Anda di halaman 1dari 5

Internalisasi Moderatisme dalam Keberagamaan

(Aktualisasi QS Al-Muzammil ayat 6-10)

Oleh : Bagus Rasidin

Saat ini umat Islam menghadapi tantangan internal dan eksternal. Secara
internal umat Islam masih mengalami keterbelakangan pendidikan, ekonomi, dan
politik. Sementara pada saat yang sama, secara eksternal, banyak tuduhan
dialamatkan kepada Islam, mulai dari tuduhan terorisme, anti-kemajuan, memusuhi
wanita, dan sebagainya.

Dari faktor internal, yang dihadapi umat Islam saat ini selain keterbelakangan dalam
berbagai sisi, umat Islam juga terkotak menjadi beberapa golongan yang berbeda
dalam pemahaman keagamaan; pertama, kecenderungan sebagian kalangan umat
Islam yang bersikap ekstrem dan ketat dalam memahami agama (Islam).

Selain maraknya dua pemahaman agama yang ekstrem , belakangan ini muncul
beberapa konflik bernuansa keagamaan dan ketegangan dalam masyarakat di
Indonesia yang dipicu oleh perbedaan pemahaman atau pandangan keagamaan antar
kelompok dalam Islam, seperti dihancurkannya basis Ahmadiyyah dan lain-lain.
Konflik itu memang tidak berdiri di atas perbedaan pandangan keagamaan semata,
tetapi akumulasi dari beberapa persoalan dan kepentingan, baik politik, ekonomi,
sosial, dan lainnya. Namun, terlepas dari ada tidaknya faktor kepentingan, baik yang
bersifat internal maupun eksternal, perbedaan pemahaman atau pandangan
keagamaan menjadi salah satu penyebab adanya konflik antar kelompok, bisa
menjadi penyebab utama atau penyebab perantara. Sebuah perbedaan jika dapat
dikelola dengan baik, maka tidak semua akan berujung pada konflik dan kekerasan.

Al-Quran merupakan firman atau wahyu yang berasal dari Allah SWT bagi
Nabi Muhammad SAW melelaui malaikat Jibril untuk menuntun semua umat
manusia yang mengatur berbagai aspek salah satunya aspek kehidupan bernegara.

Secara implisit, Al-Qur’an dan Hadis banyak menyinggung akan pentingnya sikap
moderat, serta posisi umat Islam sebagai umat yang moderat dan terbaik yang bisa
kita lihat dari nilai-nilai Pancasila dalam sila ke-1 sampai ke-5 . Moderasi adalah
nilai inti dalam ajaran Islam. Bahkan karakteristik ini dapat menjadi formula untuk
mengatasi beragam persoalan umat terkhusus di era globalisasi saat ini seperti
persoalan radikalisme keagamaan, takfir, fanatisme buta (at-ta’ashshub al-a’mâ),
yang tentunya memerlukan sebuah sikap proporsional dan adil yang
teridentifikasikan dalam sebuah konsep yaitu wasathiyyah.

Moderat merupakan sikap yang lazim di-implementasikan di kalangan umat


beragama . Secara etimologi, moderat artinya bersifat washatiyyah (berada di
tengah). Kata ‘al-wasathiyyah’ berakar pada kata al-wasth (dengan huruf sin yang
di-sukûn-kan) dan al-wasath (dengan huruf sin yang di-fathah-kan) yang keduanya
merupakan mashdâr (infinitife) dari kata kerja (verb) wasatha. Secara sederhana,
pengertian Wasathiyyah. Sedangkan secara terminologi berarti sikap yang melihat
sesuatu secara seimbang dan logis , maka seseorang yang berpandangan moderat
akan mampu melihat seseorang tidak hanya dari satu sisi, tetapi dari banyak sisi.
Sehingga posisi moderat seringkali diartikan dengan posisi dimana seseorang harus
memiliki karakter yang bersilap adil.

Ajaran Islam yang begitu luas, ditambah lagi pemeluknya yang sangat
beragam dari segi etnis, bangsa, pendidikan, ekonomi, dan mazhab pemikiran, sangat
logis jika ekspresi keberagamaan mereka juga sangat beragam. Ruang lingkup kecil
yang bisa kita rasakan ekspresi keberagaamaannya yaitu di Prodi Pendidikan Agama
Islam (PAI) yang dapat dilihat dari mahasiswanya yang berbeda latar belakangnya,
ada yang berasal dari pesantren salafiyah , pondok pesantren modern , Sekolah
Menengah Atas Islam , Madrasah Aliyah , Sekolah Menengah Negeri/sederajat dll ,
begitupun dengan organisasi eksternal dan internal kampus yang mewarnai
keberagamaan mahasiswa PAI , Contoh organisasi internal kampus ; Lembaga
Dakwah Kampus contoh organisasi eksternal Matan, Nyantrend, HMI, PMII,
KAMMI dll.

Hal ini mempengaruhi cara berfikir dan pandangan tiap individu mahasiswa dalam
kehidupan sehari-hari yang akhirnya menimbulkan gesekan halus dalam
pengekspresian keberagamaan seperti menganggap kelompok yang mereka ikuti itu
paling benar , dan kelompok yang lain tidak benar .

Dalam menyikapi hal tersebut , Allah SWT telah berfirman dalam Al-Quran
surat Al-Baqarah ayat 143. Dalam ayat itu disebutkan wa kadzâlika ja‘alnâkum
ummatan washatan… (Dan demikianlah kami jadikan kalian sebagai umat yang
“wasath”…).

Tentunya untuk mengimplementasikan ayat tersebut dibutuhkan kecerdasan


spiritualitas pada diri mahasiswa dalam memahami dan menyikapi moderatisme
keberagamaan. Kecerdasan spiritual atau spiritual quotient (SQ) adalah jenis
kecerdasan ketiga setelah IQ dan EQ yang telah ditemukan oleh Danah Zohar dan
Ian Marshall.

Menurut penemuannya, definisi kecerdasan spiritual adalah kecerdasan untuk


menghadapi dan memecahkan persoalan makna dan nilai, yaitu kecerdasan untuk
menempatkan perilaku dan hidup kita dalam konteks yang lebih luas dan kaya,
kecerdasan untuk menilai bahwa tindakan atau jalan hidup seseorang lebih bermakna
dibandingkan dengan yang lain ). untuk menatap dan mencari solusi problem-
problem sosial, terutama terkait dengan manifestasi alienasi spiritual dan degradasi
moral harus merujuk pada al-qur an dan sunnah sebagai sumber nilai dan hukum.
Berhubungan dengan nilai-nilai kecerdasan spiritual, surat al-muzammil merupakan
salah satu dari sekian surat yang mengandung nilai-nilai kecerdasan spiritual.

Kecerdasan spiritual dalam Al-Quran Surah Al- Muzammil ayat 6-10 : Ayat
6 menerangkan diperintahkannya untuk qiyam al lail yaitu agar senantiasa merasakan
kehadiran Allah , Ayat 7 menerangkan bahwa setiap muslim agar bersikap positif,
Ayat 8 menerangkan perintah berdzikir kepada Allah dimanapun dan kapanpundan
perlunya sikap tekun beribadah kepada Allah, Ayat 9-10 menerangkan perintah
bersabar dalam melaksanakan perintah Allah dan anjuran untuk bersikap baik kepada
orang lain.

Dilihat dari sisi kandungan ayatnya, surat al-muzammil mempunyai kandungan yang
kompleks diantaranya adalah nilai-nilai spiritual, pesan-pesan praktis dalam usaha
pembentukan moral dan mental manusia secara islami. Secara umum, surat al-
muzammil mencakup beberapa pokok masalah, antara lain tentang shalat malam,
membaca al-qur an dengan tartil, berdzikir kepada Allah Swt, bersabar, berjihad,
mendirikan shalat, menunaikan zakat, dan beristighfar kepada Allah Swt.
Sebagaimana dikemukakan di atas bahwa pikiran dan sikap washatiyah perlu
diimplementasikan dalam ranah mengekspresikan keberagamaan , terutama di Prodi
Pendidikan Agama Islam baik oleh mahasiswa ataupun civitasa akademikanya . Agar
menghindari kegelisahan dan kehampaan dikarenakan hilangnya atau kurangnya
nilai-nilai spiritual dalam menyikapi perbedaan yang ada , yang menyebabkan
kehilangan unsur terpenting dalam diri mereka yakni unsur ketuhanan, sehingga
manusia menjadi rentan terhadap beban jiwa maupun krisis spiritual dalam
menghadapi problematika hidup. Kecerdasan spiritual inilah yang dapat dijadikan
landasan untuk mengfungsikan kecerdasan intelektual dan kecerdasan emosional
sehingga dapat bekerja secara efektif dan toleran berlandaskan moderatisme yang
sesuai dengan Pancasila . Karena Pancasila ini tidak bertentangan dngan syariat Islam
dan mengaplikasikan nilai-nilai Pancasila ini sama dengan menjalankan syariat Islam
hal ini berkorelasi dengan sila-sila pada Pancasila yang bersifat Universal dan dapat
diimplikasikan pula oleh keberagaman Agama serta ekspresi keberagamaan .

Moderatisme yang telah dimaknai dalam Alquran dan Pancasila secara murni
dan konsekuen dapat menjadi solusi bagi permasalahan negeri terutama masalah
ekspresi keberagamaan di lingkungan Prodi Pendidikan Agama Islam ini.
DAFTAR PUSTAKA

Mariatul Kiptiyah ,Siti .2018. “Gagasan Kebangsaan dan Moderatisme K.H. Mas
Mansur (1896 – 1946) dalam Tafsir Langkah Moehammadijah” dalam JAWI,
Volume 1 halaman 119-112. Yogyakarta.
Taufik, Muhamad .2017. “ELEMEN-ELEMEN KECERDASAN SPIRITUAL
DALAM AL-QUR AN. (Telaah Terhadap Surat al-muzzammil Ayat 1-10 dan 20)”
Halaman 36. Yogyakarta.

Anda mungkin juga menyukai