Anda di halaman 1dari 6

UAS TAFSIR SOSIAL

POLITIK
ILHAM DAROJAT
53020200096/IAT B
DOSEN PENGAMPU ; FARID HASAN, M. HUM

1. Salah satu kasus politisasi agama yang pernah terjadi di Indonesia adalah tentang
kepemimpinan non muslim yang dikaitkan dengan Q.S Al-Maidah 51. Jelaskan syarat
pemimpin yang ada dalam al-Quran? Bagaimana tanggapan / pendapat anda tentang
pemimpin non muslim ?
Jawaban :
Dalam jurnal AL-QALAM kajian islam & pendidikan vol 10, No. 2, 2018 yang ditulis
oleh Amir Hamzah menjelaskan bagaimana kriteria seorang pemimpin, yang pertama
beriman dengan definisi iman yang ada di dalam surat Al-Anbiya’ ayat 73, pemimpin
yang memberi petunjuk, melaksanakan shalat dan menunaikan zakat. Kedua, bersifat
adil dan amanah seperti yang difirmankan Allah di dalam surat shad ayat 26. Ayat ini
menjelaskan tentang Nabi Dawud yang Allah jadikan sebagai khalifah dan Allah
memerintahakan Dawud untuk menetapkan keputusan secara adil di tengah-tengah
masyarakat. Di dalam surat An-Nisa ayat 58 juga menjadi acuan kriteria adil bagi
seorang pemimpin, dengan memberikan perintah kepada seorang pemimpin agar
berlaku adil dan didahului dengan perintah untuk menjalankan amanah kepemimpinan
sebaik-baiknya.
Pendapat saya tentang adanya pemimpin non muslim, saya tetap kembali merujuk
pada ayat tersebut Al-Maidah 51. Allah dengan jelas berfirman dengan memberikan
perintah kepada orang beriman agar supaya jangan menjadikan orang Yahudi dan
nasrani sebagai seorang pemimpin. Di ayat itu juga Allah juga mendeklarasikan
bahwa apabila kita tetap memilih pemimpin dari golongan non muslim kita termasuk
bagian dari mereka. Namun kita juga perlu hati-hati dalam mengambil sikap ini
karena di dalam dunia politik hampir-hampir akan menghalalkan segala cara untuk
mencapai tujuanya. Kita sebagai orang muslim juga harus hati-hati ketika muncul
pertanyaan bagaimana jika ada pemimpin non muslim yang adil dengan lawan
tanding nya pemimpin muslim yang dzolim, pertanyaan semacam ini adalah sebuah
jebakan, ditinjau dari perbandingan yang diambil pun sudah menunjukkan
ketidakseimbangan dalam menjadikan sebuah perbandingan, dengan lebih
mengunggulkan satu dari yang lain. Sekalipun nantinya kita tetap dihadapkan kepada
satu pilihan diantara memilih pemimpin non muslim atau muslim yang dzolim kita
tetap diwajibkan untuk memilih pemimpin muslim dengan sebab sedikitnya madharat
dibanding non muslim. Allah tidak akan pernah berdusta di dalam firman-firmannya,
sebab allah telah dengan sangat gamblang menjelaskan bagaimana sikap dan sifat
orang non muslim di dalam Al-Qur’an.
2. Salah satu isu yang sering kita dengar di media adalah isu tentang sistem khilafah
yang digaungkan oleh kelompok tertentu, Bagaimana pendapat anda tentang hal
tersebut? Bagaimana kaitan antara pancasila dan Al-Qur’an? Jelaskan.
Jawaban :
Pendapat saya adalah tidak setuju, karena ditinjau dari perumusan pancasila sendiri
yang tidak lepas dari campur tangan KH A. Wahid Hasyim Asy’ari, beliau sendiri
adalah sosok pejuang bangsa ini sekaligus tokoh agama yang masyhur saat itu dengan
kedalaman ilmu agama beliau, bahkan beliau juga seorang tokoh besar pendiri
organisasi terbesar di Indonesia yaitu Nahdlatul Ulama’ tentunya beliau tidak akan
asal-asalan dalam memutuskan sesuatu tanpa kembali kepada jalur Al-Qur’an dan
Sunnah.

Dalam Implementasinya saat ini, pacasila kerap kali dibenturkan dengan persoalan
Agama.

Hakikatnya, Pancalisa dan Agama merupakan satu kesatuan yang tidak dapat
dipisahkan satu dengan lainya. Ibarat Koin dua sisi yang tidak akan bernilai jika
diambil hanya salah satu dari sisinya.

Perumusan pancasila merupakan perwujudan dari nilai-nilai Islam, Karena dalam


perumusannya pun dihadiri oleh para Ulama yang masyhur hingga saat ini,
diantaranya KH A. Wahid Hasyim Asy’ari. Sehingga dalam perumusannya tidak
keluar dari norma Islami.

Sebagaimana pendapat yang disampaikan oleh Alm Abdurrahman Wahid atau Gus
Dur,  “Pancasila bukan agama, tidak betentangan dengan agama dan tidak
digunakan untuk menggantikan kedudukan agama” . Sehingga jika ditela’ah secara
seksama pancasila merupakan wujud dari penerapan nilai-nilai Agama, khususnya
Agama Islam.

Sila Pertama, Ketuhanan Yang Maha Esa.

Sila pertama yang berbunyi “Ketuhanan Yang Maha Esa” merupakan wujud
implementasi dari Pengesaan Allah (Tauhidullah) dan hubungan antara Sang Pencipta
dengan makhluk-Nya atau Hablum min Allah, sebagaimana yang tertulis dalam
kalimat tauhid “Laa ilaha Illa Allah” yang artinya tiada Tuhan selain Allah. Hakikat
Tauhid sendiri dalam Al-Qur’an termaktub dalam surat Al-Ikhlas ayat 1-6 yang
memiliki arti : “Katakanlah: “Dia-lah Allah, Yang Maha Esa. Allah adalah Tuhan
yang bergantung kepada-Nya segala sesuatu.  Dia tiada beranak dan tiada pula
diperanakkan, dan tidak ada seorang pun yang setara dengan Dia.”

Sila Kedua, Kemanusiaan yang adil dan beradab.

“Kemanusiaan yang Adil dan Beradab” sila ini merupakan wujud dari Hablum min
an-nas yang sejalan dengan surat Al-Mumtahanah ayat 8 “Allah tidak melarang kamu
untuk berbuat baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tidak memerangimu
karena agama dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Seseungguhnya Allah
menyukai orang-orang yang berlaku adil.

Sila Ketiga, Persatuan Indonesia

Sila ini mencerminkan sikap ukhuwah antar manusia dan antar umat Islam seperti
yang tercantum di dalam Al-Imran ayat 103 “Dan berpegang teguhlah kamu
semuanya pada tali (agama) Allah, dan janganlah kamu bercerai berai, dan ingatlah
nikmat Allah kepadamu ketika kamu dahulu (masa jahiliah) bermusuhan, lalu Allah
mempersatukan hatimu, sehingga dengan karunia-Nya kamu menjadi bersaudara,
sedangkan (ketika itu) kamu berada di tepi jurang neraka, lalu Allah menyelamatkan
kamu dari sana. Demikianlah, Allah menerangkan ayat-ayat-Nya kepadamu agar
kamu mendapat petunjuk.”

Sila Keempat, Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam


permusyawaratan perwakilan
Sila ini menjadi pondasi diatas negara yang memiliki kemajemukan yang tinggi
sehingga perbedaan di dalamnya dapat diselesaikan dengan baik, sejalan dengan surat
Asy-Syuura’ ayat 38, “dan (bagi) orang-orang yang menerima (mematuhi) seruan
Tuhan dan melaksanakan salat, sedang urusan mereka (diputuskan) dengan
musyawarah antara mereka; dan mereka menginfakkan sebagian dari rezeki yang
Kami berikan kepada mereka,

Sila Kelima, Keadilan bagi seluruh rakyat Indonesia

Sila ini merupakan wujud dari bentuk kepedulian atas sesama seperti firman Allah di
dalam surat An-Nur ayat 22 “Dan janganlah orang-orang yang mempunyai kelebihan
dan kelapangan di antara kamu bersumpah bahwa mereka (tidak) akan memberi
(bantuan) kepada kerabat(nya), orang-orang miskin dan orang-orang yang berhijrah di
jalan Allah, dan hendaklah mereka memaafkan dan berlapang dada. Apakah kamu
tidak suka bahwa Allah mengampunimu? Dan Allah Maha Pengampun, Maha
Penyayang.”

3. Adil dan Seimbang merupakan prinsip utama dari Moderasi Islam, sebutkan ayat yang
menjelaskan hal tersebut! Jelaskan penafsirannya dalam konteks sosial politik di
Indonesia!
Jawaban :
Di dalam tafsir maudhu’ atau sematik moderasi islam dijelaskan mengenai makna adil
dan seimbang termuat kedalam pembahasan prinsip-prinsip moderasi islam. Di dalam
Kamus Besar bahasa Indonesia, kata “adil” diartikan (1) tidak berat sebelah atau
tidak memihak, (2) berpihak kepada kebenaran, dan (3) sepatutnya / tidak sewenang-
wenang. Sedangkan makna adil dalam beberapa tafsir antara lain menurut at-Tabari,
adil yaitu al-insaf. Dalam riwyat lain kata adil juga bermakna persaksisan bahwa tiada
Tuhan selain Allah. Di dalam tafsir Ibnu Katsir kata adil memiliki makna
menyembah/beribadah kepada Allah dengan adil. Manusia diperintah untuk
menegakan keadilan walaupun terhadap keluarga, ibu, bapak dan dirinya (an-Nisa
ayat 135) atau bahkan terhadap musuhnya sekalipun (al-Maidah ayat 8). Keadilan
yang pertama dituntut adalah keadilan kepada diri sendiri dengan jalan harus
meletakan syahwat dan amarah sebagai tawanan yang harus mengikuti perintah akal
dan agamanya, karena jika demikian, ia berlaku tidak adil, yakni tidak menempatkan
sesuatu pada tempatnya.
Seimbang adalah sebuah sikap seimbang dalam berkhidmat demi terciptanya
keserasian hubungan antara sesama umat manusia dan antara manusia dengan Allah.
Prinsip keseimbangan ini dapat diekspresikan dalam sikap berpolitik, yaitu sikap tidak
membenarkan berbagai tindakan ekstrim yang seringkali menggunakan kekerasan
dalam tindakanya dan mengembangkan kontrol terhadap penguasa yang dzalim.
Keseimbangan ini mengacu pada upaya untuk mewujudkan suatu ketentraman dan
kesejahteraan bagi segenap warga dan masyarakat. Tawazun ini juga mempunyai arti
memberi sesuatu akan hak nya atau sesuai porsinya, dengan tanpa mengurangi atau
menambah, dan Allah menegaskan seimbang ini di dalam firman-Nya bahwa Allah
menjadikan alam beserta isinya berada dalam sebuah keseimbangan (al-Infitar ayat 6-
7).
4. Jelaskan gagasan utama humanisasi liberasi dan transendensi yang terdapat dalam
Surat Ali Imran 110 menurut kuntowijoyo!

Jawaban :
Ilmu Sosial Profetik terdiri dari tiga pilar utama, yaitu humanisasi, liberasi, dan
transendensi. Pertama, humanisasi. Humanisasi di sini yaitu suatu usaha untuk
mengangkat kembali martabat manusia akibat dehumanisasi (objektivikasi teknologis,
ekonomis, budaya, atau negara), agresivitas (agresivitas kolektif, dan kriminalitas),
dan loneliness (privatisasi, individuasi).
Kedua, liberasi. Ada empat sasaran liberasi atau pembebasan yang dimaksud
Kuntowijoyo. 1. Liberasi sistem pengetahuan, yakni usaha untuk membebaskan orang
dari sistem pengetahuan materialistis, dan dari dominasi struktur. 2. Liberasi sistem
sosial, yakni pembebasan orang dari belenggu sistem sosial yang pada waktu itu
sedang bertransformasi dari sistem sosial agraris ke sistem sosial industrial. 3.
Liberasi sistem ekonomi, yakni pembebasan dari belenggu ekonomi yang
memperkuat kesenjangan dan ketidak adilan. 4. Liberasi sistem politik, yakni usaha
membebaskan sistem politik dari otoritarianisme, diktator, dan neofeodalisme.
Ketiga, transendensi. Transendensi memiliki peran sentral dalam ilmu sosial profetik.
Transendensi ialah meletakkan Allah sebagai pemegang otoritas tertinggi, yang
menjadi rujukan utama dari humanisasi dan liberasi, sehingga terhindar dari
relativisme penuh, nilai tergantung pada golongan yang dominan di masyarakat, dan
nilai tergantung nilai biologis (Kuntowijoyo, 1997). Maka, baik amar ma’ruf
(humanisasi) dan nahi munkar (liberasi) yang menjadi pilar ilmu sosial profetik, harus
diverifikasi dari sikap totalitas, kepasrahan, dan keyakinan kepada Allah SWT.

5. Perbaiki makalah anda secara individu, masing-masing makalah minimal 10 halaman.


Lengkap dengan footnote dan daftar pustaka. Ketik dan diprint out.

Anda mungkin juga menyukai