Anda di halaman 1dari 6

BUMI ATAU PLASTIK ?

Kita sering menemukan banyak sampah khususnya sampah plastik,dimanapun tidak mengenal
keadaan

Masalah plastik benar-benar sulit dipahami. Fakta dan angkanya begitu mencengangkan nyaris
fantastis. Benarkah separuh plastik yang pernah ada diproduksi dalam 15 tahun? Bahwa satu triliun
kantong plastik digunakan di seluruh dunia setiap tahun, dengan rata-rata “masa kerja” hanya 15
menit? Dan bahwa perkiraan plastik itu bertahan berkisar dari 450 tahun hingga selamanya?

Jawabannya, sayang sekali, adalah iya-fakta suram itu, dan lebih banyak lagi semuanya benar.
Seperti yang kita ketahui plastik, tentu saja, adalah benda yang hebat. Karena saat itu, plastik
membantu pihak Sekutu memenangkan Perang Dunia II, “memudahkan perjalanan ke ruang
angkasa, dan merevolusi bidang pengobatan. Dalam kantong udara, inkubator, helm, atau hanya
dengan mengirimkan air minum bersih kepada masyarakat miskin dalam botol-botol sekali-pakai
yang kini dicap buruk, plastik menyelamatkan nyawa setiap hari.” katanya yang ditulis oleh Laura
Parker, penulis majalah National Geographic edisi Juni 2018.

Pada tahun 2017, industri plastik Indonesia mempunyai kapasitas 3,23 juta ton per tahun,
memproduksi 2,53 juta ton per tahun, permintaan dari perusahaan dan sebagainya sebanyak 5,83
juta ton per tahun, mengimpor ke dalam maupun luar negeri 2,15 juta ton per tahun, dan hanya
dikomsumsi daur ulang sebesar 1,15 juta ton per tahun saja. Ini membuat Indonesia sebagai negara
pencemar terbesar di Asia Tenggara.

Sebuah riset Jenna Jambeck dari University of Georgia menunjukkan bahwa 3,2 juta ton plastik
melayang-layang di perairan Indonesia pada awal dekade ini. Kita dan plastik begitu melekat, dan
penggunaannya harus bijak. Pemerintah juga sudah berupaya untuk meminimumkan penggunaan
plastik. Upaya ini memang tidak mampu mengimbangi gelombang sampah plastik. Namun,
gagasan ini setidaknya memunculkan pertanyaan kepada diri sendiri: Perkara mana yang lebih
penting antara Bumi dan Plastik?

Mendengar kata ‘plastik’, ada sebuah kalimat yang cocok untuk satu kata ini “Kita
membuatnya. Kita bergantung padanya. Kita tenggelam di dalamnya.” Kita membuatnya, 150
(abad ke-19) tahun silam kita menciptakan materi yang ringan, kuat, dan murah. Kita bergantung
padanya, saat ini, materi mukjizat ini membantu jantung berdenyut dan pesawat melesat di udara.
Kita tenggelam di dalamya, sekitar 8 juta ton di antaranya tiba di laut setiap tahun dan lebih dari
40 persen di antaranya hanya digunakan satu kali lalu dibuang.

Saat plastik diciptakan, produksi massal baru dimulai terjadi sekitar 1950, “hanya ada 8,3 miliar
ton plastik yang harus ditangani. Dari jumlah itu, lebih dari 6,3 miliar ton sudah menjadi sampah.
Dan dari sampah itu, ada 5,7 miliar ton yang tidak pernah sampai ke tempat daur ulang-angka yang
mencengangkan para ilmuwan yang menghitungnya pada 2017.

Entah berapa banyak sampah plastik yang tidak didaur ulang yang sampai ke laut. Sementara
itu, plastik diperkirakan menewaskan jutaan satwa laut setiap tahun. Diketahui hampir 700 spesies,
termasuk yang terancam punah, terkena dampaknya. Sebagian cedera dengan gambling-tercekik
jala terbengkalai atau cincin plastik kemasan minuman kaleng. Mungkin lebih banyak lagi yang
cedera tanpa terlihat. Selain laut, sungai pun sudah banyak yang tercemar, karena sungai adalah
jalur utama yang dilalui sampah plastik sampai ke laut. Lima belas dari 20 sungai pencemar tebesar
di dunia, ada di Asia. Melihat pernyataan ini, saya bisa memahami mengapa sebagian orang
menganggap plastik laut akan menjadi bencana.

Richard Thompson, seorang peneliti asal Inggris ingin meneliti sejauh mana masalah sampah
plastik yang sangat meprihatikan akhir-akhir ini. Oleh karena itu, beliau dan teman-temannya pergi
menuju pantai Kamilo Point, Hawaii dan mereka menemukan sebuah batu yang dinamakan
‘plastiglomerat’ jenis batu yang terbentuk saat serpih plastik-mungkin dalam api unggun-menyatu
dengan pasir, batu, kerang, dan karang. Menurut para ahli geologi, ini bisa menjadi tanda abadi
tentang dampak kita pada bumi.

Selain Thompson, beberapa peneliti lain ingin meneliti juga lebih lanjut dan mereka hanya
menemukan satu persen dari plastik yang diperkirakan mengapung di permukaan laut—sisanya
tidak terlihat. Salah satu alasannya: plastik terpecah menjadi keeping-keping kecil, yang lebih sulit
dilihat tetapi mungkin berdampak besar bagi kehidupan laut.

Masih ingat tentang kasus hilangnya pesawat penerbangan MH 370 Malaysia? Pesawat itu
menghilang dari layar radar pada bulan Maret 2014 saat terbang dari Kuala Lumpur ke Beijing,
pencariannya mencakup wilayah dari Indonesia hingga Samudra Hindia selatan. Liputannya
menyedot perhatian pemirsa dunia berminggu-minggu. Puing-puingnya tidak ditemukan.
Beberapa kali, saat citra satelit menampakkan kumpulan benda yang mengapung di permukaan
laut, harapan melonjak bahwa benda itu adalah bagian pesawat. Tenyata bukan, semuanya
sampah—keping-keping kontainer pecah, peralatan menangkap ikan yang terbengkalai, dan tentu
saja, kantong belanja plastik. Hingga saat ini, hilangya pesawat itu tetap menjadi misteri.

Selain itu, kita bergeser ke sisi lain dengan menengok ke sebuah pulau yang tak berpenghuni
bernama Pulau Henderson yang berada di Samudra Pasifik Selatan. Pada 2015, peneliti membuat
katalog mencatat 53.000 buah sampah dalam area sampel dan memperhitungkan total sampah itu
sebanyak 38 juta. Para peneliti juga membaca label dan menentukan negara asal untuk 88 benda
yang ditemukan. Lebih dari sepertiga berasal dari Tiongkok sebagai produsen plastik terbesar—
mencapai lebih serempat dari total global—sebagian besar diekspor ke seluruh dunia sehingga
dijuluki ‘Ibu kota plastik dunia’ atau Jepang, lebih dari seperempat dari Amerika Selatan. Sebagian
datang jauh-jauh dari dari Skotlandia dan Jerman.

Bayangkan saja, sampah plastik semakin banyak hingga tak bisa terurai dalam jangka waktu
pendek dan seluruh makhluk hidup terkena dampaknya, kita disini mengambil beberapa contoh,
dimulai dari segi hewan yang pertama, seekor bangau yang terjebak dalam kantong plastik dan
dibebaskan oleh seorang fotografer di Spanyol. Satu kantong bisa membunuh lebih dari satu kali,
membuat satwa terjebak lagi. Yang kedua, di Okinawa, Jepang, kelomang masuk ke tutup botol
plastik. Pengunjung pantai mengambili cangkang kelomang lalu meninggalkan sampah.

Dari segi kesehatan manusia, plastik terbuat sari bahan polimer (sejenis poliester) dan bahan
kimia lainnnya, sehingga dia tetap kuat. Beberapa bahan kimia ini dianggap sebagai penganggu
endokrin—bahan kimia yang menganggu fungsi hormone normal. Penghambat nyala api dapat
menganggu perkembangan otak; senyawa lain yang melekat pada plastik dapat menyebabkan
kanker atau cacat lahir. Banyak dari bahan kimia ini tampaknya mengakibatkan cacat hewan
percobaan, pada tingkat yang dianggap oleh manusia oleh beberapa pemerintah.

Dari beberapa masalah tersebut, seorang peneliti dari Indonesia bernama Isroi, peneliti dari
Pusat Penelitian Bioteknologi, dan Bioindustri Indonesia, di Bogor membuat bioplastik yang bisa
disantap dengan aman bagi manusia dan beliau berhasil membuat kemasan bening, berbahan
utama tepung singkong atau tapioca bahkan menggunakan limbah industri—yaitu monomer gula
dan turunannya (selulosa), yang sangat melimpah dan tersedia sepanjang tahun.

Bioplastik ini telah digunakan untuk membongkos dodol dari Banjarnegara sebagai pengganti
plastik sekali pakai yang tidak akan menghasilkan sampah dan jika dibuang pun, bisa dijadikan
pakan, atau dikomposkan dan diuraikan oleh alam dalam waktu kurang dari tiga bulan. Dengan
begitu, beliau juga berharap bahwa satu atau dua tahun mendatang, bioplastik ini sudah bisa
diproduksi secara komersial. “Target kami ke depan, adalah menciptakan pembungkus minyak
bumbu dalam mi instan yang bisa langsung dimasak tanpa membuka bungkusnya.” Bahkan, sudah
ada prototipe mangkuk bioplastik yang bisa disantap, sudah tersedia di laboratoriumnya.

Bioplastik sendiri bukanlah hal baru. Sejak 1990, Eropa mengembangkan produk ini dengan bahan
baku jagung dan serat bunga matahari. Oleh karena itu kesempatan membuka pasar baru tersebut
juga diambil oleh Kevin Kumala, CEO Avani Eco, satu perusahaan start-up berbasis sains. Avani
Eco menyediakan produk bioplastik yang terbuat dari pati singkong dan bukan polystyrene seperti
pada kantong plastik kebanyakan. Produk yang sudah dipasarkan di antaranya adalah sedotan
bioplastik, gelas minum bioplastik, wadah makanan bioplastik, sampai dengan kantong berlabel 'I
am not plastic.'
Masalahnya, menurut Kevin, produk di Eropa tersebut produksinya mahal, sebab bahan bakunya
pun relatif mahal. Akhirnya, ia mendapat solusi atas persoalan itu dan memakai bahan baku
singkong dengan pertimbangan biaya yang lebih ekonomis dibanding jagung. Selain memenuhi
syarat sebagai bahan, singkong yang digunakannya telah lulus toxicity test dan aman jika produk
hasilnya dikonsumsi hewan laut.

Menariknya lagi, bioplastik produksi Avani tersebut mampu larut dalam air panas. Di dalam air
dingin ia akan menjadi lunak dan kemudian berubah menjadi karbondioksida, air, dan biomassa
secara alami.

Sayangnya, kapasitas produksi komoditas bioplastik biodegradabel tersebut hanya menyumbang


di bawah 1 persen permintaan plastik nasional. Hal ini disebabkan karena faktor produksi
pembuatan bioplastik yang rata-rata lebih tinggi 1,5-3 kali dari ongkos produksi plastik
konvensional, yang kemudian berimbas pada tingginya harga jual bioplastik di pasaran.
BUMI ATAU PLASTIK

Oleh :
Lutfiah Kamilah
Putri Wulandari

SMAN 1 DRAMAGA
2018
LEMBAR PERNYATAAN ORISINALITAS KARYA

Yang bertanda tangan di bawah ini, saya:

Nama : Lutfiah kamilah

Putri Wulandari

Tempat & tanggal lahir :

Bogor 15 oktober 2015

Alamat Tempat Tinggal :

Bogor Ciomas

Alamat email :

pw44132@gmail.com

HP :

08151892005

Judul Naskah Cerita : Bumi atau Plastik

Dengan ini saya menyatakan bahwa tulisan/naskah cerita rakyat yang saya
sertakan dalam Lomba Penulisan Cerita Rakyat tahun 2015 adalah benar-benar hasil
karya saya sendiri, bukan jiplakan karya orang lain dan belum pernah diikutkan dalam
segala bentuk perlombaan serta belum pernah dimuat di manapun.

Apabila di kemudian hari ternyata tulisan/naskah saya tidak sesuai dengan


pernyataan ini, maka secara otomatis tulisan/naskah saya dianggap gugur. Demikian
pernyataan ini dibuat dengan sebenarnya.

................................................2015

Yang Menyatakan
Meterai

Rp. 6..000

‘’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’’

Anda mungkin juga menyukai