Anda di halaman 1dari 10

Sejarah Plastik

 Sejak tahun 1950-an plastik menjadi bagian penting dalam hidup manusia. Plastik
digunakan sebagai bahan baku kemasan, tekstil, bagian-bagian mobil dan alat-alat
elektronik. Dalam dunia kedokteran, plastik bahkan digunakan untuk mengganti
bagian-bagian tubuh manusia yang sudah tidak berfungsi lagi. Pada tahun 1976
plastik dikatakan sebagai materi yang paling banyak digunakan dan dipilih
sebagai salah satu dari 100 berita kejadian pada abad ini.

 Plastik pertama kali diperkenalkan oleh Alexander Parkes pada tahun 1862 di
sebuah ekshibisi internasional di London, Inggris. Plastik temuan Parkes disebut
parkesine ini dibuat dari bahan organik dari selulosa. Parkes mengatakan bahwa
temuannya ini mempunyai karakteristik mirip karet, namun dengan harga yang
lebih murah. Ia juga menemukan bahwa parkesine ini bisa dibuat transparan dan
mampu dibuat dalam berbagai bentuk. Sayangnya, temuannya ini tidak bisa
dimasyarakatkan karena mahalnya bahan baku yang digunakan.  

 Pada akhir abad ke-19 ketika kebutuhan akan bola biliar meningkat, banyak gajah
dibunuh untuk diambil gadingnya sebagai bahan baku bola biliar. Pada tahun
1866, seorang Amerika bernama John Wesley Hyatt, menemukan bahwa
seluloid bisa dibentuk menjadi bahan yang keras. Ia lalu membuat bola biliar dari
bahan ini untuk menggantikan gading gajah. Tetapi, karena bahannya terlalu
rapuh, bola biliar ini menjadi pecah ketika saling berbenturan.       

 Bahan sintetis pertama buatan manusia ditemukan pada tahun 1907 ketika
seorang ahli kimia dari New York bernama Leo Baekeland mengembangkan
resin cair yang ia beri nama bakelite. Material baru ini tidak terbakar, tidak
meleleh dan tidak mencair di dalam larutan asam cuka. Dengan demikian, sekali
bahan ini terbentuk, tidak akan bisa berubah. Bakelite ini bisa ditambahkan ke
berbagai material lainnya seperti kayu lunak.  

 Tidak lama kemudian berbagai macam barang dibuat dari bakelite, termasuk
senjata dan mesin-mesin ringan untuk keperluan perang. Bakelite juga digunakan
untuk keperluan rumah tangga, misalnya sebagai bahan untuk membuat isolasi
listrik.     

 Rayon, suatu modifikasi lain dari selulosa, pertama kali dikembangkan oleh
Louis Marie Hilaire Bernigaut pada tahun 1891 di Paris. Ketika itu ia mencari
suatu cara untuk membuat sutera buatan manusia dengan cara mengamati ulat
sutera. Namun, ada masalah dengan rayon temuannya ini yaitu sangat mudah
terbakar. Belakangan masalah ini bisa diatasi oleh Charles Topham. 

  Demam Plastik

 Tahun 1920 ditandai dengan demam plastik. Wallace Hume Carothers, ahli
kimia lulusan Universitas Harvard yang mengepalai DuPont Lab,
mengembangkan nylon yang pada waktu itu disebut Fiber 66. Fiber ini
menggantikan bulu binatang untuk membuat sikat gigi dan stoking sutera. Pada

1
tahun 1940-an nylon, acrylic, polyethylene, dan polimer lainnya menggantikan
bahan-bahan alami yang waktu itu semakin berkurang.  

 novasi penting lainnya dalam plastik yaitu penemuan polyvinyl chloride (PVC)
atau vinyl. Ketika mencoba untuk melekatkan karet dan metal, Waldo Semon,
seorang ahli kimia di perusahaan ban B.F. Goodrich menemukan PVC. Semon
juga menemukan bahwa PVC ini adalah suatu bahan yang murah, tahan lama,
tahan api dan mudah dibentuk.   

 Pada tahun 1933, Ralph Wiley, seorang pekerja lab di perusahaan kimia Dow,
secara tidak sengaja menemukan plastik jenis lain yaitu polyvinylidene chloride
atau populer dengan sebutan saran. Saran pertama kali digunakan untuk peralatan
militer, namun belakangan diketahui bahwa bahan ini cocok digunakan sebagai
pembungkus makanan. Saran dapat melekat di hampir setiap perabotan seperti
mangkok, piring, panci, dan bahkan di lapisan saran sendiri. Tidak heran jika
saran digunakan untuk menyimpan makanan agar kesegaran makanan tersebut
terjaga.  

 Pada tahun yang sama, dua orang ahli kimia organik bernama E.W. Fawcett dan
R.O. Gibson yang bekerja di Imperial Chemical Industries Research Laboratory
menemukan polyethylene. Temuan mereka ini mempunyai dampak yang amat
besar bagi dunia. Karena bahan ini ringan serta tipis, pada masa Perang Dunia II
bahan ini digunakan sebagai pelapis untuk kabel bawah air dan sebagai isolasi
untuk radar.  

 Pada tahun 1940 penggunaan polyethylene sebagai bahan isolasi mampu


mengurangi berat radar sebesar 600 pounds atau sekitar 270 kg. Setelah perang
berakhir, plastik ini menjadi semakin populer. Saat ini polyethylene digunakan
untuk membuat botol minuman, jerigen, tas belanja atau tas kresek, dan kontainer
untuk menyimpan makanan. 

 Kemudian pada tahun 1938 seorang ahli kimia bernama Roy Plunkett
menemukan teflon. Sekarang teflon banyak digunakan untuk melapisi peralatan
memasak sebagai bahan antilengket.  

 Selanjutnya, seorang insinyur Swiss bernama George de Maestral sangat


terkesan dengan suatu jenis tumbuhan yang menggunakan ribuan kait kecil untuk
menempelkan dirinya. Lalu pada tahun 1957 de Maestral meniru tumbuhan
tersebut untuk membuat Velcro atau perekat dari bahan nylon.

Pengolahan Limbah Plastik Dengan Metode Daur Ulang (Recycle)

2
Akibat dari semakin bertambahnya tingkat konsumsi masyarakat serta aktivitas
lainnya maka bertambah pula buangan/limbah yang dihasilkan. Limbah/buangan
yang ditimbulkan dari aktivitas dan konsumsi masyarakat sering disebut limbah
domestik atau sampah. Limbah tersebut menjadi permasalahan lingkungan karena
kuantitas maupun tingkat bahayanya mengganggu kehidupan makhluk hidup
lainnya. Selain itu aktifitas industri yang kian meningkat tidak terlepas dari isu
lingkungan. Industri selain menghasilkan produk juga menghasilkan limbah. Dan
bila limbah industri ini dibuang langsung ke lingkungan akan menyebabkan
terjadinya pencemaran lingkungan. Limbah adalah buangan yang dihasilkan dari
suatu proses produksi baik industri maupun domestik (rumah tangga, yang lebih
dikenal sebagai sampah), yang kehadirannya pada suatu saat dan tempat tertentu
tidak dikehendaki lingkungan karena tidak memiliki nilai ekonomis.Jenis limbah
pada dasarnya memiliki dua bentuk yang umum yaitu; padat dan cair, dengan tiga
prinsip pengolahan dasar teknologi pengolahan limbah;

Limbah dihasilkan pada umumnya akibat dari sebuah proses produksi yang keluar
dalam bentuk %scrapt atau bahan baku yang memang sudah bisa terpakai. Dalam
sebuah hukum ekologi menyatakan bahwa semua yang ada di dunia ini tidak ada
yang gratis. Artinya alam sendiri mengeluarkan limbah akan tetapi limbah
tersebut selalu dan akan dimanfaatkan oleh makhluk yang lain. Prinsip ini dikenal
dengan prinsip Ekosistem (ekologi sistem) dimana makhluk hidup yang ada di
dalam sebuah rantai pasok makanan akan menerima limbah sebagai bahan baku
yang baru.

Limbah Plastik

Nama plastik mewakili ribuan bahan yang berbeda sifat fisis, mekanis, dan kimia.
Secara garis besar plastik dapat digolongkan menjadi dua golongan besar, yakni
plastik yang bersifat thermoplastic dan yang bersifat thermoset. Thermoplastic
dapat dibentuk kembali dengan mudah dan diproses menjadi bentuk lain,
sedangkan jenis thermoset bila telah mengeras tidak dapat dilunakkan kembali.
Plastik yang paling umum digunakan dalam kehidupan sehari-hari adalah dalam
bentuk thermoplastic.

Seiring dengan perkembangan teknologi, kebutuhan akan plastik terus meningkat.


Data BPS tahun 1999 menunjukkan bahwa volume perdagangan plastik impor
Indonesia, terutama polipropilena (PP) pada tahun 1995 sebesar 136.122,7 ton
sedangkan pada tahun 1999 sebesar 182.523,6 ton, sehingga dalam kurun waktu
tersebut terjadi peningkatan sebesar 34,15%. Jumlah tersebut diperkirakan akan
terus meningkat pada tahun-tahun selanjutnya. Sebagai konsekuensinya,
peningkatan limbah plastikpun tidak terelakkan. Menurut Hartono (1998)
komposisi sampah atau limbah plastik yang dibuang oleh setiap rumah tangga
adalah 9,3% dari total sampah rumah tangga. Di Jabotabek rata-rata setiap pabrik
menghasilkan satu ton limbah plastik setiap minggunya. Jumlah tersebut akan
terus bertambah, disebabkan sifat-sifat yang dimiliki plastik, antara lain tidak
dapat membusuk, tidak terurai secara alami, tidak dapat menyerap air, maupun
tidak dapat berkarat, dan pada akhirnya akhirnya menjadi masalah bagi
lingkungan. (YBP, 1986).

3
Plastik juga merupakan bahan anorganik buatan yang tersusun dari bahan-bahan
kimia yang cukup berahaya bagi lingkungan. Limbah daripada plastik ini
sangatlah sulit untuk diuraikan secara alami. Untuk menguraikan sampah plastik
itu sendiri membutuhkan kurang lebih 80 tahun agar dapat terdegradasi secara
sempurna. Oleh karena itu penggunaan bahan plastik dapat dikatakan tidak
bersahabat ataupun konservatif bagi lingkungan apabila digunakan tanpa
menggunakan batasan tertentu. Sedangkan di dalam kehidupan sehari-hari,
khususnya kita yang berada di Indonesia,penggunaan bahan plastik bisa kita
temukan di hampir seluruh aktivitas hidup kita. Padahal apabila kita sadar, kita
mampu berbuat lebih untuk hal ini yaitu dengan menggunakan kembali (reuse)
kantung plastik yang disimpan di rumah. Dengan demikian secara tidak langsung
kita telah mengurangi limbah plastik yang dapat terbuang percuma setelah
digunakan (reduce). Atau bahkan lebih bagus lagi jika kita dapat mendaur ulang
plastik menjadi sesuatu yang lebih berguna (recycle). Bayangkan saja jika kita
berbelanja makanan di warung tiga kali sehari berarti dalam satu bulan satu orang
dapat menggunakan 90 kantung plastik yang seringkali dibuang begitu saja. Jika
setengah penduduk Indonesia melakukan hal itu maka akan terkumpul 90×125
juta=11250 juta kantung plastik yang mencemari lingkungan. Berbeda jika
kondisi berjalan sebaliknya yaitu dengan penghematan kita dapat menekan hingga
nyaris 90% dari total sampah yang terbuang percuma. Namun fenomena yang
terjadi adalah penduduk Indonesia yang masih malu jika membawa kantung
plastik kemana-mana. Untuk informasi saja bahwa di supermarket negara China,
setiap pengunjung diwajibkan membawa kantung plastik sendiri dan apabila tidak
membawa maka akan dikenakan biaya tambahan atas plastik yang dikeluarkan
pihak supermarket.

Pengelolaan Limbah Plastik Dengan Metode Recycle (Daur Ulang)

Pemanfaatan limbah plastik merupakan upaya menekan pembuangan plastik


seminimal mungkin dan dalam batas tertentu menghemat sumber daya dan
mengurangi ketergantungan bahan baku impor. Pemanfaatan limbah plastik dapat
dilakukan dengan pemakaian kembali (reuse) maupun daur ulang (recycle). Di
Indonesia, pemanfaatan limbah plastik dalam skala rumah tangga umumnya
adalah dengan pemakaian kembali dengan keperluan yang berbeda, misalnya
tempat cat yang terbuat dari plastik digunakan untuk pot atau ember. Sisi jelek
pemakaian kembali, terutama dalam bentuk kemasan adalah sering digunakan
untuk pemalsuan produk seperti yang seringkali terjadi di kota-kota besar
(Syafitrie, 2001).

Pemanfaatan limbah plastik dengan cara daur ulang umumnya dilakukan oleh
industri. Secara umum terdapat empat persyaratan agar suatu limbah plastik dapat
diproses oleh suatu industri, antara lain limbah harus dalam bentuk tertentu sesuai
kebutuhan (biji, pellet, serbuk, pecahan), limbah harus homogen, tidak
terkontaminasi, serta diupayakan tidak teroksidasi. Untuk mengatasi masalah
tersebut, sebelum digunakan limbah plastik diproses melalui tahapan sederhana,
yaitu pemisahan, pemotongan, pencucian, dan penghilangan zat-zat seperti besi
dan sebagainya (Sasse et al.,1995).

4
Menghancurkan Plastik dengan Air

Terdapat hal yang menguntungkan dalam pemanfaatan limbah plastik di Indonesia


dibandingkan negara maju. Hal ini dimungkinkan karena pemisahan secara
manual yang dianggap tidak mungkin dilakukan di negara maju, dapat dilakukan
di Indonesia yang mempunyai tenaga kerja melimpah sehingga pemisahan tidak
perlu dilakukan dengan peralatan canggih yang memerlukan biaya tinggi. Kondisi
ini memungkinkan berkembangnya industri daur ulang plastik di Indonesia
(Syafitrie, 2001).

Pemanfaatan plastik daur ulang dalam pembuatan kembali barang-barang plastik


telah berkembang pesat. Hampir seluruh jenis limbah plastik (80%) dapat diproses
kembali menjadi barang semula walaupun harus dilakukan pencampuran dengan
bahan baku baru dan additive untuk meningkatkan kualitas (Syafitrie, 2001).
Menurut Hartono (1998) empat jenis limbah plastik yang populer dan laku di
pasaran yaitu polietilena (PE), High Density Polyethylene (HDPE), polipropilena
(PP), dan asoi.

Plastik Daur Ulang Sebagai Matriks

Di Indonesia, plastik daur ulang sebagian besar dimanfaatkan kembali sebagai


produk semula dengan kualitas yang lebih rendah. Pemanfaatan plastik daur ulang
sebagai bahan konstruksi masih sangat jarang ditemui. Pada tahun 1980 an, di
Inggris dan Italia plastik daur ulang telah digunakan untuk membuat tiang telepon
sebagai pengganti tiang-tiang kayu atau besi. Di Swedia plastik daur ulang
dimanfaatkan sebagai bata plastik untuk pembuatan bangunan bertingkat, karena
ringan serta lebih kuat dibandingkan bata yang umum dipakai (YBP, 1986).

Pemanfaatan plastik daur ulang dalam bidang komposit kayu di Indonesia masih
terbatas pada tahap penelitian. Ada dua strategi dalam pembuatan komposit kayu
dengan memanfaatkan plastik, pertama plastik dijadikan sebagai binder sedangkan
kayu sebagai komponen utama; kedua kayu dijadikan bahan pengisi/filler dan
plastik sebagai matriksnya. Penelitian mengenai pemanfaatan plastik
polipropilena daur ulang sebagai substitusi perekat termoset dalam pembuatan
papan partikel telah dilakukan oleh Febrianto dkk (2001). Produk papan partikel
yang dihasilkan memiliki stabilitas dimensi dan kekuatan mekanis yang tinggi
dibandingkan dengan papan partikel konvensional. Penelitian plastik daur ulang
sebagai matriks komposit kayu plastik dilakukan Setyawati (2003) dan Sulaeman
(2003) dengan menggunakan plastik polipropilena daur ulang. Dalam pembuatan
komposit kayu plastik daur ulang, beberapa polimer termoplastik dapat digunakan
sebagai matriks, tetapi dibatasi oleh rendahnya temperatur permulaan dan
pemanasan dekomposisi kayu (lebih kurang 200°C).

5
Dilihat dari jenisnya, limbah plastik merupakan komponen ketiga terbanyak yang
dibuang setelah limbah organik dan kertas. Meski dari segi jumlah tidak tergolong
banyak, limbah plastik merupakan masalah lingkungan yang terbesar karena
materialnya tidak mudah diurai oleh alam, baik oleh curah hujan dan panas
matahari, maupun oleh mikroba tanah.

Karena ringan, plastik akan cenderung terangkat ke permukaan ketika ditimbun


sehingga mengotori lingkungan sekitar. Jika tercecer di badan air, plastik
cenderung menyumbat aliran. Bila dibakar akan menimbulkan asap yang
membahayakan lingkungan dan kesehatan manusia.

Dengan kian meningkatnya kebutuhan barang plastik, limbah ini akan


menimbulkan masalah yang kian pelik. Hal ini bisa dilihat dari perkiraan
kebutuhan plastik 220 juta penduduk Indonesia pada tahun 2003 yang akan
mencapai sekitar 1,35 juta ton, menurut Indonesia Plastic Industries.

Material plastik yang sudah dikenal sejak puluhan tahun silam sebagai bahan hasil
rekayasa polimer, kini telah muncul dalam berbagai jenis produk mulai dari
kantung plastik, tas kresek, sampai komponen berteknologi tinggi seperti barang
elektronik, otomotif, dan pesawat terbang. Bahan ini banyak digunakan karena
mempunyai banyak sifat unggul, seperti ringan, transparan, tahan air, elastis, dan
harganya relatif murah.

Selama ini memang telah ada upaya untuk mendaur ulang plastik yang dilakukan
oleh pemulung dan industri pendaur ulang plastik, namun tidak semua limbah
tertangani dan beberapa jenis plastik seperti styrofoam dan plastik multilayer
belum dapat dimanfaatkan.

Menurut Tomridjo dari Dana Mitra Lingkungan dalam seminar tentang limbah
plastik yang diselenggarakan Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi
(BPPT), belum lama ini daur ulang yang sudah dilakukan adalah menggunakan
proses generik, yaitu satu jenis plastik bekas, diproses menghasilkan plastik yang
sama, namun sifat fisiknya lebih rendah.

Teknik daur ulang yang lebih baik adalah dengan proses pencampuran, yaitu
mencampurkan semua jenis plastik dalam extruder yang melelehkannya pada suhu
tertentu kemudian dimasukkan dalam cetakan yang sesuai dengan produk yang
diinginkan.

Air superkritis
Mengolah limbah plastik kemudian dicoba dengan air superkritis atau
supercritical hydrogen dioxide (ScH2O). Peneliti BPPT Mohamad Yusman dan
Tusy A Adibroto dari Pusat Pengkajian dan Penerapan Teknologi Lingkungan
BPPT, pada seminar tersebut mempresentasikan hasil penelitian penggunaan air
superkritis ini.

Air pada kondisi superkritis, yaitu di atas suhu 374 derajat Celsius dan tekanan di
atas 220 atmosfer memiliki sifat yang berbeda dengan air pada kondisi normal

6
atau suhu kamar dan tekanan atmosfer. Pada kondisi yang superkritis, air mampu
melarutkan dan mendekomposisi senyawa organik, termasuk plastik dan gas.

Plastik yang terdekomposisi akan menghasilkan senyawa dasar penyusunnya,


yaitu monomer yang selanjutnya dapat digunakan kembali sebagai bahan baku
plastik dengan kualitas yang sama. Namun, karena memiliki suhu dan tekanan
kritis tinggi, maka sifat air akan berubah menjadi asam dan memiliki daya korosif
terhadap bahan logam reaktornya. Oleh karena itu, masih perlu dilakukan kajian
lebih lanjut terhadap penerapan air superkritis (ScH2O) pada berbagai penggunaan
industri maupun penanganan berbagai macam limbah, urai Tusy yang juga
direktur di pusat kajian itu.

Ditemukannya air superkritis bermula dari hasil percobaan yang dilakukan oleh
peneliti dari Perancis Baron Charles Cagniard de la Tour, pada tahun 1821.
Setelah itu dilakukan serangkaian penelitian di berbagai perguruan tinggi di dunia
untuk memanfaatkan air superkritis guna mendestruksi bahan berbahaya dan
beracun, termasuk bahan mudah meledak, propelan, dan bahan kimia dari senjata
kimia.

Saat ini, ScH2O mulai dikembangkan untuk reaksi senyawa organik. Beberapa
kelebihan yang dimiliki medium ini antara lain, kemampuan laju reaksinya yang
tinggi, kemampuan mengekstraksi, mendekomposisi, dan menghilangkan polutan
dalam limbah, serta dalam mendekomposisi sampah plastik.

Dalam keadaan suhu dan tekanan tinggi, air superkritis mampu melarutkan semua
senyawa organik, termasuk plastik. Kelarutan senyawa ini sangat tergantung pada
suhu, konstanta dielektrika, dan berat jenisnya.

Upaya untuk mendapatkan kembali senyawa dasar polimer plastik, yaitu


monomer, dilakukan untuk memproduksi plastik kembali dengan kualitas yang
sama melalui proses polimerisasi. Beberapa contoh depolimerisasi adalah PET
menjadi asam terephthalate dab ethylene glycol. Nylon 6 menjadi konstanta
dielektrika caprolactam dan air.

Kelebihan ScH2O sebagai medium untuk depolimerisasi dibandingkan dengan


fluida lain yang dapat digunakan sebagai fluida superkritis antara lain harganya
murah, tidak beracun, serta tidak mudah terbakar dan meledak. Tidak
menghasilkan jelaga atau karbon karena reaksinya dalam sistem tertutup. Reaksi
juga dapat dilakukan tanpa menggunakan bantuan katalis.

Namun, kekurangannya, ScH2Omemerlukan suhu dan tekanan kritis yang lebih


tinggi dibandingkan fluida lain. Bandingkan dengan metanol dan toluene yang
memerlukan suhu 239,5oC dan 318,6oC serta tekanan 8.10 dan 4.11 Mpa. Di
samping itu, keasaman air akan meningkat pada suhu tinggi, yang ditunjukkan
oleh kenaikan konsentrasi ion hidrogen 30 kali lipat dibandingkan dengan air pada
kondisi normal. [yun]

7
Sampah Plastik yang Bermanfaat

Senin, 25-02-2008 16:22:41 oleh: Berthold Sinaulan


Kanal: Peristiwa

Jakarta kota metropolitan yang modern. Begitu seringkali


diungkapkan banyak pihak. Lihat saja bangunan bertingkat
yang seolah-olah berlomba saling bersaing untuk menjadi
yang tertinggi di ibu kota Republik Indonesia. Pusat-pusat
perbelanjaan modern yang menawarkan berbagai produk
modern juga terdapat di hampir semua sudut kota Jakarta.

Sekilas, Jakarta tak kalah dengan Singapura. Sama-sama


modern, sama-sama menawan. Namun dari segi
kebersihan lingkungan, jelas masih jauh. Contohnya,
ketika saya mengunjungi suatu pusat perbelanjaan modern
di Jakarta Selatan, Minggu (24/2) siang. Di dalam pusat
perbelanjaan itu ada department store yang sedang menawarkan belanja sale
dengan potongan harga besar-besaran. Kopor kecil Delsey yang tadinya berharga
sekitar Rp 1 juta, ditawarkan hanya Rp 630.000 saja. Begitu juga dengan produk
kemeja pria yang tadinya Rp 600.000 ditawarkan hanya Rp 350.000 saja.

Masih banyak produk lainnya yang ditawarkan dengan potongan harga cukup
besar. Iklan tawaran belanja sale itu sebelumnya sudah dimuat di banyak media
massa. Tak heran ketika department store itu membuka pintunya saat sale tiba,
berbondong-bondong orang memasukinya. Begitu banyaknya orang yang masuk,
sampai lantainya terlihat agak kotor. Bahkan di tangga jalan, terlihat penuh
sampah-sampah kecil.

Bayangkan di dalam pusat perbelanjaan modern, ada sampah berserakan,


walaupun hanya potongan kertas kecil atau bekas lumpur yang menempel di alas
kaki. Bagaimana pula di luar, di tepi jalan, atau di tempat-tempat lainnya? Sampah
memang masih menjadi masalah besar bagi Jakarta.

Data terakhir dari Dinas Kebersihan DKI Jakarta menunjukkan, jumlah sampah di
Jakarta mencapai hampir 28.000 meter kubik setiap hari. Komposisinya terdiri
dari 65 persen sampah organik dan 35 persen sampah nonorganik. Penyumbang
terbesar sampah itu berasal dari sampah rumah tangga yang mencapai sekitar 60
persen dari total sampah yang terdapat di Jakarta setiap harinya.

Sampah plastik jumlahnya juga tergolong cukup besar. Padahal, sampah plastik
membutuhkan waktu 200 sampai 1.000 tahun untuk dapat terurai. Data dari
Environment Protection Body, sebuah lembaga lingkungan hidup di Amerika
Serikat, mencatat ada sekitar 500 miliar sampai 1 triliun tas plastik digunakan di

8
seluruh dunia setiap tahunnya. Itu berarti, sampah plastik jumlahnya terhitung
cukup banyak.

Untuk mengurangi sampah plastik itu, ada cara untuk "memendekkan" umur
sampah plastik itu dengan membakarnya. Namun hal itu sangat berbahaya, karena
kandungan limbah sampah plastik yang terlepas ke udara saat terbakar, dapat
membahayakan kesehatan mahluk hidup, termasuk manusia.

Itulah sebabnya, Yayasan Unilever Indonesia bekerja sama dengan sejumlah


Lembaga Swadaya Masyarakat, mencoba memberikan penyadaran bahaya
sampah plastik tersebut, lewat kegiatan Jakarta Green & Clean yang melibatkan
banyak ibu rumah tangga di lima wilayah Jakarta.

Ibu-ibu rumah tangga itu diajak untuk mengubah sampah plastik bekas bungkusan
sabun cuci, pewangi busana, pengharum ruangan, dan sebagainya, menjadi karya
kreatif yang berguna. Mulai dari dompet berbagai ukuran, tas, sampai payung, dan
berbagai pernak-pernik bermanfaat lainnya. Paling tidak itulah yang terlihat dalam
kunjungan sejumlah wartawan ke kawasan Pasar Minggu, Jakarta Selatan, dan
Cipinang Melayu, Jakarta Timur, 22 Februari lalu.

Ibu-ibu yang menjadi kader lingkungan di kedua tempat itu, terlihat antusias
mengumpulkan plastik-plastik bekas bungkusan, yang kemudian dicuci,
dikeringkan, lalu dipilah-pilah sesuai jenisnya, dan selanjutnya dipotong-potong,
dan dijahit menjadi dompet, tas, payung, dan barang-barang berguna lainnya.

Direktur Human Resources dan Corporate Relation PT Unilever Indonesia Tbk,


Josef Bataona, menjelaskan kegiatan para kader lingkungan tersebut merupakan
bagian dari program Jakarta Green & Clean. Program yang dimulai pada 2006 itu,
kini telah menghasilkan lebih dari 7.000 kader lingkungan di lima wilayah DKI
Jakarta.

"Melalui program pemberdayaan perempuan dalam pengelolaan sampah plastik,


sebanyak 100 ibu rumah tangga se DKI Jakarta telah dilatih daur ulang sampah
plastik, kiat kewirausahaan, dan keterampilan praktis menjahit kemasan bekas
menjadi berbagai barang bermanfaat," jelas Josef Bataona.

Ditambahkannya, dari situlah muncul program pemberdayaan perempuan sebagai


pengusaha kecil pendaur ulang sampah, menjadi barang-barang yang bernilai
guna dan ekonomis, dan sekaligus fashionable pula. Program pemberdayaan
masyarakat melalui plastik ini, selain dapat meningkatkan taraf hidup masyarakat,
juga dapat menyelamatkan lingkungan dari bahaya sampah plastik."

Kita tentu berharap, makin banyak lagi program sejenis yang membantu
menyadarkan masyarakat tentang pentingnya pengelolaan sampah. Sehingga suatu
saat, Jakarta memang bisa seperti Singapura, yang modern dan bersih
lingkungannya. Semoga.

9
10

Anda mungkin juga menyukai