Diterbitkan oleh:
Asisten Deputi Bidang Pengendalian Pencemaran Agro Industri
KEMENTERIAN NEGARA LINGKUNGAN HIDUP
Pengarah:
Ir. Mohd. Gempur Adnan
Nara Sumber:
Dr. Ir. Nastiti Siswi Inrasti
Ketua Tim:
Ir. Tuti Hendrawati Mintarsih. MPPPM
Tim Penyusun:
Staf Asdep Urusan Pengendalian Pencemaran Agro Industri
ii
KATA PENGANTAR
Panduan ini diharapkan juga dapat menjadi bahan informasi bagi pihak-pihak
terkait lainnya dalam menjalankan perannya untuk mewujudkan perbaikan
kinerja pengelolaan lingkungan industri plywood terutama dalam meminimalkan
dampak pencemaran terhadap lingkungan dan kesehatan masyarakat.
iii
iv
DAFTAR ISI
KATA PENGANTAR v
DAFTAR ISI vii
DAFTAR TABEL ix
DAFTAR GAMBAR xi
BAB I
PENDAHULUAN 1
A. Latar Belakang 1
B. Tujuan 2
C. Ruang Lingkup 2
BAB II
PROSES PRODUKSI KAYU LAPIS 3
BAB III
LIMBAH INDUSTRI KAYU LAPIS 8
A. Limbah Padat 8
B. Air Limbah 9
C. Limbah Udara 11
BAB IV
TEKNOLOGI PENGOLAHAN LIMBAH 13
A. Limbah Padat 13
B. Air Limbah 15
C. Limbah Udara 21
D. Acuan Penanganan Limbah Industri Kayu Lapis 22
E. Analisis Pemanfaatan Limbah Kayu Sebagai Bahan Bakar Boiler 25
BAB V
PERSYARATAN PENAATAN PENGENDALIAN PENCEMARAN AIR DAN UDARA 31
Pengendalian Pencemaraan Air 31
A. Dasar Hukum 31
B. Persyaratan dan Kewajiban 31
C. Baku Mutu 38
Pengendalian Pencemaran Udara 40
A. Dasar Hukum 40
B. Persyaratan dan Kewajiban 42
C. Baku Mutu Emisi 47
D. Baku Tingkat Kebisingan 49
E. Baku Tingkat Kebauan 49
BAB VI
PRODUKSI BERSIH 51
BAB VII
SISTEM MANAJEMEN KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA (SMK3) 55
BAB VIII
COMMUNITY DEVELOPMENT 58
DAFTAR PUSTAKA 63
vi
DAFTAR TABEL
Tabel 1 22
Acuan Penanganan Limbah Industri Kayu Lapis
Tabel 2 25
Produksi dan konsumsi energi dengan menggunakan kayu
Tabel 3 27
Perhitungan penggunaan limbah kayu dan solar sebagai bahan bakar boiler
Tabel 4 28
Perhitungan biaya solar dan biaya bahan bakar kayu untuk boiler
Tabel 5 32
Persyaratan dan atau Kewajiban Peraturan Pemerintah No.82 Tahun 2001
tentang Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
Tabel 6 33
Persyaratan dan atau Kewajiban Peraturan KepMenLH No: Kep-51/MENLH/
LH/10/95 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri
Tabel 7 35
Pengelolaan Kualitas Air dan Pengendalian Pencemaran Air
Tabel 8 38
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep-51/MENLH/
LH/10/95 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan Industri
Tabel 9 39
Baku Mutu Konsentrasi Maksimum pada Beberapa Provinsi
Tabel 10 41
Baku Mutu Beban Maksimum pada Beberapa Provinsi
Tabel 11 42
Persyaratan dan atau Kewajiban Peraturan Pemerintah Nomor: Kep-13/MENLH/
III/1995 tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak
Tabel 12 43
Persyaratan dan atau Kewajiban Peraturan Pemerintah Nomor: 41
tahun 1999 tentang Pengendalian Pencemaran Udara
vii
Tabel 13 45
Persyaratan dan atau Kewajiban Peraturan Pemerintah Nomor: Kep-48/MENLH/
XI/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan
Tabel 14 46
Persyaratan dan atau Kewajiban Peraturan Pemerintah Nomor: Kep-49/MENLH/
XI/1996 tentang Baku Tingkat Getaran
Tabel 15 47
Persyaratan dan atau Kewajiban Peraturan Pemerintah Nomor: Kep-50/MENLH/
XI/1996 tentang baku Tingkat Kebauan
Tabel 16 48
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep-13/
MENLH/III/1995 tentang Baku Mutu Emisi untuk jenis Kegiatan Lain
Tabel 17 49
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep-48/MENLH/
XI/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan
Tabel 18 50
Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor: Kep-50/MENLH/
XI/1996 tentang baku Tingkat Kebauan
Tabel 19 52
Produksi Bersih Industri Kayu Lapis
Tabel 20 54
Ekoefisiensi Industri Kayu Lapis
viii
DAFTAR GAMBAR
Gambar 1 3
Log-log dari HPH dikumpulkan di log pond atau log yard
Gambar 2 4
Proses Pembersihan log dari kotoran
Gambar 3 4
Pemotongan kayu gelondongan dengan mesin pemotong
Gambar 4 5
Log masuk ke mesin rotary untuk dikupas menjadi lembaran veneer
Gambar 5 5
Lembaran hasil proses pada mesin rotar
Gambar 6 5
Lembaran veneer hasil proses pada mesin rotary yang telah digulung
Gambar 7 5
Proses pengeringan veneer
Gambar 8 6
Proses perbaikan veneer
Gambar 9 6
Proses perekatan veneer
Gambar 10 6
Mesin cold press
Gambar 11 6
Mesin hot press
Gambar 12 7
Proses pemotongan sisi kayu lapis
Gambar 13 7
Proses pendempulan kayu lapis
Gambar 14 7
Produk plywood
Gambar 15 9
Contoh limbah kayu yang dihasilkan oleh industri kayu lapis
ix
Gambar 16 10
Air limbah yang berasal dari pencucian glue spreader
Gambar 17 11
Cerobong Boiler
Gambar 18 16
Limbah cair dalam bak penampungan
Gambar 19 17
Air limbah pada tangki aerasi
Gambar 20 18
Tangki Pengurai
Gambar 21 19
Tangki Ozonator
Gambar 22 19
Tangki Penjernihan
Gambar 23 20
Sand filter
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
B. Tujuan
Panduan praktis ini disusun untuk dapat digunakan sebagai pedoman dasar dalam
pengelolaan lingkungan industri plywood dengan biaya terjangkau serta resiko
terhadap manusia dan lingkungan yang minimum.
C. Ruang Lingkup
Gambar 1
Log- Log dari HPH dikumpulkan di Log
Pond atau log yard
Gambar 2
Proses pembersihan log dari kotoran
Gambar 3
Pemotongan kayu gelondongan dengan
mesin pemotong
Gambar 4
Log masuk ke mesin rotary untuk
dikupas menjadi lembaran veneer
Gambar 5
Lembaran hasil proses pada mesin rotary
Gambar 6
Lembaran veneer
hasil proses pada mesin rotary
yang telah digulung
Gambar 7
Proses pengeringan veneer
Gambar 8
Proses perbaikan veneer
Gambar 9
Proses kayu lapis
9. Veneer kemudian dimasukkan dalam cold press yang diperlihatkan pada Gambar
10. Setelah itu veneer dimasukkan dalam hot press. yang diperlihatkan pada
Gambar 11.
Gambar 12
Proses pemotongan sisi kayu lapis
Gambar 13
Proses pendempulan kayu lapis
Gambar 14
Produk plywood
A. Limbah Padat
Selain limbah kayu tersebut, pada industri kayu lapis terdapat juga limbah padat
domestik yang merupakan sisa dari aktifitas tenaga kerja, mengingat industri kayu
lapis pada umumnya menggunakan sumber daya manusia yang sangat banyak.
Limbah padat domestik ini berupa kertas, tissue dan plastik.
• Jumlah dan kondisi kayu yang digunakan untuk produksi kayu lapis
• Cara pengolahan dan banyaknya limbah kayu yang diolah kembali untuk proses
produksi lanjutan
• Mesin-mesin produksi yang digunakan
• Jumlah karyawan di industri kayu lapis yang akan mempengaruhi jumlah limbah
padat domestik
B. Air Limbah
Air limbah yang dihasilkan dalam proses produksi kayu lapis secara umum hanya
dihasilkan dari proses pencucian mesin glue spreader dan proses pencucian mesin
dan peralatan produksi lainnya. Hal ini menyebabkan komposisi yang terkandung
Sesuai dengan sumber asalnya yaitu mesin glue spreader maka air limbah yang
dihasilkan mengandung bahan-bahan sesuai dengan jenis perekat yang digunakan.
Misalnya untuk jenis perekat urea formalehide, bahan asalnya yaitu urea formaldehide
resin, tepung industri, kaolin, hardener, T-500, catcher dan bassilium. Untuk jenis perekat
lain perbedaannya hanya pada resin yang digunakan yaitu melamin formaldehide
resin dan fenol formaldehide resin. Namun pada umumnya dari tiap tipe perekat
yang dibuat, kandungan atau komposisi terbesar adalah resin yang digunakan yaitu
mencapai 70 sampai 80 persen dari total campuran perekat, sedangkan sisanya adalah
bahan-bahan tambahan yang komposisinya berbeda-beda untuk tiap perekat. Air
limbah yang berasal dari air pencucian glue spreader pada tempat penampungan
limbah dapat dilihat pada Gambar 16.
Gambar 16
Air limbah yang berasal dari pencucian glue spreader
Selain air limbah sisa pencucian dihasilkan juga air limbah domestik yang berasal dari
kegiatan karyawan seperti kantin dan kamar mandi. Air limbah ini juga sangat besar,
mengingat jumlah tenaga kerja di industri kayu lapis sangat banyak.
Karakteristik air limbah industri kayu lapis pada umumnya didominasi oleh nilai pH,
BOD (Biological Oxygen Demand), COD (Chemical Oxygen Demand), TSS, phenol,
amonia total dan pH. Sistem pengolahan air limbah akan ditentukan oleh parameter
dari air limbah yang dihasilkan. Dengan mengetahui jenis-jenis parameter di dalam
Pada industri kayu lapis, faktor-faktor yang mempengaruhi timbulnya air limbah
adalah sebagai berikut :
C. Limbah Udara
Limbah udara yang dihasilkan oleh industri kayu lapis secara umum adalah dust,
kebisingan, gas buang (CO2, CO, SOx, NOx), formaldehide, amoniak, uap aseton, toluen,
uap stirene, gas Cl2, dan freon CFC. Limbah berupa dust (debu kayu) berasal dari
proses pengeringan, pemotongan dan pengamplasan. Limbah berupa formaldehide
dan amoniak berasal dari pelaburan perekat dan pengempaan panas sedangkan gas
Cl2 berasal dari proses pengempaan panas.
Gambar 17
Cerobong boiler
A. Limbah Padat
Limbah padat lain juga banyak dihasilkan dari proses perakitan atau penyambungan
core (core composser). Limbah yang dihasilkan dapat berupa veneer yang ukurannya
kurang atau ketebalan tidak standar. Veneer tersebut akan jatuh jika dilewatkan mesin
core composer dan penggunaannya yaitu sebagai bahan LVL (Laminated Veneer
Lumbercore) sedangkan hasil dari pemotongan sisi-sisi veneer dan veneer jatuh tetapi
tidak bisa dimanfaatkan lagi masuk dalam shred hammer melalui waste conveyor.
Pada akhirnya limbah ini juga disalurkan melalui pipa-pipa menuju boiler ke bagian
power plant.
Proses produksi lain yang menghasilkan limbah padat adalah pada proses pemotongan
sisi panel. Limbah padat yang dihasilkan pada proses ini yaitu sisa potongan atau
sebetan. Limbah ini dikumpulkan dan dibedakan antara sampah dengan sebetan.
Sampah yang dihasilkan akan dimasukkan dalam shred hammer sedangkan sebetan
akan dimanfaatkan sebagai bahan pembuatan block board, sementara itu serbuk
yang dihasilkan dari proses pemotongan sisi panel langsung dihisap oleh blower
dan disalurkan menuju boiler. Proses selanjutnya yang menghasilkan limbah padat
adalah pengampelasan (sandering). Limbah yang dihasilkan berupa serbuk halus
dan dikumpulkan dalam karung plastik. Limbah ini tidak dipergunakan sebagai
bahan bakar boiler tetapi dapat digunakan sebagai bahan tambahan dalam proses
pembuatan perekat ataupun digunakan sebagai pengisi pada pembuatan dempul.
Pengolahan air limbah industri kayu lapis dilakukan dengan sistem pengendapan,
biologis, aerasi, kimia, ozonator dan filtrasi (proses fisika dan kimia). Air setelah diproses
yang sudah mempunyai kualitas yang baik yang dipersyaratkan oleh lingkungan
hidup, dipakai kembali untuk pencucian glue spreader. Apabila ada sisa dan harus
dibuang ke sungai, maka perusahaan harus mempunyai izin pembuangan limbah ke
sungai dan air yang dibuang diukur menggunakan flowmeter.
Inti dari proses pengolahan air limbah industri kayu lapis ini menerangkan bahwa
limbah yang dihasilkan dari air pencucian glue spreader dan mesin-mesin produksi
akan digunakan kembali untuk proses pencucian. Hal ini disebut dengan sistem
recycle. Proses pengolahan air limbah tersebut selalu dipantau setiap hari secara
internal dan dilakukan pengujian secara eksternal setiap satu bulan sekali melalui
instansi yang ditunjuk misalnya Departemen Pekerjaan Umum dan lainnya. Parameter
yang diuji antara lain : pH, TSS, BOD, COD dan phenol.
Berikut dijelaskan mengenai alat-alat dan proses untuk pengolahan air limbah industri
kayu lapis :
Air limbah yang berada dalam bak penampungan dapat dilihat pada Gambar
18.
Perawatan tangki ekualisasi dilakukan sebulan sekali. Hasil endapan di tangki ini
dipompa dan lumpur yang berisi air dimasukkan dalam karung untuk dikeringkan
dan dihancurkan menggunakan crusher agar menjadi tepung dan dipakai ulang.
Setelah dari tangki ekualisasi, air limbah masuk dalam tangki aerasi. Tangki ini
berfungsi untuk menambah oksigen di dalam air agar BOD dapat diturunkan.
Tangki ini dilengkapi dengan :
Air limbah pada tangki aerasi dapat dilihat pada Gambar 19.
Dalam tangki aerasi, air limbah diberi perlakuan dengan menggunakan bahan kimia
yang disesuaikan dengan limbah yang diproses antara lain:
a. AL2 (OH) CL4 (PAC) adalah intisari dari Aluminium Sulfat. AL2SO4 yang berfungsi
untuk memecah partikel dalam air limbah seperti pada bak ekualisasi, namun
PAC tersebut lebih efektif bekerja pada PH tinggi atau yang bersifat BASA antara
PH > 7 dalam temperatur antara 25 o – 40 oC. Untuk limbah cair sebanyak 4.200
liter/hari dapat ditambahkan PAC + air 93% sebanyak 100-150 liter/hari.
b. Flokulan (PAM) berfungsi untuk mengikat partikel-partikel yang sudah dipecah
(dipisah) menggunakan bahan kimia di atas agar partikel-partikel tersebut
bergabung menjadi gumpalan-gumpalan partikel yang mempunyai SG (
Specific Gravity) lebih besar dari 1 Ton /m sehingga gumpalan-gumpalan partikel
tersebut akan turun kebawah. Untuk limbah cair sebanyak 4.200 liter/hari dapat
ditambahkan PAM + air 99,9% sebanyak 100-150 liter/hari.
Perawatan tangki aerasi dilakukan tiga bulan sekali. Hasil endapan pada tangki
dipompa dan dialirkan ke tangki aerasi.
Dari tangki aerasi air limbah masuk dalam tangki pengurai. Tangki ini yang berfungsi
untuk mengurai atau mengendapkan lumpur yang dihasilkan dari tangki aerasi yang
Pada tangki pengurai ini ditambahkan kaporit secukupnya untuk membunuh bakteri
apabila masih ada sehingga lumpur akan membentuk gumpalan dan mengendap ke
dasar tangki dan permukaan air yang jernih dapat merembes ke tangki berikutnya.
Tangki pengurai ini dapat dilihat pada Gambar 20.
Gambar 20
Tangki pengurai
Air dari tangki pengurai akan masuk dalam tangki ozonator. Tangki
���������������������������
ini berfungsi untuk
menambahkan O3 ke dalam air.
Aplikasi ozo����������������������������������������
ne memberikan beberapa kelebihan yaitu :
• Menghancurkan bakteri
• Menghancurkan bahan organik
Gambar 21
Tangki ozonator
Setelah dari tangki ozonator, air limbah akan masuk dalam tangki penjernihan
yang didesain sedemikian rupa. Tanki ini mempunyai 3 sekat / bak dimana tiap bak
mempunyai fungsi yang berbeda yaitu :
Gambar 22
Tangki penjernihan
Setelah melewati proses penyaringan, air limbah akan masuk dalam bak penampungan
II. Bak ini berfungsi untuk menampung hasil proses sebelum ozonator ke II. Pada bak
ini kondisi air sudah jernih. Dari bak ini air limbah di pompakan ke dalam ozone reaktor
tank, sehingga keluar menuju tangki hasil pengolahan akhir melalui secondary filter
yang terdiri dari karbon aktif filter yang terdiri dari anion filter dan cation filter.
Setelah melewati proses secondary filter air akan masuk ke tangki hasil pengolahan
akhir yang biasa diambil untuk diadakan pengujian. Apabila pengolahan air dijalankan
dengan prosedur, maka dalam tangki ini akan dihasilkan Test Laboratorium dengan
hasil dibawah baku mutu yang dipersyaratkan antara lain yang diukur adalah:
BOD – COD – TSS – PH – PHENOL.
Limbah berupa gas, pada industri kayu lapis dapat diminimalkan dengan penggunaan
alat tambahan seperti blower, dust collector, ash collector, elektrostatik precipitator,
exhausted fan gas, cyclone, silo, ear plug dan masker yang digunakan oleh karyawan.
Secara umum, upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk mengendalikan pencemaran
udara adalah:
• Memasang alat dust collector di setiap boiler agar gas buang menjadi lebih
bersih
• Memasang dust collector portable pada setiap mesin yang menghasilkan debu.
Debu yang dihasilkan nantinya dapat digunakan sebagai bahan bakar boiler.
• Tetap menggunakan limbah padat kayu sebagai bahan bakar boiler untuk
pembangkit listrik bagi seluruh kegiatan pabrik, kantor dan perumahan, sehingga
penggunaan solar untuk pembangkit listrik minimum
• Pemasangan cerobong gas buang yang tinggi sehingga tidak mencemari
karyawan dan penduduk sekitar
• Melakukan penghijauan di pabrik dan lingkungan sekitarnya
Untuk limbah udara berupa debu dan gas buang ( NO, CO, SO2, H2S, NH3 ) dapat
diminimalkan dengan cara :
• Tindakan preventive: pemakaian ear plug bagi para pekerja dekat sumber bunyi
lebih dari 85 db
• Tindakan kuratif: merawat mesin & memodifikasi komponen sumber bunyi
• Perawatan mesin produksi secara rutin
Berdasarkan tahapan proses produksi dan jenis-jenis limbah industri kayu lapis, maka
disusun secara umum acuan penanganan dan pengolahan limbah industri kayu lapis
yang dapat dilihat pada Tabel berikut.
Alternatif Penanganan
Unit Proses Limbah
Minimisasi Reuse/recycle Treatment
Penerimaan
Log afkir - Block board -
log
Sisa
Bahan bakar
potongan - -
boiler
(log end)
Merawat
mesin dan
modifikasi
- -
sumber
bunyi,
peredam
Partikel board,
Dust - bahan bakar -
boiler
Debarker/
Merawat
enobarker
mesin dan
(Pembersihan
modifikasi
kulit log) - -
sumber
bunyi,
peredam
Blower, bag
Gas filter, dust
- -
buang collector,
cyclone, silo
Bahan
packing (sawn
Inti kayu - timber), block -
board, alat-
alat kantor
Potongan
Bahan bakar
Rotary tepi log - -
boiler
(Pengupasan) (edging)
Bahan bakar
Sisa
boiler dan
potongan - -
bahan block
log
board
Potongan
Rotary tepi log - Bahan bakar boiler -
(Pengupasan) (edging)
Sisa
- Bahan bakar boiler -
kupasan
Sisa
Dryer
potongan - Bahan bakar boiler -
(pengeringan)
venir
Sisa
potongan - Bahan bakar boiler -
venir
Venir
Bahan baku alas
yang tidak - -
packing
standar
Core Sisa
Bahan baku alat
Composser potongan - -
packing
core
Block board,
bahan packing,
Core reject - bahan LVL -
(Laminated Veneer
Lumbercore)
Ditambah serbuk
Ceceran jadi bahan bakar
- -
glue boiler (harus ada
ijin)
Apabila perusahaan kayu lapis menggunakan solar sebagai bahan bakar boiler, maka
dengan mengacu pada harga solar untuk industri pada bulan November 2006 yaitu
sebesar 4300/Liter, besarnya biaya solar yang dikeluarkan oleh perusahaan kayu lapis
adalah Rp 131.446.888.597/bulan. Biaya tersebut diluar biaya investasi mendesain ulang
mesin-mesin pada boiler sebesar Rp 120 000 000/unit. Disisi lain, apabila perusahaan
kayu lapis menggunakan limbah kayu sebagai bahan bakar boiler, dengan asumsi
limbah kayu dibeli dari pihak lain dengan harga Rp 40 000/m3 limbah kayu (asumsi
harga limbah kayu 40 % dari harga kayu sebesar Rp 160 000), maka perusahaan kayu
lapis hanya mengeluarkan biaya sebesar Rp 409.120.000/bulan. Dengan demikian
Nilai tambah yang diperoleh dengan menggunakan kayu sebagai bahan bakar boiler
dibandingkan dengan menggunakan solar adalah Rp 131.037.768.597/bulan. Dengan
demikian, pada dasarnya perusahaan dapat menghemat sebesar Rp 131.037.768.597/
bulan apabila menggunakan limbah kayu sebagai bahan bakar boiler dibandingkan
dengan menggunakan solar sebagai bahan bakar boiler. Secara rinci perhitungan
biaya solar dan biaya bahan bakar kayu diperlihatkan pada Tabel berikut:
Tabel perhitungan biaya solar dan biaya bahan bakar kayu untuk boiler
Nilai Tambah
= Rp 131.446.888.597/bulan – Rp 409.120.000/bulan
= Rp 131.037.768.597/bulan
Tabel perhitungan biaya solar dan biaya bahan bakar batu bara
Asumsi:
Produksi dan konsumsi energi 9 lines per bulan
Continuous driver = 46.200 kg
Hot Press = 4.435,2 kg
Klin Driver = 0,100 kg
Lem Glue reactor = 0,00 kg
Lain-lain = 51139,2 kg
Pemasakan air
Q = m(Cp)(T2-T1) + m Δ Hevp
Suhu Awal = 30oC
Suhu Akhir = 100oC
Q = m(Cp)(T2-T1) + m Δ Hevp
90850881,7 = m(1)(100-30) + 55,3544 m
90850881,7 = 125,35 m
m = 3480876,69 kg
m = 3480876,69 kg x 0,92
= 3202406,56 kg
= 3202,4 Ton
Asumsi
Harga BatuBara = Rp. 570000/Ton
Kebutuhan investasi Batubara
= 3202,4 Ton x Rp 570.000
= 1,8 x 109 rupiah / bulan
A. DASAR HUKUM
Dalam pengendalian pencemaran air yang menjadi dasar
hukum adalah :
Air limbah yang dibuang ke air atau sumber air dari industri kayu lapis mengacu
standar nasional yaitu Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-
51/MENLH/X/1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair untuk Industri Kayu Lapis
Lampiran B.XIII :
BOD5 75 2,.5
TSS 50 15
pH 6,0 – 9,0
Debit Limbah
0,30 m3 per ton produk kayu lapis
Maksimum
Sedangkan untuk daerah terdapat beberapa provinsi yang telah memiliki baku
mutu sendiri mengacu pada peraturan tersebut. Baku mutu daerah yang akan
digunakan sebagai acuan penaatan di daerah masing-masing disajikan secara
rinci pada Tabel 4 untuk Baku Mutu Konsentrasi atau Kadar Maksimum dan Tabel
5 untuk Baku Mutu Beban Maksimum.
PARAMETER
PROVINSI
FORMAL
BOD COD TSS NH3-N FENOL Total pH DEBIT
DEHIDE
RIAU - - - - - - - -
BANTEN - - - - - - - -
JATENG (Perda Jateng No.10 Tahun 2004)
75 125 50 4 0,25 6-9 - 0,3
JATIM (SK Gub No.45 Tahun 2002)
75 125 50 4 0,25 6-9 - 0,3
KALTIM (SK Gub No.26 Tahun 2002)
100 125 150 4 0,25 6-9 10 -
KALBAR (SK Gub No.334 Tahun 1994)
100 250 100 - 1,0 6-9 - 2,8
KALSEL (SK Gub No.58 Thun 1994)
30 60 100 - 0,01 6-9 - -
A. DASAR HUKUM
Dalam pengendalian pencemaran udara yang menjadi dasar hukum
adalah :
PARAMETER
PROVINSI
BOD COD TSS NH3-N Fenol Total pH DEBIT
RIAU - - - - - - - -
BANTEN - - - - - - - -
JATIM - - - - - - - -
KALSEL - - - - - - - -
Baku mutu yang diterapkan untuk industri kayu lapis adalah baku mutu pada lam-
piran V-B Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup Nomor Kep-13//MENLH/
III/1995 tentang Baku Mutu Emisi untuk Jenis Kegiatan Lain sebagai berikut :
Bukan Logam
6. Opasitas 30 %
7. Partikel 350
Logam
Baku Tingkat Kebisingan yang diterapkan untuk industri kayu lapis adalah baku
tingkat kebisingan pada lampiran I Keputusan Menteri Negara Lingkungan
Hidup Nomor Kep-48/MENLH/XI/1996 tentang Baku Tingkat Kebisingan sebagai
berikut :
Tingkat Kebisingan dB
Peruntukan Kawasan/Lingkungan Kegiatan
(A)
PERUNTUKAN KAWASAN
DI LINGKUNGAN KEGIATAN
Baku Tingkat Kebauan yang diterapkan untuk industri kayu lapis adalah baku
Tingkat Kebauan pada lampiran Keputusan Menteri Negara Lingkungan Hidup
Nomor Kep-50/MENLH/XI/1996 tentang Baku Tingkat Kebauan sebagai berikut :
Nilai Metoda
No Parameter satuan Peralatan
Batas Pengukuran
Metoda
1. Amoniak (NH3) ppm 2.0 Spektrofotometer
Indofenol
Metil Merkaptan
2. ppm 0.002 Absorpsi gas Gas Khromatograf
(CH3 SH)
a. merkuri
Hidrogen Sulfida Spektrofotometer
3. ppm 0.02 tiosianat
Gas Khromatograf
Metil Sulfida
4. ppm 0.01 Absorpsi gas Gas Khromatograf
(CH3)2)S
Stirena
5. ppm 0.1 Absorpsi gas Gas Khromatograf
(C6H5CHCH2)
BAB VI PRODUKSI BERSIH
Produksi bersih pada industri kayu lapis dapat dilakukan pada hampir tiap proses
produksi. Rekomendasi produksi bersih dalam upaya peningkatan nilai tambah kayu
pernah direkomendasikan oleh Indonesian Cleaner Industrial Production program
(ICIP) pada tahun 1998 yang dapat dilihat pada Tabel berikut .
Salah satu dasar elemen ekoefisiensi adalah teknik manajemen. Teknik manajemen
selain produksi bersih, end of pipe, juga dapat berupa sistem manajemen lingkungan
dan environmental assessment. Dengan menggabungkan antara produksi bersih
dan ekoefisiensi pada industri kayu lapis dapat meningkatkan kinerjanya. Ekoefisiensi
pada industri kayu lapis berdasarkan Nurendah (2006) dapat dilihat pada Tabel sebagi
berikut :
Dengan kata lain, ComDev harus berangkat dari rencana pengembangan wilayah itu
sendiri dan tidak dipengaruhi oleh visi dan misi perusahaan.
[ICIP] Indonesian Cleaner Industrial Production program. 1998. kajian Produksi bersih
pada industri kayu lapis Jakarta.
Erningpraja, L. 2001. Rancang Bangun Model Produksi bersih Kebun Kelapa Sawit.
Studi Kasus di Kebun Kelapa Sawit Kertajaya, banten dan kebun Kelapa Sawit
Bah Jambi, Sumatera Utara. Disertasi. Program Pasca Sarjana-IPB, Bogor
Tim Teknis Perencana IPAL Baristand Indag Semarang. 2004. Petunjuk Praktis Peng-
operasian IPAL PT. Kayu Lapis Indonesia. Hasil Kerjasama antara PT. Kayu Lapis
Indonesia dengan Balai Riset dan Standardisasi Industri dan Perdagangan
Semarang.
Anonim. 2006. Profil PT. Wijaya Tri Utama Plywood Industry. PT. Wijaya Tri Utama
Plywood Industry, Banjarmasin.
Lasri, U. 2006. Laporan Pelaksanaan Pengelolaan Lingkungan PT. Kayu Lapis Indone-
sia Tri Wulan Ke II Tahun 2006. PT. Kayu Lapis Indonesia, Kendal.
Nurendah, Y. 2006. Strategi Peningkatan Kinerja Industri Kayu Lapis Melalui Pen-
dekatan Ekoefisiensi. Disertasi. Sekolah Pascasarjana, IPB, Bogor.
Sukamto. 2006. SMK 3 dan Pengelolaan Lingkungan (ISO 14001). PT. Sumalindo
Lestari Jaya Tbk. Loa Janan Samarinda.