Anda di halaman 1dari 12

LAPORAN PENDAHULUAN

VULNUS LACERATUM INTERPHALANGEAL PEDIS 2-3 DEXTRA

Untuk Memenuhi Tugas Profesi Ners Departemen Gawat Darurat di

RSUD Ngudi Waluyo Wlingi, Kabupaten Blitar

Oleh:

Wulan Purwanty

150070300011040

Kelompok 13

PROGRAM STUDI PROFESI NERS

FAKULTAS KEDOKTERAN

UNIVERSITAS BRAWIJAYA

2016
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

A. Landasan Teori
1. Pengertian.
Dari beberapa reverensi yang memuat tentang vulnus laseratum di antara
reverensi yanhg penulis temukan adalah:
a. Chada (1995) menyatakan “Vulnus (luka) adalah satu keadaan dimana
terputusnya kontinutas jaringan tubuh”. (p.66).
b. Mansjoer (2000) menyatakan “Vulnus Laseratum merupakan luka
terbuka yang terdiri dari akibat kekerasan tumpul yang kuat sehingga
melampaui elastisitas kulit atau otot”. (p.219).
c. Vulnus Laseratum ( luka robek ) adallah luka yang terjadi akibat
kekerasan benda tumpul , robekan jaringan sering diikuti kerusakan
alat di dalam seperti patah tulang. (http://one.indoskripsi.com)

Vulnus Laseratum
Dari pengertian di atas penulis menyimpulkan bahwa vulnus laseratum
adalaah luka robek yang tidak beraturan yang terjadi akibat kekerasan
benda tumpul sering diikuti alat dalam seperti patah tulang.

2. Penyebab.
Chada 1995 menyatakan “Vulnus Laseratum dapat di sebabkan oleh
beberapa hal di antaranya :
a. Alat yang tumpul.
b. Jatuh ke benda tajam dan keras.
c. Kecelakaan lalu lintas dan kereta api.
d. Kecelakaan akibat kuku dan gigitan”.

3. Anatomi dan Pathofisiologi.


a. Kulit.
Price 2005 menyatakan “Secara mikroskopis kulit terdiri dari 3 lapisan
epidermis, dermis, lemak subkutan.Kulit melindungi tubuh dari trauma
dan merupakan benang pertahanan terhadap bakteri virus dan jamur.Kulit
juga merupakan tempat sensasi raba, tekan, suhu, nyeri dan nikmat
berkat jahitan ujung syaraf yang saling bertautan”.(p.1260).
1) Epidermis bagian terluas kulit di bagi menjadi 2 bagian lapisan yaitu :
a) Lapisan tanduk (stratum konsum) terdiri dari lapisan sel-sel tidak
ber inti dan bertanduk.
b) Lapisan dalam (stratum malfigi) merupakan asal sel permukaan
bertanduk setelah mengalami proses di ferensiasi .
2) Dermis
Dermis terletak di bawah epidermis dan terdiri dari seabut-serabut
kolagen elastin, dan retikulum yang tertanam dalam substansi
dasar.Matrik kulit mengandung pembuluh pembuluh darah dan syaraf
yang menyokong nutrisi pada epidermis.Disekitar pembuluh darah
yang kecil terdapat limfosit.Limfosit sel masuk dan leukosit yang
melindungi tubuh dari infeksi dan infeksi dan instansi benda-benda
asing.Serabut-serabut kolagen, elastin khusus menambahkan sel-sel
basal epidermis pada dermis.
3) Lemak Subkutan
Price (2005) menyatakan “Lemak subkutan merupakan lapisan kulit
ketiga yang terletak di bawah dermis. Lapisan ini merupakan bantalan
untuk kulit isolasi untuk mempertahankan daya tarik seksual pada
kedua jenis kelamin”.
b. Jaringan Otot
Otot adalah jaringan yang mempunyai kemampuan khusus yaitu
berkontraksi dengan sedemikian maka pergerakan terlaksana. Otot terdiri
dari serabut silindris yang mempunyai sifat sama dengan sel dari jaringan
lain.semua sel di ikat menjadi berkas-berkas serabut kecil oleh sejenis
jaringan ikat yang mengandung unsur kontaktil.
c. Jaringan Saraf
Menurut Jungviera, LC (1998:p.157)
Jaringan saraf terdiri dari 3 unsur:
1) Unsur berwarna abu-abu yang membentuk sel syaraf.
2) Unsur putih serabut saraf.
3) “Neuroclea, sejenis sel pendukung yang di jumpai hanya dalam saraf
dan yang menghimpun serta menopang sel saraf dan serabut saraf.
Setiap sel saraf dan prosesnya di sebut neuron. Sel saraf terdiri atas
protoplasma yang berbutir khusus dengan nukleus besar dan berdinding
sel lainnya.berbagai juluran timbul (prosesus) timbul dari sel saraf,
juluran ini mengantarkan rangsangan rangsangan saraf kepada dan dari
sel saraf.

4. Tipe Penyembuhan luka


Menurut Mansjoer (2000:p.397), terdapat 3 macam tipe penyembuhan
luka, dimana pembagian ini dikarakteristikkan dengan jumlah jaringan yang
hilang.
a. Primary Intention Healing (penyembuhan luka primer) yaitu
penyembuhan yang terjadi segera setelah diusahakan bertautnya tepi
luka biasanya dengan jahitan.
b. Secondary Intention Healing (penyembuhan luka sekunder) yaitu luka
yang tidak mengalami penyembuhan primer. Tipe ini dikarakteristikkan
oleh adanya luka yang luas dan hilangnya jaringan dalam jumlah
besar. Proses penyembuhan terjadi lebih kompleks dan lebih lama.
Luka jenis ini biasanya tetap terbuka.
c. Tertiary Intention Healing (penyembuhan luka tertier) yaitu luka yang
dibiarkan terbuka selama beberapa hari setelah tindakan debridement.
Setelah diyakini bersih, tepi luka dipertautkan (4-7 hari). Luka ini
merupakan tipe penyembuhan luka yang terakhir.

5. Pathofisiologi
Menurut Price (2006:p.36), Vulnus laserrratum terjadi akibat kekerasan
benda tumpul, goresan, jatuh, kecelakaan sehingga kontuinitas jaringan
terputus. Pada umumnya respon tubuh terhadap trauma akan terjadi
proses peradangan atau inflamasi.reaksi peradangan akan terjadi apabila
jaringan terputus.dalam keadaan ini ada peluang besar timbulnya infeksi
yang sangat hebat. Penyebabnya cepat yang di sebabkan oleh
mikroorganisme yang biasanya tidak berbahaya.Reaksi peradangan itu
sebenarnya adalah peristiwa yang di koordinasikan dengan baik yang
dinamis dan kontinyu untuk menimbulkan reaksi peradangan maka
jaringan harus hidup dan harus di mikrosekulasi fungsional.Jika jaringan
yang nekrosis luas maka reaksi peradangan tak di temukan di tengah
jaringan yang hidup dengan sirkulasi yang utuh terjadi pada tepinya antara
jaringan mati dan hidup.
Menurut Buyton & hal (1997:p.762), Nyeri timbul karena kulit mengalami
luka infeksi sehingga terjadi kerusakan jaringan.sek-sel yang rusak akan
membentuk zat kimia sehingga akan menurunkan ambang stimulus
terhadap reseptormekano sensitif dan hernosenssitif. Apabila nyeri di atas
hal ini dapat mengakibatkan gangguan rasa nyaman nyeri yang berlanjut
istirahat atau tidur terganggu dan terjadi ketertiban gerak.

6. Pathway
Price and Lorraine (2005) menyatakan bahwa proses fisiologik nyeri
terdiri dari beberapa proses yang meliatkan stimulus cedera jaringan dan
pengalaman subjektif nyeri yaitu :
a. Transduksi nyeri
Proses rangsangan yang mengganggu sehingga menimbulkan
aktivitas listrik di reseptor nyeri. Rangsangan ini dapat berupa fisik, suhu,
dan kimia.
b. Transmisi nyeri
Transmisi nyeri melibatkan proses penyaluran impuls nyeri yang
disalurkan oleh serabut A delta dan serabut C sebagai neuron pertama,
dari tempat transduksi melewati saraf perifer sampai ke terminal di medula
spinalis dan jaringan neuron-neuron pemancar yang naik dari medula
spinalis ke otak.
c. Modulasi nyeri
Modulasi nyeri melibatkan aktivitas saraf melalui jalur-jalur saraf
desendens dari otak yang dapat mempengaruhi transmisi nyeri setinggi
medula spinalis. Modulasi nyeri melibatkan faktor-faktor kimiawi yang
menimbulkan atau meningkatkan aktivitas di reseptor nyeri aferen primer.
Ada beberapa sistem analgesik endogen meliputi enkefalin, endorfin,
serotonin, dan noradrenalin yang memiliki efek menekan impuls nyeri pada
kornu posterior medulla spinalis.
d. Persepsi nyeri
Pengalaman subjektif nyeri yang dihasilkan oleh aktivitas transmisi
nyeri oleh saraf.

Injury Fisik, Kimia, Thermal

Trauma Tajam Trauma Tumpul

Perdarahan Sulit Bergerak

Gangguan Perfusi Cemas Nyeri Kurang Deficit Self Gangguan


Jaringan Pengetahuan Care Mobilitas
Fisik
7. Manifestasi Klinis
Mansjoer (2000) menyatakan “Manifestasi klinis vulnus laseratum adalah:
a. Luka tidak teratur
b. Jaringan rusak
c. Bengkak
d. Pendarahan
e. Akar rambut tampak hancur atau tercabut bila kekerasanya di daerah
rambut
f. Tampak lecet atau memer di setiap luka”. (p.219)

Selain itu berdasarkan respon fisiologis dan tingkah laku terdiri atas :
a. Respon fisiologis terhadap nyeri
1) Stimulasi Simpatik:(nyeri ringan, moderat, dan superficial)
a) Dilatasi saluran bronkhial dan peningkatan respirasi rate
b) Peningkatan heart rate
c) Vasokonstriksi perifer, peningkatan BP
d) Peningkatan nilai gula darah
e) Diaphoresis
f) Peningkatan kekuatan otot
g) Dilatasi pupil
h) Penurunan motilitas GI
2) Stimulus Parasimpatik (nyeri berat dan dalam)
a) Muka pucat
b) Otot mengeras
c) Penurunan HR dan BP
d) Nafas cepat dan irreguler
e) Nausea dan vomitus
f) Kelelahan dan keletihan
b. Respon tingkah laku terhadap nyeri
1) Pernyataan verbal (Mengaduh, Menangis, Sesak Nafas, Mendengkur)
2) Ekspresi wajah (Meringis, Menggeletukkan gigi, Menggigit bibir)
3) Gerakan tubuh (Gelisah, Imobilisasi, Ketegangan otot, peningkatan
gerakan jari & tangan
4) Menghindari percakapan, menghindari kontak sosial, penurunan rentang
perhatian, Fokus pd aktivitas menghilangkan nyeri).

8. Pemeriksaan Penunjang
a. Pemeriksaan diagnostik yang perlu di lakukan terutama jenis darah
lengkap.tujuanya untuk mengetahui tentang infeksi yang
terjadi.pemeriksaannya melalui laboratorium.
b. Sel-sel darah putih.leukosit dapat terjadi kecenderungan dengan
kehilangan sel pada lesi luka dan respon terhadap proses infeksi.
c. Hitung darah lengkap.hematokrit mungkin tinggi atau lengkap.
d. Laju endap darah (LED) menunjukkan karakteristik infeksi.
e. Gula darah random memberikan petunjuk terhadap penyakit deabetus
melitus

Anatomi Pedis
 Sceletal pada Regio Pedis

Pada regio pedis terdiri atas Ossa tarsal, Ossa metatarsal,Ossa phalanges.
Ossa tarsal tersusun atas ossa berukuran kecil yang menyusunnya, yang
berjumlah tujuh buah, yaitu : Os. Talus (terdiri atas : Os. Talus Caput, Os. Talus
Collum, Os. Talus Trochlear), Os. Naviculare, Os. Cuneiformis (Medial,
Intermedium, lateral), Os. Cuboideum, Os. Calcaneus. Os Talus bersendian
dengan Os. Tibia, serta bersendian juga dengan Os. Calcaneus yang merupakan
tulang tumit. Pada bagian anterior, Os. Talus berhubungan dengan Os. Naviculare,
sedangkan Os. Calcaneus berhubungan dengan Os. Cuboideum. Os. Cuneiform
distal terhadap Os. Naviculare. Os. Cuneiform lateral bersendian dengan Os.
Cuboideum. Os. Metatarsalia bersendian dengan Os. Cuneiform dan Os.
Cuboideum.
Secara garis besar, Os. Tarsal dan os. Metatarsal dapat dibagi menjadi tiga
kelompok. Kelompok belakang adalah Os. Talus dan Os. Calcaneus. Kelompok
tengah terdirir atas Os. Naviculare, Os. Cuneiform, Os. Cuboideum. Kelompok
depan ditempai Os. Metatarsal.
 Articulatio pada Regio Pedis

Untuk keperluan amputasi kaki, dikenal dua buah garis sendi, yaitu
articulatio tarsalis transversa sebagai linea amputationes chorpati yang
memisahkan kelompok tengah dengan kelompok belakang. Sedangkan linea
amputationes lifranci merupakan garis sendi yang memisahkan kelompok tengah
dengan kelompok depan atau pada persendian articulatio tarsometatarsal.
Untuk dapat menahan beban yang diteruskan melalui os. Tibia, os. Tarsalia
harus mempunyai ligament yang kuat, diantaranya ligamentum plantare longum
yang merupakan ligamen terbesar di plantar pedis, yang menghubungkan bagian
anterior tuber calcanei dengan os cuboideum, dan basis os. Metatarsal (II, III,IV,V).
Ujung depan ligamentum ini melekat pada os. Cuboideum membentuk celah untuk
dilalui tendon musculus peroneus longus. Ligamentum intertarsalia dan
ligamentum tarsometatarsalia merupakan ligamen pengikat yang melekat pada
busur tulang-tulang kaki yang dibentuk oleh apneurosis plantaris.
Bila busur yang dibentuk tulang-tulang kaki kurang melengkung maka
terjadilah suatu “flat-foot” atau pes planus. Sedangkan bila terlalu melengkung
disebut pes cavus. Istilah “club-foot” atau talipes menunjukkan suatu anomali
bentuk kaki yang bermacam-macam.
 Muscular pada Regio Pedis

Pada dorsum pedis terdapat musculus extensor digitorum brevis. Otot ini
berorigo pada dasar sinus tarsi dan retinaculum musculorum extensorum inferior.
Tendonnya yang menuju Hallucis dinamakan musculus extensor hallucis brevis.
Dan berinsersio pada basis phalanges pertama hallucis. Otot ini dipersarafi oleh
nervus peroneus profundus.
Otot-otot plantar pedis dapat dibagi dalam empat lapisan, yaitu :
1. Lapisan pertama (paling luar) : Terdiri dari musculus abductor hallucis,
musculus flexor digiorum brevis, musculus abductor digiti minimi.
2. Lapisan kedua : Terdiri dari musculus flexor accesorius (musculus
quadratus plantae), musculus lumbricales, tendon musculus flexor digitorum
longus, dan tendon musculus flexor hallucis longus.
3. Lapisan ketiga : Terdiri dari musculus flexor hallucis brevis, musculus
adductor hallucis, dan musculus flexor digiti minimi brevis.
4. Lapisan keempat : Terdiri dari musculus interossei plantares, tendon
musculus ti bialis posterior dan tendon musculus peroneus longus.

 Vaskular (arteri dan vena) pada Regio Pedis

Plantar pedis mendapat darah melalui cabang terminal arteri tibialis


posterior yang mencapai plantar pedis melalui maleolus medialis. Setelah
mencapainya, arteri ini bercabang menjadi arteri plantaris medialis dan arteri
lantaris lateralis.
Arteri lantaris lateralis dipercabangkan dibawah retinaculum musculorum
flexorum hingga mencapai basis os. Metatarsal v, arteri ini melengkung ke medial
arcus plantaris profundus dan beranastomose dengan iarteri plantaris medialis.
Di Plantar pedis juga terdapat arcus venosus plantaris yang darahnya
dialirkan ke vena marginalis medialis dan vena marginalis lateralis. Vena
marginalis medialis selanjutnya mengalirkan darah balik ke vena spahena magna
dan vena marginalis lateralis ke vena saphena parva.
Daftar Pustaka
Carpenito L.J. 2000. Diagnosa Keperawatan Aplikasi Pada Pediatrik Klinis.
(terjemahan) Edisi 6. EGC: Jakarta.
Chada, P.V. 1993. Catatan Kuliah Ilmu Forensik & Teknologi (Terjemahan). Widya
Medika: Jakarta.
Doenges, M.E. 2000. Rencana Asuhan Keperawatan Pedoman untuk
Perencanaan dan Pendokumentasian Perawatan Pasien (Terjemahan).
Edisi EGC: Jakarta.
Guyton & Hall. 1997. Fisiologi Kedokteran (Terjemahan). Edisi 9. EGC: Jakarta.
Mansjoer,A. 2000. Kapita Selekta Kedokteran. Edisi 3.Jilid 2. Medika Auskulapius
FKUI: Jakarta.
Nanda. 2006. Panduan Diagnosa Keperawatan. Prima Medika: Jakarta.
Willson.J.M. 2007. Buku Saku Diagnosa Keperawatan. Edisi 7. EGC: Jakarta.
Tucker.S.M. 1998. Standar Keperawatan Pasien Proses Keperawatan Diagnosa
dan Evaluasi (Terjemahan). Volume 2.Edisi 2. EGC: Jakarta.

Anda mungkin juga menyukai