Anda di halaman 1dari 4

NADI RUSPIANDI

021340552 / S1 MANAJEMEN / SEMESTER 1

1. Jelaskan pandangan saudara tentang kontribusi agama dalam mewujudkan persatuan dan
kesatuan bangsa!

Ayat-ayat Al-Qur‟an yang secara langsung berkaitan dengan prinsip-prinsip dasar kekuasaan politik
adalah surat An-Nisaa‟ ayat 58-59 yang artinya, “Sesungguhnya Allah menyuruh kamu menyampaikan
amanat kepada yang berhak menerimanya, dan (menyuruh kamu) apabila menetapkan hokum di antara
manusia supaya kamu menetapkan dengan adil. Sesunggguhnya Allah member pengajaran yang
sebaik-baiknya kepadamu. Sesungguhnya Allah adalah Maha mendengar lagi Maha melihat (58). Hai
orang-orang yang beriman, taatilah Allah dan Rasul (Nya), dan ulil amri di antara kamu kemudian jika
kamu berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul
(sunnahnya), jika kamu benar-benar beriman kepada Allah dan hari kemudian, yang demikian itu lebih
utama (bagimu) dan lebih baik akibatnya (59). Dari kedua ayat tersebut, para ulama kemudian
merumuskan tentang konsep politik yang diajarkan oleh Islam. Konsep tersebut meliputi empat macam:

a. Kewajiban untuk menunaikan amanah


Amanat adalah sesuatu yang diserahkan kepada pihak lain untuk dipelihara dan dikembalikan bila
saatnya atau bila diminta pemiliknya. Amanat tidak diberikan kecuali kepada orang yang dinilai oleh
pemberinya dapat memelihara dengan apa yang telah diamanatkan tersebut. Amanah adalah termasuk
menjadi cirri utama orang yang beriman karena hanya orang yang beriman yang akan selalu berusaha
menunaikan amanat. Sikap amanat adalah sendi utama dalam berinteraksi sosial terutama dalam
bidang politik. Artinya bahwa setiap pejabat adalah pengemban amanat.

b. Perintah untuk menetapkan hukum dengan adil


Di antara kewajiban seorang yang memegang kekuasaan politik adalah menegakkan aturan-aturan
hukum yang ada juga membuat aturan hukum yang mungkin belum ada. Surat Al-Maa‟idah ayat 49
mengungkapkan bahwa dalam menetapkan hukum harus adil.

c. Perintah taat kepada Allah, Rasul, dan Ulil Amri


Ulil amri adalah orang atau sekelompok orang yang mendapat tugas untuk mengurusi urusan-urusan
kaum muslim baik yang menyangkut ibadah, pendidikan, sosial, ekonomi, bahkan termasuk urusan
hubungan luar negeridan juga pemimpin perang. Taat kepada ulil amri adalah bagian dari sikap orang
yang beriman, sehingga ini menjdai bagian dari suatu ibadah. Menarik diperhatikan adalah perintah taat
kepada Allah dan Rasul yang masing-masing diawali dengan kata “taatilah”, berbeda dengan ulil amri
yang tidak disertai kata “taatilah”. Taat kepada Allah dan Rasul berarti taat terhadap Al-Quran dan as-
Sunnah. Taat kepada ulil amri bersyarat apabila ulil amri tersebut dalam menjalankan kebijakannya
mengatur urusan umat Islam tidak bertentangan dengan Al-Quran dan as-Sunnah. Ulil amri hanya boleh
mengatur urusan yang belum diatur secara jelas dalam Al-Quran dan as-Sunnah misalnya, masalah
system pendidikan yang baik.

d. Perintah untuk kembali pada Al-Quran dan as-Sunnah


Ungkapan yang secara langsung menunjukkan perintah tersebut adalah “kemudian jika kamu
berlainan pendapat tentang sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah (Al-Quran) dan Rasul (as-
Sunnah). Sebuah fakta terhidang di hadapan kita bahwa tidak semua persoalan ada penjelasannya
secara rinci dalam Al-Quran dan as-Sunnah. Dalam kedua sumber suci tersebut hanya memuat
ketentuan-ketentuan pokok bagi kehidupan manusia. Dan harus diyakini bahwa petunjuk tersebut sudah
sempurnadan dapat menjadi pegangan hidup bagi manusia. Kontribusi yang diberikan oleh agama
Islam khususnya dalam kehidupan politik kehidupan politik cukup banyak. Islam secara lebih khusus
dalam Al-Quran mengajarkan bahwa kehidupan politik harus dilandasi dengan empat hal yang pokok
yang berkaitan dengan konsep politik yang diajarkan Islam yaitu:
a. Sebagai bagian untuk melaksanakan amanat
b. Sebagai bagian untuk menegakkan hukum dengan adil
c. Tetap dalam koridor taat kepada Allah, Rasul-Nya, dan ulil amri
d. Selalu berusaha kembali kepada Al-Quran dan as-Sunnah

Dalam kehidupan politik, Islam member kontribusi bagaimana seharusnya memilih dan mengangkat
seorang yang akan diberi amanah untukk memegang kekuasaan politik yaitu, orang tersebut haruslah:
a. Seorang yang benar dalam pikiran, ucapan, dan tindakannya serta jujur
b. Seorang yang dapat dipercaya
c. Seorang yang memiliki keterampilan dalam komunikasi
d. Seorang yanbg cerdas

e. Yang paling penting adalah seorang yang dapat menjadi teladan dalam kebaikan
Secara naluriah manusia tidak dapat hidup secara individual. Sifat sosial pada hakikatnya adalah
anugerah yang diberikan oleh Allah SWT agar manusia dapat menjalani hidupnya dengan baik. Dalam
faktanya manusia memiliki banyak perbedaan antara satu individu dengan individu lainnya, di samping
tentunya sejumlah persamaan. Perbedaan tersebut kalau tidak dikelola dengan baik tentu akan
menimbulkan konflik dan perpecahan dalam kehidupan bermasyarakat. Dari kenyataan tersebut perlu
dicari sebuah cara untuk dapat mewujudkan persatuan dan kesatuan. Pendekatan terbaik untuk
melakukan tersebut adalah melalui agama. Secara normatif agama Islam lebih khusus Al-quran banyak
memberi tuntunan dalam rangka mewujudkan persatuan dan kesatuan. Contoh konkretnya adalah
kontribusi tokoh agama Islam dalam memelihara persatuan dan kesatuan bangsa dengan menyetujui
tidak dijadikannya Islam sebagai dasar negara.
Beberapa prinsip yang diajarkan Al-Quran untuk mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa antara
lain prinsip:
a. persatuan dan persaudaraan,
b. persamaan,
c. kebebasan,
d. tolong-menolong,
e. perdamaian,
f. musyawarah.

2. Di antara prinsip-prinsip yang diajarkan oleh Al-quran untuk mewujudkan persatuan dan
kesatuan bangsa adalah prinsip persamaan, persatuan dan tolong-menolong. Jelaskan maksud
masing-masing prinsip tersebut!

a. Prinsip Persatuan dan Kesatuan Bangsa

Al-Quran menggambarkan persatuan dari berbagai sisi. Pertama, Al-Quran mengisyaratkan bahwa
kecenderungan untuk bersatu, merupakan bagian yang tidak dapat dipisahkan dari eksistensi manusia.
Sejak umat pertama tercipta dan menghuni dunia, saat itu pula keinginan untuk bersatu muncul.
Manusia, dengan tujuan untuk melangsungkan kehidupan serta mengurangi berbagai kesulitan, saling
membantu antara satu dengan yang lainnya. Tetapi, karena berbagai faktor terjadilah pertikaian dan
peperangan. Dalam ajaran Islam baik Al-Quran maupun hadis kita temukan
banyak petunjuk yang mendorong agar umat Islam memelihara persaudaraan dan persatuan di antara
sesame warga masyarakat. Di antaranya adalah ayat yang menjelaskan bahwa pada mulanya manusia
itu adalah satu umat ditegaskan dalam QS. Al-Baqarah ayat 213 yang artinya, “Manusia sejak dahuluu
adalah umat yang satu, selanjutnya Allah mengutus para nabi sebagai pemberi kabar gembira dan
pemberi peringatan,...”

Kedua, Al-Quran menjelaskan bahwa salah satu tugas kenabian adalah meluruskan perselisihan
yang terjadi di tengah umat serta mengembalikannya kepada seruan Al-Quran seperti yang ditegaskan
dalam QS. Al-Baqarah ayat 213 yang artinya, “...dan menurunkan bersama mereka Kitab dengan benar,
untuk member keputusan di antara menusia tentang perkara yang mereka perselisihkan....”

Ketiga, Quran menyebutkan tentang dampak dan pengaruh persatuan. Misalnya, dengan persatuan,
umat Islam akan mencapai kemenangan serta kemuliaan. Selain itu, masih banyak sisi-sisi lainnya yang
dijelaskan dalam Al-Quran. Dengan terciptanya persatuan maka kemenangan dan kemuliaan umat
Islam akan tercipta sebagaimana yang digambarkan dalam Al-Quran. Oleh sebab itu tidak ada alasan
bagi kita untuk tidak melakukan persatuan, sebab ancaman yang akan menghancurkan umat Islam
sudah didepan mata.

Kedatangan Islam dengan Al-Quran sebgai kitab sucinya selain mengembalikan bangsa yang
terpecah kepada kepercayaan yang murni atau hanif dalam arti sesuai fitrah kejadian manusia yang
paling primordial juga mengandung misi mempersatukan indibidu-individu dalam masyarakat yang lebih
besar yang disebut dengan ummah wahidah, yaitu suatu umat yang bersatu berdasarkan iman kepda
Allah mengacu pada nilai-nilai kebajikan.

b. Prinsip Persamaan

Persamaan seluruh umat manusia ini ditegaskan oleh Allah dalam surat An-Nisaa‟ ayat 1 yang
artinya, “Hai sekalian manusia, bertaqwalah kepada Tuhan kamu yang telah menciptakan kamu dari diri
yang satu, dan menciptakan darinya pasangannya; Allah memperkembangbiakkan dari keduanya laki-
laki yang banyak dan perempuan. Dan bertaqwalah kamu kepada Allah yang dengan nama-Nya kamu
saling meminta dan (peliharalah pula) hubungan silaturrahim. Sesungguhnya Allah Maha mengawasi
kamu.”

Al-Quran begitu peduli terhadap prinsip persamaan manusia ini, sehingga karena pada dasarnya
memiliki titik persamaan maka hidup dengan keadaan selalu bersatu padu menjadi lebih baik dan lebih
mudah. Ayat-ayat dan beberapa hadis menjelaskan bahwa dari segi hakikat peciptaan, manusia
tidaklah berbeda. Atas dasar asal-usul kejadian manusia yang seluruhnya adalah sama, maka tidak
layak seseorang atau satu golongan membanggakan diri terhadap yang lain atau menghinanya. Prinsip
persamaan merupakan bagian dari upaya agar manusia dapat melanjutkan kehidupannya dengan baik.
Namun demikian, bukan berarti bahwa manusia harus seragam dan membiarkan dirinya kehilangan
kepribadiannya. Manusia sebagai individu tetap memiliki kebebasan dalam batsa-batas tertentu untuk
menjalankan kehidupannya.

c. Prinsip tolong-menolong

Manusia adalah makhluk sosial, tidak mungkin seseorang dapat bertahan hidup sendirian tanpa
bantuan pihak lain. Tolong-menolong adalah prinsip utama dalam kehidupan bermasyarakat dan
berbangsa. Kita dapat bayangkan seandainya satu komunitas sudah luntur nilai saling menolongnya
maka cepat atau lambat masyarakat tersebut pasti akan hancur. Ajaran Al-Quran menganjurkan untuk
saling menolong dalam kebaikan. Hal ini ditegaskan dalam surat AL-Maaidah ayat 2 yang artinya,

“Tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong
dalam berbuat dosa dan pelanggaran, dan bertawakallah kamu kepada Allah, Sesungguhnya Allah
amat besar siksa-Nya.” Maka sungguh tepat apa yang dipaparkan oleh Al-Quran bahwa manusia tidak
akan pernah rugi selama mereka masih menegakkan nilai-nilai saling menolong di samping juga
beriman dan beramal shalih. Secara jelas ditegaskan dalam surat Al-„Ashr yang artinya, “Demi masa.
Sesungguhnya manusia itu benar-benar dalam kerugian. Kecuali prang-orang yang beriman dan
mengerjakan amal saleh dan nasihat menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat menasihati
supaya menetapi kesabaran.”

3. Musyawarah adalah salah satu cara yang sangat dianjurkan oleh agama Islam dalam
memecahkan masalah yang timbul dalam masyarakat. Bagaimana pandangan Islam tentang
musyawarah dan apa kaitannya dengan usaha mewujudkan persatuan dan kesatuan bangsa?

Kata musyawarah berasal dari bahasa Arab musyawarah yang merupakan bentuk isim masdar dari
kata kerja syawara, yusyawiru. Quraish Shihab menjelaskan bahwa kata tersebut pada mulanya
bermakna dasar mengeluarkan madu dari sarang lebah. Makna inin kemudian berkembang sehingga
mencakup segala sesuatu yang dapat diambil atau dikeluarkan dari yang lain termasuk pendapat.
Dalam Al-Quran, syawara dengan segala perubahannya terhitung sebanya empat kali. Tiga yang
terakhir terkait dengan kehidupan bermasyarakat dan berbangsa, seperti yang dijelaskan pada surat Al-
Baqarah ayat 223 dan Ali-Imran ayat 159.
Pentingnya masalah musyawarah dalam pandangan Islam sehingga satu di antara 114 surat dalam
Al-Quran bernama “Assyura” artinya musyawarah. Surat Assyura bersifat Makkiyah artinya Surat ini
diturunkan di Mekkah ketika kaum muslimin masih merupakan kelompok minoritas di tengah-tengah
kesombongan kaum musyrikin Quraisy yang mayoritas.

Ketika menghadapi perang Badar, Rasul bermusyawarah dengan kaum Muhajirin dan Anshar,
setelah sepakat barulah Beliau dan pengikutnya menuju ke medan perang. Setelah tiba di medan
perang timbul musyawarah kedua. Para sahabat semua tahu bahwa hal-hal yang berhubungan dengan
ibadah murni mereka akan taat dan patuh kepada perintah Rasullullah, namun sebaliknya terhadap
perintah yang bukan bersifat ibadah murni seperti “siasat perang” misalnya mereka akan balik bertanya
kepada Rasul. Demikian yang dilakukan oleh Al Habbab Bin Al Munzir, ketika Rasullullah
memerintahkan berhenti para pasukan pada tempat yang jauh dari sumber air. Lalu Habbab bertanya
kepada Rasul: “Apakah perintah berhenti di tempat ini datang dari Allah SWT yang tidak mungkin kami
bantah atau perintah ini hanyalah pendapat pribadi dalam rangka berperang dan siasat. Rasul
menjawab: ini semata-mata pendapat pribadi. Habbab berkata lagi: Kalau begitu ya Rasullullah tempat
ini tidak pantas sebagai tempat berhenti pasukan, lebih baik kita berhenti yang dekat dengan sumber
air sebelum diduduki musuh. Rasul menjawab, pendapat Habbab sangat tepat, lalu Rasul
memerintahkan seluruh pasukan untu berpindah ke tempat yang ditunjuk Habbab al Munzir. Setelah
perang Badar usai dan mendapat kemenangan yang mampu menawan pasukan musuh sebanyak 70
orang, Rasul bermusyawarah dengan para sahabat tentang perlakuan terhadap para tawanan dengan
pilihan; dibebaskan semuanya, dibunuh semuanya atau diberikan kebebasan untuk menebus diri
mereka. Tegasnya seluruh perintah yang bukan wahyu dan yang menyangkut kepentingan orang
banyak Rasul berpesan: “Antum `alamu bi umuri dunyakum” (Kamu lebih mengetahui tentang urusan
dunia kamu).

Pelaksanan hasil musyawarah ditegaskan pula dalam Alquran Allah berfirman: “Dan
bermusyawarahlah kamu dengan mereka dalam urusan itu, maka apabila telah bulat hatimu, maka
bertaqwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah menyukai orang-orang yang bertawakkal.” Dengan
perkataan lain bahwa apabila keputusan hasil musyawarah telah disepakati maka dengan ketetapan
hati keputusan itu harus dilaksanakan dengan menyerahkan diri kepada Allah. Ironinya dalam
kehidupan kita meski keputusan telah diambil dengan kesepakatan bersama, namun tak jarang hasilnya
tidak berani dijalankan. Hal ini persis seperti musyawarah tikus untuk mengetahui kedatangan kucing-
musyawarah itu digelar dengan satu kata putus yaitu dengan cara mengikat lonceng di leher kucing.
Namun ketika hasil musyawarah ini hendak dijalankan tidak seekor pun para tikus yang bersedia
mengikat lonceng di leher sang kucing---tentunya sebuah keputusan yang sia-sia.

Hal itu adalah musyawarah yang dibuat oleh manusia, untuk bermusyawarah dalam system
pemerintahannya dengan dirinya sendiri, sedangkan musyawarah dalam Islam adalah tukar pendapat
antara orang-orang yang mempunyai pemikiran yang cerdas dari ahlul halli wal aqdi, untuk sampai pada
keputusan terbaik dalam menerapkan hukum Allah atas manusia.Oleh karena itu masyarakat dalam
Islam sangat mulia, karena ia adalah perintah Allah, tidak boleh bagi penguasa menghapusnya untuk
memaksakan kekuasaannya pada manusia:

“Dan bermusyawaratlah dengan mereka dalam urusan itu.” (QS. Ali Imran: 156)

“Sedang urusan mereka (diputuskan) dengan musyawarat antara mereka;” (QS.Asssyuura: 38)

Sedangkan dalam Negara yang menggunakan undang-undang buatan manusia, seorang penguasa
boleh membekukan konstitusi, dan memberlakukan hukum darurat dengan alasan keamanan, disinilah
terjadi sikap otoriter dan kezaliman. Oleh karena musyawarah dalam Islam bersumber dari Allah, maka
pemimpin muslim yang bertakwa tidak akan merasa gusar jika mendengar kritikan dari rakyat yang
mana saja, ia akan menerimanya dengan lapang dada dan menjawabnya dengan kebesarah jiwa,
sebagaimana yang dikatakan oleh Umar bin Khattab kepada seorang wanita yang membantahnya
dalam masalah pembatasan Mahar: "Umar salah dan wanita ini benar".

Anda mungkin juga menyukai