaan dalam bertahan hidup adalah di
subkelompok dengan tamponade perikardial. Dalam penelitian hewan,
cairan intravena telah terbukti menghambat trombosit
agregasi, faktor pembekuan encer, modulasi fisik sifat trombus dan menyebabkan
kenaikan tekanan darah yang bisa mengganggu koagulasi darah secara mekanis.21 Ini
terjadi mungkin karena berkurangnya tekanan darah sehingga berkurang pula
jumlah pendarahan yang terjadi. Tekanan darah sistolik optimal untuk pasien dengan
perdarahan yang tidak terkontrol tampaknya berada di 90 dan 100 mmHg tapi ini
masih kontroversial.22,23 Larutan garam hipertonik mengandung hingga 7,5 persen
natrium klorida (dibandingkan dengan 0,9 persen untuk normal saline) menunjukkani
untuk resusitasi pasien dalam situasi dimana resusitasi volume besar dengan larutan
isotonik tidak mungkin (misalnya pertempuran, peristiwa yang melibatkan massa
korban jiwa dan perawatan trauma pra-rumah sakit). Larutan hipertonik
memberikan ekspansi volume darah jauh lebih banyak daripada solusi isotonik dan
menghasilkan edema seluler berkurang. Beberapa uji coba terkontrol secara acak
telah mengevaluasi penggunaan garam hipertonik dalam resusitasi hipovolemia.
Dalam semua percobaan, pasien diresusitasi dengan garam bertahan lebih lama dari
yang diresusitasi secara konvensional. Dalam semua percobaan, pasien melakukan
yang terbaik saat salin hipertonik diberikan sebagai terapi awal, dan
pasien yang paling mungkin mendapatkan keuntungan adalah mereka yang memiliki
cedera kepala. Garam hipertonik mungkin lebih efektif bila
dicampur dengan sejumlah kecil molekul aktif oncotic seperti dekstran. Namun, tidak
cukup banyak percobaan sampai saat ini yang telah menunjukkan manfaat, dan
mengingat biaya, solusi ini tidak bisa direkomendasikan.
Pengganti darah
Prinsipnya dengan semua jalur intravena, aliran yang makin cepat akan dicapai pada
jalur yang pendek dengan diameter kanul yang lebih lebar.
Jalur sentral sangat berguna untuk monitoring tetapi dapat juga digunakan
untuk transfuse. Jalur monitoring harus akses vena sentral, dimasukkan via subklavia,
jugular atau femoral. Pada politrauma tumpul, rute subklavia dipilih.
Noradrenalin
Noradrenalin adalah agen inotropik yang lebih disukai untuk trauma akut.
Noradrenalin adalah neurotransmitter simpatik dengan efek inotropik yang potent. Ini
mengaktifkan miokard reseptor alfa-adrenergik beta-adrenergik dan pembuluh darah.
Hal ini digunakan dalam pengobatan shock dan hipotensi ditandai dengan resistensi
vaskular sistemik rendah yaitu tidak responsif terhadap resusitasi cairan.
Adrenalin
Dopamin
Dobutamin
Dobutamin adalah amin simpatomimetik sintetis yang memiliki efek inotropik yang
kuat dengan menstimulasi beta1- dan reseptor alpha1-adrenergik di miokardium. Ada
hanya respon vasodilatasi ringan. Dobutamine dimediasi peningkatan curah jantung
juga menyebabkan penurunan esistensi pembuluh darah perifer. Dengan dosis 10 μg /
kg per menit, dobutamine cenderung menyebabkan takikardia
daripada adrenalin atau isoproterenol. Dosis yang lebih tinggi mungkin
menghasilkan takikardia. Dobutamin dalam dosis rendah juga
telah digunakan sebagai agen pelindung ginjal. Ada sedikit bukti
untuk mendukung penggunaannya sendiri, tapi mungkin bisa membantu
dalam memperbaiki perfusi ginjal sebagai tambahan pada administrasi
adrenalin dosis tinggi. Dobutamin meningkatkan curah jantung, dan kekurangannya
adalah menginduksi pelepasan noradrenalin berarti akan ada efek minimal pada
kebutuhan oksigen miokard. Dobutamin dan dopamin telah digunakan bersamaan.
Kombinasi dosis sedang (7,5 μg / kg permenit) dapat mempertahankan tekanan arteri
dengan sedikit peningkatan tekanan paru dibandingkan penggunaan dopamin saja.
Isoproterenol
Sodium nitroprusside adalah vasodilator perifer yang baik dengan efek pada otot
polos vena dan arteri, dan memiliki efek vasodilatasi seimbang pada kedua sirkulasi,
sehingga meminimalkan efek buruk pada tekanan darah arteri. Obat ini memiliki
waktu paruh yang sangat singkat.
Digoxin
Kortisol
Peran insufisiensi adrenal relatif dalam manajemen dari pasien yang cedera kritis
tetap kontroversial.