Anda di halaman 1dari 85

Gambar yang dijadikan sebagai sampul pada edisi

kali ini adalah visualisasi rumah sakit swasta tertua


di Indonesia, yakni Rumah Sakit PGI Cikini. Berdiri
pada 12 Januari 1898, kini RS PGI Cikini telah genap
berusia 116 tahun. Berlokasi di Jalan Raden Saleh
Nomor 40, Cikini, Jakarta Pusat, di atas tanah seluas
5,6 Ha, RS PGI Cikini menempati sebuah bangunan
bergaya gothic-moors yang dahulu adalah milik
seorang pelukis naturalis kenamaan Indonesia,
yakni Raden Saleh (Huis van Raden Saleh).

Cikal bakal RS PGI Cikini telah dimulai sejak 15


Maret 1895 saat Dominee Cornelis de Graaf yang
merupakan seorang misionaris Belanda beserta
sang isteri Adriana J. de Graaf Kooman mendirikan
Vereeniging Voor Ziekenverpleging In Indie atau
perkumpulan orang sakit di Indonesia. Lalu, balai
pengobatan sebagai wadah pelayanan kesehatan
berbagai golongan masyarakat tanpa memandang
kedudukan dan untuk semua suku, bangsa, serta
agama pun dibuka di Gang Pool (di dekat Istana
“Doeloe, Sachsen Coburg-Gotha, Ratu Victoria, Negara) pada 1 September 1895.
Johannes van den Bosch, dan Herman Willem
Daendels memesan lukisan emas dari pemilik Dominee dan Adriana lalu mencari dana untuk
istana gothic - moors ini” mengawali pekerjaan pelayanan kesehatan tersebut
hingga pada akhirnya mereka pun memperoleh
sumbangan senilai 100.000 gulden dari Ratu Emma yang merupakan Ratu negeri kincir angin saat itu. Dari sumbangan
tersebut, maka dibelilah istana megah milik Raden Saleh (Huis van Raden Saleh) pada Juni 1897 dan kegiatan pelayanan
kesehatan pun dialihkan ke gedung ini. Diketahui, Nirin Ninkeulen yang berasal dari Depok adalah pribumi pertama yang
bekerja sebagai tenaga medis di RS Ratu Emma tersebut. Kemudian, pada 1 Agustus 1913, nama Rumah Sakit Ratu Emma
diubah menjadi Rumah Sakit Tjikini.

Pada masa pendudukan Jepang, RS Cikini dijadikan sebagai Rumah Sakit Kaigun (Angkatan Laut Jepang). Lalu, pasca
pendudukan Jepang (Agustus 1945-Desember 1948), RS Tjikini dioperasikan oleh RAPWI (Rehabilitation of Allied Prisoners of
War and Internees) dan selanjutnya oleh Dienst van Volksgezondheld (DVG) sebagai Dinas Kesehatan Rakyat Hindia Belanda
hingga pada akhir 1948, RS Cikini dikembalikan pengelolaannya kepada pihak swasta dan dipimpin oleh R.F. Bozkelman.
Kemudian, pada tahun 1957, pengelolaan Stichting Medische Voorziening Koningen Emma Ziekenhuis Tjikini pun diserahkan
kepada DGI (Dewan Gereja-gereja di Indonesia) dengan Prof. Dr. Joedono sebagai pimpinan sementara hingga diangkatlah dr.
H. Sinaga sebagai direktur pribumi pertama RS Tjikini. Seiring dengan berjalannya waktu, Yayasan Stichting Medische
Voorziening Koningen Emma Ziekenhuis Tjikini diubah namanya menjadi Yayasan Rumah Sakit DGI Tjikini. Sehubungan
dengan penyempurnaan ejaan dalam Bahasa Indonesia, maka Yayasan RS DGI Tjikini diubah menjadi Yayasan Kesehatan PGI
Cikini pada 31 Maret 1989. Kini, Yayasan Kesehatan PGI Cikini membawahi Rumah Sakit PGI Cikini, Akademi Perawat RS PGI
Cikini (Akper Cikini), Pusat Pelatihan dan Pengembangan Sumber Daya Manusia RS PGI Cikini (PPSDM), dan Balai Kesehatan
Masyarakat di Tanjung Barat.

Lambat laun, RS PGI Cikini dikenal khususnya pada bidang pelayanan medis ginjal. Adapun Unit Penyakit Dalam Ginjal dan
Hipertensi (PDGH) dirintis oleh alm. Prof. R.P. Sidabutar dan tim medis tersebut merupakan penyelenggara transplantasi ginjal
pertama di Indonesia. Kini, sebagian besar transplantasi ginjal di Indonesia dilakukan di RS Cikini oleh tim PDGH dan Urologi.
Terkait dengan keunggulan tersebut, RS PGI Cikini telah menciptakan gelar MURI (Museum Rekor Indonesia) sebagai rumah
sakit penyelenggara transplantasi ginjal dengan pasien hidup yang paling lama. Selain pelayanan medis ginjal, RS PGI Cikini
juga menyediakan pelayanan neurologi, medical check up, catheterisasi laboratorium, IGD/emergency, rawat jalan, rawat
inap, rawat intensif, bedah/ operasi, farmasi, radiologi, laboratoratorium kesehatan, diagnostik lain, fasilitas umum, dan juga
rumah duka. Berdasarkan visi “Pelayanan Kesehatan Holistik dengan Sentuhan Kasih”, RS PGI Cikini terus berupaya dalam
rangka memberikan pelayanan yang terbaik bagi pasien/masyarakat dengan berasaskan kemanusiaan yang berdasarkan
Ketuhanan YME sebagai wujud jawaban dan kesaksian iman dalam rangka pembangunan dan peningkatan derajat kesehatan
yang optimal.
Sumber: Tropical Museum Amsterdam (http://www.amsterdammuseum.nl), “100 Tahun RS PGI Cikini, dengan Sentuhan Kasih” buah kary a
Dr. Poltak Hutagalung, Amir L. Sirait, & Moxa Nadeak. Gambar merupakan buah karya: Charls, Van Es, & Co.NV.

Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia Volume 3 Nomor 2 Februari 2017


e-ISSN 1446008136 ISSN 2406 9108

Penanggung Jawab Umum


Dr. Ede Surya Darmawan, SKM, MDM
CHAMPS
(Center for Health Administration and Policy Studies) FKM UI

Dewan Redaksi
Ketua Dewan Redaksi
Prof. Amal Chalik Sjaaf, SKM, Dr.PH
Universitas Indonesia

Wakil Dewan Redaksi


Dr. Adib A. Yahya, MARS
PERMAPKIN
(Perhimpunan Manajer Pelayanan Kesehatan Indonesia)

Anggota Dewan Redaksi


Jurnal ARSI Prof. Dr. dr. Adik Wibowo, MPH
Universitas Indonesia
(Administrasi Rumah Dr. Supriyantoro, Sp.P, MARS
Sakit Indonesia) merupa- Prof. Tjandra Yoga Aditama, Sp.P(K), DTM&H, MARS. DCTE
Badan Penelitian & Pengembangan Kesehatan
kan jurnal ilmiah yang menyajikan artikel
orisinal tentang pengetahuan dan Dr. dr. Anwar Santoso, Sp.JP(K)
ARSPI
informasi riset tentang pengembangan Asosiasi Rumah Sakit Pendidikan Indonesia
terkini di bidang kesehatan, khususnya
terkait dengan isu mengenai administrasi Dr. Widodo J. Pudjiraharjo, MS, MPH, Dr.PH
Universitas Airlangga
rumah sakit. Jurnal ini diterbitkan 3 kali (3
nomor) dalam 1 tahun (1 volume). Adapun Dr. Syahrir A. Pasinringi, MS
artikel atau naskah ilmiah yang dimuat Universitas Hasanuddin
dalam Jurnal ARSI mencakup ranah Dr. Suprijanto Rijadi, MPA, Ph.D
penelitian, studi kasus, atau konseptual PERMAPKIN
yang masing-masing mengusung pilar Perhimpunan Manajer Pelayanan Kesehatan Indonesia
corporate governance, clinical governance,
atau keduanya (bridging).
Redaktur Pelaksana
Penerbit: Vetty Yulianty Permanasari, S.Si, MPH
Pusat Kajian Administrasi Kebijakan Kesehatan drg. Masyitoh, MARS
(AKK) FKM UI& Perhimpunan Manajer Pelayanan
Kesehatan Indonesia (PERMAPKIN) Puput Oktamianti, SKM, MM

Alamat Redaksi:
Gedung G Lt. 3 R. 312
FKM UI Depok 16424
Tlp. 021-80736060
Sekretaris Redaksi
Fax. 021-7867370 Anita P. Lubis, SKM
Hp. 085211003451
E-mail: jurnalarsi@gmail.com

Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia Volume 3 Nomor 2 Februari 2017


e-ISSN 1446008136 ISSN 2406 9108

1. Jurnal ini memuat naskah dalam bidang ilmu Administrasi Rumah Sakit. Contoh bentuk referensi:

2. Naskah yang diajukan dapat berupa artikel penelitian, artikel telaahan, dan Artikel Jurnal Penulis Individu:
makalah kebijakan yang belum pernah dipublikasikan.
Zainuddin AA. Kebijakan Pengelolaan Kualitas Udara Terkait Transportasi di Provinsi DKI
3. Komponen artikel penelitian, yaitu: Jakarta. Kesmas Jurnal Kesehatan Masyarakat Nasional. 2010; 4 (6): 281-8.

Artikel Jurnal Penulis Organisasi:


 Judul ditulis maksimal 15 patah kata
Diabetes Prevention Program Reaserch Group. Hypertension, Insulin, & Proinsulin in Partici-

 Identitas penulis ditulis di bawah judul terdiri dari nama, alamat korespodensi,
pants with Impaired Glucose Tolerance. Hypertension. 2002: 40 (5): 679-86

nomor telepon, dan email Buku yang Ditulis Individu:

Murray PR, Rosenthal KS, Kobayashi GS, Pfaller MA. Medical Microbiology. 4th ed. St. Louis:
 Abstrak ditulis dalam bahasa Indonesia dan bahasa Inggris maksimal 200 kata, Mosby; 2002.
dalam satu alinea mencakup masalah, tujuan, metode, hasil, disertai dengan 3-5
Buku yang Ditulis Organisasi dan Penerbit:
kata kunci.
Royal Adelaide Hospital; University of Adelaide, Department of Clinical Nursing. Compendium
 Pendahuluan berisi latar belakang, tinjauan pustaka secara singkat dan relevan of Nursing Research & Practice Development, 1999-2000. Adelaide (Australia): Adelaide
University; 2001.
serta tujuan penelitian
Bab dalam Buku:
 Metode meliputi desain, populasi, sampel, sumber data, teknik atau instrumen
Derrida, J. (1979) “Living on Border Lines,” trans. J.Hulbert, in Deconstruction & Criticism, New
pengumpul data, dan prsedur analisis data. York: Continuum, pp. 75–176.

 Hasil adalah temuan penelitian yang disajikan tanpa pendapat. Materi Hukum atau Peraturan:

UU No. 32 Tahun 2004 tentang Pemerintahan Daerah (Lembaran Negara Republik


 Pembahasan menguraikan secara tepat dan juga argumentatif hasil penelitian Indonesia Tahun 2004 Nomor 125, Tambahan Lembaran Negara Republik
dengan teori dan temuan terdahulu yang relevan. Indonesia Nomor 4437) sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang
Nomor 12 Tahun 2008 tentang Perubahan Kedua Atas UU No. 32 Tahun 2004

 Tabel diketik 1 spasi dan diberi nomor urut sesuao dengan penampilan dalam
tentang Pemerintahan Daerah (Perda) (Lembaran Negara Republik Indonesia
Tahun 2008 No. 59, Tambahan Lembaran Negara Republik Indonesia Nomor
teks. Jumlah maksimal 6 tabel dan atau gambar dengan judul singkat. 4844).

 Kesimpulan dan saran menjawab masalah penelitian dengan tidak melampaui CD-ROM:
kapasitas temuan. Saran mengacu pada tujuan dan kesimpulan dibuat dengan LeBlanc, Susan, and Cameron MacKeen. "Racism and the Landfill." The Chronicle-Herald 7
berbentuk narasi, logis, dan tepat guna. Mar. 1992: B1. CD-ROM. SIRS 1993 Ethnic Groups. Vol. 4. Art. 42.

4. Rujukan sesuai aturan Harvard dengan urut sesuai dengan pemunculan dalam Artikel Jurnal di Internet:
keseluruhan teks, dibatasi 25 rujukan dan diutamkan rujukan jurnal terkini.. Nielsen, Laura Beth. "Subtle, Pervasive, Harmful: Racist and Sexist Remarks in Public as Hate
Speech." Journal of Social Issues 58.2 (2002): 265.
5. Naskah masksimal 20 halaman A4 spasi ganda, ditulis dengan menggunakan
program computer Microsoft Word dan PDF. Dikirm via email ke alamat Buku di Internet:
jurnalarsi@gmail.com, CD/unggah melalui web www.champs.fkm.ui.ac.id/
Foley KM, Gelband H, Editors. Improving Palliative Care For Cancer [Monograph on The
content/manuscript. internet]. Washington: National Academy Press; 2001 [cited 2002 Jul 9]. Available from:
<http://www.nlm.nih.gov/medlineplus/encyclopedia.html>.
6. Hardcopy naskah dikirim melalui pos disertai dengan surat pengantar yang
ditandatangani penulis dan akan dikembalikan jika ada permintaan secara Ensiklopedia di Internet:
tertulis.
Duiker, William J. "Ho Chi Minh." Encarta Online Encyclopedia. 2005. Microsoft.
7. Naskah dikirim kepada : Redaksi Jurnal ARSI (Administrasi Rumah Sakit 10 Oct. 2005. <http://encarta.msn.com/encyclopedia_761558397/
Ho_Chi_Minh.html>.
Indonesia) Gedung G Lt.3 R.312 FKM UI Depok 16424, Tlp.021-80736060
Fax.021-7867370, Hp.085211003451. Situs Internet:

8. Substansi naskah terdiri dari 5% abstrak, 10%pendahuluan, 15% tinjauan Gearan, Anne. "Justice Dept: Gun Rights Protected." Washington Post. 8 May 2002.
teoritis, 10% metodologi penelitian, 35% hasil dan pembahasan, 25% SIRS. Iona Catholic Secondary School, Mississauga, ON. 23 Apr. 2004 <http://
www.sirs.com>.
kesimpulan dan saran terhitung dari jumlah halaman naskah.

Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia Volume 3 Nomor 2 Februari 2017


e-ISSN 1446008136 ISSN 2406 9108

Jurnal arsi
(Administrasi rumah sakit Indonesia)

Daftar Isi
Artikel Hubungan Fungsi Supervisi dengan Kepatuhan Perawat Menjalankan SOP Identifikasi
Pasien Di RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2015 ……………. ………… 78
Fitrirachmawati

Analisis Formularium RSUD Cimacan Tahun 2017...…………………..……………………... 88


Juliana Aritonang

Analisis Tatakelola Sasaran Keselamatan Pasien Pada Alur Pelayanan Penyakit Sepsis
Di Rumah Sakit Tebet 2015 …………....…………………………………………………… 100
Rianayanti Asmira Rasam

Audit Implementasi Clinical Pathway Diare Akut di Rumah Sakit Anak dan Bunda Hara-
pan Kita Tahun 2016 ………………………………………………………………….……. 114
Desy Rachma Sari

Kajian Implementasi Mutu dengan Pendekatan Integrasi Six Sigma dan TQM Melalui
Penilaian Malcolm Baldridge di Rumah Sakit Charitas Palembang …….………….………. 127
Jessihana Morgan Manurung

Percepatan Pemulangan Pasien Rawat Inap dengan Konsep Lean di Rumah Sakit
Masmitra ………………………..……………….……………………………...……………… 139
Alamsyah

Perlukah Keselamatan Pasien Menjadi Indikator Kinerja RS BLU? …..…………………… 150


Masyitoh Basabih

Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia Volume 3 Nomor 2 Februari 2017


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 1 Nomor 3

Hubungan Fungsi Supervisi dengan Kepatuhan Perawat Menjalankan SOP


Identifikasi Pasien Di RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang
Tahun 2015

Relationship of Supervision Functions with Nursing Compliance Sun Identification SOP in


RSUP Dr Mohammad Hoesin Palembang Year 2015

Fitrirachmawati
Program Pasca Sarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit Indonesia
Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

*Email: fitrirachmawati_rsmh@yahoo.com

ABSTRAK

Supervisi adalah suatu bentuk pengawasan yang bertujuan untuk meningkatkan kinerja petugas melalui proses
yang sistematis meliputi pemberian motivasi, komunikasi dan bimbingan. Penelitian ini menggunakan desain
observasional dengan pendekatan cross sectional dengan menggunakan stratified simple random sampling. Tujuan
penelitian ini adalah untuk mengetahui hubungan antara fungsi supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan
perawat pelaksana dalam melakukan SOP identifikasi pasien Hasil penelitian mempergunakan uji Chi Square
membuktikan ada hubungan yang bermakna antara motivasi, komunikasi dan bimbingan dengan kepatuhan
perawat pelaksana menjalankan SOP identifikasi pasien. (p value < α). Kesimpulan dari penelitian ini, adalah
fungsi supervisi kepala ruangan mempunyai peran yang cukup bermakna untuk meningkatkan kepatuhan perawat
dalam melakukan identifikasi pasien sesuai dengan SOP.

Kata kunci: fungsi supervisi, identifikasi pasien, kepatuhan perawat, SOP.

ABSTRACT

Supervision is a form supervisory that aim to improve the staf performance through a systematic process in the
provision of motivation, communication and guidance. This study used an observational design with cross
sectional approach using stratified random sampling. The purpose of this study was to determine the relationship
between the function of head room supervision with the compliance of nurses in performing SOP patient
identification. The result of this research using Chi Square test to prove there is a significant correlation between
motivation, communication and guidance to compliance of nurses in implementating SOP of patient identification
(p value < α). The conclusion of this study is that the functions of the supervision of head room had a substantial
role to improve the nurse complaince in conducting the patient identification based on the SOP.

Keywords: the function of supervision, identification of patient, nurse compliance, SOP.

PENDAHULUAN pelayanan kesehatan. Pelayanan kesehatan


tersebut diberikan sesuai dengan pelayanan standar,
Berlakunya Sistem Jaminan Kesehatan telah membuka baik mutu maupun jenis pelayanannya. Ini juga
akses pelayanan kesehatan bagi seluruh masyarakat dipertegas UU No. 44/ 2009 pasal 32d yang
Indonesia untuk mendapatkan pelayanan kesehatan menyatakan setiap pasien mempunyai hak
yang bernutu. Hal ini sejalan dengan Undang–Undang memperoleh layanan kesehatan yang bermutu sesuai
Nomor 40 tahun 2004 bahwa setiap masyarakat dengan standar profesi dan standar prosedur
Indonesia mempunyai hak-hak untuk mendapatkan operasional. Pengawasan dari pemerintah melalui

Jurnal ARSI/Oktober 2016 1


Jurnal ARSI/Februari 2017 78
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

program akreditasi juga menuntut rumah sakit untuk merupakan masalah yang serius dan perlu
berbenah memperbaiki mutu layanan yang diberikan mendapatkan perhatian. Masih adanya budaya
kepada masyarakat. Selain itu pelayanan kesehatan meyalahkan (Blaming Cultur, menyebabkan data
yang berfokus pada pasien (patient centre) dan kelalaian dalam mengidentifikasi pasien sulit
keselamatan pasien (patient savety) mengindikasikan didapat.
bahwa pelayanan yang bermutu menjadi hal yang
mutlak harus dilakukan. Penelitian ini dilakukan diruang perawatan kelas III
dengan mempertimbangkan bahwa ruang rawat inap
Standar yang jelas dan kepatuhan terhadap standar kelas III mempunyai risiko yang cukup besar untuk
operasional prosedur dalam melakukan suatu tindakan terjadinya risiko cidera.
merupakan salah satu faktor yang dapat memutus mata
rantai terjadinya risiko cidera dalam memberikan Penelitian ini bertujuan untuk melihat hubungan antara
pelayanan kesehatan. Prosedur yang jelas dapat menjadi supervisi yang dilihat dari kegiatan memotivasi,
panduan dalam melakukan suatu tindakan sehingga komunikasi dan bimbingan dengan kepatuhan perawat
risiko cidera dapat dicegah. melaksanakan SOP Identifikasi pasien.

Salah satu prosedur yang sangat penting dan harus TINJAUAN PUSTAKA
dilakukan oleh perawat sebelum memberikan
pelayanan atau melakukan suatu tindakan adalah Kepatuhan adalah merupakan suatu perubahan
melakukan identifikasi pasien. Hal ini dikarenakan perilaku dari perilaku yang tidak mentaati peraturan ke
berhubungan dengan keselamatan pasien. Kesalahan perilaku yang mentaati peraturan (Lawrence Green
karena kelalaian atau kekeliruan dalam dalam Notoatmodjo, 2007). Kepatuhan dapat
mengidentifikasi pasien dapat menimbulkan hal yang mempengaruhi kinerja seseorang. Ketidakpatuhan
fatal karena dapat mengancam nyawa. Kesadaran akan perawat dalam melakukan identifikasi sebelum
pentingnya melakukan identifikasi pasien pada setiap memberikan asuhan keperawatan akan mengancam
sebelum melakukan tindakan keperawatan perlu keselamatan pasien. Adanya ancaman terhadap
ditanamkan pada diri perawat bahkan dijadikan budaya keselamatan pasien menandakan mutu layanan yang
dalam bekerja. diberikan masih rendah.

Supervisi merupakan salah satu fungsi dari seorang Menurut Gibson (1987) yang dikutip oleh Ilyas, 2012,
pemimpin dalam usaha untuk menjaga mutu faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku seseorang
pelayanan dan keselamatan pasien diarea tugasnya. terbagi menjadi 3 yaitu faktor individu yang terdiri dari
Diruang rawat kegiatan supervisi dilakukan oleh kepala kemampuan dan keterampilan, latar belakang dan
ruangan. Kepala ruangan sebagai orang yang diberikan demografis yang mencakup usia, etnis, jenis kelamin,
tanggung jawab untuk mengelola pelayanan disuatu faktor organisasi yang terdiri dari sumber daya manusia,
ruang rawat mempunyai andil yang cukup besar untuk kepemimpinan, imbalan, struktur organisasi, design
meningkatkan kepatuhan perawat dalam melakukan pekerjaan dan faktor psikologi terdiri dari sikap,
identifikasi pasien melalui kegiatan motivasi, persepsi, kepribadian, belajar, dan motivasi. Pendapat
komunikasi dan bimbingan. Ilyas, (2012), lainnya tentang faktor yang mempengaruhi kepatuhan
mendefinisikan supervisi sebagai suatu proses yang dikemukakan oleh Smet (1994) ada beberapa faktor
memacu anggota unit kerja untuk berkontribusi secara yang berhubungan dengan ketidaktaatan antara lain
positif agar tujuan organisasi tercapai. yaitu komunikasi, pengetahuan dan fasilitas kesehatan.
Notoatmojo (2007) menyatakan bahwa pendidikan,
Hasil studi pendahuluan diketahui bahwa fungsi usia dan motivasi dapat mempengaruhi kepatuhan.
supervisi baru terlaksana 53%, tingkat kepatuhan
perawat dalam melakukan identifikasi pasien baru Usia merupakan faktor yang mempengaruhi kinerja
berjalan 71% dari 100% yang menjadi standar rumah seseorang. Semakin lanjut usia maka kepuasan kerja
sakit. Kejadian sentinel yang disebabkan karena akan meningkat hal ini dikarenakan semakin dewasa
kelalaian identifikasi pasien sebelum memberikan obat dan matang dalam bersikap, bertindak, serta kemampuan
intravena sehingga menyebabkan kematian untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan pekerjaan

Jurnal ARSI/Februari 2017 79


Fitrirachmawati, Hubungan Fungsi Supervisi dengan Kepatuhan Perawat Menjalankan SOP Identifikasi Pasien Di RSUP Dr Mohammad
Jurnal Administrasi Rumah Sakit VolumeTahun
Hoesin Palembang 3 Nomor 2
2015

lebih mudah. Seseorang yang kehilangan kepuasan keperawatan akan sulit diketahui karena untuk
dalam bekerja akan menurunkan motivasi dalam mengetahui permasalahan yang ada diruangan tidak
bekerja. Seseorang yang tidak mempunyai motivasi cukup hanya diperoleh dari informasi perawat
dalam bekerja akan sulit untuk diajak bekerja sama pelaksana tapi perlu adanya supervisi.
dalam mencapai tujuan organisasi
Dalam keperawatan supervisi mempunyai pengertian
Jenis Kelamin Perempuan mempunyai rasa peka dan yang sangat luas, yaitu meliputi segala bantuan dari
kepedulian yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki, pemimpin/ penanggung jawab kepada perawat yang
terutama dalam memberikan pelayanan keperawatan ditujukan untuk perkembangan para perawat dan staf
kepada pasien, sehingga perawat perempuan lebih lainnya dalam mencapai tujuan asuhan keperawatan.
mudah untuk mentaati peraturan- peraturan yang Kegiatan supervisi semacam ini merupakan dorongan,
ditetapkan. bimbingan dan kesempatan bagi pertumbuhan dan
perkembangan keahlian dan kecakapan para perawat
Masa kerja merupakan faktor yang dapat mempengaruhi (Suyanto, 2008). Marquis & Houston (2010)
motivasi seseorang dalam bekerja. Masa kerja mendefinisikan supervisi sebagai “suatu aktivitas
berhubungan dengan pengalaman kerja. Pengalaman pembinaan yang direncanakan untuk membantu
kerja akan mempengaruhi seseorang dalam berinteraksi tenaga keperawatan dalam melakukan pekerjaan secara
dalam pekerjaan yang dilaksanakannya. Semakin lama efektif.”
masa kerja seseorang semakin banyak pula pengalaman
kerja yang diperoleh dan semakin banyak hal-hal yang Pembinaan atau supervisi juga mempunyai tujuan
diketahui tentang apa yang seharusnya mereka kerjakan untuk memotivasi petugas dan mengendalikan suatu
ataupun yangtidak semestinya mereka kerjakan. kegiatan agar sesuai dengan standar yang telah
ditetapkan sehingga kesalahan dan kelalaian dalam
Tingkat pendidikan diasumsikan mempunyai bekerja dapat berkurang bahkan dihindari.
pengaruh dalam meningkatkan kinerja. Tingkat
pendidikan yang lebih tinggi akan lebih mudah Kegiatan-kegiatan supervisi menurut Arwani, (2006)
termotivasi karena telah memiliki pengetahuan yang yang dikutip oleh Etlidawati, (2012), adalah kegiatan-
lebih luas dibandingkan yang berpendidikan rendah. kegiatan yang terencana seorang manajer melalui
Pendidikan dan keterampilan yang dimiliki dapat aktivitas bimbingan, pengarahan, observasi, motivasi
membantu individu dalam mengambil suatu dan evaluasi pada stafnya dalam melaksanakan
keputusan. kegiatan atau tugas sehari-hari. Menurut Smet (1994)
Komunikasi merupakan salah satu fungsi pokok dalam
Supervisi merupakan bagian dari fungsi pengarahan manajemen yang dapat mendukung pelaksanaan supervisi
dan pengawasan dalam manajemen. Supervisi dengan baik.
mempunyai peran yang penting dalam organisasi guna
meningkatkan kinerja. Sejalan dengan yang Motivasi adalah proses-proses psikologi meminta
dikemukakan oleh Ilyas, (2012) bahwa dinegara- mengarahkan, arahan dan juga menetapkan tindakan
negara berkembang khususnya Indonesia masih sukarela yang mengarah pada tujuan (Kreitner &
memerlukan supervisi untuk meningkatkan kinerja Kinicki, 2005). Menurut Stoner dan Freeman, (1995),
individu. Hal ini dimungkinkan masih rendahnya yang dikutip oleh Nursalam, (2007) bahwa “memotivasi
kesadaran akan fungsi dan tanggung jawab tenaga kerja adalah proses manajemen untuk mempengaruhi tingkah
di Indonesia terhadap pekerjaannya. laku manusia berdasarkan pengetahuan mengenai “apa
yang membuat orang bergerak”. Dalam keperawatan
Dalam manajemen keperawatan, supervisi merupakan kepala ruangan merupakan motivator staf keperawatan,
bagian dari fungsi kepemimpinan yang dimana mempunyai peranan yang cukup berarti dalam
pelaksanaannya menjadi tanggung jawab pemimpin. hal membangkitkan motivasi kerja. Seorang kepala
Melalui supervisi seorang pemimpin dapat ruangan harus mengetahui dan mempertimbangkan
mengetahui apakah penyelesaian tugas yang dilakukan karakteristik stafnya dan berusaha untuk memberikan
oleh stafnya sudah sesuai dengan tujuan dan standar. tugas sebagai strategi dalam memotivasi stafnya.
Tanpa melakukan supervise, maka mutu asuhan

Jurnal ARSI/Februari 2017 80


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Komunikasi merupakan proses manusiawi yang METODOLOGI PENELITIAN


melibatkan hubungan interpersonal (Swanburg, 2000).
Selanjutnya swanburg menyatakan bahwa 80% dari Penelitian ini merupakan penelitian observasional
waktu para manajer tahap atas dipergunakan untuk dengan desain studi crossectional. Variabel
komunikasi, 16 persen membaca, 9 persen menulis, 30 independent yang diteliti adalah kepatuhan perawat
% berbicara dan 45 persen mendengarkan. Dalam pelaksana menjalankan SOP identifikasi pasien dan
keperawatan, fungsi komunikasi kepala ruangan adalah variabel dependent adalah supervisi melalui kegiatan
bagaimana kemampuan kepala ruangan dalam memotivasi, komunikasi dan bimbingan. Penelitian ini
membina komunikasi kebawah dan komunikasi dilakukan di rumah sakit dr. Mohammad Hoesin
keatas, sehingga informasi tersampaikan dengan baik. Palembang di ruang rawat kelas III. Populasi penelitian
ini adalah seluruh perawat pelaksana di ruang rawat
Wibowo, (2014) menyatakan bimbingan merupakan kelas III dnegan jumlah sampel 105 perawat pelaksana.
suatu proses interaktif yang bertujuan untuk Tekhnik pengambilan sampel yang digunakan adalah
menyelesaikan persoalan kinerja atau Stratified simple random sampling. Tekhnik ini
mengembangkan kemampuan staf melalui manajer digunakan dikarenakan jumlah sampel disetiap ruang
dan supervisor. Wibowo, (2014), menyatakan bahwa rawat tidak semuanya sama
manfaat dari memberikan bimbingan adalah dapat
mengatasi masalah, membangun keterampilan staf, Data yang akan diolah dalam penelitian ini berasal dari data
meningkatkan produktivitas, menyiapkan bawahan primer dan sekunder. Data Primer didapat dari hasil
yang dapat dipromosikan, memperbaiki ikatan, kuesioner yang disebarkan kepada subjek penelitian
memperkuat budaya kerja yang positif. Dalam sedangkan data sekunder didapat dari Bidang Perawatan,
pelayanan keperawatan bimbingan sangat diperlukan , Instalasi SDM dan Komite Mutu..
hal ini dikarenakan ilmu keperawatan berkaitan erat
dengan keselamatan pasien, dimana dalam melakukan Untuk mengukur variabel-variabel dalam penelitian ini
asuhan keperawatan bila tidak didasarkan dengan digunakan kuesioner, yang diukur dengan menggunakan
standar yang benar maka akan menimbulkan cidera skala likert, dengan menggunakan empat kriteria, yang
bahkan mengancam nyawa baik bagi pasien atau bagi terbagi dalam pernyataan positif dan negatif. Pernyataan
dirinya sendiri. positif disimbolkan dengan angka 1 – 4, dimana 4 =
selalu, 3 = sering, 2 = jarang, 1 = tidak pernah. Pernyatan
UU Keperawatan no. 36 tahun 2014 tentang tenaga negatif juga disimbolkan dengan angka 1 – 4, dimana 4
kesehatan mendefinisikan Standar Operasional Prosedur = tidak pernah, 3 = jarang, 2 = sering, 1 = selalu.
adalah sebagai satu perangkat instruksi atau langkah Sebelum kuesioner digunakan terlebih dahulu
kegiatan yang dibakukan untuk menyelesaikan dilakukan uji coba validitas dengan menggunakan
proses kerja rutin tertentu dengan memberikan langkah rumus Pearson Product Moment dan reabilitas dengan
yang benar dan terbaik berdasarkan konsesnsus bersama menggunakan tekhnik Alpha-Cronbach’s.
untuk melaksanakan berbagai kegiatan dan fungsi
pelayanan yang dibuat oleh fasilitas pelayanan Data selanjutnya dianalisis secara univariat dan bivariat.
kesehatan berdasarkan standar profesi. Secara umum Analisis univariat bertujuan untuk memberikan
fungsi SOP antara lain adalah untuk memperlancar gambaran deskriptif masing-masing variabel. Analisis
tugas petugas/pegawai atau tim/unit kerja, sebagai dasar bivariat bertujuan dari analisis bivariat adalah untuk
hukum bila terjadi penyimpangan, mengetahui dengan melihat hubungan antara variabel-variabel independent
jelas hambatan-hambatannya dan mudah dilacak, dan dependent yang diteliti. Untuk menganalisa
mengarahkan petugas/pegawai untuk sama-sama hipotesa korelasi maka uji yang digunakan adalah uji chi
disiplin dalam melaksanakan setiap asuhan square. Sebelum dilakukan uji hipotesa data terlebih
keperawatan berdasarkan standar. dahulu dilakukan uji normalitas data dengan
menggunakan uji kolmogorof sminorv untuk
menentukan cara perhitungan yang dapat digunakan.

Jurnal ARSI/Februari 2017 81


Fitrirachmawati, Hubungan Fungsi Supervisi dengan Kepatuhan Perawat Menjalankan SOP Identifikasi Pasien Di RSUP Dr Mohammad
Jurnal Administrasi Rumah Sakit VolumeTahun
Hoesin Palembang 3 Nomor 2
2015

HASIL DAN PEMBAHASAN Kepatuhan Perawat Pelaksana

Analisis Univariat Gambaran kepatuhan perawat pelaksana dalam


melakukan identifikasi pasien sesuai SPO.
Karakteristik Responden Berdasarkan tabel 3 sebagian besar perawat pelaksana
(65,7%) patuh dalam melakukan identifikasi pasien
Karakteristik responden dalam penelitian ini meliputi sebelum melakukan tindakan keperawatan.
usia, jenis kelamin, pendidikan dan masa kerja. Hasil
analisis dapat dilihat pada tabel 1. Analisis Bivarait

Dari table 1 tergambar bahwa dari 105 responden Hubungan antara variabel dependent dan independent
sebagian besar berusia > 29 th sebanyak 64 orang ditampilkan dalam tabel 4. Diketahui bahwa hanya
(61%), ,dengan usia termuda adalah 20 tahun dan yang variabel motivasi, komunikasi dan bimbingan yang
paling tua adalah 54 tahun. Usia rata – rata adalah 30,5 mempunyai hubungan yang bermakna dengan
tahun, median 29 tahun dan usia terbanyak adalah usia kepatuhan perawat melaksanakan SOP identifikasi
30 tahun. Dari hasil confidence interval (CI) dapat pasien, dengan p value < α 0,05.
disimpulkan bahwa 95% diyakini rata-rata usia
responden adalah diantara 29,19 s/d 31,86 Diskusi Hasil Penelitian

Berdasarkan jenis kelamin, sebagaian besar perawat Hubungan Usia dengan Kepatuhan Perawat
pelaksana yaitu 91 orang (86,7%) adalah perempuan. Pelaksana dalam Melaksanakan SOP Identifikasi
Dilihat dari analisis pendidikan didapatkan distribusi Pasien
pendidikan, sebagain besar perawat pelaksana
(responden) yaitu 83 orang (79%) mempunyai Dari hasil penelitian diketahui bahwa perawat yang
pendidikan terakhir D3 keperawatan (vokasi). patuh menjalankan SOP identifikasi pasien lebih
banyak pada usia rata- rata > 29 tahun. Uji Chi-Square
Berdasarkan distribusi masa kerja, tergambar bahwa didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara usia
sebagian besar perawat pelaksana mempunyai masa dengan kepatuhan menjalankan SOP Identifikasi
kerja yang lama sebanyak 58 orang (55,2%). Dengan pasien dengan r 1,00, dimana p value > α (0.05)
masa kerja terendah adalah 1 tahun dan tertinggi adalah Menurut Dessler (2004) dalam Parmin, (2009) bahwa
34 tahun. Masa kerja rata–rata adalah 7,3 tahun, median umur produktif seseorang dalam bekerja adalah usia 25
5 tahun dengan standar deviasi 7,147. Masa kerja yang – 40 tahun, dikarenakan pada usia tersebut merupakan
terbanyak adalah 3 tahun.. Berdasarkan confidence awal individu berkarier. Pada awal karier biasanya
interval (CI) disimpulkan bahwa 95% responden seseorang mempunyai motivasi dan idealisme yang
mempunyai masa kerja antara 5,91 s/d 8,68. tinggi dibandingkan tenaga kerja yang telah berusia 40
tahun keatas. Ini juga diperkuat oleh Robbins (2006)
Supervisi dalam Anugrahini, C (2010) yang mengemukakan
Variabel supervisi yang dianalisa terdiri dari motivasi, bahwa usia 20 – 40 tahun merupakan perkembangan
komunikasi dan bimbingan. Hasil analisis ditampilkan puncak kondisi fisik dalam mengaplikasikan ilmu
dalam tabel 2. pengetahuan dan keterampilan yang dimilikinya. Jadi
dapat disimpulkan bahwa idealnya tingkat kepatuhan
Berdasarkan uji statistik univariat fungsi supervisi yang perawat dalam menerapkan SOP sebelum melakukan
dilakukan kepala ruangan melalui kegiatan pemberian identifikasi pasien lebih tinggi diusia muda dikarenakan
motivasi, komunikasi dan bimbingan menurut persepsi pada usia tersebut perawat lebih idealis dan mempunyai
perawat pelaksana sebagain besar sudah dilakukan motivasi yang tinggi dalam bekerja. Seseorang yang
dengan baik. mempunyai motivasi yang tinggi akan lebih mudah
diajak untuk bekerja sesuai dengan aturan atau standar.

Jurnal ARSI/Februari 2017 82


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Berdasarkan uji statistik penelitian ini sejalan dengan berdasarkan kemampuan skillnya saja tapi juga mampu
penelitian yang dilakukan oleh Virawan, Koen. M, untuk menganalisa apa saja yang akan ditimbulkan bila
(2012) yang menyatakan bahwa faktor umur tidak ada “suatu tindakan” dikerjakan atau tidak dikerjakan.
hubungannya dengan kepatuhan dalam pelaksanaan
benar dalam menurunkan kasus kejadian yang tidak Hasil penelitian melalui uji Chi Square menyatakan
diharapkan dan kejadian nyaris cidera. bahwa tidak terdapat hubungan antara pendidikan
dengan kepatuhan, dimana p value (0,316 > α ( 0,05).
Hubungan Jenis Kelamin dengan Kepatuhan Perawat Hasil penelitian ini sejalan dengan penelitian yang
Pelaksana dalam Melaksanakan SOP Identifikasi dilakukan oleh Natasia Nazvia, et al, (2014), yang
Pasien menyatakan tidak ada hubungan antara tingkat
pendidikan dengan kepatuhan.
Dari hasil penelitian diketahui bahwa perawat yang
patuh menjalankan SOP identifikasi pasien sebagian Hubungan Masa Kerja dengan Kepatuhan Perawat
besar adalah perempuan. Hal ini dimungkinkan pada Pelaksana dalam Melaksanakan SOP Identifikasi
umumnya perempuan mempunyai rasa peka dan Pasien
kepedulian yang lebih tinggi dibandingkan laki-laki,
terutama dalam memberikan pelayanan keperawatan Sebagian besar responden dalam penelitian ini 31 orang
kepada pasien, sehingga perawat perempuan lebih (53,4%) dari 58 perawat mempunyai masa kerja lama
mudah untuk mentaati peraturan yang ditetapkan oleh lebih patuh menjalankan SOP identifikasi pasien dan 29
rumah sakit. Begitu juga dalam hal mematuhi SOP orang (61,7%) dari 47 perawat dengan masa kerja baru
identifikasi pasien sebelum melakukan tindakan patuh menjalankan SOP identifikasi pasien .
keperawatan, perawat perempuan lebih mudah patuh
dari pada perawat laki-laki. Masa kerja berhubungan dengan pengalaman kerja.
Pengalaman kerja akan mempengaruhi seseorang
Hasil uji statistik dengan menggunakan uji Chi-Square dalam berinteraksi dalam pekerjaannya. Semakin lama
didapatkan hasil bahwa tidak ada hubungan antara jenis masa kerja seseorang semakin banyak pula pengalaman
kelamin dengan kepatuhan menjalankan SOP kerja yang diperolehnya. Semakin banyak pengalaman
identifikasi pasien, dimana didapatkan hasil p value ( kerja semakin banyak hal-hal yang diketahui tentang
1,00 > α (0,05). apa yang seharusnya dikerjakan dan mana yang tidak.
Dengan mengetahui dampak yang ditimbulkan dari
Hasil penelitian ini tidak sejalan dengan hasil penelitian suatu prosedur yang tidak dilakukan idealnya akan
Virawan,MK. (2012) bahwa terdapat hubungan yang memberikan dorongan dan menimbulkan
signifikan antara jenis kelamin dengan kepatuhan kesadaran pada staf untuk menerapkan SOP identifikasi
menjalankan SOP enam benar dalam pemberian obat pasien sehingga menjadi budaya kerja.
untuk menurunkan kejadian yang tidak diharapkan dan
kejadian nyaris cidera. Hasil penelitian dengan menggunakan uji Chi Square
didapatkan bahwa tidak ada hubungan antara masa
Hubungan Pendidikan dengan Kepatuhan Perawat kerja dengan kepatuhan, hal ini di buktikan dengan p
Pelaksana dalam Melaksanakan SOP Identifikasi value ( 0,515 > α (0,005). Hasil penelitian ini sejalan
Pasien dengan hasil penelitian yang dilakukan oleh Rohani.N,
2009, yang menyatakan bahwa tidak ada hubungan
Sebagain besar pendidikan responden dalam penelitian signifikan antara lama kerja dengan kepatuhan perawat
ini adalah Vokasi (D3 Keperawatan) sebanyak 83 dalam pencegahan INOK.
orang (79,0%). Tingkat pendidikan diasumsikan dapat
mempengaruhi kinerja seseorang. Seseorang yang Hubungan Motivasi dengan Kepatuhan Perawat
mempunyai tingkat pendidikan yang lebih tinggi akan Pelaksana dalam Melaksanakan SOP Identifikasi
lebih mudah termotivasi karena telah memiliki Pasien
pengetahuan yang lebih luas dibandingkan dengan
yang berpendidikan D3. Selain itu seseorang yang Hasil analisis diketahui bahwa dari 54 orang sebanyak
mempunyai pendidikan tinggi tidak hanya bekerja 37 orang (68,5%) patuh menjalankan SPO identifikasi

Jurnal ARSI/Februari 2017 83


Fitrirachmawati, Hubungan Fungsi Supervisi dengan Kepatuhan Perawat Menjalankan SOP Identifikasi Pasien Di RSUP Dr Mohammad
Jurnal Administrasi Rumah Sakit VolumeTahun
Hoesin Palembang 3 Nomor 2
2015

pasien sebelum melakukan tindakan keperawatan. menjalankan SOP identifikasi pasien, dengan p value =
Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi Square 0,0045 < α 0,05.
menyatakan ada hubungan bermakna antara
pemberian motivasi kepala ruangan dengan kepatuhan Komunikasi efektif merupakan sarana yang dapat
perawat dalam melakukan SOP identifikasi pasien menjadi jembatan seorang manajer (kepala ruangan)
sebelum melakukan tindakan. dalam menyampaikan informasi yang diperlukan guna
meningkatkan kinerja. Adapun seorang manajer melalui
Hasil penelitian ini sejalan dengan hasil penelitian yang komunikasi dapat menyampaikan informasi–informasi
dilakukan oleh Natasia, et all, 2014 didapatkan bahwa yang diperlukan, sehingga pihak yang menerima
terdapat hubungan signifikan antara motivasi dengan informasi mengetahui apa yang harus dilakukannya.
tingkat kepatuhan, dengan p=0,040, α < 0,005 dan OR Robbins, Stephen P & Judge, Timothy A, (2012)
0,300. Penelitian yang dilakukan oleh Widhori (2014), menyatakan bahwa komunikasi memperkuat
memperkuat pernyataan bahwa terdapat hubungan motivasi dengan menjelaskan kepada stafnya apa yang
antara motivasi dengan kepatuhan perawat dalam harus dilakukan, seberapa baik mereka bekerja dan apa
pelaksanaan protap pemasangan infus. yang dapat dikerjakan untuk memperbaiki kinerja yang
dibawah standar. Begitu juga dalam melakukan
Motivasi merupakan salah satu faktor yang dapat supervisi, komunikasi yang efektif sangat diperlukan
mempengaruhi kinerja seseorang. Motivasi dapat agar staf mengerti apa yang disampaikan oleh
memberikan dorongan atau semangat kepada staf supervisor, dan mampu menerapkan apa yang telah
sehingga dapat meningkatkan kinerjanya. Seseorang disampaikan oleh supervisor.
yang mempunyai motivasi tinggi akam mempunyai
kinerja yang baik, oleh karena itu motivasi kerja harus Hubungan Bimbingan dengan Kepatuhan Perawat
dikembangkan dan ditanamkan dalam diri setiap staf, Pelaksana dalam Melaksanakan SOP Identifikasi
sehingga akan menghasilkan kinerja yang optimal. Pasien
Membangun motivasi dalam diri staf sangatlah penting
dilakukan dalam upaya untuk meningkatkan kepatuhan Dari 105 responden sebagian besar 69 orang (65,7%)
perawat. mengatakan bahwa pelaksanaan bimbingan kepala
ruangan baik, ini berarti 35,3 % masih perlu
Dalam menjalankan supervisi, seorang manajer ditingkatkan dan mendapat perhatian. Dari 69
mempunyai peranan yang cukup besar dalam responden yang menyatakan mendapat bimbingan
meningkatkan dan juga membangun motivasi staf. dengan baik 66,7% patuh menjalankan identifikasi
Kemampuan seorang menajer dalam membangun sesuai SOP. Hasil uji statistik dengan menggunakan Chi
motivasi staf akan membawa staf untuk berkontribusi Square didapatkan hasil bahwa ada hubungan yang
lebih baik lagi dalam pekerjaannya. Bila motivasi telah bermakna antara pelaksanaan bimbingan dalam
terbangun dengan baik maka akan lebih mudah supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan perawat
seseorang untuk diajak berubah dan menjadi patuh pelaksana dalam melakukan SOP identifikasi pasien,
dalam melaksanakan pekerjaan yang menjadi dimana p value(0,0012) < dari α (0,05).
tanggung jawabnya.
Bimbingan yang dilakukan oleh kepala ruangan sangat
Hubungan Komunikasi dengan Kepatuhan Perawat membantu staf perawat untuk lebih mengerti dan
Pelaksana dalam Melaksanakan SOP Identifikasi memahami sesuatu yang belum pernah ia lakukan atau
Pasien pun sudah sering dilakukan tetapi hanya berdasarkan
rutinitas bukan berdasarkan pada SOP yang berlaku.
Dari 105 responden sebagian besar 55 orang (52,38%) Melalui bimbingan kemampuan dan keterampilan
mengatakan bahwa kepala ruangan telah melakukan perawat pelaksana akan meningkat. Selain itu melalui
komunikasi dengan baik. Berdasarkan uji statistik bimbingan akan menimbulkan rasa percaya diri
menggunakan Chi Square di dapatkan hasil ada perawat dalam memberikan asuhan keperawatan.
hubungan yang bermakna antara komunikasi dalam
pelaksanaan supervisi kepala ruangan dengan kepatuhan

Jurnal ARSI/Februari 2017 84


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

KESIMPULAN DAN SARAN mengingat identifikasi meupakan pilar pertama


dalama 6 sasaran keselamatan pasien.
Kesimpulan 2. Masih dirasakan perlu untuk meningkatkan peran
kepala ruangan dalam memonitoring kepatuhan
Dari hasil penelitian yang diolah dengan menggunakan perawat pelaksana terhadap SOP, khususnya SOP
statistik maka didapatkan hasil sebagai berikut : identifikasi pasien.
1. Perawat pelaksana di ruang rawat kelas III RSUP. 3. Perlu adanya program peningkatan kemampuan
Dr. Mohammad Hoesin Palembang sebagian manajemen supervisi kepala ruangan melalui
besar berusia > 29 tahun, berjenis kelamin pelatihan dan bimbingan. Walaupun secara statistik
perempuan, mempunyai pendidikan D3 diketahui bahwa fungsi kepala ruangan dalam
keperawatan (vokasi), dan didominasi oleh perawat melakukan supervisi telah berjalan dengan baik,
yang mempunyai masa kerja 1 – 10 tahun. namun baru mencapai 51,4%.- 64%, sehingga
2. Pelaksanaan fungsi supervisi melalui kegiatan pelaksanaan supervisi perlu ditingkatkan agar tujuan
memberi motivasi, komunikasi dan bimbingan pelaksanaan supervisi untuk meningkatkan
terhadap pelaksanaan SOP identifikasi pasien telah kepatuhan perawat dalam mengidentifikasi pasien
berjalan dengan baik, walaupun masih perlu sebelum melakukan tindakan dapat tercapai.
ditingkatkan terutama dalam hal pemberian
motivasi dan bimbingan. Kepala Ruangan
3. Pemberian motivasi kepala ruangan kepada
perawat pelaksana berhubungan dengan kepatuhan Masih perlu ditingkatkannya pengakuan dan penghargaan
perawat pelaksana melakukan identifikasi pasien terhadap staf yang berprestasi baik berupa reward dalam
sesuai SOP. bentuk pujian, kesempatan mengikuti pelatihan atau
4. Komunikasi efektif yang dilakukan oleh kepala diajukan dalam promosi jabatan.
ruangan berhubungan dengan kepatuhan perawat
pelaksana dalam melakukan identifikasi pasien Perawat Pelaksana
sesuai dengan SOP.
5. Bimbingan yang dilakukan kepala ruangan Perlu menimbulkan kesadaran terhadap kepatuhan
berhubungan dengan kepatuhan perawat pelaksana dalam melakukan identifikasi pasien sebagai suatu
dalam melakukan identifikasi pasien sesuai SOP. budaya kerja bukan hanya sebagai rutinitas kerja belaka
6. Karakteristik perawat pelaksana tidak berhubungan
dengan kepatuhan perawat pelaksana dalam DAFTAR PUSTAKA
melakukan identifikasi pasien sesuai SOP.
Anugrahini.C, (2010). Hubungan Faktor- Faktor Individu dan Organisasi dengan kepatuhan
Perawat Dalam Menerapkan Pedoman Patient Safety di RSAB Harapan Kita
Saran Jakarta.Tesis.FKM.UI.Depok
Etildawati, (2012). Hubungan Strategi Supervisi Kepala Ruangan dengan Motivasi Perawat
dalam Pelaksanaan Pendokumentasian Asuhan Keperawatan di Ruang Rawat
Pihak Manajemen Rumah sakit Inap RSUD Pariaman. Tesis. Universitas Andalas Sumatera Barat.
http://repository.unand.ac.id/19875/2/TESIS%20NI%20DA.pdf
Ilyas,Y,(2012).Kinerja,Teori,PenilaiandanPenelitian.FKM.UIDepokJakarta.
Perlu adanya monitoring mutu pelayanan yang KreitnerdanKinicki,(2008).OrganizationalBehaviour8thedition.McGrowHillInternational
dilakukan komite mutu rumah sakit dengan Edition
Marquist & Houston, (2010). Keperawatan dan Manajemen Keperawatan. Teori dan
melakukan audit kepatuhan staf terhadap pelaksanaan Aplikasi.EGC.Jakarta
SOP, khususnya SOP identifikasi pasien yang Natasia Nazvia, et al, (2014), Faktor yang Mempengaruhi Kepatuhan Pelaksanaan SOP
Asuhan Keperawatan di ICU-ICCU RSUD Gambiran Kota Kediri .Jurnal
berkolaborasi dengan komite keperawatan, membuat Kedokteran Brawijaya, Vol. 28, Suplemen No. 1, 2014: Rumah Sakit Umum
form penilaian kepatuhan menjalankan identifikasi Daerah Sumbawa. 23 Maret 2015 http://jkb.ub.ac.id/index.php/jkb/article
/download/513/393
berdasarkan SOP. Notoatmodjo,Soekidjo,(2007).PendidikandanPerilakuKesehatan.RinekaCipta.Jakarta.
Nursalam, (2007). Manajemen Keperawatan Aplikasi dalam Praktik Keperawatan
Profesional,Edisi2.SalembaMedika
Bidang Keperawatan dan Komite Keperawatan Parmin, (2009). Hubungan Pelaksanaan Fungsi Manajemen Kepala Ruangan dengan
Motivasi Perawat Pelaksana Di Ruang Rawat Inap RSUP Undata Palu. Tesis.
FIK.UI.Depok. Jakarta. http://lontar.ui.ac.id/file?file=digital/20284809-
1. Perlu dilakukannya audit kepatuhan perawat dalam T%20Parmin.pdf
melaksanakan identifikasi pasien secara berkala, Robbins, Stephen P & Judge, Timothy A, (2012). Organization Behavior, fifteenth Edition,
Pearson.

Jurnal ARSI/Februari 2017 85


Fitrirachmawati, Hubungan Fungsi Supervisi dengan Kepatuhan Perawat Menjalankan SOP Identifikasi Pasien Di RSUP Dr Mohammad
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume Tahun
Hoesin Palembang 3 Nomor 2
2015

Rohani, N.(2009). Faktor –Faktor yang Berhubungan dengan Kepatuhan Perawat dalam VirawanKoen.M,(2012).Faktor–FaktoryangMempengaruhiKepatuhanStafPerawatdan
Upaya Pencegahan Infeksi Nosokomial di Ruang Rawat Inap RSUD Kota Staf Farmasi Menggunakan EnamBenar DalamMenurunkan Kasus Kejadian
BekasiTahun2009.Tesis.FKM.UI.Depok NyarisCideradiRumahSakitUmumSuryaHusadha.Tesis.FKM.UI.Depok
Smet,Bart..(1994).PsikologiKesehatan.Jakarta.PTGrasindo Wibowa(2014),ManajemenKinerja.PTRajaGrafindoPersada,Jakarta
Suyanto. (2008). Mengenal Kepemimpinan dan Manajemen Keperawatan di Rumah Sakit. Widhori, (2014) Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepatuhan Perawat Dalam
Jogjakarta:MitraCendikiaJogjakarta Pelaksanaan Protap Pemasangan Infus di Ruang Rawat inap RSUD Padang
Swanburg. C. Russell. (2000). Pengantar Kepemimpinan Dan Manajemen Keperawatan, Panjang Tahun 2014. http://jurnal.umsb.ac.id/wp-content/uploads/2014/09/jurnal
UntukPerawatKlinis.AlihBahasaSamba.Suharyati.EGC.Jakarta -widhori.pdf
Undang-UndangRepublikIndonesiaNomor40Tahun(2004)tentangSistemJaminanSosial
Nasional

Tabel 1. Distribusi Responden Berdasarkan Karakteristik Demografi


Di Ruang Rawat Inap Kelas III RSUP Dr. Mohammad Hoesin Palembang Tahun 2015
Variabel Kategori Min Mean Modus 95%CI
Frekuensi % Max Median
≤ 29 th 41 39,0 29,19
20 30,50
Usia > 29 th 64 61,0 30 s/d
54 29
31,86
Jumlah 105 100
Laki 14 13,3
Jenis
Perempuan 91 86,7 - - -
Kelamin
Jumlah 105 100
Profesional 22 21,0
Pendidikan Vokasi 83 79,0 - - -
Jumlah 105 100
Lama 58 55,2
Masa 1 7.30 5,91 s/d
Baru 47 44,8 3
Kerja 34 5 8,68
Jumlah 105 100

Tabel 2. Distribusi Frekuensi Kegiatan Supervisi Kepala Ruangan

Variabel Kategori
Frekuensi %
Baik 54 51,4
Motivasi Tidak Baik 51 48,6
Jumlah 105 100
Baik 55 52,4
Komunikasi Tidak Baik 50 47,6
Jumlah 105 100
Baik 69 65,7
Bimbingan Tidak Baik 36 34,3
Jumlah 105 100

Tabel 3. Distribusi Frekuensi Gambaran Kepatuhan Perawat Pelaksana dalam


Melakukan identifikasi pasien

Variabel Kategori
Frekuensi %
Patuh 60 65,7
Kepatuhan
Tidak Patuh 45 34,3
Jumlah 105 100

Jurnal ARSI/Februari 2017 86


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Tabel 4. Hubungan Karakteristik Demografi, Supervisi


dengan kepatuhan Perawat Pelaksana

Tingkat Kepatuhan P OR
Variabel Patuh Tidak Patuh Jumlah Value (95% CI)
f % f % f %
≤ 29 th 23 56.1 18 43.9 41 100
1.000 0.932
Usia > 29 th 37 57.8 27 42.2 64 100
Jumlah 60 57.1 45 42.9 105 100
Laki 8 57.1 6 42.9 14 100
Jenis 1.000 1.000
Kelamin Perempuan 52 57.1 39 42.9 91 100
Jumlah 60 57.1 45 42.9 105 100
Profesional 10 45.5 12 54.5 22 100
0.316 0.550
Pendidikan Vokasi 50 60.1 33 39.8 83 100
Jumlah 60 57.1 45 42.9 105 100
Lama 31 53.4 27 46.6 58 100
0.515 0.713
Masa Kerja Baru 29 61.7 18 38.3 47 100
Jumlah 60 57.1 45 42.9 105 100
Baik 37 68.5 17 31.5 54 100
0.025 2.650
Motivasi Tidak Baik 23 45.1 28 54.9 51 100
Jumlah 60 57.1 45 42.9 105 100
Baik 37 67.3 18 32.7 55 100
0.045 2.413
Komunikasi Tidak Baik 23 46 27 54 50 100
Jumlah 60 57.1 45 42.9 105 100
Baik 46 66.7 23 33.3 69 100 0.012 3.143
Bimbingan Tidak Baik 14 38.9 22 61.1 36 100
Jumlah 60 57.1 45 42.9 105 100

Jurnal ARSI/Februari 2017 2


Jurnal ARSI/Februari 2017 87
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Analisis Formularium RSUD Cimacan Tahun 2017

Hospital Formulary Analysis in Cimacan Hospital Year 2017

Juliana Aritonang
Program Studi Pasca Sarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit
Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas indonesia

*Email: julianaaritonang@gmail.com

ABSTRAK

Rumah sakit harus memberikan pelayanan kesehatan menyeluruh, terpadu dan berkesinambungan yang dalam
penyelenggaraannya rumah sakit tidak terlepas dari pelayanan farmasi. Kebutuhan akan penyediaan dan
pemakaian obat-obatan yang berkualitas dan rasional diatur dalam sistem formularium dimana obat-obatan yang
dipakai terdapat dalam buku formularium. Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisa formularium RSUD
Cimacan dilihat dari penyusunan, pemeliharaan dan evaluasi obat formularium. Evaluasi obat formularium dengan
melakukan analisis ABC pemakaian, investasi, indeks kritis dan VEN sehingga didapatkan hasil berupa usulan
revisi formularium RSUD Cimacan. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif. Hasilnya adalah proses
penyusunan formularium RSUD Cimacan belum optimal, prosedur pemeliharaan formularium sudah ada namun
belum lengkap, pengadaan dan peresepan belum sesuai formularium. Ditemukan 495.690 pemakaian obat non
formularium dan 201 jenis obat non formularium yang disediakan di instalasi farmasi. Ada 322 jenis obat
formularium yang dipakai (43%), ada 21 jenis obat dengan nilai investasi RP. 3.001.658.694. Hanya 31 jenis obat
yang sangat kritis dan 39 jenis obat yang Vital terhadap pelayanan pasien.

Kata kunci: formularium, Analisis ABC VEN.

ABSTRACT

Hospitals must provide comprehensive, integrated and sustainable health services which in the organization of
the hospital is inseparable from pharmaceutical services. The need for the provision and use of qualified and
rational medicines is regulated in the formulary system where the drugs used are contained in the formulary book.
The purpose of this study was to analyze the formulary of RSUD Cimacan seen from the preparation, maintenance
and evaluation of formulary drugs. Evaluation of formulary drugs by performing ABC analysis of use, investment,
critical index and VEN to obtain the result of proposed revision formulary of RSUD Cimacan. This research uses
qualitative approach. The result is the process of formulary of RSUD Cimacan not optimal, procedure of
maintenance of formulary already exist but not yet complete, procurement and prescription not according to
formulary. 495,690 non-formulary drug use and 201 kinds of non-formulary drugs were provided in
pharmaceutical installations. There are 322 kinds of formulary drugs used (43%), there are 21 types of drugs with
an investment value of RP. 3.001.658.694. Only 31 types of drugs are very critical and 39 types of drugs are Vital
to patient care.

Keywords: formulary, ABC VEN Analysis.

PENDAHULUAN rumah sakit, kebutuhan pasien, dan jenis pelayanan


yang disiapkan. Rumah sakit harus mengembangkan
Setiap Rumah Sakit harus menetapkan obat mana suatu daftar (formularium) dari semua obat yang ada
yang harus tersedia untuk diresepkan dan dipesan oleh di stok atau sudah tersedia, dari sumber luar ( Standar
praktisi kesehatan. Keputusan ini didasarkan pada misi

Jurnal ARSI/Februari 2017 88


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Akreditasi Rumah Sakit Bab 6 Manajemen dan tersedia di instalasi farmasi RSUD Cimacan tidak
Penggunaan Obat Standar MPO.2). tercantum dalam formularium dan 21% dari jumlah
jenis obat yang ada dalam formularium RSUD
Menurut Kementrian Kesehatan RI melalui Peraturan Cimacan. Kondisi ini bisa dikarenakan
Menteri Kesehatan RI Nomor 58 tahun 2014, ketidakpatuhan peresepan dokter terhadap
Formularium rumah sakit merupakan penerapan formularium atau bisa saja dikarenakan formularium
konsep obat esensial di rumah sakit yang berisi daftar yang ada belum memuat semua kebutuhan obat
obat dan informasi penggunaannya. Obat yang rumah sakit. Berdasarkan data diatas muncul
termasuk dalam daftar formularium merupakan obat permasalahan bahwa obat yang tidak tersedia pada
pilihan utama (drug of choice) dan juga obat-obat instalasi farmasi RSUD Cimacan lebih banyak adalah
alternatifnya. obat obat yang tidak ada dalam formularium. Juga
masih banyak obat yang tercantum di formularium
Menurut Dirjen Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan sangat jarang diresepkan bahkan tidak pernah
Kementrian Kesehatan RI (2010) Formularium diresepkan sama sekali. Hal ini juga mengakibatkan
merupakan suatu dokumen yang secara terus menerus kerugian bagi rumah sakit. Jika obat yang diresepkan
direvisi, memuat sediaan obat dan informasi penting tidak sesuai dengan obat yang disediakan maka akan
lainnya yang merefleksikan keputusan klinik mutakhir mengakibatkan terjadinya obat yang tidak tersedia di
dari staf medik rumah sakit. Permenkes RI nomor 58 instalasi farmasi.
tahun 2014, menyatakan bahwa evaluasi terhadap
Formularium Rumah Sakit harus secara rutin dan TINJAUAN PUSTAKA
dilakukan revisi sesuai kebijakan dan kebutuhan
Rumah Sakit. Formularium Rumah Sakit disusun mengacu kepada
Formularium Nasional dimana formularium ini
RSUD Cimacan Cianjur sudah memiliki formularium merupakan daftar obat yang disepakati oleh staf medis
yang disusun oleh Panitia Farmasi dan Terapi tahun dan disusun oleh Tim Farmasi dan Terapi (TFT) yang
2011. Saat ini obat yang tercantum dalam formularium ditetapkan oleh Pimpinan Rumah Sakit. Definisi
RSUD Cimacan tahun 2011 sebanyak 747 item dari Formularium (Pedoman Penyusunan Formularium
60 perusahaan farmasi. Formularium RSUD Cimacan Rumah Sakit, Depkes (2010) yaitu: Formularium
belum pernah di evaluasi dan direvisi sejak tahun 2011. merupakan suatu dokumen yang secara terus menerus
RSUD Cimacan adalah rumah sakit yang terus direvisi, memuat sediaan obat dan informasi penting
berkembang, semakin besar rumah sakit, semakin lainnya yang merefleksikan keputusan klinik mutakhir
banyak jumlah dokter dengan berbagai macam dari staf medik rumah sakit.
keahlian menyebabkan keanekaragaman resep.
Sistem Formularium menurut buku Pedoman
Dari tabel 1 dapat diketahui rata rata pertahun resep Penyusunan Formularium Rumah Sakit, Direktorat
obat yang keluar dari rumah sakit mencapai 2158 resep Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan
pertahun dengan jenis obat yang tidak tersedia rata rata Kementrian Kesehatan RI bekerjasama dengan Japan
204 jenis, sedangkan dokter penulis resep tersebut rata Internasional Cooperation Agency 2010 terdiri atas
rata per tahun adalah 16 orang dokter, yaitu 80% dari Evaluasi penggunaan obat, Penilaian dan Pemilihan
jumlah dokter yang berpraktek di RSUD Cimacan Obat. Evaluasi penggunaan obat bertujuan untuk
yang kesemuan berjumlah 20 dokter. Jika menjamin penggunaan obat yang aman dan cost
dibandingkan dengan jenis obat yang tercantum dalam effective, dilakukan dengan dua cara yaitu pengkajian
formularium yang sekarang ada di RSUD Cimacan, dengan mengambil data dari pustaka dan pengkajian
dapat diketahui bahwa jenis obat yang tidak tersedia dengan mengambil data sendiri. Penilaian, setiap obat
tersebut terdiri dari obat yang tercantum dalam baru yang diusulkan untuk masuk dalam formularium
formularium dan tidak tercantum dalam formularium harus dilengkapi dengan informasi tentang kelas terapi,
(ditampilkan dalam tabel 2). indikasi terapi, bentuk sediaan dan kekuatan, kisaran
dosis, efek samping dan efek toksik. Pemilihan obat
Obat yang tidak tersedia yang tidak tercantum dalam dengan memperhatikan faktor kelembagaan yaitu
formularium 160 jenis. Yaitu 78% dari obat yang tidak kebijakan rumah sakit, faktor obat dan faktor biaya.

Jurnal ARSI/Februari 2017 89


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Juliana Aritonang., Analisis Formularium RSUD Cimacan
VolumeTahun 20172
3 Nomor

Isi Formularium berdasarkan buku Pedoman Penyusunan Sumber data primer yaitu sumber data untuk
Formularium Rumah Sakit, Direktorat Jenderal Bina memperoleh daftar nilai kritis obat, daftar obat vital,
Kefarmasian dan Alat Kesehatan Kementrian esensial dan nonesensial, serta daftar usulan kebutuhan
Kesehatan RI bekerjasama dengan Japan Internasional obat menurut dokter. Sumber untuk memperoleh nilai
Cooperation Agency 2010 yaitu Formularium berisi kritis obat dan obat VEN adalah dokter spesialis yang
tiga bagian utama : berpraktek di RSUD Cimacan dan yang menuliskan
a. Informasi kebijakan dan prosedur rumah sakit resep obat ke pasien yaitu 11 orang dokter spesialis
tentang obat. Kebijakan mencakup antara lain: (terdiri atas 3 dokter spesialis penyakit dalam, 2 dokter
tentang pemberlakuan formularium, tatalaksana spesialis kebidanan, 2 dokter spesialis anak, 1 dokter
obat (kebijakan umum dalam penulisan resep, spesialis bedah, 1 dokter spesialis kesehatan jiwa, 1
kebijakan penulisan obat generik, prosedur dokter spesialis rehabilitasi medik, dan 1 dokter
pengusulan obat untuk ditambahkan atau dihapus spesialis gigi konservatif). Sumber data primer untuk
dari formularium, SK tentang TFT, dll. pengambilan data usulan kebutuhan obat rumah sakit
b. Daftar Obat. Bagian ini merupakan inti dari menurut dokter adalah dokter umum dan dokter
formularium yang berisi informasi dari setiap obat spesialis yang berpraktek di RSUD Cimacan yaitu 20
disertai satu atau lebih indeks untuk memudahkan dokter yang berhubungan langsung dengan pasien dan
penggunaan formularium. menuliskan resep ( 8 dokter umum, 11 dokter spesialis
c. Informasi khusus. Informasi khusus tergantung dan 1 dokter gigi).
pada kebutuhan masing-masing rumah sakit.
Penentuan nilai kritis obat dan kelompok obat VEN
Analisis ABC diperlukan untuk evaluasi obat dan dilakukan dengan penyebaran formulir dan kuesioner
penting untuk mengidentifikasi volume produk obat kepada 11 dokter spesialis. Data sekunder dikumpulkan
dari segi biaya, anggaran obat dan utilisasinya sehingga dengan cara telaah dokumen laporan instalasi farmasi
melalui analisis ABC dapat membantu manajemen RSUD Cimacan. Telaah dokumen dilakukan untuk
dalam evaluasi formularium (Saveli 1996). Analisis mendapatkan data pemakaian obat di RSUD Cimacan
VEN merupakan analisa yang digunakan untuk dan harga beli terakhir satuan sediaan terkecil obat.
menetapkan prioritas pembelian obat serta penyesuaian daftar usulan kebutuhan obat rumah sakit menurut
rencana kebutuhan obat dengan alokasi dana yang dokter dilakukan dengan penyebaran formulir daftar
tersedia (Depkes RI,2002). Menurut Siregar (2004), kebutuhan obat sesuai standar terapi atau panduan
perlu dilakukan review sistem pengendalian obat praktek klinis kepada 8 dokter umum, 11 dokter
dengan analisis ABC secara periodik karena adanya spesialis dan 1 dokter gigi. Wawancara mendalam
perubahan harga dan pemakaian yang dipengaruhi oleh menggunakan instrumen berupa pedoman wawancara
trend penyakit dan musim. Peninjauan analisis ABC dapat mendalam untuk menggali lebih dalam mengenai proses
dilakukan setiap tahunnya bersamaan dengan penyusunannya, pemeliharaan serta kepengawasannya
dilakukannya perubahan terhadap formularium. formularium Rumah Sakit Umum Daerah Cimacan.
Pengolahan data obat dengan menggunakan metode
METODOLOGI PENELITIAN ABC Analisis dan VEN.

Penelitian ini menggunakan metode kualitatif untuk HASIL DAN PEMBAHASAN


menganalisa formularium RSUD Cimacan untuk
mempelajari secara mendalam dari proses penyusunan, Dari hasil wawancara mendalam manajemen dan
pemeliharaan dan pengawasan formularium RSUD dokter menganggap formularium sangat bermanfaat
Cimacan melalui kegiatan kuesioner dan wawancara baik bagi pasien maupun rumah sakit. Sistem
mendalam. Penghitungan yang berhubungan dengan formularium memberi keuntungan dari sisi terapi,
obat digunakan untuk menganalisa isi formularium ekonomi dan keilmuan.
dengan analisis ABC Pemakaian, analisis ABC
Investasi, Analisis ABC Indeks kritis dan analisis Menurut Anief, 2005 Analisis ABC dipakai untuk
VEN. Sehingga hasil analisa ini bisa menjadi masukan memprioritaskan jenis obat A dalam seleksi obat dan
untuk revisi formularium. keputusan pemesanan. Sedangkan analisis ABC
Indeks kritis dipakai untuk memprioritaskan seleksi

Jurnal ARSI/Februari 2017 90


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

obat dan pembelian berdasarkan dampaknya terhadap obat yang masuk kelompok A dari tahun 2014-2016
kesehatan, yaitu obat mana yang vital dan harus ada menjadi prioritas untuk dimasukkan kedalam
dalam persediaan farmasi. WHO (2004) Formularium RSUD Cimacan. Dan ada 112 jenis obat
menambahkan bahwa jika pemilihan obat tidak yang selalu masuk dalam kelompok C sejak tahun
mempertimbangkan pedoman diagnosa dan terapi, 2014 – 2016. Kelompok obat ini perlu dievaluasi
maka tidak akan meningkatkan kualitas pengobatan, kembali oleh TFT untuk tetap dimasukkan dalam
dan obat-obat esensial juga dapat dipergunakan secara formularium rumah sakit atau dikeluarkan.
tidak tepat. Obat yang masuk dalam daftar formularium
merupakan obat pilihan utama (drug of choice) dan Analisis ABC Investasi
obat-obat alternatifnya. Dasar-dasar pemilihan obat-obat
alternatif tetap harus mengindahkan prinsip manajemen Data-data mengani hasil Analisis ABC Investasi
dan kriteria mayor yaitu berdasarkan pada: pola ditampilkan dalam tabel 6, 7 dan 8. Kelompok A,
penyakit yang berkembang di daerah tersebut, merupakan kelompok dengan nilai investasi tinggi
efisiensi, efektivitas, keamanan, kualitas, biaya, dan yaitu tahun 2014 ada 18 jenis obat, tahun 2015 ada 25
dapat dikelola oleh sumber daya dan keuangan rumah jenis obat, dan tahun 2016 ada 19 jenis obat. Dari tahun
sakit (ASHP 2008). 2014-2016 ada 8 jenis obat yang selalu masuk dalam
kelompok A. Kelompok B merupakan kelompok
Dari data pemakaian persediaan obat dalam formularium obat dengan nilai investasi sedang tahun 2014 ada 42
dari tahun 2014 sampai dengan 2016, ada 322 jenis jenis obat, tahun 2015 ada 57 jenis obat, dan tahun 2016
obat yang dipakai dari 747 jenis obat dengan jumlah ada 45 jenis obat. Kurang lebih sekitar 20% dari
pemakaian 2.008.866 serta nilai pembelian oleh pasien seluruh investasi RSUD Cimacan. Kelompok C
seluruhnya sejumlah Rp 4.261.051.226 (harga satuan merupakan kelompok obat dengan nilai investasi
yang dipakai adalah harga jual ke pasien). Obat obat rendah yaitu tahun 2014 ada 178 jenis obat, tahun
tersebut kemudian dikelompokkan dengan metode 2015 ada 200 jenis obat dan tahun 2016 ada 203 jenis
Pareto. Analisis ABC dilakukan berdasarkan obat. Selama 3 tahun dari tahun 2014-2016 ada 102
pemakaian, investasi dan indeks kritis. jenis obat yang selalu masuk dalam kelompok C.
Obat-obat yang masuk dalam kelompok ini menjadi
Analisis ABC Pemakaian bahan untuk dinilai kembali apakah akan tetap
dimasukkan dalam formularium atau dikeluarkan.
DatamengenaihasilanalisisABCpemakaian ditampilkan
dalam tabel 3, 4 dan 5, di mana hasil analisis ABC Analisis ABC Indeks Kritis
pemakaian memperlihatkan bahwa obat - obat yang
termasuk dalam formularium tidak terlalu banyak Analisis ABC indeks kritis dibuat dengan melibatkan
yang digunakan dokter. Ini dapat disimpulkan karena pemakai obat untuk mengetahui seberapa besar nilai
banyaknya jenis obat yang masuk dalam kelompok C. kritis obat dalam Formularium bagi dokter di RSUD
Kelompok C tahun 2014 yaitu 171 jenis obat, tahun Cimacan. Untuk mengetahui nilai kritis obat tersebut
2015 yaitu 199 jenis obat dan tahun 2016 ada 190 jenis dibuat kuesioner yang berisi kolom nama obat dalam
obat, bisa juga dikatakan bahwa obat-obat tersebut formularium dan nilai (ditampilkan dalam tabel 9).
adalah obat yang termasuk dalam kategori slow
moving. Jadi sebaiknya obat obat yang termasuk Untuk analisis ABC Indeks kritis peneliti melakukan
kelompok C ini perlu dievaluasi lebih lanjut oleh TFT. pengelompokan obat selama 3 tahun dikarenakan
Dan ada 57% jenis obat yang ada dalam formularium perlu untuk menyimpulkan obat –obat mana saja
RSUD Cimacan yang sama sekali tidak dipakai oleh selama 3 tahun pernah dipakai dan nilai investasinya.
dokter yang perlu dievaluasi lebih lanjut oleh TFT. Dari hasil analisis obat formularium RSUD Cimacan
Pada analisa ABC pemakaian peneliti melihat trend didapatkan bahwa: . Kelompok A adalah obat dengan
pemakaian obat formularium rumah sakit selama 3 nilai kritis tinggi terdiri dari 31 jenis obat yaitu sebesar
tahun. 9,6% dari seluruh pemakaian jumlah obat dengan nilai
investasi Rp 2.565.184.814 yang merupakan 60,2%
Dari tahun 2014 -2016 hanya ada 15 jenis obat saja dari seluruh investasi. Kelompok B adalah obat
yang selalu masuk kelompok A. Akan tetapi semua dengan nilai kritis sedang sebanyak 200 jenis obat yaitu

Jurnal ARSI/Februari 2017 91


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Juliana Aritonang., Analisis Formularium RSUD Cimacan
VolumeTahun 2017
3 Nomor 2

62,1% dari seluruh jumlah pemakaian obat dengan obat kelompok V yang juga terdapat dalam 425 jenis
nilaiinvestasisebesarRp.1.547.653.488 yang merupakan obat yang akan dikeluarkan dari formularium,
36,3% dari total investasi. Kelompok C merupakan Sehingga peneliti tetapmemasukkan keenam jenis obat
obat dengan nilai kritis rendah sebanyak 91 jenis obat diatas dalam draft usulan revisi formularium rumah
yaitu 28,3 % dari seluruh jumlah obat dengan nilai sakit. 6 jenis obat.
investasi Rp. 148.212924 yang merupakan 3,5% dari
seluruh investasi. Dari 322 jenis obat hasil analisaABC Indeks Kritis, ada
91 jenis obat yang masuk kelompok C. Dari hasil
Analisis ABC VEN pengelompokan analisis ABC indeks kritis terlihat
bahwa obat yang masuk dalam kelompok C (28,3%).
Langkah-langkah dalam analisis ABC Indeks kritis Bila dilihat dari jenis obat yang ada dalam kelompok C
VEN (Febriawati,2013): Kelompok obat ABC Indeks maka dapat dibagi menjadi dua yaitu obat yang
kritis digabungkan dengan kelompok obat VEN memang indeks kekritisannya sangat kecil dan tidak.
kemudian masukkan kedalam matriks Analisis ABC Kelompok C dibagi dua agar tidak terjadi penumpukan
Indeks kritis dan VEN. Analisis ABC VEN dibuat stok sehingga sebagian obat dalam kelompok C
dengan melibatkan pemakai obat untuk mengetahui tersebut di naikkan menjadi kelompok A. Obat
seberapa vital, essensial dan non essensial obat dalam kelompok C bisa menggantikan obat kelompok A
formularium bagi dokter di RSUD Cimacan. Dari apabila saat diresepkan obat tersebut tidak ada atau
hasil kuesioner didapatkan obat yang masuk kosong. Dan untuk obat kelompok C yang memang
kelompok V ada 39 jenis obat, Kelompok E ada 245 penting dan harus ada dapat diatur stoknya tetapi untuk
jenis dan kelompok N ada 38. Hasil pengelompokan obat kelompok C yang tidak penting setelah stok habis
VEN digabungkan dalam matriks ABC indeks kritis menjadi bahan evaluasi apakah dapat dihilangkan dari
VEN dan didapatkan: Kelompok VA ada 3 jenis obat, formularium.
Kelompok VB ada 24 jenis obat, Kelompok VC ada
12 jenis obat, Kelompok EA ada 21 jenis obat, Dari 91 jenis obat yang masuk kategori C, didapatkan
Kelompok EB ada 167 jenis obat, Kelompok EC ada 21 obat dengan skor terendah (empat). Berarti bisa
57 jenis obat, Kelompok NA ada 12 jenis obat, diambil kesimpulan bahwa 21 obat ini adalah obat
Kelompok NB ada 18 jenis obat, Kelompok NC ada 8 dengan kombinasi paling sedikit pemakaiannya,
jenis obat. Jenis obat yang bersifat vital yaitu 39 jenis paling rendah nilai investasinya dan paling rendah inilai
obat (VA,VB dan VC) merupakan pilihan utama kritisnya. Obat kelompok C bisa juga dikatakan
untuk tetap dimasukkan dalam formularium rumah bahwa obat obat tersebut adalah obat yang termasuk
sakit. Sebaliknya obat yang non esensial tetapi dalam kategori slow moving. Dari 91 obat yang masuk
menyerap anggaran banyak (NA) sebanyak 12 jenis dalam kelompok C didiskusikan dengan TFT RSUD
obatdijadikanprioritasuntukdikeluarkandariformularium. Cimacan dan dipilih 38 obat untuk dikeluarkan dari
draft usulan revisi formularium rumah sakit.
Dari 747 jenis obat yang tercantum dalam formularium Dikarenakan obat obat tersebut ada yang sudah tidak
RSUD Cimacan , ada 322 jenis obat yang dipakai diproduksi lagi, ditarik dari edaran dan sudah ada obat
dirumah sakit berdasarkan analisa ABC Pemakaian mee too nya. Sehingga dari 322 obat yang diusulkan
dari tahun 2014-2016, sisanya sebanyak 425 jenis obat untuk masuk dalam draft usulan revisi formularium
tidak dipakai. Dalam hal ini peneliti mengeluarkan 425 berkurang menjadi 284 jenis obat. Dan ditambah
jenis obat yang ada dalam formularium yang tidak dengan 6 jenis obat kelompok vital menjadi 290 jenis
pernah dipakai selama tahun 2014 -2016 dari draft obat yangmasuk dalam draft usulan revisi formularium.
usulan revisi formularium tahun 2017. Akan tetapi
peneliti juga memperhatikan obat obat yang masuk Ada 201 jenis obat non formularium yang disediakan
kelompok V (vital) yaitu obat obat yang harus tersedia di instalasi farmasi dan dibutuhkan oleh dokter. Dari
untuk melayani permintaan guna penyelamatan hidup 201 jenis obat ini didiskusikan dengan TFT dan
manusia atau untuk pengobatan karena penyakitnya dilakukan analisa ABC Indeks kritis, dan diperoleh
tersebut dapat menyebabkan kematian (live saving) 148 jenis obat saja yang dimasukkan kedalam
yang harus selalu tersedia di rumah sakit. Ada 39 jenis formularium rumah sakit dikarenakan 53 jenis obat
obat yang masuk kelompok V (vital) dan ada 6 jenis lainnya adalah obat yang golongan terapinya sudah

Jurnal ARSI/Februari 2017 92


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

ada dan mee too nya sudah ada. Ada 6 jenis obat yang medical record sebagai acuan pemilihan obat akan
masuk katagori Vital (V) yang harus ada dirumah sakit. tetapi belum memuat proses penyusunan formularium.
Sehingga diperoleh ada 438 jenis obat yang masuk
dalam draft usulan revisi formularium RSUD Pemeliharaan Formularium
Cimacan.
Teknik pemeliharaan formularium mencakup (siregar
Proses Penyusunan Formularium 2004): Pengkajian golongan terapi obat, Proses
penambahan obat ke atau dihapus dari formularium,
Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh diketahui Penggunaan obat nonformularium dalam situasi
bahwa penyusunan formularium RSUD Cimacan penderita khas. Pengkajian golongan terapi obat untuk
belum optimal, sehingga ada banyak obat dalam mengidentifikasi obat yang dikehendaki masih
formularium yang tidak dipakai. Ini terlihat dari hasil berdasarkan golongan jenis obat dan harga, belum
analisis ABC Indeks kritis dari tahun 2014-2016 hanya melihat efektifitasnya. Mekanisme penambahan dan
322 jenis obat yang dipakai yaitu 43% dari seluruh obat pengeluaran obat dari fomularium rumah sakit belum
yang ada dalam formularium. berjalan dengan baik. Sudah ada aturan yang diterapkan,
akan tetapi dalam pelaksanaanya diserahkan kepada
Proses penyusunan formularium RSUD Cimacan instalasi farmasi. Hal ini berakibat pada tingginya daftar
sudah melibatkan dokter. Meskipun demikian, obat non-formularium. Pengadaan obat baru yang
keterlibatan dokter dalam proses penyusunan belum diminta oleh dokter dapat langsung dilakukan tanpa
optimal. Dokter hanya diminta untuk mengisi formulir melalui proses pertemuan TFT.
obat yang dibutuhkan oleh dokter, dan tidak
diikutsertakan dalam pembahasan atau tidak ada Menurut peneliti, kebijakan dan prosedur, atau
umpan balik dari dokter mengenai draft yang kebijakan yang ada,sudah cukup. Dalam panduan
diusulkan. Dokter yang terlibat dalam TFT hanya 1 pelayanan farmasi sudah memuat kriteria obat masuk
orang. Memang dalam literatur tidak ada peraturan dan dikeluarkan dari formularium. Prosedur penambahan
baku yang menentukan komposisi anggota TFT, dan pengeluran obat sudah ada, akan tetapi prosedur
namun agar sistem formularium berjalan lancar dan tidak dilaksanakan karena manajemen dan dokter tidak
kepatuhan peresepan formularium meningkat, tahu akan adanya prosedur tersebut. Hal di atas dapat
sebaiknya paling tidak dokter fulltimer bisa dilibatkan diantisipasi dengan melakukan sosialisasi kembali
penuh dalam panitia TFT, karena dokter adalah user kebijakan dan prosedur mengenai penambahan atau
dan pelaksana di lapangan. pemusnahan obat dari daftar formularium atau
mencantumkan kebijakan dan prosedur tersebut
Dalam penyusunan formularium, kriteria seleksi obat dalam buku formularium sehingga diketahui oleh
yang meliputi pola penyakit setempat, sarana- semua pihak. Untuk kebijakan dan prosedur mengenai
prasarana yang dapat mendukung untuk pengelolaan penggunaan obat nonformularium, RSUD Cimacan
obat, dan kesesuaian dengan standar pengobatan di belum memilikinya. Sehingga perlu disusun kebijakan
rumah sakit belum ada. Penyesuaian dengan standar dan prosedur mengenai penggunaan obat non
pengobatan pada umumnya tidak dilakukan. Menurut formularium termasuk kriterianya. Dua kebijakan ini
ketentuan KEPMENKES RI Nomor .1197/ akan membuat kebijakan formularium menjadi lebih
Menkes/SK/X/2004, penyusunan formularium rumah dinamis atau lebih fleksibel, sebab rumah sakit
sakit harus mengacu pada standar pengobatan yang menghargai aspirasi dokter terhadap pilihan obat yang
berlaku. Menurut Atmaja (2012), perencanaan obat akan diberikan kepada pasien.
dalam rumah sakit dapat digunakan beberapa data
sebagai pedoman, data morbiditas, sisa stock, data Kriteria penghapusan daftar obat dari formularium
pemakaian lalu, anggaran, VEN dan ABC, rencana menurut Pedoman Penyusunan Formularium Rumah
pengembangan dan rekomendasi komite medik. Sakit Kemenkes (2010), yaitu obat tidak beredar lagi
RSUD Cimacan sudah memiliki prosedur pemilihan dipasaran,obattidakadayangmenggunakan lagi, sudah
obat untuk masuk kedalam formularium, prosedur ada obat baru yang lebih cost effective, obat yang
sudah memuat pemilihan obat berdasarkan data dari setelah dievaluasi memiliki resiko yang lebih tinggi
dibandingkan manfaatnya. Penambahan obat kedalam

Jurnal ARSI/Februari 2017 93


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Juliana Aritonang., Analisis Formularium RSUD Cimacan
Volume Tahun 2017
3 Nomor 2

formularium dilakukan melalui proses pengusulan. kembali kebijakan pengadaan kepada instalasi farmasi
Permohonan harus diajukan secara resmi kepada dan dokter, dan perlu adanya teguran khusus jika
PFT, permohonan yang diajukan setidaknya memuat instalasi farmasi mengadakan obat diluar formularium
informasi mekanisme farmakologi obat dan indikasi rumah sakit.
yang diajukan, alasan mengapa obat yang diajukan
lebih baik dari pada yang sudah ada dalam formularium, Berdasarkan data pemakaian obat di RSUD Cimacan
bukti ilmiah dari pustaka yang mendukung perlunya tahun 2014-2016 ada sejumlah 2.008.866 pemakaian
obat dimasukkan dalam formularium (Dirjen BinFar obat formularium, 495.690 pemakaian obat dari 201
Kemenkes RI,2010 jenis obat non formularium. Walaupun pemakaian
obat non formularium hanya 19,7% dari total seluruh
Pengawasan Formularium pemakaian obat namun jenis obat yang digunakan ada
201 jenis yaitu 35% dari seluruh jenis obat yang
Pengawasan meliputi kepatuhan pengadaan dan disediakan di rumah sakit. Dari 201 jenis tersebut bisa
peresepan sesuai dengan formularium rumah sakit. dievaluasi kembali apakah memang golongan obat
Hingga kini perencanaan persediaan obat di RS hanya tersebut memang benar-benar tidak tersedia dalam
berdasarkan pola peresepan yang sering dikonsumsi formularium RSUD Cimacan atau sebaliknya banyak
dan permintaan dokter. Jika dokter membutuhkan obat obat me too yang sebenarmya sudah ada.
tertentu tinggal mengajukan ke instalasi farmasi dan
disediakan oleh farmasi tanpa mempertimbangkan Menurut manajemen, kesulitan dalam penerapan
formularium Rumah sakit. Hal - hal seperti ini formularium di RSUD Cimacan ini adalah karena
menyebabkan terjadi persediaan yang berlebihan, kurangnya komitmen dokter, dokter masih belum
kurang atau tidak terpakai sama sekali. Menurut mematuhi komitmen awal dan pelaksana di bawah masih
manajemen hal ini disebabkan dokter tidak konsisten belum tegas. Sedangkan menurut dokter, alasan mereka
meresepkan salah satu jenis obat, tergantung dari menggunakan obat non formularium karena obat tersebut
detailer obat mana yang pada saat itu datang dan tidakadapadanannyadalamdaftarobatformularium.Atau
memberi informasi dokter tentang produknya. bila ada padanannya namun berdasarkan pengalaman
Berdasarkan wawancara yang dilakukan peneliti, pribadi memang obat dengan merek dagang tersebut lebih
mutu dan kelengkapan obat yang tercantum dalam baik khasiatmya. Bentuk dan format formularium dapat
formularium dapat disimpulkan kurang baik karena digunakan sebagai salah satu cara untuk meningkatkan
masih ada obat formularium yang tidak ada di rumah suatu kepatuhan dalam penggunaannya (Quick, 1997).
sakit. Kebijakan pengadaan obat RSUD Cimacan Ukuran buku formularium RSUD Cimacan cukup besar
sudah ada, dan sudah memuat pengadaan obat harus sehingga kurang praktis dan tidak mudah dimasukan
berdasarkan formularium. Termasuk untuk obat baru kedalam saku. Format formularium seharusnya mudah
harus telah disetujui masuk formularium baru digunakandanmempunyaibentukyangatraktif.Informasi
kemudian dilakukan pengadaan. Akan tetapi yang relevan dari dokter berkaitan dengan suatu produk
pelaksanaannya tidak sesuai dengan kebijakan. sebaiknya dapat dimuat dalam bentuk tabel atau teks.
Bahkan selama ini buku formularium hanya diberikan
Berdasarkan data yang diperoleh, instalasi farmasi kepada tiap ruangan dan tidak semua dokter memilikinya.
RSUD Cimacan menyediakan 573 jenis obat. Obat Ini mempersulit dokter untuk mengetahui dan mengingat
yang ada dalam formularium RSUD Cimacan ada apakah obat yang diresepkannya ada dalam daftar, apalagi
747 jenis. Dari 747 jenis obat yang ada dalam jika dokter tersebut praktek di beberapa rumah sakit yang
formularium, instalasi farmasi RSUD Cimacan hanya berbeda.
menyediakan 372 jenis yaitu 65% dari obat yang
disediakan sisanya 201 jenis obat yaitu 35% adalah KESIMPULAN DAN SARAN
obat diluar formularium RSUD Cimacan. Dan hanya
50% saja jenis obat yang ada dalam formularium yang Kesimpulan
disediakan oleh instalasi faramasi.Menurut data diatas
ada penyimpangan atau ketidaksesuaian antara obat A. Penyusunan Formularium
yang disediakan oleh instalasi farmasi dengan obat 1. Analisis ABC
formularium rumah sakit. Sehinggaperlu disosialisasikan

Jurnal ARSI/Februari 2017 94


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

a. Analisa ABC Indeks Kritis bisa digunakan d. HasilanalisisABCinvestasi, daritahun2014–


dalam mengevaluasi isi formularium. Data 2016 ada 8 jenis obat yang selalu masuk
yang digunakan 3 tahun untuk melihat kelompok A. Dan Jenis obat yang masuk
trend obat di RSUD Cimacan. ABC dalam kelompok ini perlu diperhatikan karena
Pemakaian untuk melihat trend pemakaian investasinya sangat besar dan menjadi prioritas
terbanyak dan obat yang termasuk slow untuk tetap masuk dalam formularium rumah
moving, ABC Investasi digunakan untuk sakit. Untuk obat-obat kelompok ini perlu
melihat obat obat mana saja yang investasinya dilakukan pengawasan dalam pembelian dan
besar, Nilai Kritis untuk menilai tingkat penggunaan agar tidak terlalu banyak investasi
kekritisan suatu obat. ABC Indeks kritis dan dilakukan kontrol pencatatan dan juga
didapat dengan menggabungkan ketiganya pelaporan yang ketat untuk menghindari
sehingga didapat kelompok obat A adalah penumpukan stock. Ada 102 jenis obat yang
obat-obat dengan pemakaian dan investasi selalu masuk dalam kelompok C selama 3
besar serta kritis, Kelompok obat B adalah tahun dari tahun 2014 – 2016. Obat-obat yang
obat obat dengan pemakaian dan investasi masuk dalam kelompok ini menjadi bahan
sedang serta kurang kritis dibandingkan untuk dinilai kembali apakah akan tetap
kelompok A, Kelompok C adalah obat dimasukkan dalam formularium rumah sakit
dengan pemakaian dan investasi rendah atau dikeluarkan.
serta tidak kritis. e. Hasil analisis indeks kritis tahun 2014 -2016
b. Obat yang masuk Kelompok A dan B hanya 31 jenis obat formularium yang
menjadi prioritas untuk tetap masuk kedalam masuk kelompok A yang sangat kritis
Formularium Rumah Sakit, sedangkan obat terhadap pelayanan pasien, dan 200 jenis
kelompok C dievaluasi kembali obat mana obat yang masuk kelompok B yaitu obat
saja yang akan dimasukkan atau dikeluarkan yang sangat diperlukan. Dan ada 91 jenis
dari formularium. obat lainnya yang masuk kelompok C yang
c. Hasil analisa ABC Pemakaian, obat obat dinilai kembali apakah akan dimasukkan
yang tidak digunakan lagi selama 3 tahun atau dikeluarkan dari formularium RSUD
dikeluarkan dari Formularium Rumah Cimacan.
Sakit. Ada 322 jenis obat formularium yang 2. Analisis VEN
dipakai di rumah sakit dari 747 jenis obat a. Hasil analisis VEN bisa digunakan untuk
yang ada dalam daftar formularium RSUD mengevaluasi isi formularium. Analisis VEN
Cimacan. Sehingga ada 425 jenis obat merupakan pengelompokan obat berdasarkan
(57%) yang dikeluarkan dari formularium kepada dampak tiap jenis obat terhadap
RSUD Cimacan. Dari tahun 2014 -2016 kesehatan.
hanya ada 15 jenis obat saja yang selalu b. Obat yang masuk ke dalam kategori V (Vital)
masuk kelompok A. Akan tetapi semua harus masuk dalam formularium walaupun
obat yang masuk kelompok A dari tahun pemakaiannya sangat jarang. Obat yang
2014-2016 menjadi prioritas untuk tetap masuk kategori E dan N dianalisa kembali
dimasukkan dalam Formularium dengancaramenggabungkannya denganhasil
RSUD Cimacan. Obat yang termasuk analisa ABC Indeks Kritis, sehingga pada
dalam formularium tidak terlalu banyak akhirnya didapatkan obat-obat mana saja yang
dipakai, hal ini dapat dilihat dari banyaknya tetap ada di dalam formularium atau bisa
jenis obat yang masuk dalam kelompok C. dikeluarkan.
Kelompok C tahun 2014 yaitu 171 jenis c. Ada 39 jenis obat yang kategori V (vital), 245
obat, tahun 2015 yaitu 199 jenis obat dan jenis obat masuk kategori V (Esensial) dan 38
tahun 2016 ada 190 jenis obat, bisa juga jenis obat yang termasuk dalam kategori N
dikatakan bahwa obat-obat tersebut adalah (Non Essensial).
obat yang termasuk dalam kategori slow
moving.

Jurnal ARSI/Februari 2017 95


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Juliana Aritonang., Analisis Formularium RSUD Cimacan
Volume Tahun 2017
3 Nomor 2

3. Analisis ABC VEN ditemukan obat mee too dalam formularium


a. HasilanalisisABCVENadalahpengabungan RSUD Cimacan.
analisa ABC Indeks kritis dan Analisa VEN
sehingga diperoleh kelompok obat yang B. Pemeliharaan Formularium
termasuk kategori A (dalam analisis ABC) a. Mekanisme pemeliharaan formularium RSUD
adalah benar benar yang diperlukan untuk Cimacan belum berjalan dengan baik, prosedur
menanggulangi penyakit terbanyak dan obat sudah ada namun belum dijalankan.
tersebut statusnya harus Edan sebagian V (dari b. Pengkajian golongan terapi obat belum optimal
analisa VEN), sebaliknya jenis obat dengan baru berdasarkan golongan yang sama dan
status N harusnya masuk kategori C. harga.
b. Kelompokobat yangbersifatvital yaituada39 c. Pengajuan obat baru ditujukan ke instalasi farmasi
jenis obat (VA,VB dan VC) menjadi prioritas bukan ke TFT padahal sudah ada prosedur yang
untuk tetap masuk ke dalam Formularium mengatur penambahan obat ke formularium
RSUD Cimacan. Sebaliknya obat-obat yang namun tidak dilaksanakan.
masuk kelompok NC ada8 jenis obatmenjadi d. Belum ada kebijakan dan prosedur yang memuat
prioritas untuk dikeluarkan dari formularium kriteria pemberian obat non formularium yang
RSUDCimacan. disetujui.
c. Metode gabungan ini dapat juga digunakan
untuk menetapkan prioritas pengadaan obat C. Pengawasan Formularium
dimana anggaran yang ada tidak sesuai a. Pengadaan obat tidak sesuai dengan
kebutuhan. Metode ini digunakan untuk formularium, peresepan tidak sesuai dengan
melakukan pengurangan obat. formularium, kebijakan yang mengatur sudah
d. Obat yang masuk kategori NC menjadi ada, namun belum dilaksankan.
prioritas pertama untuk dihilangkan, kemudian b. Ada 2.008.866 pemakaian obat formularium,
obat kategori NB menjadi prioritas selanjutnya 495.690 pemakaian obat dari 201 jenis obat
dan obat yang masuk kategori NA menjadi non formularium.
prioritas berikutnya. c. Komitmen dokter masih kurang dan pelaksana
4. Situasi Analisis Proses Penyusunan Formularium di instalasi farmasi juga tidak sesuai prosedur.
a. Sudah ada Tim Farmasi dan Terapi yang d. Rumah sakit belum menemukan sistem kontrol
dibentuk sebagai tim penyusun yang sesuai untuk mengawasi jalannya sistem
formularium rumah sakit namun belum formularium.
mewakili semua spesialisasi yang ada
dirumah sakit. Beban kerja dan tanggung D. Usulan Formularium RSUD Cimacan
jawab dalam penyusunan formularium Dari 322 obat yang diusulkan untuk masuk dalam
belum terbagi dengan baik masih menjadi draft usulan revisi formularium berkurang menjadi
beban sedikit orang saja. 284 jenis obat. Dan ditambah dengan 6 jenis obat
b. Proses penyusunan sudah melibatkan kelompok vital menjadi 290 jenis obat yang masuk
dokter di rumah sakit namun masih belum dalam draft usulan revisi formularium. Ada 201
optimal. Usulan kebutuhan obat berasal dari jenis obat non formularium yang disediakan di
dokter namun dokter tidak diminta kembali instalasi farmasi dan dibutuhkan oleh dokter. Dari
masukannya/feedback setelah draft terusun. 201 jenis obat ini didiskusikan dengan TFT dan
Dikarenakan belum ada kebijakan dan dilakukan analisa ABC Indeks kritis, dan diperoleh
prosedur penyusunan formularium. 148 jenis obat saja yang dimasukkan kedalam
c. Pemilihan jenis obat yang dipakai hanya formularium rumah sakit dikarenakan 53 jenis obat
berdasarkan pemakaian sebelumnya, lainnya adalah obat yang golongan terapinya sudah
usulan obat dari dokter dan tidak pernah ada dan mee too nya sudah ada. Sehingga diperoleh
melihat data morbiditas penyakit di rumah ada 438 jenis obat yang masuk dalam draft usulan
sakit. Karena belum ada sistem pembuatan revisi formularium RSUD Cimacan.
atau perumusan pemilihan obat yang
disepakati. Sehingga masih banyak

Jurnal ARSI/Februari 2017 96


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Saran dipertahankan atau dikeluarkan dari formularium


denganmelihatpemakaian,investasi,nilaikritisdan
1. Jangka Pendek (0-3 Bulan) dampak obat terhadap kesehatan.
a. TFT yang dibentuk tahun 2011 sudah tidak lagi b. Mencantumkan semua kebijakan dan prosedur
aktif oleh karena sebagian anggotanya sudah tidak mengenaiformulariumkedalambukuFormularium
lagi bekerja di RSUD Cimacan. Sehingga perlu RSUDCimacan.
dibentuk TFT yang baru. Pengorganisasian TFT c. Mencetak buku formularium dalam ukuran saku,
sebaiknya seperti organisasi TFT yang telah dengan format yangmenarik dan mudah dibaca.
direkomendasikan dalam Permenkes no 58 tahun d. Mengefektifkan sistem sosialisasi secara terus
2014. Yang anggotanya terdiri dari dokter yang menerus mengenai keberadaan formularium
mewakili semua spesialisasi yang ada di rumah rumah sakit. Misalnya dengan memberikan buku
sakit, apoteker instalasi farmasi serta tenaga formularium ukuran saku kepada masing- masing
kesehatan lainnya. dokter, selalu mengupdate dan mengirim list obat
b. Membuat kebijakan dan prosedur terkait dengan formularium ke email dokter, mensosialisasikan
proses penyusunan formularium serta pedoman formularium pada rapat komite medik, dan lain -
pelaksanaannya secara sistematis dan tertulis. lain.
c. Menyusun kebijakan dan prosedur mengenai e. Melakukan evaluasi kepatuhan pengadaan dan
penggunaan obat non-formularium yang disetujui peresepan formularium RSUD Cimacan setiap 3
serta kriteria obat non formularium yang disetujui bulan sekali dan memanfaatkan forum forum
pemakaiannya. pertemuan dokter dokter untuk menyampaikan
d. Melakukan sosialisasi kembali semua kebijakan hasilnya sehingga hasil evaluasi diketahui oleh
dan prosedur yang berkaitan dengan formularium dokter untuk perbaikan selanjutnya.
yangsudah ada. f. Menerapkan sistem reward dan punishment yang
e. Meningkatkan peran aktif dokter mulai dari jelas bagi dokterterkait penggunaan formularium.
penyusunan, pelaksanaan, pemeliharaan dan g. Disarankan agar instalasi farmasi mengevaluasi
pengawasan formularium. TFT dalam menyusun obatslowmovingdalampersediaan,menperhatikan
formularium meminta feed back dari dokter persediaan obat yang investasinya besar, dan obat
sehingga formularium yang tersusun benar benar yang sangat kritis terhadap pelayanan pasien
disepakati oleh semuapihak. dengan mengunakan metode ABC Indeks Kritis.
f. Memperbaiki sistem pelaporan data sehingga
memudahkan dalam evaluasi. Terutama dengan DAFTAR PUSTAKA
memanfaatkan sistem IT yang ada sehingga lebih
efisien.Memasukkandaftarobatobatformularium Anief,M.2005,ManajemenFarmasi.Yogyakarta:GadjahMadaUniversityPress
ASHP Statement on the Pharmacy and Therapeutics Communitte and the Formulary
Rumah Sakit kedalam IT di instalasi farmasi. System,27Maret2017,http:/www.ashp.org2008
g. Disarankan agar Instalasi Farmasi menjamin Atmaja Karuna, 2012, Penggunaan Analisis ABC Indeks Kritis Untuk Pengendalian
Persediaan Obat Antibiotik di Rumah Sakit M.H. Thamrin Salemba, Tesis UI,
ketersediaanobat-obat didalam bukuformularium Jakarta
rumah sakit. Departemen KesehatanRepublikIndonesia.PedomanPerencanaandan Pengelolaan Obat.
DepartemenKesehatanRepublikIndonesia.Jakarta.2002.
h. Disarankan instalasi farmasi turut mengingatkan Depkes RI Direktorat Jenderal Bina Kefarmasian dan Alat Kesehatan. Pedoman
dokter jika ada dokter yang meresepkan diluar PenyusunanFormulariumRumahSakit.Jakarta,2010
Febriawati Henni, 2013, Manajemen Logistik Farmasi Rumah Sakit, Goysen Publishing.
formularium. Yogyakarta
i. Melakukan training kepada Tim Farmasi dan KementerianKesehatanRIdengan KARS.StandarAkreditasiRumahSakitJakarta2011
Kementrian Kesehatan RI, keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
Terapi RSUD Cimacan bagaimana melakukan 1197/MENKES/SK/X/2004 tentang Standar Pelayanan Farmasi Di Rumah
evaluasi obat. Sakit
Kementrian Kesehatan RI Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 58
tahun2014tentangStandarPelayananKefarmasianDiRumahSakit
2. Jangka Panjang (3 Bulan -1 Tahun) Quick,J. The Selection, P, Distribution and Use of Pharmaceuticals. In Managing Drug
Supply. Second Edition. Kumarian Press Book on International Development.
a. Perlu dilakukan revisi Formularium RSUD 1997.
Cimacan dengan menggunakan metode ABC Savelli, Anthony,et al, 1996, Manual for the development and maintenance of hospital drug
formularies,28Maret2017,http://pdf.usaid.gov/
Indeks kritis dan VEN setiap satu tahun sekali. Siregar,. Ch. J.P., Amalia, L.2004, Farmasi Rumah Sakit, Teori dan Penerapan, 25-49,
Karena metode ini dapat digunakan dipakai untuk PenerbitBukuKedokteranEGC,Jakarta
WHO,2004,HowtodevelopanationalformularybasedontheWHOmodelformulary,19
mengevaluasi obat obat mana saja yang perlu Maret2017,http://apps.who.int/medicinedocs/pdf/s6171e/

Jurnal ARSI/Februari 2017 97


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Juliana Aritonang., Analisis Formularium RSUD Cimacan
Volume 3Tahun
Nomor2017
2

Tabel 1. Jumlah Resep Obat yang Keluar Dari RS, Jenis Obat yang Tidak Tersedia, Dokter
Penulis Resep Obat yang Tidak Tersedia pada Instalasi Farmasi RSUD Cimacan Tahun 2014 –
2016
Tahun Resep obat yang keluar Jenis obat yang tidak Dokter penulis
dari RS tersedia resep tersebut
2014 1607 247 16
2015 1446 176 15
2016 3422 189 16

Sumber: Arsip pada Instalasi Farmasi RSUD Cimacan

Tabel 2. Jenis Obat yang Tidak Tersedia, Jenis Obat yang Tidak Tersedia yang Tercantum
dalam Formularium, Jenis Obat yang Tidak Tersedia yang Tidak Tercantum dalam
Formularium pada Instalasi Farmasi RSUD Cimacan Tahun 2014 – 2016

Jenis Obat yang Tidak Tersedia Jenis Obat yang Tidak Tersedia
Jenis Obat yang
Tahun yang Tercantum dalam yang Tidak Tercantum dalam
Tidak Tersedia
Formularium Formularium
2014 247 46 201
2015 176 30 146
2016 189 56 133

Sumber : Arsip pada instalasi farmasi RSUD Cimacan

Tabel 3.
Hasil Pengelompokan Obat Berdasarkan Analisis ABC Pemakaian 2014

Jumlah Item Jumlah Pemakaian


Kelompok % %
Obat Obat

A 28 11,7 362.009 70,3


B 39 16,3 106.278 20,6
C 171 71,8 46.952 9,1
Total 238 515.239

Tabel 4. Hasil Pengelompokan Obat Berdasarkan Analisis ABC Pemakaian 2015

Jumlah Item Jumlah Pemakaian


Kelompok % %
Obat Obat
A 36 12,7 407.418 70,6
B 47 16,7 116.116 20,2
C 199 70,6 53.182 9,2
Total 282 576.710

Jurnal ARSI/Februari 2017 98


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Tabel 5. Hasil Pengelompokan Obat Berdasarkan Analisis ABC Pemakaian 2016


Jumlah Item Jumlah Pemakaian
Kelompok % %
Obat Obat
A 32 12 649.567 70,8
B 45 16,8 182.926 19,9
C 190 71,2 84.424 9,3
Total 267 916.917

Tabel 6. Hasil Pengelompokan Obat Berdasarkan Analisis ABC Investasi 2014

Kelompok Jumlah Jenis Obat % Nilai Investasi Obat %


A 18 7,6 Rp. 579.851.180 70,1
B 42 17,6 Rp. 171.759.291 20,7
C 178 74,8 Rp. 76.102.376 9,2
Total 238 Rp. 827.712.847

Tabel 7. Hasil Pengelompokan Obat Berdasarkan Analisis ABC Investasi 2015

Kelompok Jumlah Jenis Obat % Nilai Investasi Obat %


A 25 8,9 Rp. 787.394.854 70,6
B 57 20,2 Rp. 226.166.467 20,3
C 200 70,9 Rp. 101.904.217 9,1
Total 282 Rp. 1.115.465.538

Tabel 8. Hasil Pengelompokan Obat Berdasarkan Analisis ABC Investasi 2016

Kelompok Jumlah Jenis Obat % Nilai Investasi Obat %


A 19 7,1 Rp. 1.634.412.660 70,5
B 45 16,9 Rp. 471.352.435 20,3
C 203 76 Rp. 212.107.746 9,2
Total 267 Rp. 2.317.872.841

Tabel 9. Hasil Pengelompokan Obat Berdasarkan Analisis ABC Indeks Kritis Tahun
2014-2016

Jumlah Jenis
Kelompok % Nilai Investasi Obat %
Obat
A 31 9,6 Rp. 2.565.184.814 60,2
B 200 62,1 Rp. 1.547.653.488 36,3
C 91 28,3 Rp. 148.212924 3,5
322 Rp. 4.261.051.226

Jurnal ARSI/Februari 2017 99


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 3

Analisis Tatakelola Sasaran Keselamatan Pasien Pada Alur Pelayanan


Penyakit Sepsis Di Rumah Sakit Tebet 2015

Governance Analysis on Patient Safety Goals Pathway in Sepsis Disease’s at Tebet


Hospital 2015

Rianayanti Asmira Rasam

Program Studi Pasca Sarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit


Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

*Email: rianasmirasam@yahoo.com

ABSTRAK

Dalam konteks pengobatan modern, kompleksitas sistem perumahsakitan dianggap sebagai faktor utama penyebab
insiden kesalahan medis. Dengan paradigma ”pelayanan berfokus pasien”, hak pasien mendapatkan pelayanan
kesehatan yang aman telah menjadi indikator dalam Standar Akreditasi Rumah Sakit versi 2012 (SARS 2012) di
Indonesia, melalui penerapan 6 Sasaran Keselamatan Pasien (SKP). Adapun salah-satu jenis penyakit dengan
mortalitas dan morbiditas yang tinggi adalah Sepsis. Pengunaan modifikasi klinis Internasional Classification of
Desease (ICD) berbasis revisi ke-9, telah menimbulkan kerancuan terminologi dan meningkatkan mortalitas
sepsis. Secara global, mortalitas sepsis mencapai 8 juta/tahun, dengan pertumbuhan di negara berkembang berkisar
8 – 13% per-tahun. Untuk memastikan efektifitas Keselamatan Pasien pada alur pelayanan penyakit sepsis,
dilakukan penelitian terhadap imlementasi Tatakelola 6 Sasaran Keselatanan Pasien. Melalui kerangka studi kasus,
dengan pendekatan kualitatif diskriptik-analitik, dilaksanakan penelitian di Rumah Sakit Tebet Jakarta pada bulan
April-Mei 2015. Hasil penelitian menunjukkan, efektifitas Tatakelola 6 SKP mencapai 96,283%, dengan tingkat
kesalahan dibawah 5%. Penelitian ini berhasil membuktikan implementasi Tatakelola 6 SKP pada alur pelayanan
penyakit sepsis. Disimpulkan bahwa Tatakelola 6 Sasaran Keselamatan Pasien sangat efektif mengurangi resiko
KP.

Kata kunci: akreditasi, rumah sakit, ICD, keselamatan pasien, sepsis.

ABSTRACT

In the context of modern medicine, complexity hospital’s management is regarded as the primary cause of medical
error (ME). The new healthcare paradigm of “Patient-Focused Care”, patient’s right to receive safe healthcare
treatment is considered as main indicator in Standar Akreditasi Rumah Sakit of 2012 (SARS 2012) in Indonesia,
through the implementation of 6 Patient Safety (KP) standards. In the category of emergency medical treatment,
Sepsis is considered as a disease with high mortality and morbidity rate. The use of The International
Classification of Diseases, based on Ninth Revision (ICD-9), have caused terminological confusion and contribute
to the increase of sepsis mortality rate. Globally, sepsis’ mortality rate reaches 8 million/year or 24.000/day, with
growth rate of 8-13% per-year. To ensure the effectiveness of KP standard implementation in sepsis medical
treatment, a research on the implementation of 6 Targets of KP in RS Tebet is conducted. Using case study,
qualitative and descriptive analysis, this research is performed in the course of April-May 2015. The research
shows that effectiveness 6 Targets of KP implementation reaches 96,283%, with 5% margin of error. This research
proves that implementation of 6 Targets of KP in healthcare treatment procedure for sepsis cases can reduce the
risk of ME.

Keywords: accreditation, hospital, ICD, patient safety, sepsis.

Jurnal ARSI/Februari 2017 100


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

PENDAHULUAN pelayanan kesehatan perlu segera dikedepankan (IOM,


1999; Wachter, 2004; James, 2013).
Pada akhir tahun 1999, melalui publikasi “To Err Is
Human: Building A Safer Health System” IOM Di Indonesia, isu KP mendapat perhatian melalui
melaporkan 44.000 – 99.000/tahun pasien meninggal kehadiran Komite Keselamatan Pasien RS (KKP-RS)
akibat medical error (ME), dan lebih 1 juta pasien cidera tahun 2005, diikuti pencanangan Gerakan Keselamatan
setiap tahun. Laporan IOM (1999) telah menempatkan Pasien dan diterbitkannya Panduan Nasional Keselamatan
insiden ME sebagai 8 besar penyebab kematian di Pasien RS (Depkes, 2006, 2008). Pentingnya KP juga
Amerika Serikat (AS), melebihi kecelakaan lalu-lintas, termuat dalam Undang Undang Rumah Sakit No. 40
kanker payudara, dan penyakit AIDS. tahun 2009 (UURS 2009), disertai adanya Sistem
Pelaporan Sukarela Insiden KTD di RS melalui Peraturan
Publikasi “To Err Is Human: Building A Safer Health Menteri Kesehatan No. 1691 Tahun 2011 tentang
System” telah mendorong pengungkapan ME diberbagai Keselamatan Pasien Rumah Sakit (PMK 1691/2011).
negara. Insiden terkait ME dilaporkan terjadi dimana- Namun, praktek KP masih berlangsung sporadis, dengan
mana (Weingert et al, 2000) secara konsisten (WHO protokol bervariasi (Utarini, 2011).
Eropa, 2010), bukan ciri khas AS (Aiken, 2001). ME
adalah fenomena gunung (Battles et al,1998) yang Menurut penelitian Utarini (2000) dalam Utarini (2011)
dipandang sebagai epidemi oleh banyak peneliti pada 15 RS dengan data 4.500 Rekam Medik, angka
(Weingart et al, 2000; James, 2013), tidak sebatas kasus Kejadian Tidak Diharapkan (KTD) pada kategori
tuntutan malpraktik tetapi epidemi malpraktis medis diagnostic error berkisar 8,0% – 98,2 %, dan medication
(Baker, 2005 dalam Alsaadi, 2013). error antara 4,1% – 91,6%. Sedangkan terhadap laporan
145 insiden KP yang disebutkan Komite Keselamatan
Dengan maraknya pengungkapan insiden ME, WHO Pasien Rumah Sakit (KKP-RS) (2007) dalam Mulyana
(2005) kemudian membentuk World Alliance for Patient (2013) terdiri dari 46% KTD, 48% KNC dan 6% lain-
Safety (WAPS) untuk mendorong KP menjadi prioritas lain. Wilayah DKI Jakarta memiliki proporsi KTD
utama dalam pelayanan kesehatan. Meskipun tidak ada tertinggi.
pengobatan yang bebas risiko (Vincent, 2010), karena
risiko tidak dapat ditekan menjadi nol (Nolan, 2000), Sementara itu, perkembangan rumah sakit di Indonesia
namun KP harus dikenali sebagai dimensi yang pertama mengalami peningkatan yang sangat pesat. Pada tahun
dari mutu (WHO, 2005). 2009 terdapat 1.523 RS, dengan 653 RS terakreditasi
(42,88%)(DIRJENBUK, 2012).Untuk tahun 2014, per-
Hal tersebut tercermin dalam mukadimah Collaborating 29 Januari 2015, data situs Sistem Informasi Rumah Sakit
Centre for Patient Safety Solutions (CCPSS) (WHO & (SIRS online) Depkes RI mencatat 2.419 RS, dan 1.309
JCI, 2007), bahwa seluruh pasien ber-Hak mendapatkan RS terakreditasi (54%). Sedangkan target RS terakreditasi
pelayanan kesehatan yang aman dan efektif pada setiap yang ditetapkan Depkes RI tahun 2014 adalah 90%
waktu, sebagai pernyataan yang selaras dengan maksud (KARS, TT).
pasal 25 ayat (1) Deklarasi Hak Asasi Manusia (UN,
1948) bahwa setiap orang ber-Hak atas pelayanan Akreditasi adalah komponen penting dari KP (Wachter,
kesehatan yang layak dan aman. 2004; Hinchcliff et.al, 2012), sebagai mekanisme eksternal
yang paling umum untuk mengukur peningkatan kualitas
Kompleksitas sistem perumahsakitan ditengarai merupakan pelayanan kesehatan (Greenfield & Braithwaite, 2009).
penyebab utama ME. Sistem perumahsakitan yang Permodelan pada sistem akreditasi RS sering diadopsi
diterapkan dinilai telah gagal menyediakan standarisasi berbagai organisasi kesehatan untuk tujuan perbaikan
KP yangtepat. Diperlukan penataan ulang yang lebih baik layanan atau reformasi kesehatan (Shaw et.al 2013).
(IOM, 1999) dengan meningkatkan KP di seluruh Demikian pula di Indonesia.Pada tahun 2012, Depkes RI
tingkatan sistem dan regulasi pelayanan kesehatan mengadopsi Internasional Patient Safety Goals (IPSGs)
(Vincent, 2010). Keberhasilan suatu intervensi mutu dari lembaga akreditasi internasional Joint Commission
pelayanan dan KP tidak terlepas dari regulasi yang Internasional (JCI), yang diterjemahkan menjadi 6
responsif (Berwick, 2002, dalam Utarini, 2011). Sasaran KP (SKP) dalam Standar Akreditasi RS versi
Penguatan aspek transparansi dan akuntabilitas dalam 2012 (SARS 2012). Sebelum ditetapkannya SARS

Jurnal ARSI/Februari 2017 101


Rianayanti Asmira Rasam., Analisi Tatakelola Sasaran Keselamatan Pasien pada Alur Pelayanan Penyakit Sepsis di
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume
Rumah Sakit 3Tebel
Nomor 2
2015

2012, standar mutu pelayanan RS di Indonesia dapat


berbeda-beda, sesuai standar yang diakreditasi. Mulai Sepsis dan Septikemia sering disamakan (Kemenkes RI,
dari standar 5 pelayanan, 12 pelayanan, dan 16 2012), meskipun keduanya berbeda (Pinson, 2011).
pelayanan. Menurut DIRJEN BUK (2012), melalui Sepsis berbasis International Classification of Desease
SARS 2012, Indonesia memasuki paradigma baru (ICD) revisi ke-10 (ICD-10) namun sering dipertukarkan
”Patient-Focused Care” dengan menjadikan KP dengan Septikemia yang berbasis ICD-9 (Every, 2009),
sebagai indikator utama pelayanan kesehatan. seperti modifikasi klinis ICD-9 (ICD-9-CM). Modifikasi
pengkodean septikemia terhadap Sepsis pada ICD-
RS Tebet adalah RS swasta di wilayah Jakarta Selatan 9CM tidak akurat sesuai tabulasi ICD-10 (Weber,
yang saat ini sedang dalam proses persiapan mengikuti Stefanie & Steven, 2009). Penggunaan ICD – 9 - CM
SARS 2012. Adapun jenis penyakit dengan angka meningkatkan 2X mortalitas sepsis (Gaieski, et.al, 2013).
kematian yang cukup banyak ditemui dalam
pelayananan kegawatdaruratan RS Tebet adalah Sepsis. Dalam topik Why ICD-10 Matters, situs resmi American
Pada saat ini penyakit sepsis merupakan salah-satu Health Information Management Association (AHIMA),
penyebab utama mortalitas dan morbiditas dalam menjelaskan terdapat perbedaan signifikan antara
pengobatan modern (Angus & van der Poll, 2013). prosedur ICD-10 dan ICD-9-CM. Sistem klasifikasi dan
terminologi penyakit ICD-9-CM tidak sesuai kemajuan
Sejak tahun 2000, Sepsis berkembang menjadi epidemi, teknologi dan praktik medis terkini. ICD-9-CM yang
serupa Polytrauma, AMI dan Stroke (Dellinger et al, digunakan sejak tahun 1979 diyakini telah ketinggalan
2012). Perbandingan konsensus internasional penyakit, jaman. Banyak kategori kedokteran modern tidak
populasi Sepsis 300 per-100.000, Stroke 223 per- terpenuhi. Situs resmi Centre for Disease Control and
100.000, dan AMI 208 per-100.000 (Ricard, 2013). Prevention (CDC) dan American Medical Assosiastion
Dalam 10 tahun terakhir, pertumbuhan Sepsis (AMA) menjelaskan bahwa ICD-9-CM akan
meningkat 2x lipat, menjadi 20 – 30 juta/tahun (WSD, digantikan ICD-10 mulai 1 Oktober 2015 di AS.
2014). Secara global, mortalitas Sepsis mencapai 8 juta
per-tahun (Reinhart et al, 2013). Di negara berkembang, Di Indonesia terdapat 2 regulasi penggunaan ICD-10,
berkisar 8 – 13% per-tahun (Hall et al, 2011, dalam yaitu Surat Keputusan (SK) Direktorat Jenderal
Reinhart et al, 2013). Pelayanan Medik No. HK.00.05.1.4.00744 Tentang
Penggunaan ICD-10 di RS, tertanggal 19 Februari 1996,
Tahun 2008, Sepsis ditetapkan WHO sebagai Global dan SK Menteri Kesehatan RI No. 50/ MENKES
Burden of Diseases (GBD), untuk wanita dan anak- /SK/I/1998 Tentang Pemberlakuan Klasifikasi Statistik
anak, hasil deklarasi bersama dengan PBB dalam World Internasional mengenai Penyakit Revisi Ke-10,
Health Assembly 61.16 (WHA 61.16). Pada tahun 2012, tertanggal 13 Januari 1998. Namun, selain itu, terdapat
bersamaan dibentuknya Global Sepsis Alliance (GSA), regulasi penggunaan ICD-9-CM yaitu Peraturan
WHO menyetujui kampanye tahunan Word Sepsis Day Menteri Kesehatan RI No. 27 Tahun 2014 Tentang
(WSD) setiap tanggal 13 September. WSD bertujuan Petunjuk Teknis Sistem Indonesian Case Base Groups
memperkuat aktifitas Surviving Sepsis Campaign (SSC) (INA-CBGs) (PMK 27/2014).
dalam kampanye edukasi pengenalan penyakit sepsis dan
mengurangi mortalitas. Untuk mendukung SSC, WHO– Regulasi PMK 27/2014 tersebut merupakan langkah
WAPS merekomendasikan penggunaan ICD-10 WHO. mundur yang berkontribusi pada praktik pelayanan
medis secara nasional, termasuk penyakit Sepsis. Hal
Faktor utama mortalitas sepsis adalah kerancuan tersebut merupakan masalah yang perlu dikaji sesuai
terminologi (Angus & van der Poll, 2013, WSD, 2014), dengan paradigma KP SARS 2012 sebagai dimensi
akibat keterterbatasan pengetahuan awam dan utama dalam pelayanan kesehatan RS di Indonesia.
komunitas medis non-spesialis (Lever & Mackenzie, Karenanya, dilakukan penelitian ilmiah berbasis bukti
2007), serta politisi tingkat nasional (WSD, 2014). Sepsis (evident based practice) berdasarkan literatur terkini,
dapat rancu dengan penyakit lain, dan seringkali untuk memperoleh kepastian tindakan pada alur
terlambat terdiagnosa (Reinhart et al, 2013). Peluang pelayanan medis penyakit Sepsis dan hasil keluaran
kesalahan diagnosa Sepsis mencapai 85% (Poeze et al, (outcome) yang lebih baik, aman, serta mengedepankan
2004). KP.

Jurnal ARSI/Februari 2017 102


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

umumnya sangat individualistik dan resisten terhadap


TINJAUAN PUSTAKA standarisasi (Watcher, 2004). Standar pada dasarnya
dipahami sebagai harapan terhadap kinerja, struktur, dan
“First Do No Harm” sebagai prinsip dasar praktik proses di RS dalam memberikan suatu pelayanan
medis (WHO Europe, 2010) telah mengisyaratkan kesehatan yang bermutu dan aman.
potensi “error” dalam pelayanan kesehatan yang dapat
merugikan pasien. Menurut Nightingale (1863) dalam JCI adalah lembaga ekternal akreditasi RS yang menjadi
Vincent (2010), dalam melakukan tindakan terhadap standar global (Shaw, 2013) dan mengedepankan KP
suatu penyakit yang diderita pasien, pelayanan RS sebagai fokus utama dari kualitas pelayanan (JCI, 2014).
“semestinya” tidak merugikan pasien. JCI adalah cabang internasional dari The Joint
Commision (TJC) yang merupakan lembaga akreditasi
Namun demikian, selama ini sistem pelayanan kesehatan di AS. Sejak tahun 2006, JCI menerapkan IPSG sebagai
lebih terfokus pada manajemen RS daripada masalah konsepglobalstandarakreditasiRS(ditampilkan pada tabel
KP (Dirjen BUK, 2012). Demikian pula fenomena 1).
epidemi ME. Walaupun teori cukup banyak ditemukan
pada literatur medis, namun sedikit yang dipergunakan IPSGs yang diadopsi Indonesia menjadi 6 SKP dalam
untuk memperbaiki fenomena “error” (Michie & SARS 2012 merupakan implementasi gagasan
Abraham, 2004, dalam Grol et al, 2007). Banyak hasil pelayanan berfokus pasien (patient-focused care),
penelitian sulit untuk digeneralisasikan pada komunitas bertujuan mendorong peningkatan pelayanan pada area-
RS, akibat perbedaan metode (Weingart et al, 2000; area berpotensi tinggi insiden KP di RS. SARS 2012
Runciman et.al, 2010). Sedangkan kompleksitas pada adalah regulasi akreditasi yang wajib diikuti (mandatory)
sistem RS sangat disadari senantiasa menghadirkan minimal 3 tahun sekali. Demikian halnya dengan RS
potensi error (Leape at al, 1998, Depkes RI 2006). Tebet, sebagai RS swasta di DKI Jakarta. Setelah
terakreditasi 16 jenis pelayanan, saat ini RS Tebet sedang
Salah-satu penyebab utama ME adalah Diagnostik dalam persiapan mengikuti SARS 2012. Dalam
Error (DE) (Alsaadi, 2013). DE meliputi luput pelayanan kesehatan RS Tebet tahun 2014, penyakit
terdiagnosa (missed), terlambat/penundaan diagnosa Sepsis menempati posisi ke-3 dalam hal mortalitas
(delayed), dan salah diagnosa (wrong) (Singh, 2013). kegawatdaruratan.
Dalam Singh (2013), DE sebagai salah-satu faktor
penting insiden ME disepakati bersama oleh Gandi et al Sepsis adalah salah-satu penyakit tertua yang paling sulit
(2006), Singh et al (2011), Lorincz et al (2013), dan dipahami dalam sindrom kedokteran (Angus & van der
Schiff et al (2013), sehingga perlu mendapat apresiasi Poll, 2013), namun sangat sedikit diketahui (Lever &
lebih luas dalam gerakan KP. Mackenzie, 2007; Reinhart, 2013). Pada abad 20, Sepsis
merupakan penyebab mortalitas dalam pengobatan
Menurut Runciman et al (2010), dari 48 naskah difinisi modern penyakit kritis (Angus et.al, 2001, dalam
KP yang dikaji Methods &Measures Working Group of Pierrakos & Vincent, 2010), sehingga disebut “bencana
the World Health Organization World Alliance for publik tersembunyi” (Angus et.al, 2010, dalam Reinhart
Patient Safety, KP telah didifinisikan sebagai et al, 2013).
“pengurangan resiko kerugian yang tidak seharusnya
terjadi, terkait pelayanan kesehatan minimum yang Pathophysiology penyakit Sepsis sangat kompleks,
dapat diterima”. Sedangkan difinisi yang diajukan (IOM, ditandai jumlah penelitian biomarker yang mencapai
1999) “Freedom from injury” (or No Harm), atau bebas 3.370 studi, melebihi penyakit lainnya (Pierrakos
cedera/merugikan pasien menjadi alternatif sederhana &Vincent, 2010). Tidak terdapat faktor kunci sebagai
difinisi KP. Dengan adanya kepastian difinisi KP, maka mediator penyebab Sepsis untuk menjadi acuan
hal ini sangat membantu dalam proses standarisasi perawatan (Rittirsch, Flierl, Ward, 2008). Karenanya,
pelayanan kesehatan. tidak ada “golden standar” atau “golden rule” yang
Pasca laporan IOM (1999) yang menjadi momentum dapat dikalibrasi dalam diagnosis sepsis (Levy et al,
KP modern, standarisasi sistem yang aman dalam 2003; Pierrakos &Vincent, 2010). Namun demikian,
regulasi pelayanan kesehatan menjadi sangat penting, sejumlah penelitian terkini memperlihatkan bahwa
termasuk akreditasi RS, mengingat para dokter terapi awal pengenalan dini sejak 1 jam pertama, dalam

Jurnal ARSI/Februari 2017 103


Rianayanti Asmira Rasam., Analisi Tatakelola Sasaran Keselamatan Pasien pada Alur Pelayanan Penyakit Sepsis di
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume
Rumah Sakit 3Tebel
Nomor 2
2015

fase 3 – 6 jam pertama, dapat mengurangi mortalitas principal or main diagnosis, yaitu A.41.9 Sepsis,
pasien sepsis (Dellinger et. al, 2008, dalam Reinhart, unspecified, yang dapat termasuk Septikemia.
2013; Ferrer et al, 2014). Hal tersebut dibuktikan dalam
pelayanan Instalasi Gawat Darurat (IGD) (Nguyen & Septikemia identik dengan istilah “keracunan darah”
Smith, 2007) maupun Intensive Care Unit (ICU) yang dapat menyebabkan Sepsis (WSD, 2014). Istilah
(Vincent et al, 2006 dalam Vincent, 2009). Septikemia telah dihindari dalam praktek medis modern,
karena kultur darah – meskipun dibutuhkan – bukan
Pengenalan yang benar dan sedini mungkin terhadap kriteria diagnostik sepsis (Pinson, 2011). Berbagai
sepsis sangat penting karena sepsis merupakan jenis temuan laboratorium, bakteri dalam aliran darah lebih
penyakit bersifat rangkaian (part of a continuum) positif pada septikemia (Every, 2009). Uji faktor nuklir
(Dellinger et al, 2012), sesuai International Sepsis juga sulit membuktikan pengaruh septikemia pada
Definitions Conference 2001, dengan difinisi (Levy et al, sepsis (Bernuth et.al, 2005).
2003);
 Infeksi, yaitu proses patologis yang biasanya ICD adalah panduan internasional proses diagnosis dan
disebabkan invasi jaringan steril atau cairan, atau prosedur tindakan dari klasifikasi penyakit, yang direvisi
rongga tubuh, dengan patogen atau potensi secara periodik oleh WHO. Untuk mendukung data
patogenik mikroorganisme. statistik kesehatan, relasi permasalahan penyakit dan
 Sepsis, yaitu sindrom klinis akibat infeksi dan kesehatan (Diseases and other related health problems)
respon inflamasi sistemik (SIRS). mulai diklasifikasi dalam ICD-10 sebagai International
 Severe sepsis, yaitu komplikasi pada sepsis akibat Family Classification (IFC) (data ditampilkan pada tabel
disfungsi organ. 3).
 Septic shock, yaitu severe sepsis disertai kegagalan
respirasi akut, tidak jelas sebabnya. ICD-9 dipublikasi WHO tahun 1978 (WHO, 2010).
Kemudian modifikasi klinis (Clinical Modification)
Pasca International Sepsis Definitions Conference 2001, sistem pengkodean ICD-9 mulai diperkenalkan AS
dibentuk Surviving Sepsis Campaign (SSC) untuk pada tahun 1999, disebut ICD-9-CM, dengan
memperbaiki pengenalan dini Sepsis (Levy, 2003), pengembangan prosedur pengkodean dan ekspansi
melalui panduan tatakelola sepsis (management guidline kode diagnosis (AHA, 2012), yang direvisi setiap tahun
budled) sebagai rekomendasi praktik terbaik untuk menyesuaikan dengan ICD-10. Namun demikan,
meningkatkan efisiensi dan efektifitas terapi medis revisi periodik ICD-9-CM tidak memadai sebagai
Sepsis (Dellinger et al, 2012). Konsep Early Goal Direct landasan utama klasifikasi penyakit, akibat rendahnya
Theraphy (EGDT) dari River at al (2001) (Nguyen & akurasi data kondisi medis pasien dan prosedur
Smith, 2007) kemudian diadopsi menjadi Sepsis perawatan pelayanan (Brook, Brook, TT, h.8), dan
Screening Tools (SST) untuk membantu terapi dini menyebabkan AS kesulitan melakukan perbandingan data
Sepsis (Daniels, 2010) (ditampilkan pada tabel 2). internasional mortalitas penyakit yang telah berbasis
pada ICD-10 (CDC). ICD-10 memudahkan kepastian
Mortalitas sepsis meningkat akibat kerancuan terminologi. diagnosis dan prosedur tindakan, dengan akurasi tinggi
Sepsis yang diklasifikasikan sebagai penyakit pada ICD- dan fleksibel (Brook, TT, h.8). Perbedaan sistem
10, sering dipertukarkan dengan Septikemia yang pengkodean ICD-9-CM dan ICD-10 ditampilkan pada
berbasis ICD-9. Pada ICD-9-CM, Sepsis diklasifikasi tabel 3.
sebagai Syndrom (AHA, 2012), namun tidak terdapat
diskripsi kode diagnostik Sepsis (Gaieski, et.al, 2013). Clinical Patway (CP) atau alur klinis adalah konsep
Diagnosis Sepsis dalam ICD-9-CM adalah hasil perencanaan pelayanan terpadu yang merangkum setiap
kombinasi kode beberapa penyakit, dan mengacu pada langkah pelayanan medik, asuhan keperawatan, dan
Septikemia dengan kode numeric 038.9. Unspecified pelayanan kesehatan lain berbasis bukti, dengan hasil
septicemia. Sedangkan dalam ICD-10 (WHO, 2010, yang dapat diukur selama waktu tertentu di RS (Rosch et
2015), Sepsis adalah penyakit dengan pengkodean al, 2005; Feyner et al, 2005; Gardner et al, 1997; dalam
alphabetik-numerik tersendiri sebagai primary or Rivany, 2009). Namun menurut Currie & Harvey
(1997) dalam De Blesser et al. (2006), konsep global CP
diASdigunakansebagaikerangkakerja menyeimbangkan

Jurnal ARSI/Februari 2017 104


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

biaya dan kualitas (cost of quality), dan di Inggris sebagai pendekatan jika hasilnya berubah-ubah akan tidak cukup
kesinambungan seluruh pengaturan perawatan. Dalam berarti,yaitu:
penerapan CP, menurut Rivany (2009) penggunaan  Tercapai Penuh (TP) = 10 ( 80% – 100% )
ICD-10 tidak dapat “ditawar” terkait dengan klasifikasi  Tercapai Sebagian (TS) = 5 ( 20% – 79% )
penyakit.  Tidak Tercapai (TT) = 0 ( < 19% )
 Tidak Dapat Diterapkan (TDD) (tidak digunakan,
METODE PENELITIAN dan ditiadakan dalam penelitian ini).
Penelitian ini adalah studi kasus dengan pendekatan Prinsip Skor EP Survei Akreditasi RS (KARS, 2014)
diskriptik-analitik kualitatif, memakai data primer dan data yang diadopsi dari JCI, adalah konsisten dan relevansi
sekunder, untuk mendapatkan gambaran penerapan 6 kondisi dengan pelayanan pasien, baik ditingkat
SKP pada alur pelayanan penyakit sepsis di RS Tebet. pimpinan manajemen maupun staf operasional.
yang dilaksanakan bulan April sampai Mei 2015. Selanjutnya dilakukan uji hipotesis sederhana untuk
memastikan korelasi parsial antara persepsi informan
Data primer diperoleh dari kuisioner tertutup, sebagai dan jumlah realisasi utilisasi 6 SKP. Derajat kesalahan
indikator utama penerapan 6 SKP di RS Tebet, dan hal- ditetapkan 5% atau tingkat kepercayaan 95%. Jika
hal yang dianggap belum terjawab atau sebagai diperoleh derajad signifikan lebih besar dari 95%, maka
penjelasan tambahan dari data sekunder. Pengambilan dipastikan terdapat hubungan yang kuat antara hasil
data kuisioner dari 18 jumlah informan berbentuk kuisioner dengan jumlah utilisasi dari 6 SKP yang
purposive sampling. Mulai pimpinan manajemen diterapkan pada alur pelayanan penyakit Sepsis di RS
tingkat direksi, manajer, kepala unit, dokter, perawat, staf Tebet.
pendaftaran, sehingga terdapat keseimbangan
representasi antara manajemenselaku penentu kebijakan Untuk memenuhi etika penelitian, peneliti mengajukan
dan pelaksana klinis di lapangan. Masa kerja ditetapkan surat permohonan pengambilan data kepada Direktur
minimal 2 tahun sebagai indikasi bahwa informan telah Utama RS. Tebet, dilengkapi dengan informed consent
berdaptasi secara baik dengan lingkungan kerja di RS untuk memberikan jaminan bahwa seluruh data
Tebet. kuisioner tidak terkait dengan penilaian kerja, serta
disimpan secara rahasia dan hanya bisa diakses oleh
Untuk data sekunder, digunakan Rekam Medis (RM) peneliti untuk kepentingan ilmiah.
seluruh pasien Sepsis selama penelitian dilakukan.
Karenanya tidak dilakukan perhitungan sampel. Jenis- HASIL DAN PEMBAHASAN
jenis tindakan pelayanan dalam RM, dianalisa dan
disesuaikan dengan pengelompokan setiap variable 6 Data hasil penelitian ditampilkan pada tabel 5 sampai
SKP. Selain itu, dilakukan observasi untuk mendapatkan dengan 7 serta gambar grafik 1 sampai dengan 3.
gambaran aktifitas pelayanan secara langsung. Berdasarkan data rekam medis pasien, LOS pelayanan
atau perawatan pasien Sepsis adalah 10 hari. Proses
Pada pengolahan data, pendapat-pendapat kuisioner diagnosis telah berbasis kode ICD-10, dengan diagnosis
dikelompokkan dalam klasifikasi setiap variabel 6 SKP, klasifikasi Sepsis. Pemeriksaan MO kultur dilakukan
dan dilakukan koding berbentuk tabel frekuensi berupa sebagai prosedur rutin penegakkan diagnosis sepsis.
angka persentase (%); Penegakan diagnosis Sepsis belum menggunakan
1. Efektif (E), untuk jawaban Ya (Y) Screening Tool, sehingga kurang efisiensi dan efektifitas,
2. Kurang Efektif (KE), untuk jawaban Netral atau serta dapat meningkatkan potensi keterlambatan
Ragu (N) diagnosis dan peluang insiden KP.
3. Tidak Efektif (TE), untuk jawaban Tidak (T)
4. Tidak Menjawab (TM), untuk tanpa jawaban atau Dalam hal tingkat transformasi KP, hasil masih relatif
kolom jawaban tidak terisi. sangat rendah (1:1,5713). Kontribusi dari jumlah 38%
yang mengikuti pelatihan KP terhadap tingkat pemahaman
Alat ukur yang digunakan adalah Skor Elemen Penilaian
KP seluruh informan hanya mencapai 61.11%. Jika
(EP) Survei Akreditasi RS (KARS, 2014), sebagai
dikonversi, maka pemahaman KP dari 3 orang diperoleh

Jurnal ARSI/Februari 2017 105


Rianayanti Asmira Rasam., Analisi Tatakelola Sasaran Keselamatan Pasien pada Alur Pelayanan Penyakit Sepsis di
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume
Rumah Sakit3Tebel
Nomor 2
2015

atas usaha 2 orang lainnya. Rerata, efektifitas pemahaman KESIMPULAN DAN SARAN
SKP adalah 69.015%, tidak signifikan mengubah hasil
total skor 6 SKP yaitu 5 (TS) dalam penelitian ini. Kesimpulan

Nilai Skor 10 (TP) dicapai pada penerapan SKP 4 (Tepat 1. Penelitian berhasil memastikan tatakelola SKP pada
lokasi-prosedur-operasi) dan SKP 6 (Mengurangi resiko alur pelayanan penyakit sepsis di RS Tebet, dengan
pasien jatuh). Sedangkan SKP 1 (Ketepatan Identifikasi derajat signifikan 96,283%, lebih tinggi dari tingkat
Pasien), SKP 2 (Meningkatkan efektifitas komunikasi), kepercayaan 95%.
SKP 3 (Meningkatkan kewaspadaan obat yang perlu 2. Penelitian ini berhasil membuktikan 6 SKP sebagai
diwaspadai), dan SKP 5 (Mengurangi risiko infeksi), tatakelola pelayanan penyakit sepsis.
keempatnya memperoleh skor 5 (TS). 1) transformasi KP lebih praktis dan terukur
2) terapi medis penyakit Sepsis lebih efektif
Penelitian ini berhasil mendapatkan derajat signifikan 3) utilisasi 6 SKP memiliki nilai investasi
96,283%, lebih tinggi dari tingkat kepercayaan 95% 3. Utilisasi 6 SKP dapat mendiskripsikan jumlah
yang ditetapkan, atau dengan tingkat kesalahan 5%, aktifitas alur pelayanan penyakit sepsis.
terhadap korelasi perapanan 6 SKP dengan persepsi 4. Diagnosa dan prosedur tindakan penyakit sepsis
kuisioner mengenai 6 SKP. Secara keseluruhan, dengan ICD-10 lebih akurat dan aman.
penerapan tatakelola dari ke-6 SKP memperoleh skor 5. Belum diterapkannya ST pada penyakit Sepsis,
5(TS). Total jumlah penerapanan utilisasi 6 SKP yang menjadikan pelayanan kurang efektif dan efisien,
dicapai adalah 307 aktifitas (66,45%) dari total utilisasi yang berpotensi menyebabkan keterlambatan terapi
tatakelola 6 SKP yang berjumlah 462 aktifitas (100%). dan meningkatkan risiko KP.
Jika standar minimal Skor EP Survey dikonversi, yaitu 6. Pelayanan RS Tebet masih berfokus manajemen,
370 aktifitas, maka selisih antara capaian 6 SKP dengan dan belum berorientasi pada SKP.
EP Survey adalah 63 aktifitas (17,02%).
Saran
Hasil penelitian ini menunjukkan bahwa dalam
persiapan mengikuti SARS 2012, RS Tebet belum 1. Kebijakan
berdaptasi dengan konsep 6 SKP yang menjadi bagian 1) Menjadikan 6 SKP sebagai tatakelola sepsis,
penilaian SARS 2012. Pola pelayanan masih lebih dan atau diterapkan pada penyakit lain.
berorientasi manajemen, dan cenderung bersifat atas- 2) RS Tebet perlu menerapkan SOP SKP di area-
bawah, sehingga mengurangi tingkat partisipasi aktif staf area pelayanan yang berpotensi risiko tinggi
operasional atau medis dalam penerapan SKP, insiden KP, seperti IGD, IRNA, OK, ICU,
khususnya pada SKP 1, SKP 2, SKP 3, dan SKP 5. Farmasi, Laboratorium, Radiologi.
3) Penelitian ini dapat dijadikan dasar acuan
Prosedur identifikasi pasien masih beragam, dan belum dalam pembuatan COT (Cost Of Treatment).
menjadikan gelang identitas pasien sebagai standar 4) Nilai investasi SKP belum diperhitungkan
identifikasi. Konfirmasi instruksi lisan dan telephone dalam sebagai insentif pelayanan kesehatan.
kaitannya dengan perawatan medis, kurang optimal, 2. Operasional
ditandai dengan minimnya tanda-tangan pemberi atau 1) Mengoptimalisasikan fungsi-tugas KKP-RS
penerima pesan/instruksi pada lembaran instruksi. sebagai instrumen KP RS Tebet.
Tindakan pencegahan risiko infeksi lebih terfokus pada Membentuk keorganisasian KKP-RS yang
mekanisme “cuci-tangan” tetapi tidak konsisten. efektif, efisien, independen atau mandiri, yang
Penggunaan alat-alat disposal belum dimaksimalkan, dan mengedepankan azas transparansi dan juga
kebijakan pengendalian risiko infeksi tidak tersosialisasi akuntabilitas
baik.  Memperjelas kewenangan KKP-
RS menerima laporan insiden, menganalisa,
dan memberikan solusi sebagai kebijakanRS
berdasarkan konsep “Error Tolerance”.

Jurnal ARSI/Februari 2017 106


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

 Mempertegas kewenangan KKP- http://www.ahacentraloffice.org/PDFS/2013PDFs/2012CodingClinicAlphaInde


x.pdf.
RS untukmelakukan obversasi dan penilaian. Brook (TT), dalam ICD-10_Overview_Presentation, Center for Medicare and
 Menyelenggarakan pelatihan dan Medicaid Services (CMS), [diakses 23 Maret 2015], https://www.
cms.gov/Medicare/Medicare-Contracting/
workshop KP secara periodik ContractorLearningResources/downloads/ICD-
10_Overview_Presentation.pdf.
2) Dalam persiapan SARS 2012, RS Tebet perlu Daniels R., 2010, Defining the Spectrum of Disease, dalam Daniels R, Nutbeam T
(eds), ABC of Sepsis. Chichester: Wiley Blackwell.
melakukan upaya-upaya untuk memberdayakan De Bleser, et al, 2006, Difining Pathway, Journal of Nursing Management, 14:
penerapan6SKP 553–563, Blackwell Publishing [diakses, 9 April, 2015] http://ppr.
cs.dal.ca/sraza/files/CP-1.pdf
 SKP1 Depkes RI –PERSI, 2006, Panduan Nasional Keselamatan Pasien Rumah Sakit.
Menjadikan GIP atau GPP sebagai standar Depkes RI –PERSI, 2008, Panduan Nasional Keselamatan Pasien, Edisi 2.
Grol, RTPM., et al, 2007, Planning and Studying Improvement in Patient Care:
identifikasi pasien The Use of Theoretical Perspectives, The Milbank Quarterly, Vol. 85, No.
 SKP2 1, pp. 93–138, [diakses, 9 April, 2015]
James, 2013, A New Evidence-based Estimate of Patient Harms Associated with
Meningkatkan akuntabilitas serta Hospital Care, Journal Patient Safety, 9: 122-128, [diakses 10 Februari,
transparansi atas komunikasi atau informasi 2015], http://pdfs.journals.lww.com/journal patientsafety/2013/09000/
Joint Commission International, 2011, Accreditation Standards For Hospitals, 4th
melalui sebuah protab konfirmasi instruksi Edition, [diakses 3 Maret, 2015] http://www.mintie.com/pdf/edu cation
dan tanda-tangan sebagai prosedur atau /JSI_4th_edition_standards.pdf.
Joint Commission International, 2014, Transforming patient safety and quality of
mekanisme kontrol care. [diakses 10 Februari, 2015], http://www.jointcommissioninternational
 SKP 3 .org
Juknis_Sistem_INA_CBGs_.pdf
Integrasi dan pemberdayaan tatalaksana Junadi, P. 2008, Aplikasi Studi Kasus Dalam Manajemen, Fakultas Kesehatan
Masyarakat, Universitas Indonesia, [diakses 9 April, 2015] https://staff.
obat High Alert NORUM atau LASA blog.ui.ac.id/purnawan/files/2008/06/studi-kasus.pdf
pada unit-unit pelayanan strategis, seperti Kementrian Kesehatan RI, 2012, Standar Akreditasi Rumah Sakit, KARS,
DITJEN BUK.
IGD, ICU, IRN, OK, dengan turut Kementerian Kesehatan RI, 2012, Modul Tatalaksana Standar Pneumonia,
melibatkan peran aktif unit Farmasi Direktorat Jenderal Pengendalian Penyakit dan Penyehatan Lingkungan.
Komisi Akreditasi Rumah Sakit, 2014, Pedoman Tata Laksana Survei Akreditasi
dalam pembuatan daftar dan pemberian Rumah Sakit, Edisi 3.
lebel High Alert pada obat-obat Leape LL, et al, 1998, Promoting Patient Safety by Preventing Medical Error,
Editorial, JAMA,Vol 280, No. 16 October 28, [diakses 29 Januari, 2015],
NORUM/LASA. Tatalaksana obat High ftp://72.167.42.190/solutionleaders/pdf/
Alert NORUM/LASA perlu untuk PromotingPatientSafetybyPreventingMedicalError_ JAMA102898.pdf
Lever A & Mackenzie I, 2007, Sepsis: definition, epidemiology, and diagnosis,
dilengkapi fasilitas penyimpanan, disertai British Medical Journal, Vol. 335 (879-8327), October, [diakses 23 Maret
kewenangan Hak Akses 2013] http://www.ncbi.nlm.nih.gov /pmc/articles/PMC2043413/pdf/bmj-
 SKP 4 335-7625-cr-00879.pdf
Levy MM et al, 2003, 2001 SCCM/ESICM /ACCP/ATS/SIS International Sepsis
Keterlibatan pasien dan keluarga pasien Definitions Conference, Critical Care Medicine, Vol. 31, No. 4, Lippincott
Williams & Wilkins, [diakses 10 Februari 2015] http://www.
perlu lebih ditingkatkan esicm.org/upload/ file4.pdf
 SKP 5 Nolan TW, 2010, System changes to improve patient safety, BMJ, Vol. 320, 18
March, [diakses 3 Maret 2015] http://www.ncbi.nlm.nih.gov /pmc/articles
Meningkatkan peran-aktif staf medis atau /PMC1117771/pdf/771.pdf
operasional sebagai gugus depan kendali Pierrakos C., Vincent JL, 2010, Sepsis biomarkers: a review, Crit Care.
2010;14(1):R15, BioMed Central Ltd, [diakses 23 Maret 2015], http://
bahaya infeksi www.ccforum.com/content/pdf/cc8872.pdf
 SKP 6 Peraturan Menteri Kesehatan RI No. 27 Tahun 2014 Tentang Petunjuk Teknis
Sistem Indonesian Case Base Groups, [diakses 23 Maret 2015]
Mengedukasi para pasien serta keluarga http://sinforeg.litbang.depkes.go.id/upload /reg ulasi/PMK_No._27 _ttg_.
pasien sebagai solusi mengurangi Pusat Bahasa, 2008, Kamus Besar Bahasa Indonesia, Edisi 4, Departemen
Pendidikan Nasional, Gramedia Pustaka Utama, Jakarta.
insiden resiko pasien jatuh. Reinhart, K, 2013, The burden of sepsis – a call to action in support of World Sepsis
3) Untuk hal-hal yang masih membutuhkan Day 2013, [diakses 23 Maret 2013] http://www.jccjournal.
org/article/S0883-9441%2813%2900121-4/pdf
waktu dan kajian manajemen, maka dapat Rivani R., 2009, Clinical Pathway & Cost of Treatment Dalam Mendukung
diterapkan Standar Pelayanan Minimum Indonesia Diagnosis Related Groups (INA-DRGs), Workshop, PERSI,
Jakarta.
(SPM) yang bersifat sementara waktu. Shadily, H., Echols, JM., 2014, Kamus Inggris-Indonesia, Ed. 3, Gramedia Pustaka
Utama, Jakarta.
Singh, H. et al, 2013, Types and Origins of Diagnostic Errors in Primary Care
DAFTAR PUSTAKA Settings, JAMA INTERN MED, Vol 173, No. 6, March 2, [diakses, 9
April, 2015], http://www. ajustnhs.com/wp-content/uplo ads/2012/10/diag-
American Hospital Association, 2012, Coding Clinic Alphabetical Index, errors-JAMA-2013.pdf
Instructions for use of the Coding Clinic for ICD-9-CM, [diakses 10 Februari Undang Undang RI Nomor 44 Tahun 2009 Tentang Rumah Sakit, [diakses 29
2015] Januari 2015], http://www.gizikia.depkes.go.id/wpcontent/uploads/downlo
A_ New,_Evidence_based_Estimate _of_Patient_Harms.2.pdf ads/2012/07/UU-No.-44-Th-2009-ttg-Rumah-Sakit.pdf.

Jurnal ARSI/Februari 2017 107


Rianayanti Asmira Rasam., Analisi Tatakelola Sasaran Keselamatan Pasien pada Alur Pelayanan Penyakit Sepsis di
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume
Rumah Sakit3Tebel
Nomor 2
2015

United Nation, 1948, General Assembly of the United Nation, The Universal Weingart et.al, 2000, Epidemiology of medical error, British Medical Journal, 320,
Declaration of Human Rights. Palais de Chaillot, Paris; Dec 10, [diakses 20 March. [diakses, 3 Maret 2015] http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/
Februari, 2015] http://www.un.org/en/docu ments/udhr/ . articles/PMC1117772/pdf/774.pdf
Utarini, A., 2011, Pidato Pengukuhan Jabatan Guru Besar pada Fakultas WHO, 2005, World Alliance for Patient Safety, Final Brochure, forward
Kedokteran Universitas Gadjah Mada, [diakses 23 Maret, 2015] programme, [diakses 29 Januari, 2015] http://www.who.int/patientsafet
http://kebijakankesehatanindonesia.net. y/en/brochure_final.pdf.
Vincent JL, 2009, Definition of Sepsis and Non-infectious SIRS,[diakses 10 WHO, 2010, International Statistical Classification of Diseases and Related
Februari 2015] http://www.wiley-vch.de/books/sample/3527319352_c01. Health Problems ICD-10. Vol.2.
pdf. [diakses 29 Januari 2015] http://www.who.int/classifications/icd/ICD10Volume
Vincent, C., 2010, Patient Safety, 2nd edition, John Wiley & Sons, Ltd, Chichester, 2_en_2010.pdf
UK.. WHO, 2015, ICD-10 Online Version:, [diakses 10 dan 20 Februari 2015]
Wachter, 2004, The End Of The Beginning: Patient Safety Five Years After ‘To Err http://apps.who.int /classifi cations/icd10/browse/2015/en
Is Human’, Health Affair, W4.534. November 30 [diakses, 29 Januari, WHO & JCI, 2007, Preamble and Patient Safety Solutions, Collaborating Centre
2015] http://content.healthaffairs.org/content/early/2004/11/30/hlthaff.w4. for Patient Safety Solution. [diakses 20 Februari 2015] http://www.
534.full.pdf jointcommissioninternational.org
Weber, Stefanie & Steven, 2009, Sepsis on the death certificate – Is a change to http://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles/PMC2690312/pdf/milq0085-0093.pdf
rule 3 necessary? [diakses 3 Maret, 2015] http://www.who.int/c Wibowo, A, 2014, Metodologi Penelitian Praktis Bidang Kesehatan, Raja
lassifications/network/D030_MRG.pdf. Grafindo Persada, Jakarta.

Tabel 1. 6 SKP Berbasis IPSG

Sumber: SARS 2012 dan JCI (2011)

Jurnal ARSI/Februari 2017 108


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Tabel 2. Sepsis atau Severe Sepsis Screening Tool

Sumber: Diaopsi dari Daniel, 2010

Tabel 3. Tahun Revisi dan Pemakaian ICD


Revisi Tahun Pemakaian
Ke-1 1900-09
Ke-2 1910-20
Ke-3 1921-29
Ke-4 1930-38
Ke-5 1939-48
Ke-6 1949-57
Ke-7 1958-67
Ke-8 1968-78
Ke-9 1979-98
Ke-10 1999-sekarang

Tabel 4. Perbedaan sistem pengkodean ICD-9-CM dan ICD-10

Sumber: Centre for Desease Control and Prevention (CDC)

Jurnal ARSI/Februari 2017 109


Rianayanti Asmira Rasam., Analisi Tatakelola Sasaran Keselamatan Pasien pada Alur Pelayanan Penyakit Sepsis di
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume
Rumah Sakit3Tebel
Nomor 2
2015

Tabel 5. Perbandingan Clinical Pathway dan Tatakelola 6 SKP


Aktifitas Pelayanan U
No Clinical Pathway Tatakelola SKP IGD ICU OK IRN
Identifikasi Pasien (SKP1)
a. Admission/Pendaftaran x
1. Pendaftaran pasien/data komputer x
1 Admission 2. Anamnesa, Pemeriksaan Fisik, Diagnosa kerja x
b. Pemasangan Gelang Pasien
1. Gelang indentitas (LK/P) x
2. Gelang Penanda (Alergi/Jatuh/Rescusitasi) x
Identifikasi Pasien (SKP 1)
b. 1. Gelang Indentitas (LK/P) x x x x
2. Gelang Penanda (Alergi/Jatuh/Rescusitasi) x x x x
c. Pada saat pemberian obat x x
d. Pada saat pengambilan/spesimen lain x x
e. Pada saat pemberian darah/produk darah x x x
d. Sebelum memberikan pengobatan x x x x
f. Sebelum memberikan tindakan x x x x
2 Diagnostic Komunikasi (SKP 2)
a. Lembar perintah lisan x x x x
b. Lembar perintah melalui telephone/handphone x x x x
c. Lembar laporan pemeriksaan klinis kritis atau x x x x
rekam medis dari dokter jaga kepada konsulen
Pengurangan risiko jatuh (SKP 6)
a. Pengawasan perpindahan pasien x x x x
b. Kelengkapan alat bantu jalan x x x x
c. Evaluasi pasien jatuh (humpty dumpty scale) x x x x
Identifikasi Pasien (SKP 1)
b. 1 Gelang Indentitas (LK/P) x x x x
2. Gelang Penanda (Alergi/Jatuh/Rescusitasi) x x x x
Peningkatan keamanan obat yang diwaspadai (SKP 3)
a. Kewaspadaan NORUM/LASA x x x x
b. Lokasi penyimpanan obat (pembatasan akses) x x x x
c. Pemberian label "High Alert" x x x x
Pengurangan resiko infeksi (SKP 5)
3 Pra-Therapy a. Kebersihan tangan (hand hygiene) x x x x
b. Penggunaan alat sekali pakai
1. Penggunaan sarung tangan sekali pakai x x x x
2. Penggunaan alat suntik sekali pakai x x x x
c. Keamanan dan kebersihan peralatan standar x x x x
Tepat lokasi, tepat prosedur, tepat operasi (SKP 4)
a. Penandaan lokasi operasi pada tubuh pasien x
b. Verifikasi lokasi, prosedur, dan tepat pasien x
c. Pemeriksaan ulang kelengkapan dokumen & terpampang di
R.Operasi x
d. Pemeriksaan ulang peralatan operasi x
f. Time-out sesaat sebelum operasi akan dimulai x
Identifikasi Pasien (SKP 1)
b. 1 Gelang Indentitas (LK/P) x x x x
2. Gelang Penanda (Alergi/Jatuh/Rescusitasi) x x x x
c. Pada saat pemberian obat x x x x
d. Pada saat pengambilan/spesimen lain x x x x
e. Pada saat pemberian darah/produk darah x x x x
d. Sebelum memberikan pengobatan x x x x
f. Sebelum memberikan tindakan x x x x
Peningkatan keamanan obat yang diwaspadai (SKP 3)
4 Therapy a. Kewaspadaan NORUM/LASA x x x x
b. Lokasi penyimpanan obat (pembatasan akses) x x x x
c. Pemberian label "High Alert" x x x x
Pengurangan resiko infeksi (SKP 5)
a. Kebersihan tangan (hand hygiene) x x x x

Jurnal ARSI/Februari 2017 110


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Aktifitas Pelayanan U
No Clinical Pathway Tatakelola SKP IGD ICU OK IRN
b. Penggunaan alat sekali pakai
1. Penggunaan sarung tangan sekali pakai x x x x
2. Penggunaan alat suntik sekali pakai x x x x
c. Keamanan dan kebersihan peralatan standar x x x x
Pengurangan risiko jatuh (SKP 6)
a. Pengawasan perpindahan pasien x x x x
b. Kelengkapan alat bantu jalan x x x x
c. Evaluasi pasien jatuh (humpty dumpty scale) x x x x
Identifikasi Pasien (SKP 1)
b. 1 Gelang Indentitas (LK/P) x x x x
2. Gelang Penanda (Alergi/Jatuh/Rescusitasi) x x x x
c. Pada saat pemberian obat x x x x
d. Pada saat pengambilan/spesimen lain x x x x
e. Pada saat pemberian darah/produk darah x x x x
d. Sebelum memberikan pengobatan x x x x
f. Sebelum memberikan tindakan x x x x
Komunikasi (SKP 2)
a. Lembar perintah lisan x x x x
b. Lembar perintah melalui telephone/handphone x x x x
c. Lembar laporan pemeriksaan klinis kritis atau RM (dokter jaga-
konsulen) x x x x
5 Follow-up Peningkatan keamanan obat yang diwaspadai (SKP 3)
a. Kewaspadaan NORUM/LASA x
b. Lokasi penyimpanan obat (pembatasan akses) x
c. Pemberian label "High Alert" x
Pengurangan resiko infeksi (SKP 5)
a. Kebersihan tangan (hand hygiene) x x x x
b. Penggunaan alat sekali pakai x x x x
1. Penggunaan sarung tangan sekali pakai x x x x
2. Penggunaan alat suntik sekali pakai x x x x
c. Keamanan dan kebersihan peralatan standar x x x x
Pengurangan risiko jatuh (SKP 6)
a. Pengawasan perpindahan pasien x x x x
b. Kelengkapan alat bantu jalan x x x x
c. Evaluasi pasien jatuh (humpty dumpty scale) x x x x
Identifikasi Pasien (SKP 1) x x x x
6 Discharge a. Admission/Pendaftaran
b. 1 Gelang Indentitas (LK/P)
2. Gelang Penanda (Alergi/Jatuh/Rescusitasi)

Tabel 6. Hasil Kuisioner

Jurnal ARSI/Februari 2017 111


Rianayanti Asmira Rasam., Analisi Tatakelola Sasaran Keselamatan Pasien pada Alur Pelayanan Penyakit Sepsis di
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume
Rumah Sakit 3Tebel
Nomor 2
2015

Gambar 1. Grafik Hasil Nilai Efektif Hasil Kuisioner 6 SKP ( % )

Jurnal ARSI/Februari 2017 112


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Tabel 7. Total Utilisasi Tatakelola 6 SKP

Gambar 2. Grafik Perbandingan Jumlah Utilisasi 6 SKP dan Capaian RST

Gambar 3. Grafik Perbandingan Selisih Utilisasi Tatakelola 6 SKP

Jurnal ARSI/Februari 2017 113


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Audit Implementasi Clinical Pathway Diare Akut di Rumah Sakit Anak dan
Bunda Harapan Kita Tahun 2016

Audit of Clinical Pathway Implementation in Acute Diarrhea at Women and Children


Harapan Kita Hospital in 2016

Desy Rachma Sari

Program Studi Pasca Sarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit Indonesia


Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia,

*E-mail: desyrachmasari@gmail.com

ABSTRAK

Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui implementasi clinical pathway pada kasus diare akut dengan proses
audit. Jenis penelitian ini adalah kuantitatif dan kualitatif dengan menggunaan konsep operational research dengan
metode telaah dokumen, telaah data dan wawancara mendalam. Hasil penelitian didapatkan topik audit adalah
implementasi clinical pathway diare akut dengan tujuan menilai kelengkapan pengisian clinical pathway,
kepatuhan DPJP, PPJP, Gizi dan Farmasi serta menilai kesesuaian lama hari rawat dengan clinical pathway.
Standar penilaian yang digunakan adalah standar nasional yaitu KARS. Hasil pengukuran menunjukkan bahwa
kelengkapan pengisian clinical pathway 25%, tidak ditemukan variasi pada pemeriksaan laboratorium, asuhan
nutrisi dan asuhan keperawatan, namun pada tata lakasana diare akut masih ditemukan variasi pada obat tambahan
sebesar 41%, dan lama hari rawat sudah sesuai yaitu 3,3 hari. Beberapa hal yang perlu rumah sakit lakukan adalah
mengembangkan kebijakan terkait clinical pathway, memperbaiki formulir clinical pathway dan sistem sosialisasi,
membuat petunjuk teknis clinical pathway, sistem monitoring dan evaluasi, serta menurukan standar lama hari
rawat dan diskusi terkait variasi terapi.

Kata kunci: clinical pathway, acute diarrhea; audit.

ABSTRACT

This study aims to determine the implementation of clinical pathway of acute diarrhea with the audit process. This
type of research is quantitative and qualitative by using operational research concept with document review
method, data analysis and in-depth interview. The result of the research shows that the audit topic is the
implementation of clinical pathway of acute diarrhea with the aim to assessing completeness of clinical pathway,
compliance of primary responsible physician, primary responsible nurse, nutrition and pharmacy and assessing
the length of stay with clinical pathway. Assessment standard used is the national standard that is KARS. The
result of measurement showed that completeness of filling clinical pathway 25%, no variation on laboratory
examination, nutrition and nursing care, but still found variation on additional drug 41%, and length of stay was
3.3 day. Some things that hospital need to do is developed policies related to clinical pathway, improve clinical
pathway forms and socialization systems, make clinical pathway technical guidance, monitoring and evaluation
systems, and reduce standards length of stay and discussion of variations in therapy.

Keywords: Clinical pathway; acute diarrhea; audit.

PENDAHULUAN dalam rangka mendapatkan keunggulan-keunggulan


yang berkesinambungan. Rumah sakit dituntut untuk
Mutu merupakan gambaran dari sifat suatu jasa pelayanan senantiasa melakukan peningkatan mutu pelayanan secara
atau kinerja yang merupakan bagian dari strategi perusahaan terus menerus. Berdasarkan undang-undang nomor 44

Jurnal ARSI/Februari 2017 115


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

tahun 2009 tentang rumah sakit menjelaskan bahwa akibat pneumonia dan diare (WHO/UNICEF, 2013).
untuk meningkatkan mutu pelayanan, rumah sakit harus Maka dari itu, dibutuhkan standar tata laksana yang
memiliki peraturan internal rumah sakit (hospital by laws) dijadikan panduan di rumah sakit seperti clinical pathway
dan peraturan staf medis rumah sakit (medical staff by yang selalu dimonitoring dan dievaluasi berdasarkan acuan
law). Peraturan tersebut disusun dalam rangka standar yang ditetapkan agar pelayanan yang diberikan
menyelenggarakan tata kelola perusahaan yang baik oleh petugas kesehatan dapat terintegrasi dengan baik.
(good corporate governance) dan tata kelola klinis yang
baik (good clinical governance). TINJAUAN PUSTAKA

Clinical governance merupakan pendekatan secara Clinical governance merupakan pendekatan secara
sistematis untuk pengelolaan jaminan dan pengendalian sistematis untuk pengelolaan jaminan dan pengendalian
mutu pelayanan klinis. Clinical governance memiliki 4 mutu pelayanan klinis. Clinical governance menjamin
komponen penting yaitu clinical effectiveness, patient keberlangsungan jaminan mutu dan menyempurnakan
safety, patient focus dan continuing professional mutu dalam pelayanan klinis (Koentjoro, 2011). Konsep
development (Connell L, 2014). Bentuk pelaksanaan clinical governance yang dikembangkan oleh National
clinical effectiveness adalah clinical pathway. Clinical Health System (NHS), Inggris yang didefinisikan sebagai
pathway berfungsi untuk standarisasi proses perawatan kerangka kerja yang digunakan organisasi NHS untuk
sehingga mengurangi variasi pelayanan dan efisiensi bertanggung jawab secara terus menerus meningkatkan
sumber daya. Clinical pathway juga merupakan salah kualitas layanan mereka dan menjaga standar tinggi
satu elemen yang dinilai pada akreditasi rumah sakit. perawatan yang diberikan dengan menciptakan suatu
RSAB Harapan Kita sudah menerapkan komponen keunggulan dalam perawatan klinis dan terus berkembang
dalam clinical governance, yaitu clinical effectiveness. (Zahir, 2001) (Australian Council on Healthcare Standards,
Adapun clinical effectiveness mencakup evidence- 2004).
infomed practice, clinical guideline, dan clinical audit.
RSAB Harapan Kita sudah memiliki tujuh Clinical Empat Komponen/Pilar Utama Clinical Governance
pathway, salah satunya yaitu Diare Akut. adalah Clinical Effectiveness, Patient Safety, Patient Focus
dan Continuing professional development. Komponen kunci
Indonesia merupakan negara berkembang yang dalam clinical effectiveness adalah Evidence-informed
memiliki iklim tropis dan endemik dengan beberapa practice, Clinical guidelines dan Clinical audit (Connell
penyakit infeksi menular seperti DHF dan diare. IR L, 2014; Koentjoro, 2011).Audit klinik adalah proses
penyakitDiarepadatahun2000sebesar301/1000penduduk, siklus yang dapat diuraikan dalam beberapa tahap.
tahun 2003 naik menjadi 374 /1000 penduduk, tahun 2006 Menurut NHS, proses audit terdiri dari 7 (ditampilkan
naikmenjadi423/1000penduduk dan tahun 2010 menjadi pada gambar 1).
411/1000 penduduk (Kementerian Kesehatan RI, 2011).
Pada tahun 2007 tercatat 16,7% dari jumlah populasi Hughes (2012) menjelaskan bahwa proses audit itu terdiri
anak yang berusia <5 tahun (1-4 tahun) menderita diare dari 4 langkah (ditampilkan pada gambar 2). Mengacu
di Indonesia. Di Indonesia, diare menjadi penyebab kepada teori Hughes (2012) dan NHS (2010), kerangka
utama kematian pada balita, yaitu 25,2%, lebih tinggi konsep dikembangkan untuk mendapatkan proses audit
dibanding pneumonia, 15,5% (Riskesdas, 2007). yang akan digunakan dalam penelitian ini (ditampilkan
Berdasarkan data Informasi Rekam Medik dan pada gambar 3). Pada teori Hughes, peneliti menggunakan
Informasi Kesehatan jumlah kasus diare akut di RSAB proses audit kliniknya sebagai kegiatan utama yang
Harapan Kita termasuk dalam 10 penyakit terbesar di dilakukan yaitu perencanaan, pengukuran, analisis hasil
Instalasi Rawat Inap dari tahun 2014 sampai 2016 temuan, rekomendasi perbaikan dan melakukan perbaikan.
(IRMIK RSAB Harapan Kita, 2014-2016). Rincian kegiatan berdasarkan variabel yang akan diteliti
adalah pada tahap perencanaan peneliti memilih topik
WHO dan UNICEF meluncurkan Rencana Aksi Global yang akan diaudit, menetapkan tujuan, menetukan
untuk Pneumonia dan Diare (GAPPD), yang mengusulkan standar. Tahap pengukuran dilakukan penelitian mengenai
pendekatan multi sektoral dan terpadu untuk mengurangi kelengkapan pengisian clinical pathway, Kepatuhan
kejadian pneumonia berat dan diare, mengurangi jumlah Dokter Penanggung Jawab Pasien (DPJP), Perawat
anak balita yang kerdil, dan mencegah kematian anak Penanggung Jawab Pasien, Gizi dan Farmasi terhadap

Jurnal ARSI/Februari 2017 116


Jurnal Administrasi Rumah Sakit
Desy Rachma Volume
S., Audit Implementasi Clinical Pathway Diare Akut di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan 3 Nomor
Kita Tahun 2
2016

clinical pathway dan lama hari rawat. Hasil dari variabel Setelah pengumpulan data kuantitatif, dilakukan proses
tersebutselanjutnyaakandilakukananalisisdanmemberikan manajemen data yaitu editing, coding, entry dan cleaning
rekomendasi sesuai dengan masalah yang ditemukan. data sedangkan data kualitatif akan dilakukan proses
reduksi dalam bentuk matriks, penyajian dan verifikasi
METODE PENELITIAN data. Penelitin ini menggunakan validasi data dengan cara
triangulasi sumber dan triangulasi metode.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif
dengan telaah dokumen dan dilanjutkan dengan kualitatif HASIL DAN PEMBAHASAN
dengan menggunakan metode wawancara mendalam.
Jenis Penelitian ini adalah penelitian operasional. Perencanaan
Penelitian operasional adalah metode ilmiah yang
digunakan untuk pemecahan masalah, dimulai dengan Perencanaan dalam audit implementasi clinical pathway
merumuskan masalah sampai kesimpulan untuk terdiri dari menentukan topik, menetapkan tujuan dan
memberikan solusi terhadap masalah tersebut (Kulej, menetapkan standar. Penentuan topik diambil berdasarkan
2011). Penelitian dilakukan di RSAB Harapan Kita yang kasus penyakit terbanyak dalam implementasi clinical
dilaksanakan pada bulan April sampai Juni 2017. pathway yaitu diare akut. Penentuan topik audit ini
Populasi penelitian adalah semua formulir clinical berdasarkan kondisi atau praktik tertentu yang menjadi
pathway kasus diare akut yang terintegrasi dengan rekam prioritas dan memiliki jumlah kasus terbanyak (high
medis di RSAB Harapan Kita pada bulan Januari sampai volume) (NHS, 2010) (Connell L, 2014). Setelah
Desember 2016 yaitu 163 kasus. Berdasarkan ditetapkan topik kemudian tahap selanjutnya adalah
perhitungan sampel di atas didapatkan jumlah sampel menetapkan tujuan yang akan dicapai dalam proses audit
maksimum adalah 61 kasus. ini. Tujuan dibentuk agar proses audit sukses dan tetap
fokus (Hughes, 2012). Berdasarkan hasil wawancara
Sampel diambil berdasarkan kriteria inklusi dan kriteria dengan komite medik didapatkan bahwa tujuan yang
eksklusi. Kriteria inklusi yaitu diare akut viral dan ingin dicapai yaitu menilai kelengkapan pengisian
tidak/disertai muntah dan/atau diare bukan karena clinical pathway, menilai kepatuhan DPJP, PPJP, Gizi
penyakit kronik dengan maupun tanpa demam, mual, dan Farmasi terhadap clinical pathway dan menilai
nyeri perut, semua derajat dehidrasi. Kriteria eksklusi kesesuaian lama hari rawat pasien terhadap clinical
yaitu Diare > 7 hari, Diare berdarah dan Komorbiditas pathway
(penyakit kompleks, gagal ginjal, penyakit jantung, gizi
buruk, pneumonia). Teknik pengambilan sampel adalah Tahap selanjutnya dalah menetapkan kriteria dan stadar
rekam medis diambil secara acak berdasarkan urutan penilaian. Kriteria penilaian disesuaikan berdasarkan
mulai tanggal 1 Januari s/d 31 Desember 2016 dengan pada tujuan. Kriteria dibuat dalam bentuk pernyataan dan
metode simple random sampling menggunakan standar dalam bentuk target atau persentase (NHS, 2010).
program software Microsoft Excel. Standar penilaian yang digunakan adalah target nasional
yaitu standar KARS. Kriteria dan standar penilaian dalam
Informan dalam penelitian ini adalah individu – individu audit ini ditampilkan pada tabel 1).
yang terkait dengan proses implementasi clinical
pathway kasus Diare Akut anak RSAB Harapan Kita Pengukuran
dan dipilih berdasarkan kesesuaian dan kecukupan.
Informan akan dipilih secara purposive sampling dengan Persentase kelengkapan pengisian clinical pathway diare
menentukan informan kunci kemudian menggunakan akut pada bulan Januari sampai Desember tahun 2016 di
metode snowballing sampling untuk memilih narasumber RSAB Harapan Kita ditampilkan pada tabel 2. Adapun
selanjutnya. Informan penelitian ini adalah Dokter persentasekelengkapan yangdihitungberdasarkan vaeriabel
Penanggung Jawab Pasien (DPJP) Diare Akut Anak, clinical pathway ditampilkan pada tabel 3. Di mana
Perawat Penanggung Jawab Pasien, Farmasi dan Ahli didapatkan hasil telaah formulir clinical pathway diare
gizi serta Komite Medik. akut bukan dari dokumen rekam medis. Telaah formulir
clinical pathway yang dilakukan adalah dengan melakukan
perhitungan pada setiap kolom yang terisi.

Jurnal ARSI/Februari 2017 117


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Penggunaan obat atau tata laksana pada pasien diare akut proses uji coba selama 3 bulan kemudian disosialisasi dan
anak pada formulir clinical pathway adalah cairan rehidrasi diimplementasikan pada pertengahan tahun 2015.
oral, cairanintravena,zinc,probiotik,dan antiemetik. Berikut
ini merupakan persentase kesesuaian penggunaan obat Penyusunan clinical pathway harus berfokus pada
pada pasien diare akut anak dengan clinical pathway outcome. Standar ini harus ditetapkan untuk kemajuan
(ditampilkan pada tabel 4). pasien dari hasil perawatan mereka dan mencapai hasil
yang diharapkan. Hal ini memungkinkan adanya variasi
Terdapat obat tambahan yang diberikan pada tata laksana dalam pelayanan. Oleh karena itu, sangat perlu
pasien diare akut anak pada bulan Januari – Desember dilakukannya monitoring dan evaluasi. Berdasarkan hasil
2016 sebesar 41%. Berikut ini persentase obat tambahan wawancara, didapatkan bahwa monitoring dari pihak
yang diberikan pada tata laksana pasien diare akut anak manajemen tidak ada dan evaluasi belum dilakukan
pada bulan Januari – Desember 2016 (ditampilkan pada secara optimal. Hal ini dikarenakan belum adanya orang
tabel 5). yang khusus melakukan evaluasi implementasi clinical
pathway yaitu case manager. Berdasarkan penelitian
Persentase pemeriksaan laboratorium pasien diare akut yang dilakukan Widyanita, dkk. (2016) fasilitator
anak pada formulir clinical pathway ditampilkan pada merupakan kunci kebeberhasilan penerapan clinical
tabel 6. pathway (Widyanita, et al., 2016).

Asuhan keperawatan, asuhan nutrisi dan lama hari rawat Pemberian obat tambahan juga digunakan pada pasien
sudah sesuai dengan clinical pathway hal ini diare akut anak yaitu antibiotik, antijamur, antiparasit,
menunjukkan nilai kepatuhan 100% terhadap asuhan analgesik dan obat lainnya. Pemberian antibiotik,
dan lama hari rawat. Lama hari rawat pada pasien diare antijamur, dan antiparasit ini diberikan kepada pasien
akut anak berdasarkan clinical pathway adalah ≤ 5 hari. diare akut yang disebabkan karena adanya infeksi bakteri
Berdasarkan hasil dalam penelitian ini didapatkan bahwa atau jamur atau parasit pada saat pemeriksaan
rata-rata lama hari rawat adalah 3,3 hari. Berikut ini laboratorium. Pemberian analgetik seperti parasetamol
merupakan persentase kesesuaian asuhan keperawatan, diberikan kepada pasien diare akut anak yang disertai
asuhan nutrisi dan lama hari rawat dengan clinical dengan demam. Obat lainnya ini jenis obat untuk pasien
pathway (ditampilkan pada tabel 7). dengan penyakit penyerta tambahan seperti ISPA.

Analisis Temuan Rekomendasi Perbaikan

Hasil pengukuran menunjukan kelengkapan pengisian Rekomendasi perbaikan berdasarkan pada hasil temuan
clinical pathway sebanyak 25%. Berdasarkan hasil dalam audit implementasi clinical pathway diare akut
wawancara diketahui bahwa rendahnya kelengkapan anak RSAB Harapan Kita ditampilkan pada tabel 8.
dalam pengisian ini disebabkan oleh dokter yang merasa
terbebani dengan adanya formulir clinical pathway yang Pembahasan
mengharuskan dokter menulis lebih banyak pada rekam
medis. Selain beban dokter ketidaklengkapan pengisian Clinical governance merupakan kerangka kerja yang
disebabkan karena kurangnya sosialisasi sehingga digunakan untuk meningkatkan kualitas pelayanan dan
beberapa tenaga kesehatan masih bingung dan tidak menjaga standar perawatan yang diberikan kepada
betul-betul mengetahui adanya formulir clinical pathway. pasien secara terus menerus dikembangkan sehingga
menciptakan suatu keunggulan dalam perawatan klinis
Selain kendala dalam sosialisasi, berdasarkan penelitian (Zahir, 2001; Australian Council on Healthcare Standars,
yang dilakukan oleh Widyanita, dkk (2016) diketahui 2004). Clinical governance bukan merupakan pendekatan
bahwa responden belum terbiasa sehingga sering lupa, yang instan, tetapi perlu diawali dengan perubahan
hal ini karena pelaksanaan penggunaan clinical pathway budaya dan tentunya akan membutuhkan waktu dalam
barus berjalan selama satu tahun (Widyanita, et al., 2016). penerapannya (Koentjoro, 2011). Komponen penting dari
Hal ini juga sejalan dengan hasil wawancara bahwa clinicalgovernanceadalahclinicaleffectiveness.Komponen
clinical pathway disusun pada tahun 2014-2015 dengan kunci dalam clinical effectiveness adalah audit klinis dan
clinical guidelines (clinical pathway) (Koentjoro, 2011).

Jurnal ARSI/Februari 2017 118


Jurnal Administrasi
Desy Rachma
Rumah S.,
Sakit
Audit Implementasi Clinical Pathway Diare Akut di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan
Volume
Kita Tahun
3 Nomor
20162

Clinical pathway adalah alat yang digunakan sebagai wawancara didapatkan bahwa evaluasi terhadap clinical
panduan perawatan kesehatan berbasis bukti (Kinsman, pathway dilakukan dalam bentuk audit kepatuhan. Audit
dkk, 2010). Clinical pathway disusun dengan tujuan kepatuhan ini dilakukan untuk menilai kesesuaian
untuk standarisasi perawatan, mengurangi variasi dalam tindakan dengan clinical pathway yangdilihat berdasarkan
pelayanan, menggurangi biaya, meningkatkan komunikasi dokumentasi dan lama hari rawat.
multidisiplin, meningkatkan efisiensi dan meningkatkan
kualitas pelayanan (Campbell, et al., 1998; Kinsman, Berdasarkan telaah dokumen proses evaluasi dalam
dkk., 2010; Kusuma, 2013). clinical pathway belum optimal karena audit kepatuhan
belum tercantum dalam kebijakan yang dimiliki oleh
Berdasarkan hasil audit ditemukan bahwa dalam RSAB Harapan Kita yaitu SK Direktur Utama Nomor
implementasi clinical pathway diare akut anak di RSAB HK.00.06 tentang Panduan Pembuatan Jenis-Jenis
Harapan Kita bulan Januari – Desember 2016, masih Standar dalam Praktik Kedokteran dan belum adanya
terdapat variasi dalam pemberian terapi/tata laksana laporan evaluasi serta petunjuk teknis terkait implementasi
sebesar 41% yaitu adanya obat tambahan di luar standar clinical pathway tersebut. Hal ini juga dikarenakan
clinical pathway. Variasi ini terjadi karena kondisi pasien sumber daya yang kurang memadai untuk melakukan
yang diharuskan menggunakan obat tambahan tersebut. evaluasi varian dalam clinical pathway.
Berdasarkan pedoman penyusunan standar pelayanan
kedokteran dijelaskan bahwa apabila dalam perjalanan Audit kepatuhan sebaiknya disertai dengan feedback.
klinis ditemukan hal-hal yang menyimpang, ini harus Audit dan feedback merupakan mekanisme yang
dicatat sebagai varian yang harus dinilai lebih lanjut. dilakukan untuk meningkatkan kinerja profesional
sehingga meningkatkan kualitas perawatan kesehatan
Berdasarkan penelitian yang dilakukan Rohmah (2016) dan keselamatan pasien. Audit dan feedback sering
didapatkan bahwa pemberian obat tambahan pada pasien digunakan dalam akreditasi atau penilaian organisasi
DHF anak paling banyak diberikan pada pasien dengan Berdasarkan penelitian dijelaskan bahwa adanya
lama hari rawat lebih dari 5 hari (Rohmah, 2016). Hal ini feedback dapat mempengaruhi kinerja pegawai (Ngatno,
meningkatkan kemungkinan risiko pasien mengalami 2006).
infeksi nosokomial. Menurut Ristiawan & Hartinah
(2013) dalam penelitiannya didapatkan bahwa lama hari Hambatan lain juga ditemukan dari hasil wawancara
perawatan dan penyakit penyerta ini berhubungan bahwa sebagian besar informan menjawab petugas yang
dengan kejadian infeksi nosokomial (Ristiawan & mengisi clinical pathway adalah dokter dan perawat. Hal
Hartinah, 2013). Hal tersebut dapat menyebabkan biaya ini dapat menyebabkan komunikasi multidisiplin tidak
perawatan yang dibebankan kepada pasien menjadi lebih berjalan dengan baik. Menurut Kemenkes (2014),
besar dan menunjukan bahwa kualitas pelayanan yang dijelaskan bahwa pengisian clinical pathway sebaiknya
diberikan kurang baik. Kualitas pelayanan yang kurang diisi oleh seluruh tenaga kesehatan profesional yang
baik akan mempengaruhi tingkat kepuasan pasien memberikan perawatan pada pasien. Salah satu
(Yuliani, 2015). penyebabnya adalah belum adanya penjelasan tupoksi
untuk setiap profesional pemberi asuhan dalam pengisian
Penerapan clinical pathway diharapkan dapat menurunkan clinical pathway yang tercantum dalam kebijakan.
lama hari rawat sehigga kualitas pelayanan semakin Berikut kebijakan terkait clinical pathway di RSAB
membaik. Berdasarkan penelitian Reid, et al (2016) Harapan Kita (ditampilkan pada tabel 9).
menjelaskan bahwa penerapan clinical pathway di
rumah sakit selain dapat menurunkan lama hari rawat, Penyebab lainnya dikarenakan pelaksanaan sosialisasi
clinical pathway juga dapat menurunkan angka kematian terkait clinical pathway belum optimal dan menyebabkan
sampai 8,8% (Reid, Dinesen, Jones, & Mirrison, 2016). ketidaktahuan akan adanya sistem clinical pathway dan
pendokumentasian clinical pathway tersebut. Terbukti
Variasi yang terjadi sebaiknya dilakukan analisis setiap 3 dari hasil pengukuran kelengkapan pengisian clinical
bulan sekali (NHS, 2010). Berdasarkan hasil analisis pathway sebesar 25%. Hambatan terkait komunikasi
variasi rumah sakit dapat memperbaiki dan meningkatkan juga disampaikan oleh Sultoni (2014), Rohmah (2016)
kualitas pelayanan. Oleh karena itu, variasi penting dan Widyanita (2016).
dilakukan monitoring dan evaluasi. Berdasarkan hasil

Jurnal ARSI/Februari 2017 119


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Menurut NHS (2010) menyatakan bahwa berhasilnya mungkin memerlukan revisi pada pembaharuan yang
proses implementasi clinical pathway tidak cukup hanya lebih sering, terutama jika pada bidang kedokteran ada
dengan sosialisasi secara lisan, sebaiknya diadakan sesi bukti baru dan ada perkembangan pada pelayanan pasien
pelatihan sederhana yang menjelaskan tentang konsep (NHS, 2010). Berdasarkan rencana perkembangan
dan bagaimana clinical pathway harus digunakan dalam sistem informasi RSAB Harapan Kita dalam bentuk IT,
asuhan yang diberikan dan adanyafeedbackdari manajemen untuk dapat meminimalkan kesalahan penulisan,
rumah sakit (NHS, 2010). Menurut penelitian Dewi (2005) ketidaklengkapan pengisian dan persentase variasi
dijelaskan juga bahwa ada hubungan signifikan pelatihan disarankan agar clinical pathway dapat diintergrasikan
dengan meningkatkan kualitas dan komitmen karyawan dalam sistem IT. Penelitian yang dilakukan oleh
(Dewi, 2005). Rusmiasih (2000), dengan adanya sistem informasi
seluruh data terintegrasi dari semua unit dan dapat diakses
Menurut Aisyah (2016), kepatuhan dapat ditingkatkan secara transparan. Hal ini dapat meningkatkan mutu
dalam mengisi rekam medis salah satunya adalah dengan layanan medis bagi pasien dan mendukung mekanisme
memberikan kompensasi (Aisyah, 2016). Berdasarkan monitoring operasional rumah sakit (Rusmiasih, 2000).
penelitian Novriansyah (2014) dijelaskan bahwa
kompensasi langsung (upah dan gaji atau pay for KESIMPULAN DAN SARAN
performance) merupakan faktor yang paling besar
pengaruhnya terhadap kinerja pegawai. (Novriansyah, Kesimpulan
2014). Saat ini, kepatuhan clinical pathway di RSAB
Harapan Kita termasuk dalam Indikator Kinerja Individu Perencanaan dalam audit implementasi clinical pathway
Direktur Utama dan Indikator Kinerja Unit Komite terdiri dari menentukan topik, menetapkan tujuan dan
Medik, tetapi belum masuk dalam Indikator Kinerja menetapkan standar. Topik audit ditentukan berdasarkan
Individu dokter. high volume. yaitu audit implementasi clinical pathway
diare akut. Setelah menentukan topik, selanjutnya
Penyebab ketidaklengkapan ini juga dapat dilihat dari sisi dilanjutkan dengan menetapkan tujuan. Tujuan pada
kemudahan dalam pengisian formulir (Aisyah, 2016). audit ini adalah menilai kelengkapan pengisian clinical
Format clinical pathway dapat rumit dan rinci. Sebagian pathway, menilai kepatuhan DPJP, PPJP, Gizi dan
kolom yang harus diisi dapat merupakan check-list, Farmasi terhadap clinical pathway dan menilai
namun tetap harus diberikan ruang untuk menuliskan kesesuaian lama hari rawat terhadap clinical pathway
hal-hal yang perlu dicatat. Ruang yang tersedia untuk serta penentuan kriteria ditentukan berdasarkan tujuan
mencatat hal-hal yang diperlukan juga dapat terbatas, dan standar penilaian yang digunakan dalam audit
terutama format yang sama diisi oleh semua profesi yang implementasi clinical pathway adalah standar KARS.
terlibat dalam perawatan, karena sifat multidisiplin
clinical pathway (Kemenkes RI, 2014). Berdasarkanhasilpengukurandidapatkan bahwa persentase
kelengkapan pengisian clinical pathway adalah 25%,
Berdasarkan hasil telaah dokumen didapatkan bahwa terapi/tata laksana diare akut yang sesuai dengan clinical
format clinical pathway diare akut anak RSAB Harapan pathway adalah 100% pasien diberikan cairan rehidrasi
Kita ditemukan masih belum ringkas. Oleh karena itu, secara parenteral, pemberian zinc sebesar 85%,
sesuai dengan tahapan pengembangan formulir clinical pemberian probiotik sebesar 92% dan pemberian anti
pathway pada proses diskusi untuk memperbaharui emetik sebesar 48% dan terdapat variasi pengobatan
dokumen clinical pathway selain membahas varian, sebesar 41%. Persentase pemeriksaan laboratorium
pembahasan format clinical pathway juga perlu sesuai dengan clinical pathway adalah pemeriksaan Hb,
dipertimbangkan untuk mengurangi variabel yang tidak Ht, Leukosit, Hitung jenis, trombosit sebesar 95%,
perlu. Kesesuaian format clinical pathway diare akut di pemeriksaan Feses Lengkap sebesar 62%, pemeriksaan
RSAB Harapan Kita ditampilkan pada tabel 10. urin lengkap sebesar 28% dan pemeriksaan elektrolit
sebesar 23%. Persentase asuhan keperawatan yang
Perubahan pada clinical pathway ini juga disarankan oleh sesuai dengan clinical pathway sebesar 90%, asuhan gizi
NHS (2010) bahwa perubahan pada clinical pathway yang sesuai dengan clinical pathway sebesar 89% dan
perlu dilakukan tinjauan dan revisi dalam skala besar kesesuaian lama hari rawat dengan clinical pathway
setiap empat tahun sekali. Beberapa clinical pathway sebesar 100% dengan lama rata-rata hari rawat 3,3 hari.

Jurnal ARSI/Februari 2017 120


Desy Rachma
Jurnal Administrasi S., Audit Implementasi Clinical Pathway Diare Akut di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan
Rumah Sakit Kita Tahun
Volume 2016
3 Nomor 2

Berdasarkan hasil pengukuran didapatkan bahwa Campbell, H., Hotchkiss, R., Bradshaw, N., & Porteous, M. (1998). Integrated care
pathways. BMJ, 316, 133-137.
hambatan yang dihadapi dalam implementasi clinical Connell L. (2014). A clinical governance handbook for District Clinical Specialist Teams.
pathway adalah beban penulisan bertambah, kebijakan Durban: Health Systems Trust.
Cran. (2002). Clinical Effectiveness and Evidence-based Practice. Nursing Standard,
belum mencakup evaluasi dan pedoman atau petunjuk 16(24), 39-43.
pengisian, kurangnya sosialisasi, belum adanya monitoring, Dewi, S. (2005). Pengaruh Komitmen Manajemen atas Kualitas Layanan Terhadap
Afeksi dan Kinerja Karyawan. TesisFakultasEkonomi UniversitasIndonesia,1-
evaluasi, dan feedback, kepatuhan clinical pathway belum 140.
dimasukkan ke dalam IKI dokter dan formulir clinical Flottorp, S. A., Jamtvedt, G., Gibis, B., & McKee, M. (2010). Using Audit and Feedback
to Health Professionals to Improve the quality and Safety of Health Care.
pathway belum ringkas. European Observatory on Health Systems and Polices, 1-54.
Hughes, M. (2012). A Manual for Lay Members of the Clinical Audit Team. Healthcare
Quality Improvement Partnership.
IRMIK RSAB Harapan Kita. (2014-2016). Data 10 Besar Penyakit . Jakarta: RSAB
Upaya perbaikan yang dapat dilakukan untuk mengatasi Harapan Kita.
permasalahan yang terjadi adalah memperkuat clinical Kementerian Kesehatan RI. (2011). Situasi Diare di Indonesia. Jakarta: Data dan
Informasi Kementerian Kesehatan RI.
pathway dengan melakukan perbaikan kebijakan dengan Koentjoro, T. (2011). Regulasi Kesehatan di Indonesia (2nd ed.). Yogyakarta: ANDI
menambah poin-poin yang kurang, membuat pedoman Yogyakarta.
Kulej, M. (2011). Operations Research. Poland: PRINTPAP Łódz.
yang berisi tentang tata cara mengisi clinical pathway, Martha, E., & Kresno, S. (2016). Metodologi Penelitian Kualitatif Untuk Bidang
monitoring dan evaluasi clinical pathway, melakukan Kesehatan (1 ed.). Depok: Grafindo.
Ngatno. (2006). Analisis Pengaruh Umpan Balik Supervisi Terhadap Kinerja Salesman.
sosialisasi secara menyeluruh dan disertakan dengan Jurnal Ilmu Sosial, 5(2), 55-66.
pelatihan khusus clinical pathway minimal 1 bulan sekali, NHS. (2010, August). How to Produce and Evaluate an Integrated Care Pathway (ICP):
Information For Staff. pp. 1-22.
melakukan monitoring dan evaluasi rutin setiap 3 bulan NHS. (2010). Improving Patient Care through Clinical Audit. NHS.
sekali dan dilakukan feedback, melakukan diskusi NHS. (2015). Clinical Effectiveness &Audit Strategy. US: NHS.
Novriansyah, D. (2014). Studi Pengaruh Kepemimpinan dan Kompensasi Terhadap
dengan SMF terkait untuk membahas variasi obat, dan Kinerja Pegawai Dinas Kesehatan Kabupaten Lebing Provinsi Bengkulu Tahun
melakukan perbaikan terhadap format clinical pathway. 2014. Tesis Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1-158.
Reid, L. E., Dinesen, L. C., Jones, M. C., & Mirrison, Z. J. (2016). The Effectiveness and
Variation of Acute Medical Units: a systematic review. International Journal for
Saran Quality in Health Care, 28(4), 433 - 446.
Riskesdas. (2007). Riset Kesehatan Dasar. Jakarta: Badan Penelitian dan Pengembangan
Kesehatan Kementerian Kesehatan RI.
Beberapa hal yang perlu dilakukan oleh rumah sakit Ristiawan, D., &Hartinah, D. (2013). Hubungan Lama Perawatan dan Penyakit Penyerta
dengan Terjadinya Infeksi Nosokomialdi RSISultan Hadlirin Jepara. JIKK, 4(1),
adalah memperkuat clinical pathway dengan melakukan 10-15.
perbaikan kebijakan dengan menambah poin-poin yang Rohmah, N. (2016). Evaluasi Implementasi Clinical Pathway Pada Penyakit Dengue
Hemorrhagic FeverAnakdi RSUPFatmawati Tahun2016. Depok:Universitas
kurang, membuat pedoman yang berisi tentang tata cara Indonesia.
mengisi clinical pathway, monitoring dan evaluasi clinical Rusmiasih, D. (2000). Perencanaan Strategis Sistem Informasi Untuk Rumah Sakit
Kanker Dharmais. Tesis Fakultas Ilmu Komputer Universitas Indonesia, 1-90.
pathway, melakukan sosialisasi secara menyeluruh dan Shelly, T. N. (2012). Evaluasi Sistem Informasi Manajemen di Bagian Rawat Jalan
disertakan dengan pelatihan khusus clinical pathway, Rumah Sakit Umum Bhakti Yudha, Depok Tahun 2012. Tesis Fakultas
Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia, 1-182.
melakukan monitoringdan evaluasi rutin setiap 3 bulan sekali WHO. (2008). Guide to Operational Research in Programs Supported by the Global
dan dilakukan feedback, melakukan diskusi dengan SMF Fund. WHO.
WHO/UNICEF. (2013). Ending Preventable Child Deaths from Pneumonia and
terkait untuk menyepakati variasi obat, melakukan Diarrhoea by 2025: The integrated Global Action Plan for Pneumonia and
pembaharuan terhadap format clinical pathway dan Diarrhoea (GAPPD). WHO.
Widyanita, A., Arini, M., & Dewi, A. (2016). Evaluasi Implementasi Clinical Pathway
mengurangi standar lamahari rawat menjadi 4 hari. Appendicitis Akut pada Unit Rawat Inap Bedah di RSUD Panembahan
Senopati Bantul. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta.
Wright, J., & Hill, P. (2003). Clinical Governance. Churchill Livingstone.
DAFTAR PUSTAKA Yuliani, U. (2015). Hubungan Kualitas Pelayanan dengan Kepuasan Pasien Rawat Inap
Aisyah, N. (2016). Analisis Kelengkapan Resume Medis Rawat Inap di Rumah Sakit di RSUD Dr. Sayidiman Magetan. Universitas Muhammadiyah Surakarta.
Umum Hermina Depok. Universitas Indonesia. Zahir, K. (2001). Clinical governance in the UK NHS. UK NHS Briefing Papers.
Australian Council on Healthcare Standards. (2004). ACHS news in brief: Clinical
governance defined. ACHS NEWS(12), 4.

Jurnal ARSI/Februari 2017 121


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Gambar 1. Audit Cycle (NHS, 2010)

Gambar 2. Audit Cycle (Hughes, 2012)

Gambar 3. Kerangka Konsep Audit Implementasi Clinical Pathway Diare Akut di RSAB
Harapan Kita

Jurnal ARSI/Februari 2017 122


Jurnal Administrasi
Desy Rachma
RumahS.,
Sakit
Audit Implementasi Clinical Pathway Diare Akut di Rumah Sakit Anak dan Bunda HarapanVolume
Kita Tahun
3 Nomor
20162

Tabel 1. Kriteria dan Standar Audit Implementasi Clinical Pathway Diare Akut

No Kriteria Standar Keterangan


1 Dikatakan patuh jika persentase pengisian form
clinical pathway terisi lengkap 80-100%.
Persentase dihitung berdasarkan jumlah kolom
Kelengkapan Pengisian 80-100%
terisi dalam clinical pathway dibagi total kolom
yang sudah disesuaikan dengan jumlah lama hari
rawat pasien.
2 Kepatuhan DPJP, PPJP, Gizi dan Farmasi
a. Terapi/Tata laksana (Cairan Sesuai dengan clinical pathway dan Panduan
IV, Zinc, Probiotik, 80-100%
Praktik Klinik
Antiemetik)
b. Pemeriksaan Penunjang (Hb,
HT, Leukosit, dan Hitung Sesuai dengan clinical pathway dan Panduan
jenis, trombosit, Feses 80-100%
Praktik Klinik
Lengkap, Urin Lengkap,
Elektrolit)
c. Asuhan Keperawatan 80-100% Sesuai dengan clinical pathway
d. Asuhan Gizi 80-100% Sesuai dengan clinical pathway
3 Lama Hari Rawat 80-100% Sesuai dengan clinical pathway

Tabel 2. Persentase Kelengkapan Pengisian Clinical Pathway Diare Akut


Bulan Januari – Desember 2016

Pengisian Clinical Pathway Jumlah Persentase (%)


Clinical Pathway Terisi <
46 75
80%
Clinical Pathway Terisi
15 25
≥80%
Total 61 100

Tabel 3. Persentase Kelengkapan Pengisian Berdasarkan Variabel Clinical Pathway


Variabel dalam Formulir Clinical Pathway Jumlah Persentase (%)
Triase 42 69
Anamnesis
BAB 59 97
Penyakit penyerta 14 23
Komplikasi 29 48
Penilaian Klinis
Pemeriksaan dokter 52 85
Penilaian derajat dehidrasi 43 70
Kesimpulan derajat dehidrasi 55 90
Asuhan Keperawatan
Pemeriksaan awal 40 66
Asuhan harian 30 49
Tindakan keperawatan 30 49
Pemeriksaan penunjang 58 95
Tata laksana rehidrasi
Cairan Rehidrasi Oral 3 5
Pasang Infus 24 39
Jenis Cairan 56 92
Jumlah Cairan 55 90
Tata laksana lanjutan
Cairan IV 8 13
Cairan Rehidrasi Oral 1 2
Obat – obatan 29 48
Asuhan Nutrisi 4 7
Hasil Outcome
Dehidrasi 23 38
Syok 20 33
Mobilisasi pasien 17 28
Resume medis 20 33
Proses Administrasi 20 33
Pulang 20 33
Jumlah CP 61

Jurnal ARSI/Februari 2017 123


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Tabel 4. Persentase Kesesuaian Terapi atau Tata laksana Pasien Diare Akut Anak
dengan Clinical Pathway Bulan Januari – Desember 2016

Obat-Obatan Jumlah Persentase (%)


Cairan rehidrasi oral 2 3
Cairan intravena 61 100
Zinc 52 85
Probiotik 56 92
Antiemetik 29 48
Jumlah clinical pathway 61

Tabel 5. Obat Tambahan pada Pasien Diare Akut Anak Bulan Januari – Desember 2016

No Obat Tambahan Jumlah Persentase (%) Keterangan


Antibiotik
1 Amikasin 1 2 Diberikan kepada pasien anak jika
2 Cefixime 1 2 ditemukan adanya infeksi. Pada hasil
3 Cefotaxime 1 2 laboratorium ditemukan peningkatan
4 Ceftriaxone 5 12 angka leukosit melebihhi batas normal,
5 Claneksi 1 2 ditemukan darah pada hasil feses
6 Bioxam 1 2 lengkap.
7 Mikasin 2 5
Antijamur
Diberikan untuk anak dengan jamur
8 Mycostatin 5 12 yang terdapat pada lidah (berwarna
putih)
Antiparasit
9 Metronidazol 2 5 Amoeba positif pada hasil laboratorium
10 Flagyl 2 5 feses lengkap
Analgesik
10 Parasetamol 13 30
11 Naprek 1 2 Adanya Demam pada gejala penyerta
12 Ottopan 1 2
Lainya
13 Mucos 1 2 Adanya diagnosis penyerta yaitu ISPA
14 Puyer Batuk 1 2
15 Vostrin 1 2 Vitamin untuk daya tahan tubuh
16 Imunos 1 2
Jumlah Total CP 61 41

Tabel 6. Persentase Pemeriksaan Laboratorium Pasien Diare Akut Anak Berdasarkan


Clinical Pathway Bulan Januari – Desember 2016

Jenis Pemeriksaan Penunjang Jumlah Persentase (%)


Hb, HT, Leukosit, dan Hitung jenis, 58 95
trombosit
Feses Lengkap 38 62
Urin Lengkap 17 28
Elektrolit 14 23

Tabel 7. Persentase Kesesuaian Asuhan Keperawatan, Nutrisi dan Lama Hari Rawat
Pasien Diare Akut dengan Clinical Pathway Bulan Januari – Desember 2016

Sesuai Clinical Pathway Tidak Sesuai Clinical Pathway


Variabel
Jumlah (%) Jumlah (%)
Asuhan Keperawatan 55 90 6 10
Asuhan Nutrisi 54 89 7 11
Lama Hari Rawat 61 100 0 0

Jurnal ARSI/Februari 2017 124


Jurnal Administrasi
Desy Rachma
Rumah Sakit
S., Audit Implementasi Clinical Pathway Diare Akut di Rumah Sakit Anak dan Bunda Harapan
Volume
Kita Tahun
3 Nomor
2016
2

Tabel 8. Rekomendasi Perbaikan

No Masalah Analisa Rekomendasi


1 Ketidak lengkapan - Kebijakan - Memperkuat clinical pathway
pengisian clinical pathway  Belum adanya petunjuk dengan memperbaharui kebijakan
teknis pengisian clinical yang ada
pathway dan evaluasi - Pembuatan paduan implentasi
 Tupoksi setiap profesional clinical pathway yang berisi
pemberi asuhan panduan pengisian, panduan
pengawasan dan panduan evaluasi
- Memperkaya pedoman audit medik
terkait clinical pathway
Kurangnya sosialisasi Melakukan sosialisasi dan pelatihan
kepada tenaga kesehatan terkait pengisian
clinical pathway minimal 3 bulan sekali
Belum adanya monitoring dan Melakukan monitoring dan evaluasi rutin
evaluasi setiap 1 bulan sekali
Belum masuk dalam penilaian IKI Memasukan indikator kepatuhan clinical
dokter pathway dalam IKI dokter
Formulir clinical pathway belum Melakukan pembaharuan formulir clinical
ringkas dan masih adanya variabel pathway
yang tidak termasuk rencana
perawatan
2 Pemberian obat tambahan Melakukan evaluasi dan diskusi dengan
sebesar 41% SMF terkait varian dalam obat-obatan
yang digunakan
3 Lama hari rawat Menurukan standar lama hari rawat dalam
clinical pathway

Tabel 9. Kebijakan Terkait Clinical Pathway di RSAB Harapan Kita

Kebijakan Isi Poin yang perlu ditambahkan


1. Jenis – jenis standar dalam praktik
kedokteran di RSAB Harapan Kita
SK Direktur Utama Nomor HK.00.06
yaitu panduan praktik klinis, clinical
tentang Panduan Pembuatan Jenis-
pathway, algoritme, protocol dan Tidak Ada
Jenis Standar dalam Praktik
standing orders
Kedokteran
2. Tujuan dari panduan pembuatan
jenis-jenis standar
1. Pengertian
2. Tujuan
SPO Penyusunan Clinical Pathway 3. Kebijakan Tidak Ada
4. Prosedur
5. Unit terkait
1. Tupoksi Profesional Pemberi
Asuhan
1. Definisi 2. Petunjuk Teknis Pengisian
2. Peran dan Manfaat Clinical Pathway
Panduan Clinical Pathway
3. Clinical pathway sebagai kendali 3. Prosedur Monitoring dan
mutu Evaluasi
4. Tahap Pengembangan
Clinical Pathway
1. Penentuan topik oleh subkomite mutu
profesi komite medik
SK Direktur Utama Rumah Sakit
2. Kriteria ditetapkan oleh tim ad-hoc
Anak dan Bunda Harapan Kita
3. Asisten audit mengumpulkan data
Nomor: HK.00.06.176 tentang Audit
4. Tim ad-hoc melakukan analisa data
Medik
5. Diklit melakukan perubahan
6. Tim ad-hoc melakukan re audit
1. Menambahkan waktu
pelaksanaan audit dalam satu
SPO Audit Medik 1. Prosedur penentuan tim audit
tahun
2. Feedback hasil audit
1. Pengertian audit klinis 1. Prosedur audit kepatuhan
2. Siklus audit dan pengorganisasian clinical pathway
Pedoman audit klinis 2016 3. Penjelasan setiap proses dalam siklus 2. Kriteria standar penilaian
4. Menyusun laporan yang digunakan
5. Template laporan audit klinis

Jurnal ARSI/Februari 2017 125


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Tabel 10. Kesesuaian Format Clinical Pathway Diare Akut RSAB Harapan Kita

Campbell, et al., 1998 Kemenkes, 2014 RSAB Harapan Kita Pembahasan


1. Bentuk format dapat berbentuk
check-list, namun tetap harus Format dalam bentuk
diberikan ruang untuk checklist dan terdapat ruang Sudah sesuai
Berurutan berdasarkan
menuliskan hal-hal yang perlu untuk mencatat
skala waktu
dicatat.
2. Tabel yang kolomnya Kolom merupakan hari
Sudah sesuai
merupakan waktu (hari, jam) dimana pasien di rawat
3. Barisnya merupakan Terdapat baris yang berisi Kesesuaian baris berisi
Berisi rencana perawatan
observasi/pemeriksaan/tindaka proses triase, tindakan IGD, perawatan pasien
pasien
n/intervensi proses admisi, anamnesis, sudah sesuai, namun
penilaian klinis, asuhan dari segi keringkasan
keperawatan, pemeriksaan terlihat bahwa masih
peunjang, tata laksana terdapat proses
Terdapat rincian tugas
4. Harus lengkap, rinci dan rehidrasi, tata laksana administrasi dan tidak
dan daftar tindakan yang
ringkas sehingga mudah diisi lanjutan (obat-obatan), termasuk dalam proses
akan dilakukan
asuhan nutrisi, hasil perawatan/tindakan.
(outcome), resume medis,
proses administrasi, pulang Pada proses asuhan
Terdapat kolom varian keperawatan tidak
dirinci
tindakan/asuhan yag
5. Diisi oleh seluruh tenaga
Variasi dari rencana Hanya terdapat kolom tanda harus diberikan, hanya
kesehatan profesional yang
perawatan dicatat tangan PPJP, DPJP, menampilkan kegiatan
memberikan perawatan
Verifikator pemeriksaan awal,
asuhan harian,
tindakan keperawatan

Jurnal ARSI/Februari 2017 126


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Kajian Implementasi Mutu dengan Pendekatan Integrasi Six Sigma dan


TQM Melalui Penilaian Malcolm Baldridge di Rumah Sakit Charitas
Palembang

Quality Implementation Study with Six Sigma and TQM Integration Approach through
Assessment of Malcolm Baldridge in Hospital Charitas Palembang

Jessihana Morgan Manurung


Program Pasca Sarjana Kajian Administratsi Rumah Sakit Indonesia
Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

*Email: dek_sie@ymail.com

ABSTRAK
Rumah sakit sebagai suatu organisasi yang bergerak dibidang layanan kesehatan public makin dituntut untuk
memberikan layanan kesehatan yang lebih baik (Muchtar, 2011). Pelayanan prima dan berkualitas akan
berdampak pada kepuasan pasien dan berdampak pada peningkatan loyalitas pelanggan terhadap pelayanan yang
ditawarkan. Salah satu ukuran pencapaian kualitas dari sebuah pelayanan ialah loyalitas dari konsumen. Di Rumah
Sakit Charitas, terjadi penurunan loyalitas pelanggan dari tahun 2013 hingga tahun 2015 sebesar 80%. Hal ini
terbukti pula dengan penurunan indikator mutu di Rumah Sakit Charitas yaitu BOR, LOS, TOI, GDR, NDR yang
turun tiga tahun terakhir ini (Data RS. Charitas, 2016). Diketahui bahwa manajemen mutu TQM dan Six Sigma
masing-masing telah terbukti secara konsep dan empiris sebagai metode perbaikan mutu berkelanjutan yang dapat
membantu meningkatkan kinerja organisasi termasuk rumah sakit. Bagaimana mutu pelayanan di Rumah Sakti
Charitas dilihat dari Kriteria Malcolm Baldrige dalam bidang pelayanan kesehatan dengan integrasi pendekatan
TQM dan Six Sigma?

Kata kunci: mutu rumah sakit, TQM, Six Sigma, Malcolm Baldridge

ABSTRACT
Hospitals increasingly are expected to provide better health services (Muchtar, 2011). Excellent service and
quality have an impact on customer satisfaction and loyalty. One measure of quality achievement is customer
loyalty. Charitas Hospital had a decline in customer loyalty from 2013 to 2015 by 80%. It was determined by a
decrease in the quality indicators that BOR, LOS, TOI, GDR, NDR which dropped on the last three years (Data
RS-Caritas, 2016). Quality management TQM and Six Sigma respectively conceptually and empirically proven
as a quality improvement method to improve organizational performance. How is the quality of service at the
Charitas Hospital observed from the criteria Malcolm Baldrige Criteria with the integration of TQM and Six
Sigma approach?

Keywords: hospital quality, TQM, Six SIGMA, Malcolm Baldridge.

PENDAHULUAN pelayanan kesehatan pada masyarakat. Dalam


perkembangan waktu, sebagaimana juga dengan
Dasar Rumah Sakit dibangunnya adalah untuk industri jasa lainnya, salah satu syarat utama agar
memberikan pelayanan kepada pasien. Namun dengan rumah sakit dapat survive adalah bila mampu
adanya perubahan paradigma perumahsakitan, dimana memberi pelayanan prima pada pelanggannya
Rumah Sakit merupakan institusi yang padat modal, (Kalaesaran, 2011). Pelayanan prima dan berkualitas
padat teknologi dan tenaga, Rumah Sakit juga mudah akan berdampak pada kepuasan pasien dan berdampak
dan rawan terjadi konflik dalam proses memberi pada peningkatan loyalitas pelanggan terhadap pelayanan

Jurnal ARSI/Februari 2017 127


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

yang ditawarkan oleh industri jasa tersebut. Salah satu memberikan pelayanan yang terbaik dan menjadi
ukuran pencapaian kualitas dari sebuah pelayanan pilihan bagi masyarakat (Ahmad, 2011).
ialah loyalitas dari konsumen. Di Rumah Sakit
Charitas, terjadi penurunan nilai indikator pelayanan Salah satu solusinya adalah dengan melakukan
BOR, LOS, BTO, TOI, GDR, NDR, jumlah tindakan nyata dalam meningkatkan pelayanan di
kunjungan pasien rawat jalan dan rawat inap, serta rumah sakit baik yang bersifat medik maupun non
loyalitas pasien, mulai dari tahun 2013 hingga tahun medik, terutama yang bersifat Customer Oriented,
2015 (Data RS.Charitas, 2016). yang salah satunya adalah bagaimana petugas
kesehatan memberikan pelayanan prima kepada
Loyalitas pelanggan sangat menentukan apakah pasien dan keluarga sehingga dengan adanya
seorang pelanggan akan kembali atau tidak dan pelayanan prima ini pasien maupun keluarga akan
apakah mereka akan merekomendasikan pelayanan merasa puas dan nyaman dengan pelayanan yang
diterima kepada orang lain. Menurut Tjiptoni (2000) diberikan, sehingga mereka akan menjadi sumber
dalam Laksono (2008), loyalitas adalah pembelian ”voice of mouth” yang positif (Kalaesaran, 2011).
ulang suatu merek secara konsisten oleh pelanggan. Seringkali terdapat perbedaan antara apa yang
Pelanggan loyal akan menjadi spiritual advocates yang diharapkan dengan kenyataan yang dirasakan pasien
akan terus membela produk atau perusahaan dalam terhadap kualitas pelayanan yang diterima. Persepsi
keadaan apapun dan terus merekomendasikannya mempunyai peran yang sangat penting, karena
kepada orang lain (Supranto, 2001 dalam Laksono, berdasarkan persepsi yang baik dari pasien terhadap
2008). Menurut LeBoeuf (1992) dalam Laksono mutu pelayanan di rumah sakit akan dapat menimbulkan
(2008), pengaruh loyalitas sangat penting terhadap kepuasan pasien dan berpengaruh terhadapimage
kelangsungan suatu organisasi. Untuk itu diperlukan yang positif kepada rumah sakit tersebut. Hal ini sejalan
strategi dalam memberikan pelayanan sesuai dengan dengan visi rumah sakit RK. Charitas menjadi rumah
kebutuhan pasien secara bermutu. Tuntutan pelanggan sakit unggulan di Sumatera yang dipercaya dan dipilih
terhadap perbagai aspek pelayanan di Rumah Sakit masyarakat sebagai mitra pelayanan kesehatan serta
dirasakan semakin meningkat. Meningkatnya misi rumah sakit yang antara lain adalah memberikan
pendidikan dan sosial ekonomi masyarakat menuntut pelayanan kesehatan prima secara menyeluruh (Profil
perubahan pelayanan kesehatan yang lebih baikdan RS Charitas, 2016).
bermutu.
Organisasi yang berhasil menjaga agar pelanggannya
Masyarakat saat ini juga telah menyadari bahwa selalu puas hampir tak terkalahkan. Para pelanggannya
kesehatan merupakan salah satu kebutuhan mereka, menjadi lebih setia sehingga mereka lebih sering
bukan lagi barang mewah seperti yang diperlakukan membeli, rela membayar lebih banyak dan tetap mau
selama ini (Thabrany, 2011). Masyarakat menjadi pelanggan meskipun organisasi sedang
menginginkan agar ketika mereka membutuhkan mengalami kesulitan (Yazid, 1999 dalam Laksono,
pelayanan kesehatan, mereka mendapatkan pelayanan 2008). Begitupun sebaliknya, apabila suatu organisasi
kesehatan sesuai dengan kebutuhannya tersebut. kehilangan pelanggan yang sebelumnya loyal atau
Dengan semakin meningkatnya tuntutan masyarakat tidak mampu menciptakan keloyalan pada pelanggan
akan mutu pelayanan, maka fungsi pelayanan maka biaya pemasaran organisasi akan meningkat
kesehatan harus ditingkatkan. Pengelolaan rumah sakit dikarenakan harus menarik pelanggan baru untuk
dituntut untuk dikelola dengan manajemen modern ketahanan suatu organisasi, serta keberlangsungan
dan bersifat sosio-ekonomi agar menjadi lebih efektif suatu organisasi dipertaruhkan (Griffin, 2013 dalam
dan efisien. Sebuah rumah sakit harus mampu tanggap Yunida, 2016).
akan perubahan-perubahan yang terjadi dan segera
mengantisipasinya dengan berfokus pada pelanggan Peningkatan kualitas secara system terpadu merupakan
dan pasar serta mengedepankan keselamatan pasien. strategi yang tepat untuk dijalankan, yang dikenal
Untuk itu perlu adanya strategi yang tepat dalam dengan Total Quality Management (TQM) (Ahmad,
menghadapi tantangan masyarakat yang kritis dan 2011). Meningkatkan kinerja Rumah Sakit dapat
persaingan antara fasilitas kesehatan dalam rangka dilakukan dengan cara menerapkan Total Quality
Management yang merupakan salah satu bentuk

Jurnal ARSI/Februari 2017 128


Jessihana Morgan Manurung, Kajian Implementasi Mutu dengan Pendekatan Integrasi Six Sigma dan TQM Melalui
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Penilaian Malcolm Baldridge di Rumah Sakit Charitas
Volume Palembang
3 Nomor 2

praktek manajemen terbaik dalam organisasi atau melalui sistem perbaikan terus-menerus dalam
perusahaan yang menekankan paradigm kualitas organisasi (Latief dan Retyaning, 2009). Menurut
secara menyeluruh dalam perusahaan atau organisasi Sehwail & DeYong (2003) dalam Guspianto (2015),
(Munizu, 2010). Total Quality Management implementasi Six Sigma di rumah sakit meliputi
merupakan suatu konsep manajemen modern yang berbagai aspek seperti pemberian pelayanan atau
berusaha untuk merespon secara tepat terhadap setiap perawatan langsung, administrasi dan keuangan, serta
perubahan yang ada, baik yang didorong oleh operasional rumah sakit. Penerapan Six Sigma di
kekuatan eksternal maupun internal dengan lebih Rumah Sakit berperan positif dalam mengurangi
berfokus pada layanan kebutuhan pelanggan dengan siklus waktu di unit emergensi, pengelolaan kapasitas
menghasilkan produk layanan yang memiliki kualitas tempat tidur, pengurangan kesalahan dalam
sebaik mungkin dan berdampak terhadap kepuasan pengobatan sertaberdampak positif dalam
pelanggan (Elqorni, 2008). Saat ini, penerapan TQM meningkatkan kepuasan pasien (Antony J, Downey,
semakin berkembang dengan menggunakan Antony F, & Seow, 2007).
kerangka kerja yang lebih terstruktur dan
komprehensif, salah satunya adalah kerangka kerja Berdasarkan uraian di atas, diketahui bahwa
Malcolm Baldrige National Quality Award manajemen mutu TQM dan Six Sigma masing-
(MBNQA) sebagai praktek manajemen mutu terbaik masing telah terbukti secara konsep dan empiris
untuk meningkatkan kinerja organisasi (Fening, 2012 sebagai metode perbaikan mutu berkelanjutan yang
dalam Guspianto, 2015). dapat membantu meningkatkan kinerja organisasi
termasuk rumah sakit. Oleh karena itu, penulis
Revere & Black (2003) dalam Guspianto (2015) merasakan perlu untuk mempelajari implementasi
mengungkapkan bahwa meskipun implementasi manajemen mutu yang terintegrasi dari metode TQM
TQM telah sukses dan mampu meningkatkan kualitas dan Six Sigma di rumah sakit untuk memenuhi
pelayanan dan kepuasan pelanggan pada organisasi tuntutan dan kebutuhan pelanggan/pasien dalam
secara luas, namun program TQM sering mengalami rangka mencapai keunggulan kinerja dalam jangka
kegagalan karena tidak diimplementasikan pada panjang melalui pengkajian mutu di Rumah Sakit
tingkat produksi atau layanan di lini bawah (bottom Charitas dilihat dari metode TQM dan Six Sigma
line) untuk memahami variasi dari proses, sehingga dengan metode penilaian dengan kriteria Malcolm
upaya pengembangan rencana perbaikan yang Baldridge.
berkelanjutan menjadi sulit. Alhasil, pada beberapa
rumah sakit yang menerapkan TQM, kualitas masih Pengelolaan sarana kesehatan seperti rumah sakit
tetap menjadi masalah penting dalam sistem diruntut untuk dikelola dengan manajemen modern
pelayanan kesehatan yang perlu mendapat dan bersifat sosio-ekonomi. Sebuah rumah sakit harus
penanganan serius (Woodard, 2005; IOM, 2001 selalu tanggap akan perubahan-perubahan yang terjadi
dalam Guspianto, 2015). Beberapa faktor penting cukup cepat dan kemudian segera mengantisipasinya
dalam keberhasilan penerapan TQM yaitu sesuai dengan keinginan dan kebutuhan masyarakat
termasuk dukungan dari manajemen puncak, dengan selalu mengacu pada kepuasan konsumen
kepemimpinan visioner, manajemen yang efektif dari (Customer satisfaction). Tuntutan masyarakat saat ini
sumber daya manusia, keterlibatan karyawan, dan adalah pelayanan kesehatan yang mudah, cepat dan
budaya terhadap komitmen dalam peningkatan nyaman, yang pada akhirnya dapat memberikan
kualitas serta kepuasan pelanggan (Yang, 2011). kepuasan dalam hasil perawatan sesuai dengan
penyakit yang dideritanya, sehingga rumah sakit
Saat ini, metode penjagaan kualitas yang sedang sebagai suatu organisasi yang bergerak dibidang
berkembang adalah Six Sigma. Metode Six Sigma layanan kesehatan public makin dituntut untuk
mengintegrasikan pengetahuan yang mendalam memberikan layanan kesehatan yang lebih baik
tentang sistem, proses, teknik, statistik, dan manajemen (Ahmad, 2011). Integrasi TQM dan Six Sigma dinilai
proyek, untuk meningkatkan kualitas dan pelayanan, sangat penting dan strategis karena dapat memberikan
mengurangi limbah dan biaya, mengembangkan sinergitas yang diperlukan untuk membantu upaya
produk dan proses yang kuat, untuk meningkatkan dan operasional dan kinerja ekselen pada organisasi
mempertahankan keunggulan kompetitif organisasi khususnya di rumah sakit (Yang, 2011). Untuk itu,

Jurnal ARSI/Februari 2017 129


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

penulis akan mengkaji mutu pelayanan di Rumah mengerti kebutuhan dan harapan konsumen
Sakit Charitas dengan pendekatan integrasi TQM dan dikombinasikan. Gambar 1 mengambarkan model
Six Sigma, melalui penilaian metode Malcolm intergrasi tersebut (Yang, 2011):
Baldridge.
Berdasarkan model terintegrasi TQM dan Six Sigma,
Berdasarkan uraian di atas, dilakukan penelitian dan merujuk konstruksi MBNQA dan EQA, sebuah
dengan tujuan, yakni untuk mengetahui persepsi mutu model bisnis holistic seperti pada gambar di atas yang
pelayanan Rumah Sakit RK Charitas ditinjau dari sempurna dapat dikembangkan (Yang, 2011). Salah
Kriteria Malcolm Baldrige bidang Pelayanan satu Model TQM adalah kerangka kerja MBNQA
Kesehatan dengan integrasi pendekatan TQM dan Six yang diperkenalkan pada tahun 1988 untuk memberi
Sigma. pengakuan dan penghargaan bagi organisasi
organisasi yang telah mengimplementasikan praktek
TINJAUAN PUSTAKA manajemen mutu terbaik di Amerika Serikat. MBNQA
memberikan pedoman manajemen mutu secara
TQM merupakan filosofi management yang bersifat komprehensif sebagai self-assessment dan perbaikan
holistic yang bertujuan perbaikan berkelanjutan di berkelanjutan dalam memperkuat kemampuan
seluruh fungsi organisasi, yang dicapai melalui saing organisasi (Flynn & Saladin, 2001). Kriteria
pemanfaatan utilitas dari akusisi sumber daya untuk MBNQA terdiri dari beberapa kategori, meliputi:
pelayanan pelanggan. Sementara Six Sigma kepemimpinan, perencanaan strategis, fokus pelanggan,
merupakan komitmen dan filosofi dari manajemen pengukuran, analisis, dan manajemen pengetahuan,
total yang bersifat unggul, focus terhadap pelanggan, fokus tenaga kerja, fokus operasi, dan hasil (NIST,
focus terhadap peningkatan kualitas, dan pengambilan 2011). Melalui pendekatan system, maka kerangka
keputusan berdasarkan pada data, serta Six Sigma penilaian Malcolm Baldridge diatas dapat dijabarkan
memampukan organisasi terhadap perubahan dari (ditampilkan dalam gambar 2).
kebutuhan pelanggan, market, dan teknologi sehingga
menguntungkan karyawan, pelanggan serta METODOLOGI PENELITIAN
organisasi. Ada kesesuaian antara prinsip-prinsip
kualitas, teknik, dan budaya aspek TQM dan Six Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah
Sigma dan hanya sedikit perbedaan prinsip. Akibatnya, metode penelitian kuantitatif dan kualitatif, dengan tipe
integrasi TQM dan Six Sigma tidak sesulit yang penelitian kombinasi Sequential Explenatory Desain
terlihat. Poin penting adalah untuk menggabungkan (Sugiyono, 2012). yaitu pengumpulan dan analisis data
aspek terbaik dari perbaikan terus-menerus TQM terdiri dari 2 tahap yaitu: pengumpulan dan analisis
dengan Six Sigma re-engineering (Yang, 2011). data kuantitatif, diikuti dengan pengumpulan dan
analisis data kualitatif. Penelitian ini dilaksanakan di
Pengintegrasian Six Sigma dalam program TQM yang Rumah Sakit RK Charitas pada bulan November
ada memfasilitasi peningkatan proses melalui analisis Tahun 2016.
data yang detail dan didapatkan metode pendekatan yg
seksama untuk menganalisis akar permasalahan serta Terdapat sampel sebanyak 30% dari seluruh populasi
meningkatkan pendekatan TQM yang ada. Konsep sebagai sampel penelitian dengan teknik cluster
Six Sigma dapat diaplikasikan oleh seluruh karyawan sampling yaitu teknik pengambilan sampel
sebagai kunci proses yang terkait dengan kebutuhan berdasarkan kelompok yang telah ditentukan dari
pelanggan dan menentukan layanan kinerja produk anggota populasi. Pengelompokan kelompok pada
dan jasa. Dengan Six Sigma, tujuan-tujuan agresif penelitian dilakukan melalui tahapan, yakni:
dapat ditetapkan dalam hubungannya dengan waktu 1. Pengelompokkan didasarkan pada kriteria
penyelesaian rancangan yang cepat. Sehingga target narasumber medis dan non medis.
kinerja dapat disesuaikan dengan kriteria kritis kualitas, 2. Pada masing-masing kelompok narasumber
dimana ditentukan berdasarkan suara konsumen. Hal diambil dari berbagai jabatan dan tempat unit kerja.
ini sejalan dengan TQM, di mana peningkatan
berdasarkan pada survey kepuasan pelanggan dan
kebutuhan pelanggan. Dengan cara ini, dua jalan untuk

Jurnal ARSI/Februari 2017 130


Jessihana Morgan Manurung, Kajian Implementasi Mutu dengan Pendekatan Integrasi Six Sigma dan TQM Melalui
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Penilaian Malcolm Baldridge di Rumah Sakit Volume
Charitas 3Palembang
Nomor 2

Kriteria eksklusi dalam penelitian ini adalah anggota Analisis Bivariat


populasi yang sedang cuti, tugas belajar, serta pegawai
magang, serta kontrak. Analisis bivariat dilakukan dengan tujuan untuk
Pengumpulan data yang dilakukan oleh peneliti mengetahui hubungan antara variabel independen
meliputi: dengan variabel dependen. Analisis bivariat dengan
1. Dokumentasi menggunakan uji Chi Square dapat dilihat pada tabel
Merupakan teknik pengumpulan data sekunder 2. Hubungan antara variabel kepemimpinan,
dengan mempelajari dokumen yang terkait dan perencanaan strategis, fokus pelanggan, fokus sdm,
relevan dengan bahasan penelitian. pengukuran-analisa-dan manajemen pengetahuan,
2. Kuisioner focus pada proses terhadap kinerja Rumah Sakit
Merupakan teknik pengumpulan data primer (N=359)
dengan memberikan pertanyaan dan pernyataan
untuk dijawab oleh responden melalui pengisian Dari hasil tabel 2 maka berdasarkan hasil perhitungan
lembar kuisioner. dengan Chi Square Test, maka diperoleh Nilai p <
3. Wawancara 0,05. Sehingga Ho ditolak, Ha diterima. Yang
Jenis wawancara yang dilakukan dalam penelitian menunjukkan bahwa ada hubungan signifikan antara
ini ialah jenis wawancara semi terstruktur dengan variable independen (Kepemimpinan, Perencanaan
sifat informal.Termasuk dalam katagori in-depth Strategi, Fokus Pada Proses, Fokus Pada pelanggan,
interview. Fokus pada SDM, Fokus pada Pengukuran, Analisa
dan Manajemen Pegetahuan) terhadap variabel
HASIL DAN PEMBAHASAN Dependen Yaitu Hasil Kinerja Organisasi.

Berdasarkan hasil-hasil yang diperoleh oleh peneliti, Hal ini sesuai dengan teori Malcolm Badridge yang
perhitungan total nilai rata-rata dari 7 variabel yang memberikan perspektif sistem yang terdiri dari integrasi
menggambarkan mutu pelayanan kesehatan antara kriteria Malcolm Baldridge sebagai proses
berdasarkan Kriteria Baldrige. kunci untuk mencapai keunggulan kinerja.

Dari table 1 dapat dilihat bahwa terdapat 3 (tiga) Analisa Multivariat


variabel yang memiliki total nilai rata-rata lebih tinggi
dari jumlah total nilai rata-rataseluruh variabel yang Analisa Multivariat menggunakan analisa Regresi
nilainya 3. Variabel tersebut adalah: Logistik untuk mendapatkan hubungan yang paling
1. Fokus Pada Pelanggan/Pasien dengan nilai rata- bermaknaantaravariabel independen dengan dependen.
rata 3,156;
2. Kinerja Rumah Sakit dengan nilai rata-rata 3,110; Dari data yang ditampilkan pada tabel 3, dapat dilihat
dan bahwa yang memiliki kontribusi terhadap kinerja
3. Fokus Pada Proses dengan nilai rata-rata 3,020. adalah fokus pada proses kemudian focus pada
pelanggan. Fokus pada proses memiliki nilai ratio odd
Variabel lain yang tersisa, memiliki nilai rata-rata lebih 0,036 yaitu yang apabila focus pada proses baik
rendah dari jumlah total nilai rata-rata, yaitu sebanyak 4 akan menyebabkan kemungkinan 0,036 kali
variabel, yaitu: kinerja buruk atau 27,7 kali kemungkinan berkinerja
1. Kepemimpinan dengan nilai rata-rata 2,846; baik.
2. Perencanaan Strategi dengan nilai rata-rata 2,919;
3. Pengukuran, analisis dan manajemen pengetahuan Berdasarkan hasil penelitian didapatkan seluruh variabel
dengan nilai rata-rata 2,969; bebas memiliki hubungan yang signifikan terhadap
4. Manajemen Sumber Daya Manusia dengan nilai variabel terikat. Penelitian juga menunjukkan bahwa
rata-rata 2,989. variabel berturut-turut yang memiliki kontribusi
terbesar terhadap kinerja adalah focus pada proses
kemudian focus pada pelanggan. Hal ini sesuai dengan
teori Malcolm Baldridge (ditampilkan dalam gambar
3).

Jurnal ARSI/Februari 2017 131


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

ADLI (Approach, Deployment, Learning, Integration)


Malcolm Baldridge memberikan suatu perspektif yaitu:
sistem untuk mengelola organisasi dan proses-proses  Efektif, pendekatan sistematis, responsif secara
kunci suatu organisasi untuk mencapai kinerja yang penuh terhadap semua persyaratan dari Item
optimal. Tujuh kategori Malcolm Baldridge merupakan Kepemimpinan Senior
mekanisme untuk membangun dan mengintegrasikan
kriteria-kriteria dalam upaya mengembangkan sistem  Pendekatan disebarluaskan secara penuh tanpa ada
organisasi yang unggul. Adapun perspektif sistem berarti kesenjangan dalam setiap area atau unit-unit kerja
memandangdanmengelolaorganisasisecarakeseluruhan,  Evaluasi sistematis dan peningkatan kinerja
dengan mengintegrasikan komponen-komponen berdasarkan fakta, pembelajaran organisasi
menuju kinerja yang optimal. Gambar 3 menunjukkan merupakan alat kunci manajemen lingkup
sistem Malcolm Baldridge disusun oleh tujuh kategori organisasi; perbaikan dan invoasi yang didukung
yang saling berikatan (Gaspersz, 2007), yakni: oleh keunggulan analisis dan saling berbagi ke
a. Kepemimpinan, Perencanaan Strategi dan Fokus seluruh organisasi
Pelanggan mempresentasikan atau mewakili  Pendekatan terintegrasi secara baik dengan
tritunggal. Kategori ini ditempatkan bersama untuk kebutuhan organisasi yang teridentifikasi.
menekankan dan menjadi landasan tentang
pentingnya suatu kepemimpinan berfokus pada
strategi dan pelanggan KESIMPULAN DAN SARAN
b. Fokus sumber daya manusia, Fokus pada Proses
dan hasil mewakili tritunggal Hasil. Karyawan Kesimpulan
organisasi dan proses-proses kunci menyelesaikan
pekerjaan dari organisasi yang menghasilkan Berdasarkan hasil penelitian yang dibuat oleh peneliti,
keunggulan kinerja hasil-hasil. maka dapat disimpulkan bahwa mutu pelayanan
c. Garis anak panah horizontal dalam bagan inti Rumah Sakit Charitas dikaji berdasarkan integrasi
Malcolm Baldridge mengaitkan tritunggal TQM dan Six Sigma melalui pendekatan Malcolm
kepemimpinan ke tritunggal hasil, yang Baldridge, perlu ditingkatkan. Dimana terdapat 4
merupakan keterkaitan penting untuk keunggulan (empat) variabel yang memiliki nilai rata-rata lebih
organisasi. rendah dari total nila rata-rata 7 (tujuh) variabel dalam
d. Anak panah dua arah menunjukkan perlunya Kriteria Malcolm Baldridge. Empat kriteria tersebut
umpan balik dalam suatu sistem manajemen ialah kepemimpinan, perencanaan strategi,
kinerja yang efektif. manajemen sumber daya manusia, serta pengukuran,
e. Pengukuran, Analisa dan Manajemen Pengetahuan analisis dan manajemen.Variabel yang perlu
adalah penting terhadap efektifitas manajemen mendapatkan perhatian besar karena memiliki nilai
organisasi dan juga terhadap sistem (manajemen yang paling rendah ialah variabel kepemimpinan dan
pengetahuan) berdasarkan fakta (pengukuran dan perencanaan strategi. Selain itu, berdasarkan hasil
analisis)untuk peningkatan kinerja dan daya saing. wawancara mendalam, peran yang paling besar dalam
peningkatan kinerja ialah peran kepemimpinan.
Dari hasil penelitian didapatkan variabel kepemimpinan Dilihat dari hasil pencapaian indikator kinerja RS.
merupakan variabel yang memiliki nilai rata-rata terendah Charitas yang mengalami penurunan tiga tahun
dibandingkan dengan variabel lainnya. Pada variabel terakhir, tidak sejalan dengan hasil kuantitatif yang
kepemimpinan, dinilai bahwa peran kepemimpinan dicapai pada kriteria variabel kinerja rumah sakit,
dalam transparasi, supevisi, kaderisasi di masa yang dimana menghasilkan nilai yang baik. Salah satu
akan datang, serta proses perancanagan dan juga penyebabnya ialah ketidakselarasan antara program
proses pengelolaan perencanaan strategi masih kurang kerja dan target unit dengan rencana strategi yang telah
optimal. Adapun Gaspersz (2007), dalam bukunya ditetapkan. Hal ini dipertegas melalui wawancara
menyatakan bahwa untuk mencapai kepemimpinan mendalam, rencana strategi yang telah ditetapkan tidak
yang optimal dalam mencapai kinerja organisasi yang secara menyeluruh disosialisasikan ke unit-unit.
optimal maka perlu memperhatikan pendekatan Sehingga tujuan dari program kerja seringkali
ditemukan tidak sejalan dengan rencana strategi yang

Jurnal ARSI/Februari 2017 132


Jessihana Morgan Manurung, Kajian Implementasi Mutu dengan Pendekatan Integrasi Six Sigma dan TQM Melalui
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Penilaian Malcolm Baldridge di Rumah Sakit Charitas
Volume Palembang
3 Nomor 2

telah ditetapkan, yang berpengaruh pada perbedaan dan Six Sigma dengan pendekatan Malcolm
persepsi pencapaian kinerja unit dengan kinerja rumah Baldridge di rumah sakit, khususnya pada variabel-
sakit secara keseluruhan. Selain itu ditemukan tidak variabel yang didapatkan belum optimal.
adanya pedoman penilaian kinerja unit. c. Diharapkan dapat memanfatkan penerapan integrasi
TQM dan Six Sigma dengan menggunakan
Saran pendekatan Malcolm Baldridge sebagai evaluasi
diri (self assessment) atas pelaksanaan manajemen
Berdasarkan tujuan, manfaat, dan hasil penelitian mutu di rumah sakit untuk membangun budaya
maka dapat disampaikan beberapa saran sebagai mutu di rumah sakit dan meningkatkan kembali
berikut: kualitas rumah sakit.
1. Bagi manajemen rumah sakit
a. Diharapkan dapat menerapkan integrasi Bagi pemilik rumah sakit (owner):
TQM dan Six Sigma dengan pendekatan a. Diharapkan dapat melakukan re-evaluasi terhadap
Malcolm Baldridge untuk mencapai kinerja program manajemenmutu yang selama ini dijalankan
rumah sakit melalui: oleh rumah sakit sebagai dasar pertimbangan untuk
o Meningkatkan peran kepemimpinan di mengadopsi dan menerapkan Integrasi TQM dan
rumah sakit khususnya dalam transparasi, Six Sigma melalui pendekatan Malcolm Baldridge
supevisi, kaderisasi di masa yang akan b. Diharapkan dapat membuat kebijakan untuk
datang, serta proses perancanagan dan mengembangkan program manajemen mutu
pengelolaan perencanaan strategi; rumah sakit dengan cara memanfaatkan kriteria
o Mengembangkan serta melaksanakan menerapkan Integrasi TQM dan Six Sigma
rencana strategis yang optimal khususnya melalui pendekatan Malcolm Baldridge termasuk
dalam melakukan analisa SWOT secara menyediakan infrastruktur dan sumber daya
optimal, mensosialisasikan ke seluruh pendukung, pelatihan teknis manajemen mutu,
rumah sakit, serta memonitor dan juga dan alokasi anggaran yang dibutuhkan rumah sakit
mengevaluasi program unit sehingga dalam implementasinya.
selaras dengan rencana strategi yang
ditetapkan; DAFTAR PUSTAKA
o Meningkatkan kemampuan untuk fokus
terhadap pasien atau pelanggan; AbdurrahmanFatoni.(2006).ManajemenSumberDayaManusia.Jakarta:RinekaCipta.
Ahmad, Muchtar. 2011. Analisis Manajemen Mutu Terpadu (TQM) dalam Pelayanan
o Memberikan perhatian tinggi terhadap RumahSakit.Diaksesmelalui.
pengelolaan dan pemberdayaan karyawan https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&ved=0ahU
KEwickIDB_9LPAhUBRI8KHQy_BAAQFggeMAA&url=http%3A%
yangkhususnyadalammeningkatkanaspek 2F%2Fserver2.docfoc.us%2Fuploads%2FZ2015%2F11%2F26%2FeBV3
keterlibatan karyawan, yakni peningkatan SHLzHC%2F77e09636b57051420fc6236a919d2087.pdf&usg=AFQjCN
Fed7pKnI-Dv35djL_POV3zBzpzOw&cad=rja. Diunduh pada tanggal 30
kompetensi karyawan, sistem reward and Agustus2016.
recognition, serta mutasi dan rotasi yang Aized, Tauseef. 2012. Total Quality Management and Six Sigma. Diakses melalui
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&
dapat meningkatkan motivasi dan juga cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwj52MCXv7TRAhWIp48KHVoCD1c
kapabilitas karyawan dalam meningkatkan QFggbMAA&url=http%3A%2F%2Fwww.intechopen.com%2Fbooks%
2Ftotal-quality-management-and-six-sigma&usg=AFQjCNFKdfe-1SfirSc
kinerja; 2wCnm1OCgGPiH4g&sig2=jt671yh1mzdAbIFYqOmkyQ. Diunduh di
o Berfokus pada peningkatan mutu dengan tanggal30Agustus2016.
Antony,J.,Downey-Ennis,K.,Antony,F.,&Seow,C.,2007.CanSixSigmabethe“Cure”
meningkatkan upaya monitoring dan fororAilingNHS?LeadershipinHealthServices,Vol.20No.4,pp.242-253.
evaluasi, serta komitmen dalam Arikunto, Suharsimi. (2010). Prosedur Penelitian Suatu Pendekatan Praktik. Yogyakarta:
RinekaCipta
penindaklanjutan terhadap informasi dan ASQ. 2009. Lean and Six Sigma Deployments in Hospitals. Diakses melalui
data yang didapat. https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&
ved=0ahUKEwjxmdWJj9jPAhXLvY8KHa3uClgQFggeMAA&url=http
o Mengembangkan sistem informasi yang %3A%2F%2Fasq.org%2Fconferences%2Fsix-
akurat dan terintegrasi sehingga menjadi sigma%2F2009%2Fpdf%2Fproceedings%2Fh3.pdf&usg=AFQjCNFuq1s
A82kD4m6CPXg00XgI7wyyWQ&cad=rja diunduh tanggal10 September
landasan dalam penerapan manajemen 2016.
berdasarkan fakta. Ayuningtyas,D.2013.PerencanaanStrategisuntukOrganisasiPelayananKesehatan.Jakarta
Azwar,A,1996.MenjagaMutuPelayananKesehatan:aplikasiprinsiplingkaranpemecahan
b. Diharapkan dapat lebih meningkatkan manajemen masalah,SinarHarapan,Jakarta..
mutu untuk mendukung penerapan integrasi TQM

Jurnal ARSI/Februari 2017 133


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Bandyopadhyay, Jayanta and Karen Coppens. 2005. Six Sigma Approach to Healthcare melalui https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web
Quality and Productivity Management. International Journal of Quality and &cd=4&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwi0wZaJxdTPAhUDq48KHeH
ProductivityManagement.Vol.5,No.1.Diunduhtanggal9Oktober2016. xCEIQFgg1MAM&url=http%3A%2F%2Fwww.ijmerr.com%2Fuploadfi
Berander et all, 2005. Software quality attributes and trade-offs. Diakses melalui le%2F2015%2F0409%2F20150409052855793.pdf&usg=AFQjCNF4xyq
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1& Byju7YB0FQXQQ6FAIjIWkuw&sig2=AFv4hGOQlA7FpBzySXMgg
ved=0ahUKEwiL1OGl6dbPAhWIqo8KHecsCtMQFggjMAA&url=http Q.Diunduhtanggal20Agustus2016.
%3A%2F%2Fwww.ewh.ieee.org%2Fr2%2Fsouthern_nj%2FBarbacciOct Kwak,Y.H.,&Anbari,F.T.,2006.Benefits,Obstacles,andFutureofSixSigma
03.pdf&usg=AFQjCNFGmlRRMBfE3HsMO5tIXxy6fPXVhA&sig2=Y Approach. Technovation, Vol. 26, pp. 708-715. Diakses melalui https://www.resea
nbx4bePs79j5SIQ8jywFA.Diunduhtanggal2September2016. rchgate.net/profile/Young_Kwak2/publication/222518320_Benefits_obstacles
Cahyono, Uud. 2012. Kajian Mutu Pelayanan Rumah Sakit Bhineka Bakti Husada yang _and_future_of_Six_Sigma_approach/links/569d323b08aed27a702f951b.pdf
Telah Lulus Akreditasi Ditinjau dari Kriteria Malcolm Baldridge. Fakultas ?origin=publication_detailDiunduhtanggal8September2016.
KesehatanMasyarakat.UniversitasIndonesia.Thesis. Lagrosen, Y., Backstrom, I., & Lagrosen, S., 2007. Quality Management andHealth: A
Departemen Kesehatan Republik Indonesia. 2005. Buku Petunjuk Pengisian, Pengolahan, DoubleConnection. International Journal of Quality& ReliablityManagement,
danPenyajianDataRumahSakit.Jakarta:DepkesRI.. Vol.24No.1,pp.49-61.
Dewantara, et al. 2005. Evaluasi Kinerja Inisiatif Manajemen Pemeliharaan Menggunakan Lakhal,L.,Pasin,F.,&Limam,M.,2006.QualityManagementPracticesandTheirImpacton
Kriteria Malcolm Baldridge. Jurnal. Universitas Hasanudin. Diakses melalui Performance.InternationalJournalofQuality&ReliabilityManagement,Vol.23
https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3& No.6,pp.625-646.
cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjUltmfjuvPAhVMP48KHUEoCmMQ Laksono, 2008. Analisis Kepuasan dan Hubungannya dengan Loyalitas Pasien di Rawat
FggwMAI&url=http%3A%2F%2Fpasca.unhas.ac.id%2Fjurnal%2Ffiles% Inap di Rumah Sakit Dedi Jaya Kabupaten Brebes. Program Studi Magister
2F858917be80dd3ff372f943f9fce9fbf8.pdf&usg=AFQjCNFPDuOUYCHt IlmuKesehatanMasyarakat.UniversitasDiponegoro.Thesis.
Sh3GKgWTpUImd13sMA&sig2=jjLSfY0nUkTwuPFDWcwEpg. Latief, Yusuf dan Retyaning Puji Utami. 2009. Penerapan Pendekatan Metode Six Sigma
Elqorni, Achmad. 2008. Implementasi TQM di Perusahaan. Diakses melalui dalam Penjagaan Kualitas pada Proyek Konstruksi. Jurnal Makara, Teknologi.
https://elqorni.wordpress.com/category/manajemen-kualitas/total-quality- Vol. 13, No. 2: pp. 67-72. Diakses melalui https://www.google.com/url?sa=t&
management/.Diunduhtanggal3September2016. rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEw
Flynn,B.B. &Saladin,B.,2001. FurtherEvidenceontheValidityoftheTheoreticalModels jy182NttTPAhUJtI8KHYOXBOUQFggeMAA&url=http%3A%2F%2F
Underlying the Baldrige Criteria. Journal of Operations Management, Vol. 19, journal.ui.ac.id%2Ftechnology%2Findex.php%2Fjournal%2Farticle%2Fdo
pp. 617–652. Diakses melalui https://www.google.com/url?sa=t&rct=j& wnload%2F471%2F253&usg=AFQjCNF9HlJGY8OVALrk-81F85za-
q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwi61p6I fHZ7w&sig2=ouWb-GUij7E1AoyrLM3Bsw. Diunduh pada tanggal 4
yLbRAhVGNY8KHZwaCkcQFggbMAA&url=http%3A%2F%2Fcites September2016.
eerx.ist.psu.edu%2Fviewdoc%2Fdownload%3Fdoi%3D10.1.1.523.5377% Moleong,LexyJ.(2002)MetodePenelitianKualitatif.Bandung:PTRemajaRosdakarya
26rep%3Drep1%26type%3Dpdf&usg=AFQjCNG3ERY1T8aajFxVme_ Munizu, Musran. 2010. Praktik Total Quality Management (TQM) Dan Pengaruhnya
B4XtWoax5TQ.Diunduhtanggal4September2016. Terhadap Kinerja Karyawan.Jurnal Manajemen dan Kewirausahaan. Vol. 12,
Gabor and Munteanu, 2010. A Short Overview on Six Sigma. Bulletin of the Transilvania No. 2: pp. 185-194. Diakses melalui https://www.google.com/url?sa=
UniversityofBrasov.Vol.3(52).Diunduhtanggal9Oktober2016. t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0ahUK
Gaspersz,Vincent.2007.GewayandMalcolmbaldridgecriteriaforperformanceexcellence. Ewjlj_rGndTPAhUHNY8KHWyvCN8QFggxMAI&url=http%3A%2F
Jakarta:Gramedia. %2Fjurnalmanajemen.petra.ac.id%2Findex.php%2Fman%2Farticle%2Fvie
Guspianto.2015.PengembanganModelIntegrasiTQMdanSixSigmadalamManajemen wFile%2F18176%2F18062&usg=AFQjCNEOZQ64Lz3Q9sobyzDcyoni
Mutu Rumah Sakit. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas TYU9mw&sig2=e-0qOs7e3Nlc879ZagTh8g.Diunduhtanggal1September
Indonesia.Disertasi. 2016.
Harry, Mikel. 2000. A New Definition AimsTo Connect QualityWith Financial NIST, 2011. Baldrige National Quality Programs: Health Care Criteria for Performance
Performance.Quality Progress. Diakses melalui http://asq.org/quality- Excellence:,NationalInstituteofStandardsandTechnology,U.S.Departmentof
progress/2000/01/frontiers-of-quality/a-new-definition-aims-to-connect-quality- Commerce.Diaksesdarihttp://www.nist.gov.baldrigepadatanggal5September
with-financial-performance.html?ct=35a49a2394c3a04b2156d71c8bdf3c0 d7 2016.
35173caa99bb894f147f25c0929a78b094ff517efc7309036a5bccb442996f84 Nurmayanti, Ida. 2015. Peran Pendidikan dan Pelatihan dalam Meningkatkan Kinerja
1bd9d788f92ac293c837af1d8e7402.Diunduhtanggal6September2016. Pegawai. Diaskes melalui http://bp2sdm.menlhk.go.id/emagazine/index.php
Hendrawaty,Ernie.2006.PengembanganKonsepManajemenMutuTerpadubagiBadan /umum/64-peran-pendidikan-dan-pelatihan-diklat-dalam-meningkatkan-kine
UsahaMilikNegara(BUMN)JasaKeuanganCabangBandarlampung.Jurnal rja-pegawai.html.Diunduhtanggal6Desember2016.
Bisnis dan Manajemen.Vol. 2, No. 3. Diakses melalui https://www.google. Pande, Peteand LarryHolpp. 2002. What isSix Sigma?. ADivision of TheMcGrawHill.
com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&cad=rjauact=8& UnitedStatesofAmerica..
ved=0ahUKEwiQ0vq3k9fPAhVGqY8KHVLZBHQQFggeMAA&url= Radu,Catalina.2010.Needandpotentialrisksofstrategicalliancesforcompeting successfully.
http%3A%2F%2Fejournal.narotama.ac.id%2Ffiles%2FPengembangan%25 Economia.Seria Management. Vol.13, No 1: pp 165-169. Diakses melalui
20Konsep%2520Manajemen%2520Mutu%2520Terpadu%2520Bagi%25 https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=1&
20Badan.doc&usg=AFQjCNHZan6Ls3kd754nG5pQrv01DhKHmQ&si cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiv5NiC5vLQAhUMrI8KHaOzDkcQF
g2=kQwhV--TKdeBYudHpgon0A.Diunduhtanggal7Oktober2016. ggeMAA&url=http%3A%2F%2Fwww.management.ase.ro%2Frevecono
Indonesian Quality Award Foundation. 2011. Kriteria Kinerja Berbasis Malcolm Baldrige mia%2F2010-1%2F15.pdf&usg=AFQjCNFc6_9P_HP0HpfECKtg0HZ
2011 - 2012: Organisasi Profit. Indonesian Indonesian Quality Award 8DpccJg&sig2=1gtv1S3dRJWEpxdEeAxtGw. DIunduh tanggal 14
Foundation,Jakarta. Desember2016.
InstituteofMedicine.2001.CrossingTheQualityChasm. ANewHealthSystemforthe21st Revere,Lee.2003.IntegratingSixSigmawithTotalQualityManagement:ACaseExample
Century. Diakses melalui https://www.nap.edu/read/10027/chapter/1. Diunduh for Measuring Medication Errors. Journal of Healthcare Management.
tanggal2Oktober2016. 48(6):377-91.
Isniati. 2007. Mutu Pelayanan Medik Peserta ASKES. Jurnal Kesehatan Masyarakat Sailendra, Annie. 2015. Langkah-Langkah Praktis Membuat SOP.Trans Idea Publishing,
Andalas. Vol. 2, No. 1. Diakses melalui http://download.portalgaruda.o Yogyakarta.
rg/article.php?article=261607&val=7056&title=MUTU%20PELAYANA Sekaran,U.2006.ResearchMethodsforBusinessBuku2.Edisi4.SalembaEmpat.Jakarta.
N%20MEDIK%20PADA%20PESERTA%20ASKES. Diunduh tanggal Solehati, Lilis. 2011. Manajemen Mutu dan ISO. Diakses melalui https://www.
3September2016. google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uac
Kalesaran, Jimmy. 2011. Pelayanan Prima (Service Excellent) di Rumah Sakit.Diakses t=8&ved=0ahUKEwjg9vTk99bPAhVJqI8KHeJLDXYQFggvMAI&url
melalui http://dokumen.tips/documents/pelayanan-prima-rumah-sakit.html. =http%3A%2F%2Fslideplayer.info%2Fslide%2F1889330%2F&usg=AF
Diunduhtanggal2September2016. QjCNEjCocr9BD6dXpAuZLPJO9ggLDegg&sig2=yUgxXlGHU_n5CJ
Kementrian Kesehatan,2015.RencanaStrategisKementerianKesehatan Tahun2015-201. EZ--fhNw.Diunduhtanggal5September2016.
Diakses melalui http://114.6.22.246/154/1/Rencana%20Strategis%20Keme Stamatis, D.H., 2000. Who Needs Six Sigma, Anyway? Quality Digest. Diakses melalui
nterian%20Kesehatan%20Tahun%202015-2019%20KepMenKes%20RI http://www.qualitydigest.com/may00/html/sixsigmacon.html.
%20Nomor%20HK%2002%2002%20MENKES%2052%202015.pdf. Sscx.2012.InfrastrukturPerandalamLeanSixSigma:MengenalGreenBelt,BlackBeltdan
Diunduhtanggal24Agustus2016. MasterBlackBelt.Diaksesmelaluihttp://shiftindonesia.com/infrastruktur-peran-
Kumar, et all. 2013. Six Sigma Approach: Application, Benefits and Scope. International dalam-lean-six-sigma-mengenal-green-belt-black-belt-dan-master-black-belt/.
JournlofMechanicalEngineeringandRoboticsResearch.Vol.2,No.3.Diakses Tanggal8September2016.

Jurnal ARSI/Februari 2017 134


Jessihana Morgan Manurung, Kajian Implementasi Mutu dengan Pendekatan Integrasi Six Sigma dan TQM Melalui
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Penilaian Malcolm Baldridge di Rumah SakitVolume
Charitas3Palembang
Nomor 2

Suhanura, Agustina. 2008. Analisis Loyalitas Pelanggan Poli Kebidanan dan Kandungan danaankesehatanpropublik.pdf&usg=AFQjCNF9lQXq6mKTljYjSTuLAY
Rumah Sakit Asri Tahun 2008. Fakultas Kesehatan Masyarakat. Universitas GEIRdAMA.Diunduhtanggal2September2016.
Indonesia.Tesis. Tjiptono,F.&Diana,A.,2004.TotalQualityManagement.PenerbitAndi.Yogyakarta.
Sutopo, H.B. (2006). Metodologi Penelitian Kualitatif: Dasar teori dan terapannya dalam Wibisono,Dermawan.2006.ManajemenKinerja,PenerbitErlangga,Jakarta.
penelitian.Edisi-2.Surakarta:UniversitasSebelasMaret. Wicaksono, Setiawan. 2006. Pengaruh Implementasi Total Quality Management terhadap
Tasie, George. 2016. An Exploratory Review of Total Quality Management and BudayaKualitas.ProgramStudiManajemenMinatManajemenSumberDaya
Organizational Performance. International Journal of Business and Law Manusia.UniversitasBrawijaya,Tesis.
Research. Vol. 4, No. 1: pp 39-45. Diakses melalui https://www.google.com Wiyono,D.,2003.ManajemenMutuPelayananKesehatan.AirlanggaUniversityPress
/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=5&cad=rja&uact=8&ved= Yang, Ching-Chow, 2011. Development of an Integrated model of a business excellence
0ahUKEwiRqrfzjNfPAhUiT48KHewqDK0QFggvMAQ&url=http%3A system. TotalQualityManagementand BusinessExcellence2011;22(1-2)22.
%2F%2Fseahipaj.org%2Fjournals-ci%2Fmar-2016%2FIJBLR%2Ffull%2 https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q=&esrc=s&source=web&cd=7&
FIJBLR-M-5-2016.pdf&usg=AFQjCNFx_UoFEfKu-N4lHrFE4R2GroC cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwiN3NausNTPAhUHvY8KHX3ZCBIQ
HnA&sig2=WNVB7vcA8c9ynKuZUWbDRw. Diunduh tanggal 7 FghIMAY&url=http%3A%2F%2Fcdn.intechweb.org%2Fpdfs%2F11581.
September2016. pdf&usg=AFQjCNF8DDIIpVABUcOO1X8Dw466c7RQqQ&sig2=0jX
Thabrany, Hasbullah. Reformasi Pelayanan Kesehatan Harus Lebih Memihak Kepada nsz0T_LKw9f8J-tt5lw.Diunduhtanggal30Agustus2016
Masyarakat. Diakses melalui https://www.google.com/url?sa=t&rct=j&q Yunida, Margita. 2016. Pengaruh Citra Rumah Sakit dan Kualitas Pelayanan terhaap
=&esrc=s&source=web&cd=3&cad=rja&uact=8&ved=0ahUKEwjdgO3v Loyalitas Pelanggan melalui Kepuasan Pelanggan. Jurusan Manajemen,
jdPPAhUaTY8KHSemAUgQFggvMAI&url=http%3A%2F%2Fstaff.ui.a FakultasEkonomi.UniversitasNegeriYogyakarta:Skripsi.
c.id%2Fsystem%2Ffiles%2Fusers%2Fhasbulah%2Fmaterial%2Fsistempen

Jurnal ARSI/Februari 2017 135


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Gambar 1. Model Terintegrasi TQM dan Six Sigma

Gambar 2. Baldridge Criteria for Performance Excellence Framework

Jurnal ARSI/Februari 2017 136


Jessihana Morgan Manurung, Kajian Implementasi Mutu dengan Pendekatan Integrasi Six Sigma dan TQM Melalui
Jurnal Administrasi Rumah Sakit Penilaian Malcolm Baldridge di Rumah SakitVolume
Charitas3Palembang
Nomor 2

Tabel 1. Total Nilai Rata-Rata Seluruh Variabel

No Variabel Nilai Rata-rata

1 Kepemimpinan 2,846
2 Perencanaan Strategi 2,910
3 Fokus Pelanggan/ Pasien 3,156
4 Manajemen Sumber Daya Manusia 2,989
5 Pengukuran, analisis dan manajemen pengetahuan 2,969
6 Fokus pada Proses 3,020
7 Kinerja Rumah Sakit 3,110
Rata-Rata 3

Tabel 2. Hubungan Antara Variabel

Kinerja Rumah Sakit


Variabel OR
Baik Tidak Baik Total
Kepemimpinan
Baik 103 (58,2%) 74 (41,8%) 177
Tidak Baik 57 (31,3%) 125 (68,7%) 182 3,052 (1,980 – 4,706)
Total 160 199 359
Perencanaan Strategi
Baik 119 (58,3%) 85 (41,7%) 204
Tidak Baik 41 (26,5%) 114 (73,5%) 155 3,893 (2,476 – 6,121)
Total 160 199 359
Fokus Pada Pelanggan
Baik 123 (72,8%) 46 (27,2%) 169
Tidak Baik 37 (19,5%) 153 (80,5%) 190 11,057 (6,749 – 18,114)
Total 160 199 359
Fokus SDM
Baik 118 (64,5%) 65 (35,5%) 183
Tidak Baik 42 (23,9%) 134 (76,1%) 176 5,792 (3,656 – 9,177)
Total 160 199 359
Pengukuran, Analisa & Manajemen Pengetahuan
Baik 129 (63,9%) 73 (36,1%) 202
Tidak Baik 31 (19,7%) 126 (80,3%) 157 7,183 (4,415 – 11,685)
Total 160 199 359
Fokus Pada Proses
Baik 137 (85,6%) 23 (14,4%) 160
Tidak Baik 23 (11,6%) 176 (88,4%) 199 45,6 (24,5 – 84,7)
Total 160 199 359

Tabel 3. Analisa Multivariat


S D
B Wald Sig. Exp(B)
.E. f
,
Kepemimpinan(1) ,743 2,636 1 ,104 2,103
458
,
Renstra(1) -,195 ,217 1 ,642 ,823
420
,
Fokuspelanggan(1) -1,354 15,179 1 ,000 ,258
348
,
Step 1a FokusSDM(1) -,457 1,310 1 ,252 ,633
399
,
Pengukuran(1) -,332 ,545 1 ,460 ,718
449
,
FokusProses(1) -3,158 66,108 1 ,000 ,043
388
,
Constant 2,576 64,502 1 ,000 13,146
321

Jurnal ARSI/Februari 2017 137


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

S D
B Wald Sig. Exp(B)
.E. f
,
Kepemimpinan(1) ,659 2,478 1 ,115 1,932
418
,
Fokuspelanggan(1) -1,377 16,043 1 ,000 ,252
344
,
FokusSDM(1) -,465 1,357 1 ,244 ,628
a
399
Step 2
,
Pengukuran(1) -,360 ,654 1 ,419 ,698
445
,
FokusProses(1) -3,163 66,347 1 ,000 ,042
388
,
Constant 2,538 67,645 1 ,000 12,659
309
,
Kepemimpinan(1) ,555 1,967 1 ,161 1,742
396
,
Fokuspelanggan(1) -1,351 15,534 1 ,000 ,259
343
,
Step 3a FokusSDM(1) -,550 2,055 1 ,152 ,577
383
,
FokusProses(1) -3,288 82,386 1 ,000 ,037
362
,
Constant 2,469 71,315 1 ,000 11,817
292
,
Kepemimpinan(1) ,347 ,911 1 ,340 1,415
363
,
Fokuspelanggan(1) -1,387 16,534 1 ,000 ,250
a
341
Step 4
,
FokusProses(1) -3,424 93,517 1 ,000 ,033
354
,
Constant 2,364 72,582 1 ,000 10,629
277
,
Fokuspelanggan(1) -1,311 15,735 1 ,000 ,270
330
,
Step 5a FokusProses(1) -3,320 101,004 1 ,000 ,036
330
,
Constant 2,449 85,230 1 ,000 11,576
265
a. Variable(s) entered on step 1: Kepemimpinan, Renstra, Fokuspelanggan, FokusSDM, Pengukuran, FokusProses.

Gambar 3. Baldrige Criteria for Performance Excellent Framework

Jurnal ARSI/Februari 2017 138


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Percepatan Pemulangan Pasien Rawat Inap dengan Konsep Lean di


Rumah Sakit Masmitra
Acceleration Discharge of Patients Hospitalized with Lean Concepts in Masmitra Hospital

Alamsyah
Program Studi Pasca Sarjana Kajian Administrasi Rumah Sakit
Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan
Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia

*Email: alamsyah@gmail.com

ABSTRAK

Proses pemulangan pasien di Rumah Sakit Masmitra saat ini masih belum optimal, oleh karena belum ada alur
yang menggambarkan proses pemulangan pasien secara menyeluruh. Dengan mengaplikasikan konsep lean,
dilakukan pemetaan aliran nilai kondisi sekarang (value stream map) yang menunjukkan bahwa pada proses
pemulangan pasien terdapat 41 kegiatan dan hanya 51 % bersifat value added, dan tentu saja mempunyai implikasi
adanya pemborosan. Dari hasil analisis akar masalah diperoleh ide-ide perbaikan, kemudian dilakukan desain
ulang kedalam alur proses baru yang dianggap ideal menghasilkan total hanya 17 kegiatan, 83 % diantaranya
bersifat value added. Dengan diterapkannya konsep lean di RS Masmitra, diharapkan efisiensi juga akan terjadi
bila pekerjaan dilakukan sesuai dengan apa yang dibutuhkan oleh pasien, tepat waktu, tepat ukuran dan tepat
sasaran.

Kata kunci: konsep lean, percepatan, pemulangan pasien.

ABSTRACT
The process discharge of patients in hospital Masmitra is still not optimal, because there is no groove that
describes the process of returning the patient as a whole. By applying the concept of Lean, value stream mapping
current conditions which shows that the process of returning patients there were 41 activities and only 51% are
value added, and of course has implications for wastage. From the analysis of the root causes of acquired ideas
repair, and then carried into the re-design of the new process flow is considered ideal to produce a total of only
17 activities, 83% of which is value added. With the implementation of Lean Concept in RS Masmitra, expected
efficiency will also occur when the work is done in accordance with what is required by the patient, right time, the
right size and right on target.

Keywords: lean concepts, acceleration, patient discharge.

PENDAHULUAN sistem kesehatan yang paling kompleks dan paling


efektif di dunia (Aditama, 2007).
Rumah sakit bukan hanya sebuah tempat, tetapi juga
sebuah fasilitas, sebuah institusi dan sebuah organisasi. Pada era globalisasi, persaingan pelayanan kesehatan
Oleh karena itu, rumah sakit merupakan lembaga yang semakin tinggi, untuk itu semua organisasi harus
padat modal, padat karya, padat teknologi dan padat mempunyai strategi agar tetap bisa bertahan dan maju
masalah yang dihadapinya. Di pihak lain, Rowland dalam melaksanakan kepentingan bisnisnya. Begitu
dalam buku Hospital Administration Handbook pula dengan rumah sakit, terutama rumah sakit swasta
menyampaikan bahwa rumah sakit adalah salah satu yang dananya tidak disubsidi oleh pemerintah dituntut

Jurnal ARSI/Februari 2017 139


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

untuk harus kreatif mencari solusi agar rumah sakit tetap dilakukan penelitian yang berfokus pada efisiensi proses
eksis (Kusumo, 2012). dengan menghilangkan hal-hal atau langkah yang tidak
perlu.
Pelayanan keehatan yang bermutu dibentuk berdasarkan
lima prinsip Service Quality, yaitu Reliability, Untuk mencapai pelayanan yang berkualitas, telah
Responsiveness, Assurance, Emphaty dan Tangibles banyak metode atau prinsip manajemen yang
(Pasuraman et al, 1998). Suatu pelayanan dikatakan baik diaplikasikan ke rumah sakit atau pusat layanan
oleh pasien, jika jasa yang diberikan dapat memenuhi kesehatan. Beberapa diantaranya adalah Total Quality
kebutuhan pasien, dengan menggunakan persepsi tentang Management (TQM), Six Sigma dan yang terbaru adalah
pelayanan yang diterima. Kepuasan dimulai dari Konsep Lean (Graban, 2009). Konsep Lean menitik
pelayanan terhadap pasien sejak pasien pertama kali beratkan pada alur proses atau flow dari suatu industri
datang sampai pasien meninggalkan rumah sakit atau perusahaan, dimana aplikasinya membutuhkan
(Anjaryani, 2009). observasi yang ketat dan mendetail mengenai setiap
langkah pada suatu proses usaha dan mengacu pada
Penundaan (delay) akan mempengaruhi kondisi pasien value atau nilai yang ingin dicapai oleh proses tersebut,
(outcome) selanjutnya, 1158 pasien yang mengalami misalnya nilai kepuasan pasien (Womack & Jones,
penundaan dalam proses masuk unit ranap 12,4% 1996)
diantaranya mengalami waktu pemanjangan masa
perawatan (Length of Stay) sehingga biaya perawatan TINJAUAN PUSTAKA
juga meningkat (Jurnal BMC Emergency Medicine,
2010). Penundaan proses pemulangan (discharge) Dengan keberhasilan aplikasi metode Lean di berbagai
pasien juga mengakibatkan resiko infeksi nosokomial industri, bidang pelayanan kesehatan pun ikut tergerak
meningkat, Forster (2010) menemukan 1,5 kasus infeksi untuk mengadopsinya ke dalam praktik manajemen
nosokomial per 1000 pasien ranap yang mengalami rumah sakit. Setiap organisasi, termasuk rumah sakit,
pemanjangan LOS. pada umumnya selalu memikirkan masalah arus kas,
kepuasan pelanggan, dan kualitas. Hal-hal ini dapat
Rumah Sakit Masmitra adalah rumah sakit umum ditingkatkan dengan mengaplikasikan Lean pada alur
swasta tipe D yang menyediakan pelayanan medik, proses bisnis yang terjadi pada organisasi tersebut.
pelayanan penunjang medik, pelayanan dan asuhan Rumah sakit dan proses-proses yang terjadi didalamnya
keperawatan serta pelayanan rujukan, Proses kebanyakan masih terlihat penuh dengan waste atau
pemulangan pasien di Rumah Sakit Masmitra hingga inefisiensi. Dari berbagai studi yang dilakukan di seluruh
saat ini mengacu pada Standar Prosedur Operasional, dunia, prinsip dan metode Lean merupakan hal efektif
belum ada alur proses yang menggambarkan proses yang dapat diterapkan untuk mengatasi hal ini dan
pemulangan pasien rawat inap secara menyeluruh, menciptakan kualitas serta produktivitas pelayanan
sehingga seluruh unit yang terkait belum menyadari kesehatan secara optimal (Graban, 2009).
bahwa hal ini harus dirancang seefisien mungkin untuk
mewujudkan pelayanan yang lebih berkualitas Konsep Lean merupakan strategi perbaikan yang efektif
untuk diaplikasikan pada rumah sakit, karena konsep
KepMenkes RI Nomor 129 tahun 2008 tentang Standar yang digunakan menekankan dan memperhatikan
Pelayanan Minimal Rumah Sakit menyebutkan bahwa proses dari ujung ke ujung, menciptakan arus proses
standar waktu pemberian informasi tagihan pasien rawat yang mulus, value dari waktu pasien dan keahlian
inap adalah ≤2 jam. Proses pemberian informasi tagihan pegawai, serta mengenali kegiatan mana yang tidak
adalah bagian dari proses pemulangan pasien, dimulai menambah value bagi pasien sebagai waste (Ben-
dari saat Dokter Penanggung Jawab Pelayanan (DPJP) Tovim et al, 2008).
memberikan instruksi pemulangan untuk pasien rawat
inap hingga pasien keluar dari ruang rawat inap. Lean Healthcare merupakan strategi yang berfokus
menghilangkan tidak efisien sehingga memberikan
Bertitik tolak dari hal diatas, diperlukan analisis yang waktu yang lebih untuk aktivitas pelayanan pasien
mendalam mengenai proses pemulangan pasien rawat (Lestie, 2006). Graban dalam “Lean Hospital”
inap di Rumah Sakit Masmitra saat ini dan perlu

Jurnal ARSI/Februari 2017 140


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Alamsyah., Percepatan Pemulanga Pasien Rawat Inap dengan Konsep Lean di Rumah Sakit3 Masmitra
Volume Nomor 2

mendefinisikan Lean menjadi dua bagian yang sangat c. On demand, persis seperti yang diminta;
sederhana, yaitu: d. Respon langsung terhadap masalah atau
1) Total elimination of waste perubahan;
Pemborosan, muda, atau waste merupakan segala e. No waste; dan
aktivitas yang tidak mencerminkan bantuan dalam f. Aman untuk pasien, staf, klinisi: secara fisik,
proses penyembuhan terhadap pasien. Semua emosional, dan professional.
pemborosan harus dihilangkan atau minimal
dikurangi agar dapat menekan biaya rumah sakit, Metode Lean memiliki aturan yang spesifik untuk
meningkatkan kepuasan pasien serta meningkatkan menentukan kegiatan yang menambah value (value
keselamatan pasien dan pegawai. Contoh pemborosan added) dan yang tidak bisa menambah value (non
di rumah sakit ialah: value added). Adapun aturan atau kriteria dari value
a. Waktu tungggu pasien untuk diperiksa dokter; added activity adalah sebagai berikut:
b. Waktu tunggu untuk proses berikutnya; a. Pelanggan harus mau membayar untuk semua
c. Adanya suatu kesalahan yang sangat aktivitas tersebut;
membahayakan pasien; dan b. Aktivitas tersebut haruslah dapat mentransformasi
d. Pergerakan yang tidak perlu, misal letak apotik sebuah produk atau layanan dalam suatu
dan kasir yang berjauhan. bentuk; dan
c. Aktivitas tersebut haruslah dilakukan dengan
2) Respect of people benar sejak pertama kali dilakukan.
Respect dalam koridor konteks Lean memiliki
makna sejumlah cara untuk mendorong karyawan Apabila kegiatan tidak memenuhi ketiga kriteria
agar termotivasi dan melakukan pekerjaan lebih diatas, maka kegiatan tersebut termasuk non value
baik dengan cara yang konstruktif. Hal ini bukan added activity.
berarti meninggalkan segala hal untuk menyelesaikan
masalah dan beban kerja mereka masing-masing. METODOLOGI PENELITIAN
Akan tetapi, respect for people memiliki makna
respect kepada pasien, karyawan, dokter, komunitas, Desain penelitian ini adalah observasional dengan
dan semua stakeholders rumah sakit beserta pendekatan kualitatif yaitu melalui telaah data dari rumah
lingkungannya, sehingga dapat dikatakan jika sakit dan observasi proses pemulangan pasien rawat inap
melakukan hal yang buruk kepada salah satunya saja Rumah Sakit Masmitra serta wawancara dengan
merupakan suatu tindakan yang sangat tidak dapat petugas dari unit terkait dan perwaklian dari manajemen
diterima. Spear (2010) menggambarkan rasa hormat rumah sakit.
terhadap orang lain adalah ikut melibatkan orang
terebut dan menghargai ide yang diberikan, bukan Sampel dalam penelitian ini adalah pasien rawat inap
hanya mengandalkan segelintir orang saja.Ketika yang telah diizinkan pulang oleh Dokter Penanggung
konsep Lean digunakan dalam industri kesehatan, Jawab Pelayanan (DPJP) pada saat visit dokter. Cara
elimination of waste dan respect of people adalah peneliti mengetahui pasien yang akan pulang adalah
respek kepada pasien, karyawan, dokter, komunitas melalui informasi dari perawat ruangan, dimana pada
dan stakeholder rumah sakit serta lingkungannya, sebagian pasien satu hari sebelumnya sudah ada rencana
sehingga segala tindakan yang diambil harus dapat pemulangan dari DPJP. Sampel yang diambil sebanyak
diterima oleh semua yang terlibat. Cindy Jimmerson 10 pasien, tanpa membedakan jenis penyakit dan umur
(2005) merumuskan komponen dari situasi ideal pasien.
berdasarkan prinsip Toyota Production System yang
di adaptasikan untuk pelayanan kesehatan, yaitu Informan dipilih secara purposive yaitu pengambilan
terdiri dari: sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu dan
a. Memberikan pelayanan yang tepat dan sesuai dilakukan untuk menghindari bias. Informan yang
kebutuhan pasien, bebas dari kesalahan (defect diambil sebanyak 7 orang, terdiri dari Direktur RS,
free); Kepala Runag Rawat Inap, Perawat Pelaksana, Petugas
b. Satu per satu dirancang khusus untuk setiap Penata Rekening, Petugas Instalasi Farmasi, Petugas
pasien secara individu; Kasir dan Staf IT.

Jurnal ARSI/Februari 2017 141


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

rumah serta waktu kontrol setelah keluarga menyerahkan


HASIL DAN PEMBAHASAN tanda bukti lunas, yang dilanjutkan dengan melepas infus
dan membawa pasien keluar dari ruang rawat inap.
Unit yang terlibat dalam proses pemulangan pasien
adalah Dokter Penganggung Jawab Pasien (DPJP), SPO pemulangan pasien hanya ada di ruang rawat inap
Perawat, Penata Rekening, Farmasi, Kasir, Laboratorium saja, pada unit lain yang terkait dengan proses
dan Radiologi. Unit Radiologi dan Laboratorium sudah pemulangan pasien seperti Penata Rekening, Instalasi
online ke penata rekening, tagihan secara otomatis sudah Farmasi dan Kasir tidak ditemukan adanya SPO
online. Seluruh unit yang terlibat dalam proses pelayanan tersebut. Pada waktu peneliti menanyakan kepada
di unit rawat inap terbagi menjadi tiga shift yaitu pagi, petugas terkait, mereka menyatakan tidak pernah melihat
siang dan sore. Pagi dari jam 08.00-14.00. siang dari jam dan mengetahui isi SPO tersebut.
14.00-21.00 dan malam 21.00-08.00, kecuali Penata
Rekening hanya ada satu shift yaitu dari jam 08.00- Dari 10 pasien rawat inap yang pulang didapat waktu
17.00. Gambaran proses pemulangan pasien di Rumah rata - rata keluarga menerima informasi tagihan dan
Sakit Masmitra dapat dilihat pada Cross Functioal waktu rata – rata pasien keluar dari kamar rawat inap.
Flowchart (ditampilkan dalam gambar 1).
Dari tabel 11 dapat dilihat waktu rata – rata keluarga
Proses pemulangan pasien rawat inap dimulai dengan pasien menerima informasi tagihan adalah 160 menit,
instruksi pemulangan dari DPJP dan berakhir pada saat waktu ini masih tergolong cukup lama, karena
pasien meninggalkan ruang rawat inap. Setelah DPJP KepMenkes RI Nomor 129 Tahun 2008 tentang
visit dan memberikan instruksi pulang, perawat Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit yang
menyiapkan resep obat yang akan dibawa pulang oleh menyebutkan bahwa standar pada waktu pemberian
pasien, obat-obat dan alat-alat kesehatan yang akan di informasi tagihan pasien rawat inap adalah < 2jam.
retur serta berkas-berkas tagihan pasien. Resep obat Sedangkan waktu rata - rata pasien keluar dari kamar
pulang pasien dan returan obat/alkes diantarkan oleh rawat inap adalah 182 menit dimulai sejak DPJP
perawat ke instalasi farmasi, sedangkan berkas-berkas menyatakan pasien boleh pulang.
tagihan pasien diantarkan ke bagian penata rekening.
Petugas penata rekening melakukan input semua berkas Dalam penelitian ini seluruh kegiatan proses pemulangan
tagihan pasien berupa jasa visit dan tindakan dokter pasien yang dilakukan oleh DPJP, Perawat, Penata
kemudian akan menginformasikan melalui telfon Rekening, Instalasi Farmasi dan Kasir disusun kemudian
kepada petugas kasir bila semua berkas tagihan telah ditentukan jenis mana yang value added dan non value
selesai di input. added (ditampilkan dalam tabel 2).

Petugas farmasi menyiapkan obat yang akan dibawa Dari tabel diatas dapat dilihat total kegiatan pada proses
pulang oleh pasien, menghitung obat/alkes yang di retur pemulangan pasien rawat inap saat ini di Rumah Sakit
serta melakukan input seluruh berkas tagihan pemakaian Masmitra ada 41 kegiatan, 21 kegiatan ( 51 %) bersifat
obat pasien selama dirawat. Setelah selesai semua proses, value added dan 20 kegiatan (49 %) bersifat non value
kemudian petugas farmasi akan menginformasikan ke added.
Unit Rawat Inap agar obat pulang pasien diambil oleh
perawat ke Instalasi Farmasi dan menyerahkan seluruh Setelah mengumpulkan data-data mengenai proses
berkas tagihan pemakaian obat ke petugas Kasir. Petugas pemulangan pasien melalui observasi dan wawancara
Kasir akan melakukan cross chek seluruh berkas yang mendalam serta menyusun Tabel Value Assessment,
diserahkan oleh Petugas Instalasi Farmasi, walaupun maka langkah selanjutnya adalah memetakan Current
secara on line data yang di input oleh petugas farmasi dan State Value Stream Mapping Value Stream Map
petugas penata rekening juga bisa dilihat di komputer merupakan tehnik Lean yang dianggap efektif untuk
kasir. Petugas Kasir akan menginformasikan Unit mengidentifikasi dan menghilangkan waste dalam rantai
Rawat Inap bila semua proses telah selesai dilakukan, pasokan. Gambaran Value Stream Map proses
agar keluarga turun ke Kasir untuk menyelesaikan pemulangan pasien rawat inap tersebut ditampilkan
administrasi. Perawat akan menjelaskan perihal obat- dalam gambar 2.
obat pulang, diet dan aktivitas yang bisa dilakukan di

Jurnal ARSI/Februari 2017 142


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Alamsyah., Percepatan Pemulanga Pasien Rawat Inap dengan Konsep Lean di Rumah Sakit
Volume Masmitra
3 Nomor 2

Pada Current State Value Stream map, maka dan tersosialisai dengan baik. Menurut Notoatmodjo
digambarkanlah bentuk untuk menyelesaikan administrasi (1992), melakukan pekerjaan secara efisien tidak hanya
pemulangan pasien harus melalui 5 proses yaitu di DPJP, bergantung kepada kemampuan atau ketrampilan
Perawat, Penata Rekening, Instalasi Farmasi dan Kasir. pekerja semata, tetapi juga dipengaruhi oleh beberapa
Proses di DPJP ada 6 kegiatan, Unit Rawat Inap 15 hal, satu diantaranya adalah prosedur kerja yang
kegiatan, Penata Rekening 8 kegiatan, Instalasi Farmasi berisikan uraian tugas yang jelas.
6 kegiatan dan Kasir 6 kegiatan.
Kegiatan DPJP setelah menyatakan pasien boleh
Dalam Current State Value Stream proses pemulangan pulang, kemudian melanjutkan visite ke pasien lain serta
pasien, dapat dilihat juga mobilitas dari perawat yang memberikan penjelasan pada keluarga pasien yang lain
diberi simbol gambar orang harus berjalan dari ruang adalah waste, tapi disisi lain kedua kegiatan tersebut tidak
rawat inap ke Penata Rekening dan Instalasi Farmasi bisa dihilangkan karena sudah menjadi kewajiban DPJP.
yang memerlukan jarak tempuh 140 meter untuk Namun, hal itu bisa dilaksanakan setelah DPJP
mengantarkan berkas tagihan rawap inap, resep obat menyelesaikan dokumen yang diperlukan untuk proses
pulang, returan obat dan mengambil obat pulang. pemulangan pasien, sehingga tidak ada kewajiban DPJP
yang diabaikan dan tidak menambah waktu tunggu
Aliran informasi yang terjadi digambarkan dengan proses pemulangan pasien selanjutnya. Menurut Graban
simbol tanda panah, dimana petugas Penata Rekening (2009), segala aktivitas yang tidak memberikan nilai
ini harus melakukan rekapitulasi seluruh tagihan baik terhadap pasien adalah suatu waste, yang harus
yang berasal dari ruang rawat inap maupun dari Instalasi dihilangkan atau di minimalisir. Waste itu sendiri dalam
Farmasi. Petugas Instalasi Farmasi setelah melakukan Konsep Lean ada 2 Type yaitu Waste/Muda tipe 1 dan
input data tagihan kemudian menyerahkan berkas Waste/Muda tipe 2, dimana Waste tipe 1 adalah aktivitas
tagihan ke petugas kasir untuk dilakukan pengecekan yang menghasilkan pemborosan namun tidak dapat
berkas tagihan, setelah selesai kemudian petugas kasir dihilangkan , tapi dapat di minimalisir, sedangkan Waste
akan menginformasikan ke perawat agar keluarga tipe 2 adalah kegiatan yang benar-benar memboroskan
pasien menyelesaikan pembayaran dan meyerahkan dan seharusnya dihilangkan. Di Rumah Sakit Masmitra
bukti lunas ke perawat. belum ada kebijakan dan SPO yang bisa mengatur
langkah diatas, oleh karena itu pendekatan yang baik
Gambar yang paling bawah menunjukkan waktu yang kepada DPJP oleh jajaran manajemen, diharapkan bisa
value added dan non value added dari masing-masing menjadi dasar untuk membuat kebijakan dan SPO yang
proses. Juga ditunjukkan jumlah total kegiatan itu untuk mengatur proses ini agar menjadi lebih Lean.
proses pemulangan pasien saat ini ada sebanyak 41
kegiatan, 21 kegiatan value added dan 20 kegiatan non Masalah yang terjadi di Unit Rawat Inap adalah ketika
value added. dalam waktu yang bersamaan ada DPJP lain yang
melakukan visite, bila hal ini terjadi dan kebetulan juga
Pada alur proses pemulangan pasien rawat inap yang pasien banyak pulang, maka proses pemulangan pasien
sebenarnya ditemukan ketidak sesuaian terhadap SPO menjadi lebih lama. Hal tersebut dikarenakan jumlah
pemulangan pasien rawat inap Rumah Sakit Masmitra SDM yang ada di Unit Rawat Inap belum mencukupi
yang telah ada. Menurut Perry dan Potter (2005), SPO dan tidak adanya pembagian tugas yang jelas pada tiap
adalah suatu standar atau pedoman tertulis yang shift nya. Menurut Ilyas (2011) bahwa salah satu
dipergunakan untuk mendorong dan menggerakkan indikator keberhasilan rumah sakit yang efektif dan
suatu kelompok untuk mencapai tujuan organisasi. efisien adalah tersedianya SDM yang cukup dengan
Standar Prosedur Operasional merupakan tata cara atau kualitas yang tinggi, profesional yang sesuai dengan
tahapan yang dibakukan dan yang harus dilalui untuk fungsi dan tugas personil. Jumlah SDM yang cukup
menyelesaikan suatu proses kerja tertentu. Keberadaan diiringi dengan komitmen profesional. Disamping
SPO pemulangan pasien tidak pada semua unit yang masalah kurangnya jumlah SDM dan tidak adanya
terkait, hanya ada di ruang rawat inap, serta berdasarkan pembagian tugas yang jelas, peneliti juga melihat belum
wawancara mendalam sebagian besar tidak mengetahui adanya perencanaan pemulangan (discharge planning)
isi SPO tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa SPO yang baik. Menurut The Royal Marsden Hospital
pemulangan pasien tersebutpun belum terdistribusikan (2004), discharge planning sangat dibutuhkan, karena

Jurnal ARSI/Februari 2017 143


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

mempersiapkan pasien dan keluarga secara fisik dan Penambahan jumlah SDM di Penata Rekening juga
psikologis sebelum pulang ke rumah serta mempersiapkan perlu dipertimbangkan agar jam kerja Penata Rekening
segala sesuatunya pada hari sebelumnya, agar pada hari dibagi menjadi 2 shift, guna menunjang beban kerja di
pemulangannya semua proses berjalan tanpa hambatan. Kasir.
Sebagai solusi menurut peneliti dengan menambah
Pembantu Perawat ruangan pada tiap shift serta adanya Berdasarkan hasil penelitian yang telah didapat rata-rata
pembagian tugas yaitu pada tiap shift ada seorang waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaikan proses di
perawat yang bertanggung jawab dalam pemulangan Instalasi Farmasi adalah 48 menit. Lamanya waktu
pasien, maka aliran informasi dari Unit Rawat Inap tidak proses tersebut disebabkan oleh belum adanya
memerlukan banyak waktu tunggu. Didukung pemisahan tugas antara petugas yang menangani pasien
Discharge Planning yang baik, perawat yang rawat jalan dan rawat inap, sehingga apabila pasien rawat
bertanggung jawab dalam pemulangan pasien, sudah jalan banyak, maka pelayanan pasien rawat inap yang
memperkirakan pasien mana yang akan dipulangkan, pulang menjadi terkendala, karena pelayanan terhadap
segera menerima instruksi pemulangan pasien dari pasien rawat jalan didahulukan. Dampaknya adalah
DPJP dan melanjutkan proses selanjutnya. input data tagihan pemakaian obat dan alkes selama
perawatan serta penyerahan berkas tagihan ke petugas
Proses di Penata Rekening merupakan ujung tombak kasir menjadi tertunda. Standar pelayanan farmasi di
dalam proses pemulangan pasien, waktu rata-rata yang rumah sakit menyebutkan bahwa Instalasi Farmasi
diperlukan untuk menyelesaikan semua rincian adalah Rumah Sakit di dalam melaksanakan pelayanan farmasi
38 menit. Lama waktu proses di bagian ini dipengaruhi dibagi menjadi 3 shift pelayanan dalam waktu 24 jam.
oleh lama waktu proses di bagian lain, jika proses Distribusi tenaga farmasi ditempatkan pada 2 depo
dibagian lain cepat dan tidak bermasalah, maka proses di pelayanan yaitu depo farmasi IGD/rawat jalan dan depo
penata rekening juga lebih cepat. Penyerahan berkas farmasi rawat inap. Masing-masing depo pelayanan
tagihan dari Unit Rawat Inap menemui kendala jika ada dipimpin oleh apoteker. Solusi permasalahan di Instalasi
pasien banyak pulang dan waktunya berdekatan maka Farmasi adalah adanya pemisahan tugas, dengan adanya
ada kecenderungan untuk menunggu satu sama lain. Hal hal tersebut memberi pengaruh waktu tunggu dan
ini terjadi karena selama ini tidak ada standar waktu kegiatan di unit lain.
berapa lama yang dianggap berdekatan, serta standar
jumlah pasien yang harus segera diantarkan berkas Proses di Kasir merupakan akhir dari proses administarsi
tagihannya, sehingga saat ini perawat hanya menggunakan pemulangan pasien rawat inap. Pada bagian inilah
persepsinya masing-masing. Lokasi antara ruang rawat keluarga pasien dapat mengetahui seluruh perincian
inap terhadap Penata Rekening dan Instalasi Farmasi biaya selama pasien di rawat inap di rumah sakit. Proses
yang tidak berada dalam se lantai satu sama lainnya juga di kasir dipengaruhi oleh lama nya proses di bagian lain,
menjadi alasan untuk efisiensi, sehingga perawat dari hasil penelitian ini didapatkan rata-rata lamanya
mengumpulkan beberapa pasien pulang untuk diantar ke keluarga pasien menerima informasi tagihan dari kasir
Penata Rekening dan Instalasi Farmasi. Namun apapun adalah 160 menit (> 2 jam). Penyebab dari waktu tunggu
alasannya harus ada standar waktu yang ditetapkan oleh yang lama dalam pemberian informasi tagihan adalah
rumah sakit. Standar adalah suatu pedoman atau model petugas kasir harus melakukan pengecekan berkas
yang disusun dan disepakati bersama serta dapat diterima tagihan dari Instalasi Farmasi. Kegiatan ini bisa tertunda,
pada suatu tingkat tertentu untuk mencapai tujuan yang ketika Petugas Kasir harus melayani pembayaran dari
telah ditetapkan (Reyers, 1983). Sebagai solusi untuk pasien rawat jalan, apotek serta penunjang lain, terlebih di
mengatasi lamanya proses di Penata Rekening adalah waktu kunjungan poliklinik sedang ramai. Menurut
menghilangkan waste di Unit Rawat Inap dan Instalasi peneliti dengan keberadaan Penata Rekening di ruang
Farmasi seperti yang telah dipaparkan sebelumnya, Kasir, pengecekan berkas tagihan dari Instalasi Farmasi
karena sebagian besar akar masalahnya berasal dari yang selama ini dilakukan oleh Petugas Kasir dialihkan
kedua unit tersebut. Disamping itu perlu dilakukan ke Petugas Penata Rekening, dengan demikian kegiatan
relokasi ruangan Penata Rekening ke ruang Kasir yang pengecekan ini tidak terhambat oleh kegiatan lain.
bersebelahan dengan Instalasi Farmasi, sehingga bisa
mengurangi jarak tempuh dari Pembantu Perawat ketika Dalam Konsep Lean Hospital, ada 8 jenis waste yang
menyerahkan berkas tagihan dan retur obat/alkes. ada dalam lingkungan rumah sakit, namun dalam

Jurnal ARSI/Februari 2017 144


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Alamsyah., Percepatan Pemulanga Pasien Rawat Inap dengan Konsep Lean di Rumah Sakit
Volume 3 Masmitra
Nomor 2

penelitian ini hanya ditemukan 6 jenis waste yang terkait ada 7 kegiatan, Proses di Penata Rekening ada 3
dengan proses pemulangan pasien rawat inap di Rumah kegiatan, Proses di Instalasi Farmasi ada 5 kegiatan dan
Sakit Masmitra, yaitu: Over Production, Over Proses di Kasir ada 1 kegiatan.
Transportation, Over Processing, Defect, Waiting dan
Motion. Setelah melakukan penggolongan waste yang Jarak tempuh perawat setelah Ruang Penata Rekening
terjadi pada proses pemulangan, langkah selanjutnya pindah ke Ruang Kasir yang bersebelahan dengan
adalah mencari akar masalah yang menyebabkan Instalasi Farmasi berkurang menjadi 40 meter. Petugas
terjadinya waste dengan Metode Caused and Effect Kasir tidak lagi melakukan pengecekan berkas tagihan
(Fishbone Diagram). Dari hasil analisis dengan Metode dari Instalasi Farmasi, karena dengan keberadaan
Cause & Efect didapatkan faktor yang menjadi sebab Petugas Penata Rekening di ruang Kasir, kegiatan
waste pada sistem alur proses pemulangan pasien. tersebut bisa dilakukan oleh Petugas Penata Rekening.
Peneliti mengusulkan langkah-langkah perbaikan untuk
dapat meminimalisir waste yang ada, pertimbangan- Tentunya apabila semua usulan perbaikan dilaksanakan,
pertimbangan lain yang disadari oleh peneliti bahwa maka Rumah Sakit Masmitra membutuhkan biaya yang
untuk mengubah dan merencanakan suatu usulan/ide di sangat besar, kerena terkahit dengan penambahan SDM,
Rumah Sakit Masmitra harus melalui proses yang oleh karena itu peneliti juga melakukan analisis apabila
panjang dan rumit, karena menyangkut berbagai perbaikan dilakukan tanpa harus menambah SDM,
kebijakan dari pihak manajemen serta anggaran rumah hasilnya.
sakit. Peneliti dalam memberikan usulan perbaikan
menggunakan kriteria jangka pendek, menengah dan Data pada tabel 3 menunjukkan bila hanya dengan
jangka panjang. Adapun uraian dari usulan - usulan melakukan usulan perbaikan tanpa menambah SDM,
perbaikan yang dimaksud adalah sebagai berikut: hasilnya jauh lebih baik dari kondisi sekarang, walaupun
1) Usulan perbaikan jangka pendek tidak sebaik bila melakukan usulan perbaikan dengan
 Revisi, Distribusi dan Sosialisasi SPO Pemulangan penambahan SDM, karena masih ada waste di unit
pasien Rawat Inap. rawat inap dan bottle neck di kasir bila ada pasien rawat
 Menciptakan komitmen antar unit: menetapkan inap yang pulang diatas jam 17.00 dimana Petugas Penata
standar waktu proses dari masing- masing unit Rekening sudah tidak ada dan kunjungan pasien Poliklinik
terkait proses pemulangan pasien. sedangramai.
 Meningkatkan koordinasi antar unit
KESIMPULAN DAN SARAN
2) Usulan perbaikan jangka menengah
 Pendekatan kepada DPJP dalam hal pemulangan Kesimpulan
pasien.
 Pembagian tugas di Instalasi Farmasi. 1) Proses pemulangan pasien rawat inap di Rumah
 Relokasi Penata Rekening ke Ruang Kasir. Sakit Masmitra saat ini masih memerlukan waktu
yang cukup lama. Penyebab lamanya proses
3) Usulan perbaikan jangka panjang pemulangan pasien tersebut disebabkan oleh;
 Penambahan SDM di Ruang Rawat Inap.  DPJP setelah menyatakan pasien boleh pulang
 Penambahan SDM di Penata Rekening. tidak segera membuat instruksi pulang dan
membuat resep obat pulang, melainkan
Apabila semua usulan perbaikan dilaksanakan maka melanjutkan visit ke pasien-pasien yang lainnya.
akan didapat proses pemulangan pasien yang ideal,  Belum ada perawat yang bertanggung jawab
dimana total proses pemulangan pasien rawat inap dapat untukmenyelesaikanprosespemulanganpasiendi
diringkas menjadi 17 kegiatan, 14 kegiatan bersifat value unit rawat inap,
added dan 3 kegiatan bersifat non value added  Belum ada pembagian tugas yang jelas di
(ditampilkan dalam gambar 3). Instalasi Farmasi, sehingga bila pasien rawat
jalan ramai, proses yang berkaitan dengan
Dapat dilihat disini setelah dilakukan usaha-usaha pasien pulang menjadi tertunda.
perbaikan, terjadi perubahan pada masing-masing unit, 2) Current State Value Stream Map menunjukkan
yaitu: Proses di DPJP ada 1 kegiatan, Unit Rawat Inap bahwa ada 6 jenis waste yang ditemukan pada

Jurnal ARSI/Februari 2017 145


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

proses pemulangan pasien rawat inap saat ini di rawat jalan yang dilayani, kegiatan yang menyangkut
Rumah Sakit Masmitra, yaitu: Over Production, proses pasien pulang tidak tertunda.
Over Transportation, Over Processing, Defect, 5) Perlu dibuat SPO pemulangan pasien bagi DPJP yang
Waiting dan Motion. intinya menegaskan bahwa setelah menyatakan pasien
3) Apabila seluruh usulan perbaikan dilaksanakan boleh pulang, DPJP segera menyelesaikan instruksi
akan didapat proses pemulangan pasien rawat inap pulang dan resep obat pulang, sehingga aliran informasi
yang dianggap ideal, yaitu total kegiatan dapat ke tahap selanjutnya menjadi lancar. Namun untuk
diringkas menjadi 17 kegiatan, 14 kegiatan bersifat merealisasikan hal ini, pihak manajemen tidak bisa
value added (94,4 %) dan 3 kegiatan bersifat non berjalan sendiri tetapi harus meminta bantuan pihak lain
value added (5,6 %). yang mengkomunikasikan dan memediasikan yaitu
4) Apabila semua usulan perbaikan dilaksanakan, KomiteMedis.
tentunya Rumah Sakit Masmitra membutuhkan 6) Masalah perubahan jam kerja Penata Rekening
biaya yang cukup besar, karena terkait dengan menjadi dua shift, bisa disiasati dengan melemburkan
penambahan SDM. Namun apabila perbaikan petugas yang dianggap mampu untuk melaksanakan
dilakukan tanpa adanya penambahan SDM, kegiatan PenataRekeningpadawaktu diatasjam 17.00,
ternyata hasilnya masih jauh lebih baik bila sehingga bila ada pasien rawat inap yang pulang
dibandingkan dengan kondisi saat ini walaupun diwaktu tersebut, kegiatan input seluruh data tagihan
tidak seoptimal dengan dengan yang ideal. tidak dilakukan oleh Petugas Kasir, seperti yang
dilaksanakan pada saat ini. Langkah ini tentunya bisa
Saran jauh lebih menghemat biaya bila dibandingkan rumah
sakit harus merekrut lagi karyawan baru untuk
1) Proses pemulangan pasien rawat inap saat ini yang menambah shift Petugas Penata Rekening.
telah dituangkan ke dalam Current State Value
StreamMappadapenelitianinisebaiknyadisosialisasikan DAFTAR PUSTAKA
kepada seluruh petugas yang terkait pada proses
pemulangan pasien. Parasuraman,A,ZeithamlV.A.andA.BerryL.L.1998.SERVEQUAL:AMultiple-itemScale
for Measuring Consumer Perseption of Service Quality, Journal of Retailing, Vol. 64
2) Usulan-usulan perbaikan yang telah disusun dalam (January),p.12-35.
penelitian ini diharapkan bisa menjadi masukan Anjaryani,WD.,2009KepuasanPasienRawatInapTerhadapPelayananPerawatdiRSUD
Tugurejo Semarang. Program Pascasarjana Universitas Diponegoro Semarang.
bagi jajaran manajemen Rumah Sakit Masmitra Diunduh20Februari2015.
untuk dilaksanakan, terutama usulan perbaikan jangka Discharge Planning Assotiation. 2008. Discharge Planning di http:www discharge
Planning.org.au/index.htm.Diunduhpadatanggal2maret2015
pendek, karena tidak membutuhkan banyak biaya. Departemen Kesehatan RI. 2008. Keputusan Menteri Kesehatan Nomor:
Pada implementasinya, manajemen Rumah Sakit 129/Menkes/SK/II/2008 Tentang Standar Pelayanan MinimalRumah Sakit. Jakarta:
DirektoratJenderalBinaPelayananMedik.
Masmitra dapat segera memperbaiki SPO Pemulangan GrabanM.2009LeanHospitals:ImprovingQuality,PatientSafety,andEmployeeSatisfaction.
pasienkemudian mendistribusikandan mensosialisasikan NewYork:Taylor&FrancisGroup;2009.
Jimmerson,Cindy,DorothyWeber,danDurwardK.Sobek.2005.Reducingwasteanderrors:
kepada seluruh petugas terkait. PilotingLeanPrinciplesatIntermountainHealthcare.JQualitypatientSafety.
3) Melakukan relokasi ruang penata rekening yang Notoatmodjo,Soekidjo.2009.PengembanganSumberDayaManusia.Jakarta:RinekaCipta.
Potter,PatriciaA. &Perry, AnneGriffin.2005.BukuAjarFundamentalKeperawatanKonsep,
sekarang ke ruang kasir juga sudah bisa mulai Proses,DanPraktik.Edisi4.Jakarta:EGC.
difikirkan, mengingat ruang kasir yang baru Ben-Tovim, David I., et al.2008. Patient journeys: the process of clinical redesign. Med J
Australia2008;188(6);S14-17.
dibangun ini masih ada ruang kosong yang masih Womack,JamesP.danDanielT.Jones.1996LeanThinking:BanishWasteandCreateWealth
memungkinkan untuk ditempati oleh Petugas inYourCorporation.NewYork:Simon&Schuter.
Wibowo,A.2014.MetodologiPenelitianPraktisBidangkesehatan.Jakarta:RajawaliPress.
Penata Rekening disitu. Dengan dilakukannya Rother, M. dan Shook, J. 2003. Learning to See: Value stream mapping to add value and
relokasi tersebut, Perawat/Pembantu Perawat tidak eliminatemuda. Cambride,MA:LeanEnterpriseInstitute.
harus naik turun dalam mengantar berkas tagihan dan
resep obat pulang serta returan, karena lokasi antara
Ruang Kasir dan Instalasi Farmasi sekarang adalah
bersebelahan.
4) Di Instalasi Farmasi perlu segera dilakukan pembagian
tugas antara yang menangani pasien rawat jalan dan
rawat inap, dengan demikian walaupun banyak pasien

Jurnal ARSI/Februari 2017 146


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume
Alamsyah., Percepatan Pemulanga Pasien Rawat Inap dengan Konsep Lean di Rumah 3 Nomor
Sakit 2
Masmitra

Gambar 1. Proses Pemulangan Pasien Rawat Inap di RS Masmitra

Tabel 1. Rangkuman Waktu Pasien Menerima Informasi Tagihan dan Keluar Ranap

No. Informasi Tagihan Keluar Kamar Ranap


Mulai
Pasien Selesai Total waktu (menit) Selesai Total Waktu (menit)
1. 10.15 13.11 176 menit 13.28 193 menit
2. 08.20 12.04 224 menit 12.26 246 menit
3. 12.35 16.29 236 menit 16.54 259 menit
4. 08.35 10.36 121 menit 10.59 144 menit

Tabel 1.1 Rangkuman Waktu Pasien Menerima Informasi Tagihan dan Keluar Ranap
(sambungan)

Informasi Tagihan Keluar Kamar Ranap


No.
Mulai
Pasien Total Waktu
Selesai Total waktu (menit) Selesai
(menit)

5. 10.05 12.26 141 menit 12.48 163 menit


6. 08.10 10.47 157 menit 11.09 179 menit
7. 10.10 12.38 148 menit 11.30 170 menit
8. 08.40 11.08 137 menit 10.30 160 menit
9. 08.10 10.27 137 menit 10.50 160 menit
10. 11.40 13.48 128 menit 14.11 151 menit
Rata - rata 160 menit 182 menit

Tabel 2. Value Assesment

Jenis Kegiatan
Unit Jumlah kegiatan
Value Added Non Value Added
DPJP 6 Kegiatan 4 Kegiatan 2 Kegiatan
Perawat 15 Kegiatan 8 Kegiatan 7 Kegiatan
Penata Rekening 6 Kegiatan 4 Kegiatan 2 Kegiatan
Farmasi 8 Kegiatan 3 Kegiatan 5 Kegiatan
Kasir 6 Kegiatan 2 Kegiatan 4 Kegiatan
Total 41 Kegiatan 21 Kegiatan 20 Kegiatan

Jurnal ARSI/Februari 2017 147


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Volume 3 Nomor 2

Gambar 2. Current State VSM Proses Pemulangan Pasien Rawat Inap RS Masmitra

Gambar 3. Future State VSM Proses Pemulangan Pasien Rawat Inap RS Masmitra

Jurnal ARSI/Februari 2017 148


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Alamsyah., Percepatan Pemulanga Pasien Rawat Inap dengan Konsep Lean di Rumah Sakit3 Masmitra
Volume Nomor 2

Tabel 3. Perbedaan antara Current State dan Usulan perbaikan Tanpa Penambahan
SDM dan Future State
Usulan Perbaikan Tanpa Penambahann
No. Perubahan Current State Future State
SDM
1. Jumlah kegiatan 41 17 17
2. Presentase kegiatan VA 51% 76,5% 94,4%
3. Presentase kegiatan Non VA 49% 23,5 % 5,6 %
4. Prosentase VA time 30,5% 75 % 92,3 %
5. Prosentase NVA time 69,5% 25 % 7,7 %
6. Total jarak tempuh 140 meter 44 meter 44 meter
Total waktu keluarga pasien
7. 160 menit 76 menit 65 menit
menerima informasi tagihan
Total waktu proses pemulangan
8. 182 menit 88 menit 78 menit
pasien rawat inap

Jurnal ARSI/Februari 2017 149


Perlukah Keselamatan Pasien Menjadi Indikator Kinerja RS BLU?
Should Patient Safety Be a Performance Indicator of RS BLU?

Masyitoh Basabih

Departemen Administrasi dan Kebijakan Kesehatan, Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia
Kampus Baru Universitas Indonesia Depok, Jawa Barat, 16424, Telp. (021) 7864974

*Email: masyitohbasabih@gmail.com

ABSTRAK

Pemerintah dalam hal ini Kementerian Kesehatan melalui peraturannya mengamanahkan pentingnya keselamatan
pasien. Hal ini dapat dilihat dari disebutkannnya keselamatan pasien dalam empat pasal di Undang-Undang Nomor
44 Tahun 2009 tentang Rumah Sakit dan secara khusus dalam Peraturan Menteri Kesehatan. Pentingnya isu kesela-
matan pasien di rumah sakit tidak berbanding lurus dengan indikator kinerja Rumah Sakit BLU yang tertulis dalam
Peraturan Direktur Jenderal Perbendaharaan Nomor 34 Tahun 2014 Tentang Pedoman Penilaian Kinerja Badan
Layanan Umum Bidang Layanan Kesehatan. Dalam Perdirjen ini, dapat dilihat bahwa penilaian kinerja RS BLU
terdiri dari aspek keuangan dan aspek pelayanan. Keselamatan pasien dapat dilihat pada aspek pelayanan lebih khu-
susnya dapat dilihat pada kelompok indikator mutu klinik yang memiliki skor maksimal 12 dari 100. Mutu klinik di
ukur dengan lima indikator yang empat di antaranya adalah angka kematian. Jika merujuk kepada besarnya
penekanan terhadap keselamatan pasien dan definisi keselamatan pasien, maka pertanyaannya adalah apakah indi-
kator berupa angka kematian cukup merepresentasikan pentingnya keselamatan pasien dirumah sakit? Penulisan ini
bertujuan untuk memberikan gambaran peranan keselamatan pasien dalam tatanan indikator kinerja Rumah Sakit
BLU. Penulisan ini menggunakan metode literatur review. Hasil dari telaah ini menunjukkan bahwa upaya kesela-
matan pasien belum sepenuhnya menjadi tolak ukur kinerja Rumah Sakit BLU.

Kata kunci: keselamatan pasien, r umah sakit, indikator kiner ja RS BLU.

ABSTRACT
The government which is the Ministry of Health through its regulations mandates the importance of patient safety.
This can be seen from the mention of patient safety in the four articles in Undang-Undang Number 44 Year 2009
about Hospital and specifically in the Minister of Health Regulation. The importance of patient safety issues in hos-
pitals is not directly proportional to the performance indicators of the BLU Hospital written inPeraturan Direktur
Jenderal Pembendaharaan Number 34 Year 2014 about the Guidelines for Performance Appraisal of Public Ser-
vice Bodies for Health Services. In this regulation, it can be seen that the performance assessment of BLU Hospital
consists of financial aspect and service aspect. Patient safety can be seen in service aspect more specially can be
seen in group of clinical quality indicator which have maximum score 12 from 100. Clinic quality is measured with
five indicator which four of them is death rate. If it refers to the magnitude of the emphasis on patient safety and the
definition of patient safety, then the question is whether the indicator of mortality adequately represents the im-
portance of patient safety in the hospital? This article aimed to provide an overview of the role of patient safety in
the performance indicators of hospital performance BLU. This study was conducted by using the literature review
method. The results of this study indicate that the patient's safety efforts have not fully become the benchmark of
BLU Hospital performance.

Keywords: patient safety, hospital, performance indicators of BLU Hospital.

PENDAHULUAN matan Pasien.

To Err is Human adalah sebuah laporan yang disam- Keselamatan Pasien adalah paradigma yang menjadi
paikan oleh US Institute of Medicine pada tahun 1999. sangat penting untuk dijadikan dasar dalam memberikan
Dalam hasilnya disampaikan bahwa setiap negara di- pelayanan. Pentingnya paradigm ini dapat dilihat dalam
harapkan menyusun National Goal for Patient safety. empat pasal yang disampaikan dalam Undang-Undang
Kegiatan ini diikuti oleh WHO pada tahun 2002 dan Rumah Sakit. Dalam perjalananya, keselamatan pasien
Joint commission mulai mempromosikan pada tahun belum secara maksimal mendasari pelayanan yang
2003. Indonesia juga mulai menyusun standar dan sasa- diberikan oleh rumah sakit. Berbeda dengan prinsip
ran terhadap keselamatan pasien yang tertulis jelas pada efisiensi yang menjadi sorotan penting dalam mem-
Peraturan Menteri Kesehatan no 1691 tentang Kesela- berikan pelayanan. Banyak sekali media yang menyam-

Jurnal ARSI/Februari 2017 150 141


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia Volume 3 Nomor 2

paikan bahwa tanpa jaminan maka pelayanan tidak dapat nyai tugas memberikan pelayanan kesehatan perorangan
diberikan dan kenyataannya hal tersebut menjadi ke- secara paripurna untuk itu Rumah Sakit memiliki fungsi
bijakan dirumah sakit yang mutlak sifatnya. Hal ini (Kemkes, 2009):
menunjukkan pentingnya peranan perspektif keuangan, 1. Penyelenggaraan pelayanan pengobatan dan pemulihan
lantas bagaimana dengan keselamatan pasien? Seberapa kesehatan sesuai dengan standar pelayanan rumah sa-
besar keselamatan pasien menjadi dasar dalam membuat kit;
kebijakan di rumah sakit? 2. Pemeliharaan dan peningkatan kesehatan perorangan
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang melalui pelayanan kesehatan yang paripurna tingkat
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan kedua dan ketiga sesuai kebutuhan medis
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat in- 3. Penyelenggaraan pendidikan dan pelatihan sumber
ap, rawat jalan, dan gawat darurat. Dalam undang-undang daya manusia dalam rangka peningkatan kemampuan
yang sama disampikan juga bahwa rumah sakit milik dalam pemberian pelayanan kesehatan; dan
pemerintah harus berbentuk Badan Layanan Umum atau 4. Penyelenggaraan penelitian dan pengembangan serta
Badan Layanan Umum Daerah (Kementerian Kesehatan, penapisan teknologi bidang kesehatan dalam rangka
2009). peningkatan pelayanan kesehatan dengan memper-
hatikan etika ilmu pengetahuan bidang kesehatan.
Dalam Peraturan Pemerintah No 23 Tentang Badan
Layanan Umum, BLU didefinisikan sebagai instansi di Keselamatan Pasien dalam Undang-Undang Rumah Sakit
lingkungan Pemerintah yang dibentuk untuk memberikan Dalam undang-undang ini jelas diamanahkan mengenai
pelayanan kepada masyarakat berupa penyediaan barang keselamatan pasien, berikut dibawah ini adalah rinciann-
dan/atau jasa yang dijual tanpa mengutamakan mencari ya dalam pasal:
keuntungan dan dalam melakukan kegiatannya didasar- 1. Pada pasal 2 disebutkan bahwa penyelenggaraan Ru-
kan pada prinsip efisiensi dan produktivitas, sementara mah Sakit didasarkan pada nilai kemanusiaan, etika
pola pengelolaan keuangannya memberikan fleksibilitas dan profesionalitas, manfaat, keadilan, persamaan hak
dalam rangka meningkatkan pelayanan kepada masyara- dan anti diskriminasi, pemerataan, perlindungan dan
kat. Tujuan dari BLU adalah meningkatkan pelayanan keselamatan pasien, serta mempunyai fungsi sosial.
kepada masyarakat (PP, 2005). 2. Pasal 3 ayat dua yang menyebebutkan bahwa penga-
turan penyelenggaran Rumah Sakit bertujuan untuk
Dalam upaya meningkatkan pelayanan kepada masyara- memberikan perlindungan terhadap keselamatan pasi-
kat, Rumah Sakit BLU memiliki sejumlah indikator en.
kinerja yang terbagi menjadi aspek keuangan dengan skor 3. Pasal 13 yang mengatakan bahwa setiap tenaga yang
maksimal 30 dan aspek pelayanan dengan skor maksimal bekerja dirumah sakit harus mengutamakan kesela-
70 yang kemudian diatur dalam Perdirjen No 43 Tahun matan pasien.
2014 Tentang Pedoman Penilaian Kinerja Badan Layanan 4. Pasal 43 secara khusus menjelaskan mengenai kewa-
Umum Bidang Layanan Kesehatan. Aspek pelayanan jiban penerapan keselamatan pasien di Rumah Sakit
meliputi subaspek Layanan dan Subaspek Mutu dan (Kemkes, 2009).
Manfaat kepada masyarakat.
Keselamatan Pasien
Dalam memberikan pelayanannya Rumah sakit sebagai
sebuah institusi diatur dalam Undang-Undang Rumah Keselamatan pasien di definisikan sebagai suatu sistem
Sakit, dimana terdapat empat pasal dalam undang-undang dimana Rumah Sakit membuat asuhan pasien lebih aman
tersebut yang mengamanahkan keselamatan pasien. Ama- yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan pengel-
nah keselamatan pasien dalam Undang-Undang Rumah olaan hal yang berhubungan dengan risiko pasien,
Sakit telah dijabarkan lebih lanjut dalam Peraturan Men- pelaporan dan analisis insiden, kemampuan belajar dari
teri Kesehatan No 1691 Tahun 2011 Tentang Kesela- insiden dan tindak lanjutnya serta implementasi solusi
matan pasien. Yang menjadi pertanyaan dalam makalah untuk meminimalkan timbulnya risiko dan mencegah
ini adalah apakah penekanan keselamatan pasien dalam terjadinya cedera yang disebabkan oleh kesalahan akibat
Undang-Undang Rumah Sakit menjadi komponen melaksanakan suatu tindakan atau tidak mengambil tinda-
penilaian kinerja? kan yang seharusnya diambil (Kemkes, 2011).

Terdapat tujuh standar keselamatan pasien yang di atur


TINJAUAN PUSTAKA melalui Peraturan Menterian Kesehatan, yaitu:
1. Hak Pasien
Rumah Sakit Pasien dan keluarganya berhak memperoleh informa-
si terkait rencana tindakan, hasil pelayanan dan ke-
Rumah Sakit adalah institusi pelayanan kesehatan yang mungkinan terjadinya insiden. Untuk memuhi stan-
menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan dar 1 ini maka terdapat sejumlah kriteria yang harus
secara paripurna yang menyediakan pelayanan rawat in- dipenuhi:
ap, rawat jalan, dan gawat darurat. Rumah Sakit mempu- a. Harus ada dokter penanggungjawab pelayanan;

Jurnal ARSI/Februari 2017 151 141


Masyitoh Basabih, Perlukah Keselamatan Pasien Menjadi Indikator Kinerja RS BLU?

b. Dokter penanggungjawab elayanan wajib mem- a. Rumah Sakit melakukan proses perancangan
buat rencana pelayanan; serta yang baik yang mengacu kepada kebutuhan
c. Dokter penanggung jawab wajib memberikan pasien, kaidah klinis, dan faktor-faktor lain yang
penjelasan yang komprehensif tentang rencana, berpotensi menimbulkan risiko.
prosedur, pengobatan dan hasil pelayanan. b. Rumah Sakit harus melakukan pengumpulan da-
ta kinerja yang terdiri dari pelaporan insiden,
2. Mendidik pasien dan keluarga akreditasi, manajemen risiko, utilisasi, mutu
Rumah sakit bertugas untuk mendidika pasien dan pelayanan dan keuangan.
keluarganya tentang kewajiban dan tanggungjawab c. Rumah sakit harus melakukan evaluasi terhadap
pasien dalam asuhan pasien. Rumah sakit diharap- insiden.
kan memiliki mekanisme dalam hal ini, output dari d. Rumah sakit menentukan perubahan sistem
standar ini adalah pasien dan keluarga diharapkan dengan berbasis kepada data dan indormasi hasil
dapat: analisis.
a. Memberikan informasi yang benar, jelas, leng-
kap dan jujur; 5. Peran kepemimpinan dalam meningkatankan kese-
b. Mengetahui kewajiban dan tanggungjawab pa- lamatan pasien
sien dan keluarga; a. Pemimpin mendorong dan menjamin implemen-
c. Dapat mengajukan pertanyaan apabila ada hal tasi program keselamatan pasien.
yang tidak dimengerti; b. Pemimpin menjamin berlangsungnya kediatan
d. Memahami dan menerima konsekuensi dari pela- identifikasi resiko terhadap keselamatan pasien.
yanan ; c. Pemimpin mengalokasikan sumberdaya yang
e. Mematuhi aturan dan instruksi yang diberikan; adekuat.
f. Memiliki sikap menghormati dan tenggang rasa; d. Pemimpin mengukur dan mengkaji efektifitas
serta kontribusinya
g. Memnuhi kewajiban finansial
6. Mendidik staf tentang keselamatan pasien
3. Keselamatan pasien dalam kesinambungan pela- a. Memiliki proses pendidikan, pelatihan dan orien-
yanan tasi untk setiap jabatan; dan
Dalam hal ini rumah sakit menjamin keselamatan b. Menyelenggarakan pendidikan dan juga pelati-
pasien dengan memastikan koordinasi antar tenaga han yang berkelanjutan.
kesehatan dan antar unit dalam rangka kesinambun-
gan pelayanan. Hal ini dapat dilihat dari : 7. Komunikasi sebagai kunci efektif; serta
a. Adanya koordinasi pelayanan secara komprehen- a. Merencanakan dan mendesain proses mana-
sif mulai dari saat pasien masuk, pemeriksaan, jemen informasi terkait keselamatan pasien; dan
diagnosis, perencanaan pelayanan, tindakan pen- b. Transmisi data dan informasi akurat dan tepat
gobatan, rujukan dan saat pasien keluar dari ru- waktu.
mah sakit.
b. Adanya koordinasi pelayanan yang disesuaikan Untuk itu terdapat enam sasaran keselamatan pasien,
dengan kebutuhan pasien dan kelayakan sumber yang terdiri dari:
daya secara berkesinambungan sehingga pada 1. Ketepatan identifikasi pasien
seluruh tahap pelayanan transisi antar unit pela- 2. Peningkatan komunikasi efektif
yanan dapat berjalan baik dan lancar. 3. Peningkatan keamanan obat
c. Adanya koordinasi pelayanan termasuk dida- 4. Kepastian tepat lokasi, tepat prosedur dan tepat
lamnya peningkatan komunikasi dalam rangka pasien operasi
memfasilitasi dukungan keluarga, pelayanan 5. Pengurangan resiko infeksi terkait pelayanan kese-
keperawatan, pelayanan sosial, konsultasi dan hatan
rujukan, pelayanan kesehatan primer dan tindak 6. Pengurangan resiko pasien jatuh
lanjut lainnya.
d. Antar profesi kesehatan terjalin komunikasi dan Menurut National Patient Safety Foundation terdapat
transfer informasi. sejumlah cara untuk mendapatkan sistem manajemen
keselamatan pasien yang baik (Murphy et al., 2009):
4. Penggunaan metode peningkatan kinerja untuk 1. Mendorong semua staf untuk bertanggung jawab
melakukan evaluasi dan program peningkatan ke- atas keselamatan diri sendiri, rekan kerja, pasien
selamatan pasien serta pengunjung;
Pada standar ini rumah sakit diharapkan mampu 2. Memprioritaskan keselamatan diatas keuangan dan
mendesain proses baru atau memperbaiki proses tujuan operasional;
yang ada dalam rangka meningkatkan kinerja dan 3. Memberikan penghargaan terhadap identifikasi,
keselamatan pasien. Hal ini dapat dilihat dari: pelaporan, dan resolusi masalah keselamatan;

Jurnal ARSI/Februari 2017 152 141


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia Volume 3 Nomor 2

4. Menyediakan organisasi pembelajaran dari sebuah ke- 1. Menggambarkan data baseline:


celakaan; 2. Menyusun standard an target; serta
5. Mengalokasikan sumber daya yang tepat, struktur, dan 3. Melakukan perhitungan dan pelaporan.
akuntabilitas untuk menjaga sistem keamanan yang
efektif; sertaMenghindari perilaku sembarangan
METODOLOGI PENELITIAN
Menilik ke negara tetangga, kita dapat melihat bahwa da-
lam menetapkan safety goal Taiwan memaksukkan juga Metode penelitian yang digunakan sebagai basis dalam
kegiatan seperti pelaporan yang menjadi goal. Berikut penulisan artikel ini adalah literature review dari beberapa
dibawah ini adalah Patient safety annual goal Taiwan peraturan kebijakan kesehatan.
yang terdiri dari (Wung et al., 2011):
1. Meningkatkan keselamatan dalam penggunaan obat;
2. Pengurangan infeksi tenaga kesehatan; HASIL DAN PEMBAHASAN
3. Mengurangi salah lokasi, salah pasien dan salah
prosedur; Standar pelayanan minimal adalah ketentuan tentang jenis
4. Meningkatkan ketepatan identifikasi pasien; dan mutu pelayanan dasar yang merupakan urusan wajib
5. Pencegahan pasien jatuh; daerah yang berhak diperoleh setiap warga secara minimal
6. Pelaporan insiden ; juga merupakan spesifikasi teknis tentang tolak ukur pela-
7. Meningkatkan komunikasi dan keselamatan dalam yanan minimum yang diberikan oleh Badan Layanan
transfer dan handoff pasien; serta Umum Kepada Masyarakat. Dalam Permenkes tentang
8. Meningkatkan keterlibatan pasien. Keselamatan Pasien disebutkan mengenai standar, kriteria
dan sasaran dalam keselamatan pasien. Jika mengacu kepa-
Dari data diatas yang berbeda dengan di Indonesia adalah da kamus besar Bahasa Indonesia, standar diartikan se-
pengurangan infeksi terhadap tenaga kesehatan dan pela- bagai ukuran tertentu yang dijadikan patokan, sementara
poran insiden. kriteria adalah ukuran yang menjadi dasar penilaian atau
penetapan sesuatu. Sasaran adalah sesuatu yang menjadi
Key Performance indicator diartikan sebagai perhitungan tujuan. Dalam penilaian kinerja rumah sakit yang
yang digunakan sebuah organisasi untuk mengukur digunakan adalah indikator, indikator adalah sesuatu yang
kesuksesan dalam upaya memenuhi tujuannya. KPI ber- dapat memberikan pentunjuk (KBBI, 2016). Jadi secara
fokus kepada pemenuhan tujuan jangka panjang sementara singkat dapat disimpulkan bahwa dalam memberikan pela-
indikator kinerja tidak. KPI menjadi perhatian penting bagi yanan yang mengacu kepada keselamatan pasien, rumah
pembuat kebijakan, sementara indikator kinerja menjadi sakit mengacu pada standar yang detailnya dapat dilihat
penting bagi para manajer sektor publik. pada kriteria, dan standar ini memiliki sasaran yang harus
KPI yang baik seharusnya dapat membantu para pengam- dituju. Pada tabel dibawah ini coba dipadankan antara
bil kebijakan untuk (Rozner, 2013): standar, kriteria dan sasaran dalam keselamatan pasien.

Tabel 1. Matriks Padanan Standar, Kriteria, dan Sasaran Keselamatan Pasien


No Standar Kriteria Sasaran
Hak Pasien Harus ada dokter penanggung jawab pelayanan
Standar (DPJP) yang membuat rencana pelayanan dan
1 Pasien dan keluarganya mempunyai hak untuk menda menjelaskannya ke pasien
-patkan informasi tentang rencana dan hasil pelaya-
nan termasuk kemungkinan terjadinya insiden.
Mendidik pasien dan keluarga Rumah sakit memiliki mekanisme untuk meng-
Standar: edukasi pasien dan keluarganya tentang kewajiban a. Ketepatan identifikasi
2 Rumah sakit harus mendidik pasien dan keluarganya dan tanggungjawab. Diharapkan dengan mekanis- pasien
tentang kewajiban dan tanggung jawab pasien dalam me ini pasien dapat memberikan informasi yang b. Peningkatan komu-
asuhan pasien benar. nikasi efektif
Keselamatan pasien dalam kesinambungan pelayanan Rumah sakit memiliki sistem koordinasi pelayanan c. Peningkatan keamanan
Standar: yang komprehensif (perjalanan pasien, pelayanan obat
3 Rumah Sakit menjamin keselamatan pasien dalam sesuai kebutuhan pasien, komunikasi dan transfer d. Kepastian tepat lokasi,
kesinambungan pelayanan dan menjamin koordinasi informasi antar profesi kesehatan) tepat prosedur dan
antar tenaga dan antar unit pelayanan. tepat pasien operasi
Rumah sakit memiliki desain pelayanan yang yang e. Pengurangan resiko
mengacu kepada visi, misi, dan tujuan rumah sakit, infeksi terkait pela-
Metode peningkatan kinerja untuk melakukan evalua-
kebutuhan pasien, petugas pelayanan kesehatan, yanan kesehatan
si dan program peningkatan keselamatan pasien
kaidah klinis dan keselamatan pasien. f. Pengurangan risiko
Standar:
1. Setiap rumah sakit harus melakukan pengum- pasien jatuh
Rumah sakit harus mendesain proses baru atau mem-
4 perbaiki proses yang ada, memonitor dan mengeval- pulan data kinerja dan evaluasi yang antara lain
uasi kinerja melalui pengumpulan data, terkait dengan: pelaporan insiden, akreditasi,
menganalisis secara intensif insiden, dan melakukan manajemen risiko, utilisasi, mutu pelayanan,
perubahan untuk meningkatkan kinerja serta kesela- keuangan.
matan pasien 2. Menggunakan data untuk meningkatkan kinerja
keselamatan pasien.

Jurnal ARSI/Februari 2017 153 141


Masyitoh Basabih, Perlukah Keselamatan Pasien Menjadi Indikator Kinerja RS BLU?

Lanjutan Tabel 1. Matriks Padanan Standar, Kriteria, dan Sasaran Keselamatan Pasien
No Standar Kriteria Sasaran
Peran kepemimpinan dalam meningkatkan kesela- 1) Terdapat tim keselamatan pasien.
matan pasien 2) Tersedia program proaktif untuk identifikasi
Standar: risiko keselamatan dan program meminimalkan
1. Pimpinan mendorong dan menjamin implementasi insiden.
program keselamatan pasien. 3) Tersedia mekanisme kerja untuk menjamin
2. Pimpinan menjamin berlangsungnya program bahwa semua komponen dari rumah sakit terin-
proaktif untuk identifikasi risiko keselamatan tegrasi dan berpartisipasi dalam program
pasien dan program menekan atau mengurangi keselamatan pasien.
insiden. 4) Tersedia prosedur “cepat-tanggap” terhadap
3. Pimpinan mendorong dan menumbuhkan komu- insiden.
5
nikasi dan koordinasi antar unit dan individu. 5) Tersedia mekanisme pelaporan internal dan
4. Pimpinan mengalokasikan sumber daya yang eksternal (termasuk Analisis Akar Masalah
adekuat untuk mengukur, mengkaji, dan mening- “Kejadian Nyaris Cedera” (Near miss) dan
katkan kinerja rumah sakit serta meningkatkan “Kejadian Sentinel”. a. Ketepatan identifikasi
keselamatan pasien. 6) Tersedia mekanisme untuk menangani berbagai pasien
5. Pimpinan mengukur dan mengkaji efektifitas jenis insiden. b. Peningkatan komu-
kontribusinya dalam meningkatkan kinerja rumah 7) Tersedia sumber daya dan sistem informasi nikasi efektif
sakit dan keselamatan pasien. yang dibutuhkan. c. Peningkatan keamanan
8) Tersedia sasaran terukur, dan pengumpulan obat
informasi. d. Kepastian tepat lokasi,
tepat prosedur dan
Mendidik staf tentang keselamatan pasien
tepat pasien operasi
Standar:
e. Pengurangan resiko
1. Rumah sakit memiliki proses pendidikan, pelati-
infeksi terkait pela-
han dan orientasi yang mencakup keselamatan
yanan kesehatan
pasien. Paradigm keselamatan pasien masuk dalam pro-
6 f. Pengurangan risiko
2. Rumah sakit menyelenggarakan pendidikan dan gram pendidikan, pelatihan dan sosialisasi staf.
pasien jatuh
pelatihan yang berkelanjutan untuk meningkatkan
dan memelihara kompetensi staf serta mendukung
pendekatan interdisipliner dalam pelayanan
pasien.
Komunikasi merupakan kunci bagi staf untuk men-
capai keselamatan pasien.
Standar:
1. Rumah sakit merencanakan dan mendesain proses
Pengelolaan manajemen informasi terkait kesela-
7 manajemen informasi keselamatan pasien untuk
matan pasien.
memenuhi kebutuhan informasi internal dan ek-
sternal.
2. Transmisi data dan informasi harus tepat waktu
dan akurat.

Sumber: Peraturan Menteri Kesehatan No. 1691 Tahun 2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa semua standar 34 tertulis bahwa kinerja Rumh Sakit BLU dinilai dari
keselamatan pasien bertujuan untuk tercapainya sasaran. aspek keuangan dan aspek pelayanan. Aspek keuangan
Pertanyaan yang paling mendasar yang ingin disampaikan memiliki bobot 30 % dan aspek pelayanan 70%. Dalam
penulis adalah peranan keselamatan pasien dalam kinerja tabel di bawah ini diperlihatkan indikator kinerja dalam
rumah sakit. Dalam peraturan Dirjen Perbendaharaan No. aspek pelayanan RS BLU.

Tabel 2. Indikator Kinerja Aspek Pelayanan Rumah Sakit BLU


No. Subaspek/Kelompok Indikator Skor
a Pertumbuhan Produktifitas 18
1 Pertumbuhan Rata-Rata Kunjungan Rawat Jalan
2 Pertumbuhan Rata-Rata Kunjungan Rawat Darurat
3 Pertumbuhan hari perawatan rawat inap
4 Pertumbuhan Pemeriksaan radiologi
5 Pertumbuhan pemeriksaan laboratorium
6 Pertumbuhan Operasi
7 Pertumbuhan Rehab Medik
1 8 Pertumbuhan Perserta didik Pendidikan Kedokteran
9 Pertumbuhan Penelitian yang dipublikasikan
b Efektifitas Pelayanan 14
1 Kelengkapan Rekam Medik 24 Jam selesai pelayanan
2 Pengembalian Rekam Medik
3 Angka pembatalan operasi
4 Angka kegagalan hasil Radiologi
5 Penulisan Resep sesuai formularium
6 Angka pengulangan pemeriksaan laboratorium

Jurnal ARSI/Februari 2017 154 141


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia Volume 3 Nomor 2

Lanjutan Tabel 2. Indikator Kinerja Aspek Pelayanan Rumah Sakit BLU


No. Subaspek/Kelompok Indikator Skor
7 Bed Occupacy rate (BOR)
c Pertumbuhan Pembelajaran 3
1 1 Rata-rata jam pelatihan karyawan
2 Persentase dokter pendidik klinis yang mendapat TOT
3 Program reward dan punishment
a Mutu dan Manfaat Kepada Masyarakat 35
1 Mutu Pelayanan 14
2 Emergency Respon Time Rate
3 Waktu tunggu rawat jalan
4 Length of stay
5 Kecepatan pelayanan resep obat jadi
6 Waktu tunggu sebelum operasi
7 Waktu tunggu hasil laboratorium
8 Waktu tunggu hasil radiologi
b Mutu Klinik 12
1 Angka kematian digawat darurat
2 Angka kematian/ kebutaan > 48 jam
2 3 Post operatif death rate
4 Angka infeksi nosocomial
5 Angka kematian ibu di Rumah Sakit
c Kepedulian terhadap masyarakat
1 Pembinaan kepada pusat kesehatan masyarakat dan sarana kesehatan lain
2 Penyuluhan kesehatan
3 Rasio tempat tidur kelas III
d Kepuasan Pelanggan 2
1 Penanganan pengaduan
2 Kepuasan Pelanggan
e Kepedulian terhadap lingkungan 3
1 Kebersihan Lingkungan (program Rumah Sakit Berseri)
2 Propor Lingkungan
Total Skor 70
Sumber: Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. 34 Tentang Pedoman Penilaian Kinerja Badan layanan Umum Bidang Kesehatan (Kemkeu, 2014)

Jika merujuk kepada definisi dari keselamatan pasien, pencegahan agar membuat asuhan pasien menjadi lebih
maka Keselamatan pasien di definisikan sebagai suatu sis- aman, sementara indikator diatas lebih menekankan pada
tem di mana Rumah Sakit membuat asuhan pasien lebih perhitungan kuantitatif terhadap output yang seharusnya
aman yang meliputi asesmen risiko, identifikasi dan dapat ditekan dengan adanya implementasi program
pengelolaan risiko pasien, pelaporan dan analisis insiden, keselamatan pasien.
dan upaya meminimalkan resiko (Kemkes, 2011) maka
indikator dalam tabel diatas menurut penulis belum me- Dalam tabel dibawah ini akan diperlihatkan padanan antara
wakili dari definisi keselamatan pasien. Dapat kita cermati indikator kinerja BLU dengan sasaran keselamatan pasien
bahwa definisi tersebut memiliki penekanan pada upaya yang dilihat dari berbagai aturan.
Tabel 3. Matriks Padanan Sasaran, Indikator, dan Keselamatan Pasien
SPM KINERJA RS BLU AKREDITASI KARS
NO SASARAN
(Indikator) (indikator) (Sasaran)
1 Ketepatan identifikasi pasien - - Ketepatan Identifikasi Pasien
2 Peningkatan komunikasi efektif - - Peningkatan Komunikasi Efektif
Tidak adanya kejadian kesalahan Peningkatan Keamanan Obat
3 Peningkatan keamanan obat -
pemberian obat yang perlu diwaspadai
1. Tidak adanya kejadian operasi
salah sisi
Kepastian tepat lokasi, tepat prose- 2. Tidak adanya kejadian operasi Kepastian tepat lokasi, tepat-
4 -
dur dan tepat pasien operasi salah orang prosedur, tepat pasien operasi
3. Tidak adanya kejadian operasi
salah orang
Pengurangan resiko infeksi terkait Kejadian infeksi pasca operasi Angka Infeksi Pengurangan risiko infeksi
5
pelayanan kesehatan Kejadian Infeksi Nosokomial Nosokomial terkait pelayanan kesehatan
Tidak adanya kejadian pasien
6 Pengurangan risiko pasien jatuh jatuh yang berakibat kecatatan/ - Pengurangan risiko pasien jatuh
kematian
Sumber: (1) Keputusan Menteri Kesehatan No. 129 Tahun 2008 Tentang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit; (2) Peraturan Menteri
Kesehatan No. 1691 Tahun 2011 Tentang Keselamatan Pasien Rumah Sakit; (3) Peraturan Dirjen Perbendaharaan No. 34 Tahun 2014 Tentang
Pedoman Penilaian Kinerja Badan Layanan Umum Bidang Layanan Kesehatan; dan Instrumen Akreditasi Rumah Sakit Standar Akreditasi Versi

Jurnal ARSI/Februari 2017 155 141


Masyitoh Basabih, Perlukah Keselamatan Pasien Menjadi Indikator Kinerja RS BLU?

Dari tabel di atas dapat dilihat bahwa sasaran dalam sien. Menjadi sebuah dasar penyelenggaraan pelayanan
akreditasi KARS (KARS, 2012) sama persis dengan sasa- tentu merupakan hal yang penting untuk dinilai dalam
ran keselamatan pasien dalam Permenkes 1691 Tahun kinerja rumah sakit, baik pemerintah maupun swasta baik
2011 Tentang Keselamatan pasien. Hal ini dikarenakan BLU maupun Non BLU.
sasaran keselamatan pasien dalam instrument akreditasi
merujuk kepada Permenkes 1691. Terdapat dua sasaran Keselamatan pasien bertumpu pada upaya pencegahan
keselamatan pasien yang tidak terdapat dalam standar pela- untuk itu menurut hemat penulis ada baiknya jika indikator
yanan minimal rumah sakit (Kemkes, 2008), yaitu sasaran kinerja rumah sakit lebih menekankan kepada upaya yang
mengenai ketepatan identifikasi pasien dan komunikasi dapat dilakukan untuk mengurangi angka kematian dan
efektif. Hal ini mungkin saja terjadi mengingat bahwa kejadian infeksi nosokomial. Kematian yang terjadi di ru-
standar pelayanan minimal merupakan peraturan yang mah sakit dapat disebabkan oleh banyak hal yang bisa saja
dikeluarkan pada tahun 2008 sementara Peraturan tidak menggambarkan kinerja rumah sakit. Ambil saja
mengenai keselamatan pasien keluar pada tahun 2011. contoh, sebuah rumah sakit tipe B milik pemerintah, maka
Empat dari enam sasaran keselamatan pasien merupakan besar kemungkinan pasien yang datang adalah pasien ru-
indikator dalam standar pelayanan minimal, hal ini dikare- jukan yang tentunya dengan level severity yang lebih ting-
nakan Keputusan Menteri Kesehatan Tentang Standar Pe- gi. Apabila terjadi sebuah kondisi dimana pasien dirujuk
layanan minimal masuk dalam peraturan yang diingat un- dalam keadaan tidak baik, setelah dilayani beberapa saat
tuk menyusun Peraturan tentang keselamatan pasien dan lalu pasien meninggal apakah bisa kondisi tersebut terhi-
hanya satu dari enam sasaran keselamatan pasien yang tung sebagai kinerja RS yang menerima rujukan? Tentunya
masuk dalam indikator kinerja RS BLU. kondisi ini memerlukan audit medik lebih lanjut. Akan
berbeda bila kinerja rumah sakit dinilai dari upaya yang
Dari tabel 2 dan 3 dapat dilihat bahwa indikator terkait sudah dilakukan rumah sakit untuk memberikan pelayanan
keselamatan pasien diwakili oleh kelompok mutu klinik yang terbaik seperti misalnya Australia yang menempatkan
dimana hanya satu dari enam sasaran keselamatan pasien adverse event dan pasien jatuh sebagai salah satu indi-
yang masuk dalam indikator kinerja rumah sakit BLU. kator dalam kinerja sistem kesehatan (AIHW, 2013).
Mutu klinik sendiri hanya memiliki skor 12 dari total 100
skor pada kedua aspek, sehingga dapat dikatakan hanya 14 Memang tidaklah mudah menilai kinerja sebuah rumah
% dari skor total kinerja Rumah Sakit BLU. Hal ini men- sakit melalui indikator. Kinerja rumah sakit haruslah di-
jadi kurang representasi jika kita melihat kepada empat wakilkan oleh indikator yang menggambarkan faktor
pasal dalam Undang-Undang Rumah Sakit yang mengama- sukses kunci rumah sakit yang dapat diukur. Proses untuk
nahkan keselamatan pasien. menyusun indikator kinerja adalah proses yang kompleks
karena adanya kepentingan stakeholder yang harus diper-
Empat dari lima indikator mutu klinik adalah angka ke- timbangkan dan perlunya perhitungan secara kuantitatif
matian. Pertanyaannya adalah dapatkah kematian dicegah (Doucette and Millin, 2011). Indikator kinerja rumah sakit
atau dikurangi dengan menerapkan prinsip keselamatan diartikan sebagai indikator yang definisikan secara statistik
pasien? Jawabannya tentu bisa, keselamatan pasien yang atau bentuk informasi lain baik secara langsung ataupun
diterapkan dengan baik tentu akan mampu mendeteksi tidak langsung yang merefleksikan pencapaian terhadap
kejadian yang tidak diharapkan (KTD), Kejadian Nyaris outcome yang diharapkan atau kualitas dari proses pen-
Cedera (KNC), Kejadian Tidak Cedera (KTC) dan kejadi- capaian hasil (AIHW, 2013).
an potensi cedera. Hasil penelitian terbaru mengatakan
bahwa medical error adalah menyebab kematian nomer Kinerja adalah sebuah proses yang dilaksanakan dalam
tiga di Amerika (Makary and Daniel, 2016). Menurut IOM rangka mendapatkan hasil. Lantas pertanyaan berikutnya
Medical Error dapat diartikan sebagai kegagalan untuk adalah bagaimana kinerja disusun? Jika keselamatan
menyelesaikan sebuah rencana tindakan seperti yang telah pasien menjadi dasar sebuah penyelenggaraan dan rumah
direncanakan atau penggunaan rencana yang salah dalam sakit memiliki kewajiban atasnya bukankah sepantasnya
mencapai tujuan (Murphy et al., 2009b). Jika budaya mendapat perhatian dalam bentuk indikator kinerja rumah
keselamatan pasien diterapkan maka medical error dapat sakit?
dideteksi salah satunya dengan pelaporan. Menurut hasil
penelitian yang dilakukan di Norwegia terbukti bahwa
pelaporan memiliki hubungan dengan keselamatan pasien KESIMPULAN DAN SARAN
(Bjertnaes et al., 2014).
Dari hasil telaah didapatkan bahwa Indikator kinerja ru-
Dalam Undang-Undang Rumah Sakit jelas mengama- mah sakit BLU belum sepenuhnya menjalankan amanah
nahkan untuk menerapkan budaya keselamatan pasien. Undang-Undang Rumah Sakit terkait keselamatan pasien.
Dari keempat pasal dalam Undang-Undang Rumah Sakit Indikator yang digunakan untuk merepresentasikan kesela-
kita dapat menyimpulkan bahwa penyelenggaraan rumah matan pasien belum sepenuhnya merujuk kepada peraturan
sakit didasarkan pada keselamatan pasien, peraturan yang mengenai keselamatan pasien.
dikeluarkan juga bertujuan untuk memberikan perlin-
dungan terhadap keselamatan pasien dan rumah sakit Mengingat pentingnya keselamatan pasien maka, penulis
memiliki kewajiban untuk menerapkan keselamatan pa- menyarankan:

Jurnal ARSI/Februari 2017 156 141


Jurnal Administrasi Rumah Sakit Indonesia Volume 3 Nomor 2

1. Keselamatan pasien perlu mendapatkan perhatian lebih Kars 2012. Instrumen Akreditasi Rumah Sakit Standar Akreditasi V ersi
2012. Jakarta: Komite Akreditasi Rumah Sakit.
besar dalam bentuk indikator kinerja rumah sakit yang
Kbbi. 2016. Kemdikbud. Available: Http://Kbbi.Web.Id/Standar-2
terukur. [Accessed 11 Oktober 2016 2016].
2. Indikator yang dipergunakan sebaiknya disusun dalam Kemkes 2008. Keputusan Menteri Kesehatan No 129 Tahun 2008 Ten-
rangka menciptakan budaya keselamatan pasien diru- tang Standar Pelayanan Minimal Rumah Sakit. In: Kesehatan,
K. (Ed.). Jakarta: Kementerian Kesehatan.
mah sakit.
Kemkes 2009. Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 44 Tahun
3. Standar Pelayanan Minimal rumah sakit perlu untuk 2009 Tentang Rumah Sakit. In: Kesehatan, K. (Ed.). Jakarta:
direvieu kembali seiring dengan keluarnya Undang- Kementerian Kesehatan.
Undang Rumah Sakit dan Permenkes tentang Kesela- Kemkes 2011. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
1691/Menkes/Per/Viii/2011 Tentang Keselamatan Pasien
matan Pasien.
Rumah Sakit. Jakarta: Kementerian Kesehatan.
4. Indikator kinerja rumah sakit BLU perlu untuk di- Kemkeu 2014. Peraturan Jenderal Perbendaharaan Nomer Per-34/
revieu, sehingga data yang dilaporkan dapat menjadi Pb/2014 Tentang Pedoman Pebilaian Kinerja Bdan Layanan
dasar yang akan kemudian digunakan dalam membuat Umum Bidang Layanan Kesehatan. In: Keuangan, K. (Ed.).
Jakarta: Kementerian Keuangan.
kebijakan.
Makary, M. A. & Daniel, M. 2016. Medical Error—The Third Leading
Cause Of Death In The Us. Bmj 353.
Murphy, D. M., Shannon, K. & Pugliese, G. 2009. Risk Management
DAFTAR RUJUKAN Handbook For Health Care Organizations. In: Carroll, R. L.
(Ed.) Patient Safety And The Risk Management Professional
New Challenges And Opportunities. San Francisco: Jossey
Aihw 2013. Australian Hospital Statistic 2012 - 2013. Australian Institute
Bass.
Of Health And Welfare.
Pp. 2005. Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 23 Tahun
Bjertnaes, O., Deilkås, E. T., Skudal, K. E., Iversen, H. H. & Bjerkan, A.
2005 Tentang Pengelolaan Keuangan Badan Layanan Umum.
M. 2014. The Association Between Patient-Reported Incidents
Jakarta.
In Hospitals And Estimated Rates Of Patient Harm. Interna-
Rozner, S. 2013. Developing And Using Key Performance Indicators A
tional Journal For Quality In Health Care 26-30.
Toolkit For Health Sector Managers.
Doucette, D. & Millin, B. 2011. Should Key Performance Indicators For
Wung, C. H.-Y., Yu, T.-H., Shih, C.-L., Lin, C.-C., Liao1, H.-H. &
Clinical Services Be Mandatory? The Canadian Journal Of
Chung, K.-P. 2011. Is It Enough To Set National Patient Safe-
Hospital Pharmacy, 64.
ty Goals? An Empirical Evaluation In Taiwan. International

Jurnal ARSI/Februari 2017 157 141


F ormulir
Yang bertanda tangan di bawah ini:

Nama : …………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
Alamat : …………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
…………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
Telepon : …………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..
Email : …………………………………………………………………………………………………………………………………………………………..

Bersedia untuk menjadi pelanggan Jurnal ARSI (Administrasi Rumah Sakit Indonesia) sejumlah biaya cetak dan biaya kirim dengan rincian sebagai
sebagai berikut:

Volume : ………………………………………………………………………………………………………………………………………

…...…………………………, …………

(……………………………………….)

Untuk besaran biaya dan informasi lebih lanjut, Anda dapat menghubungi Sekretariat Jurnal ARSI di nomor telepon 021-786 7370,
HP. 08568246932, e-mail: jurnalarsi@gmail.com, atau kunjungi website: http://journal.fkm.ui.ac.id/arsi
Developing Hospital Business Strategy to Improve Hospital
Service & Quality
Hospital Management TUJUAN
Program (HMP) Peserta akan memperoleh wawasan, pengetahuan, & keterampilan tentang:
Program Kerja 1. Peningkatan pemahaman seluruh peserta tentang peta kebijakan strategis pelayanan kesehatan;
Hospital Administration Unggulan
Conference (HAC) 2. Peningkatan pemahaman seluruh peserta tentang konsep strategi bisnis untuk peningkatan mutu layanan RS;
3. Peningkatan motivasi seluruh peserta yang dilandasi core value dan core belief untuk mengadopsi konsep
manajemen strategi dalam meningkatkan mutu layanan di rumah sakit;
Kami Menyediakan Forum 4. Tersusunnya rencana strategis bisnis RS; dan

Pelatihan Untuk Anda 5. Peningkatan kemampuan RS dalam melakukan praktik bisnis yang sehat yaitu mempunyai manajemen yang
baik, bermutu dan berkesinambungan yang semua itu berdampak pada meningkatnya kepuasan
pelanggan.

1. Developing Hospital Business Strategy to Improve PESERTA


Hospital Service & Quality Peserta pelatihan ini adalah praktisi perumahsakitan dan pengambil keputusan strategis rumah sakit baik
pemerintah maupun swasta. Peserta dibatasi 30 orang.
2. Meningkatkan Kendali Mutu Layanan Rumah Sakit TEMPAT DAN TANGGAL
Melalui Clinical Pathway & Panduan Praktis Klinis Tempat dan tanggal dapat disepakati sesuai permintaan.
BIAYA
3. Strategic Leadership and Systems Thinking Biaya dalam pelatihan ini sebesar Rp. 3000.000,-/peserta (belum termasuk biaya akomodasi dan tiket
narasumber bila kegiatan dilakukan di luar Jakarta).

CHAMPS Informasi Lebih Lanjut:


Gedung G Lt. 3 R. 312 FKM UI
HP. 085284722766, Fax. 021-7867370,
E-mail: champsui08@yahoo.co.id, champsui09@gmail.com

Meningkatkan Kendali Mutu Layanan Rumah Sakit Tujuan Khusus


Melalui Clinical Pathway & Panduan Praktis Klinis 1. Meningkatkan pemahaman peserta mengenai berfikir sistem dan kepemimpinan
strategis;
TUJUAN 2. Meningkatkan pemahaman peserta mengenai mental model sebagai landasan
Tujuan dari kegiatan ini adalah untuk meningkatkan kemampuan rumah dalam berfikir sistem;
sakit dalam membuat clinical pathway dan panduan praktik klinis. 3. Meningkatkan pemahaman peserta mengenai personal mastery sebagai modal
PESERTA dasar dalam kepemimpinan;
Peserta terdiri dari tim praktisi perumahsakitan baik pemerintah maupun 4. Meningkatkan pemahaman peserta dan mampu mengaplikasikan theory of
swasta yang tergabung dalam tim, yang terdiri dari: constraint dan root cause analysis; dan
1. Klinisi dan penunjang (dokter); 5. Meningkatkan pemahaman peserta mengenai learning organization dan team
2. Perawat;
learning.
3. Tenaga farmasi;
4. Tenaga gizi; PESERTA
5. Tenaga rekam medik; dan Peserta pelatihan ini dibatasi 30 orang.
6. Peserta maksimal 10 tim.
TEMPAT DAN TANGGAL
TEMPAT DAN TANGGAL
Tempat dan tanggal dapat disepakati sesuai permintaan.
Tempat dan tanggal dapat disepakati sesuai permintaan.
BIAYA BIAYA

Biaya dalam pelatihan ini sebesar untuk satu tim rumah sakit (terdiri dari Biaya dalam pelatihan ini sebesar Rp. 3000.000,-/peserta (besaran
5 orang) adalah Rp. 15.000.000/Rumah Sakit (belum termasuk biaya biaya belum termasuk biaya akomodasi, tiket narasumber dan outbond
akomodasi dan tiket narasumber bila kegiatan dilakukan di luar Jakarta). bila kegiatan dilakukan di luar Jakarta).

Strategic Leadership and Systems Thinking

TUJUAN “Bersama kami, mari beraktualisasi!”


Tujuan Umum:
Meningkatkan pemahaman para peserta mengenai - CHAMPS FKM UI
kepemimpinan strategis dan berfikir sistem.

Anda mungkin juga menyukai