Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Dalam kehidupan manusia modern saat ini banyak peralatan‐peralatan yang
menggunakan bahan yang sifatnya elastis tidak mudah pecah apabila terjatuh dari suatu tempat.
Dengan semakin meningkatnya kebutuhan tersebut secara langsung kebutuhan karet juga
meningkat dengan sendirinya sesuai kebutuhan manusia.
Karet adalah polimer hidrokarbon yang terbentuk dari emulsi kesusuan (dikenal sebagai
latex) yang diperoleh dari getah beberapa jenis tumbuhan pohon karet tetapi dapat juga
diproduksi secara sintetis. Sumber utama barang dagang dari latex yang digunakan untuk
menciptakan karet adalah pohon karet Hevea brasiliensis (Euphorbiaceae). Ini dilakukan
dengan cara melukai kulit pohon sehingga pohon akan memberikan respons yang
menghasilkan lebih banyak latex lagi.
Pohon jenis lainnya yang mengandung lateks termasuk fig, euphorbia dan dandelion.
Pohon‐pohon tersebut tidak menjadi sumber utama karet, dikarenakan pada perang dunia II
persediaan karet orang Jerman dihambat, sehingga Jerman mencoba mencari sumber‐sumber
alternatif lain, sebelum penciptaan karet sintetis.
Lebih dari setengah produksi karet yang digunakan sekarang ini adalah sintetik, tetapi
beberapa juta ton karet alami masih tetap diproduksi setiap tahun, dan masih merupakan bahan
penting bagi beberapa industri termasuk otomotif dan militer.
BAB II
PEMBAHASAN
A. Sejarah Karet

Karet merupakan tanaman yang berasal dari Amerika Latin, khususnya Brasil.
Karenanya nama ilmiahnya Herea brasiliensis. Sebelum dipopulerkan sebagai tanaman
budidaya yang dikebunkan secara besar-besaran, penduduk asli Amerika Selatan, Afrika, dan
Asia sebenarnya telah memanfaatkan beberapa jenis tanaman penghasil getah. Tanaman karet
adalah tanaman daerah tropis. Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zona antara
15°LS dan 15°LU, curah hujan yang cocok tidak kurang dari 2000 mm. Optimal 2500-4000
mm/tahun. Tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah yaitu pada ketinggian 200 m
di atas permukaan laut sampai 600 m di atas permukaan laut, dengan suhu 25°-30°C. Tanaman
karet termasuk famili Euphorbiare atau tanaman getah-getahan. Dinamakan demikian karena
golongan famili ini mempunyai jaringan tanaman yang banyak mengandung getah (latex) dan
getah tersebut mengalir keluar apabila jaringan tanaman terlukai. Mengingat manfaat dan
kegunaannya, tanaman ini digolongkan ke dalam tanaman industri.
Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut:

Divisi : Spermatophyta

Subdivisi : Angiospermae

Kelas : Dicotyledonae

Ordo : Euphorbiales

Family : Euphorbiaceae

Genus : Hevea

Spesies : Hevea brasiliensis Muell Arg

Saat ini Asia menjadi sumber karet alami. Awal mulanya karet hanya hidup di Amerika
Selatan, namun sekarang sudah berhasil dikembangkan di Asia Tenggara. Kehadiran karet
di Asia Tenggara berkat jasa dari Henry Wickham. saat ini, negara-negara Asia menghasilkan
93% produksi karet alam, yang terbesar adalah Thailand, diikuti oleh Indonesia, dan Malaysia.
Karet telah digunakan sejak lama untuk berbagai macam keperluan antara lain bola karet,
penghapus pensil, baju tahan air, dll. Saat Christopher Columbus dan rombongannya
menemukan benua Amerika pada tahun 1476, mereka terheran-heran melihat bola yang
dimainkan orang-orang Indian yang dapat melantun bila dijatuhkan ke tanah. Di sinilah sejarah
karet dimulai, tetapi baru pada tahun 1530 ada laporan tertulis mengenai gummi optimum,
sebutan Pietro Martire d’Anghiera untuk karet. Pada tahn 1535, ahli sejarah mengenai bangsa
Indian, Captain Gonzale Fernandez de Oveida menulis bahwa dia melihat 2 tim orang Indian
yang bermain bola. Bola itu terbuat dari campuran akar, kayu, dan rumput, yang dicampur
dengan suatu bahan (latex) kemudian dipanaskan di atas unggun dan dibulatkan seperti bola.
Bola orang Indian ini bisa melambung lebih tinggi daripada bola yang umum dibuat orang-
orang Eropa waktu itu. Oviedo mengatakan bahwa bila bola buatan Indian itu dijatuhkan, bola
itu bisa melambung lebih tinggi dan kemudian jatuh, lalu melambung lagi walaupun agak
rendah daripada lambungan yang pertama, dan seterusnya. Pada tahun 1615 seorang penulis,
F.J. Torquemada melaporkan bahwa orang Indian Mexico membuat sepatu tahan air dari bahan
latex atau karet. Tentara Spanyol juga dilaporkan mengoleskan latex ke mantel mereka, saat
hujan menjadi tahan air, tetapi di musim panas menjadi lengket. Walaupun banyak cerita
menarik tentang bahan tersebut, penyelidikan oleh para ilmuwan baru dimulai tahun
1731. Saat itu French Academy mengirim C.M. de la Condamine ke Amerika Selatan. Fresnau
seorang ahli Perancis melaporkan bahwa banyak tanaman yang dapat menghasilkan latex atau
karet, di antaranya dari jenis Hevea brasiliensis yang tumbuh di hutan Amazon di Brazil yang
sekarang menjadi tanaman penghasil karet utama dan sudah dibudidayakan di Asia Tenggara
yang menjadi penghasil karet utama di dunia saat ini. Pada tahun 1770, seorang ahli kimia
bangsa Inggris, Joseph Priestly, melaporkan bahwa karet dapat menhapus tulisan pensil. Pada
tahun 1775 karet mulai digunakan sebagai bahan penghapus tulisan pensil dan jadilah karet itu
di Inggris disebut dengan nama rubber (karet). Sebelum itu, remah roti biasa digunakan orang
untuk menghapus tulisan pensil. Barang-barang karet yang diproduksi waktu itu selalu menjadi
kaku di musim dingin dan lengket di musim panas. Banyak percobaan yang telah dilakukan
untuk mendapatkan sifat karet yang tidak terpengaruh oleh cuaca. Percobaan mula-mula
dilakukan oleh E.C.F. Leuchs pada tahun 1831. Setahun sesudah itu, N. Hayward mendapatkan
bahwa jika belerang yang ditambahkan ke dalam larutan karet atau biji belerang dioleskan pada
karet akan menyebabkan karet lebih cepat menjadi kering. Thomas Hancock menulis dalam
bukunya yang terbit pada tahun 1985 bahwa pada tahun 1842, Brockedon memperlihatkan
kepadanya sepotong contoh karet berasal dari Amerika yang tidak terpengaruh oleh cuaca
ataupun oleh minyak. Thomas Hancock melihat bahwa potongan itu sedikit kekuningan pada
bagian dalamnya dan berbau belerang. Dalam percobaan selanjutnya, Hancock akhirnya
berhasil menemukan bahwa bila karet dicampur dengan belerang dan dipanaskan maka akan
berubah sifatnya menjadi elastis dan tidak terpengaruh lagi oleh perubahan cuaca. Proses
perubahan ini lalu dipatenkan pada tahun 1843 dan sesuai usul temannya, Mr. Brockedon,
proses ini dinamai vulkanisasi, yang kemudian nama ini diterima di Inggris, Amerika, dan
dunia pada umumnya sampai sekarang. Sebelum itu pada tahun 1838, Charles Goodyear di
Amerika sudah terlibat dalam penelitian kompon karet dengan menggunakan belerang dan
panas untuk mendapatkan kompon karet yang tidak terpengaruh oleh cuaca,yang dibuktikan
dengan surat-surat yang diterimanya dari beberapa orang yang melihat atau mendapat contoh
karet hasil percobaannya pada tahun 1839. Baru pada tahun 1844 dia mendapatkan paten untuk
penemuannya. Dari beberapa tulisan yang membahas penemuan vulkanisasi ini, dan
berdasarkan tulisan Hancock sendiri yang menyatakan bahwa Brokedon meperlihatkan contoh
karet yang berasal dari Amerika yang tidak terpengaruh oleh cuaca, maka kebanyakan penulis
sepakat kalau penemu pertama proses vulkanisai hendaknya diberikan kepada Charles
Goodyear. Penemuan besar proses vulkanisasi ini akhirnya dapat disebut sebagai awal dari
perkembangan industri karet. Pada waktu pendudukan Jepang di Asia Tenggara dalam perang
dunia kedua, persediaan karet alam di negara sekutu menjadi kritis dan diperkirakan akan habis
dalam beberapa bulan. Pemerintah Amerika mendorong penelitian dan produksi untuk
menghasilkan karet sintetik untuk memenuhi kebutuhan yang mendesak. Usaha besar ini
membuahkan hasil dalam waktu singkat dan terus berkembang sesudah berakhirnya perang
dunia kedua, 1/3 karet yang dikonsumsi dunia adalah karet sintetik. Karet sintetik cukup
mendominasi industri karet, tetapi pemakaian karet alam pun masih sangat penting saat ini
antara lain industri militer dan otomotif. Pada tahun 1983, hampir 4 juta ton karet alam
dikonsumsi oleh dunia, tetapi karet sintetik yang digunakan sudah melebihi 8 juta ton.

B. Budidaya Karet

Pembiakan tanaman karet dapat dilakukan secara generatif maupun vegetatif. Namun
demikian, cara pembiakan yang lebih menguntungkan adalah secara vegetatif yaitu dengan
okulasi tanaman. Pemupukan tanaman karet produktif yang dilakukan dengan dosis yang tepat
dan teratur dapat mempercepat pemulihan bidang sadapan, memberi kenaikan produksi 10-
20%, meningkatkan resistensi tanaman terhadap gangguan hama penyakit dan tingkat produksi
yang tinggi dapat dipertahankan dalam jangka waktu lebih lama. Sedangkan penyiangan dalam
budidaya karet bertujuan membebaskan tanaman karet dari gangguan gulma yang tumbuh di
lahan. Karenanya, kegiatan penyiangan sebenarnya bisa dilakukan setiap saat, yaitu ketika
pertumbuhan gulma sudah mulai mengganggu perkembangan tanaman karet. Meskipun
demikian, umumnya penyiangan dilakukan 3 kali dalam setahun untuk menghemat tenaga.
Pemungutan hasil tanaman karet disebut penyadapan karet. Pada tanaman muda, penyadapan
umumnya dimulai pada umur 5-6 tahun tergantung pada kesuburan pertumbuhannya. Semakin
bertambah umur tanaman semakin meningkat produksi lateksnya. Mulai umur 16 tahun
produksi lateksnya dapat dikatakan stabil sedangkan sesudah berumur 28 tahun produksinya
akan menurun. Apabila sudah terjadi penurunan produksi lateks karena umur tua, maka
tanaman karet sudah waktunya untuk diremajakan.
Penyadapan dilakukan dengan memotong kulit pohon karet sampai batas kambium
dengan menggunakan pisau sadap. Bentuk irisan berupa saluran kecil, melingkar batang arah
miring ke bawah. Melalui saluran irisan akan mengalir lateks selama 1-2 jam. Sesudah itu
lateks akan mengental. Sebatang pohon karet telah dapat dikatakan memenuhi syarat untuk
disadap bila pohon tersebut telah mencapai lilit batang 45 cm pada ketinggian 100 cm di atas
pertautan untuk tanaman yang berasal dari bibit okulasi atau pada ketinggian 100 cm dari
permukaan tanah untuk tanaman asal biji. Sadapan dilakukan dengan memotong kulit kayu dari
kiri atas ke arah kanan bawah dengan sudut kemiringan 30° dari horizontal. Pisau sadapan
berbentu V dengan demikian aliran lateks akan tertampung pada daerah dasarnya.

C. Varietas Tanaman Karet


1. Jenis varietas yang dikembangkan
a. Klon IRR 5
Potensi keunggulan:
1) Pertumbuhan cepat dan berpotensi sebagai penghasil lateks dan kayu.
2) Rata‐rata produksi 1,8 ton/ha/tahun.
3) Lilit batang 51,7 cm pada umur 5 tahun.
4) Kadar karet kering (KKK) 34,5%.
5) Lateks sangat sesuai diolah menjadi SIR 3 WF, SIR 5 dan SIR 10.
6) Resisten terhadap gangguan penyakit gugur daun Colletotrichum dan
Corynespora.
7) Pada daerah beriklim basah, klon IRR 5 digolongkan moderat terhadap gangguan
penyakit cabang (jamur upas) dan mouldirot.
b. Klon IRR 42
Potensi keunggulan:
1) Pertumbuhan cepat dan berpotensi sebagai penghasil lateks dan kayu.
2) Rata‐rata produksi 5,68 kg/pohon/tahun.
3) Lilit batang 51,4 cm pada umur 5 tahun.
4) Resisten terhadap penyakit gugur daun Colletotrichum, Corynespora dan Oidium.
5) Kadar karet kering (KKK) 36,5%.
6) Lateks dapat diproses menjadi SIR‐5.
c. Klon IRR 118
Potensi keunggulan:
1) Pertumbuhannya cepat dan berpotensi sebagai penghasil lateks dan kayu.
2) Rata‐rata produksi 2,1 ton/ha/tahun.
3) Lilit batang 48,9 cm pada umur 5 tahun.
4) Lateks dapat digunakan untuk produksi SIR 3 CV dan produk RSS, serta SIR 3L,
SIR 5 dan SIR 10/20.
5) Cukup tahan terhadap penyakit Corynespora dan Colletotrichum.
d. Karet Busa Alam
Potensi keunggulan:
1) Karet busa sintetis umumnya dibuat dari karet EVA/poliuretan karena ringan dan
murah. Konsumsi busa sintetis di dalam negeri setiap tahun berkisar 19 juta
lembar (Rp47 miliar), busa plastik 722.000 m2 (Rp665 juta), dan busa jok mobil
4.500 unit (Rp186 juta).
2) Proses produksi busa sintetis berisiko tinggi karena bahan bakunya (isosianat)
beracun dan bersifat karsinogenik. Kondisi ini menyebabkan permintaan terhadap
busa alam meningkat.
3) Busa alam lebih unggul dibanding busa sintetis dalam hal kenyamanan dan umur
pakai. Untuk memberikan nilai kepegasan yang sama, busa alam hanya
memerlukan ketebalan sepertiga dari busa sintetis.
2. Syarat pertumbuhan pohon karet
a. Iklim
1) Suhu udara yang baik bagi pertumbuhan tanaman antara 24‐28 derajat C.
2) Kelembaban tinggi sangat diperlukan untuk pertumbuhan tanaman karet.
3) Curah hujan optimal antara 1.500‐2.000 mm/tahun.
4) Tanaman karet memerlukan lahan dengan penyinaran matahari antara 5‐7
jam/hari.
b. Media Tanam
1) Hasil karet maksimal didapatkan jika ditanam di tanah subur, berpasir, dapat
melalukan air dan tidak berpadas (kedalaman padas yang dapat ditolerir adalah
2‐3 meter).
2) Tanah Ultisol yang kurang subur banyak ditanami tanaman karet dengan
pemupukan dan pengelolaan yang baik. Tanah latosol dan aluvial juga dapat
ditanami karet.
3) Keasaman tanah yang baik antara pH 5‐6 (batas toleransi 4‐8)
c. Ketinggian Lahan
Walaupun demikian karet masih bisa berproduksi di dataran menengah
dan tinggi tetapi dengan waktu penyadapan yang makin panjang, tanaman karet
tumbuh dengan optimum pada ketinggian 200 m dpl. Korelasi antara ketinggian
tempat dan umur sadap dapat dilihat berikut ini:
1) 0‐200 m dpl: < 6 tahun
2) 200‐400 m dpl: 7 tahun
3) 400‐600 m dpl: 7,5 tahun
4) 600‐800 m dpl: 8,6 tahun
5) 800‐1.000 m dpl: 10,2 tahun
D. Industri Karet
Karet merupakan hasil bumi yang bila diolah dapat menghasilkan berbagai macam
produk yang amat dibutuhkan dalam kehidupan. Teknologi karet sendiri semakin berkembang
dan akan terus berkembang seiring berjalannya waktu dan akan semakin banyak produk yang
dihasilkan dari industri ini. Ada dua jenis karet yang biasa digunakan dalam industri yaitu karet
alam dan karet sintesis. Karet alam (natural rubber) merupakan air getah dari tumbuhan Hevea
brasiliensis, yang merupakan polimer alam dengan monomer isoprena, sedangkan karet sintetis
sebagian besar dibuat dengan mengandalkan bahan baku minyak bumi.
Pada dasarnya karet berasal dari alam yaitu dari getah pohon karet
(atau dikenal dengan istilah lateks), maupun produksi manusia (sintetis). Saat pohon karet
dilukai, maka getah yang dihasilkan akan jauh lebih banyak. Saat ini Asia menjadi sumber
karet alami. Karet telah digunakan sejak lama untuk berbagai macam keperluan antara lain bola
karet, penghapus pensil, baju tahan air, dll. Untuk menjaga kualitas dan kontinuitas bahan baku,
maka dilakukan pengawasan pada tiap penyadap. Dari hasil penyadapan, dapat ditentukan:
1. Bobot atau isi lateks: Penyadap menuangkan lateks dari ember-ember pengumpul ke
dalam ember-ember takaran melalui sebuah saringan kasar dengan ukuran lubang 2
mm, maksudnya untuk menahan lump yang terjadi karena prakoagulasi.
2. Kadar Karet Kering (KKK): Penentuan kadar karet kering (KKK) sangat penting dalam
usaha mencegah terjadinya kecurangan para penyadap.
Lateks sebagai bahan baku berbagai hasil karet, harus memiliki kualitas yang baik. Ada
beberapa faktor yang mempengaruhi kualitas lateks, sebagai berikut:
1. Faktor dari kebun (jenis klon, sistem sadap, kebersihan pohon, dan lain-lain).
2. Iklim (musim hujan mendorong terjadinya prakoagulasi, musim kemarau keadaan
lateks tidak stabil).
3. Alat-alat yang digunakan dalam pengumpulan dan pengangkutan (yang baik terbuat
dari aluminium atau baja tahan karat).
4. Pengangkutan (goncangan, keadaan tangki, jarak, jangka waktu).
5. Kualitas air dalam pengolahan.
6. Bahan-bahan kimia yang digunakan.
7. Komposisi lateks.
Pada saat mulai keluar dari pohon hingga beberapa jam lateks masih berupa cairan, tetapi
setelah kira kira 8 jam lateks mulai mengental dan selanjutnya membentuk gumpalan karet atau
yang lebih dikenal dengan istilah prakoagulasi. Penyebab terjadinya prakoagulasi antara lain
sebagai berikut:
1. Penambahan asam
Penambahan asam organik ataupun anorganik mengakibatkan turunnya pH lateks sehingga
lateks kebun membeku.
2. Mikroorganisme
Lateks segar merupakan media yang baik bagi pertumbuhan mikroorganisme, mikroorganisme
banyak terdapat dilingkungan perkebunan karet, mikroorganisme ini menghasilkan asam yang
menurunkan pH, serta menimbulkan bau karena terbentuknya asam yang mudah menguap. Bila
banyak organisme maka senyawa asam yang dihasilkan akan banyak pula. Suhu udara yang
tinggi akan lebih mengaktifkan kegiatan bakteri sehingga dalam penyadapan ataupun
pengangkutan diusahakan pada suhu rendah atau pagi.
3. Iklim
Air hujan akan membawa zat kotoran dan garam yang larut dari kulit batang. Zat-zat ini akan
mengkatalisis terjadinya prakoagulasi. Lateks yang baru disadap juga mudah menggumpal jika
terkena sinar matahari yang terik karena kestabilan koloidnya rusak oleh panas yang terjadi.
4. Pengangkutan
Pengangkutan yang terlambat atau pun jarak yang jauh menyebabkan lateks baru tiba ditempat
pengolahan pada siang hari dan sempat terkena matahari sehingga mengganggu kestabilan
lateks. Jalan yang buruk atau angkutan yang terguncang-guncang mengakibatkan lateks yang
terangkut terkocok-kocok secara kuat sehingga merusak kestabilan koloid.
5. Kotoran atau bahan bahan lain yang ikut tercampur
Lateks akan mengalami prakoagulasi bila dicampur dengan air kotor, terutama air yang
mengandung logam atau elektrolit. Prakoagulasi juga sering terjadi karena tercampurnya
kotoran atau bahan lain yang mengandung kapur atau asam.
Beberapa tindakan yang dapat dilakukan untuk mencegah terjadinya prakoagulasi
antara lain sebagai berikut:
1) Menjaga kebersihan alat alat yang digunakan dalam penyadapan, penampungan,
maupun pengangkutan. Selama pengangkutan dari kebun ke pabrik pengolahan, lateks
dijaga agar tidak mengalami banyak guncangan.
2) Mencegah pengenceran lateks dari kebun dengan air kotor, misalnya air sungai, air
saluran atau got.
3) Memulai penyadapan pada pagi hari sebelum matahari terbit untuk membantuagar
lateks dapat sampai ke pabrik atau tempat pengolahan sebelum udaramenjadi panas.
Apabila langkah langkah pencegahan diatas sudah dilakukan tetapi hasilnya belum
seperti yang diinginkan, maka zat antikoagulan dapat digunakan. Zat antikoagulan ada
beberapa macam, tetapi harus dipilih yang paling tepat. Pilihan disesuaikan dengan
kondisi lokasi, harga, dan kadar bahaya zat tersebut dan yang terpenting adalah
kemampuan zat tersebut dalam mencegah prakoagulasi.
Dalam pemakaiannya zat antikoagulan biasa digabung untuk menambah daya anti
koagulasinya, bisa 2 macam menjadi satu atau tiga macam campuran sekaligus. Berikut ini
contoh beberapa antikoagulan yang banyak dipakai di perusahaan atau tempat tempat
pengolahan karet diantaranya:
 Soda atau natrium karbonat (Na2CO3)
 Amonia (NH3)
 Formaldehid
 Natrium sulfit (Na2SO3) (Syamsulbahri, 1996).
E. Proses Pembuatan Lembaran Karet
Adapun tahapan dalam proses pembentukan lembaran karet, yaitu sebagai berikut:
1. Penyadapan
Proses penyadapan ini dilakukan pada pagi hari sekitar pukul 04.00 sampai pada
pukul 08.00. Hasil sadapan ini berupa lateks yang di tampung dalam sebuah wadah
besar.
2. Pengangkutan Lateks Segar
Pihak pabrik telah menyediakan beberapa truk untuk mengangkut hasil
penyadapan karet yang diambil dari kebun karet yang jauh dari pabrik tersebut yang
telah dilengkapi dengan tangki besar untuk menampung lateks segar yang ada pada
kebun karet tersebut.
3. Penerimaan Lateks
Dipabrik karet telah disediakan tempat atau bak penampungan untuk
menampung semua hasil penyadapan yang berbentuk lateks. Sebelum di masukan ke
dalam bak penampungan, lateks sebelumnya ditambahkan Amonia. Proses
penambahan ammonia tersebut ditambahkan untuk mencegah terjadinya proses
penggumpalan oleh latex itu sendiri.
Lateks yang sudah di tambahkan Amonia kemudian di tuangkan ke bak penampungan
untuk di saring terlebih dahulu. Proses penyaringan ini di lakukan untuk menyaring
adanya bahan bahan campuran seperti plastik, daun-daun, karet yang menggumpal dan
masih banyak lagi kandungan yang lainnya. Lateks hasil saringan ini kemudian di
tampung lagi dalam sebuah wadah atau bak yang berbentuk sumur.
Pada wadah yang berbentuk sumur ini semua karet hasil penyaringan ditampung untuk
diaduk agar supaya busa dari lateks tersebut dapat diambil dan dibuang. Pabrik
menyediakan tiga buah wadah berbentuk sumur untuk menampung hasil dari lateks
yang di kumpulkan dari kebun karet.
4. Ketersediaan Air Bersih
Tersedianya air bersih adalah salah satu bagian terpenting dari proses
pengolahan lateks menjadi lembaran karet. Ketersediaan air ini sangat berpengaruh
terhadap hasil yang di dapatkan. Pada proses pengolahan lateks, air yang di perlukan
harus mengalir setiap saat, karena semuah kebersihan tempat pengolahan akan di
bersihkan dengan menggunakan air, sehingga karet tidak mudah lengket pada wadah
atau pada bak penampungan cairan lateks.
Pihak pabrik menyediakan air bersih sesuai prosedur yang ada. Air bersih ini selain
digunakan untuk proses pembersihan tempat pengolahan, air bersih ini juga digunakan
untuk merendam lateks yang ditampung dalam wadah atau bak yang diberi sekat sekat,
dan juga digunakan untuk mengalirkan lateks yang telah digumpalkan ketempat
penggilingan.
5. Pengaliran Cairan Lateks
Pada pengolahan cairan lateks, cairan lateks yang sudah disaring dan diberi
amonia dialirkan melalui wadah panjang terbuka, dengan lebar kurang lebih 20 cm.
Cairan lateks tersebut di alirkan dan kemudian di tampung dalam 40 wadah atau bak
yang diberi 26 sekat yang telah di bersikan sebelumnya.
Wadah atau bak pengaliran cairan lateks ini di beri lubang setiap satu meter, untuk
memudahkan menampung cairan lateks tersebut pada wadah tempat untuk
menggumpalkan karet, dapat menggunakan potongan-potongan pengalir cairan ini
untuk menampungnya di wadah berikutnya. Panjang dari potongan potongan tersebut
kurang lebih dua meter.
6. Proses Penggumpalan
Proses penggumpalan adalah proses untuk menggumpalkan cairan lateks yang
akan membentuk persegi panjang dengan panjang kurang lebih 1 – 1,5 meter. Sebelum
digumpalkan, cairan lateks sebelumnya di alirkan dan di tampung kedalam wadah atau
bak yang memiliki panjang 2 -2,5 meter dan lebar 1 – 1,5 yang kemudian di beri 26
sekat untuk membentuk 26 lembaran gumpalan lateks.
Lateks yang di tampung pada bak tersebut mempunyai ukuran banyaknya cairan lateks
yang akan di tampung pada wadah tersebut. Wadah atau bak penampung tersebut
memiliki tinggi 75 cm, sedangkan setiap wadah hanya dapat di isi kurang lebih 24 cm
cairan lateks untuk di gumpalkan. Setelah wadah atau bak tersebut di isi dengan ukuran
tersebut, maka 1 centi meternya di isi dengan asam semut. Berarti semua cairan dalam
wadah tersebut memiliki tinggi 25 cm yang berisi lateks dan asam semut itu sendiri,
kemudian cairan dalam wadah tersebut diaduk sebanyak empat kali adukan secara
bertahap.
Proses pengadukan ini bertujuan untuk mengambil busa busa cairan lateks yang
kemudian di buang pada tempat pembuangan yang tersalur pada penampungan limbah.
Kemudian sekat sekat tesebut di pasang dengan antara setiap sekatnya kurang lebih 20
cm.
Proses penambahan asam semut disini, bertujuan untuk mempercepat
penggumpalan lateks. Setelah proses pemasangan sekat selesai, wadah tersebut di tutup
dengan menggunakan terpal untuk mencegah terjadinya oksidasi oleh udara. Dengan
menunggu sekitar satu jam, lateks tersebut dengan sendirinya akan menggumpal.
Kemudian lateks yang telah menggumpal pada wadah tesebut di isi air, dengan tujuan
lateks tersebut tidak melekat pada wadah tersebut sehingga mudah untuk di angkat dan
di keluarkan. Dengan menunggu sekitar satu jam, barulah karet di angkat kemudian di
alirkan dengan air pada tempat penggilingan.
7. Proses Penggilingan
Proses penggilingan di lakukan setelah menunggu satu jam gumpalan karet
yang di diamkan pada pengaliran menuju alat penggilingan. Setelah menunggu kurang
lebih satu jam, barulah gumpalan lateks tersebut di giling sehingga membentuk
lembaran lembaran karet dengan ketebalan pada setiap lembaran karet tersebut setebal
tiga centi meter.Lembaran lembaran karet hasil penggilingan tersebut kemudian di
keringkan dahulu sebelum diangkut ke proses pengasapan. Lembaran lateks yang di
giling tersebut harus berbentuk lembaran panjang dan di usahakan supaya tidak
terbentuk lembaran pendek. Lembaran karet tersebut tudak membentuk lembaran rata,
akan tetapi lembaran terbentuk dengan lembaran berbintik bintik yang telah di buat
pada alat penggilingan. Proses pembuatan bintik bintik ini supaya karet tidak mudah
rusak oleh jamur dan pengaruh lainya. Setelah kering, kemudian lembaran karet di
angkut ke ruang pengasapan.
8. Proses Pengasapan
Proses pengasapan adalah proses yang di lakukan untuk merubah warna
lembaran karet dari warna putih menjadi warna cokelat. Pada proses pengasapan ini
juga di lakukan untuk mengeringkan lembaran karet. Proses pengasapan di lakukan
pada sebuah ruangan yang di sebut kamar asap. Proses pengasapan di lakukan sebanyak
lima hari dengan bahan bakar yang di gunakan adalah kayu karet 2,5 sampai dengan 3
M3/ton setiap harinya.
Setiap harinya proses pengasapan di lakukan dengan kemar asap yang mempunyai suhu
yang berbeda beda. Suhu kamar sesuai hari lembaran karet dalam kamar asap sebagai
berikut:
 Hari pertama suhu yang digunakan adalah 40 derajat celcius
 Hari kedua suhu yang digunakan adalah 45 derajat celcius
 Hari ketiga suhu yang digunakan adalah 50 derajat celcius
 Hari keempat suhu yang digunakan adalah 55 derajat celcius
 Hari kelima atau hari terakhir suhu yang digunakan adalah 60 derajat celcius
Setiap kamar asap, suhu tidak boleh kurang atau lebih. Jika suhu kurang atau
melebihi suhu yang di tentukan, maka akan sangat berpengaruh pada hasil yang
didapatkan. Setelah lima hari berada di dalam kamar asap, kemudian lembaran
lembaran karet di angkut keruang sortasi dengan warna lembaran karet yang sudah
ditentukan dan layak masuk kedalam ruang sortasi.
9. Sortasi
Sortasi adalah proses pengumpulan lembaran lembaran karet sebelum
pengepakan. Pada ruang sortasi ini lembaran lembaran karet akan di pisahkan sesuai
warna dari karet yang di sebut Riber Smoked sheat dan di singkat dengan RSS. Dalam
proses sortasi, lembaran karet di bedakan dengan empat RSS yaitu RSS 1, RSS 2, RSS
3, dan RSS 4. Setiap RSS di bedakan dengan warna dari lembaran karet tersebut. RSS
1,2,3, dan 4 mempunyai warna sama yaitu warna cokelat tetapi ada perbedaan di setiap
RSS seperti contoh RSS1 lebih cokelat di bandingkan RSS4 yang mempunyai warna
cokelat kehitaman, begitu juga pada RSS2 dan RSS3 dimana keempatnya mempunyai
warna mirip namun berbeda. Setelah proses pembedaan di setiap RSSnya, di lakukan
proses selanjutnya yang dinamakan cutting atau proses pengguntingan.
Proses cutting juga dilakukan di dalam ruang sortasi. Proses cutting, dilakukan
pemeriksaan terhadap karet karet yang rusak. Kerusakan pada karet dapat di lihat
dengan adanya warna putih pada lembaran lembaran karet dengan menggunakan lampu
neon warana putih, kemudian lembaran karet yang mempunyai warna bintik bintik
putih di dalamnya akan di gunting. Lembaran karet yang bersih dari bintik bintik
berwarna putih di simpan sesuai warna RSS masing masing dan lembaran karet yang
memiliki warna bintik bintik putih di simpan untuk di daur ulang.
10. Pengepakan
Proses pengepakan dilakukan di dalam ruang sortasi. Pengepakan di lakukan
dengan melakukan penimbangan terlebih dahulu. Untuk RSS yang utuh berat yang
harus ditimbang untuk pengepakan adalah 113/ball, sedangkan untuk cutting 116/ball.
Namun setiap pengepakan tidak semuanya mempunyai berat seperti yang di tentukan
di atas. Berat dari pengepakan dapat di sesuaikan dengan pesanan pemasok. Sebelum
di lakukan pengepakan, lembaran karet tersebut di pres terlebih dahulu dan kemudian
dilakukan pengepakan setelah itu lembaran karet tersebut dibungkus yang dinamakan
pembungkusan ball dan di beri merk.
Diagram Alir

Penyadapan Pengangkutan Penerimaan Latex Pembersihan


Latex Segar

Sortasi Pengasapan Penggilingan Penampungan

Pengepakan
BAB III
KESIMPULAN

Sumber: Direktorat Jenderal Industri Agro dan Kimia Departemen Perindustrian


F. Daftar Pustaka

http://industrikaret.wordpress.com/category/industri-karet/

http://sustainablemovement.wordpress.com/tag/karet/

Departemen Perindustrian, 2007. Gambaran Sekilas Industri Karet

Anda mungkin juga menyukai