Anda di halaman 1dari 61

Laporan Kerja Praktek

PT. Hervenia Kampar Lestari

DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN.................................................................................................4
1.1 Latar Belakang..................................................................................................4
1.2 Maksud Tujuan dan Manfaat..........................................................................4
1.3 Lingkup Kerja Praktek....................................................................................4
1.4 Sistematika Penulisan.......................................................................................4
BAB II 5
TINJAUAN PUSTAKA...................................................................................................5
2.1 Industri Karet remah (Crumb Rubber)...........................................................5
2.2 Proses Terbentuknya Limbah..........................................................................5
2.3 Limbah Cair Industri Karet remah (Crumb Rubber).....................................5
2.3.1 Karakteristik Limbah Cair......................................................................5
2.3.2 Dampak Air Limbah Pabrik Karet Terhadap Lingkungan...................7
2.3.3 Baku Mutu Air Limbah Pabrik Karet.....................................................7
2.4 Kriteria Perencanaan Limbah Cair................................................................8
2.5 Sistem Pengolahan Air Limbah.....................................................................10
2.5.1 Pengolahan Pendahuluan (Preliminary Treatment)........................15
2.5.2 Pengolahan Tingkat Satu (Primary Treatment)..............................17
2.5.3 Pengolahan Tingkat Dua (Secondary Treatment)............................19
2.5.4 Unit Pengolahan Tingkat Tiga (Tertiary Treatment)......................20
2.5.5 Unit Pengolahan Lumpur..................................................................20
2.6 Efisiensi Penyisihan Unit Pengolahan Limbah Cair....................................22
2.7 Instalasi Pengolahan Air Limbah Lumpur Aktif.........................................23
2.7.1 Bak Ekualisasi.....................................................................................23
2.7.2 Bak pengendapan pertama................................................................23
2.7.3 Bak aerasi............................................................................................23
2.7.4 Bak pengendapan kedua....................................................................23
2.7.5 Bak bio indikator................................................................................23
2.7.6 Bak sludge dry bed.............................................................................23
2.8 Variabel Operasional dalam Proses Lumpur aktif (Activated Sludge
Process)............................................................................................................23
2.8.1 Beban BOD (BOD Loading Rate atau Volumetric Loading Rate). 23
2.8.2 Mixed-Liquor Suspended Solid (MLSS)...........................................23
2.8.3 Mixed-Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS)........................24

Yondriadi (1707111315)
2
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

2.8.4 Food to Microorganism Ratio atau Food to Mass Ratio (F/M Ratio)
24
2.8.5 Rasio Sirkulasi Lumpur / Hydraulic Recycle Ratio (HRT).............24
2.8.6 Sludge Age (Umur Lumpur)..............................................................25
2.8.7 Pengaruh Temperatur........................................................................25
2.8.8 Pengaruh Aliran.................................................................................26
BAB III 27
GAMBARAN UMUM KEGIATAN.............................................................................27
3.1 Kondisi Eksisting Objek Kerja Praktek........................................................27
3.2 Profil Perusahaan...........................................................................................28
BAB IV 30
ANALISIS PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH LUMPUR AKTIF PADA
PABRIK CRUMB RUBBER PT. HERVENIA KAMPAR LESTARI.......30
4.1 Analisis Sumber Air Limbah Industri PT. Hervenia Kampar Lestari.......30
4.2 Analisis Pengolahan Air Limbah Dengan Sistem Lumpur Aktif PT.
Hervenia Kampar Lestari..............................................................................33
PENUTUP.......................................................................................................................39
5.1 KESIMPULAN...............................................................................................39
5.2 SARAN............................................................................................................39
DAFTAR PUSTAKA.....................................................................................................40
DOKUMENTASI...........................................................................................................42

Yondriadi (1707111315)
3
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

BAB I
PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang
Setiap kegiatan industri pada umumnya menghasilkan limbah sebagai sisa
proses produksi di samping menghasilkan produk sebagai hasil akhir dari proses
tersebut. Limbah industri dapat menimbulkan berbagai macam gangguan pada
lingkungan dan membahayakan kesehatan makhluk hidup di sekitar apabila tidak
diolah dan dikelola dengan tepat.
Salah satu perusahaan yang bergerak di bidang karet remah (Crumb Rubber)
di Provinsi Riau adalah PT. Hervenia Kampar Lestari (PT. HKL). Dalam proses
produksinya menghasilkan limbah yaitu limbah cair, limbah padat dan emisi.
Sebagai industri yang berwawasan lingkungan, PT. HKL berupaya untuk
mengelola limbah yang dihasilkannya dengan melakukan pengolahan terhadap
limbah cair yang dikeluarkan ke dalam suatu Instalasi Pengolahan Air Limbah
(IPAL). Dari upaya tersebut dapat mengurangi beban pencemaran terhadap
lingkungan sehingga memenuhi baku mutu dan dapat dilepas ke lingkungan
maupun digunakan kembali sebagai air baku pada pencucian.
Untuk mengetahui proses pengolahan dan pekerjaan yang ada di dunia
industri maka dari itu Program Studi Teknik Lingkungan Universitas Riau
memandang perlu adanya kerja praktek mahasiswa ( KP ) supaya mahasiswa
dapat mengerti serta memahami fungsi, prinsip kerja, dan belajar melatih diri
untuk berinteraksi dalam dunia Industri. Sehinnga mahasiswa memiliki
pengetahuan, pengalaman tentang dunia industri serta mempunyai bekal untuk
kerja nanti.
Dalam melaksanakan pengalaman kerja praktek mahasiswa pada industri
tersebut penulis mengambil suatu topik yang akan di bahas dalam laporan ini,
yaitu “Analisis Proses Pengolahan Air Limbah Lumpur Aktif pada Pabrik
Crumb Rubber PT. Hervenia Kampar Lestari”
1.2 Maksud Tujuan dan Manfaat
1.2.1 Maksud

Yondriadi (1707111315)
4
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Maksud dari pelaksanaan kerja praktek ini adalah sebagai syarat lulus mata
kuliah kerja praktek di Program Studi Teknik Lingkungan S-1 Jurusan Teknik
Kimia Fakultas Teknik Universitas Riau.

1.2.2 Tujuan
Adapun tujuan dari kerja praktek mahasiswa di PT. PT. Hervenia Kampar
Lestari ini adalah :
1. Tujuan Umum
Tujuan umum Kerja Praktek Mahasiswa adalah untuk meningkatkan
pengetahuan dan keterampilan mahasiswa dibidang teknik lingkungan melalui
keterlibatan langsung dalam berbagai kegiatan di Perusahaan/Industri tempat
dilaksanakannya Kerja Praktek tersebut.
2. Tujuan Khusus
Setelah melaksanakan kerja praktek, mahasiswa diharapkan dapat
mengetahui :
a. Untuk mengetahui dan memahami proses pengolahan air limbah pada
Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL) lumpur aktif PT. Hervenia
Kampar Lestari.
b. Mengetahui efisiensi pada Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
lumpur aktif PT. Hervenia Kampar Lestari.
c. Mendapatkan pengalaman kerja sebelum memasuki dunia kerja, serta
memperoleh surat keterangan kerja (referensi) dari PT. Hervenia
Kampar Lestari.
1.2.3 Manfaat
1. Bagi Mahasiswa
a. Mendapatkan pengetahuan baru dibidang pengolahan limbah cair karet
yaitu bagaimana proses pengelolaan limbah cair pabrik karet.
b. Mengetahui bagaimana prinsip kerja instalasi pengolahan air limbah
(IPAL) lumpur aktif PT. Hervenia Kampar Lestari.
c. Mendapatkan pengetahuan tentang operasi dan perawatan
(maintenance) instalasi pengolahan air limbah (IPAL) lumpur aktif PT.
Hervenia Kampar Lestari.
2. Bagi PT. Hervenia Kampar Lestari

Yondriadi (1707111315)
5
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

a. Mendapat masukan dari mahasiswa untuk pengembangan yang lebih


baik.
b. Dapat mengenalkan perusahaan dengan dunia pendidikan melalui
mahasiswa yang melakukan kerja praktek.
c. Sebagai salah satu wujud pengabdian pada Negara dalam menunjang
kemajuan dunia pendidikan Indonesia.
1.3 Lingkup Kerja Praktek
Ruang lingkup Kerja Praktek yaitu pengenalan awal proses produksi
Crumb Rubber SIR-20 di PT. Hervenia Kampar Lestari. Kemudian mempelajari
unit pengolahan limbah cair yang diterapkan di pabrik ini dan observasi lapangan,
komunikasi langsung mengenai kondisi Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL).
Terakhir penyusunan tugas khusus mengenai analisis efisiensi instalasi
pengolahan air limbah (IPAL) lumpur aktif pada pabrik Crumb Rubber PT.
Hervenia Kampar Lestari.
1.4 Sistematika Penulisan
Sistematika penyusunan laporan yang dimaksud adalah sebagai berikut:
BAB I PENDAHULUAN
Membahas mengenai latar belakang masalah, maksud dan
tujuan penulisan, lingkup Kerja Praktek dan sistematika
penulisan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
Berisi penjelasan studi tentang industri karet remah
(crumb rubber) dan Instalasi Pengolahan Air Limbah (IPAL)
lumpur aktif.
BAB III GAMBARAN UMUM
Berisikan gambaran tentang sejarah singkat, visi dan misi, tugas
dan fungsi, struktur organisasi dan gambaran secara umum
sistem kegiatan PT. Hervenia Kampar Lestari
BAB IV TUGAS KHUSUS
Analisis Efisiensi Pengolahan Air Limbah Lumpur Aktif pada
Pabrik Crumb Rubber PT. Hervenia Kampar Lestari.

Yondriadi (1707111315)
6
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

BAB V KESIMPULAN & SARAN


Berisi kesimpulan dan saran dari pelaksanaan kerja praktek
DAFTAR PUSTAKA
DOKUMENTASI
LAMPIRAN
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Industri Karet remah (Crumb Rubber)


Karet alam (Havea sp.) merupakan salah satu komoditi pertanian yang
penting karena banyak menunjang perekonomian negara. Sebagai tanaman yang
banyak dibutuhkan untuk bahan industri, karet banyak dibudidayakan sebagai
tanaman perkebunan di Indonesia. Tanaman karet diusahakan mulai dari luasan
kecil yang hanya ratusan meter persegi hingga mencapai luasan ribuan kilometer
persegi.
Ekspor karet Indonesia umumnya dilakukan dalam bentuk karet remah
yang diklasifikasikan dengan Standar Indonesia Rubber (SIR). Produksi Crumb
Rubber ada 2 (dua), yaitu High Grade adalah produksi yang berasal dari bahan
baku lateks kebun (SIR 3CV, SIR 3L, SIR3WF, SIR 5), dan Low Grade adalah
produksi yang berasal dari bahan baku Kempa (SIR 10, SIR 20) (Rosma
Situmeang, 2014)
Crumb Rubber atau sering disebut sebagai Standard Indonesia Rubber
(SIR) merupakan salah satu jenis karet alam selain Ribbed Smoked Sheet (RSS),
lateks pekat, block rubber, tyre rubber, reclaimed rubber yang diproduksi di
Indonesia. Menurut Nazaruddin dan Paimin (2004), pada prinsipnya pengolahan
SIR merupakan usaha menghasilkan karet yang dapat diketahui dan terjamin mutu
teknisnya, disajikan beserta sertifikat uji coba laboratorium, pengepakan dalam
bongkah kecil, mempunyai berat dan ukuran yang seragam, serta ditutup dengan
lembaran plastik polyethylene.
Sedangkan menurut Solichin (1991), SIR adalah karet alam produksi
Indonesia yang dijual dalam bentuk bongkah dan mutunya dinilai secara
spesifikasi teknis. Penilaian mutu secara spesifikasi teknis tersebut didasarkan
pada hasil analisis dari beberapa syarat uji yang ditetapkan oleh SNI 06-1903

Yondriadi (1707111315)
7
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

1990 , antara lain : kadar kotoran, kadar abu, kadar zat menguap, Platisitas awal
(Po) dan Plasticity Retention Index (PRI).
Crumb Rubber ini diekspor langsung ke negara konsumen (Amerika,
Eropa dan Asia). Perbandingan ekspor ke negara Amerika sebesar 60 persen
sampai 75 persen, 20 persen ke Negara Jepang, dan selebihnya ke Eropa dan ke
Negara Australia. Karet remah sebagian besar diproduksi oleh perusahaan swasta
menggunakan bahan baku karet dalam bentuk koagulum yang dikenal dengan
istilah bahan olah karet (bokar) yang dihasilkan dari tanaman karet yang dikelola
rakyat. Tanaman karet yang dikelola rakyat memiliki luas areal tanam sekitar 64
persen dari total areal tanam karet Indonesia seluas 2,29 juta hektar.
Dalam proses pengolahan karet untuk menghasilkan produk-produk yang
diinginkan, juga dihasilkan produk lain yang disebut limbah. Limbah yang
menjadi masalah di pabrik-pabrik biasanya berupa cairan, yang bersumber dari
proses pencucian, pencabikan, penggilingan, peremahan, pengeringan, dan
pengepresan bokar. Limbah yang dihasilkan banyak mengandung bahan organik
yang tinggi, sisa senyawa bahan olahan karet, senyawa karbon, nitrogen, fosfor,
dan senyawa-senyawa lain seperti ammonia yang cukup tinggi (Chasri Nurhayati,
dkk, 2013).

2.1.1 Proses Produksi Pabrik Karet Remah


Karet Remah (crumb rubber) adalah karet alam yang diperoleh dari
pengolahan getah/lateks dan bahan olah karet yang berasal dari pohon keiret
(Hevea brasiliensis) secara mekanis dengan atau tanpa bahan kimia. Bahan baku
yang digunakan pada industri karet remah adalah bahan olahan Karet (bokar).
Bahan Olahan Karet yang selanjutnya disebut Bokar adalah lateks dan/atau
gumpalan yang dihasilkan pekebun kemudian diolah lebih lanjut secara sederhana
sehingga menjadi bentuk lain yang bersifat lebih tahan untuk disimpan, mudah
diangkut serta tidak tercampur dengan kontaminan.
Industri crumb rubber memproduksi karet remah dengan kualitas SIR 20
dan SIR 10. Bahan baku industri ini berupa lump dan brown crepe (BRCR) yang
berasal dari perkebunan. Lump kering digunakan sebagai campuran bahan baku
dalam proses produksi crumb rubber. Komposisi bahan baku bergantung pada

Yondriadi (1707111315)
8
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

ketersediaan bahan baku, secara umum adalah 100% BRCR dan 75% BRCR 25%
lump. Bahan baku yang datang disimpan di gudang dengan penambahan deorub
(deodorant rubber). Deorub merupakan asap cair yang terbuat dari cangkang
kelapa sawit yang diproduksi di wilayah Sumatera dan berfungsi untuk
mengurangi bau.
Proses produksi dimulai dari pemotongan, pencucian dan pemisahan
bahan baku dari kotoran yang terbawa. Selanjutnya karet digiling hingga
berbentuk lembaran-lembaran lump dan dijemur selama ±15 hari. Lembaran lump
yang telah kering akan melewati proses peremahan dan pencucian kembali.
Remahan lump tersebut ditambahkan asam oksalat yang berfungsi untuk
meningkatkan kualitas remahan, Plastisitas Retention Index (PRI). Tahap
selanjutnya adalah pengeringan dengan dryer pada suhu 125° -130° C. Tahapan
produksi industri crumb rubber dan limbah yang dihasilkan dapat dilihat pada
Gambar 1.
Gambar 1. Tahapan produksi industri crumb rubber

Yondriadi (1707111315)
9
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Sumber: Peraturan Menteri Perindustrian RI No. 9 Tahun 2019 Tentang Standar


Industri Hijau Untuk Industri Karet Remah (Crumb Rubber)
2.2 Proses Terbentuknya Limbah
Terdapat keterkaitan antara bahan baku, energi, produk yang dihasilkan
dan limbah dari sebuah proses industri, maupun aktivitas manusia sehari-hari.
Bahan terbuang (limbah) dapat berasal dari proses produksi atau dari pemakaian
barang-barang yang dikonsumsi, yang dapat digambarkan sebagai berikut
(Gambar 1). Dengan mengenal keterkaitan tersebut, maka akan lebih mudah
mengenal bagaimana limbah terbentuk dan bagaimana usaha penanggulangannya.
(damanhuri,2010).

Yondriadi (1707111315)
10
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Bahan Baku Sekunder

Bahan Baku Primer Proses Produksi Produk Pemakaian Produk

Timbulan limbah
(padat/cair/gas/
partikulat/noise
pollutions)

Gambar 1: Proses terjadinya timbulan limbah

Menurut (damanhuri, 2010) Banyak cara untuk mengidentifikasi limbah


dengan tujuan utama untuk mengevaluasi resiko yang mungkin ditimbulkan dan
untuk mengevaluasi cara penanganannya. Setidaknya ada 5 (lima) kelompok
bagaimana limbah terbentuk yaitu :

1. Limbah yang berasal dari bahan baku yang tidak mengalami perubahan
komposisi baik secara kimia maupun biologis. Mekanisme transformasi
yang terjadi hanya bersifat fisis semata seperti pemotongan,
penggergajian, dan sebagainya. Limbah kategori ini sangat cocok untuk
dimanfaatkan kembali sebagai bahan baku. Sampah kota banyak termasuk
dalam kategori ini
2. Limbah yang terbentuk akibat hasil samping dari sebuah proses kimia,
fisika, dan biologis, atau karena kesalahan ataupun ketidak-optimuman
proses yang berlangsung. Limbah yang dihasilkan mempunyai sifat yang
berbeda dari bahan baku semula. Limbah ini ada yang dapat menjadi
bahan baku bagi industri lain atau sama sekali tidak dapat dimanfaatkan.
Usaha modifikasi proses akan mengurangi terbentuknya limbah jenis ini
3. Limbah yang terbentuk akibat penggunaan bahan baku sekunder, misalnya
pelarut atau pelumas. Bahan baku sekunder ini tidak ikut dalam reaksi
proses pembentukkan produk. Limbah ini kadangkala sangat berarti dari
sudut kuantitas dan merupakan sumber utama dari industrial waste water.
Teknik daur ulang ataupun penghematan penggunaan bahan baku
sekunder banyak diterapkan dalam menanggulanginya

Yondriadi (1707111315)
11
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

4. Limbah yang berasal dari hasil samping proses pengolahan limbah. Pada
dasarnya semua pengolah limbah tidak dapat mentransfer limbah menjadi
100% non limbah. Ada produk samping yang harusditangani lebih lanjut,
baik berupa partikulat, gas, dan abu (dari insinerator), lumpur (misalnya
dari unit pengolah limbah cair) atau bahkan limbah cair (misalnya dari
lindi sebuah lahan urug)
5. Limbah yang berasal dari bahan samping pemasaran produk industri,
misalnya kertas, plastik, kayu, logam, drum, kontainer, tabung kosong, dan
sebagainya. Limbah jenis ini dapat dimanfaatkan kembali sesuai fungsinya
semula atau diolah terlebih dahulu agar menjadi produk baru. Sampah kota
banyak terdapat dalam kategori ini.

2.3 Limbah Cair Industri Karet remah (Crumb Rubber)


2.3.1 Karakteristik Limbah Cair
Limbah cair baik domestik maupun non domestik mempunyai beberapa
karakteristik sesuai dengan sumbernya, dimana karakteristik limbah cair dapat
digolongkan pada karakteristik fisik, kimia, dan biologi yang diuraikan sebagai
berikut (Metcalf and Eddy, 2008)
1. Karateristik Fisika
Karakteristik fisika air limbah yang perlu diketahui adalah total solid,
bau, temperatur, densitas, warna, konduktivitas, dan turbidity.
a. Total Solid (TS)
Total solid adalah semua materi yang tersisa setelah proses evaporasi pada
suhu 103-105°C. Karakteristik yang bersumber dari saluran air domestik,
industri, erosi tanah, dan infiltrasi ini dapat menyebabkan bangunan
pengolahan penug dengan sludge dan kondisi anaerob dapat tercipta
sehingga mengganggu proses pengolahan.
b. Bau
Disebabkan oleh udara yang dihasilkan pada proses dekomposisi materi
atau penambahan substansi pada limbah.
c. Temperatur
Temperatur ini mempengaruhi konsentrasi oksigen terlarut di dalam air.
Air yang baik mempunyai temperatur normal 8°C dari suhu kamar 27°C.

Yondriadi (1707111315)
12
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Semakin tinggi temperatur air (>27°C) maka kandungan oksigen dalam air
berkurang atau sebaliknya.
d. Density
Density adalah perbandingan anatara massa dengan volume yang
dinyatakan sebagai slug/ft3 (kg/m3).
e. Warna
Pada dasarnya air bersih tidak berwarna, tetapi seiring dengan waktu dan
meningkatnya kondisi anaerob, warna limbah berubah dari yang abu–abu
menjadi kehitaman.
f. Kekeruhan
Kekeruhan diukur dengan perbandingan antara intensitas cahaya yang
dipendarkan oleh sampel air limbah dengan cahaya yang dipendarkan oleh
suspensi standar pada konsentrasi yang sama (Eddy, 2008).
2. Karateristik Kimia
Pada air limbah ada tiga karakteristik kimia yang perlu diidentifikasi
yaitu bahan organik, anorganik, dan gas.
a. Bahan organik
Pada air limbah bahan organik bersumber dari hewan, tumbuhan, dan
aktivitas manusia. Bahan organik itu sendiri terdiri dari C, H, O, N yang
menjadi karakteristik kimia adalah protein, karbohidrat, lemak dan
minyak, surfaktan, pestisida dan fenol, dimana sumbernya adalah
limbah domestik, komersil, industri kecuali pestisida yang bersumber
dari pertanian.
b. Bahan anorganik
Jumlah bahan anorganik meningkat sejalan dan dipengaruhi oleh asal
air limbah. Pada umumnya berupa senyawa-senyawa yang mengandung
logam berat (Fe, Cu, Pb, dan Mn), asam kuat dan basa kuat, senyawa
fosfat senyawa-senyawa nitrogen (amoniak, nitrit, dan nitrat), dan juga
senyawa senyawa belerang (sulfat dan hidrogen sulfida).
c. Gas

Yondriadi (1707111315)
13
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Gas yang umumnya ditemukan dalam limbah cair yang tidak diolah
adalah nitrogen (N2), oksigen (O2), metana (CH4), hidrogen sulfida
(H2S), amoniak (NH3), dan karbondioksida (Eddy, 2008).
3. Karakteristik Biologi
Pada air limbah, karakteristik biologi menjadi dasar untuk mengontrol
timbulnya penyakit yang dikarenakan organisme pathogen. Karakteristik
biologi tersebut seperti bakteri dan mikroorganisme lainnya yang
terdapat dalam dekomposisi dan stabilitas senyawa organik (Eddy, 2008).
2.3.2 Dampak Air Limbah Pabrik Karet Terhadap Lingkungan
Limbah cair atau buangan merupakan air yang tidak dapat dimanfaatkan
lagi serta dapat menimbulkan dampak yang buruk terhadap manusia dan
lingkungan. Keberadaan limbah cair tidak diharapkan di lingkungan karena tidak
mempunyai nilai ekonomi. Pengolahan yang tepat bagi limbah cair sangat
diutamakan agar tidak mencemari lingkungan (Mardana,2007)
Dampak yang ditimbulkan oleh pencemaran air limbah industri karet
adalah gangguan terhadap kehidupan biotik yang disebabkan oleh meningkatnya
kandungan bahan organik. Selama proses degradasi limbah oksigen banyak
dikonsumsi, sehingga ketika polutan organik di dalam air sedikit, oksigen yang
hilang dari air akan segera digantikan oleh oksigen hasil reaerasi dari udara dan
oleh proses fotosintesis. Apabila konsentrasi polutan organik cukup tinggi, maka
akan terjadi kondisi anaerobik (tidak ada oksigen) yang menghasilkan produk
dekomposisi berupa amonia, hidrogen sulfida, karbondioksida dan metana. Air
limbah juga dapat menjadi sumber pengotor, sehingga bila tidak dikelola dengan
baik dapat menimbulkan pencemaran air, menimbulkan bau yang tidak sedap serta
pemandangan yang tidak menyenangkan.

2.3.3 Baku Mutu Air Limbah Pabrik Karet


Untuk menghindari terjadinya pencemaran air di lingkungan maka
ditetapkan baku mutu air limbah. Baku mutu air limbah adalah batas adalah batas
kadar yang diperbolekan bagi zat atau bahan pencemar untuk dibuang dari sumber
pencemaran kedalam air pada air, sehingga tidak mengakibtkan dilampauinya
baku mutu air.
Tabel 1. Baku mutu air limbah bagi usaha kegiatan industri karet

Yondriadi (1707111315)
14
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Karet bentuk kering


Parameter Kadar paling Beban pencemaran
tinggi (mg/L) paling tinggi (kg/ton)
BOD5 60 2,4
COD 200 8,0
TSS 100 4,0
Amonia Total 5,0 0,2
Nitrogen Total
10 0,4
(sebagai N)
pH 6,0-9,0
Debit limbah paling
40 m3 per ton produk karet
tinggi
Sumber: PERMEN LH No. 5 Tahun 2014

2.4 Kriteria Perencanaan Limbah Cair


Tujuan dari pengolahan air limbah adalah untuk mengurangi zat-zat yang
tidak diperlukan dalam air yang akan mengakibatkan pencemaran. Untuk itu
diperlukan pengolahan secara bertahap agar bahan-bahan pencemar tersebut dapat
dikurangi. Dalam mendesain unit-unit pengolahan air limbah harus
memperhatikan faktor-faktor sebagai berikut:
1. Karakteristik air limbah
Dengan mengetahui karakteristik air limbah dapat ditentukan unit-unit
pengolahan yang di butuhkan.
2. Effluent yang diharapkan
Effluent yang dihasilkan harus sesuai dengan baku mutu yang telah
ditetapkan, untuk itu perlu diperhatikan efisiensi unit yang digunakan,
sehingga effluent dapat memenuhi baku mutu.
3. Biaya dan ketersediaan alat
Dalam mendisain unit pengolahan limbah, diusahakan biaya yang dibutuhkan
adalah seminimal mungkin, namun hasil effluent sesuai dengan baku mutu.

Berbagai metoda pengolahan yang biasa digunakan dalam pengolahan air


buangan dapat diketahui dari berbagai literatur yang ada. Beberapa pengolahan air
buangan dapat dilihat pada Tabel 2.
Tabel 2. Metode Pengolahan Kontaminan Air Buangan

Yondriadi (1707111315)
15
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Kontaminan Unit Operasi, Unit Proses Dan Sistem Pengolahan


Suspended solids Screening dan comminutor
Penyisihan grit
Sedimentasi/koagulasi
Filtrasi
Flotasi
Penambahan polimer kimia
Sistem pengolahan alami (land treatment)
Biodegradable Activated sludge
organics Tricking filter
Rotating biooigical contactor
Berbagai variasi logam pengolahan
Saringan pasir intermitten
Sistem fisika-kimia
Sistem pengolahan alami
Volatile organics Air stripping
Off gas treatment
Adsorpsi
Patogen Klorinasi, hipoklorinasi, brom klorida
Ozonisasi
Radiasi UV
Sistem pengolahan alami
Nitrogen Suspended-growth nitrification, denitrification
Fixed-film nitrification, denitrification
Ammonia stripping
Ion-exchange
Breakpoint chlorination
Sistem pengolahan alami
Nitrogen dan fosfor Penyisihan nitrogen secara biologi
Organik resisten Adsorpsi
Ozonisasi tersier
Sistem pengolahan alami
Dissolved Organic Ion-exchange
Solids Reverse osmosis
Electrodialysis
Sumber: Metcalf & Eddy, 2004

Tabel 3. Fungsi Beberapa Unit Pengolahan Air Limbah


Jenis Kegiatan Fungsi
Penyaringan Mengurangi konsentrasi zat padat, benda berukuran kasar
Perajangan Memotong benda yang berada dalam air limbah

Yondriadi (1707111315)
16
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Jenis Kegiatan Fungsi


Bak penangkap pasir Mengurangi konsentrasi pasir dan koral
Bak pengendap lemak Memisahkan zat terapung
Tangki equalisasi Meratakan aliran
Netralisasi Menetralkan asam atau basa
Pengendapan/pengapunga
Mengurangi konsentrasi benda tercampur
n
Reaktor Lumpur
Mengurangi konsentrasi bahan organik
aktif/aerasi
Karbon aktif Mengurangi konsentrasi bau, benda yang tak teruraikan
Nitrifikasi/denitrifikasi Mengurangi konsentrasi nitrat secara biologis
Air stripping Mengurangi
Mengurangi konsentrasi amoniak
konsentrasi amoniak
Ion exchange Mengurangi konsentrasi zat tertentu
Saringan pasir Mengurangi konsentrasi partikel padat yang lebih kecil
Desinfeksi Mengurangi konsentrasi pathogen
Osmosis/elektrodialisis Mengurangi konsentrasi zat terlarut

2.5 Sistem Pengolahan Air Limbah


Secara umum, menurut Suastuti (2010), pengolahan limbah cair dapat
dilakukan secara fisika, kimia, dan biologi. Menurut Departemen Perindustrian
(2007), pengolahan limbah cair dapat dibedakan menjadi tiga, yaitu pengolahan
primer (fisika), pengolahan sekunder (biologi), dan pengolahan tersier (biologi
dan kimia). Pengolahan primer merupakan pengolahan secara fisik untuk
menyisihkan benda-benda terapung atau padatan tersuspensi terendapkan
(sellable solids). Pengolahan primer ini berupa penyaringan kasar dan
pengendapan primer untuk memisahkan bahan inert seperti butiran pasir/tanah
Pengolahan primer hanya dapat mengurangi kandungan bahan yang
mengambang atau bahan yang dapat terendapkan oleh gaya gravitasi. Sebagian
polutan limbah cair industri pangan terdapat dalam bentuk tersuspensi dan terlarut
yang relatif tidak terpengaruh oleh pengolahan primer tersebut. Untuk
menghilangkan/mengurangi kandungan polutan tersuspensi atau terlarut
diperlukan pengolahan sekunder dengan proses biologis (aerobik maupun
anaerobik) (Departemen Perindustrian, 2007).
Pengolahan secara biologis pada prinsipnya adalah pemanfaatan aktivitas
mikroorganisme seperti bakteri dan protozoa. Mikroba tersebut mengkonsumsi

Yondriadi (1707111315)
17
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

polutan organik biodegradable dan mengkonversi polutan organik tersebut


menjadi karbondioksida, air dan energi untuk pertumbuhan dan reproduksinya.
Oleh karena itu, sistem pengolahan limbah cair secara biologis harus mampu
memberikan kondisi yang optimum bagi mikroorganisme sehingga
mikroorganisme tersebut dapat menstabilkan polutan organik biodegradable
secara optimum. Guna mempertahankan agar mikroorganisme tetap aktif dan
produktif, mikroorganisme tersebut harus dipasok dengan oksigen yang cukup,
cukup waktu untuk kontak dengan polutan organik, temperatur dan komposisi
medium yang sesuai. Tahap terakhir adalah pengolahan tersier untuk
mengurangi/menghilangkan konsentrasi BOD, TSS, dan nutrient. Proses
pengolahan tersier yang dapat diterapkan antara lain adalah filtrasi pasir, eliminasi
nitrogen (nitrifikasi dan denitrifikasi), dan eliminasi fosfor (secara kimia maupun
biologis) (Departemen Perindustrian, 2007).
Menurut Departemen Perindustrian (2007), beberapa sistem pengolahan
limbah cair meliputi: sistem lumpur aktif, sistem trikling filter, sistem RBC
(Rotating Biolocal Disk), sistem SBR (Sequencing Batch Reactor), kolam
oksidasi, sistem UASB, dan septik tank.
1. Sistem Lumpur Aktif
Pada dasarnya sistem lumpur aktif terdiri atas dua unit proses utama, yaitu
bioreaktor (tangki aerasi) dan tangki sedimentasi. Dalam sistem lumpur aktif,
limbah cair dan biomassa dicampur secara sempurna dalam suatu reaktor dan
diaerasi. Pada umumnya, aerasi ini juga berfungsi sebagai sarana pengadukan
suspensi tersebut. Suspensi biomassa dalam limbah cair kemudian dialirkan ke
tangki sedimentasi, dimana biomassa dipisahkan dari air yang telah diolah.
Sebagian biomassa yang terendapkan dikembalikan ke bioreaktor dan air yang
telah terolah dibuang ke lingkungan. Agar konsentrasi biomassa di dalam reaktor
konstan (MLSS = 3 - 5 gfL), sebagian biomassa dikeluarkan dari sistem tersebut
sebagai excess sludge. Skema proses dasar sistem lumpur aktif dapat dilihat pada
Gambar 2.

Yondriadi (1707111315)
18
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Gambar 2. Proses Lumpur Aktif


Sumber: Departemen Perindustrian, 2007
Pada semua sistem lumpur aktif, pengadukan memegang peranan yang
penting dalam menjaga keseragaman dan kestabilan kelarutan bahan organik,
oksigen, dan mencegah pengendapan lumpur aktif. Penyisihan bahan organik
pada sistem ini bisa mencapai 85 – 95% (Gonzales, 1996). Menurut (Metcalf
dan Eddy, 1991), dalam bioreaktor, mikroorganisme mendegradasi bahan-bahan
organik dengan persamaan stoikiometri pada reaksi di bawah ini:
a. Proses Oksidasi dan Sintesis:
Bakteri
CHONS + O2 + Nutrien CO2 + NH3 + C5H7NO2 + sel bakteri baru

b. Proses Respirasi Endogenus:

C5H7NO2 + 5O2 5CO2 + 2H2O + NH3 + energi sel

Meski memiliki presentase keberhasilan yang tinggi, pengolahan


menggunakan lumpur aktif dipengaruhi oleh beberapa faktor krusial yang jika
tidak diperhatikan akan mengakibatkan kegagalan. Berdasarkan berbagai
penelitian telah banyak dilakukan, dapat diketahui bahwa faktor-faktor yang
mempengaruhi optimalnya sistem lumpur aktif antara lain kelarutan oksigen
(DO), rasio Food/Microorganism (rasio F/M), serta interaksi kandungan mineral
dan lumpur dalam pengendapan lumpur (Piirtola dkk., 1999).
Kelebihan dari sistem lumpur aktif adalah dapat diterapkan untuk hampir
semua jenis limbah cair, baik untuk oksidasi karbon, nitrifikasi, denitrifikasi,
maupun eliminasi fosfor secara biologis. Kendala yang mungkin dihadapi oleh
dalam pengolahan limbah cair dengan sistem ini kemungkinan adalah besarnya
biaya investasi maupun biaya operasi karena sistem ini memerlukan peralatan
mekanis seperti pompa dan blower. Biaya operasi umumnya berkaitan dengan
pemakaian energi listrik.
Yondriadi (1707111315)
19
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

2. Sistem Trickling Filter


Trickling filter terdiri atas tumpukan media padat dengan kedalaman
sekitar 2 m, umumnya berbentuk silinder. Limbah cair disebarkan ke permukaan
media bagian atas dengan lengan distributot berputar dan air kemudian mengalir
(menetes) ke bawah melalui lapisan media. Polutan dalam limbah cair yang
mengalir melalui permukaan media padat akan terabsorps oleh mikroorganisme
yang tumbuh dan berkembang pada permukaan media padat tersebut. Setelah
mencapai ketebalan tertentu, biasanya lapisan biomassa ini terbawa aliran
limbah cair ke bagian bawah. Limbah cair di bagian bawah dialirkan ke tangki
sedimentasi untuk memisahkan blomassa. Resirkulasi dari tangki sedimentasi
diperlukan untuk meningkatkan efislensi.
3. Sistem RBC (Rotating Biolocal Disk)
Sistem RBC terdiri atas deretan cakram yang dipasang pada as horisontal
dengan jarak sekitar 4 cm. Sebagian dari cakram tercelup dalam limbah cair, dan
sebagian lagi kontak dengan udara. Pada saat diputar, permukaan cakram secara
bergantian kontak dengan limbah cair dan kemudian kontak dengan udara.
Akibatnya, mikroorganisme tumbuh pada permukaan cakram sebagai lapisan
biologis (biomasa), dan mengabsorpsi bahan organik dalam limbah cair.
4. Sistem SBR (Sequencing Batch Reactor)
Sistem SBR adalah suatu sistem lumpur aktif yang dioperasikan secara
curah (batch). Satuan proses dalam sistem SBR identik dengan satuan proses
dalam sistem lumpur aktif, yaitu aerasi dan sedimentasi untuk memisahkan
biomassa. Pada sistem lumpur aktif, kedua proses tersebut berlangsung dalam
dua tanki yang berdan, sedangkan pada SBR berlangsung secara bergantian pada
tanki yang sama. Keunikan lain sistem SBR adalah bahwa tidak diperlukan
resirkulasi sludpe. Proses sistem SBR terdiri atas lima tahap, yaitu pengistan,
reaksi (aerasi), pengendapan (sedimentasi), pembuangan, dan istirahat (idle).

2.5.1 Pengolahan Pendahuluan (Preliminary Treatment)


Preliminary Treatment dimaksudkan untuk melindungi proses awal
dengan mengurangi partikel-partikel besar yang dapat menyumbat atau
menyebabkan kerusakan pada peralatan. Sebelum mengalami proses pengolahan

Yondriadi (1707111315)
20
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

perlu dilakukan pembersihan agar mempercepat dan memperlancar proses


pengolahan serta melindungi unit-unit selanjutnya. Kegiatan yang dilakukan
berupa pengambilan benda terapung dan pengambilan benda mengendap seperti
pasir. Beberapa contoh unit preliminary treatment adalah (Metcalf & Eddy,
2004):
1. Sump well (sumur pengumpul)
Sumur pengumpul berguna untuk mengumpulkan/menampung air buangan
yang berasal dari saluran air buangan kota, yang diangkut oleh screw
pump ke saluran pembawa. Perencanaan sumur pengumpul bergantung
pada sistem pemompaan yang berkaitan dengan fluktuasi air buangan dan
waktu detensi.
2. Screw Pump
Screw pump berguna untuk mengangkat air buangan ke saluran pembawa.
Screw pump dapat menaikkan air buangan yang mengandung material-
material kecil seperti plastik, kertas, pasir dan lain-lain.
3. Saluran Pembawa
Saluran pembawa digunakan untuk mengalirkan air buangan ke unit-unit
pengolahan seperti ke grit chamber. Kecepatan aliran air yang dibolehkan
dalam saluran pembawa ini antara 0,3 – 0,6 m/dt.
4. Screening
merupakan peralatan yang ditempatkan di awal proses pengolahan dengan
tujuan untuk melindungi unit pengolahan selanjutnya. Screen terdiri dari
berbagai macam:
a. Bar rack
Bar rack berfungsi untuk memisahkan sampah atau benda-benda
berukuran besar lainnya yang dapat menyebabkan gangguan atau
kerusakan pompa dan peralatan mekanis lainnya.
b. Grit chamber
Grit chamber berfungsi untuk memisahkan material-material
seperti pasir, pecahan kaca, dan kerikil/koral. Jika material tidak
dipisahkan, maka akan menyebabkan kerusakan pada alat mekanik,
penyumbatan pada bend, corner, dan memperlambat aliran. Efisiensi

Yondriadi (1707111315)
21
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

penyisihan BOD dan COD pada unit ini adalah sekitar 0-5% dan SS
sekitar 0-10%. Grit chamber biasanya ditempatkan setelah bar racks
sebelum screen dan primary sedimentation tanks. Hal ini untuk
memudahkan pengoperasian dan perawatan. Tujuan penggunaan grit
chamber adalah:
i. Melindungi peralatan dari abrasi yang akan menyebabkan pipa
tersumbat;
ii. Untuk melindungi peralatan dari gesekan benda keras;
iii. Mengurangi endapan pada saluran dan pipa;
iv. Mengurangi frekuensi pembersihan digester.

Kriteria perencanaan dari grit chamber adalah (Metcalf & Eddy, 2004):
i. Kelembaban = 13-65%
ii. Volatile = 1-56%
iii. Specific gravity = 2,7 (bersih)
1,3 (yang dikotori bahan organik)
iv. Bulk density = 100 lb/ft3(1.600 kg/m3)
v. Grit yang disisihkan pada perhitungan desain adalah yang
memiliki specific gravity 2,5 pada T = 15,5ºC

2.5.2 Pengolahan Tingkat Satu (Primary Treatment)


1. Tangki Aliran Rata-Rata (TAR)
TAR digunakan untuk meratakan aliran yang berfluktuasi, mengatasi
shock loading sehingga kinerja proses biologis tetap optimal dan
meningkatkan hasil pengolahan. Seperti, jika memakai filter akan
mengurangi luas filter dan jika memakai proses kimia akan mengatur
fluktuasi dosis kimia agar tidak mengganggu proses pengolahan.
2. Netralisasi
Beberapa limbah industri bersifat asam dan basa sehingga diperlukan bak
netralisasi untuk mencapai nilai pH yang diinginkan sesuai dengan
pengolahan yang akan dilakukan.
3. Bak sedimentasi I (primary sedimentation)

Yondriadi (1707111315)
22
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Bak ini digunakan untuk mengendapkan padatan-padatan tersuspensi dari


air buangan sehingga mengurangi beban pengolahan pada unit pengolahan
selanjutnya. Bak sedimentasi I menyisihkan secara fisika zat-zat atau
partikel tersuspensi dalam cairan dengan memanfaatkan gaya gravitasi.
Kriteria perencanaan bak sedimentasi adalah (Metcalf & Eddy, 2004):
 Waktu detensi, td = 1,5 – 2,5 jam
 Overflow rate debit rata-rata = (30 – 50) m3/m2/hr
debit maks = (80 – 120) m3/m2/hr
 Beban pelimpah (weir loading) = (125 – 500) m3/m/hr
 Kedalaman bak = (3 – 5) m
 Perbandingan panjang dan lebar, = p : l = (4 – 6) : 1
 Kemiringan dasar (slope), s = (1 – 2) %
 Effluent penyisihan SS = (50 – 70) %
 Effluent penyisihan BOD = (25 – 40) %

Untuk lebih mengetahui berbagai jenis tipe pengendapan yang ada dalam proses
sedimentasi dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Tipe Pengendapan yang Biasa Digunakan
Tipe Pengendapan Deskripsi Aplikasi
Tipe I, Diperuntukkan bagi partikel Tipe satu ini digunakan
(untuk partikel tersuspensi, dimana konsentrasi solid untuk penyisihan pasir
diskrit) rendah. Partikel akan mengendap dalam air buangan.
dengan sendirinya (tak bergabung
dengan partikel lainnya).
Tipe II Diperuntukkan bagi suspense yang Tipe II ini digunakan
(untuk partikel agak cair. Dimana setelah adanya untuk penyisihan
flokulan) pengadukan beberapa partikel akan suspense solid dalam

Yondriadi (1707111315)
23
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

mengendap secara bersama-sama pengendapan primer dan


karena dengan adanya pengadukan, sekunder serta
maka beberapa partikel akan bersatu menghilangkan flok
sehingga menambah massa partikel dalam bak sedimentasi
tersebut dan pengendapan semakin
cepat terjadi.
Tipe III, Diperuntukkan pada suspense yang Tipe III ini digunakan
Untuk partikel memiliki konsentrasi tinggi. Dimana pada pengendapan
penghalang atau gerak antara partikel cukup untuk sekunder (pengolahan
hindered) menghalangi pengendapan partikel biologis).
lainnya. Partikel cenderung untuk
saling berinteraksi
Tipe IV Diperuntukkan bagi pengendapan Tipe IV ini digunakan
(compression) partikel yang membentukstruktur pada proses sludge
pengendapan. Dapat terjadi apabila thickening (pengentalan
struktur dipadatkan. lumpur).
Sumber: Metcalf & Eddy, 2004

2.5.3 Pengolahan Tingkat Dua (Secondary Treatment)


Pada pengolahan sekunder ini dilakukan pengolahan secara biologis yang
digunakan untuk mengubah materi organik terlarut halus yang terdapat di dalam
limbah cair menjadi flok-flok terendapkan (flocculant settleable) sehingga dapat
dihilangkan pada bak sedimentasi.
Proses secara biologis dapat dilakukan pada kondisi aerob dan anaerob.
Proses biologis aerob digunakan untuk pengolahan air buangan dengan beban
BOD yang tidak terlalu besar, sedangkan proses biologis anaerob digunakan
untuk pengolahan air limbah dengan beban BOD yang tinggi
Salah satu alternatif unit pengolahan aerob adalah Activated sludge
(lumpur aktif). Activated sludge digunakan untuk mereduksi senyawa organik
terlarut dan tidak terlarut yang terdapat dalam air limbah dengan cara
pembentukan flok-flok mikrobial yang diendapkan secara gravitasi. Dinamakan
lumpur aktif karena memproduksi mikroorganisme yang dapat menstabilkan
limbah secara aerobik. Mikroorganisme ini bertanggung jawab terhadap
dekomposisi material organik dalam influent. Pada proses ini mikroorganisme
Yondriadi (1707111315)
24
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

ditumbuhkan dalam bak aerasi, dimana organisme dan limbah cair dicampur
dengan udara. Pada kondisi ini, mikroorganisme akan mengoksidasi sebagian
bahan kimia menjadi CO2 dan air lalu membentuk sel-sel mikroba baru. Bakteri
yang berperan dalam lumpur aktif ini adalah: pseudomonas, zoogloea,
achromobacter, flavobacterium, nocardia dan mycobacterium.
Mikroorganisme tersebut dialirkan ke tangki pengendapan sehingga flok-
flok mikroorganisme tersebut terendapkan secara gravitasi. Organisme yang
terendapkan sebagian dikembalikan ke bak aerasi dan kemudian dicampurkan
dengan limbah cair dan sebagian dibuang jika massa mikroorganisme dalam bak
aerasi cukup banyak dan umur mikrooraganisme telah tua. Sistem ini dinamakan
sistem recycle.
2.5.4 Unit Pengolahan Tingkat Tiga (Tertiary Treatment)
Pengolahan ini merupakan kelanjutan dari pengolahan terdahulu dan baru
akan digunakan apabila pada pengolahan pertama dan kedua masih terdapat zat
tertentu yang berbahaya bagi masyarakat umum. Namun pengolahan ketiga
(tertiary treatment) ini jarang digunakan. karena merupakan pengolahan secara
khusus sesuai kandungan zat yang terbanyak dalam limbah cair. Contoh dari
pengolahan tingkat tiga ini adalah desinfeksi
Desinfeksi bertujuan untuk mengurangi atau membunuh mikroorganisme
patogen yang ada dalam limbah cair. Mekanisme pembunuhan sangat dipengaruhi
oleh kondisi zat pembunuhnya dan mikroorganisme itu sendiri. Beberapa hal yang
perlu diperhatikan dalam memilih bahan kimia sebagai bahan desinfeksi antara
lain:
a. Daya racun zat kimia tersebut;
b. Waktu kontak yang diperlukan;
c. Rendahnya dosis;
d. Tidak toksik terhadap manusia dan hewan;
e. Biaya murah untuk penggunaan massal.

2.6 Efisiensi Penyisihan Unit Pengolahan Limbah Cair


Untuk mengolah limbah cair tidaklah harus selalu mengikuti tahapan–
tahapan di atas, tetapi perlu diadakan penyesuaian dengan kebutuhan yang ada.
Dengan demikian setiap unit pengolahan limbah cair akan berbeda–beda teknik

Yondriadi (1707111315)
25
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

yang digunakan dan tidak semua tahap perlu dilalui. Efisiensi penyisihan dari
masing–masing unit pengolahan dapat dilihat dalam Tabel 5.
Tabel 5. Efisiensi penyisihan unit pengolahan limbah cair
No % Penyisihan
Unit Pengolahan
. BOD5 COD SS P N Org NH3-N E coli
1 Bar Racks - - - - - - -
2 Grit Chambers 0-5 0-5 0-10 - - - 10-25
Primary
3 30-40 30-40 50-65 10-20 10-20 -  
sedimentation
Activated Sludge
4 80-95 80-85 80-90 10-25 15-50 8-15 25-75
Convensional
5 Trickling Filter              
High rate, rock media
65-80 60-80 60-85 8-12 15-50 8-15 90-95

  Super rate, 65-85 65-85 65-85 8-12 15-50 8-15 90-95


plasticmedia
Rotating Biological
6 80-85 80-85 80-85 10-25 10-25 8-15 -
Contactors (RBCs)
7 Chlorination - - - - - - 98-99
Sumber : Metcalf & Eddy, 2004

2.7 Instalasi Pengolahan Air Limbah Lumpur Aktif

Pengolahan air limbah dengan proses lumpur aktif konvensional


(standard) secara umum terdiri dari bak pengendap awal, bak aerasi dan bak
pengendap akhir, serta bak khlorinasi untuk membunuh bakteri patogen. Secara
umum proses pengolahannya adalah sebagai berikut :
2.7.1 Bak Ekualisasi
Karakteristik limbah yang dihasilkan dalam suatu kegiatan pada umumnya
tidak akan stabil, dan cenderung naik - turun tergantung dari kegiatan yang sedang
berlangsung. Disamping itu jumlahnya juga tidak konstan dan periodik waktunya
cenderung tidak terkontrol. Jika dalam proses pengolahan limbah terjadi hal
seperti ini, maka akan menyulitkan dalam pengendalian proses, bahkan resiko
kegagalan proses dapat terjadi.
Bak Ekualisasi bukan merupakan suatu proses pengolahan tetapi
merupakan suatu cara/teknik untuk meningkatkan efektivitas dari proses

Yondriadi (1707111315)
26
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

pengolahan selanjutnya. Keluaran dari bak ekualisasi adalah parameter


operasional bagi unit pengolahan selanjutnya seperti flow, level/derajat
kandungan polutan, temperatur, dan padatan.
Kegunaan dari ekualisasi adalah :
a. Mengkontinyukan debit limbah yang akan diolah di IPAL (Membagi dan
meratakan volume limbah yang akan masuk pada proses pengolahan di
IPAL.
b. Menstabilkan karakteristik limbah (meratakan variable) & fluktuasi dari
beban organik untuk menghindari shock loading pada sistem pengolahan
biologi.
c. Meratakan pH untuk meminimalkan kebutuhan bahan kimia pada proses
netralisasi.
d. Meratakan kandungan padatan (SS, koloidal, dll), untuk meminimalkan
kebutuhan bahan kimia pada proses koagulasi dan flokulasi (jika
diperlukan).

Waktu tinggal di dalam bak ekualisasi umumnya berkisar antara 6 – 10


jam. Untuk menghitung volume bak ekualisasi yang diperlukan dapat dihitung
dengan rumus sebagai berikut :

Volume Bak Ekualisasi ( m3) = Waktu Tinggal (Jam) x Debit Air Limbah (m3
/jam)

Salah satu contoh konstruksi bak ekualisasi dapat dilihat seperti pada
Gambar 3.8 sampai dengan Gambar 3.12.

Yondriadi (1707111315)
27
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Gambar 3.8 : contoh bak ekualisasi tampak atas

Gambar 3.8 : contoh bak ekualisasi tampak samping

Yondriadi (1707111315)
28
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

2.7.2 Pompa Air Limbah


Ada dua tipe pompa yang sering digunakan untuk pengolahan air limbah
yaitu tipe pompa celup/benam (submersible pump) dan pompa sentrifugal. Pompa
celup/benam umumnya digunakan untuk mengalirkan air limbah dengan head
yang tidak terlalu besar, sedangkan untuk head yang besar digunakan pompa
sentrifugal. Contoh cara pemasangan pompa dan beberpa jenis pompa dapat
dilihat seperti pada Gambar 3.13 sampai dengan Gambar 3.17.

Gambar 3.13 : Contoh Konstruksi Gambar 3.14 : Contoh Konstruksi


Pompa Air Limbah Dengan Motor Di Pompa Air Limbah Dengan Motor
Bawah Tanah Di Atas Tanah

2.7.3 Bak Pengendapan Awal

Bak pengendap awal berfungsi untuk mengendapkan atau menghilangkan


kotoran padatan tersuspensi yang ada di dalam air limbah. Kotoran atau polutan
yang berupa padatan tersuspensi misalnya lumpur anorganik seperti tanah liat
akan mengendap di bagian dasar bak pengendap. Kotoran padatan tersebut
terutama yang berupa lumpur anorganik tidak dapat terurai secara biologis, dan
jika tidak dihilangkan atau diendapkan akan menempel pada permukaan media
biofilter sehingga menghambat transfer oksigen ke dalam lapisan biofilm , dan
mengakibatkan dapat menurunkan efisiensi pengolahan. Bak pengendap awal

Yondriadi (1707111315)
29
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

dapat berbentuk segi empat atau lingkaran. Pada bak ini aliran air limbah dibuat
agar sangat tenang untuk memberi kesempatan padatan/suspensi untuk
mengendap.
Kriteria-kriteria yang diperlukan untuk menentukan ukuran bak pengendap
awal antara lain adalah :
1. Waktu Tinggal Hidrolik (Hydraulic Retention Time,)
Waktu Tinggal Hidrolik adalah waktu yang dibutuhkan untuk mengisi bak
dengan kecepatan seragam yang sama dengan aliran rata-rata per hari. Waktu
tinggal dihitung dengan membagi volume bak dengan laju alir masuk,
satuannya jam. Nilai waktu tinggal adalah :
V
T =24 ×
Q
Dimana :

T = waktu tinggal (jam)


V = volume bak (m3
Q = laju rata-rata harian (m3/hari)
2. Beban permukaan (surface loading)
Beban permukaan yaitu laju alir (debit volume) rata-rata per hari dibagi luas
permukaan bak.
Q
Vo=
A
Dimana :

Vo = laju limpahan / beban permukaan (m3/ m2)


Q = aliran rata-rata harian, (m3/ hari)
A = total luas permukaan (m2)

Beberapa kriteria desain bak pengendapan primer dapat dilihat pada Tabel 3.6.
Tabel 3.6 : Kriteria Desain Bak Pengendap Awal (Primer)

Bak Pengendap Awal bak


Parameter desain pengendapan
Aliran Terpisah aliran akhir

Yondriadi (1707111315)
30
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Bak Pengendap Awal bak


Parameter desain pengendapan
Lumpur Trickling
gabungan akhir
Aktif Filter
Waktu Tinggal
1,5 2 3 2,5
Hidrolik (Jam)
Material yang
Lumpur
dipisahkan Overflow Padatan tersuspensi di dalam air
biomasa 20-
rate limbah 20-30
30
( m /m2.hari)
3

Weir Loading
< 250 < 150
(m3/m.hari)
Bentuk Persegi
Panjang : Panjang / 3:1–5:1 sama
Lebar
Kedalaman (m) 2,5 – 4,0 sama
Tinggi ruang bebas
40 -60 sama
(cm)
Bentuk bulat : 5/100 – 10/100 sama
Slope dasar
  Bentuk Persegi panjang : 1/100 –
sama
2/100
Diameter pipa
> 200 sama
lumpur (mm)

Yondriadi (1707111315)
31
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Gambar : Bak pengendapan awal

2.7.4 Bak aerasi


Proses penambahan oksigen merupakan salah satu cara untuk menurunkan
konsentrasi zat pencemar organik di dalam limbah cair atau bahkan
menghilangkanya sama sekali. Dua cara penambahan oksigen (aerasi) yaitu
dengan memasukkan udara bersih ke dalam limbah cair dan dengan rnemaksa
limbah cair ke atas untuk dapat kontak dengan oksigen atau udara.
Memasukkan udara atau oksigen murni ke dalam limbah cair dilakukan
melalui benda porous atau nozzle. Apabila nozzle diletakkan di tengah-tengah,
maka akan meningkatkan kecepatan kontak gelembung udara dengan limbah cair,
sehingga proses pemberian oksigen akan berjalan lebih cepat. Oleh karena itu,
biasanya nozzle ini diletakkan pada dasar bak aerasi. Udara yang dimasukkan
adalah berasal dari udara luar yang dipompakan ke dalam limbah cair oleh pompa
tekan (aerator).
Memasukkan limbah cair ke atas dilakukan dengan cara mengontakkan
limbah cair dengan oksigen melalui pemutaran balingbaling yang diletakkan pada

Yondriadi (1707111315)
32
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

permukaan limbah cair. Akibat dari pemutaran ini, Iimbah cair akan terangkat ke
atas dan mengadakan kontak langsung dengan udara sekitarnya (Sugiharto,1987).

2.7.5 Peralatan Pemasok Udara

1. Tipe Difuser dan Aerator


Di dalam proses pengolahan air limbah dengan sistem lumpur aktif harus
dilengkapi dengan peralatan pemasok udara atau oksigen untuk proses aerasi di
dalam kolam aerasi. Sistem aerasi dapat dilakukan dengan menggunakan
blower dan difuser atau dengan sistem aerasi mekanik misalnya dengan aerator
permukaan. Beberapa contoh tipe difuser/aerator yang dipakai pada sistem ini
dapat dilihat seperti pada Gambar dibawah ini, sedangkan efisiensi
perpindahan oksigen ke cairan pada kedalaman tertentu untuk beberapa jenis
difuser/aerator dapat dilihat pada Tabel 3.7.

Gambar 3.26 : Beberapa Contoh Tipe Aerator Dan Difuser.

Cara yang paling mudah untuk pengecekan oksigen yang disuplai dalam
kolam aerobik biofilter cukup atau tidak, dapat dilihat dari oksigen terlarut (DO)
air limbah di kolam aerobik biofilter maupun di air hasil olahan. DO di dalam
kolam aerobik biofilter yang direkomendasikan adalah antara 2 – 4 mg/l.

Tabel 3.7 : Jenis Jenis Difuser Dan Efisiensi Transfer Oksigen.

Yondriadi (1707111315)
33
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Gambar 3.28 : Difuser Karet Gelembung Halus.

2. Tipe Blower Udara

Beberapa tipe blower udara yang sering digunakan untuk pengolahan air
limbah dengan sistem lumpur aktif antara lain yaitu :

Yondriadi (1707111315)
34
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

a. Roots and Submersible Roots Blower


Roots Blower berbeda dengan pompa udara pada mekanisme
memproduksi aliran udara yang lebih besar dari pompa udara. Rotor berotasi
menyebabkan udara diserap dari inlet dan dikompres/dimampatkan keluar
menuju outlet. Salah satu contoh root blower dapat dilihat pada Gambar 3.29.
Beberapa keunggulan Root Blower antara lain :
i. Aliran udara stabil, sedikit variasi tekanan.
ii. Kemudi dengan kualitas tertinggi dan & gir teraplikasikan
iii. akurat.
iv. Udara bersih tanpa minyak lembab.
v. Konstruksi sederhana & kuat, pemeliharaan mudah.
vi. Menstandarkan produk dengan gugus kendali mutu.

b. Submersible Roots Blower


i. Tekanan: 1000¡×6000mmAq, Aliran udara: 1. 8-10.2 m3/menit
ii. Tidak ada kebisingan, tidak ada alat Soundproofing
iii. Struktur kokoh untuk memastikan ketahanan.

Contoh Submersible Roots Blower dapat dilihat pada Gambar 3.30.

Yondriadi (1707111315)
35
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Gambar 3.30 : Submersible Roots Blower

c. Submersible Aerator
i. Aerator Submersible sering digunakan pada bangunan pengolahan air
limbah, terutama selama homogenisasi dan persamaan/equalisasi,
mempersiapkan langkah, stabilisasi lumpur, langkah pengudaraan
terakhir.
ii. Motor aerator tercelup mengaktifkan satu impeller/pendorong dan
rotasi impeller/pendorong dalam vacuum untuk mendapatkan udara
dari satu ruang hembus khusus.
iii. Air dan udara bercampur di saluran ruang aerasi. Arus campuran air
dan udara dibebaskan dengan cepat oleh sentrifugal force. Daya: 2 -
75 HP, rate oksigen input sampai 85 kg O2 / jam.
iv. Rate transfer oksigen tinggi sehubungan dengan gelembung kecil
untuk pengolahan air limbah.
v. Rate transfer oksigen dari unit jenis BHP lebih tinggi dibandingkan
dari jenis pengudara lain.
vi. Tidak perlu untuk menjadi kosong atau bangunan ditutup untuk
pekerjaan instalasi atau pemeliharaan.

Yondriadi (1707111315)
36
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

d. Rotary Vane Blower


Rotor berputar menyimpang (seperti diagram berikut) dengan baling-
baling kedalam dan keluar di dalam lubang kecil. Baling-baling menempel
bagian dalam permukaan casing (ruang), sehingga udara dihisap dari inlet dan
dimampatkan ke outlet. Salah satu contoh rotary blower dapat dilihat pada
Gambar 3.32.

Gambar 3.32 : Rotary Vane Blower

2.7.6 Bak pengendapan akhir


Bak pengendap akhir berfungsi untuk memisahkan atau mengendapkan
kotoran padatan tersuspensi (TSS) yang ada di dalam air limbah agar air olahan
IPAL menjadi jernih. Waktu tingak hidrolik di dalam bak pengendap akhir
umumnya sekitar 2-4 jam. Air limpasan (over flow) dari bak pengendap akhir
relatif sudah jernih, selanjutnya dialirkan ke bak bioindikator dan selanjutnya
dilairkan ke bak khlorinasi.

2.7.7 Bak bio indicator


Bak biokontrol adalah bak kontrol kualitas air olahan secara alami dengan
menggunakan indikator biologis. Di dalam bak biokontrol biasanya ditaruh ikan
mas atau ikan yang biasa hidup di air yang bersih. Bak biokontrol ini berfungsi
untuk mengetahui secara cepat apakah air hasil olahan IPAL cukup baik atau
belum. Jika ikan yang ada di dalam bak biokontrol hidup berarti air olahan IPAL

Yondriadi (1707111315)
37
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

relatif baik dan jika ikan yang ada di dalam bak biokontrol mati berarti air olahan
IPAL buruk. Meskipun ikan di dalam bak biokontrol hidup belum berarti air
olahah sudah memenuhi baku mutu. Untuk mengetahui apakah air olahan sudah
memenuhi baku mutu atau belum harus dianalisa di laboratorium

2.7.8 Unit Pengolahan Lumpur


Pengolahan lumpur digunakan untuk mengolah lumpur yang dihasilkan
dari pengolahan sebelumnya. Masalah yang berhubungan dengan lumpur ini
sangat komplek, alasannya adalah lumpur disusun oleh sebagian besar substansi
yang tidak dapat diolah dengan pengolahan biasa Jumlah lumpur yang dihasilkan
dari pengolahan biologis tidak saja disusun oleh materi organik yang terdapat di
dalam air buangan atau bentuk lain yang tidak dapat diuraikan hanya sebagian
kecil dari lumpur berbentuk solid. Pengolahan lumpur yang dapat digunakan
adalah:
1. Gravity thickening
Thickening tank berfungsi memekatkan lumpur dengan cara memisahkan air
dari lumpur. Proses yang terjadi adalah proses pengendapan yang memisahkan air
dari solid dan proses pemekatan (peningkatan konsentrasi). Pengendapan dalam
thickening tank merupakan pengendapan suspensi untuk kategori zona settling
dan zona kompresi. Terdapat empat zona dalam disain thickener yakni zona jernih
(clarified zone), zona konsentrasi awal, zona pekat (thickening zone) dan zona
kompresi.
2. Anaerobic sludge digester
Unit ini digunakan untuk menstabilisasikan lumpur sebelum dibuang ke
badan air penerima, mereduksi volume lumpur, dan memproduksi gas metan.
Anaerobic sludge digester dibagi dengan tiga jenis:
a. Konvensional; proses pengolahan lumpur berlangsung sebagai proses
satu tahap dengan beban organik relatif rendah;
b. Kecepatan tinggi; proses pengolahan lumpur berlangsung sebagai proses
satu tahap dengan beban organik relatif lebih tinggi sehingga diperlukan
pengadukan;

Yondriadi (1707111315)
38
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

c. Digester 2 tahap; tangki pertama berfungsi sebagai pencerna dan tangki


kedua berfungsi sebagai penyimpan dan pemekat lumpur yang telah
distabilkan pada tangki pertama.
3. Sludge drying bed
Unit ini digunakan untuk mengeringkan lumpur yang telah distabilkan pada
unit sebelumnya. Lumpur dimasukkan ke dalam unit ini dengan ketebalan
lapisan 20-30 cm. Lumpur endapan yang telah diendapkan pada sludge
digester, dikeringkan pada bidang pengering lumpur (sludge drying bed) yang
berupa saringan pasir.
Lumpur yang dialirkan beserta pasir akan mengalami proses pengeringan
dengan cara evaporasi dan perembesan air secara gravitasi dari lumpur ke
dalam media pengering. Setelah mengering, lumpur tersebut dibuang ke lahan
urug (landfill) atau ke lahan pertanian sebagai pupuk.

2.8 Variabel Operasional dalam Proses Lumpur aktif (Activated Sludge


Process)
Beberapa variabel operasional yang diperhatikan pada proses lumpur aktif
diantaranya adalah sebagai berikut.
2.8.1 Beban BOD (BOD Loading Rate atau Volumetric Loading Rate)
Beban BOD adalah jumlah massa BOD di dalam air limbah yang masuk
(influent) dibagi dengan volume reaktor. Beban BOD dapat dihitung dengan
persamaan sebagai berikut.

Q . S0 3
Beban BOD= kg ¿ m .hari
V
Dengan:
Q = debit air limbah yang masuk (m3/hari)
S0 = konsentrasi BOD dalam air limbah yang masuk (kg/m3)
V = volume reaktor (m3)

Yondriadi (1707111315)
39
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

2.8.2 Mixed-Liquor Suspended Solid (MLSS)


Campuran antara air limbah, biomassa, dan padatan tersuspensi lainnya
yang berada di bak aerasi pada proses pemgolahan air limbah sering disebut
mixed liquor. Sedangkan MLSS merupakan jumlah total dari padatan
tersuspensi yang berupa material organik, mineral, serta mikroorganisme.
MLSS dapat diketahui kadarnya dengan gravimetri, yaitu dengan cara
menyaring lumpur dengan cara filtrasi, dikeringkan pada temperatur 105˚C,
dan ditimbang agar diketahui massanya

2.8.3 Mixed-Liquor Volatile Suspended Solids (MLVSS)


MVLSS merupakan material organik yang terkandung dalam MLSS, tanpa
mikroba hidup, mikroba mati, serta hancuran sel. MVLSS diukur dengan
memanaskan sampel filter yang telah kering pada temperatur 600-650˚C. Nilai
dari MVLSS biasanya mendekati 65-75% dari MLSS.
2.8.4 Food to Microorganism Ratio atau Food to Mass Ratio (F/M Ratio)
Parameter ini menunjukkan jumlah zat organik (BOD) yang hilang dibagi
dengan jumlah mikroorganisme di dalam bak aerasi. Besarnya nilai F/M ratio
umumnya ditunjukkan dalam kg BOD per kg MLSS per hari. Nilai F/M ratio
dapat dihitung dengan menggunakan persamaan sebagai berikut :
Q . ( S 0−S )
F /M =
MLSS . V
Dengan :
Q = debit air limbah yang masuk (m3/hari)
S0 = konsentrasi BOD dalam air limbah yang masuk (kg/m3)
V = volume reaktor (m3)
S = konsentrasi BOD dalam effluent (kg/m3)
MLSS = Mixed liquor suspended solid (kg/m3)

2.8.5 Rasio Sirkulasi Lumpur / Hydraulic Recycle Ratio (HRT)


Rasio sirkulasi lumpur adalah perbandingan antara jumlah lumpur yang
disirkulasikan ke dalam bak aerasi dengan jumlah air limbah yang masuk ke
dalam bak aerasi. Waktu tinggal hidraulik (HRT) merupakan waktu rata-rata
yang dibutuhkan oleh influent pada tangki aerasi untuk menjalani proses
lumpur aktif. Nilai HRT berbanding terbalik terhadap laju pengenceran

Yondriadi (1707111315)
40
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

1 V
HRT = =
D Q
Dengan:
V = volume reaktor atau bak aerasi (m3)
Q = debit air limbah yang masuk bak aerasi (m3/jam)
D = laju pengenceran (jam-1)

2.8.6 Sludge Age (Umur Lumpur)


Umur lumpur biasa dikenal juga dengan waktu tinggal rata-rata sel (mean
cell residence time). Parameter ini menunjukkan waktu tinggal rata-rata
mikroorganisme dalam sistem lumpur aktif. Jika HRT memerlukan waktu
dalam jam, maka waktu tinggal sel mikroba dalam bak aerasi dapat mencapai
hitungan hari. Parameter ini berbanding terbalik dengan laju pertumbuhan
mikroba. Umur lumpur dapat dihitung dengan persamaan berikut.
MLSS . V
Umur Lumpur ( hari )=
S S e Q e + S S w . X .Q w

Dengan:
MLSS = Mixed Liquor Suspended Solid (mg/L)
V = volume reaktor atau bak aerasi (m3)
Qw = laju influent air limbah (m3/hari)
Qe = laju effluent air limbah (m3/hari)
SSw = padatan tersuspensi dalam influent (mg/L)
SSe = padatan tersuspensi dalam effluent (mg/L)

Umur lumpur dapat bervariasi antara 5-15 hari untuk sistem lumpur aktif
konvensional. Parameter penting saat mengendalikan operasi lumpur aktif
adalah beban organik/beban BOD, persebaran oksigen, serta pengendalian dan
operasi pada tangki pengendapan. Tangki pengendapan memiliki dua fungsi
yaitu untuk penjernihan (clarification) dan pemekatan lumpur (thickening).

2.8.7 Pengaruh Temperatur


Temperatur cukup berpengaruh terhadap aktivitas biologis pada lumpur
aktif. Temperatur operasi harus sesuai dengan mikroorganisme yang berada di

Yondriadi (1707111315)
41
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

lumpur aktif. Namun jika dibandingkan dengan sistem lain, proses lumpur aktif
tidak terlalu sensitif terhadap perubahan temperatur. Jika kondisi operasi
optimum mikoba tidak sesuai dengan kondisi operasi system, maka dapat
dilakukan aklimatisasi terhadap mikroba. Aklimatisasi merupakan proses
adaptasi mikroba hingga dapat tumbuh pada kondisi operasi yang diinginkan
secara bertahap
2.8.8 Pengaruh Aliran
Besarnya aliran influent yang masuk harus dikontrol agar sesuai dengan
kemampuan mikroba dalam mengonsumsi komponen organik dalam limbah
dan selanjutya mengendap. Tingginya aliran dapat mempersingkat waktu
pengolahan, namun jika aliran terlalu tinggi dapat menyebabkan
mikroorganisme keluar hingga clarifier

Yondriadi (1707111315)
42
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

BAB III
GAMBARAN UMUM KEGIATAN

3.1 Kondisi Eksisting Objek Kerja Praktek


PT. Hervenia Kampar Lestari (HKL) merupakan salah satu perusahaan yang
ada di Kabupaten Kampar, yang terletak di Desa Sungai Pinang Kecamatan
Tambang. Perusahaan ini didirikan pada Januari 2006, namun baru beroperasi dan
berproduksi sejak bulan Agustus 2008.
PT. Hervenia Kampar Lestari (HKL) adalah sebuah perusahaan yang
bergerak dibidang ekspor crumb rubber dengan produk karet remah berstandar
nasional yaitu standar Indonesian rubber-20 (SIR-20). Dimana perusahaan ini
melakukan pengolahan karet dari perkebunan milik rakyat yang kemudian hasil
pengolahan tersebut diekspor keluar negeri. Ada beberapa negara yang
mengimpor karet dari PT. Hervenia Kampar Lestari (HKL), diantaranya
Singapura, China, Jepang, dan Amerika Serikat. Berbagai upaya dilakukan oleh
seganap komponen di perusahaan ini terutama pimpinan dalam meningkatkan
mutu dan kualitas baik dalam pelayanan maupun produk yang dihasilakan,
sehingga dengan upaya tersebut PT. Hervenia Kampar Lestari (HKL) mampu
bersaing dengan perusahaan karet lainnya serta mampu meningkatkan
produksinya di pasaran baik secara nasional maupun internasional.
Adapun proses produksi crumb rubber pada PT. Hervenia Kampar Lestari
dapat dilihat pada diagram alir berikut :
Gambar 3. Diagram alir proses produksi PT. Hervenia Kampar Lestari

Yondriadi (1707111315)
43
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

CLEANING TANK/
RAW MATERIAL BREAKER HAMMER MILL
MIXING TANK

KAMAR GANTUNG
TROLLEY CUTTER MANGLE
AMPAIAN

DRYER BALANCE PRESS PACKING

Sumber : PT HKL, 2020


3.2 Profil Perusahaan
Nama Perusahaan : PT. HERVENIA KAMPAR LESTARI
Alamat : Desa Sungai Pinang Kecamatan Kampar, Kabupaten
Kampar Provinsi Riau
Telp. (0761) 33218, 26430, 082883005165
Fax. (0761) 23083
Bidang usaha : Crumb Rubber
Direktur : husin Gomulia
Jenis Produk : Standard Indonesian Rubber-20 (SIR-20)
Kapasitas produksi : 60.000 ton/tahun
Tujuan ekspor : Amerika, Eropa, China, Jepang, India, dan korea
Visi Misi Perusahaan :
Visi :
“Menjadi perusahaan penghasil crumb rubber yang utama di Provinsi
Riau”
Misi :
3. Mengembangkan sumber daya manusia dan budaya perusahaan yang
berkinerja tinggi dengan menerapkan sistem manajemen mutu
4. Memberikan nilai tambah yang optimal bagi masyarakat sekitar dan
lingkungan

Kebijakan Mutu :
Yondriadi (1707111315)
44
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

PT. Hervenia Kampar Lestari bertekat menjadi penghasil crumb rubber


nomor satu di provinsi Riau dengan menjamin mutu produk yang dihasilkan
sesui persyaratan/ permintaan pelanggan
Struktur organisasi
Struktur organisasi adalah gambaran secara skematis tentang hubungan
antara orang yang terdapat dalam suatu usaha untuk melakukan kegiatannya,
maka suatu perusahaan perlu menyusun suatu struktur organisasi yang baik
PT. Hervenia Kampar Lestari (HKL) memiliki pembagian tugas, wewenang,
dan tanggung jawab dari masing masing bidang pekerjaan yang terdapat
dalam perusahaan. Adapun struktur organisasi PT. Hervenia Kampar Lestari
(HKL) dapat dilihat pada gambar di bawah ini :

Yondriadi (1707111315)
45
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Gambar 4. Struktur organisasi PT. Hervenia Kampar Lestari

DIREKTUR

KEPALA PABRIK/
KETUA TIM MANAJEMEN

KEPALA BAGIAN KEPALA BAGIAN TIM SISTEM INTERNAL AUDITOR


ADM EKSPOR
PEMBELIAN PEMBUKUAN MANAJEMEN MUTU SISTEM MANAJEMEN MUTU

KEPALA BAGIAN KEPALA BAGIAN


KEPALA BAGIAN KEPALA BAGIAN KEPALA BAGIAN KEPALA BAGIAN KEPALA BAGIAN
GUDANG GUDANG READY
MAINTENANCE PRODUKSI LABORATORIUM PERSONALIA LINGKUGAN
MATERIAL STOCK

ADM TEKNISI
ADM GUDANG ANALIS
LABORATORIUM LABORATORIUM

Yondriadi (1707111315)
46
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

BAB IV
ANALISIS PROSES PENGOLAHAN AIR LIMBAH LUMPUR AKTIF
PADA PABRIK CRUMB RUBBER PT. HERVENIA KAMPAR
LESTARI

4.1 Analisis Sumber Air Limbah Industri PT. Hervenia Kampar Lestari
Bahan baku yang digunakan PT. Hervenia Kampar Lestari untuk proses
Pembuatan karet remah ( crumb rubber ) yaitu karet yang berjenis getah slap.
Getah slap merupakan lateks kebun yang berbentuk empat persegi panjang dan
berwarna putih dan luarnya kecoklat-coklatan. Pembekuan slap dilakukan dengan
cara pengumpulan getah dengan menggunakan asam semut atau asam format.
Slap memiliki kandungan air yang rendah dan kandungan getah yang tinggi.
Kadar Karet Kering (K3) dari slap berkisar 40% - 50%.
Slab yang baik harus memenuhi ketentuan dan kriteria sebagai berikut:
1. Kadar kotoran maksimum 0,030%.
2. Kadar abu maksimum 0,50%.
3. Tidak terkontaminasi dengan tanah, lumpur, tatal, daun, pupuk (TSP),
bahan kimia lain selain formid acid, besi, kawat, goni, plastik, dll.
4. Selama disimpan tidak boleh terendam dengan air atau terkena matahari
secara langsung.
Bahan pendukung yang digunakan pada proses produksi karet remah adalah
air. Air sangat diperlukan secara continue dalam kegiatan proses produksi baik
dalam proses basah mau pun dalam proses kering. Dalam proses produksi Karet
remah penggunaan air mencapai 141 m3/hari dan semuanya akan menjadi air
buangan yang dialirkan ke Instalasi pengolahan
Hal-hal yang harus diperhatikan terhadap air dalam bahan baku pendukung
adalah :
a. Air yang digunakan haruslah bersih dan tidak mengandung zat - zat
kimia dan kotoran, hal ini akan mempengaruhi hasil cucian nantinya.
b. Persediaan atas suplai air haruslah cukup, karena ketersediaan air
yang terbatas akan mempengaruhi kelancaran proses produksi.

Yondriadi (1707111315)
47
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

c. Air digunakan untuk mencuci bahan baku dari kotoran - kotoran


yang melekat, mendinginkan motor-motor pembangkit tenaga, dan
mencuci alat-alat yang dipakai dalam proses produksi.
d. Pemeriksaan saluran keluar air yang sudah kotor (limbah) dari bak
pencucian haruslah dilakukan secara teratur, karena jika tidak
dilakukan secara teratur saluran air akan tersumbat dan hal itu akan
berdampak terbuangnya air dalam bak pencucian yang menyebabkan
lingkungan menjadi kotor karna tumpukan air tersebut..

Bahan tambahan merupakan bahan yang tidak ikut dalam proses produksi,
tetapi ditambahkan ke produk pada saat atau setelah proses produksi untuk
meningkatkan citra produk kepada konsumen, serta untuk melindungi produk
dalam transportasi. Bahan tambahan yang digunakan pada proses produksi Karet
remah (crumb rubber) adalah kantong plastik. Kantong plastik digunakan untuk
membungkus butiran karet yang sudah dipress.
Proses produksi dimulai dari pemotongan, pencucian dan pemisahan
bahan baku dari kotoran yang terbawa. Selanjutnya karet digiling hingga
berbentuk lembaran-lembaran lump dan dijemur selama ±15 hari. Lembaran lump
yang telah kering akan melewati proses peremahan dan pencucian kembali.
Remahan lump tersebut ditambahkan asam oksalat yang berfungsi untuk
meningkatkan kualitas remahan, Plastisitas Retention Index (PRI). Tahap
selanjutnya adalah pengeringan dengan dryer pada suhu 125° -130° C. Tahapan
produksi industri crumb rubber dan limbah yang dihasilkan dapat dilihat pada
Gambar 5.

Yondriadi (1707111315)
48
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Gambar 5. Tahapan produksi industri crumb rubber dan limbah yang


dihasilkan

Bahan baku
(bongkahan/slab

Breaker
(pembelahan slab)

Pengadukan
Air (Pembersihan slab dari Air limbah
kotoran)

Hammer Mill / pencincangan


Air Air limbah
(Pembersihan sisa-sisa kotoran)

Penggilingan
(Lembaran karet)

Penjemuran

Cutter Mill
Air Air limbah
(Memotong karet berdasarkan ukuran)

Dryer

Press

Crum Rubber/
Karet Remah

Yondriadi (1707111315)
49
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

4.2 Analisis Pengolahan Air Limbah Dengan Sistem Lumpur Aktif PT.
Hervenia Kampar Lestari
Tahapan screening (penyaringan) yang dilakukan pada tahap paling awal.
Saringan untuk penggunaan umum (general purpose screen) berguna untuk
memisahkan aneka benda padat yang ada di dalam air limbah. Benda-benda
tersebut apabila tidak dipisahkan akan menyebabkan kerusakan pada beberapa
sistem pemompaan dan unit peralatan pemisah lumpur.
Tahap Ekualisasi yang mana di tahap ini semua limbah di kumpulkan di
suatu wadah/tempat yang disebut bak ekualisasi. Limbah cair yang masuk ke
dalam bak ekualisasi berasal dari proses produksi kemudian digabungkan pada
salurkan pembuangan cairan dari masing-masing tempat dihubungkan pada satu
saluran yang berakhir di bak ekualisasi. Pada tahap ekualisasi terjadi mixer yang
berfungsi untuk mengaduk semua limbah agar homogen.
Tahapan pre sedimentasi yang bertujuan untuk menyisihkan padatan-
padatan yang mengendap dan pada tahap ini terjadi pengendapan lumpur yang
terikut pada limbah yang di proses. Bentuk pada wadah presedimentasi adalah
persegi panjang.
Tahap aerasi. Proses aerasi sendiri memanfaatkan mikroba berjenis bakteri
filamen guna mereduksi zat-zat polutan yang tersisa. Di bak aerasi, beberapa zat
organik diubah menjadi karbon dioksida dan air, dan sejumlah energi juga
dihasilkan sehingga mikro-organisme dapat berkembang biak. Bakteri aerobik
memerlukan oksigen untuk menunjang kehidupannya, suplai oksigen digunakan
motor aerator yang secara langsung menyuntikan oksigen ke dalam bak aerasi.
Untuk menjaga proses penguraian agar proses penguraian berjalan sempurna,
maka harus dipenuhi pula kebutuhan mikroba seperti pH antara 6,5-9, kecukupan
oksigen, temperatur antara 20°C-30°C.
Mikroorganisme yang ditemukan pada bak aerasi diantaranya adalah
bakteri, protozoa, metazoa, bakteri berfilamen, dan fungi. Sedangkan
mikroorganisme yang paling berperan pada proses lumpur aktif adalah bakteri
aerob. Mikroorganisme memanfaatkan polutan organik terlarut dan partikel
organik sebagai sumber makanan. Polutan organik terlarut dapat masuk ke dalam
sel dengan cara absorpsi. Sedangkan partikel organik tidak dapat masuk ke dalam
sel sebagai sumber makanan. Partikel organik pada limbah hanya menempel pada

Yondriadi (1707111315)
50
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

dinding sel (adsorpsi). Selanjutnya sel menghasilkan enzim agar dapat melarutkan
partikel. Dengan cara ini, bakteri dapat menghilangkan polutan organik baik yang
terlarut maupun berupa partikel yang terdapat dalam limbah
Nilai pH pada bak aerasi harus dikontrol agar sesuai dengan pertumbuhan
mikroba. Untuk mengatur nilai pH maka dilakukan penambahan asam atau basa
pada mixed liquor. Selain itu, terdapat penambahan urea dan asam posfat sebagai
sumber N dan P untuk mibroba
Tahapan Sedimentasi yang merupakan suatu unit operasi untuk
menyingkirkan materi tersuspensi secara gravitasi disamping menjadi
penampungan pada awal proses aerasi. Proses sedimentasi pada pengolahan
limbah cair berguna untuk menghilangkan padatan tersuspensi sebelum dialirkan
ke bak bio indikator. Gumpalan padatan yang tersusun pada proses koagulasi
cenderung kecil. Pada proses lanjutan, gumpalan-gumpalan ini akan terus
menggumpal dalam flokulasi hingga membesar. Dengan besarnya gumpalan
padatan, padatan pun kemudian mengendap dan diam di bagian dasar tangka
sedimentasi.
Pengendapan biomassa terjadi dalam tangki pengendapan sekunder. Bagian
solid dalam tangki tersebut kemudian disirkulasi ke dalam tangki aerasi untuk
mempertahankan konsentrasi biomassa dalam reaktor sehingga berpengaruh
tehadap efisiensi sistem. Lumpur sisa dari pengolahan ini kemudian diarahkan
menuju tempat pengolahan lumpur. Sehingga dapat diketahui bahwa terdapat tiga
jenis lumpur yang terlibat dalam proses ini, yaitu lumpur sisa, lumpur biomassa
yang berada pada bak aerasi, serta lumpur sekunder yang berada pada tangki
pengendapan. Ilustrasi proses lumpur aktif dapat dilihat pada Gambar 6.

Gambar 6. Ilustrasi pengolahan limbah degan metode lumpur aktif

Yondriadi (1707111315)
51
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Masalah yang sering terjadi pada proses pengolahan air limbah dengan
sistem lumpur aktif maupun proses biologis lainnya adalah “Sludge Bulking”
(Sykes, I989). Bulking adalah fenomena di dalam proses pengolahan air limbah
dengan sistem lumpur aktif di mana lumpur aktif (sludge) berubah menjadi
keputih-putihan dan sulit mengendap, sehingga sulit mengendap. Hal ini
mengakibatkan cairan supematan yang dihasilkan masih memiliki kekeruhan yang
cukup tinggi

Di dalam proses lumpur aktif yang beroperasi dengan baik, bakteria yang
tidak bergabung dalam bentuk flok biasanya dikonsumsi oleh protozoa. Adanya
bakteria dalam bentuk dispersi sel yang tidak bergabung dalam betuk flok dalam
jumlah yang besar akan mengakibatkan efluen yang keruh. Fenonema
pertumbuhan terdispersi ini berhubungan dengan kurang berfungsinya bakteria
pembentuk flok (Flocforming bacteria) dan hal ini disebabkan karena beban
Organik (BOD) yang tinggi dan kurangnya suplay udara atau oksigen. Selain itu
senyawa racun misalnya logam berat juga dapat menyebabkan pertumbuhan
terdispersi (dispersed growth) di dalam proses lumpur aktif.

Tabel 6. Masalah Yang Sering Terjadi Pada Proses Lumpur Aktif

No Jenis Masalah Penyebab Masalah Pengaruh Terhadap Sistem


1 Pertumbuhan Mikro-organisme yang ada di Efluen menjadi tetap keruh.
terdispersi dalam sistem lumpur aktif tidak Sludge yang mengendap
(Dispersed membentuk flok yang cukup pada bak pengendap akhir
Growth) besar, tetapi terdispersi menjadi kecil sehingga jumlah
flok yang sangat kecil atau sirkulasi lumpur berkurang.
merupakan sel tunggal sehingga
sulit mengendap.
2 Slime (Jelly); Mikro-organisme berada dalam menurunkan kecepatan
Nonfilamento us jumlah yang sangat besar pengendapan lumpur dan
bulking atau khususnya zooglea dan mengurani kecepatan
viscous bulking membentuk exo-polysacarida kompaksi lumpur. Pada
dalam jumlah yang besar kondisi yang buruk
mengakibatkan terlepasnya
lumpur di bak pengendapan
akhir

Yondriadi (1707111315)
52
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

No Jenis Masalah Penyebab Masalah Pengaruh Terhadap Sistem


3 Pin Flock atau Terbentuknya flok berbentuk SVI rendah, dan efluen
Pinpoint Flock bola kasar dengan ukuran yang mempunyai kekeruhan yang
sangat kecil, kompak, ukuran tinggi.
flok yang lebih besar
mempunyai kecepatan
pengendapan yang lebih besar,
sedangkan agregat yang lebih
kecil mengendap lebih lambat.
4 Filamentoas Bulk Terjadi ekses pertumbuhan mengurangi efektifitas
mikoorganisme filamentous kompaksi lumpur
dalam jumlah yang besar
5 Rising Sludge Merupakam ekses proses efluen yang keruh dan
(blanket rising) denitrifikasi sehingga partikel menurunkan efisiensi
lumpur menempel pada penghilangan BOD.
gelembung gas nitrogen yang
terbentuk dan naik
kepermukaan.
6 Foaming atau Adanya senyawa surfactant terjadi buih pada permukaan
pembentukan buih yang tidak dapat terurai dan bak aerasi dalam jumlah
(rcum) akibat berkembang biaknya yang besar yang dapat
Noeardia dan Microthrix melampui ruang bebas dan
Parvicella bak pengendapan melimpah ke
akhir.

Yondriadi (1707111315)
53
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Gambar 7. Bagan Alir IPAL Lumpur Aktif PT. HKL

Air limbah
Bak Ekualisasi
Produksi

Pompa

Tatal Screen

Limbah Padat Tatal

Bak Dropping Sand


Proses
Produksi

Lumpur
Balik
Bak Aerasi

Sludge
Concentrate
Lumpur
Berlebih

Bak Sedimentasi Pompa Sludge Dry Bed

Air
produksi

Pompa Bak Bio Indikator Pompa

Air
berlebih
Waduk
(air baku)
Out Let

Tabel 7. Hasil Analisa Air Limbah PT. HKL

Yondriadi (1707111315)
54
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Baku Hasil Analisa Air Limbah


Parameter Satuan In let Out let Metode analisis
Mutu* Juli Juni Juli Agustus
BOD5 mg/L 60 47 10,7 25,4 26,1 APHA 5210 B-2017
COD mg/L 200 152 38,8 83,9 88 APHA 5210 B-2017
TSS mg/L 100 96 8 26 6 APHA 2540 D-2017
APHA 4500 NH3-F-
Amonia Total mg/L 5 3,87 0,12 1,52 0,759
2017
Nitrogen Total APHA 4500 NH3-F-
mg/L 10 7,97 0,247 3,13 1,6
(sebagai N) 2017
APHA 4500 H+ B-
pH - 6,0-9,0 6,97 7,13 7,46 7,51
2017
*baku mutu air limbah bagi usaha dan/atau kegiatan industri
karet PERMEN LH 5/2014

Yondriadi (1707111315)
55
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

BAB V
PENUTUP
5.1 KESIMPULAN
Dari uraian dan pembahasan di atas, penulis bisa menarik beberapa
kesimpulan, seperti:
1. PT. Hervenia Kampar Lestari menggunakan sistem lumpur aktif dalam
pengolahan air limbah efektif dalam ketercapaian baku mutu yang
dipersyaratkan
2. Pengolahan air limbah pada bak Aerasi dengan memanfaatkan
mikroorganisme untuk menguraikan bahan-bahan organik yang
terkandung dalam air limbah menjadi bahan yang lebih sederhana dan
tidak berbahaya.
3. Air limbah hasil pengolahan primer dialirkan ke dalam tanki aerasi. Di
tempat tersebut air limbah dicampur dengan lumpur (sludge) yang diberi
udara (oksigen) hingga bakteri-bakteri aerobik lebih aktif disebut
Activated Sludge.
4. Memperhatikan kondisi linkungan Bakteri dan mikroorganisme lain
memiliki keaktifan dalam berfungsi untuk menguraikan limbah.

5.2 SARAN
Berdasar pengamatan secara langsung pada Instalasi Pengolahan Air
Limbah (IPAL). Maka memberikan beberapa saran yang diharapkan dapat
membantu perusahaan dalam meningkatkan hasil produksi yang maksimal yang
antara lain :
1. Mengadakan pelatihan atau peningkatan keterampilan bagi karyawan agar
efisiensi kerja dapat ditingkatkan dan adanya pengetahuan yang lebih bagi
karyawan tehadap mesin yang dioperasikannya.
2. Perusahaan lebih memperketat penggunaan Alat Pelindung Diri (APD )
sesuai dengan kerja masing-masing.
3. Perusahaan meningkatkan kerja sama dengan petani karet supaya
perusahaan tidak kekurangan bahan dan dapat mengontrol kualitas karet

Yondriadi (1707111315)
56
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Yondriadi (1707111315)
57
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

DAFTAR PUSTAKA

Aspandi, dkk., 2014. Evaluasi Pengelolaan Air Limbah Pabrik Karet (Crumb
Rubber) dengan Sistem Lumpur Aktif. Tesis, Universitas Bengkulu.

Direktorat Jendral Perkebunan, 2013

Hakim, W.N., dkk., 2016. Pengolahan Limbah Cair Industri Karet dengan
Kombinasi Proses Pretreatment dan Membran Ultrafiltrasi, Jom
FTEKNIK, vol. 3, no. 1, p. 8.

Hayati, F., dkk., 2015. Pemanfaatan Limbah Lumpur IPAL Pabrik Karet sebagai
Bahan Baku Composting, Jukung Jurnal Teknik Lingkungan, vol. 1, no. 1,
p. 58

Kementerian Lingkungan Hidup. 1995. “KepMen LH No. 13 Tahun 1995


Tentang Baku Mutu Emisi Sumber Tidak Bergerak

Kementerian Perindustrian Republik Indonesia, 2014

Komala, Puti Sri, Salmariza Sy, and Nelda Murti. 2007. “Peran Media Pendukung
Perlit Dalam Pengolahan Limbah Cair Industri Karet Menggunakan
Tumbuhan Mensiang (Scirpus Grossus L.F) (Studi Kasus: Limbah Cair
Industri Karet Remah PT. Batang Hari Barisan Padang.” Bionatura 9(3):
258–78.

Nurhayati., C., dkk., 2013, Optimasi Pengolahan Limbah Cair Karet Remah
Menggunakan Mikroalga Indigen dalam Menurunkan Kadar BOD, COD,
TSS”.

Nurmaliakasih, D.Y., dkk., 2017. Penyisihan COD dan BOD Limbah Cair
Industri Karet dengan sistem Horizontal Roughing Filtration (HRF) dan
Plasma Dielectric Barrier Discharge (DBD), Jurnal Teknik Lingkungan,
vol. 6, no. 1, p. 10

Salmariza, dkk. 2011. Pemanfaatan Limbah Padat Sisa Lumpur diaktivasi


Industri Crumb Rubber Sebagai Adsorben Pengolahan Limbah. Padang:
Departemen Industri - Balai Riset dan Standarisasi Industri.

Yondriadi (1707111315)
58
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Sari, F. R. , Annissa, R. Dan Tuhuloula, A. 2013. Perbandingan Limbah dan


Lumpur Aktif Terhadap Pengaruh Sistem Aerasi Pada Pengolahan
Limbah CPO. Jurnal Konversi. Vol. 2 No. 1

Suligundi, B. T. 2013. Penurunan Kadar COD (Chemical Oxygen Demand) Pada


Limbah Cair Karet Dengan

Yondriadi (1707111315)
59
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

DOKUMENTASI

Gambar 8. Bak Ekualisasi

Gambar 9. Tatal Screen

Gambar 10. Bak Dropping Sand (pra sedimentasi)

Gambar 11. Bak Aerasi

Yondriadi (1707111315)
60
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Gambar 12. Bak Sedimentasi

Gambar 13. Bak Bio Indikator

Yondriadi (1707111315)
61
Laporan Kerja Praktek
PT. Hervenia Kampar Lestari

Gambar 14. Bak Sludge Concentrate

Gambar 15. Bak Sludge Dry Bed

Yondriadi (1707111315)
62

Anda mungkin juga menyukai