Anda di halaman 1dari 2

Fosfat: Pemegang Kunci Kenikmatan Bakso

Oleh : Abkarin Tara Nadhira dan Ahmad Fatkul Niam

Sensasi juicy ketika dikonsumsi menjadi daya tarik tersendiri bagi bakso. Tak heran jika
bakso tengah menjadi primadona di antara produk pangan olahan lain. Rahasia dibalik sensasi
juicy tersebut adalah kemampuan protein daging dalam mengikat air dan membentuk emulsi.
Emulsi adalah campuran dari dua zat yang biasanya tidak bergabung, dalam hal ini emulsi
terbentuk antara air dan ekstrak daging yang larut air dengan lemak pada daging. Akan tetapi,
mengandalkan protein saja sebagai pengemulsi tidaklah cukup. Dibutuhkan bahan tambahan lain
guna mempertahankan kestabilan emulsi yang dibentuk agar bakso mampu melepaskan ekstrak
daging yang larut dalam air selama pengunyahan. Bahan tambahan yang memegang kunci
penting tersebut adalah fosfat.

Fosfat sebagai penstabil memiliki kemampuan meningkatkan pH daging, sehingga


meningkatkan gaya tarik elektrostatik. Hal tersebut mengakibatkan celah antara aktin dan miosin
pada protein-pun membesar, sehingga mampu memerangkap air lebih banyak (Young et al
2005). Peningkatan kemampuan protein dalam mengimobilisasi air mengakibatkan terbentuknya
emulsi yang lebih stabil, sehingga susut masak-pun dapat diminimalisir (Feiner 2006). Oleh
karena itu, penggunaan fosfat dalam produk olahan daging tidak hanya menguntungkan dalam
meningkatkan penerimaan konsumen secara sensori, namun juga menguntungkan secara
ekonomi karena mampu menghasilkan produk dengan rendemen lebih baik.

Sodium tripolyphoshate (STPP) merupakan bentuk fosfat yang paling umum digunakan
oleh industri. Hal tersebut karena harganya yang relatif lebih murah dengan kemampuan
mengikat air yang baik. Adapun bentuk fosfat lainnya yang banyak digunakan dalam industri
daging olahan adalah difosfat dalam bentuk tetrasodium diphophate (TSPP). Kelarutan fosfat
menjadi hal yang penting, oleh karena itu TSPP dengan kelarutan rendah biasa digunakan
bersamaan dengan Sodium hexametaphosphate (SHMP) guna meningkatkan kelarutannya
(Alvarado dan McKee 2007).

Pemeritah telah menetapkan regulasi penggunaan fosfat pada produk olahan daging pada
Peraturan Kepala BPOM No. 24 tahun 2013 dan menyatakan bahwa batas maksimum
penggunaan STPP adalah 2200 mg/kg produk (sebagai total fosfor). Menurut Hera (2003), STPP
tidak dianggap bersifat mutagenik atau genotoksik. Pengujian menunjukkan tidak ditemukan
efek merugikan terhadap reproduksi atau perkembangan dalam berbagai spesies pada dosis yang
diuji. Akan tetapi, perlu diperhatikan bahwa konsumsi fosfat melampaui batas aman dapat
mengakibatkan peningkatan kadar fosfat dalam darah yang dapat memicu nyeri sendi, pelemahan
tulang, dan pengerasan pembuluh darah (Dietetics and Nutrition 2016). Jadi, pastikan bahwa
anda menggunakan fosfat sesuai dengan batas aman yang dan jangan lupa pilih yang food grade
ya!
Alvarado C. McKee S. 2007. Marination to improve functional properties and safety of pultry
meat. Journal of Application Pultry. 15:113-120.

Dietetics and Nutrition. 2016. Patient Information: Phosphate Additives. Basildon(UK):


Basildon and Thurock University Hospital NHS Foundation.

Feiner G. 2006. Meat Product Handbook- Practical Science and Technology. Woodhead
Publishing Limited. Cambridge England

[HERA]. Human and Environmental Risk Assessment. 2003. Targeted Risk Assessment of
Sodium Tripolyphosphate (STPP). HERA.

Young OA. Zhang JX. Farouk MM. Podmore C. 2005. Effects of pH adjusment with phosphates
on atributes and functionalities of normal and high pH beef. Journal of Food Safety. 4(1):
1116 – 1121.

Anda mungkin juga menyukai