Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang

Indonesia tergolong negara produsen kopi terbesar dunia. Menurut data

statistik Direktorat Jenderal Perkebunan (2015), jumlah produksi kopi di

Indonesia sebesar 639,412 ton/tahun. Menurut Rahardjo (2012), kopi

merupakan sumber penghasilan bagi tidak kurang dari satu juta jiwa petani

kopi di Indonesia. Produk kopi sangat menguntungkan dari faktor ekonomi

khususnya dari segi penjualannya, tetapi perlu diperhatikan juga faktor

lingkungannya.

Kopi merupakan salah satu hasil komoditi perkebunan yang memiliki nilai

ekonomis yang cukup tinggi di antara tanaman perkebunan lainnya dan

berperan penting sebagai sumber devisa negara. Kopi tidak hanya berperan

penting sebagai sumber devisa melainkan juga merupakan sumber penghasilan

bagi tidak kurang dari satu setengah juta jiwa petani kopi di Indonesia.

Keberhasilan agribisnis kopi membutuhkan dukungan semua pihak yang

terkait dalam proses produksi kopi pengolahan dan pemasaran komoditas

kopi. Upaya meningkatkan produktivitas dan mutu kopi terus dilakukan

sehingga daya saing kopi di Indonesia dapat bersaing di pasar dunia.

Teknologi budi daya dan pengolahan kopi meliputi pemilihan bahan tanam

kopi unggul, pemeliharaan, pemangkasan tanaman dan pemberian penaung,

pengendalian hama dan gulma, pemupukan yang seimbang, pemanenan, serta

1
pengolahan kopi pasca panen. Pengolahan kopi sangat berperan penting dalam

menentukan kualitas dan cita rasa kopi.

Saat ini, peningkatan produksi kopi di Indonesia masih terhambat oleh

rendahnya mutu biji kopi yang dihasilkan sehingga mempengaruhi

pengembangan produksi akhir kopi. Hal ini disebabkan, karena penanganan

pasca panen yang tidak tepat antara lain proses fermentasi, pencucian, sortasi,

pengeringan, dan penyangraian. Selain itu spesifikasi alat/mesin yang

digunakan juga dapat mempengaruhi setiap tahapan pengolahan biji kopi.

Oleh karena itu, untuk memperoleh biji kopi yang bermutu baik maka

diperlukan penanganan pasca panen yang tepat dengan melakukan setiap

tahapan secara benar. Proses penyangraian merupakan salah satu tahapan yang

penting, namun saat ini masih sedikit data tentang bagaimana proses

penyangraian yang tepat untuk menghasilkan produk kopi berkualitas.

Modifikasi proses pengolahan basah dengan perlakuan minimisasi air pada

taraf tertentu mampu meningkatkan mutu kopi rakyat. Berdasarkan hasil

analisis mutu fisik dan cita rasa diketahui bahwa perlakuan minimisasi air

proses sebesar 67% dengan volume air rata-rata 3,012 m3 /ton pada rentang

2,987 - 3,345 m3 /ton menjadi pilihan yang dapat diterapkan oleh agroindustri

rakyat. Akan tetapi perlakuan minimisasi air diperkirakan mempengaruhi

konsentrasi limbah cair dan padat yang dihasilkan. Limbah cair adalah air

yang telah dimanfaatkan dan harus diolah sebelum dibuang ke badan air,

sehingga tidak menyebabkan pencemaran sumber air. Berdasarkan KepMen

LH No. 51 Tahun 1995 tentang Baku Mutu Limbah Cair bagi Kegiatan

Industri, limbah cair adalah limbah dalam wujud cair yang dihasilkan oleh

2
kegiatan industri atau kegiatan usaha lainnya yang dibuang ke lingkungan

yang diduga dapat menurunkan kualitas lingkungan. Meskipun telah

dilakukan upaya untuk mengurangi air proses pengolahan kopi, tetapi limbah

cair dan limbah padat masih dihasilkan. Upaya penanganan limbah cair dan

limbah padat dibutuhkan agar aktivitas agroindustri kopi rakyat tidak

menimbulkan dampak negatif terhadap lingkungan dan masyarakat. Tujuan

penelitian ini adalah untuk menentukan teknologi penanganan limbah cair dan

limbah padat yang mampu mengurangi dampak negatif proses pengolahan

kopi dan mendesain sistem penanganan limbah yang sesuai dengan

kemampuan dan memberikan nilai tambah bagi peningkatan pendapatan

masyarakat desa. Teknologi penanganan limbah yang tepat diharapkan dapat

meningkatkan keberlanjutan agroindustri kopi rakyat dalam dimensi

lingkungan, ekonomi, sosial dan kelembagaan.

1.2 Rumusan Masalah

1. Apa itu teknologi berih?

2. Bagaimana proses pengolahan kopi menggunakan metode olah basah?

3. Bagaimana proses teknologi bersih pada pengolahan kopi rakyat di Jawa

Timur, Kabupaten Jember, Desa Sidomulyo?

1.3 Tujuan

1. Mengetahui teori tentang teknologi bersih.

2. Mengetahui pengolahan kopi olah basah.

3. Mengetahui proses teknologi bersih pada pengolahan kopi rakyat yang ada

di Jawa Timur, Kabupaten Jember, Desa Sidomulyo.

3
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Teknologi Bersih

Strategi pengelolaan lingkungan yang bersifat preventif dan terpadu yang

diterapkan secara terus menerus pada proses produksi, produk dan jasa

sehingga meningkatkan eko-efisiensi dan mengurangi terjadinya resiko

terhadap manusia dan lingkungan (UNEP).Semua produk, jasa, dan proses

yang mendayagunakan bahan ramah lingkungan dan sumber energi

terbarukan, mampu mengurangi penggunaan sumber daya alam secara drastis,

dan mengurangi atau mengeliminasi emisi gas dan sampah. Dengan kata lain,

yaitu teknologi yang terkait dengan aktivitas hierarki sampah ( daur ulang,

penggunaan kembali), energi terbarukan (misal tenaga surya)dan teknologi

serta praktis lain yang terkait konservasi energi dan tidak mencemari

lingkungan seperti daur ulang air kelabu. Teknologi ini ditujukan untuk

menciptakan sumber daya dan energi baru dengan meminimalisasi polusi.

Perbedaan pendekatan ini dengan cara tradisional yaitu perlindungan

terhadap lingkungan dengan teknologi “End-Of-Pipe (EOP)” adalah bahwa

polusi diperlakukan setelah diproduksi. Sehingga hal ini dapat menyebabkan

dampak lanjutan (second impact) berupa transfer pencemar dari satu medium

ke medium yang lain. Secara keseluruhan konsep ini mencakup beberapa

modifikasi terhadap teknologi yang digunakan dalam setiap tahapan proses

produksi, sehingga mencapai keuntungan terutama dalam hal reduksi

penggunaan bahan baku, energi, dan limbah yang dihasilkan. Hal ini dapat

4
dilakukan pada tahap yang paling awal yaitu pada tahap perancangan proses

dan pabrik, perubahan reaksi atau dengan pengendalian arus masukan dan

limbah.

Gambar 1 : Aplikasi Umum Teknologi Bersih

2.1.1 Tujuan Teknologi Bersih

1. Meningkatkan daya saing dan kegiatan perusahaan agar dapat

berkelanjutan.

2. Mengaitkan aspek lingkungan dalam setiap kegiatan proses

produksi secara berkesinambungan.

3. Menurunkan biaya produksi dan biaya pengelolaan limbah serta

sekaligus mengurangi pencemaran lingkungan.

5
4. Menyelaraskan kepentingan ekonomi dari perusahaan dengan

pemeliharaan lingkungan.

5. Merubah pola pikir dan sikap manajemen.

2.1.2 Sejarah Pengelolaan Lingkungan

Pada awalnya pengelolaan lingkungan didasarkan pada pendekatan

kapasitas daya dukung (carrying capacity approach) tetapi akibat

terbatasnya daya dukung alamiah yang ada untuk menetralisir

pencemaran yang semakin meningkat, paradigma pengelolaan

lingkungan berubah.

Pengelolaan lingkunga didasarkan pada pengelolaan limbah yang

terbentuk (end of pipe treatment).

Prinsip End of Pipe Treatment :

Kendala yang terjadi :

1. Limbah tetap terbentuk sehingga memberi peluang untuk

mengembangkan teknologi pengolahan limbah.

2. Memberi kontribusi terhadap peningkatan perundang-undangan

yang mengatur persyaratan limbah yang boleh dibuang setelah

pengolahan.

Akhir tahun 90an paradigma pengelolaan lingkunagnbersifat

preventif dan terpadu yang diterapkan secara terus menerus pada proses

produksi, produk dan jasa sehingga meningkatkan eko-efisiensi dan

mengurangi terjadinta resiko terhadap manusia dan lingkungan yang

dikenal dengan istilah Teknologi Bersih.

6
2.1.3 Hirarki Limbah

Hirarki limbah adalah sebuah daftar prioritas dan tanggung jawab

yang menunjukkan arah pemikiran mengenai pilihan yang lebih disukai

dalam mengelola semua jenis hasil (output) limbah bukan produk dari

industri dan operasi yang sejenis. Walaupun tekanannya tetap pada

limbah yang berbahaya, hampir semua yang dikatakan limbah juga

berlaku bagi polusi udara dan polusi air (Hirsschhorn, 1994). Konsep

hirarki merupakan hal yang penting, karena walaupun program

produksi bersih dan program yang sama diseluruh dunia, sangat efektif

dan menguntungkan bagi semua jenis industri, tidak semua limbah

dapat segera dikurangi atau ditiadakan.

Tindakan-tindakan yang lebih disukai hirarki limbah tersebut

adalah:

1. Meniadakan atau mengurangi pembentukan limbah disumbernya

didalam lingkungan operasi industri, seperti dalam proses (in-

process) dan daur ulang lingkar tertutup (closed-loop recycling).

2. Memakai kembali (re-use) atau daur ulang (recycle) limbah, lebih

disukai di lokasi pabrik atau di perusahaan yang sama, atau di

tempat lain bila diperlukan.

3. Menggunakan teknologi pengolahan yang aman dalam mengurangi

limbah beracun, mobilitas atau volume, biasanya menghasilkan

residu padat yang merupakan masalah untuk pilihan berikutnya.

4. Membuang limbah ke lingkungan, lebih disukai dengan

menggunakan metode yang direkayasa, yang menyediakan sistem

7
penyimpanan jangka panjang, seperti penimbunan tanah yang

didesain dengan baik, dibanding dengan pembuangan bahan limbah

langsung ke udara, air atau tanah.

2.2 Proses Pengolahan Kopi

Proses pengolahan kopi adalah tahapan yang mengubah buah kopi

setelah panen menjadi biji kopi yang dapat diperdagangkan (biji kopi beras).

Buah kopi atau kopi gelondong basah adalah buah kopi hasil panen dari

kebun, kadar airnya masih berkisar antara 60-65% dan biji kopinya masih

terlindung oleh kulit buah, daging buah, lapisan lendir, kulit tanduk, dan kulit

ari. Biji kopi beras adalah biji kopi yang sudah dikeringkan dengan kadar air

berkisar antara 12 – 13%. Biji kopi ini telah mengalami beberapa tingkat

proses pengolahan sudah terlepas dari daging buah, kulit tanduk, dan kulit

arinya. Secara umum pengolahan kopi dapat dilakukan melalui dua cara yaitu

pengolahan kering dan basah. Pengolahan kopi secara basah biasa disebut

W.I.B (West Indische Bereiding), sedangkan pengolahan kering disebut O.I.B

(Oost Indische Bereiding) atau disebut pula dengan cara G.B (Gawone

Bereiding) (Ciptadi dan Nasution 1985). Pengolahan kering terutama

ditujukan untuk kopi Robusta. Di perkebunan besar, pengolahan kering hanya

digunakan untuk kopi berwarna hijau, kopi rambang dan kopi yang terserang

bubuk. Selain pengolahan basah dan pengolahan kering, saat ini dikenal

metode pengolahan semi basah (semi wet method) yang terutama dilakukan

di Brazil.

8
2.2.1 Proses Pengolahan Basah

Proses Pengolahan Basah, proses pengolahan basah membutuhkan

penggunaan alat spesifik dan kuantitas air yang mencukupi. Apabila

dilakukan dengan baik, metode ini menjamin kualitas biji kopi terjaga

dengan baik, menghasilkan biji kopi beras (green coffee) yang seragam

dan lebih sedikit kerusakan. Oleh karena itu kopi yang diolah dengan

metode ini umumnya mendapatkan kualitas yang lebih baik dan

harganya lebih tinggi. Karena membutuhkan air dalam jumlah banyak

dapat menyebabkan terjadinya masalah kekurangan air terutama pada

saat musim kemarau. Proses pengolahan basah dimulai dengan

pemanenan yang lebih teliti dengan hanya mengambil buah-buah kopi

yang berwarna merah dan sedikit mungkin buah yang belum atau

terlalu masak. Pengolahan secara basah memerlukan modal besar tetapi

proses lebih cepat dan mutu yang dihasilkan lebih baik. Oleh karena itu,

pengolahan basah banyak dilakukan oleh perkebunan nasional (PT

Perkebunan Nusantara), perkebunan swasta yang cukup besar atau

kelompok tani yang membentuk koperasi. Perbedaan pokok antara

pengolahan kering dan pengolahan basah adalah pada olah kering

pengupasan daging buah, kulit tanduk dan kulit ari dilakukan setelah

kering (kopi gelondong), sedangkan pengolahan basah pengupasan

daging buah dilakukan sewaktu masih basah, meningkatkan mutu dan

rasa kopi setelah menjadi bubuk dan diminum. Pengolahan basah

dilakukan melalui tujuh tahap, yaitu tahap sortasi buah, pengupasan

9
kulit dan daging buah (pulping), fermentasi, pencucian, pengeringan,

hulling, dan sortasi biji.

 Sortasi Buah

Sortasi buah sebaiknya telah dilakukan sejak di kebun untuk

memisahkan buah merah dan buah campuran hijau-kuning-merah.

Kotoran seperti daun, ranting, tanah, dan kerikil juga harus dibuang

karena dapat merusak mesin pengupas (pulper). Pada tahap sortasi

gelondong, buah kopi merah yang telah ditimbang dimasukkan ke

dalam bak sortasi yang berisi air akan terpisah antara buah kopi

yang sehat dan berisi dengan buah kopi yang hampa dan terserang

bubuk. Kopi gelondong yang sehat akan tenggelam kemudian

disalurkan ke 32 mesin pulper, sedangkan gelondong yang

terapung diolah secara kering.

 Pengupasan Buah Kopi (pulping)

Proses pengupasan dilakukan dengan menggunakan mesin

pengupas yang dapat dibuat dari bahan logam. Pada pengolahan

basah, buah kopi sebaiknya telah mencapai tingkat kematangan

optimal antara lain ditandai dengan kulit buah berwarna merah

seragam dan segar yang harus dikupas dan dipisahkan dari bagian

biji HS. Pada saat pengupasan harus diusahakan agar kulit tanduk

masih tetap melekat pada butiran biji. Proses pengupasan sebaiknya

tidak lebih dari 12-24 jam setelah pemetikan untuk mencegah

terjadinya pembusukan buah.

10
 Fermentasi

Fermentasi yang bertujuan untuk membantu melepaskan lapisan

lendir yang menyelimuti kopi yang keluar dari mesin pulper. Proses

fermentasi akan mengurai pulpa (lendir) biji kopi lebih mudah

dicuci. Biji yang telah dikupas atau dicuci pada proses olah basah

diletakkan di tangki fermentasi besar selama 24-36 jam, tergantung

suhu, lapisan lendir, dan konsentrasi enzim. Akhir proses

fermentasi dapat diduga dengan meraba permukaan biji. Apabila

biji kopi telah kehilangan tekstur halusnya dan terasa lebih kasar,

fermentasi berakhir.

 Pencucian (washing)

Pencucian selanjutnya dilakukan untuk menghilangkan seluruh

lapisan lendir dan kotoran lainnya yang masih tertinggal setelah

difermentasi. Pencucian dengan mesin pencuci dilakukan dengan

memasukkan biji kopi ke dalam suatu mesin pengaduk yang

berputar pada sumbu horizontal dan 36 mendorong biji kopi

dengan air tetap mengalir. Pengaduk mekanik ini akan memisahkan

lapisan lendir yang masih melekat pada biji dan lapisan lendir yang

telah terpisah ini akan terbuang lewat aliran air yang seterusnya

terbuang. Metode pencucian juga dapat dilakukan secara sederhana

dengan melakukannya pada bak memanjang yang airnya terus

mengalir. Kandungan air biji setelah proses pencucian adalah

sekitar 60%.

11
 Pengeringan

Proses pengeringan dilakukan setelah pencucian untuk

mengurangi kandungan air dari dalam biji kopi HS yang semula

60-65% hingga menjadi 12% selama 48 – 54 jam. Pada kadar air

ini, biji kopi HS relatif aman untuk dikemas dalam karung dan

disimpan di dalam gudang pada kondisi lingkungan tropis. Proses

pengeringan dapat dilakukan dengan cara penjemuran, mekanis

dan kombinasi keduanya.

Secara teknis, penjemuran akan memberikan hasil yang baik

jika terpenuhi syaratsyarat berikut:

1. Sinar matahari mempunyai intensitas yang cukup dan dapat

dimanfaatkan secara maksimal.

2. Lantai jemur dibuat dari bahan yang mempunyai sifat

menyerah panas.

3. Tebal tumpukan biji kopi di lantai jemur haruslah optimal.

4. Pembalikan rutin dilakukan untuk efisiensi panas.

5. Biji kopi berasal dari buah kopi yang masak.

6. Penyerapan ulang air dari permukaan lantai jemur harus

dicegah.

 Pengupasan Kulit Tanduk (Hulling)

Setelah proses pengeringan, biji kopi sebaiknya didiamkan

terlebih dahulu hingga 24 jam untuk menyesuaikan diri terhadap

keadaan lingkungan sebelum digiling. Hulling atau pengupasan

kulit tanduk bertujuan untuk memisahkan biji kopi yang sudah

12
kering dari kulit tanduk dan kulit ari. Di dalam mesin huller, biji

kopi dihimpit dan diremas kulit tanduk dan kulit ari terlepas. Kulit

yang sudah terlepas dari biji akan dihembuskan keluar biji keluar

dari mesin dalam keadaan bersih. Biji kopi yang keluar dari huller

adalah kopi beras yang siap disortasi untuk diklasifikasikan

mutunya.

2.3 Proses Teknologi Bersih pada Pengolahan Kopi Rakyat

Penanganan Limbah Proses Pengolahan Kopi Rakyat Berbasis Produksi

Bersih. Parameter analisis limbah cair meliputi pH, BOD (biochemical

oxygen demand), COD (chemical oxygen demand), TSS (total suspended

solid), TDS (total dissolved solid), fosfat, nitrat, total karbon, total nitrogen

dan total VSS (volatile suspended solid). Parameter analisis limbah padat

meliputi komposisi minyak dan lemak, serat kasar, total karbon organik dan

total abu. Penanganan limbah cair proses pengolahan kopi dilakukan dengan

menerapkan pengolahan anaerobik, koagulasi-flokulasi dan adsorpsi-filtrasi.

Simulasi biodegradabilitas limbah cair menggunakan larutan kopi instan

merupakan penelitian pendukung karakterisasi limbah cair pengolahan kopi

berdasarkan konsentrasi COD limbah cair pada perlakuan air proses. Proses

anaerobik untuk pengolahan limbah cair pengolahan kopi dipilih karena

kemampuannya menghasilkan biogas. Analisis komposisi biogas dari uji

biodegradabilitas dan proses anaerobik dilakukan untuk mengetahui

efektivitas proses anaerobik dalam menurunkan konsentrasi pencemaran.

Proses koagulasi-flokulasi dilakukan pada limbah cair proses pengolahan

13
kopi dan air limbah (efluen) hasil pengolahan anaerobik. Koagulan yang 91

digunakan adalah aluminium sulfat (Al2 (SO4)3) atau yang dikenal dengan

alum, ferri klorida (FeCl3) dan polyaluminium chloride (PAC). Ketiga

koagulan tersebut umum digunakan dalam proses penjernihan air dan limbah

cair. Penentuan pH dan dosis optimum dilakukan berdasarkan penelitian

pendahuluan dan literatur terkait. Penelitian terutama dilakukan

menggunakan jar test untuk mengetahui dosis dan pH optimum serta

efektivitas proses koagulasi untuk menurunkan konsentrasi pencemaran.

Proses filtrasi hanya dapat dilakukan untuk air limbah yang memiliki

konsentrasi pencemaran rendah. Oleh karena itu sampel air limbah proses

filtrasi berasal dari air limbah proses pengolahan kopi rakyat di KUPK

Sidomulyo dan efluen hasil pengolahan anaerobik. Parameter pengamatan

proses koagulasi flokulasi dan filtrasi adalah pH, COD dan warna.

Penanganan limbah padat proses pengolahan kopi telah banyak dilakukan

dengan berbagai aplikasi produk bernilai ekonomis. Oleh karena itu

pemilihan penanganan limbah padat dilakukan berdasarkan studi literatur dan

analisis secara kualitatif berdasarkan kesesuaian kondisi sosial masyarakat di

Sidomulyo. Berdasarkan karakteristik limbah cair, air limbah keluaran

(efluen) proses pengolahan dan karakteristik limbah padat, maka dapat

ditentukan secara kualitatif rangkaian penanganan limbah proses pengolahan

kopi yang memiliki nilai tambah. Integrasi desain penanganan limbah dan

proses pengolahan kopi yang menerapkan modifikasi olah basah merupakan

desain sistem pengolahan kopi rakyat yang ramah lingkungan dan memiliki

nilai tambah.

14
2.3.1 Limbah Cair Proses Pengolahan Kopi Olah Basah.

Proses pengolahan yang mengubah buah kopi menjadi biji kopi

disebut pengolahan kopi primer. Output yang dihasilkan dari proses

pengolahan primer yang menggunakan modifikasi teknologi olah basah

adalah biji kopi HS bersih dengan kadar air 12%, limbah cair dan

limbah padat. Perlakuan minimisasi air pada proses pengolahan kopi

dengan modifikasi olah basah terbukti mampu meningkatkan mutu biji

sekaligus meminimumkan volume limbah cair yang dihasilkan.

Rentang minimum air proses pengolahan yang dapat diterapkan adalah

163 2,987 - 3,345 m3/ton buah kopi yang meliputi ± 0,731 – 0,784

m3/ton untuk proses pengupasan dan ± 2,256 – 2,561 m3/ton buah kopi

untuk proses pencucian. Nilai ini mampu mengurangi limbah cair ke

lingkungan hingga 67% dari total volume air proses yang biasa

dilakukan.

Pada pengolahan basah, proses pengupasan dapat dilakukan

dengan minimal air terutama karena dilakukan pada buah kopi merah.

Buah kopi merah merupakan buah masak, mengandung air buah dan

lendir yang cukup untuk berlangsungnya proses pengupasan. Air pada

proses pengupasan terutama dibutuhkan sebagai pembawa buah kopi

menuju silinder mesin pengupas. Limbah cair proses pengupasan

diperkirakan mengandung komponen-komponen kimia yang berasal

dari kulit, daging buah dan lendir.

Meskipun tidak seluruh lendir dapat dilepas dan masih melekat

pada lapisan kulit biji kopi. Proses pencucian menghilangkan lendir

15
yang telah terdegradasi selama fermentasi dan menghasilkan biji kopi

yang masih berkulit tanduk (parchment coffee = biji kopi HS).

Perlakuan minimisasi air pada proses pengolahan kopi bertujuan

untuk meminimumkan volume limbah cair yang dihasilkan. Akan tetapi

diperkirakan mempengaruhi tingkat konsentrasi limbah cair yang

dihasilkan. Analisis kualitas limbah cair hasil perlakuan minimisasi air

diperlukan untuk menentukan penanganan yang tepat agar limbah tidak

mencemari lingkungan. Limbah cair proses pengolahan kopi terutama

dihasilkan dari proses pengupasan dan pencucian. Adapun aliran limbah

cair kopi tersebut tidak konstan dengan beban pencemaran cenderung

seragam. Proses pengolahan kopi yang kontinyu tergantung pada aliran

air proses pengupasan (pulping) dan pencucian (washing).

Limbah cair proses pengupasan dan pencucian memiliki

karakteristik yang tidak jauh berbeda, terutama mengandung padatan

tersuspensi yang berasal dari komponen organik dan anorganik. Limbah

cair proses pengupasan terutama mengandung gula fermentasi,

sedangkan limbah cair proses pencucian lebih kental karena kandungan

lendir. Kandungan lendir yang terdegradasi selama fermentasi ini

menyebabkan nilai pH limbah cair pencucian lebih asam dibandingkan

tahap pengupasan. Air limbah yang cenderung asam, kandungan bahan

organik tinggi serta tingkat padatan yang besar berasal dari kandungan

lendir dan pulpa kopi selama proses pengupasan dan pencucian.

Karakteristik inilah yang akan menentukan upaya penanganan yang

dapat diterapkan.

16
Limbah cair proses pengolahan kopi berwarna coklat terutama

berasal dari komponen flavonoid kulit buah pada saat pengupasan,

limbah cair kopi selain berbau tidak sedap, juga akan berubah warna

menjadi hitam beberapa saat kemudian. warna buah ini sebenarnya

merupakan prekursor bagi terbentuknya warna coklat humus seperti air

rawa yang tidak berbahaya bagi spesies akuatik karena tidak

menyebabkan peningkatan nilai BOD ataupun COD. Akan tetapi warna

coklat yang gelap ini dapat berdampak negatif terhadap proses

fotosintesis dan transformasi nutrien pada tanaman air selain

menurunkan nilai estetika.

Tingginya nilai COD dan BOD pada limbah cair pengolahan kopi

terutama pada limbah cair perlakuan minimisasi menunjukkan besarnya

jumlah oksigen yang dibutuhkan untuk menguraikan bahan organik

pada kondisi aerobik, temperatur dan waktu inkubasi yang terstandar.

Konsentrasi bahan organik limbah cair (BOD, COD dan TSS)

menunjukkan kecenderungan menurun seiring bertambahnya volume

air yang digunakan pada tahap pengupasan dan pencucian buah kopi.

Nilai pH limbah cair proses pengolahan kopi secara umum berkisar

antara 3,80 – 5.50. Tidak ada perbedaan yang signifikan antara

perlakuan minimisasi air terhadap pH.

2.3.2 Limbah Padat Proses Pengolahan Kopi Olah Basah

Proses pengupasan kulit tanduk dan kulit ari lebih mudah

dilakukan pada biji kopi yang mendapat perlakuan air banyak. Limbah

padat maupun limbah cair dari proses pengupasan dan pencucian

17
merupakan hasil samping yang akan menimbulkan masalah apabila

tidak diolah. Pulpa, kulit tanduk dan kulit ari merupakan limbah padat

yang dapat diubah menjadi produk samping bernilai ekonomis,

sehingga dapat meningkatkan penghasilan petani.

Proses pengupasan menghasilkan limbah padat yang cukup besar

berupa kulit dan daging buah kopi, ini menunjukkan potensi

pencemaran yang besar dari limbah padat jika tidak dimanfaatkan.

Pulpa kopi jika tidak diolah akan menimbulkan bau yang tidak sedap

dan mengundang lalat maupun serangga lainnya. Selama masa

pengolahan biji kopi, limbah pulpa kopi ini akan menumpuk,

menyebabkan gangguan lingkungan seperti bau yang tidak sedap,

mengundang lalat maupun serangga lainnya. Pulpa kopi juga dapat

menjadi vektor agen penyakit ketika dibuang ke badan air dan

menyebabkan pencemaran air tanah.

Komposisi pulpa kopi terutama merupakan bahan organik yang

terdiri atas karbohidrat, protein, serat, lemak, kafein, polifenol, dan

pektin. Oleh karena itu dekomposisi pulpa kopi ini bersama-sama

limbah cair saat dibuang ke badan air akan menyebabkan kerusakan

ekosistem dan air sungai tidak sesuai lagi dimanfaatkan untuk berbagai

keperluan. Meskipun demikian, sebagai limbah padat industri kopi,

kulit kopi yang mengandung bahan organik tinggi berpotensi untuk

dimanfaatkan kembali.

Komponen organik pada limbah padat kopi membantu menentukan

proses daur ulang (recycle) sebagai bahan dasar pakan ternak, kompos,

18
pupuk, briket, produksi biogas maupun alternatif pemanfaatan lainnya.

Rata-rata kandungan serat kasar pada kulit kopi maupun kulit tanduk

cukup tinggi demikian pula dengan kandungan C-organik memiliki

potensi dimanfaatkan sebagai kompos ataupun pupuk. Nilai kalori kulit

tanduk kopi adalah sebesar 4600 kkal/kg sedangkan pulpa kopi pada

kandungan air 5% memiliki nilai kalori 3300 kkal/kg (Adams dan

Dougan 1989) berpotensi sebagai sumber bahan bakar. Meskipun agak

sulit diterapkan pada pulpa kopi yang diperoleh dari pengolahan basah

karena masih mengandung kadar air bahan yang tinggi (84%).

2.3.3 Penanganan Limbah Cair

Upaya minimisasi air proses pengolahan kopi masih menghasilkan

limbah cair yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan.

Karakteristik limbah cair dalam bentuk suspensi komponen organik dan

anorganik yang kaya akan gula terfermentasi dan cairan kental dari

tahap pencucian lendir (mucilage). Tingginya nilai BOD dapat

mencapai 13.000 mg/l, COD mencapai 26.000 mg/l serta rendahnya

tingkat keasaman dari limbah cair hasil minimisasi air akan

menimbulkan beban pencemaran yang tinggi terhadap lingkungan.

Oleh karena itu dibutuhkan upaya penanganan yang sesuai untuk

diterapkan pada unit pengolahan kopi rakyat. Berdasarkan tahapan

pencegahan polusi, maka tahapan berikut yang dapat dilakukan adalah

upaya daur ulang atau penggunaan kembali limbah dan upaya

pengolahan limbah. Daur ulang limbah dapat dilakukan dengan

memperbaharui bahan baku yang masih dapat digunakan. Pengolahan

19
limbah dapat dilakukan melalui penerapan metode fisika, kimia maupun

biologi untuk mengurangi beban pencemaran dan mempermudah tahap

pembuangan akhir.

Upaya pemanfaatan limbah proses pengolahan kopi merupakan

pilihan potensial lain untuk mengontrol pencemaran. Beberapa pilihan

yang dapat dilakukan untuk menangani limbah cair adalah melakukan

pembuangan di lahan pertanian dengan limbah cair, aplikasi kolam

anaerobik, aerasi buatan, reaktor biogas dan pemanfaatan lahan

terancang untuk pembuangan limbah cair telah dicoba di berbagai

negara produsen kopi. Metode yang murah dan dapat membantu

menyuburkan tanah pernah dicobakan di Brazil dengan membuang

limbah cair di lahan dan memanfaatkannya langsung untuk mengairi

kopi. Limbah cair kopi pengolahan kopi yang memiliki pH rendah

(4,0), sebaiknya dinetralkan terlebih dahulu dengan penambahan batu

kapur (CaCO3 = 1g/L) hingga mencapai pH minimal 5,0 atau pH netral

(6,5 – 7,0).

2.3.4 Penanganan Limbah Padat

Limbah padat proses pengolahan basah kopi berupa kulit, daging

buah (pulp) dan kulit tanduk. Limbah padat akhirnya dapat

menimbulkan masalah kesehatan lingkungan dan estetika. Apabila

limbah tersebut tidak dimanfaatkan secara optimal dan ditumpuk di

sekitar lokasi pengolahan selama beberapa bulan, akan menimbulkan

bau busuk dan cairan yang mencemari lingkungan.

20
Upaya pemanfaatan limbah padat kopi telah dilakukan berpuluh-

puluh tahun yang lalu terutama pemanfaatan pulpa kopi menjadi pakan

ternak, asam cuka, biogas, ekstrak kafein, pektin, enzim pektat, protein,

dan kompos. Salah satu upaya untuk mendukung pertanian

berkelanjutan melalui perbaikan tanah adalah pemanfaatan secara

maksimal limbah proses produksi kopi. Limbah pulpa kopi memiliki

kadar bahan organik dan unsur hara yang memungkinkan untuk

memperbaiki tanah. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kadar C-

organik pulpa kopi adalah 45,3 %, kadar nitrogen 2,98 %, fosfor 0,18

%, dan kalium 2,26 %. Selain itu pulpa kopi juga 198 mengandung

unsur Ca, Mg, Mn, Fe, Cu, dan Zn. Pulpa kopi kaya akan serat,

karbohidrat, protein, mineral dan sejumlah pektin.

Produk lain yang menarik dimanfaatkan adalah lendir (mucilage)

yang terletak di antara daging buah dan kulit kopi dan merupakan 5%

berat kering dari buah kopi. Lendir terdiri atas lapisan kental 0,5 – 2

mm yang kuat melekat pada kulit buah. Lendir merupakan lapisan

koloid dan bersifat hidrogel (lyophilic). Lendir mengandung air, pektin,

gula, dan asam organik. Selama fase pematangan buah kopi, kalsium

pektat yang berada di tengah lamella dan protopektin dari dinding

selular dikonversi menjadi pektin. Transformasi atau proses hidrolisis

protopektin ini menyebabkan disintegrasi dari dinding sel,

meninggalkan plasma sel.

Lendir umumnya sulit untuk diperoleh karena mekanisme proses

pengupasan dan pencucian pada pengolahan basah. Lendir akan

21
terbawa bersama air dan akan terolah seterusnya melalui fermentasi.

Oleh karena itu apabila diinginkan substansi pektat, maka perlu

dilakukan daur ulang air atau menggunakan pulpa kopi sebagai bahan

baku.

alternative pemanfaatan limbah padat proses pengolahan basah

kopi rakyat adalah sebagai berikut :

1. Briket

Limbah padat kopi dapat dijadikan briket, terutama untuk

kulit kopi yang berasal dari pengolahan kering. Dari 1 kilogram

kulit kopi yang dihasilkan dalam proses pengolahan biji kopi dapat

dihasilkan 4 ons briket. Pengolahan itu dilakukan dengan

mengambil kulit kopi. Pada kulit kopi hasil pengolahan basah,

perlu dilakukan pengeringan terlebih dahulu. Selanjutnya, limbah

dijadikan arang dan kemudian dicetak. Briket dari limbah kopi itu

siap dipakai dalam bentuk cetakan bulat, sebesar buah kemiri. Cara

memanfaatkannya sama dengan briket batu bara.

2. Limbah kopi untuk pakan ternak

Daging buah kopi (pulpa) dapat dimanfaatkan sebagai

pakan ternak dengan konsentrasi maksimum 20% dan mampu

menghemat hingga 30% biaya pakan ternak. Komposisi pulpa kopi

mengandung protein 75-150 g/kg, lemak 20-70 g/kg dan

karbohidrat 210-320 g/kg (Rojas et al. 2003). Menurut Beltran et

al. (2011), pulpa kopi yang kaya akan pektin dan karbohidrat

terlarut berpotensi sebagai sumber campuran pakan ternak. Akan

22
tetapi kandungan faktor antinutrisi seperti kafein, polifenol dan

tannin membatasi campuran pulpa kopi tidak dapat melebihi 20%.

Bressani et al. (1972) menyatakan kandungan lignin, pentosa dan

heksosa yang tinggi pada kulit kopi membutuhkan penanganan

khusus. Pemanfaatan yang mungkin dan telah dikembangkan untuk

kulit kopi adalah sebagai sumber energi bagi proses pengeringan

kopi.

3. Biogas

Daging dan kulit buah kopi hasil proses pengupasan masih

mengandung gula yang cukup besar, sehingga potensial bagi

pembentukan biogas bersama-sama limbah cair proses pengolahan

basah. Menurut Calle (1955) diacu dalam Braham dan Bressani

(1979), 30 kg pulpa kopi yang dicampur dengan kotoran sapi

mampu menghasilkan 670 liter metan setelah 72 hari. Residu

proses ini juga kaya akan nitrogen dan sesuai digunakan sebagai

pupuk organik.

4. Kompos

Pulpa kopi hanya mengandung 1/5 nutrien yang berasal dari

tanah, dimana 4/5 nutrien terbawa oleh biji siap ekspor. Meskipun

demikian, daging buah kopi merupakan sumber yang baik untuk

humus dan karbon organik. Rathinavelu dan Graziosi (2005),

kompos merupakan sumber hara tanaman, bahan pembenah

kesuburan fisik dan biologi tanah. Kecepatan suatu bahan menjadi

kompos terutama dipengaruhi oleh C/N bahan. Semakin mendekati

23
C/N tanah, maka bahan akan lebih cepat menjadi kompos. Tanah

pertanian yang baik mengandung perbandingan unsur C dan N

yang seimbang. Keseimbangan yang baik ialah C/N = 10/12 atau C

: N = 10 : 12. Bahan-bahan organik yang memiliki C/N tinggi

harus dikomposkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Menurut

Baon et al. (2005), pulpa kopi menghasilkan kompos bermutu lebih

baik. Kandungan hara kompos pulpa kopi jauh lebih tinggi

dibandingkan kompos kulit kopi.

24
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Upaya minimisasi air proses pengolahan kopi masih menghasilkan limbah

cair yang dapat menimbulkan pencemaran lingkungan. Oleh karena itu

dibutuhkan upaya penanganan yang sesuai untuk diterapkan pada unit

pengolahan kopi rakyat. Yang dapat dilakukan adalah upaya daur ulang atau

penggunaan kembali limbah dan upaya pengolahan limbah. Daur ulang

limbah dapat dilakukan dengan memperbaharui bahan baku yang masih dapat

digunakan. Beberapa pilihan yang dapat dilakukan untuk menangani limbah

cair adalah melakukan pembuangan di lahan pertanian dengan limbah cair,

aplikasi kolam anaerobik, aerasi buatan, reaktor biogas dan pemanfaatan

lahan terancang untuk pembuangan limbah cair telah dicoba di berbagai

negara produsen kopi.

Limbah padat proses pengolahan basah kopi berupa kulit, daging buah

(pulp) dan kulit tanduk apabila tidak ditangani akan menimbulkan bau tidak

sedap dan menarik serangga dan lalat. Upaya pemanfaatan limbah padat kopi

telah dilakukan berpuluh-puluh tahun yang lalu terutama pemanfaatan pulpa

kopi menjadi pakan ternak, asam cuka, biogas, ekstrak kafein, pektin, enzim

pektat, protein, dan kompos. Salah satu upaya untuk mendukung pertanian

berkelanjutan melalui perbaikan tanah adalah pemanfaatan secara maksimal

limbah proses produksi kopi. Limbah pulpa kopi memiliki kadar bahan

organik dan unsur hara yang memungkinkan untuk memperbaiki tanah.

25

Anda mungkin juga menyukai